PERANAN KOMUNITAS TIONGHOA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA Siauw Tiong Djin Globalization menimbulkan anggapan di benak banyak orang bahwa nation-building (pembangunan bangsa) dan esensi nation tidak lagi relevan. Dengan globalization dan perkembangan teknologi, perbatasan antar Negara dan wilayah terasa melenyap dan identitas seseorang dengan sebuah nation dirasakan tidak lagi memainkan peranan dalam keberadaannya di dunia modern. Anggapan ini lalu sangat mengurangi kepedulian banyak orang tentang makna bangsa dan pembangunan bangsa. Bahkan cukup banyak yang beranggapan bahwa pengertian nation, nationalism dan nation building berbahaya dan merusak. Memang ada beberapa contoh, misalnya Iraq, yang menunjukkan bahwa dengan alasan nation-building, kehadiran kekuatan militer asing dengan segala bentuk keganasan di sebuah wilayah, dibenarkan dan disahkan oleh sebagian masyarakat dunia. Diskusi dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia ini mencoba membuktikan bahwa anggapan yang di singgung di atas tidak tepat, bahwa makna bangsa – nation dan proses pembangunan bangsa – nation building – masih sangat relevan dan diperlukan dalam merealisasi tujuan bersama bangsa Indonesia, dan bahwa komunitas Tionghoa, terutama generasi mudanya, perlu aktif berpartisipasi dalam mewujudkan sebuah bangsa yang kuat dan berbahagia dalam arti sesungguhnya. Diskusi tentang bangsa dan kebangsaan dalam konteks Indonesia memang menjadi lebih kompleks karena bahasa Indonesia tidak membedakan antara “bangsa” sebagai terjemahan kata “race” yang berkaitan dengan latar belakang etnisitas dengan kaitan biologis keturunan, dengan “bangsa” sebagai terjemahan kata “nation” – yang tidak semata-mata berkaitan dengan faktor etnisitas, biologis dan keturunan. Kekurangan dalam terjemahan kata “nation” inilah yang kerap menimbulkan kekaburan dan kerap dijadikan alas an untuk mengembang biakkan rasisme di Indonesia. Berbagai Definisi Nation atau nasion telah banyak didefinisikan oleh banyak pemikir besar diberbagai zaman. Banyaknya interpretasi dari terminology nation ini yang membigungkan. Akan tetapi ada beberapa tokoh dan cendekiawan yang memberi pengertian yang bisa diterapkan dalam memperkokoh pengertian kita tentang makna nasion.
1
1. Ernest Renan – 1882 Perancis: Nasion adalah sebuah solidaritas yang bersandar atas kesediaan berkorban dari para anggotanya, baik di masa lampau maupun kesediaan untuk berkorban di kemudian hari. Nasion adalah sebuah kesatuan politik yang terkonsolidasi oleh perjuangan dan penderitaan. 2. Joseph Stalin – 1913: Nasion adalah sebuah komunitas yang ber-evolusi berkembang di mana para anggotanya memiliki kesamaanpengalaman sejarah, bahasa, wilayah penghidupan, kehidupan ekonomi dan latar belakang kultural. 3. Taylor – 1940: Nasion hanya berada di dalam benak dan jiwa orang yang mengidentifikasikan dirinya dengannya. Ia adalah sebuah ide. 4. Soekarno – 1956 Nasion adalah sesuatu yang nyata dan kongkrit. Lebih kongkrit dari kehadiran pasukan, lebih kongkrit dari kota-kota, lebih kongkrit dari pertambangan-pertambangan. Ia lebih kongkrit dari kita karena sudah hadir di zaman ayah kita dan akan terus hadir di zaman anak-anak kita. Ia adalah sebuah ide, sebuah imajinasi, sebuah semangat dan sebuah seni. 5. Hugh Seton-Watson – 1977: Sebuah nasion bisa dikatakan hadir bilamana terdapat sejumlah orang di sebuah komunitas yang menganggap komunitasnya itu sebagai sebuah nasion atau beranggapan bahwa komunitasnya itu telah membentuk sebuah nasion. Nasion merupakan sebuah komunitas di mana para anggotanya terikat oleh rasa solidaritas, kesamaan kultur dan kesadaran nasional. 6. Ben Anderson – 1991: Sebuah Nasion merupakan imajinasi dari sebuah komunitas politik, sebuah komunitas di mana terjalin erat persahabatan di antara para anggotanya dan kesediaan untuk berkorban untuknya.
