Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
SPIRITUALPRENEURSHIP SEBAGAI STRATEGI POSITIONING DAN KEUNGGULAN BERSAING Widji Astuti S. Universitas Merdeka Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Competitive Advantage (Keunggulan bersaing) merupakan salah satu isu sentral dalam berbagai skenario pemasaran untuk menghasilkan kinerja pemasaran yang baik. Konsep ini sangat menonjol setelah diartikulasikan oleh Porter (1980, 1985). Dalam pasar yang bersaing, kemampuan sebuah perusahaan menghasilkan kinerja pemasaran yang baik sangat bergantung pada derajad keunggulan yang dimiliki. Dengan demikian manajemen harus terus menerus menggali, meneliti/mengkaji, merencanakan dan melakukan suatu terobosan keunggulan yang dapat dipersaingan sebagai Strategi. Strategi akan berhasil, manakala dapat memposisikan produk, pencitraan, kesan merek atau perusahaannya, dll di mindset konsumen. Dalam terminologi pemasaran, unggulan tersebut akan tercermin pada positioningnya di market competition. Banyak studi telah menempatkan konsepsi positioning dalam menghasilkan keunggulan bersaing dan kinerja pemasaran, namun demikian masih tertinggal sejumlah pertanyaan, misalnya mengenai : Bagaimana atributisasi positioning?, Bagaimana hal-hal kontekstual ini dapat memberi dampak perusahaan membuat pilihan-pilihan rasional yang berpotensi menghasilkan nilai ekonomis dan keunggulan bersaing ( Ries & Trout, 2003; Clancy & Shulman, 1994)?. Dalam kaitan ini, unggulan dapat dikreasi dari Spiritualpreneurship yaitu menciptakan suatu keunggulan untuk keberhasilan positioning dengan pinsip-prinsip keTuhanan (ilahiyah). Konsep ini masih berada pada tataran awal, masih berupa kajian teoritik, sementara penelitian empirik masih sangat sangat terbatas, sehingga makalah ini merupakan perspektif eksplorasi dengan telaah pustaka dan kompilasi berbagai penelitian untuk memberikan dimensi-dimensi spiritualpreneurship, yang kemudian menjadi dasar pembentuk proposisi-proposisi yang menjadi dasar penelitian selanjutnya. Kata kunci : positioning, competitive advantage, spiritualpreneurship.
PENDAHULUAN Sebuah bisnis dewasa ini bergelut dengan perubahan nilai pelanggan dan orientasi pelanggan, kemacetan ekonomi, peningkatan global competiton, dan sejumlah masalah-masalah besar seperti ekonomi, politik, sosial, regulasi dll. Di masa lalu pemasaran diterapkan secara luas dalam sektor bisnis, akan tetapi saat ini suka tidak suka siap tidak siap pemasaran telah menjadi komponen utama dalam strategy dari banyak organisasi nirlaba seperti perguruan tinggi, rumah sakit dan partai-partai politik, serta pemerintah daerah dalam memasarkan potensinya. Pergeseran paradigma ini sebagai konsekwensi logis dari sebuah kompetisi atau persaingan dan perubahan lingkungan yang sangat cepat, sehingga organisasi nirlaba sekalipun menghadapi masalah yang sama yaitu penurunan omzet dan keuntungan, serta peningkatan biaya akibat kenaikan harga barang-barang konsumsi. Oleh karenanya organisasi atau perusahaan nirlabapun harus dijalankan dengan pengelolaan modern.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Disisi lain dalam era kompetisi ini manajemen harus menetapkan customer (End-User) sebagai assets usaha, oleh karena lebih baik mempertahankan pelanggan yang sudah ada daripada berfokus mencari pelanggan baru. Hal ini dapat dimengerti karena beban biaya untuk mendapatkan pelanggan baru lebih besar daripada memelihara pelanggan yang sudah ada. Dengan demikian, manajemen harus terus menerus meneliti/mengkaji, merencanakan dan melaksanakan Strategy pemasarannya agar selalu memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Strategi akan berhasil, manakala dapat memposisikan produk, merek atau corporate di mindset konsumen dengan tepat. Pada dasarnya perusahaan dipandang sebagai sebuah “going concern”, yang ada dan tumbuh bukan untuk kepentingan sesaat saja, atau asal berjalan, melainkan berkelanjutan dalam jangka panjang atau yang oleh Seth dan