Peranan Institusi Kepabeanan Dalam Pembangunan Program Autorized Economic Operator Indonesia
ABSTRAK
Sebagai negara anggota WCO Indonesia telah melakukan berbagai program kerja sama pabean dalam forum internasional. Salah satunya adalah penandatanganan kesepakatan Framework of Standard to Secure and Facilitate Global Trade (SAFE FoS). SAFE FoS bertujuan untuk mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional. Untuk mempercepat penerapan WCO Framework tersebut disusun program AEO. AEO meliputi masyarakat usaha, terdiri dari semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam international supply chain. Hubungan antara masyarakat usaha dan institusi kepabeanan sangat penting dalam pelaksanaan SAFE Framework tersebut. Banyak kemudahan pelayanan yang dapat dimasukkan dalam program AEO seperti fasilitas Mitra Utama, penggunaan electronic seal dan sebagainya. Hal yang terpenting adalah persetujuan pengguna jasa dalam pemenuhan persyaratan keamanannya dengan imbalan mendapatkan kemudahan prosedur operasional. Operator (masyarakat usaha) dapat diakreditasi oleh pihak Pabean sebagai AEO jika yang bersangkutan dapat membuktikan telah melaksanakan proses bisnis yang baik (high quality internal process) yang membuktikan barang-barang yang diangkutnya dalam keadaan aman. Dengan demikian pabean dapat memberikan fasilitas kemudahan-kemudahan pelayanan pabean atas impor/ekspor komoditi yang dilakukan oleh/atau melalui AEO tersebut. Jika ini dilakukan manfaatnya pergerakan barang akan menjadi lebih cepat yang berarti akan terjadi lower transport cost. Dilain pihak pada institusi pabean terjadi efisiensi sumber daya, sehingga pemeriksaan dapat ditargetkan lebih baik terhadap barang-barang yang tidak diketahui dan potensial dilakukan oleh unsafe operator. Kata kunci: fasilitas kemudahan pelayanan, keamanan.
1
Peranan Institusi Kepabeanan Dalam Pembangunan Program Autorized Economic Operator Indonesia Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai
Pendahuluan Jika masyarakat ditanya mengenai tugas dan fungsi institusi kepabeanan (baca: bea dan cukai) pada umumnya jawabannya sederhana saja, yaitu: memungut bea masuk dan pungutan impor lainnya.
Pada kenyataannya tugas dan fungsi
institusi kepabeanan bukan sekedar mengamankan keuangan negara dari bea masuk saja.
Institusi kepabeanan mempunyai peranan yang strategis dalam
perdagangan dan industri. Jika dilihat dari visi dan misi DJBC, visinya sebagai administrasi kepabeanan dan cukai yang bertaraf internasional, sejajar dengan institusi kepabeanan dunia. Maka misi DJBC meliputi juga upaya memperlancar arus barang impor dan ekspor dengan memberikan fasilitasi perdagangan, mendorong pembangunan industri, dan perlindungan kepada industri dalam negeri, masyarakat, lingkungan, dan budaya, melalui tugas-tugas yang diembannya. Hal ini mengingat posisi institusi kepabeanan sebagai “penjaga pintu gerbang negara” atas barang yang masuk atau keluar dari wilayah Republik Indonesia. Semua kebijakan impor dan ekspor yang berkaitan dengan industri dan perdagangan pelaksanaannya dilakukan oleh
institusi
kepabeanan. Berkaitan dengan visi dan misi DJBC sebagai administrasi kepabeanan bertaraf internasional, organisasi yang menaungi kepabeanan internasional adalah Word
Customs
Organization
(WCO)
dimana
Indonesia
termasuk
sebagai
anggotanya. Sebagai bagian dari komunitas pabean internasional Indonesia telah melakukan berbagai program kerja sama pabean dalam forum internasional. Salah satunya adalah penandatanganan kesepakatan Letter of Intent WCO Secure and Facilitate Global Trade (SAFE) Framework of Standard, atau disebut juga 2
Framework of Standard to Secure and Facilitate Global Trade (SAFE FoS). SAFE FoS
bertujuan untuk mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional.
Salah satu program SAFE FoS adalah Autorized Economic Operator (AEO). SAFE FoS SAFE FoS merupakan salah satu konvensi/kesepakatan yang penting yang dihasilkan oleh organisasi kepabeanan dunia (WCO) tersebut. Konvensi penting lainnya yang dihasilkan oleh WCO dalam rangka membangun standar-standar dan instrumen dalam rangka menghasilkan praktek kepabeanan
adalah Kyoto
Convention, Harmonized System dan Istanbul Convention.