Definisi yang terpapar di atas jelas menunjukkan bahwa nasion jauh lebih besar dari kesatuan etnisitas. Bahkan latar belakang etnisitas bisa dikatakan tidak memainkan peranan dalam keberadaan sebuah nasion.
2
Dalam konteks Indonesia kehadiran Nasion Indonesia timbul sebagai produk dari penjajahan Belanda. Wilayah yang membungkus nasion Indonesia adalah kawasan Nusantara yang dijajah Belanda. Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 mengukuhkan kehadiran nasion Indonesia, di mana ada kesepakatan untuk menerima adanya bahasa Indonesia, tanah air Indonesia dan bangsa – nasion Indonesia. Sesuai dengan definisi Stalin, nasion Indonesia terwujud karena yang berada di dalamnya adalah komunitas yang memiliki pengalaman sejarah yang sama, bahasa umum yang sama, kehidupan ekonomi yang sama dan kebudayaan yang secara psikologis diterima sebagai kebudayaan Indonesia. Ikrar pemuda Indonesia pada tahun 1928 ini jelas menyisihkan kesan bahwa ada yang dinamakan Indonesian race. Mereka menerima kenyataan bahwa kehadiran suku-suku yang memiliki berbagai etnisitas dan latar belakang kultural yang berbeda di wilayah yang mereka namakan Indonesia, merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari tubuh nasion Indonesia. Pengalaman sejarah ini juga menunjukkan bahwa ada perbedaan antara Negara dan Nasion. Negara merupakan wadah hukum yang mengakomodasikan sebuah Nasion. Akan tetapi Nasion bisa saja berada tanpa kehadiran Negara. Negara kesatuan Republik Indonesia lahir puluhan tahun setelah Nasion Indonesia diikrarkan bangkit. Keberadaan hukum Nasion Indonesia berkaitan dengan Kewarganegaraan Indonesia. Yang mengisi Negara Indonesia adalah Warga Negara Indonesia. Negara Indonesia bisa saja hancur dan kewarganegaraan Indonesia lenyap karena kehancuran itu. Akan tetapi Nasion Indonesia bisa tetap hadir secara kongkrit – tanpa keberadaan Negara dan Kewarganegaraan Indonesia. Dalam bahasa Inggris-pun timbul kekaburan. Nations sering disamakan dengan States – Negara. United Nations atau PBB sebenarnya merupakan Perserikatan Negara-Negara, bukan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Masalah Loyalitas Loyalitas seseorang lebih berkaitan dengan Nasion ketimbang dengan Negara atau kewarganegaraan. Seperti yang dinyatakan oleh Anderson, loyalitas ini bisa dimanifestasikan dalam bentuk kesediaan mati untuk membela sang Nasion. Globalisasi dan kemajuan teknologi memang menimbulkan kekaburan baru. Mudahnya orang berpindah tempat dan berkomunikasi mewujudkan apa yang Anderson katakan sebagai Long Distance Nationalism. Seorang yang menetap di Australia dan sudah menjadi Warga Negara Australia bisa saja merasa dirinya tetap bagian Nasion Indonesia dan memiliki loyalitas 3
terhadap Nasion Indonesia. Cukup banyak orang yahudi yang hidup di luar Israel meiliki loyalitas terhadap Jewish Nation. Dalam konteks komunitas Tionghoa Indonesia argumentasi serupa bisa dibentangkan. Ukuran loyalitas tidak perlu dikaitkan dengan latar belakang etnisitas, nama – baik nama paggilan atau nama resmi, kecenderungan menggunakan bahasa mandarin dalam kehidupan sehari-hari atau menyukai makanan Tionghoa dan kegemaran terhadap kebudayan Tiongkok. Bahkan kewarganegaraan dan tempat berdomisilinya tidak perlu dijadikan sandaran ukuran loyalitasnya terhadap bangsa Indonesia. Yang perlu dijadikan patokan ukuran efektif adalah bagaimana orang yang berangkutan ini mengidentifikasikan dirinya dengan Nasion Indonesia dan bagaimana ia menerima aspirasi Nasion Indonesia sebagai aspirasinya dan sampai di mana ia rela berkorban untuk Nasion Indonesia. Ukuran yang dikaitkan dengan latar belakang etnisitas atau ras dengan sendirinya seirama dengan rasisme, yang patut dikutuk dan dieliminasikan. Pembangunan Bangsa – Nation Building