PERAN TEKNOLOGI TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING DAN STRATEGI PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI DI INDUSTRI TEH INDONESIA Rohayati Suprihatini 1) dan Syamsul Maarif ABSTRACT Market share of Indonesian tea in the world tea market decreased from 10,8 percent in 1993 to merely 9,2 percent in 1996. On the other hand, most of export ad tea (96,7%) is still in the bulk form. One of the factors to increase competitiveness and added value of Indonesian tea commodity is technology. Currently, technology is the main factors to gain the national competitiveness. This paper describes the role of technology increasing competitiveness and also explains, some strategies to increase the capability of technology such as bench marking, reengineering, kaizen, Deming cycle, and quality management system ISO 9000, the condition of technology capability in Indonesia tea industry, and the synthesis of technology capability system in Indonesia tea industry. In this system, the dynamic interaction starts from the need of changing, determines changing strategy and implementation process, increases sophisticated technology components and learning process, and increases capability of technology which will accelerate the technology capability in Indonesian tea industry. Key word : tea industry technological change, value, added, economyc cometition. ABSTRAK Pangsa ekspor teh Indonesia di pasar dunia menurun dari 10,8 persen pada tahun 1993 menjadi hanya 9,2 persen pada tahun 1996. Disamping itu, 96,7 persen ekspor masih dalam bentuk bahan mentah (teh curah). Salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditas teh Indonesia adalah teknologi. Saat ini, teknologi memerankan peran yang sangat penting untuk memenangkan kompetisi nasional. Tulisan ini membabas tentang peran teknologi terhadap keunggulan bersaing termasuk komponen dan tingkat kemampuan teknologi dan mekanisme peran teknologi terhadap peningkatan daya saing, beberapa strategi untuk meninglcatkan kemampuan teknologi, kondisi kemampuan penguasaan teknologi industri teh di Indonesia, dan hasil pemikiran mengenai altematif sistem penguasaan teknologi industri teh di Indonesia. Sistem penguasaan teknologi teh di Indonesia merupakan suatu interaksi dinamik mulai dari kebutuhan akan perubahan, penetapan strategi perubahan, proses implementasi, peningkatan kecanggihan komponen-komponen teknologi, proses belajar, dan peningkatan kemampuan teknologi yang menentukan kecepatan peningkatan kemampuan teknologi industri teh Indonesia secara terus menerus. Kata kunci : industri teh, perubahan teknologi, nilai tambah, daya saing. PE NDAHULUAN Perkembangan ekspor teh Indonesia sangat menghawatirkan karena terus menurun tajam selama tiga tahun terakhir yaitu dari jumlah 123.926 ton pada tahun 1993 menjadi hanya 101.532 ton pada tahun 1996, atau rata-rata menurun sebesar 6,4 persen per tahun (ITC, 1997). Keadaan ini menyebabkan pangsa ekspor teh Indonesia di pasar dunia menurun dari 10,8 persen pada tahun 1993 menjadi hanya 9,2 persen pada tahun 1996. Pada periode yang sama pangsa ekspor Kenya meningkat dan 16,4 persen menjadi 22,1 persen, sementara pangsa ekspor Sri Lanka meningkat dari 18,2
persen menjadi 21,1 persen. Keadaan ini mencerminkan lemahnya daya saing teh Indonesia di pasar dunia. Hasil penelitian Suprihatini dkk. (1996) menunjukkan bahwa daya saing teh hitam Indonesia sangat lemah yang ditunjukkan oleh angka rasio biaya sumber daya domestik yang sudah lebih besar dari• satu. Dilihat dari jenis produk teh yang diekspor, ternyata ekspor teh Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk bahan mentah yaitu 96,6 persen berupa teh curah, sedangkan di negara produsen teh lainnya volume ekspor produk teh-jadi sudah lebih banyak. Sebagai contoh, ekspor produk teh-jadi Sri Lanka sudah mencapai 67 persen dari total volume ekspor, sementara
1)Staf Peneliti pada Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia 2) Direktur Kerjasama di Magister Manajemen Institut Pertanian Bogor (MM-IPB).
PERAN TEKNOLOGI Rohayati Suprihatini dan Syamsul Maarif 49
di India sudah mencapai 50 persen (Suprihatini dan Badruddin, 1996). Bahkan Sri Lanka dan India telah mengimpor bahan baku teh asal Indonesia untuk dijadikan campuran pada produk teh jadi yang diekspornya. Di lain pihak, impor teh jadi Indonesia selama tahun 1995-1997 telah meningkat drastis hampir 280 persen yaitu dari 142 ton menjadi 516 ton (BPS, 1997). Teh olahan yang diimpor tersebut termasuk dalam kelompok HS 0902.10.100, HS 0902.10.200, HS 0902.30.100, dan HS 0902.30.200, yaitu berupa produk teh yang dikemas dalam kemasan kurang dari atau sama dengan 3 kg. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditas teh Indonesia adalah teknologi. Dalam kondisi pasar global yang makin kompetitif maka teknologi memainkan peran yang sangat penting untuk memenangkan kompetisi nasional (Porter, 1994). Demikian pula Gumbira (1999) memerinci beberapa peranan teknologi yaitu : (1) Peningkatan nilai tambah; (2) Pengembangan produk; (3) Pembukaan lapangan ketja; (4) Pembukaan dan penetrasi pasar; (5) Pengembangan pusat perekonomian; dan (6) Penghasil devisa negara. Mengingat pentingnya peranan teknologi tersebut, maka pada paper ini akan dibahas khusus mengenai peran teknologi terhadap keunggulan bersaing, strategi dan alternatif sistem untuk mempercepat peningkatan kemampuan penguasaan teknologi di industri teh Indonesia. PERAN TEKNOLOGI TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING Komponen dan Tingkat Kemampuan Teknologi Pembahasan tentang pengertian teknologi ternyata sangat beragam. Masih terdapat kesimpangsiuran pendapat di antara para ahli yang membahasnya karena teknologi merupakan hal yang sangat rumit (Gie, 1996). Terdapat beberapa pengertian teknologi mulai dari pengertian yang paling sederhana yaitu: (1) Sebagai barang buatan, (2) Sebagai kegiatan manusia, (3) Sebagai kumpulan pengetahuan, dan (4) Sebagai suatu sistem. Drucker (1959) berpendapat bahwa teknologi hams dianggap sebagai suatu sistem, yaitu suatu kumpulan dari satuan-satuan dan kegiatankegiatan yang saling berkaitan dan saling berkomunikasi. Sebagai suatu sistem maka teknologi
FAE. Volume 17. No. 1 Juli 1999 : 49-65 50
akan memiliki tujuan, komponen-komponen, adanya pengaruh lingkungan, dan diperlukannya aspek manajemen sistem. Terdapat empat komponen teknologi yaitu : (1) humanware; (2) infoware; (3) orgaware; dan (4) technoware (Sharif, 1993). Technoware adalah obyek yang mencakup fasilitas fisik seperti mesin, dan peralatan yang dapat meningkatkan kekuatan fisik manusia dan mengontrol jalannya operasi. Humanware merupakan kemampuan manusia itu sencliri seperti keterampilan, pengetahuan, keahlian, dan kreativitas yang berperan untuk mewujudkan kegunaan sumber daya alam dan sumber daya teknologi yang tersedia untuk tujuan produktif. infoware merupakan kumpulan dokumen fakta seperti design, spesifikasi, blue print (cetak biru), manual operasi, pemeliharaan, dan perbaikan yang berfungsi untuk mempercepat proses belajar serta menghemat sumber daya dan waktu. Orgaware adalah lembaga atau institusi yang mengkoordinasikan seluruh aktivitas produktif perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi seperti jaringan kerja, grouping, linkages, dan teknik-teknik pengorganisasian lainnya. Keempat komponen teknologi tersebut berinteraksi secara dinamik menentukan tingkat kemampuan penguasaan teknologi. Pada prinsipnya terdapat empat tingkat kemampuan teknologi mulai dari kemampuan yang paling rendah adalah (1) kemampuan operatif; (2) kemampuan alcuisitif; (3) kemampuan suportif; dan (4) kemampuan inovatif (LIPI, 1993). Kemampuan operatif dicirikan oleh adanya : (a) Kemampuan untuk menggunakan dan mengontrol perangkat teknologi (technoware); (b) Kemampuan untuk merencanakan operasi yang termasuk aspek-aspek seperti perencanaan dan penjadwalan produksi, jaminan kualitas dan kontrol inventors; (c) Kemampuan untuk memberikan dukungan informasi dan jaringan untuk operasi; (d) Kemampuan untuk melaksanakan perbaikan preventif, rutin dan tingkat komponen; dan (e) Kemampuan untuk mencari dan menyelesaikan masalah dengan cepat (troubleshooting). Kemampuan akuisitif yang dimaksud adalah: (a) Kemampuan untuk melaksanakan studi rekayasa secara rinci dan menterjemahkan proses parameter dasar ke dalam rancangan (layout), peralatan, dsb; (b) Kemampuan mengidentifikasi secara mandiri semua sumber teknologi yang baik; (c) Kemampuan untuk mengkaji teknologi yang ditawarkan berkenaan dengan proses parameter, spesifikasi lain, keuntungan sosio-
ekonomi, kebijakan pemerintalt. dsb.; (d) Kemampuan bernegosiasi untuk memperoleh atau mengejar teknologi (negosiasi harga, jaminan kegiatan, garansi, tanggal penyetoran, dsb.) Kemampuan suportifyang dimaksud adalah : (a) Kemampuan untuk mengerti, dalam rincian, "pengetahuan bagaimana" (know how) dan "pengetahuan mengapa" (know-why) dihubungkan dengan teknologi produksi dan proses; (b) Kemampuan untuk membuat prototipe, melakukan pengujian dan demonstrasi: (c) Kemampuan untuk menduplikasi teknologi yang dibutuhkan, dan kemampuan untuk mengadaptasi teknologi yang diduplikasinya. Kemampuan inovatif yang dimaksud adalah sebagai berikut : (a) Kemampuan untuk melaksanakan perubahan secara mandiri dalam produk dan atau proses untuk memenuhi kebutuhan perubahan pasar; dan (b) Kemampuan untuk mengenalkan ke pasar produk dan atau proses barn yang sampai saat ini merupakan produk atau proses barn. Strategi penguasaan teknologi berdasakan falsafah Habibie dalam Gumbira (1999) adalah memulai dari akhir dan berakhir dari awal. Tahapan penguasaan teknologi menurut falsafah tersebut dimulai dari tahap penguasaan teknologi produksi; tahap rancang bangun dan integrasi teknologi yang telah dikuasai: tahap pembangunan teknologi dan integrasi teknologi yang kompetitif di dunia; dan tahap diperolehnya kemampuan melaksanakan penelitian dasar atau penciptaan teknologi generik untuk menunjang tahap pengembangan teknologi. Untuk meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi perlu dipilih strategi tertentu. Strategi yang sangat populer dan banyak diterapkan di perusahaanperusahaan di dunia dalam rangka meningkatkan kemampuan teknologi dan mutu adalah bench marking; kaizen; Siklus Deming, penerapan sistem manajemen mutu dan reengineering (Gaspersz, 1997). Bench marking, siklus perbaikan Deming, kaizen dan sistem manajemen mum merupakan suatu proses perubahan secara bertahap, sedangkan reengineering merupakan proses perubahan secara radikal.