Thomas (1994) diartikulasikan sebagai “ to maintain long-term viability”. Jika demikian adanya, bahwa perusahaan harus berkelanjutan, maka tidak bisa tidak perusahaan harus senantiasa memberikan keunggulan-keunggulan baru dari produk yang ditawarkan perusahaan, agar pelanggan tetap melirik produk atau merek produk yang ditawarkan, muncul berikutnya pertanyaan : Bagaimana kelanggengan jangka panjang tersebut dapat dibangun dan dipertahankan?. Untuk menjawab ini kita berpijak pada ajaran teori ekonomi bahwa tujuan bisnis dijalankan adalah untuk mendapatkan keuntungan/laba atau return terhadap sumber daya yang dioperasikan dalam perusahaan (Schoemaker, 1993 dan Mahoney, 1995). Disamping itu dalam terminologi pemasaran, tujuan perusahaan dapat diartikan sebagai tumbuh dalam areal persaingan dan mampu menguasai tiap persaingan, agar menjadi market leader. Dengan kata lain apakah bisnis berorientasi profit atau nirlaba, maka perusahaan harus mengembangkan dan menggunakan sumber daya yang ada untuk didinamisasi sehingga sumber daya dan kapabilitasnya dapat menjadi unggulan berkelanjutan. Unggulan tersebut akan dicerminkan oleh positioningnya di market competiton. Unggulan ini dapat diciptakan dengan mengelola dan mengembangkan spiritualpreneurship. Secara empirik hal ini bisa kita kaji dari keberadaan lembaga keuangan berbasis syariah seperti perbankan, asuransi, koperasi yang menawarkan point produk yang berbeda dari produk bank/asuransi/koperasi yang umum dan yang dikelola swasta, yaitu dengan lebih mendekatkan nilai ekonomi yang didapat dengan pendekatan ilahiyah ditengah-tengah globalisasi ekonomi. Ternyata produk-produk ini disambut baik oleh konsumen dan langsung terpositioning di mindset konsumen. Artinya bahwa pelanggan membutuhkan dan menginginkan pelaku usaha lebih mengasah spiritual approachnya dalam menawarkan produknya. KERANGKA KERJA: Spiritualpreneurship, Positioning dan Keunggulan bersaing Banyak studi telah menempatkan konsepsi positioning dalam menghasilkan keunggulan bersaing dan kinerja pemasaran. Dalam kaitan ini study empirik menyatakan bahwa positioning cepat sekali berkembang menjadi salah satu core concept dalam ilmu manajemen bisnis, ilmu politik dan sosiologi. Hal ini nampak dari luasnya studi dan publikasi tentang positioning. Untuk memahami, berikut ini disajikan beberapa definisi yang bersumber dari kompilasi tentang positioning : Positioning is something all marketers talk about, but rarely do anything (Clauncy & Shulman, 1994)
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-13-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Positioning : How to take market share, (1) Look for a problem which your competitors product or service causes the buyer, and attact it, (2) Think of your dominant competitive as a large castle rather than making a frontal attact (the “me”, “too” approach), (3) Understand what competitors are doing in order to act in a distinctive and powerful way, its also useful to learn from their mistakes and successes (Gary Witt, 1998) “Positioning is the act of designing the company’s offering and image to occupy a distinctive place in the mind of the target market (Kotler, 2003) Positioning is not what you do to a product. Positioning is what you do to the mind of the prospect ........, so it’s in correct to call the concept product positioning (Ries and Trout, 2004) A Positioning Strategy results in the image you want to draw in the mind of your customers, the picture you want him/her to visualize of you what you offer, in relation to the market situation, and any competition you may have (Osama Taha, 2004)
