IMPLIKASI FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP GURU
MAKALAH Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas akhir semester Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
MIFTAHUDIN NPM 072109206 (KELAS A-3)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2010
KATA PENGANTAR
Puji sukur hanya untuk Allah SWT yang telah menganugerahi karuniaNya yang begitu banyak, sehingga makalah yang berjudul IMPLIKASI FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP GURU ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini disajikan untuk memenuhi salah satu tugas akhir semester Mata Kuliah Filsafat Pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.
Di dalam makalah ini dipaparkan tentang bagaimana peran filsafat pendidikan bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran, yang merupakan salah satu penentu keberhasilan pembelajaran. Diharapkan makalah ini dapat memberikan gambaran umum bagi para mahasiswa, khususnya di lingkungan Universitas Pakuan Bogor, tentang pentingnya filsafat pendidikan dalam dunia pendidikan. Akhir kata, kritik dan saran yang dapat menyempurnakan makalah ini sangat diharapkan
Bogor, Februari 2010
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI
BAB I
.................................................................................................... ii
PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Ruang Lingkup........................................................................... 2 C. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II
FILSAFAT PENDIDIKAN DAN GURU .................................. 3 A. Peran Filsafat Pendidikan .......................................................... 3 B. Peran Guru dalam Pendidikan ................................................... 11 C. Peran Filsafat Pendidikan bagi Guru ........................................ 16
BAB III
PENUTUP ...................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi, pendidikan sering kari
membutuhkan filsafat, karena masalah-masalah pendidikan tidak
hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh ilmu pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
1
2 B. Ruang Lingkup
Fokus dalam makalah ini adalah untuk memaparkan beberapa hal terkait dengan peran filsafat dalam pendidikan. Selan itu, dipaparkan pula bagaimana peran yang dimainkan guru dalam pendidikan dan peran filsafat pendidikan bagi guru dalam melakukan aktifitas kesehariannya.
C. Tujuan
Secara umum, makalah ini ditulis dengan maksud memaparkan implikasi filsafat pendidikan bagi guru. Secara khusus, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas akhir semester mata kuliah Filsafat Pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.
BAB II FILSAFAT PENDIDIKAN DAN GURU
A. Peran Filsafat dalam Pendidikan
1. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar, karena filsafat – yang sering diartikan sebagai pandangan hidup (filosofis) – ikut menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya, sehingga filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagi suatu bangsa dalam berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Adapun proses pendidikan dilakukan secara terus menerus, dari generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan. Pendidikan pada hakekatnya adalah pengaruh, bimbingan, dan arahan dari orang dewasa kepada siswa yang belum dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang. Kepribadian yang dimaksud
3
4 adalah semua aspek yang ada, yaitu meliputi cipta, rasa dan karsanya. Pengaruh 1
yang diberikan oleh guru selalu ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai, termasuk nilai moral, budi pekerti, etika, estetika, dan karaktek. Sehinggga pada akhirnya diharapkan mereka menjadi insan yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi nusa, bangsa, negara dan agama. Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Oleh karena itu, jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya. Dalam berbagai bidang ilmu sering terdengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal – meluas ke samping – yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan sintesis yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan, yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problemaproblema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran. Adapun filsafat dan pendidikan menunjukkan hubungan vertikal – naik ke atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain – seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. 1
Yudrik Yahya, Wawasan Kependidikan, (Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta, 2003), p. 5
5 Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis. Oleh karena itu, filsafat pendidikan – sebagai salah satu, bukan satusatunya ilmu terapan – adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis di bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.2 Hubungan antar filsafat dengan pendidikan adalah bahwa filsafat menelaah suatu realitas dengan luas dan menyeluruh, sesuai dengan karateristik filsafat yang radikal, sistematis, dan menyeluruh. Konsep tentang dunia dan tujuan hidup manusia yang merupakan hasil dari studi filsafat akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan.
2. Perlunya Filsafat bagi Pendidikan Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah tumbuh menuju tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. Kedewasaan yang bagaimanakah yang ingin dicapai oleh
2
http://www.markazelfauzy.co.cc/2009/11/filsafat-pendidikan.html
6 manusia, apakah kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa), atau moral (tanggung jawab dan kesadaran normatif), atau semuanya? Persoalan ini adalah persoalan yang amat mendasar, yang berkaitan langsung dengan sistem nilai dan standar normatif sebuah masyarakat. Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan salah satu dari aspek kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melakanakan dan menerima pendidikan. Oleh karena itu pendidikan memerlukan filsafat, karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut masalah pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalaman maupun fakta faktual, dan tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh ilmu. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui dan memahami filsafat dan filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan selalu berhubungan langsung dengan tujuan kehidupan individu dan masyarakat penyelenggara pendidikan.
3. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Dalam mengkaji peran filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu: metafisika, epistemologi, dan aksiologi.3 a. Metafisika Secara etimologi, metafisika berasal dari bahasa Yunani Kuno: Meta berarti sesudah, di belakang, atau melampaui, dan fisika berarti alam nyata. 3
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Cet. keempat, (Alfabeta CV: Bandung, 2007), p. 75
7 Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat siswa. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena siswa bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, lebih jauh dari itu ia juga harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat siswa. Pada prinsipnya, hakekat manusia menurut Yudrik Yahya adalah sebagai berikut: 1). Manusia adalah makhluk individu, bahwa manusia mempunyai ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Pendidikan diharapkan dapat memberikan bantuan agar siswa mampu menolong diri sendiri. 2). Manusia adalah makhluk sosial, bahwa manusia mempunyai sifat sosialitas yang menjadi dasar dan tujuan dari kehidupan manusia sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan setiap siswa dan kelompoknya. Tugas pendidikan adalah mengembangkan semua aspek sosial, sehingga manusia sebagai makhluk sosial mampu berperan dan menyesuaikan diri dengan masyarakat. 3) Manusia adalah makhluk psikofisik, bahwa manusia merupakan totalitas jasmani rohani. Setiap bagian tubuh dan kegiatan organisme yang biogis sifatnya pasti mengabdikan diri kepada aktivitas psikhis, juga sebaliknya. Karena itu totalitas psikofisik ini harus dijadikan titik awal bagi pemahaman kita mengenal pribadi siswa dan pribadi pendidik, juga menjadi titik tolak bagi semua kegiatan mendidik.
4). Manusia adalah memisahkan
makhluk
antara
jiwa
monodualis, dan
raga
bahwa manusia tidak sebagai
satu
kesatuan
8 dapat dalam
perkembangannya. Pendidikan yang diberikan kepada siswa diharapkan seimbang antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. 5). Manusia adalah makhluk bermoral, bahwa manusia yang normal pada intinya mampu mengambil keputusan susila dan mampu membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Selain itu ia juga mampu membedakan hal yang benar dan yang salah untuk kemudian mengarahkan hidupnya ke tujuan-tujuan yang berarti
sesuai
dengan
pilihan
dan
keputusan
hati
nurani
dalam
mempertimbangkan baik/buruk dan salah/benar. 6) Manusia adalah makhluk religius, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan dan sekaligus mengandung kemungkinan baik dan jahat, sesuai dengan pandangan manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan. Manusia mempunyai nafsu baik maupun nafsu jahat. Pendidikan diperlukan agar nafsu yang berkembang adalah nafsu yang baik. 7) Manusia adalah makhuk berpikir/filosofis, bahwa manusia itu mempunyai akal dan budi. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu. Karena hasrat ingin tahulah maka muncul ilmu filsafat. 8). Manusia adalah makhuk berketerampilan, bahwa manusia sudah mempunyai bakat dan minat masing-masing dalam mengembangkan keterampilannya. Tugas pendidikan adalah mengembangkan keterampilan yang ada pada masing-masing siswa.4
4
Yudrik Yahya, op.cit., pp. 11-14
9 b. Epistemologi Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, dengan asal kata episteme yang berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Secara etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan. Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui hal itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga? Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut? Hal itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama, guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan tersebut bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat/kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan wahyu Tuhan, intuisi, rasio, empirisme, dan otoritas. Pengetahuan wahyu (revealed knowledge) adalah pengetahuan dan kebenaran berdasarkan wahyu Tuhan. Kebenarannya mutlak dan abadi. Pengetahuan ini bersifat eksternal, artinya pengetahuan yang berasal dari luar manusia. Pengetahuan intuitif (intuitive knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh manusia melalui penghayatan terhadap sesuatu. Kebenaran intuitif tidak dapat
10 diuji dengan observasi, perhitungan, atau eksperimen, karena kebenaran ini tidak hipotesis. Tulisan-tulisan mistik, autobiografi, dan karya esai merupakan refleksi dari pengetahuan intuitif. Pengetahuan rasional (rational knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh melalui latihan rasio/akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Prinsip pengetahuan rasional dapat diterapkan pada pengalaman indera, tetapi tidak dapat disimpulkan dari pengalaman indera. Pengetahuan empiris (empirical knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh atas bukti penginderaan, dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indera-indera lainnya, sehingga didapat konsep dunia di sekitar manusia. Kebenaran pengetahuan ini dapat diuji dengan observasi atau eksperimen. Pengetahuan otoritas (authoritative knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh dari
pendapat atau sumber
yang kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan, misalnya pendapat seorang pakar yang memang menguasai bidangnya.5 Seyogyanya seorang guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum, pengetahuan apa yang harus diberikan kepada siswa dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikannya. c. Aksiologi Secara etimologi, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan logos yang berati teori. Jadi aksiologi
5
Uyoh Sadulloh, op.cit., pp. 30-33
11 adalah cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah: Nilainilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang benar-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik? Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa, melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan, baik bagi individunya sendiri maupun orang lain, dunia maupun akhirat.
