PERAN TENAGA PENDIDIK (GURU) SEBAGAI IMPLIKASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL MELALUI PENDIDIKAN PRAJABATAN DAN DALAM JABATAN Rijal Firdaos Abstract Relating issues for a teachers or educators is inevitable among other things related, there are: a personal self teacher, institution where duty, salary or honorarium, employment status, and other systems. For example, welfare issues and the promotion or advancement, as well as the low salaries of teachers being interest for theme in the some seminar or discourse. But, after the certification, teacher welfare debate subsided.Some other issues related to teachers include: (a) teacher caught up in the routine of learning in running a static, as one of the main components of learning with dual function as educators and teachers, the teachers need to do a progressive learning dynamics. (b) Teachers have not been up applying relevant learning theories in the learning process. (c) Teachers' lack of commitment to the learning paradigm, as a result, a variety of instructional changes that need to be adapted, innovated ignored. (d) And a low academic contact as meeting with guest speaker or scholarly nature to discuss education issues across subjects to find a way necessary. Keywords: Teacher, National Educational System, Professionalism. A. PENDAHULUAN Amanat yang tertuang dalam pembukaan UUD 45 pada alinea keempat tertulis berupa keinginan Pemerintah Negara Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Para pendiri Negeri melalui undang-undang tersebut berharap, bahwa bangsa Indoneisa menjadi bangsa yang maju menuju masyarakat modern abad ke-21.2 Dengan amanat tersebut pula, pemerintah melalui lembaga pendidikan berkewajiban untuk melaksankannya. Dalam hal ini, guru sebagai bagian dari pelaksana pendidikan memiliki tugas melaksanakan apa yang sudah tertuang dalam UU di atas, sebagai upaya memerangi kebodohan, dan serta mencerdaskan kehidupan bangsa agar tercipta manusia
Indonesia
yang
dicita-citakan.
Dari
implementasi pendidikan, diharapkan akan lahir
upaya
pendidik
melalui
manusia Indonesia yang
Dosen Faikultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, E-mail:
[email protected] 1 Undang-Undang Dasar Republik Indfonesia Tahun 1945. 2 Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta: Kompas, 2008), h. 89.
3
cakap, terampil, berkepribadian, bersemangat kebangsaan, bertanggung jawab, mandiri, berbudi pekerti luhur, dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.3 Fungsi dan tujuan pendidikan Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4 Atas dasar filosofi tersebut di atas, untuk melaksanakan tugas mulia terhadap fungsi dan tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi yang telah diatur oleh PP No. 19 tahun 2003 pasal 28 ayat 3, yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.5 Keempat kompetensi ini harus dimiliki oleh guru (pendidik dan tenaga kependidikan) baik pada pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini.
B. KAJIAN TEORI Guru adalah posisi strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya, maka semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan demikian, manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang. Menururt Umar Tirtarahardja, yang dimaksud dengan pendidik (guru) adalah, orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan H. Sunoto, Filsafat Sosial dan Politik Pancasila, Edisi Ketiga, (Yogjakarta: Andi Offset, 1989), h. 31. 4 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 5 Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 3
4
dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pimpinan program pembelajaran, dan masyarakat atau organisasi.6 1. Tugas Guru Guru memiliki tugas yang beragam, berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilainilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Di mana, ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa. 2. Kompetensi dan Profesionalisme Guru Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Profesional adalah suatu bidang pekerjaan yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Selain itu, profesi rnemerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu. Berdasarkan uraian di atas, guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru secara maksimaI. Dengan 6
Tirtarahardja Umar, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 31
5
kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Adapun yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memilki pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam kompetensi guru dalarn uraian selanjutnya. Dalam melakukan kewenangan
profesionalismenya,
guru
dituntut
memiliki
seperangkat
kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam. Profesionalitas guru merupakan hal paling utama bagi keberhasilan suatu sistem pendidikan. Guru harus dihargai dan diberdayakan sesuai dengan prestasi yang dicapainya. Oleh sebab itu, guru harus memperoleh tempat yang layak dalam pembangunan karakter bangsa serta menghargai dan sekaligus memberdayakan guru dalam konteks reformasi pendidikan, merupakan suatu hal yang wajib.7 Sebagai tenaga pendidik yang memiliki kemampuan kualitatif, guru harus menguasai ilmu keguruan dan mampu menerapkan strategi pembelajaran untuk mengantarkan siswanya pada tujuan pendidikan. Sebut saja Pendidikan Agama Islam misalnya, yaitu terciptanya generasi mukmin yang berkepribadian ulul albab dan insan kamil. Banyak model pembelajaran di sekolah yang bisa diaplikasikan oleh guru, contohnya model pembelajaran secara terpadu, baik dengan pusat-pusat pendidikan (orang tua, masyarakat dan sekolah) maupun terpadu dengan materi lain. 3. Tuntutan-Tuntutan terhadap Pendidik Profesional Seorang pendidik professional selain memenuhi tuntutan formal dari suatu profesi pendidikan seperti sertifikat pendidik, juga memerlukan kualitas etis sebagai tuntutan utama. Bukankah proses pendidik merupakan suatu proses etis. Dengan demikian, wajar apabila profesi pendidik dalam dunia modern yang
7
27
Barizi Ahmad, Menjadi Guru Unggul, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h.