Berdasarkan pendapat-pendapar tersebut dapat ditarik suatu kata kunci dari positioning is designing about different and brand image ourselves and distinguish our abilities to our minds customers, competitor and company. Jika kata kunci dari positioning adalah mendesain sesuatu yang ditawarkan perusahaan, maka selanjutnya pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mendesain perbedaan dan merek agar terbangun citra positif dalam benak konsumen?. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka tidak lain dan tidak bukan spiritualpreneurship merupakan salah satu yang dapat didesain sebagai keunggulan. Dengan ditempatkannya spiritualpreneurship sebagai salah satu instrumen stratejik untuk memposisikan diri, maka akan mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya keunggulan daya saing, sehingga kinerja pemasaran menjadi semakin baik. Dengan demikian untuk mencapai positioning perusahaan harus memiliki seperangkat keunggulan bersaing yang handal yang menunjukkan bagaimana ia berbeda dari pesaing, perusahaan harus memenuhi persyaratan yang disebut differentiation (Porter 1980; Porter 1985), (Levitt, 1980). Menurut Aaker (1995) menyatakan bahwa strategi diferensiasi yang sukses haruslah strategi yang mampu : (a) menghasilkan nilai pelanggan, (b) memunculkan persepsi nilai yang khas dan baik serta (c) tampil sebagai wujud strategi yang sulit untuk dicopy. Trout dan Rivkin (2000) menyatakan, differensiasi merupakan strategi bersaing yang jika tidak dilakukan maka akan memicu ketidakberhasilan (Differentiation or Die). Pernyataan-pernyataan ini menyimpulkan bahwa kunci untuk strategi diferensiasi yang sukses terletak pada upaya mengembangkan “point of differentiation” terutama dari perspektif pandangan pelanggan ketimbang dari perspektif pandangan operasi bisnis, karena diferensiasi berhubungan dengan persepsi pelanggan atas perbedaan-perbedaan yang ditawarkan dalam bentuk penyajian suatu produk/jasa. Dengan membangun berbagai points of differentiation, perusahaan boleh jadi akan memiliki superioritas dalam berbagai instrumen strateginya (misalnya superioritas input dan superioritas proses strategi), superioritas mana merupakan keunggulan bersaing yang dapat digunakan pada saat melakukan manuver–manuver dalam bersaing di pasar potensial, sehingga sangat berpotensi untuk menghasilkan keunggulan bersaing. Selanjutnya poin yang tidak kalah pentingnya adalah merek (Brand). Brand …..Suatu merek ibaratnya adalah jati diri yang terbangun dari kepercayaan (trust) dan citra (image) suatu produk, suatu usaha, suatu corporate, yang ditawarkan pada pelanggan. Pilar dari Point of differentiation dan brand untuk menjadi pola pikir karyawan dan pengusaha agar dicapai positioning dalam mengembangkan keunggulan bersaing, adalah didasarkan pada Spiritualpreneurship. Mengapa demikian, oleh karena untuk mewujudkan kedua
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-13-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
poin tersebut pertanyaan yang terpenting adalah apa yang harus dilakukan?. Secara diagramatik konsepsi ini dapat disajikan sebagai berikut : Positioning Spiritualpreneurship Keunggulan Bersaing
Differentiation
Brand
Gambar 1 Spiritualpreneurship sebagai Strategi Positioning dan Keunggulan Bersaing Sumber :
Dikembangkan untuk konsepsi SPIRITUALPRENEURSHIP’
makalah
ini/’POSITIONING
BASED
PEMBAHASAN (Hasil dan Diskusi) Berdasarkan konsepsi tersebut diatas, maka untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan? Perusahaan harus terlebih dahulu memformulasikan atributisasi dari spiritualpreneurship. Unsur-Unsur Spiritualpreneurship Dalam rangka mengembangkan spiritualpreneurship sebagai salah satu assets atau sumber daya perusahaan, sama seperti halnya Aaker (1989) saat mengembangkan sumber daya perusahaan dengan memusatkan perhatiannya pada assets dan skill, atau asset dan kompetensi (Aaker 1999) sebagai instrumen stratejik yang paling dasar untuk menghasilkan landasan bagi daya saing. Spiritualpreneurship belum banyak dikonsepsikan dalam pemaknaan. Dalam konsepsi ini Spiritualpreneurship dimaknai sebagai perasaan adanya suatu dorongan yang abstrak yang menggugah, memotivasi, dan membangkitkan gairah semangat untuk memiliki sikap hidup atau pola pikir terbaik dalam menghadapi kehidupan berlandaskan ilahiyah (KeTuhanan). Dengan demikian spiritualpreneurship sebagai sumber daya perusahaan perlu memasukkan unsur-unsur kapabilitas dan proses-proses organisasional sebagai sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan untuk memungkinkan perusahaan dalam meningkatkan mutu strateginya melalui karyawan dan pengusahanya. Untuk penggalian unsur-unsur spiritualpreneurship sebagai sumber daya perusahaan maka dapat diformulasi atau didesain melalui apa yang disebut sebagai ASTUTI yaitu A (Ar Ridho), S (Syukur), T (Tawakal), U (Ukhuwah), T (Totalitas), dan I (Ikhlas). Atas dasar Keenam criteria tersebut, maka dapat diuraikan masingmasing unsur sebagai berikut: A (Ar Ridho), yaitu nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang setiap saat selalu kita rasakan. Dalam membangun pengkayaan sumber daya perusahaan (karyawan dan pengusaha) sikap ridho ini penting mengingat manusia memiliki keakuan dan sifat tidak pernah merasa puas atau hanya menerima tanpa usaha. Kalau sikap ridho ada pada karyawan dan pengusaha, hidup
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-13-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
akan jauh dari stres-depresi-penyakit psikosomatis atau menjadi jauh dari bad mood. Hal ini berimplikasi pada semangat dan gairah dalam berkarya dan berkreatifitas, sehingga selalu berinovasi untuk memunculkan keunggulan-keunggulan bersaing yang dibutuhkan konsumen. S (Syukur), yaitu tindakan sadar yang dilakukan untuk mengambil berkah. Bukankah Allah telah menjamin barang siapa pandai bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmatNya, artinya syukur adalah jalan mutlak untuk mendatangkan lebih banyak kebaikan dalam hidup. Selalu bersyukur dan berhenti untuk mengeluh akan menghilangkan perasaan kekurangan, dan dengan bersyukur akan membuat lebih bahagia. Perasaan menjadi lebih enak, tentram dan nyaman dengan bersyukur (feeling good). Bagaimana tidak, pikiran akan fokus pada berbagai kebaikan yang telah diterima sehingga tidak mudah kecewa dan dapat lebih berapresiatif terhadap sesuatu, sehingga pada gilirannya upaya-upaya pengkayaan sumber daya perusahaan tak henti-hentinya akan dilakukan. Rasa syukur akan melahirkan mentalitas berkecukupan (abundance mentality) dan menghilangkan mentalitas kekurangan (scarcity mentality). T (Tawakal), adalah kesungguhan hati dalam berserah diri kepada sang pencipta untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, dan menyelesaikan segala urusan. Ketawakalan karyawan ataupun pengusaha merupakan gambaran kualitas diri. Hal ini bermakna bahwa pengayaan sumber daya perusahaan dengan sikap tawakal akan selalu mendorong untuk bekerja dan mengerahkan segala kemampuan dengan tidak berpangkutangan, dan menyerahkan segala kejadian akhirnya kepada Tuhan pemilik alam, atau dapat bermakna bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan, dan tidak menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Alloh, dan bahwa rizki datangnya hanyalah dari Tuhan semata. Sebagaimana seekor burung yang mencari rizki setiap hari pada pagi hari dengan perut lapar dia terbang kesana kemari baru di sore hari kembali pulang ke sangkarnya dalam keadaan kenyang. Sebagaimana nyamuk yang mencari kehidupan untuk mendapatkan secuil makanannya ia terancam kematian, tapi ia gigih mencari kehidupannya dan menyerahkan segalanya kepada sang pencipta. U (Ukhuwah), adalah suatu model pergaulan antar manusia yang prinsipnya berpedoman pada ilahiyah, yaitu suatu wujud persaudaraan dengan melalui rahmat-Nya-lah maka tumbuh rasa mahabbah (saling mencintai) antar sesama sehingga secara naluriah, manusia merasa saling membutuhkan antara satu dengan lainnya, saling tolong menolong, yang dimanifestasikan dalam semangat berbagi. Bukankah pada dasarnya manusia selain sebagai makhluk individu ia juga makhluk sosial. Demikian juga dalam berbisnis suatu perusahaan akan membutuhkan perusahaan yang lain, akan membutuhkan orang lain untuk membantu merealisasikan tujuan