Mekanisme Peran Teknologi terhadap Keunggulan Bersaing. Peranan teknologi yang muncul pertama kali adalah melalui perannya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia. Dalam hal ini
teknologi merupakan alat untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia claim rangka mengeksploitasi, mengontrol, dan mengembangkan sumber daya alam sehingga tercapai peningkatan daya saing di pasar (LIPI, 1993). Pandangan lain mengenai peranan teknologi untuk meningkatkan daya saing dikemukakan oleh Calori (1992) yang berpendapat bahwa teknologi berperan dalam menciptakan inovasi proses, inovasi produk, dan adaptasi terhadap segmen pasar yang barn yang akan meningkatkan pangsa pasar dan besarnya pasar. Selanjutnya peningkatan ukuran dan pangsa pasar tersebut akan meningkatkan skala ekonomi dan efek belajar yang keduanya akan menurunkan biaya. Dengan kata lain, teknologi akan menggeser kurva suplai dalam jangka panjang. Efek penurunan biaya tersebut selanjutnya akan mendukung upaya-upaya dalam perbaikan teknologi sehingga merupakan suatu siklus dalam rangka meningkatkan pangsa dan ukuran pasar yang dapat dilakukan secara terns menerus. Mc. Kenna (1997) menyoroti peranan teknologi interaktif seperti komputer, fax, telepon seluler, dan internet sehingga dapat melakukan sesuatu lebih cepat dari sebelumnya, dan meningkatkan daya tanggap secara istimewa. Daya tanggap tersebut terutama dalam menghadapi perubahan lingkungan yang sangat cepat, dan memenuhi harapan pelanggan atau kepuasan pelanggan dengan segera. Dengan daya tanggap terhadap perubahan yang lebih cepat tersebut dapat dipastikan dapat menikmati peluang-peluang dan mengantisipasi ancaman secara lebih dini sehingga dapat dicapai suatu keunggulan organisasi. Organisasi akan terus memantau, menyesuaikan diri, memprakarsai, membuat verifikasi, dan bertindak berdasarkan perubahan informasi secara terus menerus. Deming (1986) menekankan peranan teknologi untuk meningkatkan kualitas. Pengertian kualitas dalam hal ini selalu berfokus pada pelanggan (customer). Produk-produk didesain, dan diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan. Suatu produk dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dengan cara yang benar dan baik. Peningkatan kualitas akan menumnkan biaya proses ulang, penurunan tingkat kesalahan, penurunan keterlambatan, dan peningkatan penggunaan mesin dan alat, sehingga produktivitas meningkat. Adanya peningkatan kualitas dan penuninan biaya akan mendorong peningkatan penguasaan pasar yang menyebabkan peningkatan bisnis dan alchiniya dapat
PERAN TEKNOLOGI Rohavati Suprihatini dan Syamsul Maarif 51
menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi serta meningkatkan tingkat pengembalian investasi. Berkaitan dengan peran teknologi dalam peningkatan kualitas, Kolarik (1995) sependapat dengan Deming. Dalam hal ini teknologi berperan untuk meningkatkan kualitas produk yang ditunjukkan melalui peningkatan penampilan produk, penurunan biaya, dan peningkatan ketepatan waktu penyerahan. Peranan teknologi melalui peningkatan kualitas dikemukakan juga oleh Gasperz (1997). Perhatian penuh pada perbaikan kualitas akan memberikan dampak positif kepada perusahaan minimal melalui dua cam, yaitu : (1) Dampak terhadap biaya produksi; dan (2) Dampak terhadap pendapatan. Dampak terhadap biaya produksi terjadi melalui proses pembuatanproduk yang memiliki derajat kesesuaian yang tinggi terhadap standar-standar sehingga bebas dari kemungkinan kerusakan atau cacat. Dengan demikian proses
produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk berkualitas yang bebas dari kerusakan. Hal ini akan menghindarkan terjadinya pemborosan (waste) dan inefisiensi sehingga ongkos produksi per unit akan menjadi rendah yang pada gilirannya akan membuat harga produk menjadi lebih kompetitif. Dampak terhadap peningkatan pendapatan terjadi melalui peningkatan penjualan atas produk berkualitas yang berharga kompetitif. Produk-produk berkualitas yang dibuat melalui suatu proses yang berkualitas akan memiliki sejumlah keistimewaan yang mampu meningkatkan kepuasan konsumen atas penggunaan produk tersebut. Setiap konsumen akan memaksimumkan kepuasan dalam mengkonsumsi produk, sehingga hanya produk-produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif yang akan dipilih oleh konsumen. Keadaan ini akan
Teknologi Sistem Informasi Teknologi Perencanaan dan Penyusunan Anggaran Teknologi Kantor Teknologii PelatihanPenelitian Nilotivasi Teknologi Sistem Infonna■si 1:'eknologi Produk Pembtiatan Desain dengan Bantuan Komputv. Teknologi Pabrik Pelop0
Alat-alit Pengembangan Lu4tak Teknologi Sistem Informasi
Teknologi Sistem Informasi Teknologi Sistem Komunikasi Teknologi Transportasi Teknologi Transportasi Teknologi Pcnanganan Material Teknologi Penyimpanan dan Pengawalan Teknologi Sistem Komunikasi Teknologi Pcngujian Teknologi Sistem Informasi
Teknologi Proses Dasar Teknologi Material Teknologi Peralatan Mesin Teknologi Penanganan Material Teknologi Pengemasan Metode Perawatan Teknologi Pengujian Teknologi Operasi/ Desain Bangunan Teknologi Sistcm Informasi
Teknologi Transportasi Teknologi Penanganan Material Teknologi Pengemasan Teknologi Sistem Komunikasi Teknologi Sistem Informasi
Gambar 1. Aktivitas Dalam Rantai Nilai
FAE, Volume 17. No. 1 Juli 1999 : 49-65 52
Teknologi Media Teknologi Perekaman Suara dan Gambar Teknologi Sistcm Komunikasi Teknologi Sistem Informasi
Teknologi Diagnostik dan Pengujian Teknologi Sistem Komunikasi Teknologi Sistem Informasi
meningkatkan penjualan dari produk-produk yang akan iiicningkatkan pangsa pasar sehingga pada akhimya akan mcningkatkan pendapatan perusahaan. Porter (1994) berpendapat bahwa teknologi akan mcningkatkan keunggulan bersaing jika memiliki peran yang nyata dalam menentukan posisi biaya relatif atau diferensiasi relatif. Teknologi akan berpengaruh pada biaya atau diferensiasi jika berpengaruh pada faktor-faktor penentu biaya atau falctor-faktor penentu kcunikan aktivitas nilai atau rantai nilai. Oleh karena itu. alai pokok untuk memahami peran teknologi dalam keunggulan bersaing adalah rantai nilai yang disajikan pada Gambar I. Perusahaan sebagai sekumpulan aktivitas, juga merupakan sekumpulan teknologi. Setiap aktivitas nilai yang dilakukan perusahaan merupakan suatu perw ujudan teknologi. Perubahan teknologi akan le ii ipeliga rub persaingan lewat dampaknya terhadap hampir set iap aktivitas dalam rantai nilai. Oleh karena tcknologi hams dikelola sedemikian rupa sehingga nicnghasilkan keunggulan beisaing. STRATEGI PENINGKATAN KEMAMPUAN TEKNOLOGI Benchmarking menurut Camp (1989) merupakan suatu proses pencarian secara kontinyu niinik ide-ide barn dan metode-metode bare, praktek dan proses. dan salah satu usaha mengadopsi pr,ik tek-praktek atau mengadaptasikanfeatures terbaik, kemudian mcnerapkannya untuk memperoleh hasil ierbaik dari sang terbaik (best of the best). Pada dasa nly a terdapat empat jenis benchmarking yaitu : (1) Internal henchmarking: (2) Competitive benchmarking; (3) Functional benchmarking; dan (4) Generic Benchmarking
hem hmarking. Internal benchniarking merupakan suatu upaya