Gambar 1 WCO Agreement
WCO AGREEMENT
Kyoto
Convention n
Harmonized System
Istanbul Convention
SAFE
Sumber: Modul Kepabeanan Internasional, Pusdiklat Bea dan Cukai.
SAFE FoS (Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade) adalah suatu instrumen internasional yang mengandung standar-standar yang ditetapkan oleh WCO yang bertujuan untuk mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta menunjang pelaksanaan program reformasi dan moderenisasi administrasi pabean negara anggota. Konvensi SAFE FoS disambut baik oleh negara anggota. Hingga awal tahun 2009 tercatat 155 negara anggota WCO (dari 174 negara anggota) yang telah menyampaikan LoI (Letter of Intent) 3
untuk menerapkan SAFE tersebut.
Dalam hubungan ini Indonesia telah
menandatangani LoI SAFE pada tanggal 16 September 2005.
Pada prinsipnya SAFE berisi standar-standar internasional yang merupakan pedoman bagi institusi kepabeanan maupun masyarakat usaha untuk meningkatkan keamanan rantai perdagangan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta merekomendasikan
tindakan-tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan
kemampuan otoritas penegak hukum dalam menghentikan perdagangan illegal dalam kaitannya dengan pengamanan perdagangan internasional.
Instrumen
internasional tersebut mengandung 17 standar yang dikelompokan dalam 2 pilar pokok yaitu Customs to Customs Network Arrangement dan Customs to Business Partnership.
1.
Customs to customs pillar, adalah standar untuk meningkatkan security and facilitation of the international trade supply chain, yaitu: a.
Integrated supply chain management, prosedur pengawasan pabean yang terintegrasi sebagaimana digariskan dalam WCO Customs Guidelines.
2.
b.
Cargo inspection authority.
c.
Modern technology in inspection equipment.
d.
Risk management system.
e.
High-risk cargo or container.
f.
Advance electronic information.
g.
Targeting and communication.
h.
Performance measures.
i.
Security assessment.
j.
Employee integrity.
k.
Outbound security inspections.
Customs to business pillar, adalah hubungan dengan sektor swasta yang merupakan standar untuk meningkatkan safety and security of the international trade supply chain, yaitu: a.
Partnership.
b.
Security (best practices). 4
c.
Authorization.
d.
Technology.
e.
Communication.
f.
Facilitation.
Mengingat pentingnya SAFE FoS dalam rangka pelaksanaan program peningkatan kapasitas (capacity building program) pada penerapan SAFE di negara anggota, WCO menerapkan Columbus Programme, untuk implementasi SAFE FoS yang terdiri dari 3 fase:
1. Fase need assessment yang melibatkan WDMT (WCO Diagnostic Mission Team) untuk mengukur sejauh mana tingkat implementasi SAFE negara anggota. 2. Fase implementasi rencana aksi berdasarkan rekomendasi dari WDMT. 3. Monitoring program yang bertujuan untuk meng-update perkembangan program implementasi SAFE negara anggota.
Penerapan WCO Framework yang meliputi 2 pilar pokok (Customs to Customs Network Arrangement dan Customs to Business Partnership) tersebut didasari pada 4 elemen dasar pokok penerapan, yaitu:
1.
Penerapan advance electronic cargo information;
2.
Penggunaan risk management;
3.
Penggunaan non intrusive inspection (scanning);
4.
Pemberian fasilitasi terhadap pelaku bisnis yang telah memenuhi standar (legitimate trade).
5
Gambar 2 Elemen dasar SAFE Framework
FOUR CORE PRINCIPLES
Advance Electronic Information
Risk Management
Outbound Inspection
Business Partnerships
Sumber: WCO, The Autorized Economic Operator and The Small and Medium Enterprise, 2010
Berdasarkan elemen pokok tersebut unsur yang dievaluasi mengarah pada penilaian terhadap rencana strategis, logistik, manajemen SDM, peraturan dan kebijakan
hukum,
pengawasan
dan
penindakan,
hubungan
dengan
pihak
luar/stakeholder, audit internal dan integritas, serta teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk mempercepat penerapan WCO Framework tersebut disusun
program AEO.
AEO meliputi masyarakat usaha.
