PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT)
Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI. Peran Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung: Analisis Input Output. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI. Propinsi Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi yang memiliki banyak sumber daya yang dapat dioptimalkan. Salah satunya adalah sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukkan PDRB. Sektor pertanian menempati urutan pertama yaitu sebesar 23,2 persen diikuti oleh sektor Industri Pengolahan sebesar 22,6 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,2 persen pada tahun 2006. Pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 sektor pertanian mampu menyediakan kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran. Walaupun sebagian besar penduduk Provinsi Bangka Belitung bekerja di sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 30,6 persen dan diikuti oleh sektor pertanian sebesar 28,8 persen tetapi sektor pertanian tetap diharapkan menjadi sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Adapun kendala dan masalah yang dihadapi pada sektor pertanian di Provinsi Bangka Belitung yaitu kurangnya investasi pada sektor tersebut dan kurangnya kualitas SDM. Sektor usaha di Bangka Belitung masih terkesan terfokus pada satu sektor saja dan hanya bersumber dari pengesploitasian sumber daya alam (SDA) yang dalam waktu jangka panjang dapat habis sebagai contoh, sektor pertambangan. Sementara sektor pertanian dan lainnya kurang dikembangkan. Meskipun sektor pertanian mempunyai peranan besar dalam PDRB dan penyerapan tenaga kerja tetapi sektor tersebut belum mampu menjadi sektor penggerak perekonomian (Leading Sector). Hal ini dikarenakan sektor tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Saat ini pembangunan ekonomi di Propinsi Bangka Belitung masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga masih menjadi pertanyaan besar apakah sektor pertanian mampu menjadi Leading Sector bagi pembangunan ekonomi di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung atau tidak. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1). Menganalisis peran sektor pertanian dalam pembentukkan output, nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir terhadap perkonomian Provinsi Bangka Belitung. 2).Menganalisis keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-sektor lainnya di Provinsi Bangka Belitung. 3). Menganalisis dampak penyebaran sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Bangka Belitung. 4). Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor pertanian dilihat berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu Tabel Input Output Provinsi Bangka Belitung tahun 2005 Klasifikasi 45 sektor yaitu tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Untuk keperluan analisis tersebut selanjutnya diagregasi menjadi 9 sektor. Metode analisis yang digunakan yaitu metode input output. Pengolahan data dilakukan dengan program GRIMP versi 7.2 dan Microsoft Excel. Berdasarkan hasil analisis struktur permintaan, ekspor dan impor, struktur output, dan struktur nilai tambah bruto, sektor yang memiliki kontribusi terbesar
adalah sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. Sedangkan berdasarkan hasil analisis konsumsi rumah tangga, sektor pertanian memberikan peranan terbesar dibandingkan sektor lainnya. Sementara dari hasil analisis struktur investasi, sektor bangunan memberikan investasi terbesar dibandingkan sektor lainnya. Dilihat dari keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan, sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor pertambangan dan galian. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke belakang adalah sektor industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sementara sektor pertanian meskipun tidak tidak memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi tetapi sebagian besar output sektor tersebut digunakan oleh sektor industri pengolahan. Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran dapat disimpulkan bahwa sektor yang memberikan kontribusi terhadap koefisien penyebaran terbesar adalah sektor industri pengolahan. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terhadap kepekaan penyebaran terbesar adalah sektor pertambangan dan galian. Kedua sektor tersebut memiliki nilai lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan galian memiliki kemampuan yang besar untuk membangun industri hulunya, sedangkan sektor industri pengolahan memiliki kemampuan yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Berdasarkan hasil analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja baik tipe I dan tipe II, sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan. Hal ini menunjukan bahwa sektor industri pengolahan mampu memberikan output, meningkatkan pendapatan, dan menciptakan lapangan kerja lebih banyak dibandingkan sektor lain. Selain itu juga dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa sektor pertanian di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung belum dapat dijadikan sebagai Leading Sector. Sektor yang dapat dijadikan sebagai Leading Sector adalah industri pengolahan. Hal ini dikarenakan sektor indutri pengolahan memiliki kontribusi besar baik dalam keterkaitan, dampak penyebaran, dan multiplier. Walapun demikian bukan berarti sektor pertanian dapat diabaikan. Sektor pertanian perlu menjadi prioritas kedua setelah Leading Sector dan dalam alokasi investasi rencana pembagunan karen sektor tersebut mampu menyediakan konsumsi lebih besar terhadap masyarakat jika dilihat dari hasil analisis konsumsi rumah tangga. Selai itu sektor pertanian dapat menyerap tenaga kerja lebih besar dan memiliki kontribusi terbesar pada PDRB Propinsi Bangka Belitung serta sebagian besar output sektor pertanian digunakan sebagai input oleh sektor industri pengolahan.
PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT)
Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Siera Aninditha Casandri Putri
Nrp
: H14104109
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Peran Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Bangka Belitung: Analisis Input Output.
dapat diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc NIP : 131 967 243
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP : 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
September 2008
Siera Aninditha Casandri Putri H14104109
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siera Aninditha Casandri Putri lahir pada tanggal 27 Agustus 1986 di Manado. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Sudradji dan Ibu Ermyn. Penulis mulai menjalani pendidikan formal di TK Aisiyah, dan kemudian melanjutkan pendidikan di SD Muhammadiyah Palembang sejak tahun 1992 hingga tahun 1998. Penulis menamatkan studinya di SLTP Negeri 1 Bangka Belitung pada tahun 2001. Tahun 2001-2004 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMU YPHB Bogor. Setelah lulus SMU pada tahun 2004, penulis meneruskan studinya di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan diterima sebagai Mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswi angkatan 2004.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peranan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Propinsi Bangka Belitung : Analisis Input Output”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Besar harapan penulis agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat semangat, dukungan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ir. Yeti Lis Purnamadewi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari pembuatan proposal sampai dengan akhir penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
2.
Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc. Agr selaku dosen penguji utama atas saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Zaenal Effendy selaku dosen penguji komisi pendidik atas saran dan kritikan yang diberikan kepada penulis dalam memperbaiki tata cara penulisan skripsi ini.
4.
Keluargaku tercinta: papah (SUDRADJI), mamah (ERMYN ELSUF), adekadekku tersayang (SARAH & VIDI), yang selalu memberikan semangat, dukungan serta doanya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Sigit Yusdiyanto yang selalu memberikan semangat, dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Sahabat dan teman-temanku IE’41: Epi, adhi, nina, sun-sun, dwita, laswati, ica, iyo, uunk, akbar, dwi, adit, lisbet, fance,dll yang tidak bisa disebutkan
satu persatu atas semangat, doa dan bantuannya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.
Bogor,
September 2008
Siera Aninditha Casandri Putri H14104109
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... . v DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi I . PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah.............................................................................. 8
1.3
Tujuan Penelitian..................................................................................14
1.4
Manfaat Penelitian................................................................................14
1.5
Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................15
II. TINJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1
Teori Pembangunan Ekonomi ..............................................................16
2.2
Sektor Unggulan dan Pembangunan Ekonomi.....................................17
2.3
Peran dan Pembangunan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi........................................................................19
2.4
Penelitian Terdahulu.............................................................................23
2.5
Model Input Output ..............................................................................24 2.5.1. Variabel Dalam Tabel Input Output ...........................................26 2.5.2. Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input Output............................29 2.5.3. Struktur Tabel Input Output .......................................................31 2.5.4. Analisis Keterkaitan ...................................................................36 2.5.5. Analisis Multiplier......................................................................36 2.5.6. Multiplier Tipe I dan Tipe II.......................................................38 2.5.7. Dampak Penyebaran ...................................................................41
2.6. Kerangka Pemikiran Operasional.........................................................41 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................44
3.2. Jenis dan Sumber Data .........................................................................44 3.3. Metode Analisis....................................................................................45 3.3.1.
3.3.2.
3.3.3.
Analisis Keterkaitan ...............................................................45 3.3.1.1.
Keterkaitan Langsung ke Depan............................45
3.3.1.2.
Keterkaitan Langsung ke Belakang .......................46
3.3.1.3.
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan.................................................................46
3.3.1.4.
Keterkaitan Langsung dan Tidak langsung ke Belakang............................................................46
Dampak Penyebaran...............................................................47 3.3.2.1.
Kepekaan Penyebaran............................................47
3.3.2.2.
Koefisien Penyebaran ............................................48
Analisis Multiplier..................................................................48
3.4. Konsep dan Definisi .............................................................................49 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geografis ....................................................................................55 4.2. Pertumbuhan Penduduk dan Ketenagakerjaan .....................................56 4.3. Perkembangan Perekonomian dan Sektor Pertanian Propinsi Bangka Belitung ...................................................................................58 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Permintaan dan Penawaran Output ........................................61 5.1.1.
Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah ..............63
5.1.2.
Ekspor dan Impor ...................................................................64
5.1.3.
Struktur Investasi....................................................................67
5.1.4.
Struktur Output.......................................................................68
5.1.5.
Struktur Nilai Tambah Bruto..................................................69
5.2. Analisis Keterkaitan .............................................................................72 5.3. Dampak Penyebaran .............................................................................75 5.4. Analisis Multiplier................................................................................77 5.4.1. Multiplier Output.......................................................................80 5.4.2. Multiplier Pendapatan................................................................81 5.4.3. Multiplier Tenaga Kerja ............................................................82
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan...........................................................................................83 6.2. Saran .....................................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................86 DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................88
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 1990-2006 Berdasarkan Daerah Perkotaan dan Daerah Pedesaan............... 2
2.
Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Periode 1999-2006 di Indonesia........... 4
3.
Jumlah dan Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2003-2007 .......................... 3
4.
PDRB Propinsi Bangka Belitung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2006............................................... 6
5.
Persentase dan Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005-2006 ......................................................................................... 9
6.
Jumlah Angkatan Kerja dan Pengangguran Penduduk Umur 15 Tahun Keatas di Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005-2006...............................10
7.
Tabel Input Ouput ........................................................................................31
8.
Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja ..........................49
9.
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten Atau Kota Propinsi Bangka Belitung Thun 1980-2000 ...............................57
10.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Bangka Belitung Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001-2006 ..................................58
11.
Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor ......................................................................................62
12.
Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-Sektor Ekonomi Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor..................................................................64
13.
Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sekor...................................................................65
14.
Perubahan Stok, Pembentukkan Modal Tetap dan Investasi Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor .....................................................................................68
15.
Struktur Pembentukkan Output Terhadap Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2003 ......................................................................69
16.
Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor .....................................70
17.
Keterkaitan Output Ke Depan dan Ke Belakang Sektor-Sektor PerekonomianPropinsi Bangka Belitung Tahun 2005.................................73
18.
Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005........................................................76
19.
Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005................................78
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Alur Kerangaka Pemikiran Konseptual ...............................................42
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Tabel Input Output Klasifikasi 9 Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 .............................................................. 88 2. Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 9 Sektor............................................................................... 91 3. Matrik Kebalikan Leontief Terbuka Klasifikasi 9 Sektor ................... 93 4. Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 9 Sektor ..................................... 94 5. Multiplier Output Klasifikasi 9 Sektor ................................................ 95 6. Multiplier Pendapatan Klasifikasi 9 Sektor......................................... 96 7. Multiplier Tenaga Kerja Klasifikasi 9 Sektor...................................... 97
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan menuju kearah yang lebih baik dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya yang ada. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya alam yang tinggi sehingga diperlukan pengelolaan terhadap sumber daya alam tersebut. Pada hakekatnya pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara sektor-sektor ekonomi sehingga dengan terciptanya pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan dan pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat. Oleh sebab itu pembangunan bukan merupakan tujuan melainkan alat sebagai proses untuk menurunkan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Pada masa orde baru pemerintah belum dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya ketimpangan pendapatan dan kesenjangan yang terjadi antara daerah dan kelompok masyarakat di Indonesia. Sebagai contohnya, krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 yang menyebabkan perekonomian Indonesia semakin terpuruk, tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Walaupun pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun angka kemiskinan masih tinggi terutama di daerah pedesaan. Tingginya tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran merupakan dua masalah besar yang terjadi di Indonesia bahkan sampai sekarang. Tingkat kemiskinan yang paling dominan berada di daerah pedesaan dimana ratarata masyarakatnya bermata pencaharian pada sektor pertanian. Sektor pertanian
2
memegang peranan sangat penting dalam upaya pengurangan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia, karena disanalah bertumpu permasalahan di pedesaan. Persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,4 persen pada tahun 1999 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar 17,8 persen. Data menunjukkan bahwa masyarakat miskin di pedesaan mencapai 12,3 persen pada tahun 1996 sebelum krisis ekonomi dan meningkat sebesar 26,1 persen pada tahun 1999 setelah krisis ekonomi. Tetapi angka tersebut mengalami penurunan sampai tahun 2006 sebesar 21,9 persen walaupun sempat mengalami kenaikan pada tahun 2001 (lihat Tabel 1.1). Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 1990-2006 Berdasarkan Daerah Perkotaan dan Daerah Pedesaan Jumlah Penduduk Miskin (jutaan) Tahun 1990 1996 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Daerah Perkotaan 9,4 7,2 15,6 12,3 8,6 13,3 12,3 11,4 12,4 14,3 13,56
Daerah Pedesaan 17,7 15,3 32,4 26,4 29,3 25,1 25,1 24,8 22,7 24,8 23,61
Jumlah 27,2 22,5 48 38,7 37,9 38,4 37,3 36,1 35,1 39,1 37,17
Persentase (%) Daerah Perkotaan 16,8 9,7 19,3 14,6 9,8 14,5 13,6 12,1 11,4 13,4 12,52
Daerah Pedesaan 14,3 12,3 26,1 22,4 24,8 21,1 20,2 20,1 19,5 21,9 20,37
Jumlah 15,1 11,3 23,4 19,1 18,4 18,2 17,4 16,7 15,97 17,8 16,58
Sumber: - Biro Pusat Statistik 1992 - Irawan dan Romjati, 2000 - Data dan Informasi Kemiskinan tahun 2003. Buku I: Provinsi. Badan Pusat Statistik 2003 - Biro Pusat Statistik, 2006
Sektor pertanian berperan dalam perekonomian nasional Indonesia melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengetasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Keterkaitan dan efek pengganda
3
ke depan dan ke belakang dari sektor pertanian sangatlah tinggi apabila dikaitkan dengan industri, konsumsi dan investasi. Sektor pertanian memiliki karakteristik yang spesifik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja tertinggi, yaitu sebesar 44,5 persen pada tahun 2006 (BPS). Tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian merupakan prestasi karena masuknya tenaga kerja ke sektor pertanian tidak memiliki kriteria atau standar minimum sebagaimana di sektor-sektor ekonomi yang lain. Menurut BPS Indonesia pada tahun 2002 bahwa dari 91.647 juta penduduk yang bekerja sekitar 44,34 persen dari mereka bekerja pada sektor pertanian (BPS 2002). Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kontribusi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia selalu mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 jumlah tenaga kerja yang diserap sekitar 39,74 juta orang (43,8 %), tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 40,63 juta orang (44,3 %), dan tahun 2003 meningkat lagi sebesar 43,04 juta orang (46,3 %). Hal ini disebabkan karena sektor pertanian merupakan sektor yang tidak memerlukan keterampilan dan keahlian khusus sebagaimana di sektor-sektor ekonomi yang lain. Akan tetapi jumlah pekerja yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 40,14 juta orang dibandingkan tahun 2005 yang mengalami peningkatan sebesar 41,81 juta orang. Namun demikian sektor pertanian masih tetap menjadi andalan penciptaan tambahan
4
kesempatan kerja dalam jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 38,09 persen dari total angkatan kerja tahun 2006 (lihat Tabel 1.2). Tabel 1.2. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Periode 1999 – 2006 di Indonesia (Juta Rupiah) Bekerja
Tahun Pertanian
Non Pertanian
Total Angkatan Kerja
Pengangguran Terbuka
38,38 50,44 94,55 1999 40,68 49,16 95,65 2000 39,74 51,06 98,81 2001 40,63 51,01 100,79 2002 43,04 49,77 102,63 2003 40,61 53,11 103,97 2004 41,81 53,13 105,8 2005 40,14 55,32 105,39 2006 Sumber : - Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2007 - Biro Pusat Statistik, 2006
Jumlah 6,3 5,81 8,01 9,13 9,82 10,25 10,85 10,93
% 6,36 6,08 8,1 9,06 9,57 9,86 10,26 10,27
Dalam upaya keluar dari krisis dan mengatasi berbagai persoalan ekonomi seperti pengangguran sebagaimana dijelaskan di atas, bangsa Indonesia harus meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam, sumber daya buatan, maupun sumber daya manusia. Energi dan sumber daya mineral merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional, sehingga menjadi sektor yang diandalkan dalam pembiayaan pembangunan nasional, termasuk dalam menyerap tenaga kerja. Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2001-2006 PDB Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,86 persen per tahunnya. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 5,68 persen dan terkecil pada tahun 2001 sebesar 2,83 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu rata-rata sebesar 11,45 persen. Kontribusi tertinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 13,64 persen sedangkan
5
kontribusi terkecil pada tahun 2001 yaitu sebesar 8,10 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan terkecil adalah sektor pertambangan dan galian dengan kontribusi sebesar 0,13 persen per tahun, kontribusi terbesar sektor tersebut pada tahun 2006 sebesar 2,21 persen dan kontribusi terkecil pada tahun 2003 yaitu sebesar -1,37 persen. Sektor Pertanian tidak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB nasional yaitu sebesar 3,26 persen per tahun. Kontribusi tertinggi pada tahun 2001 yaitu sebesar 4,08 persen dan menurun pada tahun 2005 menjadi 2,66 persen dan mengalami peningkatan yang tidak terlalu besar pada tahun 2006 yaitu sebesar 2,98 persen (lihat Tabel 1.3). Tabel 1.3. Jumlah dan Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2006 (Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDB Dengan Migas PDB Tanpa Migas
2001 225.685,7 (4,08) 168.244,3 (0,33) 398.323,9 (3,30) 9.058,3 (7,92) 80.080,4 (4,58) 234.273,0 (4,38) 70.276,1 (8,10)
2002 232.973,4 (3,23) 169.244,3 (1,00) 419.388,1 (5,29) 9.868,2 (8,94) 84.469,8 (5,48) 243.409,3 (3,90) 76.173,2 (8,39)
2003 240.387,3 (3,79) 167.603,8 (-1,37) 441.754,9 (5,33) 10.349,2 (4,87) 89.621,8 (6,10) 256.516,6 (5,45) 85.458,4 (12,19)
2004 247.163,6 (2,82) 160.100,5 (-4,48) 469.952,4 (6,38) 10.897,6 (5,30) 96.334,4 (7,49) 271.142,2 (5,70) 85.458,4 (13,38)
2005 253.726 (2,66) 162.642 (3,11) 491.699,5 (4,57) 11.596,6 (6,30) 103.403,8 (7,42) 294.396,3 (8,38) 109.467,1 (12,97)
2006 262.402,8 (2,98) 168.028,9 (2,21) 514.100,3 (4,63) 12.251,1 (5,87) 112.233,6 (8,97) 312.520,8 (6,13) 124.975,7 (13,64)
123.085,5 (6,60) 133957,4 (3,24) 1.442.984,6 (3,83) 1.280.638,9 (5,11)
130.928,1 (6,37) 138.982,3 (3,75) 1.506.124,4 (4,38) 1.345.814,3 (5,09)
140.374,4 (6,73) 145.104,9 (4,41) 1.577.171,3 (4,78) 1.423.866,1 (5,69)
140.374,4 (7,66) 145.104,9 (5,38) 1.577.171,3 (5,03) 1.421.474,8 (5,97)
161.959,6 (6,79) 159.990,7 (5,05) 1.749.546,9 (5,68) 1.605.247,6 (6,57)
170.074,3 (5,65) 170.705,4 (6,22) 1.847.292,9 (5,48) 1.703.086 (6,09)
Sumber : BPS Indonesia Tahun 2008
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat menjadi modal bagi pelaksanaan pembangunan dalam jangka panjang. Propinsi Bangka Belitung merupakan salah satu propinsi yang memiliki banyak sumber
6
daya alam yang dapat dioptimalkan. Seperti sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor pariwisata. Propinsi Bangka Belitung juga dikenal sebagai salah satu propinsi penghasil timah terbesar di dunia. Akan tetapi keberadaan sumber daya tersebut tidak dapat bertahan lama dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diperbaharui dan cepat habis untuk jangka waktu panjang serta pelaksanaan yang tidak memperhatikan kelestarian alam sehingga menyebabkan kondisi alam menjadi rusak. Dengan sifatnya yang tidak kekal tesebut maka timah yang tergolong dalam sektor pertambangan dan penggalian tidak dapat selamanya menjadi sektor andalan di Propinsi Bangka Belitung dan banyak masyarakat yang beralih ke sektor pertanian sebagai mata pencaharian mereka. Tabel 1.4.
PDRB Propinsi Bangka Belitung Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2006 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB Dengan Migas PDRB Tanpa Migas
2000 1.553.110 (25,4) 859.711 (14,1) 1.558.687 (25,5) 36.271 (0,6) 333.209 (5,5) 992.600 (16,3) 205.330 (3,4)
2001 1.681.187 (26,0) 889.917 (13,8) 1.621.407 (25,1) 38.800 (0,6) 355.477 (5,5) 1.076.483 (16,7) 215.059 (3,3)
2002 1.765.419 (25,6) 1.023.980 (14,8) 1.705.164 (24,7) 41.243 (0,6) 383.421 (5,6) 1.111.179 (16,1) 229.304 (3,3)
2003 1.803.586 (23,4) 1.619.193 (21,0) 1.744.045 (22,6) 43.670 (0,6) 411.969 (5,3) 1.138.186 (14,7) 244.224 (3,2)
2004 1.883.821 (22,4) 1.570.365 (18,7) 1.839.803 (21,9) 46.965 (0,6) 443.007 (5,3) 1.606.822 (19,1) 260.557 (3,1)
2005 1.971.537 (22,6) 1.526.441 (17,5) 1.935.242 (22,2) 46.408 (0,5) 469.063 (5,4) 1.658.972 (16,1) 278.437 (3,2)
2006 2.089.110 (23,2) 1.442.744 (16,0) 2.037.156 (22,6) 47.924 (0,5) 497.312 (5,5) 1.728.692 (19,2) 299.439 (3,3)
252.801 (4,1)
263.147 (4,1)
270.884 (3,9)
279.676 (3,6)
287.987 (3,4)
296.072 (3,4)
303.807 (3,4)
312.712 (5,1) 6.104.236 (100)
320.400 (5,0) 6.461.875 (100)
374.092 (5,4) 6.904.687 (100)
435.163 (5,6) 7.719.713 (100)
477.655 (5,7) 8.417.980 (100)
524.627 (6,0) 8.706.800 (100)
563.705 (6,3) 9.009.891 (100)
6.104.236
6.461.875
6.904.687
7.253.850
8.014.748
8.388.524
8.769.569
Sumber : BPS Propinsi Bangka Belitung Tahun 2006/2007 Angka dalam kurung : laju pertumbuhan ekonomi (%)
7
Berdasarkan Tabel 1.4 menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati urutan pertama sebagai salah satu sektor unggulan di Propinsi Bangka Belitung. Jika dibandingkan secara nasional, sektor pertanian di Bangka Belitung memiliki peran yang lebih penting terhadap PDRB dibandingkan terhadap PDB. Kontribusi yang diberikan oleh sektor pertanian selama tujuh tahun terakhir rata-rata sebesar 24,08 persen per tahun. Kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian sebesar 23,2 persen pada tahun 2006 dan kontribusi terkecil pada tahun 2004 sebesar 22,4 persen. Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi terkecil diberikan oleh sektor listrik, gas dan air rata-rata kontribusi yang diberikan sebesar 0,57 persen per tahun dari seluruh sektor yang ada. Sektor pertambangan dan penggalian yang sempat menjadi sektor andalan di Propinsi Bangka Belitung mengalami penurunan pada tahun 2004 sampai tahun 2006. Rata-rata penurunan selama tiga tahun sebesar 17,4 persen tiap tahunnya. Walaupun sempat mengalami kenaikan sebesar 21,0 persen pada tahun 2003. Keberhasilan
pembangunan
suatu
daerah
sangat
ditentukan
oleh
kemampuan daerah tersebut dalam menggali potensi-potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang dimilikinya. Keberadaan sumber daya alam tersebut dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat dan pendapatan bagi pemerintah. Sehingga dibutuhkan pengelolaan yang baik untuk dapat menghasilkan sumber daya alam yang bermanfaat bagi masyarakat. Pembangunan pertanian di Propinsi Bangka Belitung diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta menganekaragamkan produksi hasil pertanian yang berorientasi ekspor, khususnya hasil perkebunan, dan hasil perikanan. Upaya tersebut harus dilaksanakan secara terpadu serta didukung
8
oleh pengembangan agrobisnis dan agroindustri agar mampu menciptakan dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan. Dengan demikian kinerja pembangunan pertanian tidak lagi dilihat hanya semata-mata dari kontribusinya terhadap perekonomian nasional tapi juga peranan artikulatifnya yaitu keterkaitan antar sektor baik ke depan maupun ke belakang dan peranan promotifnya yaitu merangsang pertumbuhan sektor lain secara tidak langsung dengan menciptakan lingkungan pembangunan yang mantap. Dengan demikian penting untuk mempelajari apakah sektor pertanian tersebut dapat menjadi Leading Sector di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jika dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB Bangka Belitung yang menempati urutan pertama begitu juga dalam hal penyerapan tenaga kerja menempati urutan pertama. Dimana dalam menentukan Leading Sector tersebut tidak hanya dilihat dari besarnya pengaruh terhadap PDRB tetapi juga dari keterkaitan suatu sektor terhadap sektor yang lain. Oleh sebab itu untuk dapat mengetahui Leading Sector di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung maka dapat dianalisis dengan Input Output.