6
semakin diukur oleh penghargaan ekonomi mendapatkan tempat yang khusus di dalam jajaran profesi-profesi lainnya. Bangsa yang mengargai akan gurunya adalah bangsa yang besar. Di dalam sejarah bangsa Indonesia, dikenal mengenai kedudukan sosial guru yang paling tinggi yang berada di bawah raja. Apabila profesi pendidik meminta kriteria ekstra selain tuntutan profesionalisme, maka menjadi wajar, jika pendidik mempunyai kode etik yang menunjukkan martabat suatu bangsa.8 Mengapa kita butuh seorang guru yang professional. Menurut Sudjiarto, bahwa Negara maju di abad 21 secara menyeluruh telah menerapkan sistem wajib belajar. Penerapan wajib belajar ini berarti bahwa semua anak dengan perbedaan latar belakangnya harus memperoleh pendidikan yang bermutu dan dilayani serta dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, minat dan bakatnya.
9
Dalam pada itu, di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang merupakan sumber bahan untuk dipelajari berkembang demikian cepat. Dalam kondisi demikian, tuntutan terhadap kualitas manusia terdidik, baik kemampuan intelektual, kemampuan vokasional, dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan, kemanusiaan, dan kebangsaan juga meningkat sesuai dengan perkembangan masyarakat yang terus berubah. C. HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN 1. Isu-Isu Kritis Tentang Tenaga Pendidik Sebagai bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan, guru sejatinya diibaratkan menjadi seorang pilot yang diberikan otoritas membawa peserta didik terbang ke tempat yang jauh, namun selamat karena bekal ilmu ilmu yang bermanfaat bagi pemilikinya. Namun, tidak setiap guru mampu menjadi pilot teladan dalam mengemban tugasnya yaitu mendidik dan mengajar. Dalam realitanya, beberapa isu tentang guru yang terjadi di negeri ini antara lain: a. Kekurangan jumlah (Shortage) H.A.R. Tilaar, Tilaar. Kredo Pendidikan, (Jakarta: Lembaga Manajemen UNJ, 2009), h. 64. 9 Sudjiarto, Landasan dan Arah., h. 191. 8
7
UNESCO menyerukan negara-negara untuk berinvestasi secara serius pada guru. Kondisi guru di dunia, bukan saja menghadapi tantangan kekurangan guru, tetapi juga menciptakan guru masa depan yang mampu menyiapkan siswa menghadapi tantangan global. b. Distribusi guru tidak seimbang (unbalanced distribution) Distribusi guru di seluruh indonesia kurang merata/proporsional dibandingkan dengan jumlah rombel yang ada, di satu sisi rasio guru dengan rombel sudah sesuai, namun di daerah lain rasionya masih besar. Pemetaan kebutuhan dan penempatan guru di daerah mulai dilakukan secara serius. Pasalnya, kebutuhan guru dengan kondisi sebenarnya selama ini belum diperhitungkan dengan cermat sehingga sering terjadi kekurangan dan kelebihan guru di banyak sekolah atau daerah.