Hubungan antara masyarakat
usaha dan institusi kepabeanan (administrasi pabean) sangat penting dalam pelaksanaan SAFE Framework.
Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah satu negara anggota yang menandatangani Letter of Intent untuk mengimplementasi SAFE FoS telah menindak lanjuti dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.04/2010
tentang
Perlakuan
Kepabeanan
terhadap
AEO.
DJBC
merupakan institusi yang ditunjuk sebagai leader untuk mengembangkan program AEO di Indonesia.
DJBC sebagai administrasi pabean di Indonesia telah
merancang implementasi AEO tersebut untuk dapat dilaksanakan sesuai program kerjanya yang akan dilakukan secara bertahap.
6
Program AEO AEO adalah operator ekonomi yang terlibat dalam pergerakan barang dalam rantai pasokan (supply chain) secara internasional dalam fungsi apapun yang telah mendapat pengakuan oleh atau atas nama administrasi pabean nasional karena telah memenuhi standar WCO atau standar keamanan rantai pasokan yang sepadan. Dengan demikian pengertian AEO sangat luas meliputi semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam international supply chain, dari produsen hingga pengeluaran barang di pelabuhan tujuan, dan secara keseluruhan berada dalam secure supply chain.
AEO merupakan aktualisasi dari standarisasi
fasilitas dan keamanan yang dipersyaratkan dalam rantai pasokan barang secara global bagi setiap operator ekonomi yang memiliki keterkaitan pada proses rantai pasokan barang secara global dalam semua aspek terkait sesuai fungsi masingmasing.
Pihak-pihak yang termasuk dalam operator ekonomi adalah: importir,
eksportir, produsen, brokers, pengangkut, konsolidator, pihak perantara, distributor, otoritas pelabuhan, pengelola terminal, integrated operators, warehouses. Dalam hal ini DJBC bertindak sebagai leader dalam program AEO di Indonesia. Konsep AEO merupakan salah satu bentuk bangunan utama dalam SAFE FoS. Hal ini merupakan bagian dari model kepabeanan internasional masa depan (Future International Customs Model) untuk mendorong safeti perdagangan. Esensi dari
AEO
konsep
dijumpai
pada
“Customs
to
Business
Partnerships”.
Operator/masyarakat usaha dapat diakreditasi oleh pihak Pabean sebagai AEO (dengan memberikan sertifikat) jika yang bersangkutan dapat membuktikan telah melaksanakan proses bisnis yang baik (high quality internal process) yang membuktikan barang-barang yang diangkutnya dalam keadaan aman, antara lain meliputi: -
Ensure the integrity of the information; bahwa apa yang disebutkan dalam kontainer adalah benar, tidak lebih dan tidak kurang.
-
Ensure the integrity of the employees; bahwa mereka (employees) tidak akan menaruh barang di kontainer yang seharusnya tidak ada di sana.
-
Ensure access to its premises; hal ini untuk mencegah orang-orang yang tidak berwenang memasukkan barang ke dalam kontainer.
7
Dalam
hal
persyaratan
dipenuhi
kepercayaan terhadap operator tersebut.
pihak
akan
memberikan
Dengan demikian pabean dapat
memberikan
fasilitas
kemudahan-kemudahan
pemeriksaan
terbatas,
bahkan
tidak
pabean
pelayanan
dilakukan
pabean
pemeriksaan
seperti
pabean
impor/ekspor komoditi yang dilakukan oleh atau melalui AEO tersebut.
atas
Jika ini
dilakukan manfaatnya pergerakan barang akan menjadi lebih cepat yang berarti lower transport cost. Faedahnya bagi pihak pabean terjadi efisiensi sumber daya. Pemeriksaan dapat ditargetkan lebih baik terhadap barang-barang yang tidak diketahui dan potensial dilakukan oleh unsafe operator.
Beberapa negara anggota WCO telah mengimplementasikan SAFE Framework dan diharapkan dalam beberapa tahun kedepan sebagaian besar administrasi pabean dapat memperkenalkan AEO Program.