perhaikan terus menerus untuk mengidentifikasi operasi-operasi terbaik dan teknologi yang ada dalam lingkungan perusahaan itu sendiri misalnya di antara fungsi-fungsi dalam organisasi, atau antar unit bisnis. Dalam kaitannya dengan bisnis teh misalnya dapat dilakukan idcntifikasi terhadap kebun atau pabrik terbaik diantara kebun-kebun atau pabrik-pabrik dalam salt' perusahaan. Dengan internal benchmarking dapat diperolch informasi secara jelas, kritis dan obyektif nieligenai adanya kesenjangan kinerja antar kebun atau
antar pabrik serta penyebab terjadinya kesenjangan tersebut. Dengan memahami infonnasi tersebut dapat dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan tersebut. Competitive benchmarking diterapkan untuk meningkatkan daya saing dan memposisikan produk terhadap produk pesaing. Melalui competitive benchmarking akan diperoleh informasi tentang performasi terbaik dari pesaing. Selanjutnya infonnasi tersebut dapat digunakan untuk menciptakan produk yang lebih baik. Pada kasus komoditas teh Indonesia, maka produk teh Kenya dan Sri Lanka dapat dijadikan patokan mengingat produk teh dari kedua negara tersebut dapat terus menggeser produk teh Indonesia hampir di seluruh pasar tujuan ekspor teh Indonesia Kondisi ini dapat terjadi karena tingkat produktivitas kebun teh di kedua negara tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebun teh Indonesia sehingga dapat menekan harga pokok. Produktivitas rata-rata kebun teh di Kenya dan Sri Lanka pada tahun 1996 masing-masing mencapai 2.172 kg dan 2050 kg teh kering per hektar (ITC, 1997). Sementara di Indonesia hanya mencapai 1348 kg teh kering per hektar. Selain itu, diakui oleh pars trader bahwa rata-rata kualitas teh Kenya dan Sri Lanka lebih baik dibandingkan dengan Indonesia baik dari segi appearance, liquor, mapun infusion. Upaya promos i teh yang dilakukan oleh kedua negara pesaing tersebut juga lebih gencar dibandingkan dengan upaya pihak Indonesia khususnya di pasar-pasar potensial teh seperti pasar Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang mampu menyerap sekitar 35 persen dari total konsumsi teh dunia. Implementasi competitive bencmarking relatif lebih sulit dibandingkan dengan internal benchmarking, karena informasi yang diperlukan berada di luar perusahaan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk memperoleh informasi penting tersebut. Namun demikian, untuk mendapatkan informasi tidak selalu harus melalui kunjungan ke perusahaan-perusahaan pesaing. Altematif sumber informasi yang lebih murah dapat diperoleh melalui majalah-majalah perdagangan, asosiasi binis sejenis, publikasi penelitian, dan sumber lain. Untuk kasus teh, tersedia beberapa sumber informasi yang dapat diakses antara lain adalah informasi yang berasal dari majalah tea and Coffee; Jumal Tea Reseach Institute of Sri Lanka;Jurnal Tea Research Institute of Kenya, United Planters Association of South India, United Kingdom Tea Council; American Tea Council, FAO; Asosiasi Teh
PI(It AN TEKNOLOGI Rohayati Suprihatini dan Syamsul Maanf
53
Indonesia. Info Teh, paper-paper seminar internasional teh dan tea business conference. Functional benchmarking merupakan jenis benchmarking yang tidak hams membatasi pada pembanding terhadap pesaing langsung. Pada . functional benchmarking dapat melakukan investigasi pada perusahaan-perusahaan yang unggul dalam industri yang tidak sejenis. Bagaimanapun relevansi dari pembanding pada functional benchmarking perlu dipertahankan melalui mendefinisikan karakteristik perfonnansi yang hams serupa dengan fungsi-fungsi dari perusahaan. Beberapa fungsi yang dapat diperbandingkan antar perusahaan yang tidak sejenis dapat dilihat pada fungsi-fungsi dan rantai nilai tambah yang telah disususun oleh Porter pada Gambar 1. Perusahaan teh yang ingin memperbaiki manajemen kualitas dapat saja meniru sistem manajemen kualitas ASTRA otomotif yang telah terbukti keberhasilannya. Implementasi functional benchmarking relatif lebih sulit untuk dilakukan. Selain informasi yang diperlukan lebih sulit diperoleh, juga dalam penentuan benchmark targets-nya memerlukan kreativitas yang tinggi. Generic benchmarking merupakan jenis benchmarking dimana beberapa fungsi bisnis dan proses adalah sama tanpa mempedulikan ketidakserupaan atau ketidaksejenisan di antara industri-industri. Generic benchmarking membutuhkan konseptualisasi yang komprehensif, serta metupalcan jenis benchmarking yang paling sulit. Generic bench marking ini pada dasarnya merupakan perluasan dan . functional benchmarking. Dan beberapa perusahaan yang telah sukses dalam menerapkan benchmarking, terdapat beberapa tahap pelaksanaan yang sistematis. Beberapa tahapan tersebut adalah : (1) Identifikasi subyek benchmarking yang merupakan sisi kelemahan perusahaan; (2) Identifikasi benchmarking partners; (3) Menentukan metode pengumpulan data dan melakukan pengumpulan data; (4) Menentukan kesenjangan kompetitif saat ini; (5) Memproyeksikan kinerja perusahaan setelah dilakukan benchmarking; (6) Menentukan sasaran; (7) Mengkomunikasikan temuantemuan kepada karyawan untuk memperoleh dukungan (8) Mengembangkan rencana-rencana tindakan; (9) Menerapkan tindakan dan memonitor kemajuan; dan (10) Evaluasi.
FAE, Volume
54
17. No. 1 Juli 1999: 49-65
Business Process Reengineering (BPR) Business Process Reengineering (BPR) adalah proses merancang ulang proses terpilih secara drastis dalam rangka meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan secara dramatis (Johanson and Can, 1995). Dalam hal ini agar dampaknya dramatis, maka BPR hanya memusatkan perhatian pada proses bisnis inti saja, tidak pada proses pendukung. BPR telah diaplikasikan di berbagai perusahaan Dan hasil studi terhadap 47 perusahaan yang terdapat di Amerika Serikat dan Eropah yang telah berhasil mengaplikasikan BPR, dapat diidentifikasi beberapa tindakan tethaik yang perlu dilakukan dalam aplikasi BPR. Beberapa tindakan tersebut adalah : (1) Mengenali dan mengungkapkan kebutuhan akan pembahan yang sangat mendesak; (2) Memulai dengan dukungan penuh tingkat eksekutif; (3) Memahami kesiapan perusahaan terhadap perubahan; (4) Berkomunikasi secara efektif untuk menciptakan ketenangan; (5) Membentuk tim yang ulung; (6) Menggunakan kerangka kerja terstruktur; (7) Menggunakan jasa konsultan secara efektif; (8) Mengkaitkan sasaran dengan strategi perusahaan; (9) Mendengarkan suara pelanggan; (10) Memilih proses yang tepat untuk restrulcturisasi; (11) Mempertahankan fokus pada dua atau tiga proses inti ; (12) Memahami secara cepat proses yang hams direstukturisasi; (13) Memilih dan menggunakan ukuran yang tepat, misalny a ukuran biaya proses, ukuran kualitas produk, waktu delivery dsb. untuk menunjukkan perbaikan proses yang barn; (14) Memahami resiko dan menyusun rencana masa depan; dan (15) Memiliki rencana bagi peningkatan yang berkesinambungan. Kaizen Kaizen adalah suatu istilah dalam bahasa Jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan secara terus menerus. Pada dasarnya kaizen merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi yang bertujuan untuk melaksanakan perbaikan secara terus menerus. Semangat kaizen yang tinggi dalam perusahaan Jepang telah membuat mereka maju pe sat dan unggul dalam kualitas (Gaspe rsz, 1997).
