1
PERANAN LIMA DIMENSI KEBUDAYAAN HOFSTEDE DAN KECENDERUNGAN PSIKOPATI DALAM MEMPREDIKSI TENDENSI KORUPSI PADA MAHASISWA Vania Antonia Psikologi, Jl. Fajar Baru Utara No. 6 RT. 001/09, Cengkareng Timur, 081296877752,
[email protected] (Vania Antonia, Juneman, S. Psi., M.Si)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran lima dimensi kebudayaan Hofstede, yaitu Power Distance, Uncertainty Avoidance, Long Term Orientation, Collectivism, dan Masculinity dan kecenderungan psikopati dalam memprediksi tendensi korupsi pada mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jumlah subjek sebanyak 225 orang mahasiswa jenjang strata 1 di berbagai universitas di Indonesia, baik universitas negeri maupun universitas swasta (77 mahasiswa laki-laki 148 mahasiswa perempuan, dengan rata-rata usia 20,96 tahun). Alat ukur penelitian ini diadaptasi dan dikembangkan peneliti dari alat ukur CVSCALE-Individual Cultural Values Scale, Levenson Self-Report Psychopathy Scale (LSRP), dan Guilt and Shame Proness Scale (GASP). Penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik convenience sampling. Korelasional prediktif adalah desain penelitian yang digunakan, dengan teknik analisa regresi linier berganda. Uncertainty Avoidance mampu memprediksi dua dimensi tendensi korupsi, yaitu evaluasi diri negatif dan perilaku menarik diri. Long Term Orientation tidak mampu memprediksi empat dimensi tendensi korupsi yaitu evaluasi diri negatif, evaluasi perilaku negatif, perilaku menarik diri, dan perilaku memperbaiki diri. Collectivism tidak mampu memprediksi empat dimensi tendensi korupsi yaitu evaluasi diri negatif, evaluasi perilaku negatif, perilaku menarik diri, dan perilaku memperbaiki diri. Psikopati mampu memprediksi dua dimensi tendensi korupsi, yaitu perilaku menarik diri dan evaluasi perilaku negatif pada mahasiswa.
Kata Kunci : Lima dimensi kebudayaan Hofstede, kecenderungan psikopati, rasa bersalah, rasa malu, tendensi korupsi.
1
2
ABSTRACT This study aimed to examine the role of Hofstede’s five dimensions of culture and psychopathy tendency in predicting corruption tendency among college’s students. This study used quantitative method with a number of samples of 225 college’s students at the undergraduate level in various universities in Indonesia, both public and private universities (77 males, 148 females, with an average 20,96 years old). The measurement of this study is adapted and developed from CVSCALE-Individual Cultural Values Scale, Levenson SelfReport Psychopathy Scale (LSRP), and Guilt and Shame Proness Scale (GASP). This study used non-probability convenience sampling technique. Research design of this study is predictive correlational with multiple linear regressions as analyzing technique. Uncertainty Avoidance could predict the two-dimensions of corruption tendency, which is negative selfevaluation and withdrawal. Long Term Orientation couldn’t predict the four-dimensions of corruption tendency, which is negative self-evaluation, negative behavior evaluation, withdrawal, and repair. Collectivism couldn’t predict the four-dimensions of corruption tendency, which is negative self-evaluation, negative behavior evaluation, withdrawal, and repair. Psychopathy could predict the two-dimensions of corruption tendency, which is negative behavior evaluation and withdrawal.
Keywords : Hofstede’s five dimensions of culture, psychopathy tendency, guilt, shame, corruptive tendency.
3
PENDAHULUAN Dewasa ini, fenomena korupsi sedang marak diperbincangkan. Bahkan, dalam beberapa tahun belakangan isu-isu yang berkenaan dengan korupsi terus memanas. Maraknya kasus korupsi di hampir seluruh belahan dunia menjadi kekhawatiran global. Kasus-kasus korupsi terus merambah segala aspek kehidupan sosial masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok. Mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia (Anti Corruption Clearing House, 2011). Wakil ketua KPK, Busyro Muqoddas juga mengatakan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan antikorupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari (KPK, 2014). Suatu bukti peristiwa yang sangat mengecewakan ketika mahasiswa yang diharapkan mampu menjadi sebuah generasi pelopor yang dapat membawa angin perubahan di Indonesia justru melakukan suatu tindak korupsi. Seorang pria berinisial MZ berusia 21 tahun yang masih berstatus sebagai mahasiswa semester empat Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Semarang berusia 21 tahun menjadi tersangka oleh Polrestabes Semarang dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. MZ diketahui melakukan korupsi dengan