1.2. Perumusan Masalah Perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung hingga saat ini masih belum dapat berkembang sebagaimana mestinya. Hal tersebut ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung relatif rendah dibandingkan nasional. Laju pertumbuhan
9
ekonomi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam dua tahun terakhir (20052006) mengalami penurunan rata-rata sebesar 3,46 persen dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan secara nasional rata-rata pertumbuhan ekonominya sebesar 4,86 persen. Berdasarkan PDRB Propinsi Bangka Belitung hingga saat ini didominasi oleh sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian). Berdasarkan Tabel 1.4 sektor pertanian merupakan kontribusi terbesar dalam pembentukkan PDRB Propinsi Bangka Belitung yaitu menyumbang sebesar 26,0 persen pada tahun 2002 juta rupiah tetapi mengalami penurunan setiap tahunnya menjadi 23,2 persen pada tahun 2006. Walaupun demikian, sektor pertanian tetap menmberikan kontribusi terbesar pada PDRB dibandingkan sektor lainnya. Pada data BPS tahun 2005-2006, di Bangka Belitung telah terjadi pergeseran jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian ke sektor pertambangan dan penggalian. Pada sektor pertanian tahun 2005 penduduk yang bekerja berjumlah 140.911 ribu orang atau sebesar 31,58 persen dan tahun 2006 berkurang menjadi 122.895 ribu orang atau sebesar 28,8 persen. Sebaliknya, di sektor pertambangan dan penggalian justru mengalami peningkatan dari 128.915 ribu orang 28,89 persen pada tahun 2005 menjadi 130.725 ribu orang atau sebesar 30,6 persen pada tahun 2006. Pergeseran tersebut tentu tidak lepas dari maraknya kegiatan penambangan timah inkonvensional (TI) dan rendahnya minat masyarakat untuk menekuni sektor pertanian seperti lada yang harganya merosot, sehingga menyebabkan banyak petani beralih profesi ke sektor pertambangan.
10
Tabel 1.5. Jumlah dan Persentase Penduduk Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Umur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2006 (Ribu) Lapangan Kerja Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
2002 168.761 (46,6) 62.969 (17,41) 19.130 (5,29) 659 (0,18) 16169 (4,47)
2003 202.097 (48,74) 66.586 (16,06) 17.069 (4,12) 407 (0,1) 17131 (4,13)
Pekerja 2004 189.798 (43,54) 75.632 (17,35) 21.404 (4,91) 741 (0,17) 20488 (4,7)
52053 (14,39)
63609 (15,34)
68962 (15,82)
68292 (15,31)
68858 (16,1)
11177 (3,09)
10808 (2,61)
14472 (3,32)
21406 (4,8)
15065 (3,5)
1215 (0,17)
2293 (0,55)
3182 (0,73)
1902 (0,43)
4260 (1)
29323 (8,1) 361.456 (100)
32937 (7,94) 412.937 (100)
39843 (9,14) 434522 (100)
42872 (9,61) 446.174 (100)
49137 (11,5) 427.328 (100)
2005 140.911 (31,58) 128915 (28,89) 17.573 (3,94) 2068 (0,46) 22235 (4,98)
2006 122.895 (28,8) 130725 (30,6) 15.873 (3,7) 794 (0,2) 19721 (4,6)
Sumber : BPS Propinsi Bangka Belitung Angka dalam Kurung : Persentase (%)
Kinerja ekspor hasil penambangan yang berupa timah yang beberapa tahun terakhir ini mendominasi ekspor Babel, memberikan kontribusi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi daerah serta kesejahteraan masyarakat Babel. Kontribusi tersebut tentu saja penting untuk dijaga agar ekonomi terus tumbuh, disamping meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta mengurangi tingkat pengangguran. Saat ini angka pengangguran di Bangka Belitung selalu meningkat setiap tahunnya kecuali pada tahun 2005. Pengangguran di Bangka Belitung selama 5 tahun terakhir mencapai 7,94 persen per tahun dan tertinggi pada tahun 2003 sebesar 9,4 persen sedangkan terendah pada tahun 2002 sebesar 4,98 persen. Sedangkan tingakat pengangguran secara nasional sebesar 9,80 persen per tahun,
11
tertinggi pada tahun 2006 sebesar 10,27 persen dan terendah pada tahun 2000 sebesar 6,08 persen. Sedangkan jumlah angkatan kerja tahun 2006 turun 4,4 persen atau 469.538 orang dari tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6. Jumlah Angkatan Kerja dan Pengangguran Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Penduduk Umur 15 tahun ke Atas Tahun 20052006 (Ribu) Uraian Angkatan Kerja yang Bekerja Pencari Kerja Jumlah Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Tingkat Pengangguran (%)
2002 361.606 18.988 380.594
2003 414.645 43.004 457.649
Jumlah 2004 435.917 38.938 475.155
62,4
69,2
67,1
65,03
62,5
4,98
9,4
8,2
8,1
9
2005 446.174 39.340 485.514
2006 427.328 42.210 469.538
Sumber : BPS Propinsi Bangka Belitung
Oleh karena itu, untuk jangka panjang, harus mulai dipikirkan dan dikembangkan sektor lain yang potensial untuk dikembangkan dan juga ramah lingkungan, sehingga generasi penerus yang akan datang masih akan dapat menikmati lingkungan yang sehat, perekonomian yang stabil dan kesejahteraan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Masalah dan kendala utama yang terkait dengan sektor pertanian antara lain masih banyaknya penduduk yang tergolong miskin, rendah dan lemahnya dukungan infrastruktur serta kurangnya investasi pada sektor unggulan terutama sektor pertanian. Pemerintah harus menyediakan infrastruktur untuk mendukung investasi sektor pertanian. Sehingga para investor dapat dengan mudah mengembangkan usahanya pada sektor tersebut. Di samping itu masalah kurangnya kualitas SDM juga merupakan masalah untuk daerah pertanian
yang
luas. Selain itu Bangka Belitung dinilai belum mampu
menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk menarik para investor.
12
Sektor usaha di Bangka Belitung masih terkesan terfokus pada satu sektor saja dan hanya bersumber dari pengesploitasian sumber daya alam (SDA) yang dalam waktu jangka panjang dapat habis sebagai contoh, sektor pertambangan. Sementara sektor pertanian dan lainnya kurang dikembangkan. Saat ini sektor pertanian di Bangka Belitung sangat baik untuk dikembangkan karena dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi pada jangka panjang. Oleh karena itu agar perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat berkembang secara optimal, perlu ditentukan Leading Sector yang mampu menggerakan perekonomian. Menurut Daryanto (1995), suatu sektor dapat menjadi Leading Sector jika memiliki keterkaitan dan multiplier yang tinggi terhadap sektor lain. Dengan demikian investasi dapat diberikan pada sektor yang memiliki pengaruh kuat bagi pertumbuhan ekonomi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung agar alokasi pembangunan lebih diarahkan pada sektor tersebut. Namun demikian masih perlu dianalisis apakah sektor pertanian mampu menjadi Leading Sector bagi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung atau tidak. Hal ini mengingat, sektor yang mempunyai kotribusi terbesar dalam perekonomian suatu wilayah belum tentu dapat menjadi Leading Sector. Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1.
Berapa besar peran sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Kepulauan
Bangka
Belitung
dalam
pembentukkan
output,
struktur
permintaan, struktur konsumsi, investasi dan struktur nilai tambah bruto? 2.
Berapa besar keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor pertanian dengan sektor-sektor lainnya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung?
13
3.
Berapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor pertanian (pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan dan peningkatan penyerapan tenaga kerja) dilihat berdasarkan efek Multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja?
4.
Berapa besar dampak penyebaran sektor pertanian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung terhadap sektor-sektor perekonomian?
1.3. Tujuan Penelitian Melihat latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menganalisis peran sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Kepulauan
Bangka
Belitung
dalam
pembentukkan
output,
struktur
permintaan, struktur konsumsi, dan struktur nilai tambah bruto. 2.
Menganalisis keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor pertanian dengan sektor-sektor lainya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
3.
Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor pertanian dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja berdasarkan efek Multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja.
4.
Menganalisis dampak penyebaran sektor pertanian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung terhadap sektor-sektor perekonomian.
14
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan dapat menjadi masukan atau evaluasi bagi pemerintah maupun masyarakat Bangka Belitung tentang peran pertanian dan pengaruhnya terhadap perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dicapai oleh penulis di perguruan tinggi dengan cara mengamati, menganalisis, dan memecahkan masalah yang ada. Dalam penyusunannya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan atau keputusan untuk dapat mensejahterakan masyarakat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian didasarkan pada Analisis Input Output yang meliputi analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran, analisis multiplier, dan analisis penetapan prioritas sektor sehingga dapat diketahui sektor mana yang mempunyai pangaruh yang besar terhadap perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sektor yang akan dianalisis berjumlah sembilan sektor dari 45 sektor yang ada pada tabel Input Output Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimesional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, serta pengurangan ketidakmerataan (Todaro, 2001). Adapun tujuan pembangunan menurut Todaro (2001) adalah : 1. Meningkatkan
ketersediaan
dan
memperluas
distribusi
barang-barang
kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan. 2. Meningkatkan taraf hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar kepada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. 3. Memperluas pilihan ekonomi sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan orang dan negara, tetapi juga dalam kebodohan dan kesengsaraan. Pengamatan tentang proses pembangunan ekonomi daerah tidak terlepas dari sistem perekonomian negara secara keseluruhan. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pertanyaan menyangkut sektor apa yang perlu dikembangkan, kemudian dimana aktivitas setiap sektor akan dijalankan. Selanjutnya proses perencanaan ditutup dengan pertanyaan standar menyangkut kebijakan, strategi, dan langkah-langkah apa yang perlu diambil. Sedangkan pendekatan regional lebih dititikberatkan pada pertanyaan daerah mana yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sesuai
16
untuk dikembangkan di daerah masing-masing. Untuk Indonesia yang diperlukan adalah gabungan antara kedua pendekatan tersebut (sektoral dan regional) untuk dijalankan secara bersama-sama. Hal ini penting tidak hanya dari segi konsep, tetapi juga dari segi pelaksanaannya. Khususnya yang menyangkut koordinasi pembangunan di daerah dalam kerangka sistem pemerintah yang ada dalam rangka pembangunan ekonomi negara secara keseluruhan (Kawengian, 2001).
2.2. Sektor Unggulan dan Pembangunan Ekonomi Sektor unggulan adalah suatu sektor yang paling efektif untuk berperan sebagai engine of development dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan daerah yang berkelanjutan, yang mengacu pada kemampuan sektor tersebut untuk mendorong, menunjang kegiatan produksi dan menopang pertumbuhan serta perkembangan seluruh sektor dalam perekonomian. Kemampuan suatu sektor menjadi penggerak utama bagi sektor-sektor lainnya dan memacu pembangunan ekonomi, menjadikannya sebagai sektor unggulan atau disebut juga leading sector atau key sector. Akan tetapi suatu sektor tidak dapat begitu saja menjadi sektor unggulan, ada beberapa hal yang harus dimiliki diantaranya pertumbuhannya cukup tinggi, stabil dan berkelanjutan. Selain itu, kemampuannya dalam memacu pembangunan wilayah harus memanfaatkan sumber daya dan pasar domestik serta memiliki indeks ketergantungan impor yang rendah. Sektor unggulan juga tidak hanya memiliki peran dalam artian berupa kontribusi yang sifatnya langsung terhadap perekonomian. Hal ini dilihat dari keterkaitan sektor unggulan terhadap sektor lain. Menurut Arsyad (1992),
17
keterkaitan antar sektor itu merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh growth pole, yakni sektor yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi. Growth pole tersebut tidak mengacu pada lokasi secara geografis, namun suatu sektor yang menyebar dalam berbagai saluran ekonomi sehingga mampu menggerakan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa ahli mengemukakan tentang pembentukkan sektor kunci dengan menggunakan Analisis Input Output untuk melihat apakah suatu sektor dapat menjadi sektor kunci atau tidak, Chenery dan Watanabe (1958) dalam Daryanto (1995) menyatakan bahwa tingginya keterkaitan ke depan ke belakang dapat terlihat pada tingginya suatu nilai di atas harga rata-ratanya. Sedangkan rendahnya keterkaitan ke depan dan ke belakang diperlihatkan oleh rendahnya suatu nilai di bawah harga rata-ratanya. Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi. Menurut Daryanto (1995) untuk mengidentifikasi suatu sektor dapat menjadi sektor kunci atau tidak, dilaksanakan dengan empat metode yaitu : 1. Sektor tersebut memiliki keterkaitan kebelakang (backward linkage) dan keterkaitan kedepan (forward linkage) yang relatif tinggi. 2. Sektor tersebut menghasilkan output bruto yang relatif tinggi, sehingga mampu mempertahankan permintaan akhir (final demand) yang relatif tinggi juga. 3. Sektor tersebut mampu menghasilkan penerimaan devisa bersih yang relatif tinggi. 4. Sektor tersebut dapat menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi.