B. Peran Guru dalam Pendidikan
1. Pengertian Guru Secara umum pengertian guru merujuk kepada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa. McLeod berasumsi bahwa guru adalah seseorang yang pekerjaanya mengajar orang lain. Kata mengajar dapat ditafsirkan misalnya :
12 a. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif). b. Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik) c. Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektip).6 Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Jadi pengertian guru (pendidik) merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.7
2. Peran Guru dalam Proses Pendidikan Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Di dalam interaksi belajar mengajar guru memegang kendali utama dalam memperoleh keberhasilan dan mencapai tujuan. Agar tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, guru harus memiliki lima pendekatan dalam mengkomunikasikan tindakan mengajarnya, yaitu keterampilan mengajar,
6 7
http://pengertian.baru2.net/pengertian-peran-guru-dalam-pendidikan.html. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI Pasal 39 Ayat (2)
13 mengelola tahapan pembelajaran, memanfaatkan metode, menggunakan media dan mengalokasikan waktu.8 Guru tidak hanya berperan di lingkungan sekolah, tetapi lebih luas lagi guru juga berperan di masyarakat. Menurut Mohamad Surya guru mempunyai peranan yang luas baik di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran siswa, pengarah pembelajaran dan pembimbing siswa. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).9 Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai : 1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan; 2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan; 3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
8
Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar, (Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta, 2003), p. 11
9
Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Cet. Pertama, (Pustaka Bani Qureaisy: Bandung, 2004), pp. 89-90
14 4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para siswa melaksanakan disiplin; 5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik; 6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan siswa sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; 7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.10 Dipandang dari segi diri pribadinya (self-oriented), seorang guru berperan sebagai : 1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; 2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; 3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua siswa bagi setiap siswa di sekolah; 4. Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para siswa; dan 5. Pemberi keselamatan bagi setiap siswa. Siswa diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.11 Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
10
Ibid, p. 90
11
Ibid.
15 1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; 2. Seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para siswa sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan; 3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk dan menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan; 4. Catalytic agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan 5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para siswa.12 Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satusatunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya.
12
Ibid, p. 91
16 Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Di samping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
C. Peran Filsafat Pendidikan bagi Guru
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik. Filsafat pendidikan secara vital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran
17 praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan. Menurut Uyoh Sadulloh, terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya, yaitu:13
1.
Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana
memandang pengajaran dan pembelajaran. Dengan kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lagi memandang sebagai suatu seni, pertemuan yang spontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan pembelajaran, sebagian guru menekankan
pengalaman-pengalaman
dan
kognisi
siswa,
yang
lainnya
menekankan perilaku siswa.
2.
Keyakinan mengenai siswa Keyakinan guru mengenai siswa akan berpengaruh besar pada bagaimana
guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan. Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui bahwa siswa-siswa berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.
3. 13
Keyakinan mengenai pengetahuan Uyoh Sadulloh, op.cit., pp. 93-95
Keyakinan
ini
berkaitan
dengan
bagaimana
guru
18 melaksanakan
pengajaran. Dengan filsafat pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.
4.
Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui Guru menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka,
sekalipun masing-masing guru berbeda dalam meyakini apa yang harus diajarkan. Dengan demikian dapat disimpukan bahwa keyakinan-keyakinan guru mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan pengetahuan apa yang paling berharga, merupakan landasan filsafat pendidikannya.
BAB III PENUTUP
Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya siswa sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memahami bahwa yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan secara umum. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://pengertian.baru2.net/pengertian-peran-guru-dalam-pendidikan.html. http://www.markazelfauzy.co.cc/2009/11/filsafat-pendidikan.html. Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Cet. Pertama. Bandung: Pustaka Bani Qureaisy, 2004 Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktoral Jenderal Pendidikan dan Menengah, direktorat Tenaga Kependidikan, 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Cet. keempat. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007 Yudrik Yahya, Wawasan Kependidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktoral Jenderal Pendidikan dan Menengah, direktorat Tenaga Kependidikan, 2003.
20