proposal dan kegiatan fiktif, dimana proposal diajukan melalui pos dana hibah bantuan sosial pada badan, lembaga, organisasi dan swasta di seluruh Jawa Tengah dengan total dana senilai 133 miliar rupiah dari APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 dan sebuah bukti penelitian mencengangkan juga terjadi di India, yaitu adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Harvard dan Universitas Pennsylvania terhadap ratusan mahasiswa di Bangalor, India menemukan bahwa mahasiswa yang menyontek dalam mengerjakan tes dan permainan yang diberikan dalam eksperimen lebih cenderung ingin bekerja di pemerintahan (Reyes, 2013). Masyarakat India memiliki pandangan bahwa pekerja pemerintahan pada umumnya korupsi, sehingga bagi mahasiswa yang tidak jujur cenderung ingin masuk ke dalam sistem tersebut dengan persepsi akan mudah mendapatkan uang. Mahasiswa sebagai agen perubahan yang diharapkan akan menghindari perilaku tidak bermoral seperti korupsi bukan hanya dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya, namun keadaan dirinya sendiri. Hal itu diperkuat dengan salah satu teori besar dalam psikologi yang menekankan pola terjadinya interaksi manusia dengan lingkungan yaitu teori medan/field theory dari Kurt Lewin yang mencetuskan formula B = f (E,O), yaitu perilaku merupakan fungsi dari lingkungan dan organisme (Helmi, 1999). Kurt Lewin di dalam teori medannya juga menyatakan bahwa setiap peristiwa psikologi tergantung pada keadaan orang tersebut dan juga lingkungannya, meskipun kepentingan mereka relatif berbeda dalam kasus yang berbeda (Myers, 2008). Oleh sebab itu, faktor kecenderungan psikopati adalah salah satu
4 faktor yang peneliti anggap dapat mewakili sudut pandang secara personal dalam pola terjadinya interaksi manusia, yang juga peneliti indikasikan memiliki kontribusi dalam mempengaruhi seorang mahasiswa dalam memutuskan untuk melakukan tindakan tidak bermoral seperti tindak korupsi.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik convenience sampling, non probability dimana peneliti memilih sampel yang tersedia saja atau yang mudah diperoleh sebagai dasar pertimbangan pengambilan sampel (Kumar, 1999). Peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap variabel besar dan tidak melakukan pengacakan sampel. Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur lima dimensi kebudayaan Hofstede adalah CVSCALE-Individual Cultural Values Scale yang dikembangkan oleh Yoo, Donthu, dan Lenartowicz (2011), yang digunakan untuk mengukur empat dimensi kebudayaan Hofstede yaitu power distance, uncertainty avoidance, masculine, dan long term orientation. Kemudian untuk tambahan item dimensi kebudayaan power distance diambil dari jurnal A Critical Discussion of Hofstede's Concept of Power Distance, oleh Ly (2013) dan The Power Distance Scale, oleh Feldman (2013). Untuk tambahan item dimensi kebudayaan long term orientation diambil dari jurnal Long-term Orientation, Perceived Consumer Effectiveness, and Environmentally Conscious Consumer Behavior: The Case of Turkey, oleh Gul (2013). Untuk tambahan item dimensi kebudayaan uncertainty avoidance diambil dari jurnal Preliminary Study for The Development of Uncertainty Avoidance Instrumen In Turkey, oleh Altuncu, Aktepe dan Islamoglu (2012). Untuk tambahan item dimensi kebudayaan collectivism diambil dari jurnal Recipient’ S Mood, Relationship Type, And Helping, oleh Clark, Ouellette, Powell dan Milberg (1987), dan untuk tambahan item dimensi kebudayaan masculinity diambil dari jurnal Development of The Conformity to Masculine Norms Inventory, oleh Mahalik et al. (2003). Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur kecenderungan psikopati adalah Levenson Self-Report Psychopathy Scale/LSRP yang dikembangkan oleh Levenson, Keihl, & Fitzpatrick (1995) dan telah divalidasi oleh Brinkley, Diamond, Magaletta, & Heigel (2008) dan Sellbom (2011). Sedangkan untuk kecenderungan rasa malu dan rasa bersalah sebagai pengukuran tendensi korupsi diukur dengan instrument GASP (Guilty and Shame Proneness) yang dikembangkan oleh Cohen, Insko, Panter & Wolf (2011). Desain penelitian ini merupakan penelitian korelasional prediktif. Peneliti tidak melakukan manipulasi eksperimen, tidak melakukan pengacakan subjek, dan tidak ada kontrol variabel. Pengolahan data yang diperoleh dalam kuesioner dilakukan dengan menggunakan alat berbantuan komputer dengan program SPSS 22. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linear berganda (multiple regression) untuk menguji hubungan prediktor yang lebih dari satu dengan satu dependent variabel.
HASIL DAN BAHASAN 1.1.