Saat ini AEO
Programmes atau program sejenisnya yang telah diperkenalkan antara lain: United States, European Union (UK, Sweden, Netherland), APEC, New Zealand, Singapore. Contoh beberapa program AEO sebagai berikut:
Negara
Program
Keterangan Customs-Trade Partnership Against Terrorism
United States
C-TPAT
European
European Programme
New Zealand
SES
Secure Export Scheme
Singapore
STP
Secure Trade Partnerships
South Korea
Electronic Seal
Penggunaan segel yang dilengkapi dengan alat yang mampu mendeteksi keberadaan kontainer
AEO Customs Simplified Procedures
Sumber: diolah dari wikipwdia.org/wiki/AEO; dan WBC edisi 457 thn.2012
WCO mendorong administrasi pabean dan pengguna jasa/masyarakat usaha untuk mengimplementasikan SAFE Framework. Keberhasilan program AEO diharapkan dapat menyukseskan tujuan dari SAFE Framework tersebut, yaitu untuk mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta menunjang 8
pelaksanaan program reformasi dan modernisasi administrasi pabean negara anggota. Pihak administrasi pabean (DJBC) membangun program AEO dengan berpedoman pada standar WCO, khususnya pada 4 elemen dasar pokok penerapan WCO Framework tersebut diatas. Pihak administrasi pabean mendorong pengguna jasa/operator ekonomi untuk memenuhi standar sekuriti yang ditetapkan, dengan memberikan
keuntungan
kemudahan/fasilitas
pada
pelayanan
pengguna
seperti
jasa
berupa
penyederhanaan
kemudahan-
prosedur
pabean.
Pengguna jasa/masyarakat usaha yang memenuhi syarat akan diberikan sertifikat.
Beberapa program AEO potensi dilakukan di Indonesia mengingat DJBC sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Program
penyederhanaan prosedur pabean dan skema pelayanan ekspor sangat mungkin untuk dilakukan. Penggunaan electronic seal juga telah dilakukan atas pengiriman barang dari pelabuhan ke TPS (KPPT Cikarang). Electronic seal dapat digunakan untuk menghindari kemungkinan kontainer dimasuki dengan barang-barang ilegal, sejak barang dimuat di lokasi pemuatan hingga tiba di lokasi tujuan; ataupun untuk menghindari
barang-barang
dibongkar
bukan
di
lokasi
tujuan.
Dalam
pelaksanaannya pemberian fasilitas kemudahan bagi importir/eksportir dibarengai dengan pemenuhan persyaratan keamanan pengangkutan dalam perdagangan internasional.
Program AEO di Indonesia akan dimulai pada bidang ekspor.
Bidang
ekspor dipilih dengan mempertimbangkan kebijaksanaan pemerintah yang akan mengembangkan sektor ekspor dan memfasilitasi iklim usaha yang berorientasi ekspor. Sebagai tindak lanjut pihak DJBC membentuk forum working group melalui agenda Customs to Business Dialogue. Forum ini akan dijadikan sebagai forum pertukaran informasi dan diskusi dalam pembentukan AEO eksportir. Jika dilihat dari sudut kepabeanan, sarana dan prasarana yang ada sudah mendukung implementasi AEO eksportir. Ambil contoh seperti penggunaan komputerisasi pada proses bisnis dengan sistem paperless, serta pemeriksaan fisik di lokasi eksportir. Dari segi keamanan di kantor tertentu telah diimplementasikan pemeriksaan atas kontainer ekspor secara cepat dengan menggunakan G-Ray. Pemeriksaan dengan G-Ray hanya memakan waktu kurang dari 10 menit per kontainer.
9
Pada kenyataannya beberapa program yang telah dilaksanakan dan telah dirasakan oleh masyarakat usaha antara lain berupa pemberian fasilitas Mitra Utama (MITA) kepada importir/eksportir.
Importir/eksportir yang memenuhi
persyaratan standar sekuriti yang telah ditetapkan diberikan fasilitas berupa kemudahan penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean maupun rilis barang. Hal tersebut mengurangi waktu dan biaya bagi masyarakat usaha. Program ini akan dikembangkan dengan menambah kriteria keamanan yang dipersyaratkan dalam standarisasi AEO.
Peranan DJBC Mengingat posisi DJBC sebagai leader dalam implementasi program AEO di Indonesia
pihak
administrasi
pabean
berperan
penting
dalam
berinisiatif
memberikan ide atau saran dalam menyusun program AEO. Pelaksanaan program AEO melibatkan administrasi pabean dan pengguna jasa/masyarakat usaha yang terkait dengan kegiatan perdagangan internasional. Tujuannya adalah perdagangan menjadi lancar namun tetap dengan tingkat keamanan yang tinggi. Pada intinya program AEO harus menghasilkan efisiensi bagi semua pihak dengan tetap mengedepankan unsur safetinya. Banyak hal yang dapat dipertimbangkan dalam penerapan program AEO di Indonesia. Penerapan program AEO dapat dimulai dari intensifikasi fasilitas kepabeanan yang telah ada dan telah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Koordinasi dengan instansi terkait perlu dilakukan lebih
intensif seperti dengan institusi kepelabuhanan, pergudangan dan pengguna jasa lainnya.
