PERANAN INVESTASI SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI BANTEN
MONALISA BR SILALAHI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Investasi Sektor Pariwisata Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Monalisa Br Silalahi NIM H14100074
ABSTRAK MONALISA BR SILALAHI. Peranan Investasi Sektor Pariwisata Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Banten. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL. Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan dan diharapkan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat. Sektor pariwisata dianggap sebagai sektor yang paling siap dari segi fasilitas, sarana dan prasarana dibanding sektor usaha lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan investasi pada sektor pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja Provinsi Banten. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Pariwisata Provinsi Banten berdasarkan transaksi domestik atas dasar harga produsen tahun 2009 klasifikasi 37 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 8 sektor. Hasil analisis input-output menunjukkan bahwa sektor pariwisata berada pada posisi keempat terbesar dalam meningkatkan jumlah output dan pendapatan, berada pada posisi ketujuh dalam meningkatkan jumlah tenaga kerja jika dilakukan investasi sebesar Rp 100 miliar pada setiap sektor perekonomian di Provinsi Banten. Investasi di Provinsi Banten dapat dialokasikan pada sektor-sektor yang mampu meningkatkan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja tertinggi seperti sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor pariwisata. Kata kunci: input-output, investasi, kemiskinan, pengangguran, sektor pariwisata
ABSTRACT MONALISA BR SILALAHI. Investment Role of Tourism Sector Towards Employment in the Province of Banten. Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL. Tourism sector is a potential sector which able to develop economy of society. It was regarded as the most prepared in terms of facilities and infrastructure compared to other business sectors. The aim of this research is to analyze the role of investment in tourism sector towards employment in Banten. The secondary data are from input output analyze tables of tourism. It is based on domestic transaction of producer price in 2009, which classified in 37 sectors and aggregated into 8 sectors. Input-output analyze shows that if we invest around 100 billion rupiahs, tourism sector will become a fourth in sequence of sectors which can increase output, income, and also become the seventh higher sector which can increase employee in the province of Banten. Investment in the province of Banten can be allocated in sectors which can be used to help increasing output, income, and highest employment including manufacturing industry, electricity, gas, water supply, mining and quarrying, and tourism sectors. Keywords: input-output, investment, poverty, unemployment, tourism sector
PERANAN INVESTASI SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI BANTEN
MONALISA BR SILALAHI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Peranan Investasi Sektor Pariwisata Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Banten. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua, yaitu Bapak Sihar Daulat Silalahi dan Ibu Rusnetti Purba atas segala kasih sayang, dukungan moril, materil, semangat dan doa yang tidak pernah putus. Terima kasih untuk kedua adik penulis, Yosua Silalahi dan Gideon Haposan Silalahi atas semangat dan doanya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr.Ir.Manuntun Parulian Hutagaol selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr.Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. 4. Seluruh staf BPS Pusat dan BPS Provinsi Banten yang telah membantu dalam menyediakan data untuk penyelesaian skripsi ini. 5. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 47, FEM IPB, IMKA IPB, PMK IPB, Kosan Pondok Putri terimakasih telah memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Monalisa Br Silalahi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kepariwisataan Pentingnya Pariwisata bagi Perekonomian Investasi Tabel Input-Output Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis GAMBARAN UMUM Letak dan Batas Wilayah Kependudukan, Tenaga Kerja, dan Perekonomian Gambaran Sektor Pariwisata di Provinsi Banten HASIL DAN PEMBAHASAN Peran Sektor Pariwisata dalam Perekonomian Provinsi Banten Analisis Keterkaitan, Dampak Penyebaran, dan Multiplier Peranan Investasi Sektor Pariwisata SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
i ii iii 1 3 4 5 6 6 6 7 8 8 11 13 14 14 15 20 20 21 24 25 25 30 35 37 39 41
DAFTAR TABEL 1 Jumlah penduduk miskin (ribu Rp) dan persentase penduduk miskin di Provinsi Banten tahun 2008-2013 2 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah), 2010-2012 3 Perkembangan realisasi investasi PMA dan PMDN menurut sektor usaha di Provinsi Banten 4 Ilustrasi tabel input-output 5 Rumus multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja 6 Luas wilayah, Jumlah dan tingkat kepadatan kabupaten dan kota di Provinsi Banten tahun 2011
1 2 4 10 18 21
7 Perkembangan penduduk usia kerja kabupaten/kota Provinsi Banten 8 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten 9 Progres Jumlah Pergerakan Wisatawan ke Objek Wisata Provinsi Banten Tahun 2006-2012 10 Struktur permintaan antara dan permintaan akhir Provinsi Banten 11 Konsumsi rumah tangga dan pemerintah terhadap sektor-sektor perekonomian di Provinsi Banten tahun 2009 12 Investasi sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten tahun 2009 13 Struktur ekspor dan impor sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten tahun 2009 14 Nilai tambah bruto sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 15 Keterkaitan output ke depan sektor perekonomian Provinsi Banten 16 Keterkaitan output ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 17 Koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 18 Nilai multiplier output sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 19 Nilai multiplier income sektor-sektor perekonomin Provinsi Banten 20 Nilai multiplier tenaga kerja sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 21 Peran investasi sektor pariwisata terhadap pembentukan output (juta Rp), pendapatan (juta Rp), dan tenaga kerja (orang) 22 Dampak penambahan investasi per-sektor terhadap perubahan total output (juta Rp), pendapatan (juta Rp), dan tenaga kerja (orang)
21 24 25 26 27 28 28 29 31 31 32 33 34 34 36 36
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 2 Distribusi Penduduk Usia Kerja menurut Tingkat Pendidikan di Provinsi Banten Tahun 2012 3 Distribusi Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan dan Lapangan Usaha di Provinsi Banten Tahun 2012 4 Perkembangan TPT Provinsi Banten terhadap TPT Nasional Tahun 2008-2013 5 Peta wisata Banten
14 22 22 23 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Klasifikasi Sektor Tabel Input Output Provinsi Banten tahun 2009 2 Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 8 Sektor (Juta Rupiah) 3 Kawasan Pengembangan Wisata dan Objek Wisata Banten
41 42 44
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur tersedia lebih banyak dan semakin efektif, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Implikasinya diharapkan dapat dilihat dari bertambahnya kesempatan kerja, tingkat pendapatan yang meningkat, dan kemakmuran masyarakat. Pertumbuhan penduduk dalam jumlah besar yang terjadi di negara berkembang, menambah kerumitan masalah pembangunan di negara tersebut. Tingginya tingkat pertambahan penduduk secara langsung menimbulkan kesulitan kepada negara berkembang untuk mencapai tingkat kesejahteraan rakyatnya secara merata. Perkembangan penduduk yang semakin cepat dan dalam jumlah yang besar berdampak pada semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan di negara tersebut (Sukirno, 2006). Hal ini terjadi karena pertambahan tenaga kerja yang berawal dari tingginya tingkat perkembangan penduduk, tidak dapat diimbangi dengan pertambahan kesempatan kerja, akibatnya tenaga kerja baru tidak memperoleh pekerjaan dan memperbesar jumlah pengangguran yang telah ada sebelumnya. Angka pengangguran yang semakin tinggi akan meningkatkan probabilitas kemiskinan, kriminalitas, dan fenomena-fenomena sosial-ekonomi di masyarakat. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, makmur, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan adalah dengan kebijakan perencanaan pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan serta penyediaan lapangan kerja untuk mengurangi jumlah pengangguran. Masalah kemiskinan dan pengangguran tidak hanya terjadi di pedesaan tetapi juga banyak terdapat di perkotaan. Provinsi Banten merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) untuk penduduk usia 15 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada Provinsi Banten tahun 2013 yaitu sebesar 9.90%, mengalami penurunan dibanding tahun 2012 yang mencapai 10.13%. TPT Provinsi Banten mengalami penurunan setiap tahunnya tetapi jumlahnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan TPT nasional tahun 2012 sebesar 6.14% dan tahun 2013 sebesar 5.92% (BPS 2013). Tabel 1 Jumlah Penduduk Miskin (ribu rupiah) dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Banten Tahun 2008-2013 Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin
2008 816.7 8.15
Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2013
2009 788.1 7.64
2010 758.2 7.16
2011 690.5 6.32
2012 652.8 5.85
2013 656.2 5.74
2 Tingginya jumlah pengangguran sangat mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Banten. Tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten mencapai 816 700 jiwa dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2013 yaitu sebanyak 656 200 penduduk berada dibawah garis kemiskinan. Mengatasi masalah ketenagakerjaan di Provinsi Banten salah satunya dapat diatasi dengan penciptaan lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Pemerintah Provinsi Banten perlu mengetahui informasi mengenai sektor-sektor perekonomian yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, yang selanjutnya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten. Tabel 2
Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha ( miliar rupiah), 2010-2012
Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi PARIWISATA Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa TOTAL PDRB
2010
%
2011
%
2012
%
6 716.03
7.58
6 921.46
7.35
7 235.89
7.24
95.46
0.11
101.50
0.11
108.14
0.11
44 911.37 3 294.80 2 382.08 24 091.03
50.72 3.72 2.69 27.21
47 034.18 3 442.17 2 590.50 26 505.36
49.93 3.65 2.75 28.14
48 517.64 3 661.16 2 821.04 29 418.67
48.52 3.66 2.82 29.42
3 256.35
3.68
3 488.60
3.70
3 762.24
3.76
3 805.07 88 552.19
4.30 100
4 122.94 94 206.71
4.38 100
4 475.04 99 999.82
4.48 100
Sumber : BPS Provinsi Banten Tahun 2013
Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang menghasilkan PDRB tertinggi di Provinsi Banten yaitu mencapai 48.52% pada tahun 2012. Sektor pariwisata menjadi penyumbang terbesar kedua yaitu sebesar 29.42% dari total PDRB Provinsi Banten. Sektor pertanian menjadi penyumbang PDRB terbesar ketiga dengan kontribusi sebesar 7.24%. Sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar di Provinsi Banten diantaranya sektor industri pengolahan yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 671 092 orang, sektor jasa-jasa sebanyk 433 931 orang, dan sektor pariwisata mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 372 879 orang. Sektor pariwisata merupakan sektor yang cukup dominan di Provinsi Banten dilihat dari kontribusi PDRB yang berada pada posisi kedua terbesar dan mengalami peningkatan setiap tahunnya serta kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai beragam objek wisata, yaitu sebanyak 526 objek wisata. Provinsi Banten terbagi dalam 4 kabupaten dan 4 kota, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang serta Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Masingmasing wilayah di Provinsi Banten memiliki daya tarik wisata yang berbeda, yang secara garis besar diklasifikasikan dalam wisata alam, wisata sejarah dan budaya,
3 wisata buatan dan kehidupan masyarakat tradisional (living culture). Objek wisata di Provinsi Banten sebagian besar berkembang sebagai destinasi wisata berskala nasional bahkan internasional seperti Kawasan Pantai Anyer, Carita, dan Tanjung Lesung, Taman Nasional Ujung Kulon, Living Culture Baduy. Provinsi Banten memiliki potensi pariwisata yang sangat potensial, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya buatan. Hal ini harus dimanfaatkan karena sektor pariwisata merupakan pembuka jalan dan pendukung untuk pengembangan sektor lain, misalnya kerajinan dan industri kecil, perdagangan serta jasa. Potensi sektor pariwisata yang belum tergali secara optimal harus dipromosikan dengan gencar, sehingga pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya.