Grafik rasio Guru dengan Siswa di Beberapa Negara10
Grafik rasio Guru dengan Siswa di Beberapa Negara11
c. Kualifikasi di bawah standar (under qualification) Dalam PP nomor 19 tahun 2005, pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa kualifikasi akademik guru ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai
10 11
Renstra Kemdiknas 2010-2014 Renstra Kemdiknas 2010-2014
8
pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan standar nasional pendidikan.12 d. Kemampuan yang kurang kompeten (low competencies) Berdasarkan data sertifikasi guru tahun 2007-2010 di rayon 9 Universitas Negeri Jakarta misalnya, (meliputi wilayah: DKI , Banten, dan Jawa Barat/Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok) banyak ditemukan ketidaksesuaian kualifikasi S1 guru dengan mata pelajaran yang diampunya. Upaya lain untuk peningkatan mutu guru adalah melalui program sertifikasi guru yang merupakan amanat Undang-Undang Guru dan Dosen telah dilaksanakan sejak Tahun 2006. Pelaksanaan sertifikasi melalui penilaian portofolio dimulai tahun 2007, oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru. Sampai tahun 2008 sertifikasi guru telah mencapai 15,2%, masih dibawah target nasional (20%).13 Selain itu, guru harus mempunyai kualifikasi S1/D-IV yang harus diuji kompetensinya melalui sertifikasi. Namun pada tahun 2009, guru yang belum S1/D-V bisa disertifikasi melalui penilaian portofolio (persayaratan sertifikasi guru yang tertuang dalam pedoman sertifikasi guru tahun 2009). Ini menunjukkan tidak konsistennya Kemdikbud dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan program sertifikasi dan kewajiban guru mengajar, kajian Bappenas tahun 2008 menunjukkan bahwa pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah banyak guru yang mengajar kurang dari 24 jam/minggu terutama pada level SMP dan SMA/SMK. Bila dirata-ratakan untuk seluruh jenjang, lebih dari setengah jumlah guru (57%) mengajar kurang dari 24 jam/minggu. Dari hasil kajian ini timbul kekhawatiran bahwa program peningkatan kualifikasi guru dan sertifikasi tidak akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan khususnya peningkatan mutu hasil belajar peserta didik jika tidak ada pengendalian dan pengawasan terhadap pemenuhan
12 13
PP Nomor 19 Tahun 2005 Ibid.
9
kewajiban mengajar guru. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi selama lima tahun mendatang.14 e. Rendahnya Sistem Benefit (low compensation) Rendahnya penghasilan guru yang merupakan gaji/honor, menjadikan profesi guru kurang menarik. Dampaknya adalah menjadi negatif terhadap input competitiveness. Rendahnya penghasilan guru, berdampak pada minat lulusan SMA/MA/SMK untuk memasuki Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK), sehingga kualitas calon mahasiswa untuk pendidikan pra jabatan guru, di satu pihak hampir tidak dapat memilih lulusan SMA terbaik.15 Agar guru profesional yang benar-benar melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai
pendidik
profesional
yang
mampu
merancang,
mengembangkan, melaksanakan, menilai, mendiagnosiskan berbagai masalah pendidikan yang dihadapi peserta didik, serta jaminan kesejahteraan yang meliputi: sandang, pangan, papan, transportasi, dan kesehatan, perlu diberikan sesuai dengan martabatnya sebagai tenaga profesional.16 Kenyataannya sekarang apakah hal tersebut sudah dipenuhi oleh pemerintah, dengan anggaran minimal 20% di luar gaji guru? Walaupun peningkatan anggaran pendidikan setiap tahunnya naik, seperti tabel di bawah ini, namun kenyataannya juga belum dapat mencukupi kebutuhan pendidikan yang sebenarnya.
Renstra Kemdikbud 2010-2014. Soedijarto, op. cit., h. 197 16 Ibid., h. 213-214 14 15
10
f.