Semangat kaizen berlandaskan pada pandangan sebagai berikut : (1) Han ini hams lebih baik dari hari kemarin; (2) Tidak boleh ada satu haripun yang lewat tanpa perbaikan atau peningkatan; (3) Masalah yang timbul merupakan suatu kesempatan untuk melaksanakan perbaikan atau peningkatan; (4) Menghargai adanya perbaikan meskipun kecil; dan (5) Perbaikan atau peningkatan tidak hams memerlukan investasi besar. Dalam pelaksanaan kaizen, melibatkan seluruh hierarki mulai dari manajemen puncak hingga karyawan. Nayatani, dalam Gaspersz (1997) menunjukkan bahwa penerapan kaizen akan memberikan dampak positif antara lain : (1) Setiap orang akan mampu menemukan masalah lebihcepat; (2) Setiap orang akan memberikan perhatian dan penekanan pada tahap perencanaan; (3) Mendukung cara berfikir yang berorientasi proses; (4) Setiap orang akan berkonsentrasi pada masalah-masalah yang lebih penting dan mendesak untuk diselesaikan; (5) Setiap orang akan berpartisiapsi dalam membangun sistem yang barn. Terdapat beberapa bidang yang perlu disempurnakan sehingga harus selalu menjadi perhatian pihak manajemen dan karyawan dalam setiap upaya perbaikan terns menems yaitu : (1) tenaga kerja; (2) teknik; (3) metode; (4) waktu; (5) fasilitas: (6) peralatan; (7) material; (8) volume produlcsi; (9) inventors; (10) tempat; dan (11) cara berfikir.Salah satu contoh penerapan kaizen yang sukses adalah penerapan kaizen di perusahaan Canon. Pada saat itu, di setiap pabrik
KAIZEN
SISTEM SARAN KREATIF
Aktivitas Kerja Flan
GUGUS ICENDALI MUTU (GKM)
INISIATIF DAN KREATIFITAS KARYAWAN
Canon diperkenalkan proyek yang bernama Proyek Kaizen 100 yang mewajibkan setiap manajer untuk berfikir tentang lebih dari 100 jenis tugas sehari-hari yang dapat diperbaiki. Target untuk tingkat supervisor juga ditetapkan sebanyak 100 jenis perbaikan. Untuk itu, setiap kali seorang manajer atau supervisor mendapat ide-ide perbaikan maka hams menuliskan ide-ide tersebut dalam formulir. Pam supervisor wrjib menyisihkan waktu selama setengah jam setiap hari yaitu dari jam 11.30 - 12.00 siang waktu setempat dan disebut sebagai waktu kaizen yaitu waktu dimana setiap orang tidak boleh melakukan aktivitas apa-apa kecuali berfikir tentang perbaikan untuk unit kerja masingmasing. Pada dasamya formulir proyek kaizen tersebut memuat kolom-kolom identifikasi masalah, identifikasi penyebab masalah, usulan tindakan perbaikan, penanggungjawab, dan proyeksi dampak. Formulir proyek 'wizen tersebut dapat disusunatas dasar formulir saran dari pars karyawan atau hasil brain storming. Karakteristik lain yang tumt mensukseskan proyek kaizen di perusahaan Canon adalah adanya sitem insentif untuk setiap saran menurut tingkat bobotnya. Sistem saran telah banyak digunakan oleh perusahaanperusahan Jepang lainnya. Mekanisme strategi kaizen di perusahaan-perusahaan Jepang ditunjukkan pada Gambar 2. Siklus Deming Dalam rangka meningkatkan penguasaan teknologi dan perbaikan kualitas secara terus menerus, Deming, mengemukakan suatu siklus perbaikan secara terus menerus yang dikenal dengan siklus Deming PDSA (Plan-Do-Study-Act) yaitu membuat rencana perbaikan, melaksanakan perbaikan sesuai rencana, mempelajarinya atau memeriksa hasilnya, dan menstandarisasikan perbaikan, selanjutnya membuat rencana perbaikan lagi. Siklus Deming berupa pemecahan masalah secara sistematis dan berkesinambungan disajikan pada Tabel 1. Setelah masalah dapat diidentifikasi antara lain melalui penggunaan beberapa alat bantu dari seven old tools misalnya chek sheet, histogram, diagram pareto, diagram tebar, stratifikasi, peta kontrol, maka langkahlangkah pemecahan masalah berikutnya adalah : mencari sebab-sebab yang mengakibatkan masalah; meneliti sebab-sebab yang saling berpengaruh; menyusun langkah perbaikan; melaksanakan langkahlangkah perbaikan; periksa hasil perbaikan; mencegah
Gambar 2. Mekanisme Kaizen
PERAN TEKNOLOGI Rbhavati Suprihatini dan Syamsul Maarif 55
terulangnya masalah: dan selanjutnya mulai lagi dengan peniecahan masalah lainnya sehingga merupakan suatu sik his perbaikan secara terus menerus. Dalam rangka mengetahui faktor-faktor penyebab masalah. dapat menggunakan alat bantu berupa diagram sebab akibat dengan teknik brainstorming dengan para karyawan yang terlibat dengan produksi pucuk, pemetikan Itingga penanganan pucuk. Brainstorming dapat melibatkan seluruh karyawan yang terbagi dalam group-group sesuai dengan kompetensinya di saat-saat tertentu inisalnya nienggunakan waktu selama setengali jam claim sehari seielali inakan siang. untuk mengumpulkan informasi tenting penyebab-penyebab potensial (utama dan minor) yang mungkin mempengaruhi masalah. Pada slim brainstorming para mandor harus dapat mengaralikan agar setiap orang dapat berpartisipasi memberikan ide sebanyak-banyaluiya, dan hams dapat meinfokuskan diskusi pada penyelesaian masalah, bukan sating menyalahkan. Setelah semua ide-ide terkiimpul. ditanjutkan dengan evaluasi menggunakan la 'ilk ranking untuk menentukan urutan prioritas. Pilih empat atau lima penyebab yang mendapat suara terbanyak. Lanjutkan dengan Why-why analysis untuk mcncari akar dari masalah. Dalam rangka mengembangkan suatu rencana implementasi perubahan. perlu identifikasi dan urutan pc ri iba in-pe mbaha n yang disepakati bersama berdasar derajat kepentingannya, dampak pada performasi pada basil keseluruhan. dan kemudahan dalam implementasinya. Untuk setiap perubahan yang disepakati perlu diidentifikasi perubahan amber daya
yang dibutuhkan, perubahan langkah-langkah dan sekuensi proses. penetapan tim pelaksana dan waktu pelaksanaannya. Secara singkat perlu dilakukan analisis 5 W + H yang mencakup : (a) Mengapa (why) dilakukan perbaikan, (b) Apa (what) sasaran dari perbaikan tersebut. (c) Dimana (where) harus dilakukan, (d) Kapan (when) batas waktunya, (e) Siapa (who) pananggungjawab dan pelaksananya, dan (f) Bagaimana caranya. Untuk mendapatkan solusi 5 W + H tersebut dapat dilakukan teknik diskusi atau brainstorming.
