Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
PERANAN KORBAN KEJAHATAN (VICTIM) DALAM TERJADINYA SUATU TINDAK PIDANA KEJAHATAN DITINJAU DARI SEGI VICTIMOLOGI
A Pendahuluan Unfortunately, as is often the case in sociology, the more we research into a problem, the less clear out things become. Ungkapan terkenal dari Peter Aggleton yang sangat dikenal dalam kriminologi modern seolah menggambarakan kepada kita betapa sulitnya untuk memahami dengan jelas tentang sebab-sebab suatu permasalahan kriminalitas. Apalagi dalam hal ini untuk meyakinkan adanya potensi atau kemungkinan (possibility) seorang korban kejahatan (victim) yang telah menderita justru menjadi salah satu faktor terjadinya kejahatan. Sahetapy menyatakan bahwa masalah klausa kejahatan selalu merupakan masalah menarik, baik sebelum maupun sesudah kriminologi mengalami pertumbuhan dan perkembnagan seperti dewasa ini1. dari satu sisi pemahaman ini seolah tidak adil dan tidak menunjukkan empati pada korban kejahatan tersebut. Sejak zaman Orde baru dahulu masalah stabilitas nasional termasuk tentunya di bidang penegakan hukum telah menjadi komponen utama pembangunan. Salah satu unsur dalam trilogi Pembangunan yang didengung-dengungkan dulu adalah ingin diwujudkannya dalam usaha pembangunan nasional adalah “terciptanya stabilitas nasional yang aman dan dinamis”. Namun sampai era reformasi dewasa ini pekerjaan tersebut tidak pernah selesai. Padahal adanya kondisi penegakan hukum yang mewujudkan stabilitas nasional tersebut merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan nasonal sebagaimana
1
Prof Dr. J.E. Sahetapy, SIR., Teori Kriminologi Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, Hal.
31.
1 Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Dengan adanya stabilitas nasional yang aman dan dinamis itu akan memungkinkan negara dan rakayat hidup dalam keadaan aman dan damai, bebas dari segala ancaman dan rongrongan. Namun dalam kenyataannya dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita nasional tersebut terdapat kendala-kendala yang dijumpai dalam kehidupan masyarakat baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu kendala atau hambatan itu adalah perilaku individu atau sekelompok individu yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, baik norma yang tidak tertulis seperti norma-norma kesusilaan, kesopanan, adat istiadat, agama maupun dalam konteks ini terutama norma hukum pidana yang sifatnya tertulis yang oleh masyarakat disebut sebagai kejahatan. Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomis materiil maupun yang bersifat immateri yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Secara tegas dapat dikatakan bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang anti sosial (a-sosial) Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan namun kejahatan tersebut tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat cara hidup manusia maupun tekhnologi semakin canggih pula ragam dan pola kejahatan yang muncul. Tidak hanya di Indonesia saja, pada dasarnya setiap masyarakat yang telah maju dan masyarakat pada masa modern ini berkepentingan untuk mengendalikan kejahatan dan mengurangi serendah mungkin angka kejahatan melalui berbagai alternatif penegakan hukum.2
2
Widiyanti, Ninik dan Panji Anoraga,1987, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya, Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 58.