usahanya, membutuhkan pembeli untuk kelangsungan usahanya. Dalam konteks kekinian pilar ukhuwah ini dinyatakan dengan Networking. Networking atau jaringan atau jalinan bagaikan pilar-pilar dari suatu bangunan yang saling mengikat dan menguatkan satu sama lainnya. Alangkah tentramnya dan nyamannya manakala setiap upaya pengkayaan sumber daya perusahaan dilakukan dengan ukhuwah atau membangun relationship marketing, oleh karena akan terbangun jaringan hubungan karyawan dengan karyawan, karyawan dengan pengusahanya, karyawan, pengusaha dengan pelanggan, perusahaan dengan supplier dan distributornya dengan harmonis, karena dilandasi ilahiyah. Sehingga menjadi suatu keunggulan dalam mindset konsumen yang berimplikasi pada positioning. T (Totalitas), yaitu melakukan segala sesuatu dengan kesungguhan sematamata karena keyakinan bahwa semua upaya dan karya serta akibat yang ditimbulkan akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Sang Khalik. Totalitas arti harfiahnya adalah menyeluruh secara keseluruhan. Kalau orang bekerja secara totalitas bisa
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-13-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
dipastikan memiliki loyalitas. Loyalitas secara harfiahnya adalah rasa kepemilikan seseorang terhadap suatu lembaga. Kepemilikan itu bukan hanya ingin memiliki, tetapi bagaimana adanya keinginan untuk mengembangkan dan menjadi semakin maju dan semakin maju. Karena orang yang loyal akan merasa inheren dalam lembaga itu. Apa yang menyebabkan totalitas dan loyal ini? Tidak lain adalah keyakinan. Keyakinan ini melahirkan sikap integritas, dedikasi dan tanggungjawab dalam tiap mejalankan pekerjaan maupun mengambil kebijakan atau keputusan. Tidak dapat dipungkiri bahwa semua yang dimiliki perusahaan (man, money, material, machine, nethod, culture, leadership, customer, supplier, agent, etc) merupakan sumber daya perusahaan. Pengayaan karyawan dan pengusaha merupakan Human Capital, yang dilakukan dengan intellectual and physical Capital. Dengan demikian, sumber daya perusahaan ini menjadi penting untuk benar-benar ditempatkan sebagai modal perusahaan. Kesadaran menempatkan diri sebagai Human Capital berimplikasi pada keinginan untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi berkembangnya organisasi (perusahaan). Karyawan akan memberikan layanan dengan sikap terbaiknya, selalu melakukan perubahan untuk perbaikan dan kemajuan perusahaan, pengusaha dalam menjalankan perusahaan penuh amanah, bijak dan menteladani, sedangkan para pelanggan dengan merasakan kenyamanan dari apa yang diberikan perusahaan yang total berorientasi pada memecahkan masalahnya, maka akan secara emosi dan perasaaan timbul rasa ikut memiliki, yang pada gilirannya tanpa diminta akan menjadi marketer perusahaan yang ampuh dan pelanggan potensial. I (Ikhlas), adalah sikap hati dalam mempersembahkan sesuatu kepada Allah. Sikap ini diwujudkan dengan tidak mudah kecewa, selalu berbuat yang terbaik, berkarya adalah beribadah, dan tidak peduli apakah orang peduli dengan kerja kerasnya atau tidak. Bekerja dengan hati ikhlas, berarti bekerja dengan berdasarkan kasih dan kerelaan hati, sebagaimana matahari pagi yang selalu rajin tidak pernah terlambat selalu bersinar, juga tidak peduli apakah manusia mau menerima sinarnya atau bahkan menolaknya. Ikhlas dalam bekerja adalah selalu berusaha menghidupkan lentera keTuhanan di dalam jiwa, agar selalu bergairah dan bersemangat dalam bekerja. Keikhlasan tertinggi ditandai oleh semangat juang tinggi dan tak pernah meninggalkan Sang Ilahi dalam setiap usaha yang dilakukan. Dengan demikian, cara paling efektif untuk membangun ikhlas dan memeiiharanya adalah selalu mengingat Tuhan dalam setiap keadaan dari life cycle product atau life cycle corporate. KESIMPULAN Berdasarkan uraian mengenai variabel-variabel potisioning yang terdiri dari tiga pilar yang saling berkaitan yaitu differentiation, brand, dan pilar utama spiritualpreneurship dengan