Pada kasus perbaikan proses. dapat digunakan alat untuk mempermudah berupa diagram alir. Gunakan diagram alir proses yang sekarang sebagai dokumen dasar. Identifikasi bagaimana proses itu seharusnya diperbaiki dan dimodifikasi untuk merefleksikan perubahan-perubahan yang diajukan guna perbaikan terus-menerus. Lakukan perbaikan peta proses sekarang dengan peta proses yang seharusnya dengan menggunakan diagram alir. Demikian pula untuk mengembangkan suatu jadwal implementasi perubahan, dapat menggunakan alat bantu misalnya peta Gantt (Gant Chart) atau metode jalur kristis (Critical Path Method). Dalam menyusun rencana implementasi, perlu juga diidentifikasi hambatan-hambatan yang mungkin timbul. Untuk itu, perlu diidentifikasi cara-cam untuk menghindarinya, dan menetapkan penanggungjawabnya secara jelas. Selain itu, perlu mengembangkan suatu daftar standar dan peraturan-peraturan untuk menghindari hambatan tersebut. Semua rencana
Tabel ISiklus Perbaikan Secara Terus Menerus Fungsi Organisasi
Proses Pengambilan Keputusan
Langkah Pemecahan Masalah
•Pengembangan alternatif
• Menentukan prioritas masalah • Mencari sebab-sebab yang mengakibatkan masalah • Meneliti sebab-sebab yang saling berpengaruh • Susun langkah perbaikan
Do
•Pemilihan alternatif
•Melaksanakan langkah-langkah perbaikan
Check
•Implementasi
•Periksa hasil perbaikan
Action
• Evaluasi
•Mencegah terulangnya masalah• Pemecahan masalah selanjutnya
Plan
• Identifikasi Masalah
FAE, Volume 17. No. 1 Juli 1999 : 49- 65
56
Setelah dilakukan implementasi hams dilakukan evaluasi hasil. Alat yang digunakan dapat berupa diagram pareto, histogram, check sheet, peta kontrol, dan diagram tebar. Kemudian untuk mencegah terulangnya persoalan yang sama, perlu ditetapkan revisi standar operasi, standar inspeksi, dan peraturan. Tindakan selanjutnya adalah merencanakan perbaikan berikutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen, sehingga mengikuti siklus perbaikan kualitas secara terus menerus. Suatu disiplin manajemen harus ditetapkan untuk menjamin peninjauan ulang secara periodik terhadap proses, dan
memprioritaskan usaha-usaha perbaikan secara terus menerus mengikuti siklus Deming PDSA. Sistem Manajemen Kualitas ISO 9000 Sistem manajemen kualitas formal yang belialcu secara intemasional adalah sistem manajemen kualitas ISO 9000, dapat dianggap juga sebagai suatu sistem manajemen untuk meningkatkan kemampuan teknologi. Dengan penerapan ISO 9000 dalam produksi teh di Indonesia, diharapkan kemampuan teknologi, daya saing dan citra teh Indonesia dapat terangkat
Tabel 2. Elemen-elemen Sistem Kualitas ISO 9001, ISO 9002, dan ISO 9003 No
Elemen
ISO
ISO
ISO
9001
9002
9003
1
Tanggungjawab manajemen
4.1
4.1
4.1
2
Sistem kualitas
4.2
4.2
4.2
3
Tinjau ulang kontrak
4.3
4.3
4.3
4
Pengendalian disain
4.4
5
Pengendalian data dan dokumen
4.5
4.5
4.5
6
Pembelian
4.6
4.6
7
Pengendalian produk yang dipasok pelanggan
4.7
4.7
4.7
8
Identifikasi dan kemampuan penelusuran produk
4.8
4.8
4.8
9
Pengendalian proses
4.9
4.9
10
Inspeksi dan pengujian
4.10
4.10
4.10
11
Pengendalian dari inspeksi, pengukuran, dan peralatan uji
4.11
4.11
4.11
12
Status inspeksi dan pengujian
4.12
4.12
4.12
13
Pengendalian produk nonkonformans
4.13
4.13
4.13
14
Tindakan pencegahan dan korektif
4.14
4.14
4.14
15
Penanganan, penyimpanan, pengepakan, pemeliharaan, pengawetan, dan
4.15
4.15
4.15
penyerahan 16
Pengendalian catatan kualitas
4.16
4.16
4.16
17
Audit kualitas internal
4.17
4.17
4.17 4.18
18
Pelatihan
4.18
4.18
19
Pelayanan
4.19
4.19
20
Teknik statistika
4.20
4.20
4.20
PERAN TEKNOLOGI Rohayati Suprihatini dan Syamsul Maarif 57
sehingga dapat mempertahankanbahkan meningkatkan pangsa pasarnya di pasar dunia. ISO 9000 merupakan suatu seri dari standar-standar internasional untuk sistem kualitas. yang menspesifikasikan persyaratanpersyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen dengan tujuan untuk menjamin bahwa pemasok (perusahaan) akan menyerahkan barang daniatau jasa yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan tersebut (Clements, 1993). Dalam aplikasi sistem kualitas ISO 9000, seluruh pihak pada suatu perusahaan perkebunan teh hams serius dalam perbaikan sistem, karena tim penilai
dari luar yang telah mendapat akreditasi akan masuk ke dalam perusahaan dan melihat secara langsung sistem kualitas yang ada di suatu perusahaan. Tim penilai akan melihat dan mempelajari dokumentasi pada setiap bagian atau departemen di perusahaan. Tim penilai juga akan menilai dan menguji praktek-praktek manajemen yang berkaitan dengan sistem kualitas ISO 9000 antara lain hal-hal yang telah dikembangkan oleh pihak manajemen, metode-metode untuk mencegah masalah kualitas yang telah didokumentasikan dan metode untuk memenuhi ekspektasi pelanggan. Semakin serius pihak manajemen dari perusahaan perkebunan teh
PROSES OPERASIONAL Bagian Pemasaran 4.3. Tinjauan Ulang Kontrak
PENGENDALIAN SISTEM KUALITAS
Bagian Riset dan Desain 1 4.4. Pengendalian Desain
4.1. Tanggung Jawab Manajemen 4.2. Sistem Kualitas 4.5. Pengendalian Dokumen 4.14. Tindakan Korektif 4.17. Audit Internal
Bagian PCC & Produksi 4.7. Pengendalian Produk yang Dipasok 4.9. Pengendalian Proses 4.10. Inspeksi dan Pengujian 4.12. Status Inspeksi dan Pengujian 4.13. Pengendalian Produk NonKonformans
Sumber Daya Kualitas 4.6. Pembelian 4.11. Pengendalian Inspeksi Pengukuran dan Peralatan Uji 4.18. Pelatihan
Data Kualitas
Kualitas
Bagian Distribusi 4.15. Penanganan, Penyimpanan dan Penyerahan Bagian Pelayanan Pelanggan 4.19. Pelayanan
Gambar 3. Sistem Mamajemen ISO 9000
FAE. Volume 17. No. 1 Juli 1999 : 49-65 58
AKTIVITAS PENDUKUNG
4.8. Pembelian 4.15. Identifikasi dan Kemampuan Penelusuran Produk 4.18. Pengendalian Catatan Kualitas
menerapkan prinsip-prinsip kualitas ISO 9000, semakin mudah untuk memperoleh seritifikat ISO 9000. Seri ISO 9000 dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe dasar standar. yaitu : (1) seri -seri ISO 9000 yang memuat persyaratan standar sistem kualitas dan (2) seri-seri ISO 9000 yang berkaitan dengan petunjuk untuk aplikasi manajemen kualitas. Seri-seri ISO 9000 yang tergolong ke dalam standar-standar sistem kualitas adalah : ISO 9001, ISO 9002. dan ISO 9003. ISO 9001 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam desain/pengembangan, produksi, instalasi, dan pelayanan. ISO 9002 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam produksi dan instalasi, sedangkan ISO 9003 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam inspeksi dan pengujian akhir. Di antara ketiga model sistem tersebut, ISO 9001 merupakan model yang paling lengkap karena membutuhkan dua puluh elemen penilaian, sementara ISO 9002 dan ISO 9003 masingmasing hanya membutuhkan 19 elemen dan 16 elemen yang harus dipenuhi. Elemen-elemen sistem kualitas ISO 9001. ISO 9002, dan ISO 9003 disajikan pada Tabel 2. Apabila elemen-elemen sistem kualitas ISO %X)1 yang merupakan sistem kualitas terlengkap dari seri ISO 9000 tersebut dikelompokkan mengikuti sistem kerja industri maka akan merupakan suatu sistem manajemen yang komprehensif dalam rangka peningkatan kualitas teh Indonesia yang terkait dengan pemasaran, perubahan selera konsumen. dan perubahan teknologi. Sistem manajemen ISO 9000 lengkap denganbeberapa sub sistemnya disajikan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada sub-sistem pengendalian kualitas terdapat lima elemen yang terkait yaitu tanggung jawab manajemen, sistem kualitas, pengendalian dokumen, tindakan korektif, dan audit kualitas internal. Pada sub-sistem proses terdapat sembilan elemen yang penting yaitu peninjauan ulang kontrak yang dilakukan bagian pemasaran, pengendalian disain oleh bagian riset dan disain, pengendalian produksi yang meliputi pengendalian produk yang dipasok pelanggan, pengendalian proses, inspeksi dan pengujian, status inspeksi dan pengujian, dan pengendalian produk non-konformans. Bagian distribusi akan melakukan pengendalian elemen penanganan, penyimpanan, pengepakan, dan penyerahan. Selanjutnva bagian pelayanan pelanggan akan melakukan perbaikan sistem pelayanan terus menems. Aktivitas pendukung yang perlu diadakan dan perlu perbaikan terus me nerus adalah sistem pembelian,