2 Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
Keadaan ini mendorong diusahakannya berbagai alternatif untuk mengatasi kejahatankejahatan tersebut, baik oleh para pebegak hukum maupun oleh para ahli-ahli hukum dan kriminologi. Berbagai elemen yang ada hubungannya dengan suatu kejahatan dikaji dan dibahas secara intensif seperti : para pelaku (daders), para korban, pembuat undangundang, penegak hukum, dan lain-lain. Dengan kata lain semua fenomena baik maupun buruk yang dapat menimbulkan kriminalitas (faktor kriminogen) diperhatikan dalam meninjau dan menganalisa terjadinya suatu kejahatan. Namun tidak dapat dipungkiri selama ini dalam menganalisa maupun dalam menangani suatu peristiwa kejahatan perhatian tercurah pada pelaku kejahatan saja. Sedikit sekali perhatian diberikan pada korban kejahatan yang sebenarnya merupakan elemen (partisipan) dalam peristiwa pidana. Si korban tidaklah hanya merupakan sebab dan dasar proses terjadinya kriminalitas tetapi memainkan peranan penting dalam usaha mencari kebenaran materiil yang dikehendaki hukum pidana materiil. Korban dapat mempunyai peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu tindak pidana, baik dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar, secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut Arif Gosita, salah satu latar belakan pemikiran viktimologis ini adalah “pengamatan meluas terpadu”. Menurut beliau segala sesuatu harus diamati secara meluas terpadu (makro-integral) di samping diamati secara mikro klinis, apabila kita ingin mendapatkan gambaran kenyataan menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional, menegenai sesuatu, terutama mengenai relevansi sesuatu.3
3
Gosita, Arief, 1986, Victimologi dan KUHAP, Akademika Pressindo, Jakarta. Hal.8
3 Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
Oleh karena itulah suatu usaha pengembangan viktimologi sebagai suatu subkriminologi yang merupakan studi ilmiah tentang korban kejahatan sangat dibutuhkan terutama dalam usaha mencari kebenaran materiil dan perlindungan hak asasi manusia dalam negara Pancasila ini. Usaha menganalisa korban kejahatan ini juga merupakan harapan baru sebagai suatu alternatif lain ataupun suatu instrumen segar dalam keseluruhan usaha untukmenanggulangi kejahatan yang terjadi. Walaupun sebenarnya masalah korban ini bukan masalah baru, karena hal-hal tertentu kurang diperhatikan bahkan terabaikan. Setidak-tidaknya dapat ditegaskan bahwa apabila kita hendak mengamati masalah kejahatan menurut proporsi yang sebenarnya dari berbagai dimensi (secara dimensional) maka mau tidak mau kita harus memperhitungkan peranan korban (victim) dalam timbulnya suatu kejahatan. Selanjutnya pemahaman tentang korban kejahatan ini baik sebagai penderita sekaligus sebagai faktor/elemen dalam suatu peristiwa pidana akan sangat bermanfaat dalam upaya-upaya pencegahan terjadinya tinda pidana itu sendiri (preventif). Oleh karena itu seorang korban dapat dilihat dari dimensi korban kejahatan ansich ataupun sebagai salah satu faktor kriminogen. Selain itu korban juga dapat dilihat sebagai komponen penegakan hukum dengan fungsinya sebagai saksi korban atau pelapor. Sebagai elemen dalam proses peradilan pidana perlu sedikit dikemukakan bahwawalaupun dalam pasal 108 ayat (1) KUHP tersebut di atas menentukan bahwa: “Setiap orang yang mengalami atau menjadi korban suatu tindak pidana itu berhak mengajukan pengaduan”, kiranya perlu diingat bahwa menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak semua orang berhak untuk mengajukan Pengaduan tindak pidana yang dilihatnya, oleh karena ada tindak pidana yang
4 Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
terjadi itu baru dapat dilakukan penyisihan jika ada pengaduan dari si korban (dalam hal delik aduan). Dalam delik aduan, keadaan di atas menjadi penting bagi para penyidik,yakni agar pengaduan tersebut dapat dipakai sebagai dasar yang sah untuk melakukan penyelidikan yang tidak berdasarkan undang-undang.
B. Kejahatan sebagai masalah Manusia dan Kemasyarakatan Oleh karena itulah istilah kejahatan itu sendiri sudah menjadi istilah yang tidak asing lagi dalam masayarakat. Namun apakah yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri ternyata tidak ada pendapat yang seragam. Hal ini dikarenakan pengertian kejahatan itu bersumber dari alam nilai dalam kehidupan masyarakat (Lihat Prof.J.E.Sahetapy, 1987). Terlepas dari berbagaipendapat yang ada maka pada hakekatnya pengertian kejahatan itu dapat diklasifikasikan atas 3 pengertian, yaitu : 1. Pengertian kejahatan secara juridis 2. Pengertian kejahatan ditinjau dari segi sosiologis 3. Pengertian kejahatan ditinjau dari segi kriminologis 4. Pengertian kejahatan ditinjau dari segi psikologis (Chainur Arrasyid, 1988, hal.57). Namun apabila kita bertitik tolak dari kepentingan masyarakat secara langsung, kejahatan itu adalah merupakan tindakan-tindakan yang mempunyai dua unsur atau elemen yaitu : 1. Kejahatan itu merugikan masyarakat umumnya secara ekonomis.