Hal ini dilakukan disamping mata rantai pada administrasi pabean
menyangkut juga mata rantai di pelabuhan, pergudangan baik di dalam maupun di luar pelabuhan, mata rantai perizinan dari instansi terkait juga memegang peranan penting dalam
proses penyelesaiannya.
Beberapa fasilitas atau kemudahan
pelayanan pabean yang dapat diberikan sebagai insentif bagi pengguna jasa antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Fasilitas Mitra Utama (MITA); Fasilitas MITA antara lain dapat berupa: (1) penyampaian dokumen pemberitahuan pabean impor secara paperless; (2) tidak dilakukan pemeriksaan pabean baik penelitian dokumen (hardcopy PIB) maupun 10
pemeriksaan fisik barang; (3) fasilitas truckloosing; (4) prenotification dengan segala kemudahannya; (5) pembayaran berkala atas pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor; (6) pemeriksaan barang di gudang importir (bagi MITA non Prioritas yang mengimpor barang tertentu seperti impor sementara, barang re-impor, barang tertentu yang ditetapkan pemerintah).
Fasilitas kemudahan
pelayanan pabean tersebut dapat diberikan kepada importir dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan termasuk persyaratan keamanan barang dalam rangka program AEO.
2. Fasilitas Impor Sementara; Impor sementara adalah mengimpor barang untuk sementara waktu untuk tujuan tertentu (misalnya: pameran, pertunjukan, kendaraan yang dibawa oleh turis asing) dan kemudian diekspor kembali. Selama ini penyelesaian impor sementara dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pabean impor (PIB) disertai dengan Surat Keputusan Izin Impor Sementara, dan dengan mempertaruhkan sejumlah jaminan.
Fasilitas impor
sementara ini dapat lebih disederhanakan dengan pemenuhan persyaratan tambahan sebagaimana diatur dalam Istanbul Convention. Istanbul Convention bertujuan untuk penyederhanaan dan harmonisasi prosedur impor sementara. Customs Convention on the ATA Carnet for the Temporary Admission of Goods tersebut diselenggarakan di Istanbul pada tanggal 26 Juni 1990 yang mulai berlaku tanggal 27 November 1993. Dalam pelaksanaannya digunakan dokumen impor sementara yang disebut ATA Carnet/CPD Carnet.
ATA Carnet/CPD Carnet adalah dokumen kepabeanan internasional atas barang impor sementara dengan mendapat jaminan melalui system jaminan internasional, atas bea masuk dan pajak. Biasanya ATA/CPD Carnet berlaku selama satu tahun. Akronim ATA adalah kombinasi bahasa Prancis dan Inggris “Admission Temporaire/Temporary Admission”. Sedangkan CPD adalah “Carnet de Passage on Douane”.
Biasanya ATA Carnet diperlukan atas barang berupa:
commercial sample, professional equipment, barang pameran. Sedangkan CPD Carnet digunakan atas alat transportasi.
ATA Carnet diterbitkan dan diotorisasi oleh National Guaranteeing Associations (semacam KADIN di negara yang bersangkutan) yang merupakan 11
perizinan sementara atas pergerakan barang, tanpa memerlukan surat jaminan maupun formalitas pabean yang berlaku di suatu negara. menggunakan
carnet
mengajukan
permohonan
Orang yang ingin
kepada
NGA
(National
Guaranteeing Associations) di negaranya dan menyerahkan jaminan (misalnya di USA penyerahan jaminan 40% dari nilai barang).
ATA Carnet mempunyai
keuntungan-keuntungan sebagai berikut: a. Mengurangi cost, meniadakan pembayaran bea masuk dan pajak, serta jaminan setempat; b. Penyederhanaan prosedur pabean baik di negara asal maupun negara tujuan (single document).