Sistem pengelolaan guru yang tidak jelas (Unclear management system) Dengan adanya otonomi daerah, guru dikelola langsung kabupaten,
kecuali PLB di tingkat provinsi, sehinga guru sulit berpindah ke lain wilayah karena tidak lagi “sebagai” pegawai nasional. Dalam PP Nomor 17 tentang penyelenggaraan
pendidikan
juga
kurang
jelas
pengaturannya
antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penggantian Kepala Sekolah dan kinerja guru sangat dekat dengan local politic, menjadikan ketidakpastian guru, daerah tidak punya anggaran pasti dan tetap untuk pengembangan guru, hanya beberapa daerah Gubernur/Bupati/Kepala Daerah yang punya komitmen terhadap masalah kependidikan. Walaupun di dalam Permendiknas nomor 50 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah Daerah, secara rinci tertuang dalam
lampiran
I
dan
II
masing-masing pemerintahan
provinsi
dan
kabupaten/kota mempunyai kewajiban pengelolaan yang berbeda, namun kenyataan masih belum sinerginya sistem pengelolaan oleh provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini ditunjukkan dalam pelaksanaan rencana kerja bidang pendidikan di tingkat provinsi salah satunya adalah: Pemerintah provinsi mengkoordinasikan
pendistribusian
dan
mutasi
pendidik
dan
tenaga
kependidikan antar-Kab/Kota secara proporsional yang disesuaikan dengan SNP.17 Hal lain yang perlu menjadi bahan perbaikan dalam pendidikan yaitu ketidakmerataan kualitas tenaga kependidikan dan distribusi guru belum sesuai kebutuhan sekolah. Di sisi lain, menurut Mohammad Nuh, pemerintah membutuhkan sebanyak 50.000 guru setiap tahun. Kebutuhan guru itu untuk mengganti guru yang telah pensiun dan menambah kekurangan saat ini. Namun yang menjadi masalah dari 2,6 juta guru di Indonesia, masih terdapat 1,3 juta lebih atau 57 persen guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal D4 atau S1.
Permendiknas nomor 50 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah (lamp I) 17
11
2. Landasan Yuridis Landasan yuridis yang berkaitan dengan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yaitu termaktub pada UUD 45, UU RI tentang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2010-2014. a. UUD 45 pasal 31 : ayat 3, 4 dan 5 sebagai berikut: Ayat (3) penyelenggaraan pendidikan nasional, ayat (4) anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara, dan ayat(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi18 b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1, 2, dan 7 sebagai berikut: Pasal (1) tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, pasal (2) kedudukan sebagai tenaga profesional, dan pasal (7) profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus.19 c. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pendik dan Tendik pasal 39, 40, 41, 42, 43 sebagai berikut: Pasal (39) pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran,
menilai
hasil
pembelajaran,
melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, pasal (40) kewajiban dan hak-hak Pendidik dan tenaga kependidikan, pasal (41) pengangkatan dan penempatan Pendidik dan tenaga kependidikan, pasal 42 pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, pasal (43) penghargaan dan promosi bagi pendidik.20
18 19
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen 20
UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pendik dan Tendik
12
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 170, 171 dan 181 sebagai berikut: Pasal (170) Pendidik merupakan pelaksana dan penunjang penyelenggaraan
pendidikan,
pasal
(171)
endidik
merupakan
tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan pasal (181) hal atau kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan.21 e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan
Kompetensi Guru pasal 1 dan 2 sebagai berikut: Pasal (1) standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru dan pasal (2) ketentuan mengenai guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik diploma.22 f.
Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2010-2014 sebagai berikut: Renstra Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014 memuat enam strategiyaitu (1) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Usia Dini (PAUD) Bermutu dan Berkesetaraan
Gender;
(2)
Perluasan
dan
Pemerataan
Akses
Pendidikan Dasar Universal Bermutu dan Berkesetaraan Gender; (3) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Menengah Bermutu, Berkesetaraan Gender, dan Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat; (4) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Tinggi Bermutu, Berdaya Saing Internasional, Berkesetaraan Gender dan Relevan dengan Kebutuhan Bangsa dan Negara; (5) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan Orang Dewasa Berkelanjutan yang Berkesetaraan Gender dan Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat; dan (6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. 22 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 21
13