18
2.3. Peranan Pembangunan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi Sektor pertanian adalah salah satu sektor pembangunan yang telah mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional di negara-negara sedang berkembang. Hal ini dimaklumi karena pada umumnya negara-negara sedang berkembang tersebut adalah negara agraris, dan sebagian besar ahli ekonomi memandang sektor pertanian sebagai penunjang yang positif terhadap pembangunan ekonomi pada negara itu. Pentingnya
sektor
pertanian
dalam
pembangunan
ekonomi,
telah
dikemukakan oleh beberapa ahli di antaranya oleh Todaro (1999) yang melihat pembangunan pertanian sebagai syarat mutlak bagi pembangunan nasional khususnya di negara dunia ketiga. Hal ini ditekankan karena dia melihat bahwa sekitar dua pertiga dari bangsa yang miskin adalah menggantungkan hidupnya dari sektor subsisten, sementara kelompok miskin tersebut umunya berada dan bertempat tinggal di pedesaan. Johnston dan Mellor (1961) dalam Jhingan (1990) menyebutkan bahwa peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi adalah: 1. Sumber utama penyediaan bahan makanan 2. Sumber penghasilan dana atau pajak 3. Sumber penghasilan devisa yang diperlukan untuk mengimpor modal, bahan baku, dan lain-lain. 4. Pasar dalam negeri untuk menampung hasil produksi industri pengolahan dan sektor bahan pertanian lainnya.
19
Di negara berkembang yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan penduduk akibat kemerosotan yang tajam angka kematian dan penurunan yang lambat dalam tingkat kesuburan akan memerlukan permintaan bahan pangan yang lebih besar lagi. Dengan meningkatkan produktifitas pertanian sehingga memperbesar output yang dihasilkan oleh pertanian akan dapat menyediakan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Sektor pertanian juga berperan dalam mendorong perkembangan sektor lain. Meningkatkan daya beli daerah pedesaan sebagai hasil perluasan output dan produktifitas pertanian akan cenderung menaikkan permintaan barang manufaktur dan memperluas ukuran pasar. Ini akan menyebabkan perluasan di sektor industri. Selanjutnya permintaan seperti pupuk, peralatan yang lebih baik, traktor dan fasilitas irigasi di sektor pertanian akan mendorong perluasan sektor industri lebih jauh lagi. Di samping itu, sarana pengangkutan dan perhubungan akan berkembang luas pada waktu surplus pertanian akan diangkut ke daerah perkotaan dan barang menufaktur diangkut ke daerah pedesaan. Dampak jangka panjang perluasan sektor sekunder dan tersier ini akan membentuk kenaikan keuntungan di sektor-sektor tersebut, apakah sektor tersebut dikelola oleh swasta ataupun oleh pemerintah. Sektor pertanian juga bisa menghasilkan tambahan devisa. Meningkatnya volume ekspor hasil pertanian akibat meningkat produktifitas akan memperbesar perolehan devisa. Dengan demikian surplus pertanian mendorong pembentukkan modal jika barang-barang modal tersebut diimpor dengan menggunakan devisa dari hasil pertanian. Meningkatnya penerimaan pertanian dapat menjadi jalan terbaik bagi pembentukkan modal. Ini dapat dilakukan dengan memobilisasi pendapatan dari sektor pertanian melalui pajak hasil bumi, pajak tanah, pajak
20
pendapatan hasil pertanian dan biaya lainnya. Terakhir kenaikkan pendapatan daerah pedesaan sebagai hasil surplus dari hasil pertanian cenderung memperbaiki kesejahteraan daerah pedesaan. Dengan demikian surplus hasil pertanian yang semakin meningkat mempunyai dampak meningkatkan standar sebagian besar rakyat pedesaan. Peranan pertanian di Indonesia juga ditunjukkan pada saat krisis melanda perekonomian. Sektor pertanian terbukti mampu bertahan selama krisis dan dapat menghasilkan devisa disaat sektor-sektor lain terpuruk (BPS, 1999). Depresiasi rupiah terhadap dollar yang cukup besar menyebabkan harga komoditi ekspor pertanian dalam rupiah meningkat cukup tinggi, sehingga mendorong peningkatan volume ekspor. Peningkatan volume ekspor tersebut karena produkproduk pertanian bisa bersaing secara komparatif dan kompetitif di pasar internasional. Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian layak untuk dijadikan sebagai sektor andalan ekonomi terutama sebagai sektor andalan dalam pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai keunggulan kompetitif dan terbukti mampu untuk menghadapi gangguan dari luar. Keunggulan kompetitifnya dapat dari basis sumber daya yang menjadi input sektor tersebut. Pertanian merupakan sektor yang berbasis pada sumber daya domestik tropis yang unik. Selama masa krisis ekonomi pertumbuhan sektor industri mengalami kontraksi sebesar 12,8 persen. Sektor bangunan mengalami kontraksi yang lebih besar lagi yaitu sebesar 39,74 persen. Hal ini disebabkan para pengusaha properti menghentikan kegiatannya sama sekali. Mereka mengalami kesulitan dalam pendanaan baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri.
21
Kontraksi dari kedua sektor diatas telah menyebabkan sektor tersier ikut mengalami kontraksi seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,95 persen, sektor transportasi dan komunikasi sebesar 12,80 persen, sektor keuangan dan jasa persewaan sebesar 26,74 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,16 persen dan sektor jasa-jasa lainnya sebesar 4,71 persen. Secara keseluruhan ekonomi nasional selama tahun 1998 mengalami kontraksi sebesar 13,68 persen. Namun ditengah krisis ini sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 0,22 persen (BPS, 1999). Akibat
terjadinya
kontraksi
ekonomi
nasional
pada
tahun
1998
menyebabkan terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 2,13 persen atau 6.429.530 orang. Namun ketika semua sektor ekonomi kecuali sektor listrik mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja, justru sektor pertanian mampu maningkatkan kapasitas tenaga kerjanya sebanyak 432.350 orang. Artinya sektor pertanian mampu mengurangi beban pengangguran nasional akibat krisis ekonomi. Sektor pertanian merupakan sektor yang menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja nasional. Selanjutnya ketimpangan produktifitas tenaga kerja antar sektor pertanian dengan sektor non pertanian cukup besar yaitu sekitar empat kali lipat dan tingkat pengangguran di wilayah pedesaan (pertanian) lebih besar dibanding wilayah perkotaan (industri) (BPS, 1999). Ini berari bahwa sektor pertanian mempunyai arti strategis dalam mengatasi pengangguran nasional dan mengurangi ketimpangan produktivitas antar sektor. Implikasi dari fakta tersebut adalah peningkatan pertumbuhan sektor pertanian akan berdampak langsung yang kuat dan mampu mengatasi permasalahan pengangguran di wilayah pedesaan.
22
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian dengan menggunakan analisis Input Output telah banyak dilakukan. Penelitian dengan menggunakan analisis ini pada umumnya mempelajari bagaimana keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran, serta multiplier efek yang ditimbulkan sektor-sektor perekonomian dalam suatu wilayah. Penelitian mengenai peranan sektor ekonomi dengan menggunakan analisis Input Output sudah dilkkan di beberapa daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ditinjau dari lokasi penelitian. Penelitian kali ini berjudul analisis peran sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Bangka Belitung. Lokasi penelitian tersebut memiliki perbedaan karakteristik sumberdaya alam termasuk komoditi unggulan dengan lokasi penelitian sebelumnya, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Nurlaela (2003), melihat dampak investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis input output untuk melihat dampak penyebaran, multiplier dan keterkaitan sektor-sektor agroindustri. Hasil penelitian menunjukan bahwa keterkaitan ke depan sektor pertanian berada pada peringkat kedua dan keterkaitan ke belakang berada pada peringkat ke delapan dari sepuluh sektor perekonomian. Berdasarkan analisis dampak penyebaran, subsektor pertanian berada pada peringkat ke delapan (koefisien penyebaran) dan peringkat ketiga (kepekaan penyebaran) dari sepuluh sektor yang ada. Analisis pengganda menunjukan bahwa sektor pertanian memiliki nilai relatif rendah untuk pengganda output, pengganda pendapatan dan tenaga kerja. Tabel 2.1 berikut merupakan hasil penelitian-penelitian terdahulu.
23
Nama 1. Dyah Ayu Mariana Handari (2006)
Judul Menganalisis Dampak Investasi di Sektor Pertanian terhadap Perekonomian di Indonesia
2. Ilmalia (2008)
Menganalisis bagaimana peran sektor pendidikan
Metode Hasil Penelitian a) Analisis Multiplier: I-O 1. Multiplier Output: 3,25 2. Multiplier Tenaga Kerja: 2,46 3. Multiplier Pendapatan: 3,04 b) Analisis Koefisien dan Kepekaan Penyebaran: 1. Koefisien Penyebaran: 0,76 2. Kepekaan Penyebaran: 1,06 c) Analisis Keterkaitan: 1. Langsung ke Depan: 0,46 2. Langsung dan Tidak Langsung ke depan: 2,02 3. Langsung ke Belakang: 0,25 4. Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang: 1,45
I-O
a) Analisis Multiplier: 1. Multiplier Output: 4,322 2. Multiplier Tenaga Kerja: 3,155 3. Multiplier Pendapatan: 2,615
Deskripsi a) Total output sektor pertanian sebesar 3,25 persen dari otuput nasional, pengaruh dari sektor pertanian terhadap penyerapan dan penambahan lampangan pekerjaan sebanyak dari 2,46 persen dari total tenaga kerja dan total pendapatan sektor pertanian sebesar 3,04 persen dari total pendapatan nasional. b) Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor pertanian lebih mampu untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya dibanding menarik pertumbuhan sektor hulunya. c) Sektor pertanian disini dengan nilai langsung dan tidak langsung ke depan 2,02 membuktikan bahwa sektor ini mampu mendorong sektor lain melalui penyediaan input untuk sektor-sektor lainnya. Selain itu, nilai langsung dan tidak langsung ke belakang 1,45 menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu menyerap sektor lain untuk digunakan sebagai input sektor pertanian sebesar 1,45. Jika keterkaitan nilainya kurang dari 1 maka hubungannya dengan sektor lain kurang berpengaruh. a) Total otuput sektor jasa pendidikan pemerintah sebesar 4,322 persen dari output nasional, pengaruh sektor jasa pendidikan terhadap penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,155
24
terhadap perekonomian indonesia
3. Surya Agus Setyawan (2005)
Analisisi pengaruh sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Kabupaten Jepara
I-O
b) Analisis Koefisien dan Kepekaan Penyebaran: 1. Koefisien Penyebaran: 1,02 2. Kepekaan Penyebaran: 0,65 c) Analisis Keterkaitan: 1. Langsung ke Depan: 0,43 2. Langsung dan Tidak Langsung ke depan: 2,12 3. Langsung ke Belakang: 0,45 4. Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang: 1,24
persen dari total tenaga kerja dan total pendapatan sektor jasa pendidikan sebesar 2,615 persen dari total pendapatan nasional. b) Analisis koefisien penyebarannya menunjukkan sektor jasa pendidikan pemerintah memliki kemampuan mendorong pertumbuhan sektor hulunya, tetapi lemah dalam mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. c) Hasil analisis keterkaitannya menunjukkan bahwa sektor jasa pendidikan pemerintah masih relatif banyak menggunakan output dari sektor-sektor lain.
a) Analisis Multiplier: 1. Multiplier Output: 2,55 2. Multiplier Tenaga Kerja: 2,51 3. Multiplier Pendapatan: 2,49 b) Analisis Koefisien dan Kepekaan Penyebaran: 1. Koefisien Penyebaran: 1,29 2. Kepekaan Penyebaran: 1,27 c) Analisis Keterkaitan: 1. Langsung ke Depan: 0,47 2. Langsung dan Tidak Langsung ke depan: 1,79 3. Langsung ke Belakang: 0,02 4. Langsung dan Tidak Langsung
a) Pada analisis multiplier output, industri tekstil dan pakaian jadi, memiliki nilai multiplier output tipe I dan tipe II terbesar. Pada multiplier pendapatan tipe I dan II, Industri makanan dan minuman, merupakan subsektor industri yang potensial dalam meningkatkan pendapatan bagi perekonomian. Pada analisis multiplier tenaga kerja, sektor listrik, gas dan air bersih pada pengganda tipe I dan II menempati posisi pertama diikuti oleh sektor industri pengolahan. b) Analisis penyebarannya menandakan bahwa sektor industri pengolahan mampu untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya.