Perumusan Masalah Sektor pariwisata merupakan sumber pemasukan suatu pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pendapatan devisa secara lebih cepat dan mudah (Yoeti, 2008). Provinsi Banten menempati posisi strategis untuk pengembangan pariwisata, karena berbatasan dengan ibu kota negara dan juga menjadi pintu gerbang masuknya wisatawan mancanegara ke Indonesia. Pemerintah memiliki dana yang terbatas untuk melaksanakan pembangunan sehingga perlu melakukan usaha-usaha agar memperoleh lebih banyak dana, salah satunya dengan menarik para investor domestik maupun asing untuk menanamkan modalnya. Fakta kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi berbanding terbalik dengan iklim investasi yang cukup menggairahkan di Provinsi Banten. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan bahwa Provinsi Banten berada pada posisi keempat pada Penanaman Modal Asing (PMA) setelah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Riau sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada peringkat 11 secara nasional. Provinsi banten memiliki posisi yang strategis karena selain berbatasan dengan ibu kota negara, juga menjadi jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dan Sumatera. Posisi yang strategis dan potensial secara ekonomi ini menjadikan Provinsi Banten menjadi salah satu daerah tujuan investasi di Indonesia. Hal ini didukung oleh tersedianya Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan Merak, jalan bebas hambatan Jakarta-Merak, jaringan kereta api Jakarta-Rangkasbitung-Merak, serta infrastruktur pendukung lainnya. Data BKPM menunjukkan bahwa investasi tertinggi tahun 2011 dan 2012 terdapat pada sektor industri pengolahan. Investasi yang sedang berjalan dan berkembang di Provinsi Banten lebih dari 50% terpusat pada sektor industri pengolahan, sementara masih banyak potensi investasi di sektor lainnya yang belum dimanfaatkan secara optimal, salah satunya sektor pariwisata. Tabel 3 menunjukkan investasi pada sektor pariwisata tahun 2012 hanya sebesar 1.82% dari total PMDN dan 6.33% dari total PMA Provinsi Banten.
4 Tabel 3 Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Menurut Sektor Usaha di Provinsi Banten
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi PARIWISATA Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Jumlah
Investasi 2012 PMA PMDN (miliar miliar juta Rp) Rp US$ -
-
2 264.90 46.00
984.32 556.00 27.35
-
-
-
Investasi 2011 PMA PMDN (miliar juta juta Rp) Rp US$ 1.12 1 572.46
-
163.61 1 004.78 732.49 14.00 27.32 2.50 -
-
-
214.37 10.00 58.93 4.00 2 525.28 1 577.67 249.87 2 577.24 754.12
9 419.86 17.89 0.82 2.20 9 440.77
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2013
Sektor pariwisata di Provinsi Banten sangat berpotensi untuk dikembangkan tetapi belum mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah dan para investor. Potensi sektor pariwisata bisa dilihat dari objek wisata yang beragam, kontribusi sektor pariwisata yang cukup besar dalam perekonomian Provinsi Banten, serta kemampuan dalam menyerap tenaga kerja di Provinsi Banten yang cukup tinggi. Dana investasi yang selama ini paling banyak diterima sektor industri pengolahan seharusnya dapat dimanfaatkan oleh sektor lainnya khususnya sektor pariwisata, sehingga dapat dilakukan pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata yang diharapkan mampu memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten. Berdasarkan uraian diatas, secara lebih jelas dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, diantaranya : 1. Bagaimana peran sektor pariwisata dalam struktur perekonomian Provinsi Banten ? 2. Bagaimana keterkaitan, dampak penyebaran, dan efek multiplier (multiplier effect) terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh sektor pariwisata? 3. Apakah peningkatan investasi di sektor pariwisata dapat memecahkan masalah ketenagakerjaan seperti pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Menganalisis peran sektor pariwisata dalam perekonomian Provinsi Banten. 2. Menganalisis keterkaitan, dampak penyebarannya, serta dampak multiplier sektor pariwisata terhadap sektor lainnya di Provinsi Banten.
5 3. Menganalisis peranan investasi sektor pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja dan kemampuannya dalam memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pemerintah Provinsi Banten dalam melakukan perencanaan pengembangan pariwisata di Provinsi Banten. 2. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya. 3. Sebagai wawasan bagi para pembaca mengenai peranan sektor pariwisata bagi perekonomian Provinsi Banten.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data pada Tabel InputOutput Pariwisata Provinsi Banten tahun 2009, klasifikasi 37 sektor yang kemudian diagregasi menjadi sembilan sektor. Agregasi sembilan sektor dilakukan untuk melihat keterkaitan sektor pariwisata secara keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Data yang dianalisis dari tabel Input-Output Pariwisata Provinsi Banten tahun 2009 adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Pengolahan data menggunakan aplikasi Input-Output Analysis for Practitioners (IOAP) dan Microsoft Excel 2007. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan investasi di sektor pariwisata dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan di Provinsi Banten. Sektor pariwisata yang termasuk pada penelitian ini merupakan sektor-sektor yang sangat terkait dengan pariwisata, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Adapun sektor-sektor tersebut yaitu sektor perdagangan, hotel berbintang, hotel non bintang, restoran, angkutan rel, angkutan jalan, angkutan laut, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, angkutan udara, jasa penunjang angkutan lainnya, dan komunikasi.
TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah pusat dan daerah. Pariwisata menurut Warpani dan Indira (2007) adalah berbagai bentuk kegiatan wisata sebagai kebutuhan dasar manusia yang diwujudkan dalam berbagai macam
6 kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan, didukung berbagai fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Pariwisata merupakan sektor jasa yang mendapat perhatian penting, karena pariwisata diharapkan dapat memulihkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan merata, khususnya perekonomian masyarakat lokal sehingga perlu didorong pembangunannya lebih terarah dan terencana. Pembangunan pariwisata diarahkan pada pembentukan destinasi-destinasi yang mengandung unsur-unsur seperti: adanya aksesibilitas yang baik, adanya objek yang menarik, adanya permintaan pasar, dan adanya masyarakat yang mendapatkan manfaatnya, sehingga pembangunan pariwisata diharapkan tidak hanya dalam bentuk fisik seperti pembangunan gedung, taman-taman yang indah dan sebagainya, tetapi juga pembangunan mental pada masyarakatnya, sehingga tingkah laku masyarakat setempat dapat mencerminkan pariwisata. Pengembangan pariwisata bertujuan bukan hanya sekedar untuk meningkatkan devisa bagi negara, tetapi pariwisata dapat berperan sebagai katalisator pembangunan (agent of development) karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Keuntungan pengembangan pariwisata di Indonesia dilihat dari segi ekonomi, diantaranya: 1. Memperluas dan mempercepat proses kesempatan berusaha. 2. Memperluas kesempatan kerja. 3. Peningkatan penerimaan pajak negara retribusi daerah. 4. Peningkatan pendapatan nasional. 5. Percepatan proses pemerataan pendapatan. 6. Meningkatkan nilai tambah produk hasil kebudayaan. 7. Memperluas pasar produk dalam negeri. 8. Memberikan dampak multiplier effect dalam perekonomian sebagai akibat pengeluaran wisatawan, para investor, maupun perdagangan luar negeri. Seorang wisatawan memilih tujuan untuk berwisata dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama maksud kunjungan dan kemampuan keuangan. Potensi Daerah Tujuan Wisata (DTW) sangat berpengaruh terhadap pilihan wisatawan untuk berkunjung sesuai dengan minat atau maksud kunjungannya, namun masih tergantung pada kondisi daya tarik potensi wisata itu sendiri. Keaslian dan keunikan pada objek wisata menjadi salah satu daya tarik, termasuk masalah keamanan setempat dan kemudahan mencapai DTW juga menjadi kunci yang menentukan pilihan wisatawan. Pariwisata sebagai suatu industri menghasilkan produk pariwisata dari proses berwisata. Produk pariwisata dinikmati dan dimanfaatkan oleh para wisatawan, baik pada saat berada di daerah wisata maupun setelah kembali ke daerah atau negara asalnya. Produk pariwisata adalah berbagai jenis komponen daya tarik wisata, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas yang disediakan atau dijual kepada wisatawan. Yoeti (1996) membagi produk industri pariwisata dalam tiga golongan, yaitu: 1. Daya tarik wisata yang menjadi pendorong bagi orang-orang untuk datang berkunjung ke daerah wisata. 2. Fasilitas yang dibutuhkan pada daerah wisata dan sepanjang lintas ke/dari daerah wisata, seperti akomodasi perhotelan, restoran, hiburan/atraksi.
7 3. Transportasi yang menghubungkan negara/daerah asal wisatawan dengan DTW, serta angkutan dari daerah wisata ke objek wisata. Ketiga produk tersebut adalah produk industri yang berbeda-beda yang berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan kepariwisataan, semua dibutuhkan dalam waktu berurutan dan saling melengkapi sehingga terwujudlah produk pariwisata.
Pentingnya Pariwisata bagi Perekonomian Pembangunan pariwisata mempunyai sasaran meningkatkan devisa negara, mengembangan sektor-sektor perekonomian terkait, membuka peluang kerja, serta memberdayakan masyarakat dalam bentuk peran swasta secara formal maupun informal. Sektor pariwisata membuka kesempatan kerja yang cukup luas bagi masyarakat. Yoeti (2008) mengungkapkan bahwa pariwisata merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara karena dapat mendorong perkembangan beberapa sektor perekonomian nasional, misalnya: 1. Meningkatkan kegiatan perekonomian sebagai akibat dibangunnya prasarana dan sarana demi pengembangan pariwisata, sehingga memungkinkan orangorang melakukan aktivitas ekonominya dari suatu tempat ke tempat lainnya, baik dalam suatu wilayah ke negara tertentu, maupun dalam kawasan internasional. 2. Meningkatkan industri-industri baru yang erat kaitannya dengan pariwisata seperti: Transportation, Accomodation (Hotel, Motel, Holiday Village, Camping Sites, dll) yang pada akhirnya menciptakan permintaan baru seperti: Tourist Transportation, Hotel Equipment (Lift, Escalator, Linens, Furniture, dll) 3. Meningkatkan permintaan terhadap produk hasil pertanian dan peternakan untuk kebutuhan hotel dan restoran, seperti sayur, buah-buahan, bunga, telur, daging, dan lain-lain karena semakin banyaknya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata. 4. Meningkatkan permintaan terhadap Handicrafts, Souvenir Goods, Art Painting, dll. 5. Memperluas barang-barang lokal untuk lebih dikenal oleh dunia internasional termasuk makanan dan minuman, seperti: Ukiran Jepara, Patung Bali, Batik Pekalongan, Dodol Garut, Kerajinan Pandai Sikek, dan lainnya. 6. Meningkatkan perolehan devisa, sehingga dapat mengurangi beban defisit neraca pembayaran. 7. Memberikan kesempatan berusaha, kesempatan kerja, peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah, dan peningkatan pendapatan nasional. 8. Membantu membangun daerah-daerah terpencil yang selama ini tidak tersentuh pembangunan. 9. Mempercepat perputaran perekonomian pada negara-negara penerima kunjungan wisatawan (Tourist Receiving Countries). 10. Dampak penggandaan yang ditimbulkan dari pengeluaran wisatawan, sehingga memberikan dampak positif bagi pertumbuhan daerah tujuan wisata yang dikunjungi wisatawan. Indonesia sebagai negara dengan potensi kekayaan dan keragaman sosial budaya serta berbagai potensi alam yang dimilikinya merupakan modal utama
8 bagi pengembangan sektor kepariwisataan. Sektor pariwisata memiliki peranan besar dalam pengembangan kegiatan perekonomian yang dapat cepat menghasilkan devisa dan sebagai katalisator untuk mengembangkan sektor-sektor lain secara bertahap.