Pada prinsipnya ATA Carnet dapat digunakan terhadap semua barang, kecuali atas barang konsumsi, barang habis dipakai (disposable items) dan barang kiriman pos. Klaim pembayaran bea masuk akan dilakukan dalam hal: a. Barang tidak direekspor setelah satu tahun. b. Carnet tidak dilegalisir oleh pabean negara asal maupun negara tujuan. c. General list (barang yang diberitahukan) tidak benar.
ATA Carnet telah digunakan oleh lebih dari 70 negara. Negara yang ingin bergabung harus mendaftar di IBCC (International Bureau of Chamber of Commerce) sebagai bagian dari ICC (International Club of Commerce). Dalam rangka penyederhanaan prosedur pabean sesuai dengan ketentuan konvensi temporary admission Indonesia dapat bergabung dalam IBCC berkaitan dengan program AEO dengan penyesuaian seperlunya.
Pihak/operator yang
terkait dalam hal ini adalah KADIN dan importir.
3. Penimbunan barang impor di luar Kawasan Pabean / gudang importir Berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan kepabeanan, barang impor harus dibongkar dan ditimbun di kawasan pabean hingga formalitas pabeannya dipenuhi.
Izin timbun dapat dilakukan di luar kawasan pabean dengan izin
Kepala kantor Pabean.
Selama ini kemudahan izin timbun di luar kawasan
pabean atau di luar pelabuhan diberikan dengan tujuan: (1) ditimbun di TPS lain di luar pelabuhan; (2) ditimbun di gudang importir (importer premises). 12
Penimbunan barang impor dapat dilakukan di gudang atau lapangan importir (importer premises) di luar Kawasan Pabean setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya, dalam hal : a). keadaan darurat (force majeur); b). sifat barang yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga tidak dapat ditimbun di TPS di Kawasan Pabean; c). kongesti yang dinyatakan secara tertulis oleh pihak terkait/berwenang (misalnya dari pihak Pelindo); dan/atau d). alasan lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean, dan tempat tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan penimbunan.
Fasilitas atau kemudahan penimbunan di luar kawasan pabean dapat memberikan dampak yang besar bagi kelancaran arus barang impor maupun ekspor. Waktu timbun di pelabuhan akan berkurang, demikian juga waktu yang dibutuhkan dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik barang. Bagi pengguna jasa akan memperoleh efisiensi, dan bagi pengelola pelabuhan akan dapat menyediakan space yang cukup di lokasi timbun.
Izin penimbunan di luar
kawasan pabean dapat diberikan dengan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan serta dengan mempertimbangkan segi keamanannya.
Kemudahan penimbunan di luar pelabuhan dapat dikombinasikan dengan fasilitas lainnya seperti auto gate system (yang telah dilakukan bersama dengan pihak pengelola pelabuhan), Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) khususnya bagi barang-barang yang wajib diperiksa oleh institusi lain seperti Karantina; kemudahan pemberian fasilitas pelayanan truck loosing, dan sebagainya dalam rangka memberikan kemudahan ekspor/impor dengan tetap mengedepankan segi keamanannya baik untuk kepentingan institusi kepabeanan maupun untuk kepentingan operator lainnya serta perdagangan internasional pada umumnya. Pemberian kemudahan tadi melibatkan operator lainnya seperti PT Pelindo, Syahbandar, JICT, dan Badan Otorita Pelabuhan, serta Karantina pelabuhan. Hal yang terpenting adalah persetujuan pengguna jasa dalam pemenuhan
persyaratan
keamanannya
dengan
imbalan
mendapatkan
kemudahan prosedur operasional. 13
Hal yang telah dilakukan oleh pihak pabean untuk menjamin keamanan barang yang dipindahlokasikan sampai ke tempat tujuan adalah dengan penggunaan electronic seal.
Penggunaan alat pengaman (segel) ini dapat
dikembangkan bukan hanya terhadap barang impor tetapi juga terhadap barang ekspor. Diharapkan dengan penggunaan alat ini dapat meningkatkan bargaining position dalam persetujuan perdagangan internasional dengan negara counter part. Di bidang ekspor pemberian kemudahan pabean sudah sangat baik. Namun hal ini hanya melibatkan dua pihak yaitu eksportir dan pihak pabean. Pihak pabean memberikan pelayanan proses bisnis yang mudah dan cepat dengan penggunaan paperless document dalam sistem Electronic Data Interchange. Pada prinsipnya atas barang ekspor hanya dilakukan pemeriksaan administratif.
Hanya sedikit barang ekspor yang dilakukan pemeriksaan fisik.