Penguatan Tata Kelola, Sistem Pengendalian Manajemen, dan Sistem Pengawasan Intern. Departemen Pendidikan Nasional menyusun Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005-2025, seperti yang tertuang di dalam Permendiknas Nomor 32 Tahun 2005, tentang Renstra Depdiknas Tahun 2005--2009. Rencana tersebut dijabarkan ke dalam empat tema pembangunan pendidikan, yaitu tema pembangunan I (2005--2009) terfokus pada peningkatan kapasitas dan modernisasi; tema pembangunan II (2010--2015) terfokus pada penguatan pelayanan; tema pembangunan III (2015--2020) terfokus pada daya saing regional dan tema pembangunan IV (2020--2025) terfokus pada daya saing internasional. Tema pembangunan dan penetapan tahapan tersebut selanjutnya perlu disesuaikan dengan RPJPN 2005--2025 dan RPJMN 2010--2014 serta perkembangan kondisi yang akan datang.23
3. Alternatif Pemecahan Masalah Beberapa masalah lain yang berkaitan dengan guru dikemukakan oleh Lusi yaitu (1) guru terperangkap dalam rutinitas pembelajaran yang berjalan secara statis, padahal sebagai salah satu komponen utama pembelajaran dengan dwifungsi sebagai pendidik dan pengajar, para guru perlu melakukan dinamika pembelajaran yang progresif, (2) guru belum maksimal menerapkan berbagai teori belajar yang relevan dalam proses pembelajaran, (3) lemahnya komitmen guru terhadap paradigma pembelajaran, akibatnya, berbagai perubahan pembelajaran yang perlu diadaptasi, diinovasi diabaikan, dan (4) kontak akademik sebagai pertemuan antarguru atau dengan narasumber bersifat keilmiahan untuk membahas berbagai persoalan pendidikan lintas mata pelajaran atau antarmata pelajaran untuk dicari jalan keluar masih rendah.24 Beberapa alternatif yang dapat dijadikan bahan untuk menangani permasalahan guru sebagai berikut: Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009, Rencana Strategis Departemen Nasional Tahun 2010-2014 (Jakarta: Depdiknas, 2009), p.1. 24 Linus Lusi, Empat Masalah Guru (http://anselboto.blogspot.com/2009/09/empat-masalah- guru. html) 23
Pendidikan
14
a. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru Mohammad Surya (Ketua Umum Pengurus Besar PGRI), menyatakan dengan tegas bahwa "semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Sebagai pekerjaan profesi terdapat lima syarat antara lain; (1) bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat, (2) bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu, (3) bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge), (4) bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan (5) bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara profesional. b. Alih Tugas Profesi dan Rekruitmen Guru untuk Menggantikan Guru atau Pendidik yang Dialihtugaskan ke Profesi Lain Upaya kedua ini merupakan konsekuensi dan kesinambungan dari langkah pertama. Para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Pengalihtugasa tersebut dilakukan dengan syarat yaitu; (1) mereka telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbagian yang signifikan, dan (2) guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif
untuk meningkatkan
kompetensinya. c. Membangun Sistem Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Serta Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga Kependidikan serta sistem penjamin mutu pendidikan merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan.
15
d. Membangun Satu Standar Pembinaan Karir (Career Development Path) Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier. Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, atau menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan matap apabila memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar. Selain itu, langkah ketiga ini akan berjalan lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan sertifikasi sudah berjalan. e. Peningkatan Kompetensi Yang Berkelanjutan Sebagaimana dijelaskan pada langkah sebelumnya, proses rekruitmen guru baru harus dilaksanakan secara jujur dan transparan, dan dengan menggunakan standar kualifikasi yang telah ditetapkan. Standar kualifikasi tersebut tidak dapat ditawar-tawar. Sementara itu, untuk para pendidik yang sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh lembaga inservice training yang juga sudah terakreditasi. Selain itu, mereka juga disyaratkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga tenaga kependidikan (LPTK) yang juga harus terakreditasi. Secara
umum
terdapat
beberapa
langkah
strategi
yang
dapat
diimplementasikan dalam lingkungan kependidikan dengan tujuan bahwa peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan akan behasil melalui strategi- strategi berikut ini: 1) Evaluasi diri (self assessment) Evaluasi diri sebagai langkah awal bagi setiap sekolah yang ingin, atau menerncanakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kegiatan ini dimulai dengan curah pendapat brainstorming yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan seluruh staf, dan diikuti juga anggota komite sekolah.