Investasi Investasi merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Investasi secara umum di sektor perekonomian sangat dibutuhkan untuk mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berkembang karena mereka belum mampu membentuk modal sendiri sehingga harus ada bantuan dari luar negeri. Investasi juga merupakan salah satu faktor yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi, karena selain akan mendorong kenaikan output, investasi juga akan meningkatkan permintaan input yang salah satunya adalah tenaga kerja, sehingga akan berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja yang semakin tinggi, dimana pada akhirnya kesejahteraan masyarakat tercapai sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat. Investasi adalah komponen Gross Domestic Product (GDP) yang mengaitkan masa kini dan masa depan. Investasi merupakan pengeluaran untuk konsumsi barang bertujuan untuk menyediakan kebutuhan rumah tangga pada saat ini, sedangkan pengeluaran barang-barang investasi bertujuan meningkatkan standar hidup untuk tahun-tahun mendatang. Investasi terbagi dalam tiga kategori yaitu investasi tetap bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial (residential investment) mencakup rumah baru yang dibeli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang, termasuk bahan-bahan dan persediaan, barang dalam proses dan barang jadi (Mankiw, 2006).
Tabel Input-Output Tabel Input-Output menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antarsektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer (Priyarsono et al, 2007). Model Input-Output pertama kali diperkenalkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Model Input-Output ini dapat memaparkan dengan jelas bagaimana interaksi antar pelaku ekonomi, selain itu juga dapat menunjukkan seberapa besar aliran keterkaitan antarsektor dalam perekonomian. Menurut
9 Daryanto dan Hafizrianda (2010), analisis I-O merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks. Tabel Input-Output memberikan gambaran menyeluruh sebagai suatu model yang bersifat kuantitatif, mengenai hal-hal berikut : 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor. 2. Strukur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antarsektorsektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut. 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan tabel Input-Output bagi perencanaan pembangunan daerah: 1. Dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antarsektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor. 2. Untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya. 3. Dampak perubahan permintaan akhir terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta ataupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci. 4. Perubahan-perubahan terknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. Model Input-Output didasarkan atas beberapa asumsi, diantaranya: (1) Homogenitas, yang berarti suatu komoditas hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada substitusi output diantara berbagai sektor. (2) Linieritas, yang berarti prinsip dimana fungsi produksi bersifat linier dan homogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional, dan (3) Aditivitas merupakan suatu prinsip dimana efek total dari pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Hal ini berarti bahwa semua pengaruh diluar sistem input-output diabaikan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka tabel Input-Output sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yakni bahwa koefisien input ataupun koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektorsektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kualitas dan harga output. Struktur Tabel Input-Output Tabel Input-Output menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar-satuan kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah pada suatu periode tertentu dalam bentuk matriks. Isian sepanjang baris dalam matriks menunjukkan bagaimana output suatu sektor ekonomi dialokasikan
10 ke sektor-sektor lainnya untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan isian dalam kolom menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya. Tabel 4 Ilustrasi Tabel Input-Output Output Input Sektor Produksi Input Primer Total Input
1 2 3
Permintaan Antara Sektor Produksi 1 2 z11 z12 z21 z22 z31 z32 V1 V2 X1 X2
3 z13 z23 z33 V3 X3
Permintaan Akhir Y1 Y2 Y3
Total Output X1 X2 X3
Sumber: Daryanto dan Hafizrianda (2010)
Terdapat tiga matriks dasar yang dapat dilihat dalam Tabel 4, yaitu: 1. Matriks Z atau matriks transaksi input antara, 2. Matriks Y atau matriks permintaan akhir yang terdiri atas permintaan untuk konsumsi rumah tangga (C), pemerintah (G), investasi (I), dan ekspor (X), 3. Matriks V atau matriks input primer yang terdiri atas upah/gaji (W), surplus usaha (S), penyusutan (D), dan pajak tidak langsung/minus subsidi (T) Tabel 4 apabila dilihat secara horizontal (baris), setiap isi sel total output menunjukkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, dimana sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir, maka dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: z11 + z12 + z13 + … + z1n +Y1 = X1 z21 + z22 + z23 + … + z2n + Y2 = X2 . . zn1 + zn2 + zn3 + … + znn + Yn = Xn ………………..……………………. (1) Dalam bentuk umum persamaan (1) dapat ditulis sebagai berikut : ∑ + Yi = Xi untuk i = 1, 2, 3 dimana zij adalah banyaknya output sektor i yang dialokasikan sebagai input antara pada sektor j, sedangkan Y1 adalah jumlah permintaan akhir terhadap sektor i. Isi sel menurut garis vertikal (kolom) menggambarkan distribusi pemakaian input antara dan input primer pada suatu sektor produksi. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut: z11 + z21 + z31 + … + zn1 +Y1 = X1 z12 + z22 + z32 + … + zn2 + Y2 = X2 . . z1n + z2n + z3n + … + znn + Yn = Xn …………………..…………………. (2)
11 Dalam bentuk umum persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut : ∑ + Vj = Xj untuk j = 1, 2, 3 dimana zij adalah banyaknya input antara yang berasal dari sektor i yang digunakan oleh sektor j, sedangkan Vj menunjukkan jumlah input primer yang digunakan oleh sektor j. Dari persamaan (1), dapat diketahui suatu koefisien input teknik aij dengan rumus : ij
ij j
………………………………………………. (3)
dan jika persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat persamaan (4) sebagai berikut: a11X1 + a12X2 + … + 1nXn + Y1 = X1 a21X1 + a22X2 + … + 2nXn + Y2 = X2 . . . . . . . . an1X1 + an2X2 + … + annXn + Yn = Xn ………………………...…….…... (4) Jika persamaan (4) ditulis dalam bentuk persamaan matriks akan diperoleh sebagai berikut:
|| | | + | | = | | | | | | | |
||
A
X + Y =X
AX + Y = X atau (I – A)X = Y X = (I – A)-1Y ………………………………………………………………...…(5) Dimana I adalah matriks identitas berukuran n x n, A merupakan matriks koefisien input, sedangkan X dan Y masing-masing menunjukkan vektor kolom matriks output dan permintaan akhir. (I-A) merupakan matriks Leontief sedangkan (I-A)-1 merupakan matriks kebalikan Leontief. Penelitian Terdahulu Penelitian Utomo (2011) mengenai dampak investasi sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian Kota Cirebon dengan menggunakan tabel InputOutput Kota Cirebon tahun 2005 klasifikasi 22 sektor. Hasil yang diperoleh menyimpulkan bahwa peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran mampu meningkatkan perekonomian Kota Cirebon baik secara total maupun secara sektoral. Hal ini dapat dilihat dari nilai keterkaitan dan multiplier sektor hotel dan
12 restoran yang relatif tinggi. Hasil analisis keterkaitan menjelaskan bahwa sektor hotel dan restoran lebih mampu meningkatkan sektor hilirnya daripada sektor hulunya karena sektor hotel dan restoran memiliki nilai kepekaan penyebaran yang lebih besar dari nilai koefisien penyebaran. Penelitian Antara (2010) mengenai keterkaitan usaha kecil sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya di Provinsi Bali dengan menggunakan model input-output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha kecil pada sektor pariwisata memiliki keterkaitan tidak langsung ke belakang dan depan kuat yang ditunjukkan oleh koefisien keterkaitan lebih besar dari pada satu. Di samping itu usaha kecil pada sektor pariwisata ini memiliki daya sebar ke belakang tinggi dan daya sebar ke depan rendah, sehingga termasuk sektor potensial untuk dikembangkan, karena mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya atau penyerapan input yang menimbulkan tarikan permintaan bahan baku atau sarana produksi. Usaha kecil pariwisata memiliki peran strategis dan potensial untuk dikembangkan serta berperan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, usaha-usaha kecil pada sektor pariwisata ini sebaiknya terus dikembangkan dan dibina, baik melalui bantuan permodalan, pelatihan manajemen, maupun bantuan akses pasar, sehingga semakin berdaya dan profesional. Penelitian Novita (2013) mengenai peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Garut dan potensi daya saingnya. Analisis peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian menggunakan tabel Input-Output tahun 2006 klasifikasi 46 sektor yang diagregasi menjadi 11 sektor dan untuk menget hui potensi d y s ingny digun k n n lisis Porter’s Di mond. Penelitian ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Kabupaten Garut cukup berperan dalam perekonomian terutama dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Dilihat dari struktur permintaannya, permintaan akhir sektor pariwisata lebih besar jika dibandingkan dengan permintaan antaranya, hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata lebih banyak dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Sektor ini juga mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya tetapi kurang kuat dalam mendorong pertumbuhan industri hilirnya. Penelitian Santri (2009) mengenai analisis potensi sektor pariwisata untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan alat analisis Input-Output tahun 2007. Berdasarkan analisis deskriptif dari Tabel Input-Output Provinsi Bali tahun 2007 transaksi domestik atas dasar harga produsen, sektor pariwisata memiliki peran yang relatif besar terhadap struktur perekonomian Provinsi Bali. Sektor pariwisata secara keseluruhan memiliki keterkaitan (langsung dan tidak langsung) yang tinggi baik sektor pengguna input maupun output, berarti sektor ini dapat diandalkan untuk mendorong sektorsektor lain baik hulu maupun hilirnya. Pembangunan yang berimbang terhadap sektor pariwisata dan sektor lainnya penting untuk dilakukan karena kontribusi pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Bali relatif besar dan sangat sensitif dalam menyerap tenaga kerja. Penelitian Setyadhi (2009) membahas mengenai investasi swasta sektor pariwisata dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali. Berdasarkan analisis tipologi daerah, dapat dilihat bahwa terdapat tiga kabupaten yang penyerapan tenaga kerjanya masih rendah. Kabupaten Klungkung, investasi swasta sektor pariwisatanya lebih tinggi daripada rata-rata provinsi, tetapi penyerapan tenaga
13 kerjanya masih rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain investasi yang dilakukan adalah investasi yang lebih mengarah kepada capital intensive, sehingga penggunaan tenaga kerja masih sangat sedikit. Selain itu, penggunaan tenaga kerja dari luar daerah juga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut. Kabupaten Jembrana dan Bangli merupakan daerah yang memiliki investasi swasta sektor pariwisata dan penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah dari rata-rata provinsi. Hal ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah untuk dapat membuat kebijakan agar investasi swasta sektor pariwisata dan penyerapan tenaga kerjanya dapat meningkat. Salah satu kebijakan yang bisa dilakukan adalah dengan melihat kembali dan mempromosikan potensi daerah yang bisa dikembangkan. Walaupun Kabupaten Jembrana dan Bangli tidak mampu menarik investor swasta sektor pariwisata, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada investor swasta yang tertarik untuk berinvestasi di sektor lain di kabupaten tersebut.