Pada zaman Orde Baru, istilah nation building bisa dikatakan lenyap dari perbendarahaan kata politik. Kiranya ini terjadi karena adanya kebijakan rezim Orde Baru dalam meniadakan kesadaran politik di segala lapisan masyarakat. Nation Building adalah upaya politik yang memiliki dampak luas dan untuk mencapainya diperlukan kesadaran dan komitmen politik. dalam konteks Indonesia, Nation Building adalah sebuah upaya dan perjuangan yang mencakup 1. Transformasi Politik 2. Perwujudan Nasion Indonesia yang mengintegrasikan semua suku – multikulturalisme yang menentang rasisme. 3. Perwujudan identitas nasional 4. Pembentukan loyalitas 5. Pembangunan eknomi nasional yang menjamin kemakmuran dan kebahagiaan rakyat 6. Pembangunan aparat dan infrastruktur Negara yang berfungsi dalam melindungi keberadaan Nasion 7. Pendidikan yang menjamin dipertingginya kecerdasan dan kepintaran rakyat dalam membangun kekuatan dan kemakmuran bangsa Apa peran Komunitas Tionghoa dalam sejarah dan bagaimana ia berperan di masa mendatang? Keberadaan Nasion Indonesia diterima oleh segelintir tokoh Tionghoa, diantaranya Liem koen Hian, Tan Ling Djie dan Tjoa Sik Ien . Pada tahun 1932, para tokoh yang disinggung ini 4
mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) di Surabaya. Mereka melawan arus utama di kalangan komunitas Tionghoa yang cenderung berkiblat ke Tiongkok atau ke Belanda. Mereka beranggapan bahwa komunitas Tionghoa yang sudah bergenerasi di Indonesia harus menerima Indonesia sebagai tanah airnya dan menjadi bagian Nasion Indonesia. PTI tidak mampu mengubah arus mayoritas komunitas Tionghoa. Akan tetapi melalui harian Matahari dan Sin Tit Po yang dipimpin oleh para pendukungnya, mereka menyebar luaskan dukugan terhadap nasionalisme Indonesia dan gerakan kemerdekaan Indonesia. Sikap dan partisipasi mereka dalam gerakan nasionalisme dan kemerdekaan menyebabkan tokoh-tokoh PTI (Tan Ling Djie, Oey Gee Hwat dan Siauw Giok Tjhan) turut memimpin partai Sosialis yang sempat memegang kekuasaan pemerintahan di awal kemerdekaan (1945-1948). Dengan demikian mereka segera turut memimpin proses nation building. Pengertian Nasion Indonesia dan kewarganegaraan yang mereka canangkan sejak tahun 1932 dihukumkan pada tahun 1946. UU Kewarganegaraan 46 memungkinkan semua keturunan asing yang lahir di Indonesia menjadi WNI -- salah satu esensi nasion Indonesia – menerima siapa-pun yang ingin menjadi bagian Nasion Indonesia sebagai warga Negara, tanpa memperdulikan latar belakang etnisitasnya. Upaya mereka megalami berbagai hambatan serius, terutama dari para pimpinan politik yang memiliki kepentingan dalam melegitimasikan rasisme, terutama di dalam bidang perdagangan dan industri lokal. Arus yang bersandar atas kepentingan ekonomi pribadi dan partai politik ini menginginkan UU Kewarganegaraan 46 dibatalkan dan menjadikan sebanyak[ mungkin WNI Tionghoa asing. Sebuah sikap yang bertentangan dengan makna Nasion Indonesia dan yang menghambat nation building. Berdirilah Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia), yang dimpimpin oleh Siauw Giok Tjhan yang dengan cepat berkembang dan mampu melahirkan dukungan luas dari masyarakat Tionghoa dan para tokoh politik nasional yang berpengaruh. Ini memungkinkan Baperki berhasil dalam mengurangi dampak arus politik yang meng”asingkan” sebagian besar WNI keturuna Tionghoa. Salah satu kegiatan utama Baperki dalam nation building berkaitan dengan formulasi kebijakan ekonomi. Baperki menginginkan dikembangkan dan kerahkannya semua modal domestic untuk pembangunan ekonomi nasional. Kegiatannya di parlemen berhasil membatalkan berbagai UU yang didesain untuk mengurangi keterlibatan pedagang Tionghoa di berbagai bidang penting, al penggilingan padi, transportasi dan export import.