pengendalian dari inspeksi, pengukuran, dan peralatan uji, sistem pelatihan, identifikasi dan kemampuan penelusuran produk, pengendalian catatan kualitas, dan teknik statistika. Dengan digunakannya sistem manajemen kualitas seperti yang disajikan pada Gambar 3, diharapkan dapat meningkatkan mutu teh Indonesia sesuai dengan perubahan selera konsumen. KONDISI PENGUASAAN TEKNOLOGI DI INDUSTRI TEH INDONESIA Tingkat penguasaan teknologi di industri teh sangat menentukan daya saing teh yang dihasilkannya melalui pengaruhnya terhadap kualitas teh yang dihasilkannya, jumlah biaya untuk memproduksinya, ketepatan waktu penyerahannya, dan jenis-jenis pelayanan lainnya yang diharapkan konsumen Dan hasil kunjungan ke sepuluh pabrik pengolahan teh selama periode Mei - Agustus 1999 di beberapa sentra produksi teh Indonesia, temyata sebagianbesar yaitu 8 pabrik masih berada pada tahap kemampuan penguasaan teknologi yang paling rendah yaitu kemampuan operatif. Hanya dua pabrik yang sudah mencapai tahap kemampuan akuisitif dan suportif, namun kemampuan inovatifnya masih dikategorikan masih sangat rendah. Hal ini disebabkan terutama oleh kurangnya ketersediaan infoware yang memadai. Hal ini tercermin dari masih minimnya ketersediaan perangkat informasi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan technoware secara efektif, kurangnya usaha-usaha untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan seleksi technowaie, meningkatkan desain technoware, pengembangan produk dan proses, dan hasil-hasil penelitian. Demikian pula kurangnya komitmen dari pihak manajemen terhadap kebijakan peningkatan kemampuan teknologi di pabrik-pabrik pengolahan teh menyebabkan upayaupaya peningakatan penguasaan teknologi tidal( direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Bila ditelaah lebih lanjut, kondisi ini terkait dengan lemahnya dukungan pemerintah terhadap pengembangan agroindustri termasuk agroindustri teh pada masa orde bare dan masih dominannya peran BUMN perkebunan yang birokratis di industri teh Indonesia. Data tahun 1997 menunjukkan bahwa 56,5 persen dari total produksi teh Indonesia masih dikuasai oleh BUMN Perkebunan atau PT Perkebunan Nusantara (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 1998). Terbatasnya kemampuan penguasaan teknologi di industri teh Indonesia telah menyebabkan lemahnya
PERAN TEKNOLOGI Rohayati Suprihatini dan Syamsul Maarif 59
kemampuan dalam menyesuaikan terhadap perubahan keinginan pasar/konsumen, perubahan lingkungan, kondisi pekerja, dan lingkungan kerja. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa teh Indonesia selalu mendapat harga yang lebih rendah dibandingkan dengan teh hasil produksi negara produsen lainnya karena kurang dapat menyajikan mutu sesuai dengan keinginan konsumen. Sebagai contoh, di pasar Pakistan sebagai pasar utama teh Indonesia, teh Indonesia selalu mendapat potongan harga sekitar 25 - 35 cent dollar AS per kg. Demikian pula, teh Indonesia telah kehilangan pangsa pasar yang cukup besar di pasar Pakistan dan diambil alih oleh Kenya akibat kurang tanggapnya terhadap perubahan selera konsumen. Saat ini karena perkembangan industri tea bag yang sangat pesat, maka pasar lebih menginginkan bahan baku teh yang quick brewing dan more color yang banyak dimiliki olehjenis teh hitam CTC (Crushing Tearing and Curling). Akan tetapi pihak perkebunan teh Indonesia tetap menghasilkan teh hitam orthodox sebagai produk utamanya. Sekitar 80 persen dari total produksi teh hitam Indonesia masih dalam bentuk teh hitam orthodox. Lemahnya penguasaan teknologi di industri teh Indonesia juga menyebabkan pembangunan industri hilir teh di Indonesia masih tertinggal dibadingkan dengan negara-negara produsen teh lainnya yaitu Sri Lanka, Kenya, India, dan China (Suprihatini dan Badruddin, 1996). Seperti telah disebutkan sebelumnya, ekspor teh Indonesia sebagian besar yaitu 96,7 persen masih dalam bentuk bahan mentah, sedangkan di negara produsen teh lainnya volume ekspor produk teh jadi sudah cukup banyak. Di lain pihak, impor teh jadi Indonesia selama tahun 1995-1997 telah meningkat drastis hampir 280 persen yaitu dari 142 ton menjadi 516 ton. Oleh karena itu, lemahnya penguasaan teknologi di industri teh Indonesia menyebabkan hilangnya peluang-peluang untuk meningkatkan nilai tambah dan pangsa pasar baik di dalam negeri maupun pasar ekspor. Pasar teh dalam negeri Indonesia merupakan pasar yang sangat besar dan potensial, mengingat konsumsi teh di Indonesia masih rendahyaitu hanya 288 gram/kapita/tahun dan dengan adanya program promosi generik dari FAO diperkirakan konsumsinya akan meningkat menjadi sekitar 600 gram/kapita/tahun pada tahun 2003 mendatang. Program promosi generik ini diharapkan akan membantu flexibilitas pasar teh Indonesia dan memberikan peluang untuk meningkatkan nilai tambah melalui pembangunan
FAE, Volume 17. No. 1 Juli 1999: 49-65 60
industri hilir. Pembangunan industri hilir ini selain untuk menangkal masuknya produk-produk teh impor di pasar Indonesia, juga diharapkan dapat melipatgandakan perolehan devisa dengan meningkatkan kontribusi ekspor teh jadi. Saat ini konsumsi teh dunia masih didominasi oleh penggunaan teh sebagai produk minuman. Beberapa penggunaan lainnya yang masih relatif kecil namun terus berkembang adalah untuk campuran makanan, industri farmasi, kosmetik, industri toiletries, industri pewarna alami, industri pakaian, dan disposable under wear. Beberapa produk minuman teh jadi yang diperdagangkan di pasar dunia saat ini adalah berupa teh kantong (tea bag), teh bubuk dalam kemasan, instant tea, flovoured tea, decaffeinated tea, organic tea, herbal tea, dan Ready to drink tea baik berupa bottled tea, tetra pack tea, canning tea, ice tea, fruit tea, dan foamy tea (Subiapraja, dan Suprihatini, 1997). Dan sejunilah produk minuman teh jadi tersebut, ternyata tea bag merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi di dunia yang diperkirakan mencapai 80 persen dari total konsumsi teh untuk minuman. Produk-produk tertentu mampu menguasai pasar tertentu, misalnya canning tea mampu mengusai 22 persen dari total pasar minuman di Jepang, demikian pula ice tea yang berasal dan instant tea mampu menguasai 30 persen dari total konsumsi teh di Amerika Serikat, dan foamy tea di Taiwan mampu meningkatkan konsumsi teh di negara tersebut dari 580 gram/kapita/tahun menjadi sekitar 1.126 gram/kapita/tahun. Penggunaan teh untuk industri makanan antara lain dalam bentuk produk tea-candies, tea-noodles, tea biscuits, tea-cakes, tea-rice, tea-porridge, tea-wine, dan tea-ice-cream. Selanjutnya di industri fannasi, produk yang memiliki prospek yang cukup baik adalah catechin dan cafein. Pemanfaatan teh untuk industri pewama makanan dapat menghasillcanbeberapa produk pewarna hijau, kuning, merah, coklat, dankornbinasinya. Selain itu, adanya sifat anti mikroba dan teh, mendorong penggunaan teh untuk industri toiletries, dan disposable under wear. Demikian pula tingginya kandungan fluor dalam teh juga mendorong penggunaan teh untuk industri pasta gigi, dan obat launur. Jenis maupun jumlah industri hilir teh di Indonesia masih sangat terbatas. Dari pencatatan Capricorn Indonesia Consult (CIC), pada tahun 1997, hanya terdapat 19 perusahaan pengolahan teh yang menghasilkan hanya 7 macam produk yaitu teh bubuk kemasan, teh celup (tea bag),falvoured tea, herbal tea, bottled tea, tetra pack tea, dan fruit tea. Keterbatasan
keinasan, teh celup (tea bag), falvoured tea, herbal tea, bottled tea. tetra pack tea. dan fruit tea. Keterbatasan jurnlah industri pengolahan teh di Indonesia berkaitan dengan kurangnya informasi dan promosi untuk ►nengembangkan industri hilir teh, dan banyak kalangan pebisnis tell yang sudah merasa cukup puas dengan usaha yang telah dijalaninya selama ini, serta adanya keragu-raguan akan kurangnya respon dan kemainpuan dava bell dari masyarakat khususnya setelah krisis ekonomi melanda Indonesia. Bahkan dari 19 perusahaan pengolahan teh yang tercatat pada tahun I 997 tersebut. beberapa perusahaan telah menghentikan produksinya setelah tedadinya kenaikan kurs dollar AS terhadap rupiah yang menyebabkan harga bahan baku tell di dalam negeri inelambung dan mengkibatkan kerugian perusahaan. Kebijakan pengenaan PPN sebesar 10 persen di setiap rantai pemasaran dan pengolahan teh juga menghambat berkembangnya industri hilir teh dan menyebabkan produk hilir teh Indonesia kurang dapat bersaing baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Produksi tell jadi di Indonesia masih dido►ninasi oleli jenis tell bubuk yang pada tahun 1997 mencapai 44.079 ton atau 70.9 persen dari total produksi teh jadi. Sementara produksi teh celup dan teh siap konsumsi (ready to drink tea) pada tahun yang sama musing-musing hanya mencapai 15.558 ton (25%) dan 250 juta liter teh cair atau setara dengan 2.500 ton teh kering (4%). Untuk jenis produk instant tea. ternvata Indonesia belum rnemproduksinya. Padahal, pasar instant tea dunia sangat prospektif dengan laju peningkatan nilai ekspor sebesar 49,5 persen per tahun. Saat ini eksportir teh instant dunia masih dikuasai oleh Kanada. Amerika Serikat, Jennan. India, Kenya, dan Sri lanka. ALTERNATIF SISTEM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGUASAAN TEKNOLOGI DI INDUSTRI TEH INDONESIA Dalam rangka meningkatkan day a saing dan nilai tambah di industri teh Indonesia, mutlak diperlukan suatu sistem untuk meninglcatkankemampuan teknologi secara berkesinambungan melalui penerapan Total Technologt , ('hanging Management (TTCM) seperti disajikan pada Gambar 4. Peningkatan kemampuan tcknologi dimulai dari adanya kebutuhan untuk mclakukan perubahan teknologi dalam rangka mengimbangi dan mengantisipasi terhadap kecepatan perubahan beberapa aspek agar perusahaan dapat tetap