5
Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
2. Merugikan secara psikologis yang menyangkut rasa aman dan melukai perasaan susila dari suatu kelompok manusia.
Dengan demikian setiap kejahatan yang terjadi akan menimbulkan korban. Yang dimaksud dengan korban kejahtan adalah : “mereka yang menderita secara jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita” (lihat Arif Gosita, 1985, hal. 41). Kejahatan dan penjahat telah sering dipermasalahkan baik dalam bentuk penelitian, penulisan buku, seminat, simposium, dan lain sebagainya, namun jarang sekali orang mempermasalahkan korban kejahatan itu baik untuk kepentingan korban itu sendiri (orientasi korban) maupun untuk kepentingan penegakan hukum dalam peradilan pidana (Lihat Prof.J.E.Sahetapy,1987). Berdasarkan kenyataan di atas sudah tiba saatnya untuk mulai mengarahkan perhatian kita baik sebagai teoritis maupun praktisi hukum kepada korban kejahatan baik demi kepentingan korban itu sendiri maupun untuk mengkaji lebih jauh apakah ada kemungkinan dalam suatu kasus tertentu korban ikut serta terlibat atau bekerjasama dalam suatu proses pidana (Lihat Andi Mattalata, 1987). Dengan perkataan lain perlu dijelaskan demi keadilan dan untuk memahami masalah kejahatan menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional perlu dilakukan penyelidikan dan peninjauan yang berspektif interaktif, (Ninik Widyanti dan Panji Anoraga, 1980, hal 62). Apalagi diketahui bahwasanya kriminalitas itu adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara yang ada dan saling mempengaruhi. Suatu tindakan kejahatan (crime) mesti melibatkan dua
6
Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
pihak yaitu si pelaku kejahatan (perpetraktor) dan si korban (victim). (Lihat Dr.Jamaluddin Ancoh, 1987). Dengan demikian adalah suatu hal yang tidak berlebih-lebihan bila dalam kasus-kasus tertentu maupun secara umum bahwa pihak korban dapat berperan dalam keadaan sadar atau tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung, sendiri atau bersama-sama, bertanggungjawab atau, secara aktif atau pasif, dengan motivasi positif atau negatif. Semuanya bergantung pada situasi dan kondisi pada saat atau sebelum kejahatan itu berlangsung. Bahkan secara tegas sesudah kejahatan berlangsungpun korban mungkin untuk turut bekerjasama dengan pelaku kejahatan baik secara sadar atau tidak misalnya dengan tidak melaporakan kejahatan itu. Dalam kasus-kasus pemalsuan mata uang hal ini sangat memungkinkan terjadinya. Pada beberapa kasus kejahatan seperti narkotika dan bunuh diri si pelaku dan si korban adalah orang yang sama (Dr.Jamaluddin Ancoh, 1987). Studiyang mendalam tentang korban kejahatan ini yang merupakan objek victimologi semakin relevan dengan kebutuhan masayarakat Indonesia terutama dalam era pembangunan (hukum) sekarang ini. Dengan demikian kita akan dapat menentukan sikap dan mengambil tindakan yang tepat dalam masalah korban dan pelayanannya maupun dalam menentukan suatu hukum bagi pelayanan kejahatannya. Para penegak hukum di Indonesia kususnya di Sumatera Utara nampaknya telah ada yang mulai memberikan perhatian dalam masalah ini terutama yang menyangkut peranan korban secara tidak langsung untuk terjadinya kejahatan (Harian SIB, 10 Agustus 1989). Ada beberapa contoh dikemukakan dimana korban kejahatan pada awalnya turut merangasang atau mengundang pihak pelaku melakukan suatu kejahatan antara lain:
7 •
Seorang wanita membujuk orang lain untuk menggugurkan kandungannya, dimana kemudian wanita itu akhirnya meninggal atau sakit parah. Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
•
Dalam kasus-kasus euthanasia (Euthanasia aktif)
•
Dalam kasus-kasus perkosaan dimana si wanita dengan menampilkan sikap-sikap tertentu menimbulkan atau menyalahkan hasrat seksual dari seorang pemerkosa.
•
Dalam kasus-kasus perampokan dan penodongan dimana si korban memberikan kesan tertentu sebagai orang berada, atau lemah dan lain-lain. Bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan di atas jelaslah bahwa dibutuhkan suatu
usaha prevensi kejahatan yang terintegrasi, dimana upaya-upaya pencegahan kejahatan tidak hanya menjadi tugas penegak hukum saja tetapi juga harus juga dilakukan oleh masyarakat keseluruhannya termasuk pihak korban sendiri atau calon korban. Usaha pencegahan hendaknya menjadi usaha bersama demi kepentingan bersama.
8
Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006
9
Syafruddin: Peranan Korban Kejahatan (victim) dalam Terjadinya Suatu Tindak Pidana Kejahatan...,2002
USU Repository©2006