PERAN TENAGA PENDIDIK DALAM PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN Oleh : Drs Abidinsyah, M.Pd. (Disampaikan pada Sosialisasi HAM bagi Tenaga Pendidik) dan Pelajar se Kota Banjarmasin, 31 Mei 2011)
ABSTRAK Undang – Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas nomor 16 tahun 2009 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru menyatakan bahwa guru adalah Pendidik Profesional, sehingga merupakan komponen strategis yang memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan pembukaan UUD 1945. Terlebih ditengah terpuruknya peradaban bangsa, gencarnya informasi dan lepasnya sekat antar bangsa lewat teknologi informasi, guru menjadi salah satu peran yang menopang pada tegaknya peradaban bangsa Indonesia dimasa depan. Kehidupan modern dan tantangan globalisasi menuntut adanya reorientasi terhadap profesi guru sebagai implikasi dari suatu perubahan. Cita – cita mulia profesi guru seperti yang diamanatkan Undang-Undang bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Bagaimanakah sikap profesional yang dibutuhkan seorang guru dalam pemenuhan hak atas pendidikan demi terwujudnya cita-cita pendidikan nasional dan bagaimanakah guru menyikapi terhadap tuntutan tersebut. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 39 menegaskan bahwa : guru selain bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan pada satuan pendidikan, juga sebagai tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses dan menilai hasil pembelajaran serta melakukan bimbingan dan pelatihan. Selanjutnya PP. nomor 74 tahun 2008 tentang Guru menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Undang-Undang Guru No. 14 Tahun 2005 menyebutkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Kompetensi yang dimiliki dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas meliputi kompetensi 1) Pedagogis, 2) Kepribadian, 3) Sosial dan 4) Profesional. Tuntutan sikap profesionalisme guru, merupakan sebuah perkembangan aktual ketika tuntutan kerja profesional tertuang dalam Undang-Undang, ketetatapn tersebut bersifat mengikat dan mengandung sanksi apabila dilanggar. Kerja profesional guru dituntut untuk bisa melayani peserta didik sebagai subyek belajar dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Pasal 39 Undang-Undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintaah daerah, masyarakat, organisasi profesi dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas yang meliputi : 1) perlindungan hukum, 2) perlindungan profesi, 3) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Hingga saat ini belum ada PP atau Permen yang mengatur pelaksanaan perlindungan bagi guru sehingga ini menjadi kendala, namun demikian PGRI telah berusaha memberikan perlindungan bagi anggotanya dan mengusulkan PP maupun Permen tentang perlindungan bagi tenaga pendidik. 1
A. PENDAHULUAN Terpuruknya peradaban bangsa, gencarnya informasi dan lepasnya sekat antar bangsa leawat teknologi informasi, peran guru kian strategis untuk mengambil salah satu peran yang menopang pada tegaknya peradaban manusia Indonesia dimasa yang akan datang. Pada kesempatan ini tidak berlebihan jika penulis kemukakan suatu hipotesis : semakin optimal guru melaksanakan tugas dan fungsinya, semakin terjamin dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangun bangsa. Dengan kata lain potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra guru d itengah-tengah masyarakat dewasa ini. Oleh karena itu sebuah harapan yang meniscaya, tidak cukup dengan verbalitas tetapi dibutuhkan pembuktian dengan kerja professional, kreativitas dan efektifitas dalam mencapai cita-cita yang ditargetkan. Guru merupakan pekerjaan yang amat mulia, ia berhadapan dengan anak-anak manusia yang akan menentukan masa depan bangsa. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru yang professional dan mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam dalam diri peserta didik. Hal inilah yang memicu lahirnya Undang- Undang Guru dan Dosen untuk mensejahterakan kehidupan guru dan upaya memayungi profesi guru yang pada gilirannya kelak akan memuliakan hidup manusia. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Sementara peran sekolah (guru) membantu orangtua dalam hal pengetahuan terutama kognitif, disamping afektif dan psikomotorik, dan memfasilitasi berkembangnya potensi individu untuk bisa mengaktualisasikan diri, karenanya guru dapat diposisikan sebagai pengganti orangtua di sekolah. Tugas dan tanggung jawab seorang guru di sekolah semakin berat karena tidak sedikit dari orang tua yang seakan memercayakan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada sekolah. Mereka beranggapan bahwa tugas dan tanggung jawab orangtua adalah bekerja dan bekerja, sehingga mempunyai uang yang banyak untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, termasuk biaya sekolah. Bahkan, tidak sedikit orangtua yang berusaha dengan sekuat tenaga agar anak-anaknya dapat belajar di sekolah favorit, meskipun biayanya mahal. Orangtua yang demikian biasanya telah merasa bahwa tugas dan tanggung jawabnya di 2