Kerangka Pemikiran Provinsi Banten merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia. Jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Banten untuk penduduk usia 15 Tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada bulan Agustus 2013 mencapai 9.90%. Tingginya jumlah pengangguran juga mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Banten. Jumlah penduduk miskin Provinsi Banten tahun 2013 sebanyak 656 240 orang atau sekitar 5.74%. Salah satu strategi untuk mengurangi tingginya jumlah pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten adalah dengan penciptaan lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang lebih besar. Pelaksanaan pembangunan membutuhkan sumber dana yang besar, salah satunya dengan menarik para investor lokal maupun asing untuk menanamkan modalnya. Investasi di sektor pariwisata diharapkan akan mampu meningkatkan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja sehingga dapat memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disusun alur kerangka dalam penelitian ini sebagai berikut:
14 Masalah Ketenagakerjaan di Provinsi Banten: Pengangguran dan Kemiskinan
Sektor Pariwisata
Sektor Ekonomi Lainnya
Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009
Analisis Input-Output
Analisis Keterkaitan
Analisis Deskriptif
Analisis Dampak Penyebaran
Analisis
Multiplier Peran Investasi Sektor Pariwisata
1.Struktur permintaan 2.Struktur konsumsi RT dan Pemerintah 3. Struktur investasi 4. Struktur ekspor dan impor 5. Struktur NTB
Peranan Investasi Sektor Pariwisata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Banten
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, antara lain berasal dari Tabel Input-Output Pariwisata Provinsi Banten berdasarkan transaksi domestik atas dasar harga produsen tahun 2009 klasifikasi 37 sektor dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang kemudian diagregasi 9 sektor. Tabel I-O Pariwisata secara spesifik menampilkan sektor atau komoditi yang terkait dengan pariwisata. Data pendukung lainnya diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Bappeda Provinsi Banten, Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten, Badan
15 Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Banten, internet, dan berbagai media informasi lainnya. Analisis ini dilakukan dengan bantuan software Input-Output Analysis for Practitioners (IOAP) Complementary Version 1.0.1 dan Microsoft Excel.
Metode Analisis Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana peranan investasi pada sektor pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja dalam suatu wilayah yaitu menggunakan alat analisis Input-Output tahun 2009. Dengan menggunakan model Input-Output ini, peranan investasi pada sektor pariwisata terhadap output, pendapatan, dan kesempatan kerja dapat diketahui berdasarkan matriks permintaan akhir, sedangkan dampak penyebaran terhadap sektor perekonomian lainnya dikaji berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang dapat diketahui berdasarkan matriks kebalikan Leontief terbuka sebagai berikut (Priyarsono et al, 2007): Analisis Keterkaitan Analisis ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dalam suatu perekonomian untuk mencapai pembangunan. Analisis keterkaitan yang digunakan adalah: 1. Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan ini menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut: ∑ Dimana: KDi = keterkaitan langsung ke depan aij = unsur matriks koefisien teknis 2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan ini menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektorsektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total, dirumuskan sebagai berikut: ∑ Dimana: KDLTi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i ij = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka 3. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.
16 Rumus untuk mencari keterkaitan langsung ke belakang adalah: ∑ Dimana: KBi = keterkaitan langsung ke belakang aij = unsur matriks koefisen teknis. 4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan ini menunjukkan akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit permintaan total, dirumuskan sebagai berikut: ∑ Dimana:KBLTi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i ij = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang belum cukup memadai untuk dipakai sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama, maka kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis dampak penyebaran ini terbagi menjadi: 1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep ini berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah: ∑ ∑ ∑ Dimana: Pdj = koefisien penyebaran sektor j. αij unsur m triks keb lik n Leontief. 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Depan/Daya Mendorong) Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih besar dari satu.
17 Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah: ∑ ∑ ∑ Dimana: Sdi = kepekaan penyebaran sektor i αij = unsur matriks kebalikan Leontief. Analisis Angka Pengganda (Multiplier) Multiplier tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Respon atau efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Dampak Awal Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dampak awal dari sisi output diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei). 2. Efek putaran pertama (first round effect) Efek putaran pertama menunjukkan efek langsung dari pembelian masingmasing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Efek putaran pertama dari sisi output ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien input output/aij). Efek putaran pertama dari sisi pendapatan ( ∑I aij hi) menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja (∑I aij ei) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. 3. Efek Dukungan Industri Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Efek dukungan industri dari sisi pendapatan dan tenaga kerja menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapaan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. 4. Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect) Efek induksi konsumsi dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Efek induksi konsumsi dari sisi pendapatan dan tenaga kerja diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja. 5. Efek Lanjutan (Flow On Effect) Efek lanjutan merupakan efek (dari output, pendapatan, dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.
18 Tabel 5 Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Nilai Efek Awal Efek putaran pertama Efek dukungan industri Efek induksi konsumsi Efek total Efek lanjutan
Output 1 Σi ij Σiαij - 1 - Σi ij Σiα*ij - Σiαij Σiα*ij Σiα*ij – 1
Multiplier Pendapatan Hi Σi ij hi Σiαij hi - hj - Σi ij hi Σiαij*hi - Σiαij hi Σiαij*hi Σiαij*hi - hi
Tenaga Kerja Ei Σi ij ei Σiαijeij – ej - Σi ij ei Σiαij*eij - Σi ij ei Σiαij*eij Σiαij*eij – ei
Sumber: Daryanto dan Hafizrianda (2010)
Keterangan: aij = Koefisien output hi = Koefisien pendapatan rumah tangga ei = Koefisien tenaga kerja αij M triks keb lik n Leontief model terbuk α*ij = Matriks kebalikan Leontief model tertutup Hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut: Tipe I =
Tipe II=
fek
l+ fek put r n pert m + fek dukung n industri fek l
fek
l+ fek put r n pert m + fek dukung n industri+ fek induksi konsumsi fek l
Definisi Operasional Data a. Output Output dalam pengertian tabel I-O adalah output domestik, yaitu nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. b. Transaksi Antara Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai produsen dengan sektor yang berperan sebagai konsumen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. c. Permintaan Akhir dan Impor Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa baik produk domestik maupun produk impor yang digunakan untuk konsumsi akhir. Permintaan akhir ini terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan
19 stok dan ekspor. Impor tidak dianggap sebagai variabel permintaan akhir karena merupakan komponen penyediaan. 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga adalah semua pengeluaran dengan tujuan untuk konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga. Konsumsi rumah tangga terdiri dari pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa dikurangi penjualan neto barang bekas. Barang yang dicakup meliputi barang tahan lama dan barang tidak lama, kecuali pembelian rumah tinggal karena dianggap melakukan investasi. Komponen ini juga mencakup konsumsi yang dilakukan oleh lembaga atau badan swasta yang berorientasi non profit (nirlaba). 2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah semua pengeluaran atas barang dan jasa untuk kegiatan pemerintahan. Pengeluaran konsumsi ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang bukan barang modal dan penyusutan. 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto Pembentukan modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan, pembuatan atau pembelian barang modal baru baik barang impor maupun produk domestik. 4. Perubahan Stok Perubahan stok adalah nilai stok barang pada akhir periode penghitungan dikurangi dengan stok pada awal periode. 5. Ekspor dan Impor Ekspor dan impor adalah transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk suatu wilayah dengan penduduk wilayah lainnya. Transaksi yang dicakup dalam ekspor dan impor tidak terbatas hanya pada perdagangan barang saja tetapi termasuk juga dalam hal penggunaan jasa. d. Input Primer Input primer adalah input atau biaya yang timbul sebagai akibat dari penggunaan faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Faktor produksi tersebut terdiri dari tenaga kerja (labor), tanah (land), modal (capital) dan kewiraswastaan (entrepreneurship). Wujud dari input primer adalah upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal dan pajak tak langsung neto. Input primer sering disebut juga sebagai balas jasa faktor produksi atau nilai tambah bruto. 1. Upah dan Gaji Upah dan gaji adalah balas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja (tidak termasuk pekerja keluarga yang tidak dibayar) yang terlibat dalam kegiatan produksi. Balas jasa tersebut mencakup semua jenis balas jasa, baik yang berupa uang maupun berupa barang. 2. Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas kepemilikan modal. Surplus usaha ini terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya.
20 3. Penyusutan Barang Modal Penyusutan adalah biaya atas pemakaian barang modal tetap dalam kegiatan produksi. Nilai penyusutan dari suatu barang modal tetap dapat dihitung dengan jalan memperkirakan besarnya penurunan nilai barang modal tersebut yang disebabkan oleh pemakaiannya dalam proses produksi baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Pajak tak Langsung Neto Pajak tak langsung neto adalah selisih pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak ini mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPn), cukai dan sebagainya. Subsidi merupakan salah satu bentuk bantuan pemerintah yang diberikan kepada produsen untuk menutupi biaya produksi.
GAMBARAN UMUM Letak dan Batas Wilayah Wilayah Banten berada pada batas astronomi 105o1’11’’- 106o7’12’’ Bujur Timur dan 5o 7’ 50’’ – 7o1’1’’ Lint ng Sel t n, mempuny i posisi str tegis p d lintas perdagangan nasional dan internasional. Berdasarkan UU RI Nomor 23 Tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 8 651.20 Km2. Provinsi Banten mempunyai batas wilayah : Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat Sebelah Selatan : Samudra Hindia Sebelah Barat : Selat Sunda Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia, Selandia Baru, dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia dan Singapura. Banten merupakan jalur perlintasan/penghubung dua pulau besar di Indonesia, yaitu Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang merupakan wilayah penyangga (buffer) bagi Ibukota Negara yang memiliki peran penting dalam arus mobilitas ekonomi nasional. Wilayah-wilayah penyangga ini terjadi mobilitas ekonomi yang kemudian berdampak pada pembangunan dan peningkatan taraf perekonomian masyarakat di kawasan tersebut. Provinsi Banten terbagi dalam 4 kabupaten dan 4 kota, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang serta Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Adapun jumlah kecamatan di seluruh Banten sebanyak 152 yang terbagi lagi menjadi 257 kelurahan dan 1 246 desa.