tumbuh. Beberapa aspek perubahan yang harus diantisipasi adalah: (1) Perubahan konsumen yaitu yang berkaitan dengan perubahan tuntutan kualitas, biaya. waktu, kebiasaan, inovasi, dan pelayanan; (2) Perubahan lingkungan yaitu yang berkaitan dengan globalisasi, ekonomi, era pengetahuan, ilmu pengetahuan barn, dan turbulensi sosial; (3) Perubahan tempat kerja (workplace) yaitu perubahan yang berkaitan dengan teknologi informasi, struktur dan ukuran organisasi, inisiatif kualitas total. tekanan keragaman serta mobilisasi: (4) Perubahan pekerja yang berkaitan dengan keterampilan kerja barn. aturan kerja barn, harapan-harapan ban' dari pekerja khususnya harapan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekeijaan, kepuasan, tantangan, dan harapan pembelajaran. Kecepatan perubahan teknologi diharapkan lebih cepat dibandingkan dengan perubahan-perubahan dari empat aspek tersebut agar perusahaan dapat terus tumbuh dan berkembang. Dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan perubahan teknologi tersebut, berbagai pihak bark perusahaan yang bersangkuta'n maupun pemerintah perlu bersikap proaktif. Pihak pemerintah memberikan andil dalam pengadaan informasi dan fasilitas untuk mempercepat penyebaran informasi mengenai perubahan lingkungan yang perlu diantisipasi dan mengantisipasi trend teknologi yang dibutuhkan kalangan bisnis. Demikian pula kalangan bisnis perlu segera merespon informasi tersebut disamping turut aktif dalam mencari informasi dari sumber-sumber lairuwa dan menuangkannya dalam perencanaan bisnis. Peran dan komitmen manajemen puncak dalam menetapkan kebutuhan perubahan, dan penetapan strategi sangat menentukan kesuksesan perubahan teknologi. Kepemimpinan berperan agar pelaksanaan perbaikan dan perubahan teknologi dapat bedalan secara efektif. Dalam manajemen perubahan. seorang manajer selain melaksanakan aktivitas manajemen (merencanakan, mengorganisasikan, mengatur, mengkoordinasikan, dan mengendalikan) juga harus mampu melaksanakan kepemimpinan perubahan yang efektif. Kemampuan kepemimpinan tersebut dapat tercermin dad keberhasilannya antara lain dalam : • Mengkornunikasikan tujuan yang ingin dicapai melalui pernyataan dan tindakannya kepada karyawannya. • Memberikan motivasi bagi karyawan untuk mengatasi hambatan-hanibatan menuju perbaikan yang terus menerus, dengan cara ►nemenulri kebutuhan karyawan,
PERAN TEKNOLOGI Rohayati Suprihatini dan Syamsul Maarif 61
•
Menciptakan perubahan-perubahan, demi kemajuan perusahaan, baik berupa proses barn yang lebih efisien, produk barn yang diinginkan pelanggan, maupun pendekatan barn dalam hubungan kerja.
Pihak manajemen dapat memilih berbagai altematif perubahan teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan efektivitasnya. Pada prinsipnya terdapat dua alternatif strategi perubahanteknologi yaitu perubahan incremental dan perubahan radikal. Perubahan teknologi secara incremental digambarkan seperti kurva "S". Pada perubahan radikal, menyebabkan teknologi melompat dari kurva "S" yang terdahulu ke kurva "S" yang baru. Strategi reengineering merupakan contoh dari penerapan perubahan secara radikal, sedangkan strategi Kaizen, Deming, dan sistem kualitas antara lain ISO 9000 dapat dianggap sebagai strategi perubahan incremental. Sementara strategi bencmarking dapat dianggap sebagai strategi incremental bila aspek yang dipatok bersifat partial dan bertahap, sebaliknya akan merupakan perubahan radikal bila perubahan teknologi dilakukan di semua aktivitas secara total dan cepat. Dari hasil kunjungan ke sepuluh pabrik pengolahan teh, ternyata seluruh responden lebih menyukai strategi perubahan incremental baik melalui Kaizen, Benchmarking maupun penerapan sistem manaj men kualitas secara bertahap. Dalam hal penerapan ISO 9000 di industri teh, pada prinsipnya semua responden telah menyadari akan pentingnya sistem manajemen tersebut, namun untuk mengapliklasikannya masih memerlukan waktu. Tahap. berikutnya dalam perubahan teknologi adalah tahap implementasi. Pada tahap implemetasi, perlu penerapan sistem PDSA (Plan-Do-Study-Act) yaitu membuat rencana perubahan, melaksanakan perubahan sesuai rencana, mempelajarinya atau memeriksa hasilnya, dan menstandarisasikan perubahan, selanjutnya membuat rencana perubahan berikutnya. Sebelum tahap implemetasi, sudah harus terdapat keputusan untuk mendapatkan komponen teknologi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tingkat kemampuan teknologi tertentu yaitu tecnoware, humanware, infoware, dan orgaware. Pada dasamya terdapat dua cara untuk mendapatkan komponen teknologi yaitu dengan cara kontraktual dan non-kontraktual. Pelaksanaan kontraktual diwujudkan dalam perjanjian lisensi, kontrak, leasing, factoring, joint venture, kontrak merk dagang, atau pembelian teknologi langsung. subkontrakting dalam pendirian
FAE, Volume 17. No. 1 Juli 1999 : 49-65 62
manufaktur tertentu, aliran teknologi di antara anggota konsorsium atau perusahaan patungan, dan kontrak engineering. Sementara perolehan teknologi dari penggalian sendiri merupakan salah satu contoh dari non kontraktual (Sumantoro, 1993). Karena teknologi sebagian besar diperoleh melalui cara kontraktual, maim kebijakan yang tetkait dengan transfer teknologi akan menentukan kelancaran dalam perolehan komponen-komponen teknologi tersebut. Beberapa kebijakan yang mempengaruhi kelancaran transfer teknologi di suatu industri terrnasuk industri teh adalah : (1) Kebijakan penanaman modal; (2) Kebijakan perpajakan; (3) Pengaturan tenaga kerja asing; (4) Kinerja lembaga yang berwewenang dalam alih teknologi; (5) Kebijakan lalu lintas devisa; dan (6) Kebijakan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa keenam kebijakan tersebut secara bersama-sama dapat mendorong kelancaran perolehan komponen-komponen teknologi yang dibutuhkan untuk mencapai kemampuan teknologi yang ditargetkan Tingkat kecanggihan keempat komponen teknologi tersebut akan menentukan tingkat kemampuan teknologi yang dimiliki. Pengalaman dari waktu ke waktu merupakan hal yang penting dalam rangka meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi . Dengati demikian terdapat interaksi dinamik antara kecanggihan komponen teknologi, proses belajar, dan tingkat kemampuan penguasaan teknologi. Dalam kaitannya dengan proses belajar, terdapat siklus proses belajar yang dapat dimulai dari adanya suatu pengalaman, kemudian mereview pengalaman, membuat kesimpulan dari pengalaman, dan membuat perencanaan untuk proses selanjutnya. Perusahaan perlu mengembangkan suatu model organisasi yang memiliki kemampuan untuk belajar secara efelctif dan terus menerus (Pfeiffer et al., 1993). Untuk mengembangkan budaya belajar memerlukan sebuah komitmen yang besar atas waktu, enerji, dan sumber daya. Demikian pula komunikasi ke seluruh tubuh organisasi hams ditingkatkan, diperbaiki, dan makin jelas fokusnya. Terdapat beberapa lembaga yang dapat membantu mempercepat peningkatan kemampuan penguasaan teknologi yang juga sebagai sumber teknologi antara lain adalah lembaga penelitian pemerintah maupun swasta, universitas, dan sarana komunikasi baik berupa jaringan komunikasi, media cetak maupun media elektronik. Keterkaitan antara program penelitian di universitas dan lembaga penelitian dengan program-program penelitian yang
Perubahan Konsumen
Perubahan Lingkungan
• Tuntutan Kualitas
• Globalisasi
Teknologi Informasi
Perubahan PekerJa • Keterampilan Baru
• Blaya
• Ekonomi • Era Pengetahuan
Struktur Organisasi
• Aturan Baru
• Waktu • Kebiasaan
• Ilmu Pengetahuan
Inisiatif Total
• Harapan Baru • Kepuasan
• Inmasi
• Turbulensi Sosial
Perubahan Workplace
Kualitas
Tekanan Keragaman dan Mobilltas
• Pelayanan
• Tantangan • Pembelajaran
Kebutuhan Perubahan Teknologi • Komitmen Manajemen • Peran Kepemimpinan
4,
Alternatif Strategi • Benchmarlang • Reengineenng • Kaizen • Deming Kebijakan Alih Teknologi
• Sistem Manajemen Kualitas
• Kebijakan Penanaman Modal • Kebijakan Perpajakan
Im plemerdasi :
• Pengaturan Tenaga Kerja Asing
• Plan
• Kebi akan Lalu Lintas Devisa • Kehi akan Nilai Tukar Rupiah
• Do 1
• Study .4ct
Kemampuan Penguasaan Teknologi
Lembaga, Sarana Penunjang
• Technoware
• Operatif
• Lembaga Penelitian
• Humanware
• Akuisitif
• Universitas
• Orgawere
• Suportif
• Assoslasi Teh
• Mforwere
• Inovatif
• Sarana Komunikasi
Kecanggihan Komponen Teknologi
4 Peningkatan Kemampuan Penguasaan Teknologi yang Berkesinambungan 4, Pertumbuhan Bisnis yang Berkesinambungan
Gambar 4. Sistem Manajemen Peningkatan Kemampuan Penguasaan Teknologi di Industri Teh Indonesia.