Karakteristik Responden
5
Karakteristik Responden Jenis Kelamin
Semester
Jumlah
Pria
77
Wanita
148
1
0
2
2
3
5
4
5
5
39
6
10
7
143
8
15
9
4
10
1
12
1
Total 225
225
Sumber: Data Olahan Peneliti
Tabel 4.3 Gambaran Usia Responden Usia
Frekuesnsi
Presentase
17-18
2
1%
19-20
59
26.2%
21-22
149
66.2%
23-24
14
6.2%
≥ 25
1
0.4%
Total
225
100%
Sumber: Data Olahan Peneliti Dari Tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa jenis kelamin responden terdiri dari pria n=77 wanita n=148; rata-rata usia 20,96 tahun. Dengan mahasiswa yang sedang menempuh semester 2 berjumlah 2 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 3 berjumlah 5 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 4 berjumlah 5 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 5 berjumlah 39 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 6 berjumlah 10 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 7
6 berjumlah 143 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 8 berjumlah 15 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 9 berjumlah 4 orang, mahasiswa yang sedang menempuh semester 10 ada 1 orang dan mahasiswa yang sedang menempuh semester 12 berjumlah 1 orang. Berdasarkan tabel di atas pula, dapat terlihat bahwa komposisi responden 1% tersusun dari usia 17-18 tahun, 26.2% berusia antara 19-20 tahun, 66.2% berusia antara 2122 tahun, 6.2% berusia antara 23-24 tahun, dan 0.4% berusia lebih dari sama dengan ( ≥ ) 25 tahun. 1.2. Perolehan Skor GASP Hasil analisa dari alat ukur GASP untuk mengukur tendensi korupsi dapat diinterpretasikan melalui perolehan skor dari responden. Skor GASP yang tinggi menandakan kecenderungan rasa malu dan bersalah yang tinggi dan tendensi korupsi yang rendah. Variabel ini dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu, evaluasi diri negatif, menarik diri, evaluasi perilaku negatif, dan perbaikan diri. 4.3 Perolehan Skor Kuesioner GASP Mean
Skor Tertinggi
Skor Terendah
156
273
39
Sumber: Data Olahan Peneliti Kuesioner GASP menggunakan skala Likert 1-7, dimana skor minimum yang dapat diperoleh oleh responden adalah 39 (skor 1 dikalikan dengan 39 butir) dan skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 273 (skor 7 dikalikan dengan 39 butir). Skor GASP yang rendah mengindikasikan rendahnya kecenderungan rasa malu dan bersalah ketika melakukan hal yang melanggar moral. Individu dalam kategori ini memiliki kemungkinan untuk melakukan tindak korupsi yang lebih tinggi. Hasil yang diperoleh dari responden adalah jumlah skor 39 sebagai nilai paling rendah dan 273 sebagai skor paling tinggi. Rata-rata responden memperoleh skor GASP 156. Penghitungan nilai rata-rata digunakan sebagai landasan bagi peneliti untuk membagi responden kedalam 2 kategori skor, sebagai berikut: Tabel 4.5 Kategori Skor GASP Kategori
Rentang Skor
Frekuensi
Presentase
Rendah
39-155.5
148
65.8%
Tinggi
156.5-273
77
34.2%
7 Sumber: Data Olahan Peneliti Berdasarkan data ini, dapat terlihat bahwa 65.8% dari responden memiliki skor GASP yang rendah dan berkontribusi pada tendensi korupsi yang lebih tinggi. Lebih lanjut, 34.2% dari responden memiliki skor GASP yang tergolong tinggi.
1.3. Prediksi kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation terhadap evaluasi diri negatif. Keterangan:
gaspNSE2
: Negative Self Evaluation
PSIKOPATI2 : Psikopati KebCOL2
: Collectivism
KebUA2
: Uncertainty Avoidance
KebLTO2
: Long Term Orientation ANOVAa
Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
1672.531
4
418.133
Residual
25797.184
220
117.260
Total
27469.716
224
F 3.566
Sig. .008b
a. Dependent Variable: gaspNSE2 b. Predictors: (Constant), PSIKOPATI2, KebCOL2, KebUA2, KebLTO2
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
20.743
6.487
KebUA2
.458
.195
KebLTO2
-.240
KebCOL2 PSIKOPATI2
Coefficients Beta
T 3.198
.002
.220
2.348
.020
.169
-.135
-1.420
.157
.207
.186
.084
1.118
.265
.183
.098
.127
1.864
.064
a. Dependent Variable: gaspNSE2
Berdasarkan tabel dari uji regresi linear di atas, dapat terlihat bahwa: Ho22 ditolak (sig < 0.05) Ho16 ditolak (sig < 0.05)
Sig.
8 Ho17 diterima (sig > 0.05) Ho19 diterima (sig > 0.05) Ho20 diterima (sig > 0.05) Hal di atas mengartikan bahwa kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation secara bersama-sama mampu memprediksi dan berkontribusi secara signifikan sebesar 6.1% terhadap evaluasi diri negatif, sedangkan 93.9% dipengaruhi oleh faktor lain. Saat dimensi kebudayaan uncertainty avoidance (KebUA2) berdiri sendiri ia mampu memprediksi dan memiliki korelasi positif dengan evaluasi diri negatif. Hal ini berarti apabila semakin tinggi budaya kemapanan, hidup berkecukupan, dan selalu hidup dalam kepastian seorang mahasiswa, maka kecenderungannya untuk mengevaluasi dirinya negatif apabila melakukan hal-hal amoral atau tidak etis juga akan semakin tinggi. Ketika long term orientation (KebLTO2) berdiri sendiri, ia tidak mampu memprediksi evaluasi diri negatif. Hal ini menunjukkan bahwa baik mahasiswa yang memiliki visi misi yang jelas terhadap masa depannya, ataupun cenderung masa bodoh dengan masa depannya, sama-sama memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi dirinya secara negative apabila ia melakukan perbuatan-perbuatan tidak etis. Begitu pula collectivism (KebCOL2), ketika berdiri sendiri, ia tidak
mampu
memprediksi evaluasi diri negatif. Serta ketika kecenderungan psikopati (PSIKOPATI2) berdiri sendiri, ia tidak mampu memprediksi evaluasi diri negatif.
1.4. Prediksi kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation terhadap withdrawal. ANOVAa Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
1968.480
4
492.120
Residual
19271.743
220
87.599
Total
21240.222
224
a. Dependent Variable: gaspWITH2 b. Predictors: (Constant), PSIKOPATI2, KebCOL2, KebUA2, KebLTO2
Coefficientsa
F 5.618
Sig. .000b
9 Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
17.504
5.606
KebUA2
.382
.168
KebLTO2
-.066
KebCOL2 PSIKOPATI2
Beta
t
Sig.