bidang pendidikan anak-anaknya telah selesai. Mereka percaya sepenuhnya bahwa pihak sekolah telah mendidiknya dengan baik, sehingga merasa tak perlu lagi mengontrol pendidikan anaknya ketika di rumah. Sungguh, anggapan yang seperti itu tidaklah benar. Orangtua tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya secara keseluruhan. Sedangkan guru bertanggung jawab karena mendapatkan amanat dari orangtua untuk mendidik anak-anak mereka, di samping merupakan tanggung jawab kemanusiaan. Di sinilah sesungguhnya tugas dan tanggung jawab guru menjadi tidak main-main. Amanat dari para orangtua untuk mendidik anak-anaknya mesti ditunaikan dengan baik. Tidak sekadar mengajar, akan tetapi juga mendidiknya. Namun demikian keberhasilan dunia pendidikan tidak dapat lepas dari peran komponen yang terlibat di dalamnya yakni guru (sekolah), orang tua dan masyarakat. Alam kehidupan modern dan tantangan globalisasi menuntut adanya reorientasi terhadap profesi guru sebagai implikasi dari perubahan yang berkembang di lingkungan sekitarnya. Cita-cita mulia profesi guru seperti yang diamanatkan Undang-Undang bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Bagaimanakah sikap professional yang dibutuhkan seorang guru dalam pemenuhan hak atas pendidikan demi terwujudnya cita-cita pendidikan nasional?, dan bagaimanakah guru menyikapi terhadap tuntutan tersebut ? Inilah pertanyaan tentang permasalahan guru yang cukup menarik untuk kita perbincangkan dan sekaligus mencari solusinya.
B. SIKAP PROFESSIONAL GURU Masyarakat tradisional memandang seorang guru adalah seseorang yang dapat digugu dan ditiru perilakunya. Ia mengetahui segala sesuatu yang tidak diketahui orang lain, sehingga guru saat itu menjadi satu-satunya sumber informasi dan kebenaran. Rekrutmen guru lebih mengedepankan kepada kualifikasi moral
dari pada kualifikasi akademik.
Keteladanan moral menjadi penentu utama seseorang untuk mengajar. Kondisi yang memuliakan kerja atau profesi guru, tetapi juga sekaligus memberikan ekses otoritarianisme guru, sehingga hal ini kurang optimal dalam memberdayaakan potensi peserta didik .
3
Peran guru tidak akan dapat menggantikan peran orangtua, meskipun guru bertindak sebagai pendidik, karena sebagian besar peran guru di sekolah mengembangkan kemampuan kognitif yang lebih dominan. Maka peran orang tua untuk mengembangkan kecakapan afektif dan emosional menjadi lebih dominan. Dengan demikian peran strategis guru dan orangtua perlu disinergiskan untuk dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki anak. Seringkali terjadi orang tua mendatangi sekolah jika putranya ada masalah dengan sekolah, suatu kebiasaan yang harus berubah baik dari sikap keterbukaan sekolah maupun orang tua. Sekolah termasuk guru sebagai pemberi layanan jasa harus siap untuk melakukan perubahan-perubahan yang memungkinkan berkembangnya potensi anak didik secara optimal. Persoalan guru senantiasa aktual dan berkembang, seiring dengan perubahan sains, teknologi, dan peradaban masyarakatnya. Secara internal; berkaitan dengan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, penghargaan dan perlindungan. Secara eksternal ; adanya krisis etika moral anak bangsa dan tantangan masyarakat global yang ditandai dengan tingginya kompetensi, transparansi, efisiensi, kualitas tinggi dan professionalitas. Guru memegang peranan tidak hanya melakukan pengajaran atau transfer ilmu pengetahuan tetapi juga dituntut untuk mampu memberikan bimbingan dan pelatihan. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2005 pasal 39 menegaskan bahwa : guru selain bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan pada satuan pendidikan, juga sebagai tenaga professional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses dan menilai
hasil pembelajaran serta melakukan
bimbingan dan pelatihan. Selanjutnya PP. No.74 Tahun 2008 tentang Guru menyebutkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Undang-Undang Guru No. 14 Tahun 2005 menyebutkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Guru sebagai tenaga pendidik professional ditandai dengan dimilikinya sertifikat pendidik yang menyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis tertentu. Berikut ini disajikan deskripsi potret guru di Kalimantan Selatan berdasarkan data dari LPMP Prov. Kalsel.