21 Kependudukan dan Tenaga Kerja Provinsi Banten dibentuk berdasarkan undang-undang No 23 Tahun 2000. Pada tahun 2011 memiliki total jumlah penduduk 11 005 518 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 1 139 jiwa per km2. Penyebaran penduduk di Provinsi Banten bertumpu di Kabupaten Tangerang yakni sebesar 26.9% dan Kota Tangerang yakni sebesar 17%. Dilihat dari kepadatan penduduknya, Kabupaten/Kota yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Tangerang yakni sebanyak 12 147 jiwa per km2 dan yang paling rendah adalah Kabupaten Lebak dengan tingkat kepadatan penduduk sebanyak 359 jiwa per km2. Tabel 6 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten Tahun 2011 Kabupaten/Kota Kab.Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan BANTEN
Luas (km2) 2 746.89 3 426.56 1 011.86 1 734.28 153.93 175.50 266.71 147.19 9 662.92
Jumlah Penduduk 1 172 179 1 228 884 2 960 474 1 434 137 1 869 791 385 720 598 407 1 355 926 11 005 518
Kepadatan Penduduk/km2 427 359 2 926 827 12 147 2 198 2 244 9 212 1 139
Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2012
Jumlah penduduk usia kerja dari tahun 2008 hingga 2012 meningkat, dimana jumlah penduduk usia kerja tahun 2012 mencapai 7 880.9 ribu jiwa lebih besar dibanding tahun 2008, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 5 125.05 ribu jiwa dan bukan angkatan kerja 2 755.85 ribu jiwa. Penyebaran penduduk usia kerja paling banyak di Kabupaten Tangerang yaitu sebanyak 2 088.66 ribu jiwa. Tabel 7 Perkembangan Penduduk Usia Kerja Kabupaten/Kota Provinsi Banten Penduduk Usia Kerja 2008 Kabupaten/Kota
Kab.Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang KotaTangerang Selatan BANTEN
Angkatan Kerja 468 438 531 653 1 658 475 721 522 788 955 156 412 0 0 4 325 455
Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2012
2012 Bukan Angkatan Kerja 247 387 254 608 858 667 478 135 406 346 104 297 0 0 2 349 440
Angkatan Kerja 571 074 558 752 1 328 081 669 029 916 226 180 030 263 206 638 659 5 125 057
Bukan Angkatan Kerja 256 379 325 859 760 579 367 131 456 581 93 811 150 076 345 442 2 755 858
22 Penduduk usia kerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan, meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang besar, namun sebagian besar masih merupakan tamatan pendidikan dasar mencapai 41.57%, menengah (SMP dan SMA) mencapai sekitar 50.72%. Penduduk usia kerja tamatan universitas dan akademi tidak mencapai 10% dari total penduduk usia kerja. Gambar 2 Distribusi Penduduk Usia Kerja menurut Tingkat Pendidikan di Provinsi Banten Tahun 2012 3% 5% ≤ SD SMTP
11% 41%
SMTA Umum
17%
SMTA Kejuruan Diploma I/II/III/Akademi 23%
Universitas
Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2012
Jumlah angkatan kerja tahun 2013 sebanyak 5 475.87 ribu jiwa atau sebesar 4.52% yang terdiri dari 4 922.98 ribu jiwa penduduk bekerja dan 552.89 ribu jiwa pengangguran terbuka. Penduduk bekerja sebagian besar menggantungkan pendapatnya di sektor industri (25.84%) dan sektor perdagangan (24.36%). Penduduk Provinsi Banten dilihat dari pendidikan yang ditamatkan, sebagian besar penduduk bekerja merupakan tamatan sekolah dasar dan menengah. Gambar 3 Distribusi Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan dan Lapangan Usaha di Provinsi Banten Tahun 2012
Lapangan Usaha
Pendidikan
Pertanian
Pertambangan
SD
Industri
Listrik-gas-air
SMTP
Bangunan
Perdagangan
Angkutan
Keuangan
SMTA Umum
7.38
SMTA Kejuruan Diploma I/II/III/Akademi
Jasa
Universitas
18.88
13.09
1.39
4.58
3.76 12.43
6.34
39.61
25.84 18.03 24.36 0.34 5.17
Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2013
18.79
23 Gambar 4 menjelaskan jumlah pengangguran terbuka di Provinsi Banten pada Februari 2013 mencapai 552.9 ribu jiwa menurun dibanding tahun 2008 yaitu sebesar 656.56 ribu jiwa atau berkurang sebanyak 103.7 ribu jiwa. Perkembangan TPT selama periode tahun 2008-2013 menurun sebesar 5.08%, TPT Banten tahun 2013 masih tergolong tinggi diatas rata-rata nasional yaitu mencapai 10.10%. Gambar 4 Perkembangan TPT Provinsi Banten terhadap TPT Nasional Tahun 2008-2013 25
15.18
14.97 13.68
20
13.06 10.13
15
10.1 Banten
10
8.39
7.87
Indonesia 7.14
5
6.56
6.14
5.92
0 2008
2009
2010
2011
2012
2013 (Feb)
Sumber: BPS Provinsi Banten Tahun 2013
Keadaan Perekonomian Provinsi Banten Perekonomian Provinsi Banten cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari angka PDRB Provinsi Banten atas dasar harga konstan 2000 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 sebesar Rp 85.26 triliun, tahun 2011 sebesar Rp 94.21 triliun, dan meningkat pula pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp 99.99 triliun. Perkembangan ekonomi Provinsi Banten mengalami percepatan dari beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 mencapai 6.15% lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara untuk pertumbuhan sektor, seluruh sektor tumbuh positif pada tahun 2011 dan sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi serta sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (11.94%), sektor perdagangan (9.51%), dan sektor bangunan (8.75%). Struktur perekonomian Provinsi Banten pada tahun 2011, kontribusi terbesar diperoleh dari sekor industri pengolahan sebesar 47.69%, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 18.51%, dan sektor transportasi dan komunikasi sebesar 9.23%. Sektor lainnya yang memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor pertanian sebesar 7.95% dan sektor jasa sebesar 5.60%. Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota rata-rata tumbuh positif, dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Tangerang dengan laju pertumbuhan sebesar 7.35% dan pertumbuhan terendah di Kabupaten Serang dengan laju pertumbuhan ekonomi 5.67%.
24 Tabel 8 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten (%) Tahun Banten Jawa & Bali Nasional
2004 5.60 5.40 5.03
2005 5.88 5.75 5.38
2006 5.57 5.77 5.19
2007 6.04 6.18 5.67
2008 5.77 6.02 5.74
2009 4.71 4.82 4.77
2010 6.08 6.32 6.13
2011 6.43 6.64 6.32
2012 6.15 6.34 6.23
Sumber : BPS Provinsi Banten Tahun 2013
Gambaran Sektor Pariwisata di Provinsi Banten Provinsi Banten menempati posisi strategis untuk pengembangan pariwisata, karena berbatasan dengan ibu kota negara dan juga menjadi pintu gerbang masuknya wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Gambar 5. Peta Wisata Banten Provinsi Banten memiliki potensi pariwisata yang sangat potensial, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya buatan. Identifikasi yang dilakukan pada tahun 2006, Provinsi Banten memiliki 204 objek daya tarik wisata (ODTW) yang terdiri dari objek daya tarik: (1) alam, (2) sejarah dan budaya, (3) buatan, (4) living culture, dan (5) pertunjukan kesenian. ODTW yang berjumlah 204 tersebut hampir 50 persennya masih memiliki potensi yang belum dikembangkan. Setelah 10 tahun ditetapkannya 18 kawasan pengembangan pariwisata, jumlah ODTW di Provinsi Banten meningkat menjadi 526 objek dengan beberapa kategori baru seperti objek wisata marina, warisan budaya (heritage), suaka alam, wisata belanja, wisata kuliner, wisata kesehatan termasuk olahraga air dan sejenisnya. Kawasan pengembangan wisata Provinsi Banten beserta objek wisata terdapat pada (Lampiran 3).
25 Tabel 9 Progres Jumlah Pergerakan Wisatawan ke Objek Wisata Provinsi Banten Tahun 2006-2012 Tahun
Wisatawan Domestik
Wisatawan Mancanegara
2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006
24 397 233 23 959 057 48 042 531 49 923 971 24 123 000 22 373 206 19 260 781
189 269 160 555 148 046 134 612 112 732 99 603 95 616
Sumber: Disbudpar Provinsi Banten 2013
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Provinsi Banten mengalami peningkatan setiap tahunnya baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Tahun 2009 jumlah wisatawan domestik sebesar 49 923 971 orang dan wisatawan mancanegara sebesar 134 612 orang mengalami peningkatan dari tahun 2008 yaitu 24 123 000 orang wisatawan domestik dan 112 732 orang wisatawan mancanegara. Peningkatan jumlah wisatawan didukung pula oleh tingginya pertumbuhan industri pariwisata seperti akomodasi yang tumbuh pesat di Provinsi Banten. Data BPS Provinsi Banten Tahun 2011 mencatat bahwa pertumbuhan hotel berbintang dan nonbintang mencapai 2.35% per tahun, atau meningkat dari 213 hotel pada tahun 2007 yang menjadi 228 hotel pada tahun 2010. Perkembangan jumlah hotel tersebut secara otomatis akan menambah jumlah kamar yang juga mengalami pertumbuhan pada periode 2008-2010 sebesar 2.63% per tahun. Seiring peningkatan jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara, konsumsi wisatawan di Provinsi Banten juga mengalami peningkatan. Wisatawan domestik yang melakukan perjalanan rata-rata menghabiskan Rp 1.64 juta pada tahun 2009 dan Rp 1.78 juta pada tahun 2010. Pengeluaran tersebut untuk memenuhi berbagai kebutuhan selama melakukan wisata di Provinsi Banten. Pengeluaran terbesar digunakan untuk mengkonsumsi jasa restoran, selanjutnya jasa angkutan jalan dan barang hasil industri tekstil, pakaian jadi, kulit, dan alas kaki.
HASIL DAN PEMBAHASAN Peran Sektor Pariwisata dalam Perekonomian Provinsi Banten Struktur Permintaan Data pada Tabel Input-Output Provinsi Banten tahun 2009 mencatat bahwa total permintaan Provinsi Banten tahun 2009 sebesar Rp 313.97 triliun. Total permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari total permintaan
26 antara sebesar Rp 139.77 triliun dan total permintaan akhir sebesar Rp 174.21 triliun. Nilai permintaan dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan permintaan antara di Provinsi Banten adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp 79.33 triliun atau 56.76% dari total permintaan antara Provinsi Banten. Sektor pariwisata berada pada urutan kedua dengan kontribusi sebesar Rp 38.14 triliun atau 27.29% dari total permintaan antara Provinsi Banten. Sektor industri pengolahan juga menjadi kontributor terbesar dalam pembentukan permintaan akhir di Provinsi Banten, yaitu sebesar Rp 115.16 triliun atau 66.11% dari total permintaan akhir Provinsi Banten. Urutan kedua ditempati oleh sektor pariwisata sebesar Rp 28.09 triliun atau 16.13% dari total permintaan akhir Provinsi Banten. Kontribusi masing-masing sektor terhadap pembentukan permintaan antara dan permintaan akhir di Provinsi Banten menjelaskan bahwa sektor industri pengolahan sebagai sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam struktur permintaan Provinsi Banten, yaitu sebesar Rp 194.49 triliun atau 61.95% dari total permintaan Provinsi Banten. Sektor pariwisata menempati urutan kedua dengan kontribusi sebesar Rp 66.24 triliun atau sebesar 21.10% dari total permintaan Provinsi Banten. Tabel 10 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Provinsi Banten
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa TOTAL
Permintaan Antara
Permintaan Akhir
Jumlah (Juta Rp)
Jumlah (Juta Rp)
%
Jumlah Permintaan
%
Jumlah (Juta Rp)
%
6 951 798
4.97
6 707 297
3.85
13 659 095
4.35
190 308
0.14
18 161
0.01
208 469
0.07
79 334 225 56.76 115 161 587 66.11 7 990 050
5.72
1 229 792 0.88 38 148 354 27.29 4 203 668 1 724 981 139 773 176
3.01
3 450 743
1.98
9 563 073 5.49 28 099 466 16.13
194 495 812 61.95 11 440 793
3.64
10 792 865 3.44 66 247 820 21.10
3 651 164
2.10
7 854 832
2.50
1.23 7 551 324 100 174 202 815
4.33 100
9 276 305 313 975 991
2.95 100
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
Total permintaan sektor pariwisata sebesar Rp 66.24 triliun merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sektor pariwisata sebesar Rp 38.14 triliun dan permintaan akhir sektor pariwisata sebesar Rp 28.09 triliun. Nilai permintaan antara sektor pariwisata lebih besar dibandingkan dengan nilai permintaan akhirnya, hal ini mengindikasikan bahwa output sektor pariwisata lebih banyak digunakan sebagai input sektor lainnya dan bukan untuk konsumsi langsung dalam perekonomian Provinsi Banten.