determinan dan resultan yang disebut sebagai ASTUTI, maka dapat dibentuk proposisi sebagai dasar penelitian empirik spiritualpreneurship. Proposisi-proposisi tersebut : Proposisi 1 : Spiritualpreneurship adalah perasaan adanya suatu dorongan yang abstrak yang menggugah, memotivasi, dan membangkitkan gairah semangat untuk memiliki sikap hidup atau pola pikir terbaik dalam menghadapi kehidupan Proposisi 2 : Mendesain Spiritualpreneurship dapat membangun pengayaan sumber daya perusahaan Proposisi 3 : Semakin tinggi mengkresi Spiritualpreneurship, semakin tinggi kekuatan positioning Proposisi 4 : Semakin kuat Spiritualpreneurship, semakin memberikan potensi keunggulan bersaing yang dimiliki
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-13-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Proposisi 5 : Spiritualpreneurship member peluang bagi tumbuh dan berkembangnya perusahaan (learning organization) Proposisi 6 : ASTUTI merupakan panduan kriteria yang perlu dilakukan dalam Spiritualpreneurship Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan dan perspektif paradigma yang berkembang dengan proposisi-proposisi tersebut, maka disarankan untuk memodelkan keterkaitan hubungan dan pengaruh spiritualpreneurship kedalam persamaan struktural. Teknik model persamaan struktural yang mengakomodasi konsepsi tersebut secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut : Spiritualpreneurship: ASTUTI (Ar Ridho, Syukur, Tawakal, Ukhuwah, Totalitas, dan Ikhlas)
Differentiation: Marketing Mix Mananagement
Brand : Trust & Image
Gambar 2 Model Structural Positioning Based Spiritualpreneurship
DAFTAR PUSTAKA Aaker, D. A. (1991), Managing Brand Equity, New York : The Free Press. .................... (1995), Strategic Market Management , (Fourth ed.): John Wiley & Sons, Inc. Barney, J. B. (1995), "Looking inside for competitive advantage", Academy of Management Review, 19(4), pp. 49-61. Calder J. Bobby, Reagen J. Steven. (2001), Brand Design, New York: John Wiley & Sons Clancy, Kevin J, Robert S. Shulman, 1991, The Marketing Revolution : A Radical Manifesto For Dominating The Market Place, New York, Harper Business-A Division Of Harper Collins Publishing Grant, R. M. (1991), "The Resource-Based Theory of Competitive Advantage: Implications for Strategy Formulation", California Management Review, 33(3), pp.114 - 135. Gary
Witt, 1998, Positioning: How to take Market Share by Creating Fear and Doubt, Article, Scottsdale, Arizona, the Marketing Psychology Group, Inc.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-13-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Hart, S. L., & Banbury, C. (1994), "How strategy-making processes can make a difference", Strategic Management Journal, 15, pp. 251 - 269. Hart, S. L., & Banbury, C. (1994), "How strategy-making processes can make a difference", Strategic Management Journal, 15, pp. 251 - 269. Kotler, Philip, 2003, Marketing Management, Ed-Millenium, Prentice Hall.Inc. Levitt, Thodore. (1980), “Marketing Success Through Differentiation : Of Anything”, Harvard Business Review, Pebruary 1980. Mahoney, M. J. (1991). Human change processes. New York: Basic Books. Porter, M. E. (1980), Competitive Strategy , . New York: Free Press. Porter, M. E. (1985), Competitive Advantage : Creating and Sustaining Superior Performance, New York : The Free Press. Ries, Al & Trout, Jact. (2001), Positioning : The Battle For Your Mind, New York : McGraw-Hill Schmit, Bernd & Simonson, Alex. (1997), Marketing Aesthetics The Strategic Management Of Brand, Identity and Image, New York : The Free Press. Seth,A and Thomas, H (1994), “Theories Of The Firm Implications For Strategy Research”, Journal Of Management Studies, Vol 31, No.2. ,p.165-191 Shoemaker, B.J.E. (1993). Two sides of the same coin. Educational Leadership, Vol 50, No.8, p55-57. Trout, Jact & Rivkin, Steve. (2000), Differentiate or Die, New York : John Wiley.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-13-8