4
No 1 2 3 4 5 6
Kualifikasi pendidikan guru di Kalsel hingga tahun 2009 Kualifikasi Pendidikan SLTA D1 D2 D3 S1 S2 Total
Jumlah Guru 15.531 orang 934 orang 20.344 orang 2.931 orang 20.496 orang 342 orang 60.578 orang
Dari jumlah guru yang ada di Kalimantan Selatan sebanyak 60.578 orang, hingga tahun 2011 yang telah lulus sertifikasi sebanyak 19.795 orang atau 30,6 %, dan kepada mereka berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi. Potret guru di Kalsel ini merupakan tantangan bagi Dinas Pendidikan dalam rangka meningkatkan tenaga pendidik yang professional sebagai upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas, dan akan terselesaikan pada tahun 2015 mendatang. Masyarakat tentu banyak berharap pada guru-guru yang telah mendapat sertifikat pendidik dengan predikat sebagai guru professional dan menjadi guru masa depan bangsa yang mampu mengangkat citra dan marwah pendidikan kita saat ini. Tuntutan sikap professionalisme guru, merupakan sebuah perkembangan aktual ketika tuntutan kerja professional tertuang dalam Undang-Undang, ketetapan tersebut
bersifat mengikat dan
mengandung sanksi apabila dilanggar. Dalam realitas kehidupan sekolah saat ini masih banyak yang memisahkan antara kepribadian guru dengan tugas professionalisme. Profesi sebagai kerja dan pribadi sebagai privacy yang terpisah, padahal kepribadian seseorang akan banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil kerja yang ditargetkan. Tuntutan terhadap guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan seni merupakan tuntutan profesi sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam perkembangannya. Kerja professional guru dituntut untuk bisa melayani peserta didik sebagai subyek belajar dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan guru dan murid merupakan hubungan yang fleksibel ada kalanya sebagai fatner belajar dan saat lain sebagai pembimbing. 5
Kepedulian terhadap pengembangan potensi peserta didik merupakan sebuah kebutuhan, ketika guru menempatkan dirinya satu-satunya sumber informasi dan kebenaran, sikap ini bisa menjadi bumerang yang akan menciderai citra guru. Kegagalan peserta didik secara implikatif menyiratkan kegagalan guru, dari sini dapat terbangun interaksi antara guru dengan siswa dan dengan orang tua. Kegagalan pembelajaran dapat bersumber dari siswa, akan tetapi juga dapat bersumber dari guru yang bertindak sebagai aktor pembelajaran. Kegagalan pembelajaran yang disebabkan oleh guru karena perencanaan yang tak terarah atau tanpa persiapan pembelajaran yang kondusif, maka hal ini telah melanggar undang-undang sehingga bisa dituntut oleh Dewan Kehormatan Profesi atau Pengadilan. Sebuah tuntutan kerja professional yang tertuang dalam UU No 14 tahun 2005, akan tetapi pemberian hak (terutama guru honorer) diserahkan pada kesepakatan bersama antara guru dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Sehingga lembaga pendidikan non pemerintah bisa mengabaikan hak guru professional yang tertuang dalam Undang-undang yang diberlakukan baik pada lembaga pendidikan pemerintah maupun lembaga pendidikan swasta.
C. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PROFESSIONALISME GURU Guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dibidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Salah satu upaya untuk menjadikan guru yang professional dan bermartabat adalah melalui penghargaan dan perlindungan kepada setiap orang yang menyandang profesi ini. Permasalahan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugas profesinya sangat dilematis baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya. Guru selalu menjadi sasaran kemarahan orang tua peserta didik, atau dari peserta didik itu sendiri apabila ternyata keinginannya tidak terkabul, seperti nilai raport jelek, tidak naik kelas, tidak lulus. Guru selalu menjadi sasaran ketidak adilan dari sistem hukum, guru yang dalam tugas mendidik, tetapi karena orang tua atau peserta didik tidak terima perlakuan guru terhadap anaknya atau dirinya maka guru harus berhadapan langsung dengan hukum. Guru selain tugas
utamanya sebagai pendidik juga bisa mendapatkan tugas
tambahan sebagai kepala sekolah sering diseret kemeja hijau, hanya karena ketidak pahaman 6