Pengawasan seperti ini dirasa kurang oleh negara counter part. Penggunaan Gamma Ray atas barang ekspor dapat dijadikan salah satu variabel keamanan dalam rangka pengembangan AEO.
Masih banyak kemudahan pabean yang potensil dilakukan dalam rangka pengembangan AEO di Indonesia. Beberapa kemudahan lain yang merupakan fasilitas perdagangan dapat dikaitkan dengan persyaratan keamanannya. Kemudahan-kemudahan tersebut antara lain berupa: vooruitslag (pengeluaran barang lebih dahulu walaupun kewajiban pabeannya belum sepenuhnya selesai); returnable
package,
suatu
proses
penyelesaian
atas
kemasan
barang
impor/ekspor yang lebih sederhana; rush handling (pelayanan segera) yang diberikan atas impor barang tertentu sebelum pemenuhan kewajiban pabeannya; penyampaian pemberitahuan pabean secara berkala, dan sebagainya.
Penutup Peranan DJBC dalam rangka pengembangan progran AEO di Indonesia menduduki posisi strategis karena Institusi pabean berada di garis depan dalam proses perdagangan internasional. Inisiatif pemberian kemudahan dapat berasal dari kemudahan yang potensil untuk dikembangkan serta tersedianya sarana dan prasarana yang selama ini telah ada. Dengan menerapkan standar keamanan, 14
pihak pabean akan memberikan fasilitas kemudahan kepada AEO, berupa pelayanan yang lebih cepat misalnya melalui pengurangan pemeriksaan pabean. Dengan demikian diharapkan hal ini akan dapat menghemat waktu dan biaya dalam penyelesaian barang impor/ekspor. AEO adalah pihak yang terlibat dalam pergerakan perdagangan internasional. Status AEO ini bukan merupakan kewajiban pengguna jasa karena semata-mata merupakan keputusan komersil yang akan memberikan akses yang lebih cepat dan prosedur pabean yang lebih sederhana.
Apabila persyaratan
yang ditentukan telah dipenuhi, pihak pabean akan memberikan pengakuannya dengan menerbitkan sertifikat.
Dengan pemberian kemudahan, pengguna
jasa/operator didorong untuk berpartisipasi di bidang keamanan. Dampak yang lebih luas bagi operator di Indonesia akan mendapatkan posisi tawar yang lebih baik dengan counter part negara yang bersangkutan, termasuk juga bagi DJBC.
Daftar Pustaka Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 219/PMK.04/2010 tentang Perlakuan Kepabeanan terhadap AEO. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2008), Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,1999, Publikasi DJBC, WTO Menuju Perdagangan Masa Depan, 1999 WCO. 1999. International Convention on Simplification and Harmonization of Custom Procedures (Revised Kyoto Convention).Brussel. Dimyati Ahmad, Pusdiklat BC, Modul Kepabeanan Internasional, 2009 Warta Bea Cukai Tahun XLIV Edisi 456 s.d.459 Tahun 2013 Website www.wcoomd.org/en/..., The Autorized Economic Operator and The Small and Medium Enterprise, 2010, dikutip tanggal 28 Maret 2013 Website
http://en.wikipedia.org/wiki/autorizedeconomicoperator Operator, dikutip tanggal 28 Maret 2013
Autorized
Economic
Website http://www.gov.uk/autorized-economic-operator-certification, dikutip tanggal 28 Maret 2013 15
GLOSSARY
AEO: Autorized Economic Operator APEC: Asia – Pacific Economic Cooperation ATA Carnet: Admission Temporaire/Temporary Admission CPD: Carnet de Passage on Douane C.TPAT: Customs-Trade Partnership Against Terrorism DJBC: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai G-RAY: Gamma - Ray IBCC: International Bureau of Chamber of Commerce ICC: International Club of Commerce JICT: Jakarta International Container Terminal KADIN: Kamar Dagang dan Industri KPPT: Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu LoI: Letter of Intent MITA: Mitra Utama NGA: National Guaranteeing Associations PT PELINDO: PT Pelabuhan Indonesia PIB: Pemberitahuan Impor Barang SAFE: Secure and Facilitate Global Trade SAFE FoS: Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade SDM: Sumber Daya Manusia SES: Secure Export Scheme STP; Secure Trade Partnerships TPFT; Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu TPS: Tempat Penimbunan Sementara UK: United Kingdom WCO: World Customs Organization WDMT; WCO Diagnostic Mission Team 16