5
Sebagai by-product dari gerakan anti-rasisme, Baperki berkecimpung di dalam bidang pendidikan. Ini, yang erat kaitannya dengan nation building, menolong ratusan ribu pelajar Tionghoa yang memperoleh pendidikan dengan kurikulum nasional dan mempercepat proses penerimaan Indonesia sebagai tanah air dan pendidikan politik yang mendorong komunitas muda Tionghoa untuk menjadi bagian Nasion Indonesia melalui jalur integrasi, yang kini lebih dijkenal sebagai multikulturalisme. Wakil-wakil Komunitas Tionghoa di parlemen-pun pada tahun 50-an dan 60-an gigih memperjuangkan ditegakkannya demokrasi di alam merdeka. Berbagai UU dan peraturan pemerintah yang dikeluarkan di zaman itu melalui proses perdebatan sengit di parlemen yang melibatkan tokoh-tokoh Tionghoa yang disinggung. Ini-pun merupakan bagian dari perjuangan membangun Nasion Indonesia. Jasa komunitas Tionghoa melalui percetakan dan penyebar-luasan surat-surat kabar dan novelnovel tulisan pengarang Tionghoa merupakan bagian penting dalam perkembangan bahasa Indonesia, dari tahun 30-an hingga awal masa kemerdekaan. Pengembangan bahasa Indonesia yang dijadikan bahasa nasional pemersatu sejak tahun 28-an tentu merupakan bagian penting dari perjuangan membangun bangsa Indonesia. Dalam berbagai bidang lain yang berkaitan dengan nation building, peran komunitas Tionghoapun tidak bisa diabaikan. Cukup banyak tokoh dalam bidang kesenian, perfilman, olah raga dll berasal dari komunitas Tionghoa. Desain batik peranakan Tionghoa kini menjadi salah satu kepribadian nasion Indonesia yang apik. Cukup banyak pula makanan yang diakui sebagai makanan Indonesia berasal dari Tiongkok atau gabungan antara masakan Tionghoa dan lokal. Catatan singkat sejarah ini menunjukkan bahwa nation building adalah perjuangan politik yang memerlukan kesadaran dan komitment politik. Dan komunitas Tionghoa turut berperan di berbagai lapisan masyarakat dalam membangun bangsa Indonesia. Belakangan ini cukup banyak harapan ditumpukan di atas pembangunan dan kekuatan RRT. Bahkan ada kesan keselamatan dan ketentraman komunitas Tionghoa sangat berkaitan dengan tumbuhnya RRT sebagai kekuatan ekonomi yang diandalkan banyak Negara, termasuk Indonesia. Juga timbul kesan bahwa sebaiknya komunitas Tionghoa tetap menganggap dirinya sebagai bagian nasion Tiongkok – semacam Pan Chinese Nationalism yang pernah berkembang di awal abad ke 20. Kesan di atas tidak tepat, apalagi kalau kita mendasari pemikiran kita atas berbagai definisi dan penuturan tentang pembangunan bangsa di atas. 6
Komunitas Tionghoa di Indonesia bisa saja tetap eksis sebagai komunitas yang memiliki latar belakang etnisitas Tionghoa dengan segala attributes ke Tionghoa-an yang dikenal dan digemarinya. Hubungan batin dengan tanah leluhurnya pun boleh dan dianjurkan untuk dikembangkan. Akan tetapi Komunitas Tionghoa di Indonesia merupakan bagian dari nasion Indonesia. Nasion Indonesia bagaikan air untuk komunitas Tionghoa yang bisa diumpamakan sebagai ikan. Hilangnya Nasion Indonesia secara langsung melenyapkan keberadaan Komunitas Tionghoa di Indonesia. Nasion Indonesia akan tetap hadir untuk berbagai masa mendatang. Pembangunannya akan secara langsung menguntungkan posisi Komunitas Tionghoa. Globalisasi dan perkembangan teknologi tidak akan mengubah pengertian ini hingga terwujudnya sebuah masyarakat dunia, bangsa dunia di satu saat nun jauh di mata. Komunitas Tionghoa, khususnya generasi muda hendaknya meneruskan peran yang digambarkan di atas. Pengertian akan esensi Nasion dan perjuangan nation building harus dipahami karena perwujudan Nasion Indonesia seperti yang diimpikan para pejuang kemerdekaan Indonesia dan para tokoh komunitas Tionghoa yang berkorban untuk Nasion Indonesia tetap merupakan jalan keluar jangka panjang yang menjamin ketentraman dan keamanan komunitas Tionghoa dalam menempuh hidup sebagai bagian tidak terpisahkan dari Nasion Indonesia di kawasan Indonesia.
7