25
ke Belakang: 1,83
4. Dwi Yuli Analisis peranan M (2005) sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia
I-O
a) Analisis Multiplier: 1. Multiplier Output: 3,47 2. Multiplier Tenaga Kerja: 12,17 3. Multiplier Pendapatan: 2,90 b) Analisis Koefisien dan Kepekaan Penyebaran: 1. Koefisien Penyebaran: 1,17 2. Kepekaan Penyebaran: 1,53 c) Analisis Keterkaitan: 1. Langsung ke Depan: 1,71 2. Langsung dan Tidak Langsung ke depan: 2,10 3. Langsung ke Belakang: 0,44 4. Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang: 1,61
c) Hasil dari analisis keterkaitannya menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan relatif banyak menggunakan ouput dari sektor-sektpr lain. a) Dalam hal kontribusi terhadap output dan penyerapan tenaga kerja, industri pengolahan mendudukiperingkat pertama. Sedangkan untuk pendapatan tergolong kecil diantara sektor lainnya. b) Analisis penyebarannya menandakan bahwa sektor industri pengolahan mampu untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya. c) Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan industri pengolahan juga menempati rangking pertama. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang juga menempati rangking pertama karena relatif besar bila dibandingkan dengan sektor yang lainnya. Ini menandakan bahwa sektor ni berperan besar dalam mendorong sektor yang lainnya.
26
Penelitian
yang
dillakukan
oleh
Nugroho
(2002),
melihat
tahap
industrialisasi sektor pertanian serta dampak investasi dan peranannya dalam perekonomian Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tahap industrialisasi di sektor pertanian Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa peranan sektor pertanian di Propinsi Jawa Tengah masih cukup besar. Hal ini dibuktikan dari pembentukan output sektor pertanian menduduki peringkat kedua. Nilai keterkaitan ke depan baik langsung maupun langsung dan tidak langsung lebih besar daripada keterkaitan ke belakang. Hal ini menunjukan bahwa output sektor pertanian akan lebih digunakan sebagai input untuk sektor lainnya. Analisis pengganda di sektor pertanian relatif rendah dibandingkan sektor perekonomian lainnya. Nilai tertinggi sektor pertanian untuk multiplier output, multiplier pendapatan dan tenaga kerja ditempati oleh subsektor peternakan. Analisis koefisien pertanian menunjukan bahwa industrialisasi yang terjadi di sektor pertanian belum maju.
2.5. Model Input-Output Metode Input-Output telah berkembang semenjak dilintis oleh Leontief pada tahun 1930-an menjadi metode yang paling luas diterima. Tabel InputOutput tidak hanya mendeskripsikan sektor industri perekonomian saja tetapi juga dikaitkan dengan teknik-teknik lainnya untuk memprediksikan perubahan struktur tersebut (Glasson,1977). Leontief mengemukakan bahwa model Input-Output ini dibuat berdasarkan general equilibrium. Sifat keseimbangan inilah yang merupakan salah satu kelebihan Tabel Input-Output yang dibandingkan dengan alat analisis lainnya dalam ilmu ekonomi perencanaan dan pembangunan.
27
Pengertian Tabel Input-Output menurut BPS (1998) adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matrik. Isian sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, dan pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Tabel Input-Output memberikan gambaran yang menyeluruh dalam analisis ekonomi. Menurut BPS (1998) sebagai model kuantitatif, tabel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang : 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor 2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut. 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Model Input-Output telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output menurut BPS (1998) antara lain adalah tabel Input-Output sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan
28
tetap (konstan) selama periode analisa atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap kostan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Namun demikian, Tabel Input-Output merupakan alat analisa yang lengkap dan komprehensif. Adapun kegunaan dari Tabel Input-Output tersebut adalah: 1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor permintaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi. 2. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan subtitusinya. 3. Analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output. 4. Mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian. 5. Menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktur perekonomian suatu wilayah. 6. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistik yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai landaan perbaikan, penyempurnaan, dan pengembangan lebih lanjut.
2.5.1. Variabel Dalam Tabel Input Output Dalam Tabel Input Output Indonesia terdapat variabel-variabel penting yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu menurut (BPS, 2000) :
29
1. Output Output dalam pengertian Tabel Input Output adalah output total (600), yaitu nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (jumlah permintaan antara) ditambah dengan jumlah permintaan akhir tanpa ekspor, ditambah dengan total ekspor yang dilakukan oleh negara tersebut (305+306) kemudian dikurangi dengan total impor (409), tanpa membedakan asal-usul pelaku produksi. Dalam hal ini pelaku produksi dapat berupa perusahaan atau perorangan yang berasal dari dalam negeri atau perusahaan dan perorangan asing. Bagi unit usaha yang hasil produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian antara kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak dalam bidang jasa, maka outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain. Dalam penyusunan Tabel Input Output, output disebut juga sebagai Control Total (CT), yaitu suatu nilai yang dijadikan patokan untuk mengontrol besarnya jumlah nilai transaksi di masing-masing sektor yang sangat berpengaruh terhadap mutu dari Tabel Input Output yang dihasilkan. 2. Ekspor Barang dan Jasa Ekspor barang dan jasa (305 dan 306) adalah transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk Indonesia. Transaksi ekonomi meliputi transaksi barang merchendise, jasa pengangkutan, jasa pariwisata, jasa asuransi, jasa telekomunikasi, dan transaksi komoditi lainnya. Penduduk Indonesia mencakup Badan Pemerintah Pusat dan Daerah, perorangan,
30
perusahaan dan lembaga-lembaga lainnya. Transaksi ekspor mencakup juga pembeliaan langsung di dalam negeri oleh penduduk negara lain. Nilai ekspor barang atas harga produsen dinyatakan dalam freight on board (FOB) yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negara pengekspor, bea ekspor dan biaya pemuatan barang sampai ke kapal yang akan mengangkutnya. Untuk memperkirakan nilai ekspor barang dan jasa digunakan beberapa jenis data yang diperoleh dari buku Statistik Perdagangan Luar Negeri terbitan BPS, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia publikasi Bank Indonesia, Buku Tahunan Statistik Pertambangan Indonesia publikasi Departemen Pertambangan dan Energi dan dari sumber data lainnya. Metode estimasinya akan dijelaskan seperti di bawah ini : a.
Ekspor Barang (305) Perkiraan
nilai
ekspor
barang
merchandise
dilakukan
dengan
menggunakan data Statistik Perdagangan Luar Negeri BPS. Nilai ekspor barang yang tersedia adalah nilai ekspor barang yang diolah dengan metode carry over. Untuk kebutuhan penyusunan Tabel Input Output Indonesia, nilai ekspor barang diolah dengan metode carry over perlu disesuaikan untuk memperoleh nilai ekspor barang aktual. Nilai ekspor barang ini diklasifikasikan menurut kode Harmonized System (HS). b. Ekspor Jasa (306) Nilai ekspor jasa diperkirakan dengan menggunakan data dari buku Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia publikasi Bank Indonesia. Dalam publikasi tersebut, nilai ekspor jasa tidak tersedia secara terpisah tetapi masih
31
bergabung dengan nilai impor jasa. Perkiraan nilai ekspor jasa dihitung berdasarkan komponen-komponen ekspor jasa yang terdiri dari penggunaan fasilitas jasa yang disediakan oleh penduduk Indonesia yaitu jasa perjalanan dan pariwisata, jasa asuransi, jasa telekomunikasi, jasa perusahaan, serta jasajasa lainnya. 3. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki peran cukup menentukan dalam proses produksi. Tenaga kerja dalam Tabel Input Output adalah banyaknya orang yang bekerja selama satu tahun (man year) di masing-masing sektor, baik sebagai pekerja penuh (full-time worker) maupun sebagai pekerja sampingan. Jumalah tenaga kerja untuk seluruh kegiatan produksi mulai dari sektor pertanian sampai jasa-jasa sama dengan jumlah tenaga kerja atau orang yang bekerja minimal satu jam selama seminggu yang lalu. Jumlah orang yang bekerja dalam hal ini termasuk juga pencari tenaga kerja yang sudah pernah bekerja. Data yang digunakan dalam estimasi tenaga kerja pada dasarnya terdiri dari data tenaga kerja menurut sektor dan lapangan usaha. Data tenaga kerja menurut sektor diperoleh dari masing-masing sektor, sedangkan data jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha diperoleh dari Sensus Penduduk dan SAKERNAS publikasi BPS (dalam satuan orang).
2.5.2. Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input Output Data yang disajikan dalam Tabel Input-Output merupakan informasi rinci tentang input dan output sektoral yang mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan
32
dalam proses penyusunannya, Tabel Input-Output bersifat statis dan terbuka. Adapun asumsi dasar penyusunan Tabel Input Output adalah : 1. Keseragaman (homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenid barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada subtitusi otomatis terhadap input dan output sektor yang berbeda. 2. Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antar input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang dugunakan oleh sektor tersebut. 3. Penjumlahan (additvity), yaitu asumsi bahwa total efek dan kegiatan produksi diberbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan. Hambatan terbesar yang dihadapi oleh lembaga-lembaga perencanaan, terutama didaerah dalam menggunakan analisis Input-Output antara lain (Buduharsono, 2001) adalah : 1. Biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data 2. Kurang tersedianya data pokok di daerah 3. Keterbatasan kemapuan teknis Sedangkan keterbatasan model Input-Output adalah : 1. Koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap konstan selama periode analisis atau proyeksi. Teknologi dalam proses yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap konstan karena
33
koefisien teknis dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas harga output. 2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan Tabel Input-Output dengan menggunakan metode survey. 3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan semakin banyak banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak tertangkap dalam analisisnya.
2.5.3. Struktur Tabel Input-Output Format dari Tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matrik berukuran nxn dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1997). Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap, maka disajikan format Tabel Input-Output. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa isian sepanjang baris (bagian Horisontal) menjelaskan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir (lihat Tabel 2.2). Isian sepanjang kolomnya (bagian vertikal) menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor. Apabila tabel dibawah dilihat secara baris (bagian horisontal) maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
34
Z11 + Z12 + … + Z1n + Y1 = X1 Z21 + Z22 + … + Z2n + Y2 = X2
Zn1 + Zn2 + … + Znn + Yn = Xn
(2.1)
Atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai berikut :
ij
+ Yi = Xi ; untuk i =1,2,3 dst
(2.2)
Dimana : Zij
= banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j
Yi
= permintaan akhir terhadap sektor i
Xi
= jumlah output sektor i
Tabel 2.2. Format Tabel Input-Output Alokasi Output Susunan input 1 2
1 X11 X21
. . N Jumlah Input Primer Total Input
. . Xn1 V1 X1
Input antara
Sektor produksi
Permintaan Antara Sektor Produksi 2 … X12 … X22 … . . Xn2 V2 X2
… … … … …
Permintaan Akhir
Total Output
F1 F2
X1 X2
. . Fn
. . Xn
N X1n X2n . . Xnn Vn Xn
Sumber : Miller dan Blair, 1985 (dimodifikasi)
Sebaliknya apabila angka-angka dibaca menurut kolom (vertikal) khususnya pada transaksi antara, maka angka-angka tersebut menunjukkan susunan input suatu sektor yang diperlukan dalam proses produksi pada sektor tersebut. Berdasarkan ilustrasi Tabel Input Output maka persamaan untuk input yang digunakan oleh masing-masing sektor dapat dituliskan sebagai berikut :
35
Z11 + Z21 + … + Zn1 + M1 = X1 Z12 + Z22 + … + Zn2 + M2 = X2
Z1n + Z2n + … + Znn + Mn = Xn
(2.3)
Atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai berikut :
ij
+ Mj = Xj ; untuk j =1,2,3 dst
(2.4)
Dimana : Mj
= output primer (nilai tambah bruto) dari sektor j
Rasio antara Zij dengan Xj dinotasikan dengan aij sehingga dapat ditulis aij = Zij/Xj maka persamaan baru yang dihasilkan adalah : X1 – a11 X1 – a12 X2 - … - a1n Xn = Y1 X2 – a21 X1 – a22 X2 - … - a2n Xn = Y2
Xn – an1 X1 – an2 X2 - … - ann Xn = Yn
(2.5)
Secara matrik persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :
+ A
X
+
= F
=
AX + F = X atau (I-A) = F atau X= (1-A)-1F
X (2.6)
Dimana: I
= matrik identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya.
36
F
= permintaan akhir
X
= jumlah output
(I-A)
= matrik leontief
(I-A)-1
= matrik kebalikan leontief
Dari persamaan (5) di atas terlihat lihat bahwa output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir. Dengan (I-A)-1 sebagai koefisien antaranya. Dalam analisis Input Output sistem persamaan diatas memegang peranan penting, yaitu sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah. Secara umum matriks dalam Tabel Input Output dapat dibagi menjadi empat kuadran yaitu kuadran I, II, III, dan IV (Miller dan Blair, 1985). Isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Kuadran I (Intermediate Quadran) Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis Input Output kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. 2. Kuadran II (Final Demand) Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukkan modal tetap, perubahan stok dan ekspor.
37
3. Kuadran III (Primary Input Quadran) Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah dan Gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. 4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran) Kuadran IV merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Informasi di kuadran IV ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan Tabel Input-Output sering diabaikan.
2.5.4. Analisis Keterkaitan Konsep
keterkaitan
digunakan
sebagai
dasar
perumusan
strategi
pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan kebelakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam pembelian terhadap total pembelian intput yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan kedepan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan leterkaitan antar industri atau sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya.