3.122
.002
.209
2.267
.024
.146
-.042
-.454
.650
.134
.160
.062
.835
.405
.231
.085
.182
2.720
.007
a. Dependent Variable: gaspWITH2 Keterangan:
gaspNSE2
: Negative Self Evaluation
PSIKOPATI2 : Psikopati KebCOL2
: Collectivism
KebUA2
: Uncertainty Avoidance
KebLTO2
: Long Term Orientation
Berdasarkan tabel dari uji regresi linear di atas, dapat terlihat bahwa: Ho28 ditolak (sig < 0.05) Ho23 ditolak (sig < 0.05) Ho24 diterima (sig > 0.05) Ho26 diterima (sig > 0.05) Ho27 ditolak (sig < 0.05) Hal di atas mengartikan bahwa kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation secara bersama-sama mampu memprediksi dan berkontribusi secara signifikan sebesar 9.3% terhadap perilaku menarik diri, sedangkan 90.7% dipengaruhi oleh faktor lain. Saat dimensi kebudayaan uncertainty avoidance (KebUA2) berdiri sendiri ia mampu memprediksi dan memiliki korelasi positif dengan perilaku menarik diri. Maksudnya adalah apabila semakin tinggi budaya kemapanan, hidup berkecukupan, dan selalu hidup dalam kepastian seorang mahasiswa, maka kecenderungannya untuk menarik diri dari lingkungannya apabila melakukan hal-hal di luar norma yang berlaku di masyarakat semakin tinggi pula. Ketika long term orientation (KebLTO2) berdiri sendiri, ia tidak mampu memprediksi perilaku menarik diri. Begitu pula ketika collectivism (KebCOL2) berdiri sendiri, ia tidak
mampu
memprediksi perilaku menarik diri Hal ini mengindikasikan bahwa apabila mahasiswa memiliki budaya yang cenderung erat dengan kelompoknya atau pun cenderung lebih
10 individualis, sama-sama memiliki kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungannya ketika melakukan perilaku yang tidak etis. Namun ketika kecenderungan psikopati (PSIKOPATI2) berdiri sendiri, ia mampu memprediksi perilaku menarik diri dan berkorelasi positif, yang berarti bahwa apabila seorang mahasiswa memiliki kecenderungan psikopati yang semakin tinggi, maka kecenderungannya untuk menarik diri apabila melakukan perilaku tidak etis juga akan semakin tinggi.
1.5. Prediksi kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation terhadap evaluasi perilaku negatif. ANOVAa Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
1223.663
4
305.916
Residual
28562.976
219
130.425
Total
29786.638
223
F
Sig.
2.346
.056b
a. Dependent Variable: gaspNBE2 b. Predictors: (Constant), PSIKOPATI2, KebCOL2, KebUA2, KebLTO2 Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
28.624
7.105
KebUA2
.115
.211
KebLTO2
-.036
KebCOL2 PSIKOPATI2
Beta
T 4.029
.000
.050
.546
.586
.179
-.019
-.200
.842
.127
.196
.049
.650
.516
.274
.104
.182
2.636
.009
a. Dependent Variable: gaspNBE2 Keterangan:
gaspNSE2
Sig.
: Negative Self Evaluation
PSIKOPATI2 : Psikopati KebCOL2
: Collectivism
KebUA2
: Uncertainty Avoidance
KebLTO2
: Long Term Orientation
Berdasarkan tabel dari uji regresi linear di atas, dapat terlihat bahwa:
11 Ho28 diterima (sig > 0.05) Ho23 diterima (sig > 0.05) Ho24 diterima (sig > 0.05) Ho26 diterima (sig > 0.05) Ho27 ditolak (sig < 0.05) Hal di atas mengartikan bahwa kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation secara bersama-sama tidak mampu memprediksi bahkan dan berkontribusi terhadap evaluasi perilaku negatif. Sedangkan ketika dimensi kebudayaan uncertainty avoidance (KebUA2) berdiri sendiri ia juga tidak mampu memprediksi evaluasi perilaku negatif, yang artinya bahwa baik mahasiswa yang memiliki budaya kemapanan yang tinggi ataupun rendah sama-sama memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi perilakunya secara negatif apabila ia telah melakukan perilaku tidak etis. Ketika long term orientation (KebLTO2) berdiri sendiri, ia pun tidak mampu memprediksi evaluasi perilaku negatif. Maksudnya ialah, baik mahasiswa yang memiliki visi misi yang jelas untuk masa depannya atau cenderung tidak peduli terhadap masa depannya, ia sama-sama memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi perilakunya secara negatif apabila melakukan perilaku-perilaku tidak etis. Begitu pula ketika collectivism (KebCOL2) berdiri sendiri, ia tidak
mampu
memprediksi evaluasi perilaku negatif, dimana mengartikan bahwa baik mahasiswa yang cenderung memiliki budaya yang individualis atau cenderung berkelompok sama-sama memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi perilakunya secara negatif apabila ia melakukan hal-hal tidak etis. Namun, ketika kecenderungan psikopati (PSIKOPATI2) berdiri sendiri, ia mampu memprediksi evaluasi diri negatif. Artinya bahwa semakin tinggi kecenderungan psikopati seorang mahasiswa maka kecenderungannya untuk mengevaluasi perilakunya secara negatif apabila melakukan perilaku tidak etis juga akan semakin tinggi.
1.6. Prediksi kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation terhadap perbaikan diri.
ANOVAa Model 1
Sum of Squares Regression Residual
df
Mean Square
1213.111
4
303.278
29755.528
219
135.870
F 2.232
Sig. .067b
12 Total
30968.638
223
a. Dependent Variable: gaspREP2 b. Predictors: (Constant), PSIKOPATI2, KebCOL2, KebUA2, KebLTO2 Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
26.106
6.986
KebUA2
.322
.211
KebLTO2
-.057
KebCOL2 PSIKOPATI2
Beta
t
Sig.