dalam mengelola proyek yang diserahkan kepadanya, seperti penggunaan uang DAK, BOS dan lainnya, dan ini sangat berisiko tinggi untuk menjadikan guru sebagai tersangka karena dianggap korupsi. Adanya hal tersebut diatas sangat merisaukan guru dan dunia pendidikan. Adakah hukum berpihak kepada guru ?, atau adakah hukum memberikan perlindungan kepada guru ? apabila guru salah dalam menjalankan tugasnya. Dalam melaksanakan dan untuk kepentingan tugas-tugas professionalnya, guru seharusnya mendapat perlindungan hukum berdasarkan Undang-undang. Kenyataannya, kondisi ketidaknyamanan masih terus dialami oleh sebagian guru tanpa adanya sistem perlindungan hukum yang memadai, pihak guru tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya sebagian guru memilih menempuh jalannya sendiri, ada yang memilih pasrah, berjuang secara perorangan atau meminta melalui organisasi profesinya. Fakta dilapangan menunjukan banyak peristiwa yang berkenaan dengan hak guru yang seharusnya dilindungi dengan Undang-undang, namun dalam kenyataannya belum sepenuhnya terwujud. Secara kualitatif beberapa bukti disajikan berikut ini : 1. penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya 2. sebagian besar guru bukan PNS tidak diangkat sebagai guru tetap yayasan 3. pengangkatan guru oleh satuan pendidikan, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. 4. pembayaran gaji atau honorarium guru yang tidak wajar 5. arogansi oknum pemerintah, masyarakat, orang tua dan peserta didik terhadap guru 6. mutasi guru secara tidak adil/semena-mena. Melalui analisis situasi, teridentifikasinya berbagai permasalahan perlindungan hukum bagi guru yang terjadi selama ini dikarenakan beberapa hal: pertama: belum ada kesamaan persepsi tentang perlindungan hukum bagi guru, dari pemerintah, organisasi profesi, satuan pendidikan maupun guru itu sendiri. Kedua: belum ada standar operasi & prosedur yang menjadi acuan. Ketiga: belum ada sinergi antara pihak-pihak terkait dan keempat: belum ada mekanisme yang jelas dan sistematis dalam upaya mewujudkan perlindungan guru . Pasal 39
Undang –undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas. 7
Selanjutnya perlindungan tersebut adalah : 1) perlindungan hokum, yang meliputi: tindak kekerasan, ancaman perlakukan diskriminatif dan tak adil, sertaintimidasi. 2)
perlindungan
profesi, meliputi : PHK yang tidak sesuai perundang-undangan, imbal yang tak wajar, pembatasan pandangan, dan pelecehan. 3) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, meliputi : keamanan kerja, kecelakaan, kebakaran, bencana alam dan kesehatan lingkungan kerja Menyikapi berbagai masalah yang menimpa guru, organisasi profesi PGRI Prov Kalimantan Selatan telah melakukan berbagai upaya perlindungan hukum bagi anggotanya melalui LKBH PGRI Prov Kalsel dengan kegiatan sosialisasi perlindungan hukum bagi anggota PGRI, konsultasi, mediasi, dan advokasi. Selanjutnya Pengurus Besar PGRI telah mengusulkan kerjasama melalui MoU dengan
Kapolri dalam hal perlindungan hukum
terhadap guru, dan telah membentuk Dewan Kehormatan Guru dari tingkat pusat sampai daerah dalam upaya penegakan Kode Etik Guru. Selanjutnya yang menjadi kendala, sejak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 diundangkan, belum ada peraturan pelaksanaannya apakah berupa peraturan pemerintah, atau peraturan menteri, sehingga perlindungan hukum bagi guru masih sangat terkendala. Namun demikian PGRI sebagai organisasi profesi, selalu berusaha memberikan perlindungan terhadap anggotanya, melalui berbagai usulan kepada pemerintah termasuk untuk Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen) tentang perlindungan bagi tenaga pendidik.
D. PENUTUP Professionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan saains dan teknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sektor kehidupan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, maka sikap professional menjadi kebutuhan pemerintah dalam rangka efisiensi dan efektifitas, dan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pendidikan,
untuk berkembangnya potensi peserta didik sesuai dengan bakat dan
kemampuanya. Sikap professionalisme menuntut keahlian akademik, kecakapan mental, sosial dan spiritual sangat dibutuhkan guru. Hal ini amat dibutuhkan ketika guru bukan hanya dipandang sebagai pentransfer ilmu pengetahuan saja akan tetapi
juga menanamkan
pendidikan karakter, sehingga guru berperan sebagai model dan teladan bagi peserta didik. Kerja professional menjadi suatu kebutuhan ketika undang-undang guru secara harfiah 8
mencantumkan hak-hak yang harus didapatkan seorang guru, maka sewajarnya undangundang tersebut berlaku tegas bagi seluruh komponen pendidikan .Kehadiran UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen merupakan bentuk riel dari
pengakuan pemerintah terhadap profesi guru yang diharapkan dapat mewujudkan guru professional, sejahtera, bermartabat dan terlindungi, yang pada gilirannya akan mampu menghasilkan pendidikan berkualitas dengan sumber daya manusia yang kompetetif dan berdaya saing tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2008. Harlindung dan Standar Operasi dan Prosedur Perlindungan Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal PMPTK. Koferensi Kerja Nasional II PGRI Tahun 2010. Membangun PGRI yang Kuat dan Bermartabat. Jakarta: Pengurus besar PGRI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Jakarta: Depdiknas.
9