38
Berdasarkan konsep tersebut dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukkan dari matrik kebalikkan Leontief. Matrik kebalikan Leontief disebut sebagai matrik koefisien keterkaitan, karena matrik ini mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian.
2.5.5. Analisis Multiplier a. Multiplier Output Multiplier output dihitung dalam perunit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matrik kebalikan Leontief (inverse matrix) menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor I sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Dengan demikian matrik kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau Negara. Koefisien matrik invers ini menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain. Proses terjadinya peningkatan output sektor lainnya karena peningkatan output suatu sektor terjadi secara bertahap,peningkatan output sebesar satu satuan efek awal memberikan dampak langsung terhadap sektor penyedian input sebesar
39
efek putaran pertama, kemudian diikuti oleh peningkatan output putaran kedua sehingga total peningkatan output seluruhnya mencapai sebesar nilai multiplier tipe I. Peningkatan sebesar itu belum termasuk efek induksi rumah tangga yang terjadi karena meningkatnya pendapatan rumah tangga dengan adanya peningkatan permintaan akhir sektor yang bersangkutan. Sehingga efek total pengganda akibat peningkatan output yang terjadi di sektor tersebut bernilai sebesar multiplier tipe II. b. Multiplier Pendapatan Multiplier pendapatan digunakan untuk mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel Input Output, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga, sehingga pendapatan lainnya seperti dividen atau bunga bank tidak tercakup di dalamnya (Miller dan Blair, 1985). Pengganda pendapatan total adalah peningkatan satu unit permintaan akhir suatu sektor akan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar nilai penggandatotalnya. Multiplier
pendapatan tipe I menunjukkan jika terjadi
peningkatan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di sektor yang bersangkutan sebesar Rp. 1,00; akan meningkatkan pendapatan rumah tangga disemua sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tipe I baik secara langsung maupun tidak langsung dengan rumah tangga sebesar eksogenus model. Sedangkan multiplier tipe II pada dasarnya sama dengan multiplier tipe I tetapi dalam multiplier tipe II efek induksi konsumsi rumah tangga juga diperhitungkan. c. Multiplier Tenaga Kerja
40
Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam Tabel Input Output seperti pada multiplier output dan pendapatan, karena dalam Tabel Input Output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Multiplier tenaga kerja dapat diperoleh dengan menambahkan baris pada Tabel Input Output yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei). Cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian di suatu wilayah dengan jumlah total output dari masingmasing sektor tersebut. Koefisien tenaga kerja menunjukkan efek langsung ketenagakerjaan dari setiap sektor akibat adanya perubahan output sektor ke-i. Multiplier tenaga kerja tipe I berguna untuk mengetahui besarnya lapangan kerja yang tercipta jika output suatu sektor meningkat sebesar satu unit uang. Sedangkan multiplier tenaga kerja tipe II menunjukkan dampak dari penyerapan tenaga kerja di suatu sektor sebesar satu unit terhadap peningkatan lapangan kerja di seluruh sektor perekonomian.
2.5.6. Multiplier Tipe I dan Tipe II Pada efek pengganda ini jika terjadi peningkatan dalam aktifitas suatu sektor maka akan meningkatkan aktivita sektor tersebut atau sektor lainnya sebesar nilai penggandanya. Dalam pembangunan ekonomi daerah efek ini sangat penting karena dapat menunjukkan akibat dari peningkatan aktivitas suatu sektor ekonomi
41
dari suatu daerah terhadap sektor atau faktor lainnya seperti arus pendapatan, konsumsi masyarakat dan pemerintah, permintaan barang dan sebagainya, sehingga pertumbuhan ekonomi wilayah segera tercapai dengan teridentifikasinya sektor yang memberikan multiplier effect paling besar. Multiplier effect terbagi menjadi dua yaitu multiplier tipe I dan tipe II yang digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah atau negara. Respon atau efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Efek Awal (Initial Impact) Efek awal yaitu berapa besar perubahan satuan peubah di setiap sektor perekonomian bila terjadi perubahan dalam permintaan akhir sebesar satu satuan. Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dari sisi output, dampak awal ini diasumsikan sebagai peningkatan dari penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga. Sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja. 2. Efek Putaran Pertama (first round effect) Efek putaran pertama yaitu besarnya pembelian input yang dibutuhkan suatu sektor dari sektor lain untuk meningkatkan produksinya sebesar satu unit.
42
Efek putaran pertama menunjukkan efek langsung dari pembelian masingmasing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Efek putaran pertama dari sisi pendapatan menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. 3. Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect) Efek dukungan industri yaitu efek-efek lanjutan dari suatu sektor akibat pembelian input dari sektor lainnya pada tahap pertama. Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. 4. Efek Induksi Konsumsi (Consumption induce effect) Efek induksi konsumsi yaitu pengaruh pengeluran rumah tangga terhadap perekonomian wilayah atau penerimaan rumah tangga sebagai pembayaran upah tenaga kerja dalam memproduksi tambahan output suatu sektor. Efek induksi konsumsi menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja. 5. Efek Lanjutan (Flow on Effect)
43
Efek lanjutan merupakan efek total dari output, pendapatan, dan tenaga kerja yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjumlahan dari suatu sektor. Data efek lanjutan diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.
2.5.6. Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang yang telah diuraikan di atas belum memadai dipakai sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan setiap sektor tidak sama. Membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor adalah cara untuk menormalkan kedua indeks tersebut. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.
2.5.7. Kerangka Pemikiran Operasional Strategi pengembangan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi menganggap bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan melalui peningkatan beberapa sektor ekonomi. Peningkatan tersebut dapat meningkatkan output sektor lainnya melalui proses pengganda (multiplier) dan keterkaitan (linkage) antar sektor. Peningkatan output beberapa sektor ekonomi yang melalui suatu proses penetesan ke bawah (trickle down effect) akan menyebabkan peningkatan pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Kebijakan pembangunan
44
sektor pertanian merupakan usaha pemerintah Propinsi Bangka Belitung untuk mewujudkan perekonomian yang lebih baik. Hal tersebut dikarenakan sektor pertanian dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dan dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih intensif untuk satuan unit usaha bila dibandingkan dengan unit usaha sektor lainnya. Dengan demikian, sektor pertanian dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat Propinsi Bangka Belitung sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.
Perekonomian Propinsi Bangka Belitung ‐ Pertumbuhan ekonomi relatif rendah ‐ Tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran
Sektor Pertanian – Kontribusi Terbesar terhadap PDRB dan dalam penyerapan tenaga kerja
Peran sektor Pertanian (Analisis Input Output)
Analisis Penyebaran
Analisis Multiplier
Leading Sector
Analisis Keterkaitan
45
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan membahas tentang peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Saat ini kondisi perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung masih belum tumbuh dengan baik bila dibandingkan dengan nasional. Hal tersebut ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran yang mencapai 9 persen dan kemiskinan yang mencapai 10,06 persen. Akan tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan adanya sektor unggulan yang dapat membantu meningkat perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan hal tersebut akan dianalisis peran sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sektor pertanian di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan sektor yang memiliki nilai tertinggi pada PDRB dibandingkan dengan sektor lainnya dan sektor pertama dalam menyerap tenaga kerja terbanyak. Oleh sebabitu dalam menganalisis peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Bangka Belitung digunakan analisis Input Output. Dengan manggunakan analisis Input Output akan diperoleh berapa besarnya keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran, dan multiplier antar sektor. Hasil analisis tersebut dapat menentukan leading sector yang akan dikembangkan di Propinsi Bangka Belitung. Sehingga pemerintah dapat memberikan investasi terhadap sektor yang akan dikembangkan tersebut agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung.
46
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu penelitian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut : (1) Tersedianya Tabel Input-Output Propinsi Bangka Belitung (2) Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran penting bagi perekonomian Bangka Belitung. Penelitian ini meneliti tentang perkembangan sektor pertanian terhadap perekonomian Propinsi Bangka Belitung, keterkaitannya dengan sektor lain, serta pengaruhnya terhadap perluasan dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu tiga bulan yaitu dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2008.
3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar merupakan data sekunder yang berasal dari Tabel Input-Output Propinsi Bangka Belitung tahun 2005 yang merupakan Tabel Input-Output terbaru yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta dengan klasifikasi 9 sektor. Selain Tabel InputOutput digunakan juga data pendukung lainnya yang juga merupakan data sekunder. Data tersebut diperoleh dari instansi-instansi terkait yaitu: Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Dinas Partanian, Dinas sosial dan ketenagakerjaan Propinsi Bangka Belitung, dan dinas terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.3. Metode Analisis Untuk mengetahui peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Bangka Belitung, maka dapat dikaji dengan menggunakan analisis Input Output
47
berdasarkan analisis multiplier (output, pendapatan, tenaga kerja), dampak penyebaran, dan keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi. Program yang digunakan dalam penelitian ini adalah GRIMP dan Microsoft Excel.
3.3.1. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor perekonomian untuk mencapai tujuan pembangunan. Beberapa jenis keterkaitan yang sering digunakan dalam analisis wilayah sektoral antara lain terdiri dari, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang.
3.3.1.1. Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan langsung ke depan menunjukan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total (Miller dan Blair, 1985). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
(4.1) F(d)I
= keterkaitan langsung ke depan sektor i
αij
= unsur matrik koefisien matrik teknis
3.3.1.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor
48
tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
(4.2) B(d)j = keterkaitan langsung ke belakang sektor i αij
= unsur matrik koefisien
3.3.1.3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Miller dan Blair, 1985). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
(4.3) F(d+1)I
= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i
αij
= unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka
3.3.1.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Miller dan Blair, 1985). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
(4.4)
49
Dimana : B(d+1)j αij
= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i = unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka
3.3.2. Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun keterkaitan langsung serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang telah diuraikan di atas belum memadai apabila dipakai sebagai landasan untuk pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. 3.3.2.1. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan) Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan) bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih besar dari satu (Daryanto, 1990). Sebaliknya sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang rendah jika
50
nilai Sdi lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah:
=
Sdi
(4.5)
Sdi = kepekaan penyebaran sektor i αij
= unsur matrik kebalikan Leontief
3.3.2.2. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang) Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang) memiliki fungsi untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi apabila nilai Pdj lebih besar dari satu, sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah:
Pdi
=
(4.6) Pdj
= kepekaan penyebaran
αij
= unsur matrik kebalikan Leontief
n
=jumlah sektor
3.3.3. Analisis Multiplier
51
Berdasarkan matrik kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (αij) maupun untuk model tertutup (α*ij) dapat ditentukan nilai-nilai dari multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Multiplier Nilai
Output (Rp)
Efek awal
1
Tenaga Kerja (Orang)
Pendapatan (Rp) hJ Σiaij hi
Efek Putaran Pertama Σiaij Efek Dukungan Σiαij - 1- Σiaij Σiαij hi- hJ- Σiaijhi Industri Efek Induksi Σiα*ij - Σiαij Σiα*ij hi- Σiαijhi Konsumsi Efek Total Σiα*ij Σiα*ij hi Efek Lanjutan Σiα*ij - 1 Σiα*ij hi - hi
eJ Σiaij ei Σiαijeij - eJ- Σiaij ei Σiα*ijei - Σiαijei Σiα*ijei Σiα*ijei - ei
Sumber: Nazara, 1997
Keterangan aij hi ei αij α*ij
: = Koefisien Output = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga = Koefisien Tenaga Kerja = Matrik kebalikan Leontief model terbuka = Matrik kebalikan Leontief model tertutup
Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, dapat dihitung dengan menggunakan rumus multipler tipe I dan multiplier tipe II berikut: Tipe 1 = Efek awal+Efek Putaran Pertama+Efek Dukungan Industri Efek Awal Tipe 2 = Efek awal+Efek Putaran Pertama +Efek Dukungan Industri + Efek Induksi Konsumsi Efek Awal
52
3.4. Konsep dan Definisi Konsep dan definisi ini menjelaskan konsep serta definisi dari pariwisata, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor dan impor) dan input primer (upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto) yang sesuai dengan Tabel Input-Output (Jensen, 1979). a. Pertanian Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif dibanding bangsa lain. Proses pembangunan yang ideal mampu menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap bangsa lain, baik untuk kepentingan ekspor maupun substitusi impor (Tambunan, 2001). Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri, seperti: industri tekstil, industri makanan dan minuman. Sebagai negara agraris (kondisi historis) maka sektor pertanian menjadi sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal proses pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang konsumsi, terutama produk pangan. Sejalan dengan itu, ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri). b. Output
53
Output dalam pengertian Tabel Input-Output domestik adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik) tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Pelaku dapat berupa prusahaan atau perseorangan dari dalam negeri perusahaan atau perorangan asing. Unit usaha yang produksinya berupa barang outputnya merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Unit usaha yang bergerak di bidang jasa,outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain c. Transaksi Antara Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen merupakan sektor pada masing-masing baris. Sektor sebagai konsumen ditunjukan pada sektor masing-masing kolom. Transaksi yang dicakup dalam transaksi antara hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan
proses
produksi.