3.737
.000
.146
1.526
.128
.182
-.030
-.315
.753
.104
.200
.040
.520
.603
.168
.106
.110
1.592
.113
a. Dependent Variable: gaspREP2 Keterangan:
gaspNSE2
: Negative Self Evaluation
PSIKOPATI2 : Psikopati KebCOL2
: Collectivism
KebUA2
: Uncertainty Avoidance
KebLTO2
: Long Term Orientation
Berdasarkan tabel dari uji regresi linear di atas, dapat terlihat bahwa: Ho28 diterima (sig > 0.05) Ho23 diterima (sig > 0.05) Ho24 diterima (sig > 0.05) Ho26 diterima (sig > 0.05) Ho27 diterima (sig > 0.05) Hal di atas mengartikan bahwa kecenderungan psikopati, collectivism, uncertainty avoidance, dan long term orientation secara bersama-sama tidak mampu memprediksi bahkan dan berkontribusi terhadap perilaku memperbaiki diri apabila telah melakukan halhal yang tidak etis. Sedangkan ketika dimensi kebudayaan uncertainty avoidance (KebUA2) berdiri sendiri ia juga tidak mampu memprediksi perilaku memperbaiki diri, yang artinya bahwa baik mahasiswa yang memiliki budaya kemapanan yang tinggi ataupun rendah sama-sama memiliki kecenderungan untuk memperbaiki diri apabila ia telah melakukan perilaku tidak etis. Ketika long term orientation (KebLTO2) berdiri sendiri, ia pun tidak mampu
13 memprediksi perilaku memperbaiki diri. Maksudnya ialah, baik mahasiswa yang memiliki visi misi yang jelas untuk masa depannya atau cenderung tidak peduli terhadap masa depannya, ia sama-sama memiliki kecenderungan untuk memperbaiki diri apabila ia melakukan perilaku-perilaku tidak etis. Begitu pula ketika collectivism (KebCOL2) berdiri sendiri, ia tidak
mampu
memprediksi perilaku memperbaiki diri. Hal itu mengartikan bahwa baik mahasiswa yang cenderung memiliki budaya yang individualis atau cenderung berkelompok sama-sama memiliki kecenderungan untuk memperbaiki diri apabila ia melakukan hal-hal tidak etis. Sama seperti tiga dimensi lainnya, ketika kecenderungan psikopati (PSIKOPATI2) berdiri sendiri, ia tidak mampu memprediksi perilaku memperbaiki diri. Artinya iaalah baik mahasiswa yang memiliki kecenderungan psikopati yang tinggi ataupin rendah, sama-sama memiliki kecenderungn untuk memoerbaiki diri apabila ia melakukan oerilaku yang tidak etis. SIMPULAN DAN SARAN a. Uncertainty
avoidance
tidak
mampu
memprediksi
evaluasi
perilaku
negatif/negative behavior evaluation. Hal ini mengindikasikan bahwa baik mahasiswa yang memiliki budaya uncertainty avoidance tinggi ataupun rendah, sama-sama memiliki potensi untuk mengevaluasi perilaku negatif ataupun tidak mengevaluasi perilaku negatif apabila melakukan perilaku tidak etis. b. Long
term
orientation
tidak
mampu
memprediksi
evaluasi
perilaku
negatif/negative behavior evaluation. Hal ini menandakan bahwa baik mahasiswa yang memiliki budaya long term orientation ataupun budaya short term orientation, sama-sama berpeluang untuk mengevaluasi perilaku negatif ataupun tidak mengevaluasi perilaku negatif ketika melakukan perilaku tidak etis. c. Collectivism tidak mampu memprediksi evaluasi perilaku negatif/negative behavior evaluation. Hal ini berarti baik mahasiswa yang memiliki budaya collectivism ataupun individualism, sama-sama berpeluang untuk mengevaluasi perilaku negatif ataupun tidak mengevaluasi perilaku negatif ketika melakukan perilaku tidak etis. d.
Psikopati mampu memprediksi evaluasi perilaku negatif dalam arah positif, yang mengindikasikan bahwa mahasiswa yang memiliki kecenderungan psikopati tinggi akan cenderung untuk mengevaluasi perilaku negatif yang telah dilakukannya.
e. Uncertainty avoidance, long term orientation, collectivism, dan psikopati secara bersama-sama tidak mampu memprediksi evaluasi perilaku negatif. Sehingga, baik mahasiswa yang memiliki budaya uncertainty avoidance, long term orientation, collectivis dan kecenderungan psikopati yang tinggi ataupun rendah, sama-sama
14 berpotensi untuk mengevaluasi perilaku negatifnya ataupun tidak mengevaluasi perilaku negatif yang telah dilakukannya. f.
Uncertainty avoidance tidak mampu memprediksi perilaku memperbaiki diri. Sehingga, baik mahasiswa yang memiliki budaya uncertainty avoidance yang tinggi ataupun rendah, sama-sama berpotensi untuk melakukan perbaikan diri ataupun tidak apabila melakukan perilaku tidak etis.
g. Long term orientation tidak mampu memprediksi perilaku memperbaiki diri. Dapat dikatakan bahwa baik mahasiswa yang memiliki orientasi jangka panjang ataupun orientasi jangka pendek, sama-sama memiliki potensi untuk memperbaiki diri ataupun tidak memperbaiki diri apabila melakukan perilaku tidak etis. h. Collectivism tidak mampu memprediksi perilaku memperbaiki diri. Dapat diartikan bahwa baik mahasiswa yang memiliki budaya kolektivis ataupun individualis sama-sama memiliki kecenderungan untuk memperbaiki diri atas perilaku tidak etis yang telah dilakukannya. i.