27 Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah Total konsumsi rumah tangga Provinsi Banten sebesar Rp 50.13 triliun berdasarkan Tabel Input-Output Provinsi Banten tahun 2009. Sektor industri pengolahan menghasilkan nilai konsumsi rumah tangga tertinggi, yaitu sebesar Rp 17.95 triliun atau sekitar 35.82% dari total konsumsi rumah tangga Provinsi Banten. Sektor pariwisata berada pada urutan kedua dengan konsumsi rumah tangga sebesar Rp 16.35 trilun atau sekitar 32.62% dari total konsumsi rumah tangga Provinsi Banten. Besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dipenuhi oleh sektor pariwisata menunjukkan bahwa sektor pariwisata sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat terutama wisatawan yang menggunakan output dari sektor pariwisata untuk memenuhi kebutuhannya. Tabel 11
Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian di Provinsi Banten Tahun 2009
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa TOTAL
Konsumsi Rumah Tangga Jumlah % (Juta Rp) 5 561 916 11.09 242 0.00 17 957 419 35.82 3 089 218 6.16 329 966 0.66 16 354 521 32.62
Konsumsi Pemerintah Jumlah % (Juta Rp) 318 0.01 0 0.00 426 367 7.43 361 525 6.30 206 956 3.61 505 024 8.80
3 585 915
7.15
33 708
0.59
3 255 280 50 134 477
6.49 100
4 203 570 5 737 468
73.27 100
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
Daryanto dan Harfizrianda (2010) menyatakan bahwa konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran pemerintah pusat dan daerah kecuali yang sifatnya pembentukan modal, termasuk semua pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata. Tolak ukur pengeluaran pemerintah meliputi seluruh pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan dan perbaikan serta belanja rutin lainnya. Total pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar Rp 5.73 triliun, dimana 73.27% dari total konsumsi pemerintah dialokasikan pada sektor jasa-jasa yaitu sebesar Rp 4.21 triliun. Konsumsi pemerintah untuk sektor pariwisata sebesar Rp 505.02 miliar atau 8.80% dari total konsumsi pemerintah Provinsi Banten. Struktur Investasi Investasi total sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten sebesar Rp 22.43 triliun yang merupakan pengalokasian dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 18.67 triliun dan dari perubahan stok sebesar Rp 3.75 triliun. Investasi
28 terbesar di Provinsi Banten diperoleh sektor industri pengolahan dengan nilai investasi sebesar Rp 11.37 triliun atau 50.7% dari total investasi Provinsi Banten. Nilai investasi sektor pertanian berada pada posisi terkecil dengan nilai investasi sebesar Rp -377 715 juta. Hal ini terjadi karena penggunaan stock secara terus menerus tanpa dilakukannya pembaharuan stock baru, dan ketika bahan baku berkurang sementara pembentukan modal tetapnya tidak mengalami peningkatan maka jumlah stock akan terus berkurang jumlahnya. Hal ini mengakibatkan nilai investasi negatif. Sektor pariwisata berada pada posisi ketiga dan hanya memiliki nilai investasi sebesar Rp 2.41 triliun atau 10.74% dari total investasi Provinsi Banten. Tabel 12 Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Tahun 2009
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa TOTAL
Investasi Jumlah % (Juta Rp) -377 715 -1.68 1 833 0.01 11 371 708 50.70 0 0.00 9 026 151 40.24 2 409 627 10.74
Pembentukan Modal Tetap (Juta Rp) 1 491 0 7 518 293 0 9 026 151 2 130 397
Perubahan Stok (Juta Rp) -379 206 1 833 3 853 415 0 0 279 230
0
0
0
0.00
0 18 676 332
0 3 755 272
0 22 431 604
0.00 100
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
Struktur Ekspor dan Impor Tabel 13
Struktur Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Tahun 2009 Ekspor
Impor
Net Ekspor
Sektor
Jumlah (Juta Rp)
%
Jumlah (Juta Rp)
%
Jumlah (Juta Rp)
%
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA
1 522 778
1.59
587 179
1.43
935 599
1.71
16 086
0.02
9 819
0.02
6 267
0.01
85 406 093 0 0 8 830 294
89.06 0 0 9.20
27 750 573 2 897 046 925 916 8 226 007
67.43 7.04 2.25 19.99
57 655 520 -2 897 046 -925 916 604 287
105.32 -5.29 -1.69 1.10
31 541
0.03
656 956
1.60
-625 415
-1.14
92 474 95 899 266
0.1 100
101 312 41 154 808
0.25 100
-8 838 54 744 458
-0.02 100
Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa TOTAL
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
29 Jumlah net ekspor Provinsi Banten berdasarkan tabel input-output Provinsi Banten tahun 2009 sebesar Rp 54.74 triliun yang diperoleh dari selisih total ekspor sektor-sektor perekonomian di Provinsi Banten sebesar Rp 95.89 triliun dengan total impor Provinsi Banten sebesar Rp 41.15 triliun. Industri pengolahan memiliki nilai net ekspor terbesar yaitu Rp 57.65 triliun atau 105.32% dari total net ekspor Provinsi Banten. Hal ini mengindikasikan adanya surplus perdagangan dalam sektor industri pengolahan sebesar Rp 57.65 triliun. Sektor pariwisata memiliki nilai net ekspor sebesar Rp 604.28 miliar atau 1.10% dari total net ekspor Provinsi Banten yang berarti terdapat surplus perdagangan sebesar Rp 604.28 miliar. Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan balas jasa atas faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Nilai tambah bruto pada tabel input-output Provinsi Banten tahun 2009 terdiri dari beberapa komponen pembentuknya, yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung. Total nilai tambah bruto Provinsi Banten sebesar Rp 133.05 triliun dimana surplus usaha memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan nilai tambah bruto yaitu sebesar Rp 70.18 triliun. Upah dan gaji sebagai pemberi kontribusi terbesar kedua memberikan kontribusi sebesar Rp 43.29 triliun. Kontribusi pembentukan nilai tambah bruto selanjutnya didapat dari penyusutan sebesar Rp 14.38 triliun dan pajak tidak langsung sebesar Rp 5.18 triliun. Tabel 14 Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Tahun 2009 Rasio Upah, Gaji, dan Surplus Usaha
Penyusutan (Juta Rp)
Pajak Tak Langsung Netto (Juta Rp)
Sektor
Upah dan Gaji (Juta Rp)
Surplus Usaha (Juta Rp)
Nilai Tambah Bruto
%
1
5 830 266
4 601 396
1.27
483 885
289 457
11 205 004
8.42
2
119 060
19 634
6.06
29 178
688
168 560
0.13
3
16 247 824
33 264 037
0.49
5 420 593
2 508 223
57 440 677
43.17
1 252 560 2 635 997 0.48 1 383 509 664 5 272 730 5 2 497 207 1 512 965 1.65 380 972 271 836 4 662 980 Pariwisata 9 844 085 24 002 675 0.41 5 204 924 1 860 215 40 911 899 7 1 011 843 3 800 833 0.27 408 553 235 691 5 456 920 8 6 494 168 344 972 18.83 1 075 090 15 007 7 929 237 Total 43 297 013 70 182 509 0.62 14 386 704 5 181 781 133 048 007 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
3.96
4
3.50 30.75 4.10 5.96 100
Sektor Pariwisata berada pada posisi kedua terbesar setelah industri pengolahan dalam pembentukan nilai tambah bruto dengan kontribusi sebesar Rp
30 40.91 triliun atau 30.75% dari total nilai tambah bruto Provinsi Banten, yang tersusun dari kontribusi upah dan gaji sebesar Rp 9.84 triliun, surplus usaha sebesar Rp 24.01 triliun, penyusutan sebesar Rp 5.20 triliun, dan dari pajak tidak langsung sebesar Rp 1.86 triliun. Rasio upah dan gaji serta surplus usaha dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan distribusi pendapatan antara pemilik modal dan tenaga kerja. Distribusi pendapatan dapat dikatakan seimbang jika rasio upah dan gaji serta surplus usaha bernilai satu. Tabel 14 menunjukkan bahwa rasio upah dan gaji serta surplus usaha sektor pariwisata kurang dari satu yaitu sebesar 0.41. Hal ini berarti tidak terdapat keseimbangan distribusi pendapatan, dimana pemilik modal menerima suplus usaha yang lebih besar sedangkan tenaga kerja menerima upah dan gaji yang lebih rendah.
Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem perekonomian. Analisis keterkaitan terdiri dari keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi. Nilai keterkaitan langsung antarsektor perekonomian ditunjukkan oleh matriks koefisien teknis, sedangkan untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung diperoleh dari matriks kebalikan Leontief. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage) Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki nilai keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Sektor pariwisata memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0.122, nilai tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor pariwisata yang langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor pariwisata itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp 122 ribu. Nilai keterkaitan ke depan secara langsung dan tidak langsung yang dimiliki sektor pariwisata sebesar 2.011, yang berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor pariwisata yang dijual atau dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung ke sektor lain termasuk sektor pariwisata itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 2.011 juta. Tingginya nilai keterkaitan ke depan secara langsung maupun keterkaitan kedepan langsung dan tidak langsung sektor pariwisata menunjukkan bahwa sektor tersebut berperan besar dalam
31 menyediakan output sebagai input oleh sektor-sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri dalam proses produksi maupun untuk memenuhi permintaan akhir. Tabel 15 Keterkaitan Output ke Depan Sektor Perekonomian Provinsi Banten
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa
Keterkaitan ke Depan Langsung dan Langsung Tidak Langsung 0.022 1.158 0.001 1.021 0.253 2.919 0.025 1.286 0.004 1.099 0.122 2.011 0.013 1.202 0.005 1.079
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
Keterkaitan ke Belakang (backward linkage) Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan sektor produksi hilir terhadap sektor-sektor produksi hulunya. Nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri, apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Nilai keterkaitan langsung ke belakang sektor pariwisata sebesar 0.258. Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka sektor pariwisata meningkatkan permintaan input sebesar Rp 258 ribu terhadap sektor-sektor lainnya termasuk sektor pariwisata sendiri. Keterkaitan langsung dan tidak langsung sektor pariwisata bernilai 1.399, hal ini berarti setiap terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor pariwisata akan meningkatkan permintaan inputnya secara langsung dan tidak langsung sebesar Rp 1.399 juta. Tabel 16 Keterkaitan Output ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Tahun 2009
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa
Keterkaitan ke Belakang Langsung dan Tidak Langsung Langsung 0.137 1.228 0.144 1.229 0.562 1.989 0.285 1.444 0.482 1.893 0.258 1.399 0.221 1.354 0.134 1.238
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
32 Analisis Dampak Penyebaran Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran atau sering disebut dengan daya penyebaran ke belakang menggambarkan pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor perekonomian terhadap sektor-sektor lainnya. Koefisien penyebaran ini juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Suatu sektor dikatakan mempunyai daya penyebaran ke belakang yang tinggi apabila nilai koefisien penyebarannya lebih besar dari satu. Nilai koefisien penyebaran diperoleh dari nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang diboboti dengan jumlah sektor, kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Tabel 17 menunjukkan bahwa sektor pariwisata berada pada urutan keempat dengan nilai sebesar 0.928. Nilai tersebut kurang dari satu artinya sektor pariwisata kurang memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran atau daya penyebaran kedepan berarti adanya kemampuan untuk mendorong tumbuhnya sektor-sektor hilir karena meningkatnya input yang disediakan sektor hulu. Nilai kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor yang lebih dari satu mengindikasikan bahwa sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Tabel 17 menunjukkan bahwa sektor pariwisata memiliki nilai kepekaan penyebaran sebesar 1.170, hal ini berarti bahwa sektor pariwisata memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Tabel 17 Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Tahun 2009 Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa
Koefisien Penyebaran 0.491 0.519 2.020 1.028 1.733 0.928 0.797 0.483
Kepekaan Penyebaran 1.034 1.854 0.828 1.418 0.231 1.170 1.087 0.378
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
33 Analisis Dampak Multiplier Analisis multiplier atau biasa disebut juga analisis pengganda bertujuan untuk melihat dampak perubahan atau peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Analisis pengganda yang digunakan terdiri dari dua tipe. Multiplier tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka tanpa memasukkan unsur rumah tangga., sedangkan multiplier tipe II dengan matriks kebalikan Leontief tertutup dan memasukkan unsur rumah tangga sebagai variabel endogenous dalam model. Analisis Dampak Multiplier Output Sektor pariwisata memiliki nilai pengganda tipe I yaitu sebesar 1.399. Nilai tersebut berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor pariwisata sebesar Rp 1 juta maka output pada sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar Rp 1.399 juta. Tabel 18 Nilai Multiplier Output Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa
Efek Efek Efek Efek putaran dukungan induksi Efek Tipe awal pertama industri konsumsi Total I 1 0.137 0.092 0.139 1.368 1.228
Tipe II 1.368
1 1
0.144 0.562
0.083 0.428
0.155 1.382 1.227 0.544 2.534 1.990
1.381 2.533
1 1 1
0.286 0.482 0.258
0.160 0.414 0.141
0.622 2.068 1.446 0.401 2.297 1.896 0.342 1.741 1.399
2.069 2.298 1.741
1 1
0.222 0.134
0.131 0.103
0.261 1.614 1.352 0.084 1.321 1.237
1.613 1.322
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
Nilai pengganda tipe II diperoleh dengan memasukkan efek induksi konsumsi ke dalam model. Pengganda tipe II selalu memiliki nilai yang lebih besar daripada pengganda tipe I karena dalam pengganda tipe II efek konsumsi rumah tangga juga diperhitungkan. Nilai tipe II sektor pariwisata dari sisi pengganda output yaitu sebesar 1.741. Nilai ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor pariwisata sebesar Rp 1 juta maka output di semua sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1.741 juta. Analisis Dampak Multiplier Pendapatan Nilai yang terdapat dalam multiplier pendapatan tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir di suatu sektor tertentu sebesar
34 satu satuan. Tabel 19 menunjukkan bahwa multiplier pendapatan sektor pariwisata tipe I sebesar 1.396 dan tipe II sebesar 1.738. Nilai multiplier tipe I sektor pariwisata berarti bahwa jika terjadi penambahan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor pariwisata, maka akan mengakibatkan peningkatan pendapatan di sektor-sektor lainnya sebesar Rp 1.396 juta. Nilai Multiplier tipe II berarti bahwa jika terdapat peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian meningkat sebesar Rp 1.738 juta. Tabel 19 Nilai Multiplier Income Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa
Efek Efek Efek Efek putaran dukungan induksi awal pertama industri konsumsi 0.043 0.015 0.012 0.017
Efek Tipe Tipe Total I II 0.087 1.644 2.041
0.047 0.143
0.020 0.076
0.011 0.058
0.019 0.067
0.097 1.660 2.061 0.344 1.934 2.401
0.253 0.086 0.124
0.041 0.063 0.030
0.022 0.056 0.019
0.076 0.049 0.042
0.392 1.247 1.548 0.254 2.381 2.955 0.216 1.396 1.738
0.084 0.011
0.031 0.018
0.018 0.014
0.032 0.010
0.165 1.583 1.965 0.053 3.914 4.859
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
Analisis Dampak Multiplier Tenaga Kerja Tabel 20 Nilai Multiplier Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Banten Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa
Efek Efek Efek Efek putaran dukungan induksi Efek Tipe Tipe awal pertama industri konsumsi Total I II 0.014 0.001 0.001 0.001 0.017 1.107 1.184 0.145
0.004
0.001
0.001
0.151 1.028
1.036
0.003
0.003
0.002
0.004
0.012 2.471
3.654
0.001 0.012 0.006
0.002 0.002 0.002
0.001 0.002 0.001
0.005 0.003 0.003
0.009 4.504 10.381 0.019 1.341 1.587 0.011 1.562 2.019
0.010
0.002
0.001
0.002
0.015 1.249
1.448
0.047
0.001
0.001
0.001
0.050 1.031
1.045
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
35 Nilai yang terdapat dalam multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor tertentu. Tabel 20 menunjukkan bahwa sektor pariwisata memiliki nilai pengganda tenaga kerja tipe I sebesar 1.562. Nilai tersebut berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor pariwisata sebesar Rp 1 juta, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2 orang di seluruh sektor perekonomian. Nilai pengganda tenaga kerja tipe II sektor pariwisata sebesar 2.019. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor pariwisata sebesar Rp 1 juta, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2 orang di seluruh sektor perekonomian. Peranan Investasi Sektor Pariwisata dalam Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan di Provinsi Banten Analisis peranan investasi terhadap sektor pariwisata ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Banten karena adanya pertumbuhan investasi sektor pariwisata. Gambaran mengenai peranan investasi sektor pariwisata terhadap perekonomian, terutama pembentukan terhadap nilai output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dapat dilihat dengan mengasumsikan terdapat penanaman investasi sebesar Rp 100 miliar pada sektor pariwisata. Asumsi penanaman investasi dengan nilai sebesar Rp 100 miliar dipilih dengan melihat nilai investasi tahun 2012 sebesar Rp 46 miliar pada PMDN dan Rp 27.35 miliar ditambah US$ 27.32 juta, serta nilai investasi yang setiap tahunnya kurang dari Rp 100 miliar pada sektor pariwisata. Maka, nilai investasi sebesar Rp 100 miliar tersebut digunakan untuk shock sektor pariwisata sehingga dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja di setiap sektor perekonomian di Provinsi Banten. Penambahan investasi pada sektor pariwisata sebesar Rp 100 miliar mampu meningkatkan output di semua sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten sebesar Rp 174.08 miliar. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp 124.60 miliar atau 71.57%, yang artinya apabila terdapat tambahan investasi pada sektor pariwisata sebesar Rp 100 miliar maka akan menghasilkan output di sektor pariwisata sebesar Rp 124.60 miliar. Dampak tidak langsung sebesar Rp 49.48 miliar atau sebesar 28.43% menunjukkan bahwa tambahan investasi sebesar Rp 100 miliar pada sektor pariwisata akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp 49.48 miliar. Penambahan investasi pada sektor pariwisata sebesar Rp 100 miliar mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten sebesar Rp 21.57 miliar. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp 15.47 miliar atau sebesar 71.71%, yang artinya apabila terdapat tambahan investasi di sektor pariwisata sebesar Rp 100 miliar maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata sebesar Rp 15.47 miliar. Dampak tidak langsung sebesar Rp 6.10 miliar atau sebesar 28.29%, yang berarti bahwa apabila terdapat tambahan investasi sebesar Rp 100 miliar pada
36 sektor pariwisata maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektorsektor perekonomian yang lain sebesar Rp 6.10 miliar. Tabel 21 Peran Investasi Sektor Pariwisata Terhadap Pembentukan Output (Juta Rp), Pendapatan (Juta Rp), dan Tenaga Kerja (orang) Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa Total
Output Nilai % 5 654.87 3.24
Pendapatan Nilai % 243.09 1.13
Tenaga Kerja Nilai % 76.46 6.73
32.42
0.01
1.52
0.01
4.69
0.41
27 888.68
16.02
3 979.14
18.44
96.22
8.47
4 860.52
2.79
1 230.78
5.70
3.86
0.34
1 441.26 124 600.30
0.82 71.57
123.64 15 471.64
0.57 71.71
17.75 701.31
1.56 61.72
5 783.77
3.32
483.73
2.24
56.97
5.01
3 825.13 174 086.98
2.19 100
41.77 21 575.35
0.19 100
178.93 1 136.23
15.75 100
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
Penambahan investasi sebesar Rp 100 miliar pada sektor pariwisata akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian Provinsi Banten sebesar 1 136 orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 702 orang atau sekitar 61.72%, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor pariwisata untuk menambah outputnya. Dampak tidak langsung sebesar 435 orang atau sekitar 38.28%, nilai ini menunjukkan tambahan investasi sebesar Rp 100 miliar akan menambah jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor-sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar 435 orang. Tabel 22 Dampak Penambahan Investasi per-sektor terhadap Perubahan Total Output (juta Rp), Pendapatan (juta Rp), dan Tenaga Kerja (orang) Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan PARIWISATA Keuangan, Perbankan, dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa
Output 136 777.17 137 846.08 253 524.54 207 060.05 230 322.05 174 086.99
Pendapatan 8 796.84 9 426.83 34 510.95 39 557.37 25 901.55 21 575.36
Tenaga Kerja 1 600.72 14 998.26 1 264.69 830.59 1 962.82 1 136.23
161 161.31
16 295.46
1 424.30
132 172.58
5 300.35
4 886.06
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009, Klasifikasi 8 sektor (diolah)
37 Penambahan investasi yang diasumsikan sebesar Rp 100 miliar juga dilakukan pada sektor-sektor perekonomian lainnya di Provinsi Banten. Penambahan investasi pada setiap sektor dilakukan untuk melihat sektor yang paling dominan dalam meningkatkan jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja. Tabel 22 menunjukkan, penambahan investasi sebesar Rp 100 miliar pada sektor industri pengolahan menghasilkan total output terbesar dibanding sektor lainnya yaitu sebesar Rp 253.52 miliar. Sektor listrik, gas, dan air bersih mampu meningkatkan pendapatan terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu sebesar Rp 39.56 miliar, jika dilakukan penambahan investasi sebesar Rp 100 miliar pada sektor tersebut. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 14 998 orang. Hasil analisis peranan investasi diatas menunjukkan bahwa sektor pariwisata berada pada posisi keempat terbesar dalam meningkatkan jumlah output dan pendapatan. Kemampuannya dalam meningkatkan jumlah tenaga kerja berada pada posisi ketujuh. Investasi pada sektor pariwisata perlu terus ditingkatkan dilihat dari kemampuannya yang cukup besar dalam meningkatkan jumlah output serta kemampuannya dalam meningkatkan pendapatan di setiap sektor, sehingga berdampak pada berkurangnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten. Dana investasi yang setiap tahunnya lebih dari 50% diperoleh sektor industri pengolahan perlu dialokasikan ke sektor-sektor lainnya yang memiliki kemampuan terbesar dalam meningkatkan jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja. Penambahan investasi sebesar Rp 100 miliar mampu meningkatkan output terbesar di sektor industri pengolahan, meningkatkan pendapatan terbesar di sektor listrik, gas, dan air bersih, serta mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja terbesar di sektor pertambangan dan penggalian. Investasi di Provinsi Banten harus menyebar di setiap sektor perekonomian khususnya sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor pariwisata. Investasi yang merata pada sektor-sektor yang memiliki kemampuan besar dalam meningkatkan jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran yang tinggi di Provinsi Banten.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap Tabel Input-Ouput Provinsi Banten Tahun 2009 klasifikasi 37 sektor maka dapat disimpulkan beberapa hal dibawah ini: 1. Peranan sektor pariwisata dalam perekonomian Provinsi Banten relatif besar. Hal ini dapat dilihat dari posisi sektor pariwisata yang berada pada urutan kedua terbesar untuk struktur permintaan yaitu sebesar 21.10% dari total permintaan Provinsi Banten, konsumsi rumah tangga sebesar 32.62% dari total konsumsi rumah tangga Provinsi Banten, konsumsi pemerintah sebesar 8.80%
38 dari total konsumsi pemerintah Provinsi Banten, dan nilai tambah bruto sebesar 30.75% dari total NTB Provinsi Banten. Struktur investasi dan net ekspor berada pada posisi ketiga dengan persentase masing-masing sebesar 10.74% dan 1.10%. 2. Hasil analisis keterkaitan memperlihatkan bahwa sektor pariwisata dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu maupun hilirnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai keterkaitan yang berada pada posisi kedua terbesar baik secara langsung maupun secara langsung dan tidak langsung. Secara umum hasil analisis dampak penyebaran sektor pariwisata menunjukkan bahwa nilai kepekaan penyebaran lebih besar dibandingkan dengan koefisien penyebaran. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan industri hilirnya dibandingkan dengan kemampuan untuk mendorong pertumbuhan industri hulunya. Nilai multiplier output tipe I sektor pariwisata adalah 1.399 dan tipe II sebesar 1.741. Nilai multiplier pendapatan tipe I sektor pariwisata adalah sebesar 1.396 dan tipe II sebesar 1.738. Sedangkan untuk multiplier tenaga kerja tipe I sektor pariwisata adalah sebesar 1.562 dan tipe II sebesar 2.019. 3. Penambahan investasi pada sektor pariwisata yang diasumsikan sebesar Rp 100 miliar mampu menciptakan output total di seluruh sektor perekonomian Provinsi Banten sebesar Rp 174.08 miliar, pendapatan sebesar Rp 21.57 miliar, dan tambahan tenaga kerja sebanyak 1 136 orang. Sektor pariwisata berada pada posisi keempat terbesar dalam meningkatkan jumlah output dan pendapatan, berada pada posisi ketujuh dalam meningkatkan jumlah tenaga kerja jika dilakukan investasi sebesar Rp 100 miliar pada setiap sektor perekonomian di Provinsi Banten. Penambahan investasi sebesar Rp 100 miliar pada setiap sektor mampu meningkatkan output terbesar di sektor industri pengolahan, meningkatkan pendapatan terbesar di sektor listrik, gas, dan air bersih, serta mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja terbesar di sektor pertambangan dan penggalian.