Isian
sepanjang
baris
pada
transaksi
antara
memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai input antara. Isian sepanjang kolomnya menunjukan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara. d. Permintaan Akhir dan Impor Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. 1.
Pengeluaran Rumah Tangga
54
Pengeluaran ini merupakan pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama, kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran ini juga mencalup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Konsumsi penduduk di suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor untuk menjaga konsistensi data. Konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor. 2.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran ini mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintah dan pertahanan, baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun daerah.
3.
Pembentukan Modal Tetap Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor, termasuk barang bekas dari luar daerah.
4.
Perubahan Stok Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi: (i) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (ii) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (iii) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiridari barang-barang dagangan yang belum terjual.
55
5.
Ekspor dan Impor Ekspor dan impor barang dan jasa meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduksuatu negara atau daerah dengan penduduk negara atau daerah lain. Transaksi tersebut terdirir dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa angkutan, komunikasi, asuransi dan jasa lainnya.transaksi ekspor barang ke luar negeri dinyatakan dengan nilai free on board (f.o.b). Free on board adalah suatu nilai yang mencakup semua biaya angkutan di negara pengekspor, bea ekspor dan biaya pemuatan barang sampai ke kapal yang mengangkutnya. Transaksi impor barang dari luar negeri dinyatakan atas dasar biaya pendaratan ( landed cost ). Biaya pendaratan terdiri dari cost ,insurance and freight (c.i.f) ditambah dengan bea masuk dan penjualan impor
e. Input Primer Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara nilai output dengan nilai antara. f. Upah dan Gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar g. Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak
56
penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah dan gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto.
h. Penyusutan Penyusutan yang dimaksudkan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. i. Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan cukai. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negara.
57
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Letak Geografis Propinsi Bangka Belitung adalah sebuah propinsi Indonesia yang terdiri dari pulau Bangka dan Belitung serta beberapa pulau kecil yang terletak di bagian timur Sumatra, dekat dengan Propinsi Sumatra Selatan. Ibu kota Propinsi ini adalah Pangkal Pinang. Propinsi ini juga merupakan bekas Propinsi Sumatra Selatan, namun memisahkan diri dari Sumatra Selatan dan membentuk propinsi sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Propinsi Bangka Belitung tersebut akhirnya disahkan pada tanggal 9 Februari 2002 Secara geografis Propinsi bangka Belitung mempunyai luas wilayah 81.725,14 km2 yang terletak pada 104050’ sampai 109030’ Bujur Timur dan 0050’ sampai 4010’ Lintang Selatan. Adapun batas-batas wilayah Propinsi Bangka Belitung adalah sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Laut Natuna, Sebelah Timur dengan Selat Karimata, Sebelah Selatan dengan Laut Jawa, Sebelah Barat dengan Selat Bangka. Keadaan alam Propinsi Bangka Belitung sebagian besar dataran rendah, lembah, dan sebagian kecil pegunungan dan perbukitan. Propinsi Bangka Belitung secara administratif terbagi dalam 6 (enam) kabupaten dan 1 (satu) kota. Berdasarkan data kepulauan Bangka Belitung dalam angka, Propinsi Bangka Belitung mempunyai curah hujan antara 18,5 mm sampai dengan 394,7 mm. Rata-rata suhu udara di propinsi ini mencapai 27,10C dengan rata-rata suhu udara maksimum 31,20C dan rata-rata suhu udara minimum 23,70C. Keadaan tanah kepulauan Bangka Belitung, secara umum mempunyai PH atau reaksi tanah
58
yang asam rata-rata dibawah 5, akan tetapi memiliki kandungan aluminium yang sangat tinggi. Secara keseluruhan daratan dan perairan Bangka Belitung merupakan satu kesatuan dari bagian dataran Sunda, sehingga perairannya merupakan bagian Dangkalan Sunda dengan kedalaman laut tidak lebih dari 30 meter dan merupakan perairan bersifat terbuka. Fauna yang hidup di Propinsi Bangka Belitung lebih memiliki kesamaan dengan fauna di Kepulauan Riau dan semenanjung Malaysia daripada dengan daerah Sumatra. Beberapa jenis hewan yang dapat ditemui di propinsi Bangka Belitung antara lain rusa, beruk, monyet, lutung, musang, biawak, dan lain-lain. Sementara flora yang terdapat di Propinsi Bangka Belitung ada bermacam-macam jenis, seperti kayu meranti, ramin, kapuk, bakau, rotan, mentagor, mahang dan lain-lain.
4.2. Pertumbuhan Penduduk Dan Ketenagakerjaan Jumlah penduduk Propinsi Bangka Belitung pada tahun 2006 sebesar 1.074.775 jiwa (hasil Susenas 2005) menunjukkan peningkatan 1,19 persen pertahun dari tahun 2000 dengan jumlah panduduk sebesar 899.095 jiwa (hasil Susenas 2000). Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2006 sebanyak 557.769 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 517.006 jiwa. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Propinsi Bangka Belitung tahun 1980-1990 sebesar 2,29 persen pertahun dan turun menjadi 0.93 persen pertahun untuk periode 19902000. Adapun laju pertumbuhan penduduk ditinjau menurut kabupaten/kota untuk periode tahun 1990-2000, laju pertumbuhan tertinggi terdapat di Kabupaten
59
Bangka, diikuti Kota Pangkal Pinang dan Kabupaten Belitung. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Bangka Belitung Tahun 1980-2000
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa) 1980
1990
2000
Bangka
399.986
513.826
Belitung
163.815
Pangkal Pinang Kepulauan Bangka Belitung
Laju Pertumbuhan (%) 1980-1990
1990-2000
569.125
2,54
1,06
192.927
204.651
1,65
0,59
90.096
113.129
125.319
2,3
1,03
653.897
819.882
899.095
2,29
0,93
Sumber : BPS Propinsi Bangka Belitung Dalam Angka 2006/2007
Jika dilihat dari tabel tersebut, kenaikan jumlah penduduk tiap tahunnya disebabkan oleh banyaknya jumlah kelahiran dan adanya migrasi masuk. Hal ini dikarenakan Propinsi Bangka Belitung merupakan penghasil utama timah di Indonesia sehingga meningkatkan minat para pencari kerja dari luar wilayah Propinsi Bangka Belitung untuk mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Kepulauan Bangka Belitung selalu mengalami penurunan. Pada tahun 2003, TPAK kepulauan Bangka Belitung sebesar 69,20 persen dan terus mengalami penurunan sampai tahun 2006 sebesar 62,37 persen, artinya sebesar 62 persen penduduk usia kerja aktif secara ekonomi. Pada Tabel 1.6. Jumlah penduduk Propinsi Bangka Belitung yang merupakan angkatan kerja pada tahun 2006 sebanyak 469.538 juta jiwa yang terdiri dari 427.328 juta jiwa jumlah angkatan kerja yang bekerja dan sebesar 42.210 jumlah pencari kerja. Penduduk kepulauan Bangka Belitung sebagian besar bekerja pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 30,60 persen pada tahun 2006 dan sisanya bekerja pada sektor pertanian sebesar 28,80
60
persen serta sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16,10 persen. Ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan sektor-sektor lainnya.
1.3. Perkembangan Perekonomian dan Sektor Pertanian Propinsi Bangka Belitung Berdasarkan Tabel 4.2 sektor yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, dimana sektor tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya kecuali tahun 2003 dan tertinggi pada tahun 2006. Laju pertumbuhan ekonomi sektor pengangkutan dan komunikasi rata-rata sebesar 6,49 persen per tahunnya dari tahun 2001-2006. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terkecil adalah sektor pertambangan dan galian rata-rata sebesar 3,25 persen per tahun. Kontribusi tertinggi pada tahun 2002 sebesar 15,06 persen dan kontribusi terendah pada tahun 2004 sebesar -3,02 persen. Hal ini dikarenakan ada ketentuan dari pemerintah tentang peraturan mengenai Tambang Inkonvensional (TI). Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian selama enam tahun terakhir rata-rata sebesar 5,25 persen per tahunnya. Tahun 2001 sebesar 8,25 persen lebih besar kedua jika dibandingkan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kontribusi tertinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 5,96 persen. Hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan di Propinsi Bangka Belitung 25 persennya digunakan untuk usaha pertanian yaitu diantaranya untuk tegal, kebun, ladang, tambak, empang, lahan untuk tanaman kayu-kayuan, perkebunan negara atau
61
swasta dan lahan sawah. Sedangkan sisanya merupakan bangunan, perkarangan, padang rumput dan lahan yang sementara tidak diusahakan. Tabel 4.2.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Bangka Belitung Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun (2001-2006) (Persentase)
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB Dengan Migas PDRB Tanpa Migas
2001 8,25
2002 5,01
2003 2,16
2004 4,66
2005 5,45
2006 5,96
3,51
15,06
12,63
-3,02
-3,15
-5,48
4,02
5,17
2,28
5,49
5,19
5,26
6,97
6,3
5,88
5,88
3,42
3,26
6,67
7,87
7,45
7,71
5,86
6,02
8,47
3,22
2,43
3,74
2,23
4,2
4,74
6,62
6,51
6,69
6,86
7,54
4,1
2,93
3,25
2,97
2,81
2,61
2,46
16,76
16,33
3,36
6,66
7,45
5,86
6,85
11,8
9,03
3,44
3,48
5,86
6,85
5,06
4,31
4,5
4,54
Sumber : BPS Propinsi bangka Belitung
Potensi pertanian juga dapat terlihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000-2006. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya rata-rata sebesar 24,08 persen per tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.4. Adapun subsektor tertinggi dari pertanian tersebut diberikan oleh hasil perkebunan yaitu sebesar 50,6 persen. Dimana jumlah dari perkebunan selalu mengalami peningkatana setiap tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3. Sedangkan yang memberikan kontribusi terkecil adalah sektor kehutanan yaitu sebesar 2,6 persen. Oleh sebab itu sudah seharusnya pembangunan ekonomi di Propinsi Bangka Belitung berpihak pada pembangunan perekonomian rakyat terutama di pedesaan guna meningkatkan kesejahteraan petani. Sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja lebih
62
banyak jika dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Hal ini terlihat pada tahun 2002-2005 rata-rata sebesar 39,85 persen per tahun, akan tetapi mengalami penurunan pada tahun 2006 yaitu sebesar 28,8 persen (lihat Tabel 1.5). Tabel 4.3. Subsektor Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Berdasarkan Atas Harga Konstan 2000 Tahun 2003-3006 Subsektor Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Perternakan Kehutanan Perikanan Total
2003 188.671 (10,5) 926.182 (51,4) 61.386 (3,4) 53.942 (3,0) 573.405 (31,8) 1.803.586 (100)
2004 219.859 (11,7) 948.481 (50,3) 65.136 (3,5) 53.997 (2,9) 596.348 (31,7) 1.883.821 (100)
Sumber : Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2006/2007
2005 228.208 (11,6) 998.750 (50,7) 66.496 (3,4) 53.375 (2,7) 624.708 (31,7) 1.971.537 (100)
2006 250.628 (12,0) 1.057.711 (50,6) 67.467 (3,2) 53.300 (2,6) 660.004 (31,6) 2.089.110 (100)
63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Struktur Permintaan dan Penawaran Output Berdasarkan analisis Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung tahun 2005, total permintaan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2005 mencapai Rp.29.553.757 juta. Jumlah ini terdiri dari permintaan antara sebesar Rp.11.393.803 juta dan permintaan akhir sebesar Rp.18.159.954 juta. Asumsi permintaan sama dengan penawaran pada saat keseimbangan ekonomi, maka total penawaran sektor-sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung sama dengan permintaannya yaitu sebesar Rp.29.553.757 juta. Sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan permintaan antara adalah sektor pertambangan dan penggalian. Kontribusi sektor ini mencapai 48,62 persen atau sebesar Rp.5.539.782 juta dari total permintaan antara seluruh sektor perekonomian. Selanjutnya diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar Rp.1.637.601 juta atau 14,37 persen yang mempunyai nilai permintaan akhir tertinggi yaitu sebesar Rp.10.186.597 juta atau 56,09 persen. Total permintaan sektor pertanian sebesar Rp.3.160.708 juta atau sekitar 10,69 persen dari total seluruh permintaan sektor perekonomian Bangka Belitung pada tahun 2005. Jumlah permintaan tersebut terdiri dari permintaan antara sebesar 1.368.940 juta atau 12,01 persen dari permintaan antara seluruh sektor perekonomian, dan permintaan akhir sebesar 1.791.768 juta atau 9,87 persen terhadap permintaan akhir seluruh sektor perekonomian di Propinsi Bangka Belitung.