PERAN TEKNOLOGI Rohavati Suprihatini dan Syamsul Maarif 63
dibutuhkan oleh industri teh dalam rangka meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi sangat menentukan efektivitas dari lembaga tersebut. Interaksi dinamik mulai dari kebutuhan akan perubahan, penetapan strategi perubahan, proses implementasi, peningkatan kecanggihan komponen-komponen teknologi, proses belajar, dan peningkatan kemampuan teknologi akan menentukan kecepatan peningkatan kemampuan teknologi secara terus mcnerus untuk dapat mengimbangi pertumbuhan perubahan lingkungan yang semakin cepat. Apabila pertumbuhan teknologi dapat lebih cepat dari pertumbuhan lingkungan maka akan meningkatkan pertumbuhan bisnis. Tentunya siklus tersebut hams ditunjang oleh kebijakan yang berkaitan dengan transfer teknologi dalam rangka mendapatkan komponen-komponen tcknologi yang hams dimiliki untuk mencapai suatu IcN cl kemampuan teknologi tertentu, serta adanya sarana penunjang komunikasi dan lembaga-lembaga penelitan /universitas baik sebagai sumber teknologi maupun sebagai lembaga yang dapat membantu untuk mempercepat proses belajar. KESIMPULAN Salah faktor yang dapat meningkatkan daya suing dan nilai tambah komoditas teh Indonesia adalah tcknologi. Teknologi dapat meningkatkan keunggulan bcrsaing karena memiliki peran yang nyata dalam menentukan posisi biaya relatif dan diferensiasi relatif. Pcrubahan teknologi akan mempengaruhi persaingan lewat dampaknya terhadap hampir setiap aktivitas dalam rantai nilai. Dalam rangka meningkatkandaya saingdan nilai tambah di indsutri teh Indonesia. diperlukan penerapan suatu sistem manajemen perubahan teknologi. Peningkatan keinampuan teknologi dimulai dari adanya a nt isi pasi terhadap kecepatan perubahanbeberapa aspek antara lain perubahan konsumen, lingkungan, tempat kerja, dan perubahan peketja. Peran dan komitmen pemerintah dalam pengadaan infoware dan peran manajemen puncak perusahaan pengolah teh dalam menetapkan kebutuhan perubahan serta strategi dalam pclaksanaanny a sangat menentukan kesuksesan perubahan tcknologi. Kepemimpinan berperan agar pelaksanaan perbaikan dan perubahan teknologi dapat bcrjalan secara efektif. Pi kirk manajemen perusahaan pengolah teh dapat inemilih bcrbagai alternatif perubahan teknologi yang
FAE. Volume 17. No. 1 Juli 1999: 49-65 64
sesuai dengan kondisi perusahaan dan efektivitasnya. Strategi yang banyak dipilih oleh kalangan industri teh Indonesia adalah strategi perubahan incremental khususnya strategi Kaizen, Bencmarking, dan penerapan sistem manajemen ISO 9000 secara bertahap. Pada tahap implemetasi, penerapan sistemPDSA (Plan-Do-Study-Act) dapat mempercepat implementasi perubahan yaitu membuat rencana perubahan, melaksanakan perubahan sesuai rencana, mempelajarinya atau memeriksa hasilnya, dan menstandarisasikan perrubahan, selanjutnya membuat rencana perubahan berikutnya. Dalam rangka mendapatkan komponen teknologi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tingkat kemampuan teknologi, kebijakan yang terkait dengan transfer teknologi akan menentukan kelancaran dalam perolehan kompoenen-komponen teknologi tersebut. Oleh karena itu, beberapa kebijakan antara lain: (1) Kebijakan penanaman modal; (2) Kebijakan perpajakan: (3) Pengaturan tenaga kerja asing; (4) Kinerja lembaga yang berwewenang dalam alih teknologi; (5) Kebijakan lalu lintas devisa; dan (6) Kebijakan nilai tukar rupiah harus diupayakan semuanya mendukung kelancaran transfer teknologi. Tingkat kecanggihan keempat komponen teknologi tersebut akan menentukan tingkat kemampuan teknologi yang dimiliki. Pengalaman dari waktu ke waktu merupalcan hal yang penting dalam rangka meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi. Dengan demikian terdapat interaksi dinamik antara kecanggihan komponen teknologi, proses belajar, dan tingkat kemampuan penguasaan teknologi. Peran serta lembaga penelitian pemerintah maupun swasta, universitas, dan ketersediaan sarana komunikasi akan mempercepat peningkatan kemampuan penguasaan teknologi di industri teh Indonesia. Keterkaitan antara program penelitian di lembaga penelitian dan universitas dengan program-program penelitian yang dibutuhkan oleh industri teh dalam rangka meningkatkan kemampuan penguasaa teknologi sangat menentukan efektivitas dari lembaga tersebut. Interaksi dinamik mulai dari kebutuhan akan perubahan, penetapan strategi perubahan, proses implementasi, peningkatan kecanggihan komponen-komponen teknologi, proses belajar, dan peningkatan kemampuan teknologi akan menentukan kecepatan peningkatan kemampuan teknologi secara tents menerus untuk dapat mengimbangi pertumbuhan perubahan lingkungan yang semakin cepat. Apabila pertumbuhan teknologi di industri teh Indonesia dapat
lebih cepat dari perubahan lingkungan maka industri teh Indonesia akan bericembang dengan baik.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 1993. Indikator Teknologi Industri. LIPI, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
McKenna, R, M. 1997. Real Time. Harvard Business Business School Press.
Calory, R. 1992. Effective Strategies in Emerging Industries in The Strategic Management Technological Innovation. John Willey & Sons Ltd., England. Capricorn Indonesia Consult. 1998. Prospek Industri Pengolahan Teh di Indonesia. Indocomersial No.202. Tanggal 26 Mei 1998. Ciampa, D. 1992. Total Quality : A User's Guide for Implemenntation. Addisson-Wesley Publishing Compay, Massachusetts. Clements, R.B. 1993. Quality Manager's Complete Guide to ISO 9000. Prenntice Hall, New Jersey. Deming, W.E. 1986. Out of Crisis. MIT, Center for Advanced Engineering Study, Cambridge. Drucker, P.F. 1959. Work and Tolls. Technology and Culture, volume 1. Gaspersz, V. 1997. Manajemen Kualitas. Penerapan Konsep-konsep Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. Yayasan Indonesia Emas dan Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gie T. L. 1996. Pengantar Filsafat Teknologi. Penerbit Andi Yoyakarta. Interational Tea Committee. 1997. Annual Bulletin of Statistics. International Tea Committee, London. Juran, J.M. 1995. Kepemimpinan Mutu. Pedoman Peningkatan Mutu Untuk Meraih Keunggulan Kompetitif. Terjemahan. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Johanson, H.J. and David K. Carr. 1995. Best Practices in Reengineering. McGraw-Hill. Kolarik, W. J. 1995. Creating Quality. Consepts, Systems, Strategies, and Tools. Mc.Graw-Hill International Editions, New York.
Porter, M.E. 1994. Keunggulan Bersaing. Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Tedemahan Binarupa Aksara, Jakarta. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung. Pfeiffer, J.W; Timothy Nolan; and Leonard Goodstein. 1993. Plan or Die. Pfeiffer & Company. Gumbira Sa'id, E. 1999. Kebijakan Teknologi di Indonesia. Materi Kuliah pada Program S3 Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sharif, N. 1993. Rationale and Teh Framework for a Technology Management Information System. School of Management Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand. Sumantoro. 1993. Masalah Pengaturan Alih Teknologi. Penal* Alumni, Bandung. Suprihatini, R., B. Drajat, dan B. Sulistyo. 1996. Analisis Daya Saing Teh Hitam Indonesia. Jurnal Agribisnis 1 (2). Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis. Suprihatini dan Badruddin. 1996. Perkembangan Industri Teh Dunia dan Posisi Industri Teh Indonesia Makalah Temu Karya Industri Teh Indonesia Menghadapi Persaingan Bebas pada tanggal 7 - 8 November 1996 di Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah. Subiapraja dan Suprihatini. 1997. Market Expansion Through Product Development and Promotion. Makalah Disajikan di International Tea Business Conference di Bali pada tanggal 30 Juni - 1 Juli 1997.
PERAN TEKNOLOGI Rohayati Suprihatini dan Syamsul Maarif 65