Psikopati tidak mampu memprediksi perilaku memperbaiki diri. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa yang memiliki kecenderungan psikopati tinggi ataupun rendah, sama-sama berpotensi untuk melakukan perbaikan diri ataupun tidak melakukan perbaikan diri apabila melakukan perilaku tidak etis.
j.
Uncertainty avoidance, long term orientation, collectivism, dan psikopati secara bersama-sama tidak mampu memprediksi perilaku memperbaiki diri. Hal ini dapat diartikan bahwa baik mahasiswa yang memiliki uncertainty avoidance, long term orientation, collectivism, dan kecenderungan psikopati tinggi ataupun rendah sama-sama berpotensi untuk memperbaiki diri apabila melakukan perilaku negative ataupun tidak.
k. Uncertainty avoidance mampu memprediksi evaluasi diri negatif dalam arah positif. Hasil ini dapat diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki uncertainty avoidance tinggi memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi diri secara negatif apabila melakukan perilaku tidak etis. l.
Long term orientation tidak mampu memprediksi evaluasi diri negatif. Hasil ini dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang memiliki orientasi jangka panjang ataupun jangka pendek sama-sama memiliki potensi untuk mengevaluasi diri secara negatif dan juga tidak mengevaluasi diri secara negatif apabila melakukan perilaku tidak etis.
m. Collectivism tidak mampu memprediksi evaluasi diri negatif. Hal ini dapat diindikasikan bahawa baik mahasiswa yang memiliki budaya lebih kolektivis
15 ataupun individualis, sama-sama memiliki potensi untuk mengevaluasi dirinya secara negatif apabila melakukan perilaku tidak etis ataupun tidak. n.
Psikopati tidak mampu memprediksi evaluasi diri negatif. Hasil ini menandakan bahwa baik mahasiswa yang memiliki kecenderungan psikopati tinggi ataupun rendah sama-sama berpotensi untuk mengevaluasi diri secara negative ataupun tidak apabila melakukan perilaku tidak etis.
o. Uncertainty avoidance, long term orientation, collectivism, dan psikopati secara bersama-sama mampu memprediksi evaluasi diri negatif. Hal ini dapat diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki uncertainty avoidance, long term orientation, collectivism, dan kecenderungan psikopati tinggi memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi dirinya secara negatif apabila melakukan perilaku-perilaku tidak etis. p. Uncertainty avoidance mampu memprediksi perilaku menarik diri dalam arah positif. Hasil ini dapat diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki budaya uncertainty avoidance yang tinggi cenderung untuk menarik diri dari lingkungannya apabila melakukan perilaku tidak etis. q. Long term orientation tidak mampu memprediksi perilaku menarik diri. Hal ini dapat diartikan bahwa baik mahasiswa yang memiliki budaya orientasi jangka panjang ataupun orientasi jangka pendek, sama-sama memiliki potensi untuk menarik diri dari lingkungannya ataupun tidak apabila melakukan perilaku tidak etis. r.
Collectivism tidak mampu memprediksi perilaku menarik diri. Hasil ini dapat mengindikasikan bahwa mahasiswa yang memiliki budaya kolektivis ataupun individualis sama-sama memiliki potensi untuk menarik diri dari lingkungannya ataupun tidak apabila melakukan perilaku tidak etis.
s.
Psikopati mampu memprediksi perilaku menarik diri dalam arah positif. Hal ini dapat diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki kecenderungan psikopati yang tinggi maka akan bertendensi untuk menarik diri dari lingkungannya apabila melakukan perilaku tidak etis.
t.
Uncertainty avoidance, long term orientation, collectivism, dan psikopati secara bersama-sama mampu memprediksi perilaku menarik diri. Hal ini dapat diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki uncertainty avoidance, long term orientation,
collectivism,
dan
kecenderungan
psikopati
tinggi
memiliki
kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungannya apabila melakukan perilakuperilaku tidak etis.
16 Saran untuk penelitian berikutnya yaitu: 1. Penelitian akan lebih baik apabila jumlah butir item pada kuesioner penelitian lebih dipersingkat, mengingat minat dan kondisi tiap orang berbeda dalam mengerjakan kuesioner yang membutuhkan waktu yang cukup lama dan penalaran yang cukup tinggi. 2. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya jumlah responden antara mahasiswa pria dan mahasiswa wanita lebih seimbang agar dapat dijadikan perbandingan untuk mengetahui jenis kelamin mana yang memiliki kecenderungan korupsi yang lebih tinggi. 3. Bagi penelitian selanjutnya dengan jenis sampel yang sama diharapkan untuk memberikan kuesioner dengan bentuk short-form agar responden tidak kelelahan dalam membaca kuesioner sehingga hasil yang didapat bisa lebih valid dan reliabel. 4. Memberikan waktu lebih banyak kepada responden dalam mengisi kuesioner agar jawaban yang diberikan lebih maksimal. 5. Melakukan penyebaran kuesioner ke area yang lebih spesifik agar data lebih terkontrol. 6. Melakukan pengecekan tiap kali kuesioner dikembalikan untuk memastikan agar seluruh pertanyaan telah terjawab.