16
2) Perumusan Visi, Misi, dan tujuan Bagi pihak sekolah yang baru berdiri atau baru didirikan, perumusan visi dan misi serta tujuan merupakan langkah awal / pertama yang harus dilakukan yang menjelaskan kemana arah pendidikan yang ingin dituju oleh para pendiri/ penyelenggara pendidikan. Dalam kasus sekolah/madrasah negeri kepala sekolah bersama guru mewakili pemerintah kab/kota sebagai pendiri dan bersama wakil masyarakat setempat ataupun orang tua siswa harus merumuskan kemana sekolah kemasa depan akan dibawa, sejauh tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional seperti tercantum dalam UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3) Perencanaan Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjawab: apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannnya untuk mewujudkan tujuan (tujuan-tujuan) yang telah ditetapkan / disepakati pada sekolah yang bersangkutan, termasuk anggaran yang diperlukan untuk membiayai kegiatan yang direncanakan. 4) Pelaksanaan Apabila kita bertitik tolak dari fungsi-fungsi manajemen yang umumnya kita kenal sebagai fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau penggerakkan atau pemimpinan dan control atau pengawasan serta evaluasi, maka langkah pertama sampai dengan ketiga dapat digabungkan fungsi perencanaan yang secara keseluruhan (untuk sekolah) sudah dibahas. Didalam pelaksanaan tentu masih ada kegiatan perencanaan-perencanaan yang lebih
mikro
(kecil)
baik
yang
terkait
dengan
penggalan
waktu
(bulanan,semesteran, bahkan mingguan), atau yang terkait erat dengan kegiatan khusus, misalnya menghadapi lomba bidang studi, atau kegiatan lainnya. 5) Evaluasi Evaluasi sebagai salah satu langkah strategi dalam meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, merupakan kegiatan yang penting untuk mengetahui kemajuan ataupun hasil yang dicapai oleh sekolah didalam
17
melaksanakan fungsinya sesuai rencana yang telah dibuat sendiri oleh masingmasing sekolah. 6) Pelaporan Pelaporan disini diartikan sebagai pemberian atau penyampaian informasi tertulis dan resmi kepada berbagai pihak yang berkepentingan stake hokders, mengenai aktifitas manajemen satuan pendidikan dan hasil yang dicapai dalam kurun waktu tertentu berdasarkan rencana dan aturan yang telah ditetapkan sebagai bentuk pertanggung jawab atas tugas dan fungsi yang diemban oleh satuan pendidikan tersebut. D. SIMPULAN Berbagai permasalahan pendidikan, dalam hal ini difokuskan pada tenaga pendidik atau guru sering menjadi perbincangan. Baik oleh masayarakat sebagai pengguna jasa pendidikan maupun para ahli serta para pejabat pemerintah. Kegiatan peningkatan mutu yang didahului evaluasi menyeluruh dan pengawsan dari pemerintah dan masyarakat sedianya telah dilakukan. Namun permasalahan itu tidak begitu saja langsung terurai. Munculnya beragam problematika yang ada, dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar, asalkan setiap lini dapat mengantisipasinya dengan sehat. Karena, masalah itu dapat timbul dari diri guru atau pendidik itu sendiri. Oleh sebab itu, masyarakat umum, para pakar pendidikan, dan pemerintah hendaknya tidak boleh kendor atau lemah dalam mengawasi pelaksanaan pendidikan, terutama yang berkaitan dengan guru atau pendidik. Sebab, guru merupakan pilar yang harus tetap kokoh dalam menjalankan tugasnya yang sangat mulia sebaga mana yang telah diamanatkan dalam undang-undang pemerintah, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri pendidikan sebagai acuan yang harus dipatuhi. Begitu juga dengan para peneliti atau pemerhati, harus tetap konsisten dalam membantu meningkatan mutu pendidikan,
serta
selalu
memperhatikan
dalam
hubungannya
dengan
permasalahan guru, yang kemudian hasil penelitian dan pengkajian tersebut dapat direkomendasikan atau dijadikan masukan untuk perbaikan dan
18
peningkatan mutu guru.
Alhasil, dengan adanya beberapa tawaran melalui
kajian ini, diharapkan guru mampu menjadikan profesinya sebagai tugas mulia dalam menciptakan iklim pendidikan yang dapat membangun bagi tingginya peradaban. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Barizi, Menjadi Guru Unggul, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009. Departemen Pendidikan Nasional Tahun, 2009. H.A.R Tilaar, Kredo Pendidikan, Jakarta: Lembaga Manajemen UNJ, 2009. Linus Lusi, Empat Masalah Guru http://ansel-boto.blogspot.com /2009/ 09/Empat-Masalah-Guru.html. Peratuan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Permen Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan Permen Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Program Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru Dalam Jabatan. Permendiknas Nomor 50 tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Daerah (lampiran I) Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014. Jakarta: Depdiknas, 2009 Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Jakarta: Kompas, 2008. Sunoto H, Filsafat Sosial dan Politik Pancasila, Yogjakarta: Andi Offset, 1989.
19
Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Undang-Undang Dasar Republik Indfonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.