Saran Dengan melihat hasil penelitian analisis Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009 mengenai sektor pariwisata, maka beberapa saran yang dapat disampaikan diantaranya: 1. Sektor pariwisata di Provinsi Banten memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan karena memiliki berbagai jenis wisata baik wisata alam maupun wisata buatan yang sangat diminati para wisatawan. Selain itu, kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Banten cukup besar dilihat dari struktur output, struktur permintaan, struktur konsumsi pemerintah dan rumah tangga, serta dilihat dari PDRB dan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Maka, sektor pariwisata di Provinsi Banten ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dan menjadi prioritas pemerintah daerah dan juga pihak terkait lainnya untuk melakukan pembangunan dan pengembangan pariwisata. Pemerintah juga harus membenahi permasalahan yang terdapat pada sektor pariwisata tersebut, khususnya masalah dana pengembangan atau pembangunan yang minim di sektor pariwisata.
39 2. Investasi di Provinsi Banten dapat dialokasikan pada sektor-sektor yang mampu meningkatkan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja tinggi seperti sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor pariwisata. Investasi yang merata pada sektor-sektor yang memiliki kemampuan besar dalam meningkatkan jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran yang tinggi di Provinsi Banten. Untuk meningkatkan investasi di sektor-sektor terkait maka diperlukan strategi pengembangan investasi yang tepat untuk menarik para investor baik dalam negeri maupun asing, salah satunya dengan memberikan fasilitas-fasilitas dan kenyamanan investasi bagi para investor.
DAFTAR PUSTAKA Antara. 2010. Keterkaitan usaha kecil sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya di Provinsi Bali. Socio-Economic of Agriculture and Agribusiness Journal.Vol. 8, No.1, http://ojs.unud.ac.id, 26 Juni 2014. [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2013. Perkembangan Realisasi Investasi. Banten (ID): BKPM Provinsi Banten [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Banten dalam Angka 2011. Banten (ID): BPS Provinsi Banten. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Banten dalam Angka 2012. Banten (ID): BPS Provinsi Banten. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2010. Tabel Input Output Pariwisata Provinsi Banten Tahun 2009. Banten (ID): BPS Provinsi Banten. Daryanto, A. dan Hafizryanda, Y. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accounting Matrix. Bogor (ID): IPB Pr. [Disbudpar] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten. 2013. Analisis Dampak Sosial-Ekonomi Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Tanjung Lesung. Banten (ID): Disbudpar. [Kemnakertrans] Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2012. Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi Banten Tahun 2013-2017. Jakarta (ID): Pusat Perencanaan Tenaga Kerja Kemnakertrans. Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi. Jakarta (ID): Erlangga Novita RC. 2013. Peranan Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Kabupaten Garut dan Potensi Daya Saingnya [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Priyarsono, DS, Sahara, M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Santri A. 2009. Analisis Potensi Sektor Pariwisata untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja dan Pendapatan Masyarakat Provinsi Bali [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Setyadhi, Dwi. 2009. Investasi swasta sektor pariwisata dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi dan Sosial. Volume 2, Nomor 1. http://ojs.unud.ac.id, 26 Juni 2014.
40 Sukirno S. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Jakarta (ID): Kencana. Utomo DP. 2011. Investasi di Sektor Hotel dan Restoran dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Kota Cirebon [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Warpani PW, Indira PW. 2007. Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Yoeti, OA. 1996. Pemasaran Pariwisata. Bandung (ID): Angkasa Offset Yoeti, OA. 2008. Ekonomi Pariwisata: Informasi, Introduksi, dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Kompas Media Nusantara.
41 Lampiran 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input Output Provinsi Banten tahun 2009
No 1 2 3 4 5 6
Sektor Tabama Melinjo Perkebunan lainnya Peternakan Kehutanan Perikanan
7
Pertambangan & Penggalian
8 9 10
Industri Emping Industri Gula aren & gula semut Industri makanan, minuman dan tembakau lainnya Ind tekstil, pakaian jadi, kulit, dan alas kaki Ind kayu, bambu, rotan, & furniture
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Ind kertas & barang-barang dari kertas, penerbitan & percetakan Ind kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik Ind barang bukan logam Ind logam dasar Ind barang dari logam Ind pengolahan lainnya Listrik dan gas kota Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel berbintang Hotel Non Bintang Restoran Angkutan rel Angkutan jalan Angkutan laut Angkutan sungai, danau dan penyeberangan Angkutan udara Jasa Penunjang angkutan lain Komunikasi Keuangan, persewaan, & jasa perusahaan Jasa pemerintahan umum Jasa sosial & kemasyarakatan Jasa rekreasi dan kebudayaan & olahraga Jasa perorangan dan rumah tangga
Kode Klasifikasi 9 sektor
Kode Klasifikasi 8 Sektor
1
Pertanian
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
3
Industri Pengolahan
4 5 6
Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan
5
Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan
6
Pariwisata
4
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7
Transportasi dan Komunikasi
8
Keuangan,Perbankan, Jasa Perusahaan
7
Keuangan,Perbankan, Jasa Perusahaan
9
Jasa – Jasa
8
Jasa - Jasa
42
Lampiran 2. Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2009 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 8 Sektor (Juta Rupiah) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 190 200 201 202 203 204 209 210 TK
1 444917 21 976856 3923 23272 376072 30666 11185 1866912 587179 5830266 4601396 483885 289457 11205004 13659095 184702
2 86 3739 7852 3018 3758 7618 3041 978 30090 9819 119060 19634 29178 688 168560 208469 30183
3 5244605 180522 67886435 5596757 241852 28501784 1406536 246071 109304562 27750573 16247824 33264037 5420593 2508223 57440677 194495812 671092
4 0 1412 768794 882963 116440 820582 555131 125695 3271017 2897046 1252560 2635997 1383509 664 5272730 11440793 9092
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Banten 2009, Klasifikasi 8 Sektor (diolah)
5 8492 1950 3978914 50943 28955 1088562 34260 11893 5203969 925916 2497207 1512965 380972 271836 4662980 10792865 132920
6 1230519 2644 4551854 1127023 531420 6555315 1912765 1198374 17109914 8226007 9844085 24002675 5204924 1860215 40911899 66247820 372879
7 0 0 376261 279742 260452 511780 246939 65782 1740956 656956 1011843 3800833 408553 235691 5456920 7854832 77383
8 180 23179 6951798 20 190308 787259 79334225 45681 7990050 23643 1229792 286641 38148354 14330 4203668 65003 1724981 1245756 139773176 101312 41154808 6494168 43297013 344972 70182509 1075090 14386704 15007 5181781 7929237 133048007 9276305 313975991 433931 1912182
2 43
Lanjutan Lampiran 2 301
302
303
304
305
309
310
409
509
600
700
5561916
318
1491
-379206
1522778
6707297
13659095
13659095
13659095
242
0
0
1833
16086
18161
208469
208469
208469
17957419
426367
7518293
3853415
85406093
115161587
194495812
194495812
194495812
3089218
361525
0
0
0
3450743
11440793
11440793
11440793
329966
206956
9026151
0
0
9563073
10792865
10792865
10792865
16354521
505024
2130397
279230
8830294
28099466
66247820
66247820
66247820
3585915
33708
0
0
31541
3651164
7854832
7854832
7854832
3255280
4203570
0
0
92474
7551324
9276305
9276305
9276305
50134477
5737468
18676332
3755272
95899266
174202815
313975991
313975991
313975991
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Banten 2009, Klasifikasi 8Sektor (diolah)
Uraian Kode Sektor Kode 180 190 200 201 202 203 204 209 210 301
Uraian Permintaan Antara Input Antara Impor (baris) Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Neto Input Primer / NTB Total Input Konsumsi Rumah Tangga
Kode 302 303 304 305 309 310 409 509 600 700
Uraian Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Perubahan Stok Ekspor Permintaan Akhir Total Permintaan Impor (kolom) Margin Perdagangan dan Transportasi Total Output Penyediaan
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Monalisa Br Silalahi lahir pada tanggal 01 Januari 1993 di Tigabinanga. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sihar Daulat Silalahi dan Rusnetti Purba. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1998 sampai 2004 di SD Methodist Berastagi, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Berastagi dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima di SMAN 1 Berastagi pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010. Penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan studi ke jenjang Strata 1 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa kegiatan organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK IPB), IMKA IPB, serta berbagai kepanitiaan lainnya.