REFERENSI Achjari, Didi. (n.d). Mengukur dampak korupsi. Diakses pada 15 Desember 2013 dari http://acch.kpk.go.id/documents/10157/27926/Mengukur+Dampak+Korupsi_Didi+A chjari.pdf. Altuncu, Aktepe, & Slamoglu. (2012). Preliminary study for the development of uncertainty avoidance. Journal of business, economics & finance, 1(4), 34-48. Anastasi, A. & Urbina, S. (2007). Tes psikologi. Jakarta: Indeks. Andri. (2010). Koruptor itu sakit jiwa. Diakses pada 12 Januari 2014 dari http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/26/koruptor-itu-sakit-jiwa-240052.html. Anti Coppruption Clearing House. (2011). Pendidikan antikorupsi untuk perguruan tinggi. Diakses pada 15 Desember 2013 dari http://acch.kpk.go.id/pendidikan-antikorupsiuntuk-perguruan-tinggi.
17 Aronson, E., Wilson, T. D., & Akert, R. M. (2010). Social psychology (7th ed). : Pearson Education. As’ad, M. (1995). Seri ilmu sumber daya manusia: psikologi industri (Edisi Keempat). Yogyakarta: Liberty. Bordens, K. S., & Abbott, B. B. (2008). Research design and methods 7th ed. New York: McGraw-Hill. Chadha, N. K. (2009). Applied psychometry. New Delhi: Sage Publication. Clark, M., Ouellette, R., Powell, M., & Milberg, S. (1987). Recipient’ s mood, relationship type, and helping. Journal of personality and social psychology, 53, 94–103. Cohen, R. J. & Swerdlik, M. (2005). Psychological testing and assessment: an introduction to tests and measurement (6th ed.). McGraw-Hill: New York. Cohen, T. R., Panter, A. T., Insko, C. A., & Wolf, S. T. (2011). Introducing the GASP scale: a new measure of guilt and shame proneness. Journal of personality and social psychology, 100(5), 947-966. Crawford, Amy. (2012). The pros to being a psychopathy. Diakses pada 17 Januari 2014 dari http://www.smithsonianmag.com/science-nature/the-pros-to-being-a-psychopath96723962/. Davis, J. D., Bernardi, R. A., & Bosco, S. M. (2012). Examining the use of Hofstede's uncertainty avoidance construct in ethics research: a 29-years review. Diakses pada 17 Januari 2014 dari http://www.nedsi.org/proc/2012/proc/p111019001.pdf. Dutton, Kevin. (2012). What psychopaths teach us about how to succeed. Diakses pada 17 Januari 2014 dari http://www.scientificamerican.com/article/what-psychopaths-teachus-about-how-to-succeed/. Duwi, P. (2011). Analisis regresi linier berganda. Diakses pada 15 Agustus 2013 dari http://duwiconsultant.blogspot.com/2011/11/analisis-regresi-linier-berganda.html. Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of personality (7th ed). New York: McGraw-Hill. Feldman, Gilad. (2013). The power distance scale. Diakses pada 15 Oktober 2013 dari http://wiki.mgto.org/power_distance. Fried, Y., Peretz, H., & Kaminka, S. (2012). Human resource management in multinational companies: Effects of national, organizational and professional culture on HR practices and organizational performance. Diakses pada 15 Januari 2014 dari www.shrm.org. Gregory, R. J. (2007). Psychological testing: history, principles, and application, 5th ed. Boston: Peason Educaton, Inc. Gul, M. C. (2013). Long-term orientation, perceived consumer effectiveness, and environmentally conscious consumer behavior: the case of Turkey. International journal of marketing studies, 5(5), 24-30.
18 Hardoon, D. & Heinrich, F. (2013). Global corruption barometer 2013. Transparency International. Diakses pada 15 Desember 2013 dari http://www.transparency.org. Helmi, A. F. (1999). Beberapa teori psikologi lingkungan. Buletin psikologi, 7(2), 7-18. Diakses
pada
15
Desember
2013
dari
http://pasca.uma.ac.id/adminpasca/upload/Elib/MPSi/psikologilingkungan_avin.pdf. Hofstede, G. (2011). Dimensionalizing cultures: the Hofstede model in context. Online Readings in Psychology and Culture, 2 (1), 1-26. Hofstede, Geerts. 1994. Cultures and organizations: software of the mind. London: Harper Collins Publishers. Indonesia Corruption Watch. (2013). Quraish Shihab: koruptor termasuk sakit jiwa. Diakses pada 21 Oktober 2013 pada http://antikorupsi.org/en/content/quraish-shihab-koruptortermasuk-sakit-jiwa. Jandt, F. E. (2007). An introduction to intercultural communication: identities in a global Community (5th ed). Thousand Oaks: Sage Publications. Kaplan, Saccuzzo. (2001). Psychological testing. principles, application and issuess. Belmont : Wadsworth. Kogan, A., Sasaki, J., Zou, C., Kim, H., & Cheng, C. (2013). Uncertainty avoidance moderates the link between faith and subjective well-being around the world. The Journal of Positive Psychology, (3), 1-7. KPK. (2014). Busyro: kampus tempat penyemaian calon pemimpin. Diakses pada 28 Januari 2014 dari http://kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/1663-busyro-kampus-tempatpenyemaian-calon-pemimpin. Kring, et al. (2010). Abnormal psychology. Keele University, UK: John Wiley & Sons, Inc. Kumar, R. (1999). Reserach methodology: a step-by-step guide for biginners. London: Sage Publisher. Levenson, M. R., Keihl, K. A., & Fitzpatrick, C. M. (1995). Assessing psychopathic attributes in a noninstitutionalized population. Journal of personality and social psychology, 68 (1), 151-158. Locke, B. D. (2002). An investigation of men’s conformity to masculine norms and their selfreported. Sexually Aggressive Behavior And Attitudes . Disertasi S3 Psikologi. Proquest. Ly, Annelise. (2013). A critical discussion of Hofstede’s concept of power distance. Synaps, 28, 51-66. Maghfiroh, F. N. (2014). Korupsi kutukan yang membesarkan Indonesia. Diakses pada 10 Januari
2014
dari
http://www.siaga.co/news/2014/01/08/korupsi-kutukan-yang-
membesarkan-indonesia/.
19 Martiandos. (2011). Korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia. Diakses pada
15
Desember
2013
dari
http://amikom.ac.id/research/index.php/DMI/article/viewFile/6063/3740. Mustofa, Hasan. (2000). Teknik sampling. Diakses pada 2 November 2013 dari home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING.doc. Myers & Hansen. (2012). Experimental psychology 7th ed. London: Wadsworth Cengage Learning. Myers, D. G. (2008). Social psychology (9th ed). New York: McGraw-Hill. Myint, U. (2000). Corruption: causes, consequences and cures. Asia-Pacific development journal,
7(2),
33-58.
Diakses
pada
15
Desember
2013
dari
http://www.unescap.org/drpad/publication/journal_7_2/myint.pdf. Napal, Geetanee. (2006). An assessment of the ethical dimensions of corruption. Electronic journal of business ethics and organization studies, 11(1), 5-9. Diakses pada 15 Desember 2013 dari http://ejbo.jyu.fi/pdf/ejbo_vol11_no1_pages_5-9.pdf.
Pakpahan, F. B. (2013). Fungsi komunikasi antar budaya dalam prosesi pernikahan adat Batak di kota Samarinda (studi kasus empat pasangan berbeda etnis antara etnis Batak dengan etnis Jawa, Toraja, dan Dayak). eJurnal Ilmu Komunikasi, 1(3), 234-248. Pappas, Stephanie. (2013). Heroism: the bright side of psychopathy. Diakses pada 17 Januari 2013 dari www.livescience.com/37483-heroism-psychopaths.html. Purohit, Y. S. & Simmers, C. A. (2006). Power distance and uncertainty avoidance: a crossnational examination of their impact on conflict management modes. Journals of international business research, 5(1). Diakses pada 15 Januari 2014 dari http://www.freepatentsonline.com/article/Journal-International-BusinessResearch/166823575.html. Reyes, E. A. (2013). Cheating students more likely to want government jobs, study finds. Diakses
pada
15
Desember
2013
dari
http://articles.latimes.com/2013/nov/18/science/la-sci-sn-cheating-studentsgovernment-jobs-corruption-20131118. Risbiyantoro, M. (n.d). Peranan mahasiswa dalam memerangi korupsi. Diakses pada 15 Desember
2013
dari
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/files/Gambar/PDF/peranan_ma hasiswa.pdf. Santoso, S. (2003). Buku latihan SPSS statistik multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
20 Seleim, A., & Bontis, N. (2009). The relationship between culture and corruption: a crossnational study. Journal of intellectual capital, 10(1), 165-184. Sellbom, Martin. (2011). Elaborating on the Construct Validity of the Levenson Self-Report Psychopathy Scale in Incarcerated and Non-Incarcerated Samples. Law humanity behavior, 35, 440–451. Sidonia, K. (2013). Fakta tentang psikopat. Diakses pada 17 Januari 2014 dari http://failfact.blogspot.com/2013/08/fakta-tentang-psikopat.html. Syam, Nur. (n.d). Indonesia di tengah problem keterpurukan: memotong tradisi korupsi. Diakses
pada
4
Februari
2014
dari
http://eprints.uinsby.ac.id/44/1/INDONESIA%20DI%20TENGAH%20PROBLEM% 20KETERPURUKAN.pdf. Tamas, Andy. (2007). Geert Hofstede's Dimensions of Culture and Edward T. Hall's Time Orientations.
Diakses
pada
31
Oktober
2013
dari
http://www.ctp.bilkent.edu.tr/~aydogmus/Hofstede_Hall.pdf. Tanzi, Vito. (1998). Corruption around the world: causes, consequences, scope, and cures. IMF
working
paper.
Diakses
pada
15
Desember
2013
dari
http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/wp9863.pdf. Transparency International. (2013). Corruption by country. Diakses pada 15 Desember 2013 dari http://www.transparency.org/country. Transparency International. (2013). What we do. Diakses pada 31 Oktober 2013 dari http://www.transparency.org/whatwedo. Utami, Puji. (2013). Mahasiswa korupsi dana bansos untuk foya-foya. Diakses pada 15 Desember
2013
dari
http://regional.kompas.com/read/2013/03/21/19481618/Mahasiswa.Korupsi.Dana.Ba nsos.untuk.Foya-foya. Wu, Sibin., & Joardar, A. (2012). The effecct of cognition, institution, and long term orientation on entrepreuneurial ethical behavior: China vs U.S. Diakses pada 17 Januari 2014 dari www.researchgate.net. Yoo, B., Donthu, N., & Lenartowicz, T. (2011). Measuring Hofstede's Five Dimensions of cultural values at the individual level: development and validation of CVSCALE. Journal of international consumer marketing, 23(3-4), 193-210.
RIWAYAT PENULIS Vania Antonia lahir di Jakarta pada 7 Juni 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada tahun 2014.