64
Tabel 5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (Juta Rupiah) SEKTOR Pertanian Pertambangan & Galian Ind. Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan & Komunikasi Bank, Lembaga Keuangan & Jasa Jasa‐Jasa Total
Permintaan Antara Jumlah Persen 1.368.940 12,01
Permintaan Akhir Jumlah Persen 1.791.768 9,87
Total Pemintaan Jumlah Persen 3.160.708 10,69
5.539.782
48,62
797.243
4,39
6.337.025
21,44
1.637.601
14,37
10.186.597
56,09
11.824.199
40,01
110.464 286.084
0,96 2,51
93.433 1.898.464
0,52 10,45
203.897 2.184.548
0,69 7,39
1.416.576
12,44
1.644.659
9,05
3.061.235
10,35
496.641
4,35
576.515
3,18
1.073.156
3,63
468.067
4,11
214.894
1,18
682.961
2,31
69.649 11.393.803
0,61 100
956.380 18.159.954
5,27 100
1.026.029 29.553.757
3,47 100
Sumber : Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005
Tabel Input Output tersebut menunjukkan jumlah permintaan akhir lebih besar dari permintaan antara, artinya output Propinsi Bangka Belitung cenderung digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan konsumsi
langsung
masyarakat,
pemerintah, dan ekspor dibandingkan untuk keperluan produksi bagi sektor perekonomian yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar output sektor tersebut digunakan oleh sektor lain untuk proses produksi. Tingginya permintaan antara suatu sektor menunjukkan pentingnya peran output yang dihasilkan oleh sektor-sektor tersebut untuk digunakan sebagai input oleh sektorsektor perekonomian lainnya di Propinsi Bangka Belitung.
5.1.1. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga Propinsi Bangka Belitung pada tahun 2005 terhadap output domestik adalah sebesar Rp.3.995.989 juta. Ditinjau dari
65
konsumsi total sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung, konsumsi rumah tangga terhadap sektor pertanian tahun 2005 sebesar Rp.1.224.049 juta atau sebesar 30,63 persen dari total konsumsi rumah tangga seluruh sektor perekonomian Bangka Belitung. Sektor pertanian merupakan sektor utama dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Sedangkan untuk konsumsi pemerintah, sektor pertanian tidak memberikan kontribusi sama sekali atau bernilai nol (0). Berdasarkan Tabel Input Output perekonomian Propinsi Bangka Belitung pada tahun 2000, konsumsi pemerintah untuk seluruh sektor sebesar Rp.796.193 juta. Jumlah konsumsi pemerintah terbesar dimiliki oleh sektor jasajasa yaitu sebesar Rp.693.512 juta atau 87,1 persen. Tabel 5.2.
Konsumsi Rumah Tangga dan konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor Pertanian Pertambangan & Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas, air Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan dan Komunikasi Bank, Lembaga Keuangan & Jasa Perusahaan Jasa‐Jasa Total (domestik)
Konsumsi Rumah Tangga Jumlah Persen 1.224.049 0
Konsumsi Pemerintah Jumlah Persen
30,63
0
0
0
0
0
661.787
16,56
5.731
0,72
85.768
2,15
7.665
0,96
0
0
0
0
1.089.157
27,26
33.174
4,17
474.778
11,88
38.799
4,87
197.582
4,95
17.312
2,17
262.868 3.995.989
6,57 100
693.512 796.193
87,1 100
Sumber : Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran pemerintah pusat dan daerah kecuali yang sifatnya pembentukkan modal, termasuk semua pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata. Tolak ukur pengeluaran pemerintah
66
meliputi seluruh pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan dan perbaikan serta belanja rutin lainnya.
5.1.2. Ekspor dan Impor Ekspor Propinsi Bangka Belitung tahun 2005 sebesar 11.155.121 juta rupiah. Sektor yang memiliki nilai ekspor paling besar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 9.327.518 juta rupiah atau 83,62 persen dari jumlah ekspor. Selain sektor industri pengolahan yang mempunyai kontribusi ekspor terbesar terdapat sektor lain yang mempunyai pengaruh yang sama, yaitu sektor pertanian sebesar 529.711 juta rupiah atau 4,75 persen dari nilai total ekspor dan sektor pertambangan sebesar 741.642 juta rupiah atau sebesar 6,65 persen dari nilai total ekspor seluruh sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung. Hal tersebut dapat diartikan bahwa ketiga sektor dapat dikembangkan menjadi yang berorientasi ekspor dan berpotensi dalam menghasilkan devisa. Sedangkan sektor listrik, gas, air, dan sektor bangunan mempunyai kontribusi ekspor perekonomian Propinsi Bangka Belitung sebesar nol (0) persen, artinya output dari kedua sektor tersebut tidak ada yang diekspor atau dengan arti lain, sektor tersebut hanya dikonsumsi di dalam Propinsi Bangka Belitung. Sektorsektor perekonomian di Propinsi Bangka Belitung dalam menghasilkan output yang diharapkan, akan membutuhkan input antara dalam proses produksinya. Pemenuhan input antara tersebut dapat didatangkan dari luar propinsi atau luar negeri dengan melakukan impor untuk barang dan jasa tersebut.
67
Tabel 5.3.
Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor Pertanian Pertambangan & Galian Ind. Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan & Komunikasi Bank, Lembaga Keuangan & Jasa Jasa‐Jasa Total
Ekspor Jumlah Persen
Impor Jumlah Persen
Neraca Perdagangan Surplus Persen
529.711
4,75
284.087
6,29
245.624
741.642
6,65
2.128.045
47,14
‐1.386.403
‐20,87
9.327.518
83,62
606.124
13,43
8.721.394
131,33
0
0
76.567
1,69
‐76.567
‐1,15
0
0
285.339
6,32
‐285.339
‐4,29
496.432
4,45
668.845
14,82
‐172.413
‐2,59
59.818
0,54
356.924
7,91
‐297.106
‐4,47
0
52.651
1,17
‐52.651
‐0,79
0
55.440
1,23
‐55.440
‐0,83
4.514.021
100
6.641.099
100
0
0 11.155.121
100
3,69
Sumber : Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Klasifikasi 9 Sektor Tahun 2005 (diolah)
Jika dilihat dari segi impor barang dan jasa, diperoleh jumlah impor di Propinsi Bangka Belitung pada tahun 2005 sebesar 4.514.021 juta rupiah. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan jumlah ekspornya. Hal ini mengartikan bahwa di Propinsi Bangka Belitung terjadi surplus perdagangan sebesar 6.641.099 juta rupiah. Dari seluruh sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung, sektor pertanian mempunyai nilai impor sebesar 284.087 juta rupiah atau sebesar 6,29 persen pada tahun 2005. Nilai impor sektor pertanian juga lebih kecil dari nilai ekspornya, angka tersebut menunjukkan bahwa secara umum pemenuhan kebutuhan dari sektor pertanian tidak lagi tergantung pada impor. Sedangkan nilai impor tertinggi didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 2.128.045 juta
68
rupiah atau sebesar 47,14 persen. Hal ini disebabkan karena melonjaknya harga timah di pasaran dunia. Selisih antara total ekspor dan total impor memperlihatkan bahwa perekonomian Propinsi Bangka Belitung mengalami surplus perdagangan sebesar 6.641.099 juta rupiah pada tahun 2005. Sektor industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami surplus perdagangan yang bernilai positif dari seluruh sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memenuhi kebutuhan terhadap output atau barang-barang yang dihasilkan oleh sektor-sektor tersebut tidak tergantung terhadap impor. Sedangkan sektor-sektor yang mengalami defisit atau bernilai negatif yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bank, lembaga keuangan dan jasa, serta sektor jasa-jasa . Dengan banyaknya defisit yang terjadi terhadap sektor-sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung, maka dapat ditempuh upaya untuk menghemat devisa maupun meningkatkan pendapatan devisa. Penghematan devisa dapat dilakukan dengan cara mengurangi impor yaitu dengan memproduksi kebutuhan barang dan jasa di dalam negeri. Sedangkan peningkatan devisa dapat dilakukan melalui sektor pertanian maupun sektor industri pengolahan yang memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut harus didorong oleh kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengembangkan sektor-sektor tersebut.
69
5.1.3. Struktur Investasi Investasi merupakan penjumlahan dari pembentukkan modal tetap dengan perubahan stok. Dalam perekonomian Propinsi Bangka Belitung, pembentukan modal tetap sebesar 1.977.105 juta rupiah dan perubahan stok sebesar 235.546 juta rupiah. Maka jumlah investasi di Propinsi Bangka Belitung sebesar 2.212.650 juta rupiah. Investasi tertinggi berada pada sektor bangunan yaitu sebesar 1.898.464 juta rupiah dan diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 191.562 juta rupiah. Perubahan stok adalah selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan stok awal tahun. Pada propinsi Bangka Belitung jumlah perubahan stok terbesar berasal dari sektor industri pengolahan yaitu sebesar 141.938 juta rupiah. Selanjutnya diikiuti oleh sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor pertanian. Sedangkan sektor listrik, gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bank, lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa bernilai nol (0). Pembentukkan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan barang modal bekas dari luar negeri oleh sektor-sektor ekonomi. Sektor bangunan merupakan pembentukan modal tetap tertinggi yaitu sebesar 1.898.464 juta rupiah. Sementara pembentukkan modal terendah berada pada sektor angkutan dan komunikasi yaitu sebesar 3.120 juta rupiah Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor listrik, gas dan air, sektor bank, lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa bernilai nol (0).
70
Tabel 5.4. Perubahan Stok, Pembentukkan Modal Tetap dan Investasi Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (Juta Rupiah) Sektor
Pembentukkan Modal Tetap Jumlah Persen
Pertanian Pertambangan & Galian Ind. Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan & Komunikasi Bank, Lembaga Keuangan & Jasa Jasa‐Jasa Total
Perubahan Stok
Investasi
Jumlah Persen Jumlah Persen
0
0
38.008
16,14
38.008
1,72
0
0
55.600
23,4
55.600
2,51
2,51
141.938
60,25
191.562
8,65
49.624 0
0
0
0
0
1.898.464
96,02
0
0
1.898.464
85,8
25.896
1,31
0
0
25.896
1,17
3.120
0,15
0
0
3.120
0,14
0
0
0
0
0 0 1.977.105
0 100
0 235.546
0 100
0 2.212.650
0
0 0 100
Sumber : Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
5.1.4. Struktur Output Output merupakan nilai produksi (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh sektor perekonomian. Dari tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung tahun 2005 dapat diketahui besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor. Pada tabel dibawah tersebut, output sektoral yang dihasilkan oleh perekonomian Propinsi Bangka Belitung adalah sebesar 29.306.241 juta rupiah. Nilai terbesar diperoleh dari output sektor industri pengolahan yaitu sebesar 11.702.103 juta rupiah atau 39,93 persen dari total output. Sektor kedua yang mempunyai nilai output terbesar adalah sektor pertambangan dan galian yaitu sebesar 6.337.025 juta rupiah. Sedangkan sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar dalam output sebesar 3.124.888 juta rupiah.
71
Hal ini berarti ketiga sektor tersebut mampu menghasilkan output dalam jumlah yang besar. Tabel 5.5. Struktur Pembentukkan Output Terhadap Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2003 (Juta Rupiah) Sektor
Output Jumlah
Persen
Pertanian
3.124.888
Pertambangan & Galian
6.337.025
21,62
11.702.103
39,93
203.897
0,69
Ind. Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan
2.184.548
Perdagangan, Hotel, Restoran
3.061.185
Angkutan & Komunikasi
983.606
Bank, Lembaga Keuangan & Jasa
682.961
Jasa-Jasa Total
10,66
7,45 10,45 3,35 2,33
1.026.029
3,5
29.306.241
99,98
Sumber :Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
5.1.5. Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah Bruto (NTB) merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Nilai tambah bruto (NTB) dari Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Komponen nilai tambah merupakan bagian yang paling penting untuk melihat sektor mana yang memberikan kesejahteraan yang lebih baik untuk pekerja dibandingkan sektor lainnya, kemudian sektor mana yang memberikan keuntungan besar pada perusahaan. Dari Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung pada tahun 2005, total Nilai Tambah Bruto (NTB) sektor pertanian sebesar 2.515.967 juta rupiah atau
72
sebesar 18,45 persen dari total NTB seluruh sektor perekonomian. Total NTB sektor pertanian tersebut terdiri dari upah dan gaji sebesar 619.104 juta rupiah, surplus usaha sebesar 1.753.277 juta rupiah, penyusustan sebesar 86.789 juta rupiah, dan pajak tak langsung sebesar 46.796 juta rupiah. Tabel 5.6. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005, Klasifikasi 9 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor
Upah dan Gaji
Surplus usaha
Rasio Upah
Penyusutan
Pajak Tidak Langsung
Nilai Tambah Bruto
619.104
1.753.277
0,353
96.789
46.796
Jumlah 2.515.967
767.045
2.111.192
0,363
308.751
472.784
3.369.771
24,71
1.051.565
1.983.655
0,530
68.737
62.692
3.165.748
23,21
32.921
61.737
0,533
9.160
1.173
104.991
0,76
354.410
318.607
1,112
43.905
34.983
751.905
5,51
Perdagangan, Hotel, Restoran
635.032
1.068.565
0,594
113.578
118.460
1.935.635
14,19
Angkutan & Komunikasi
145.284
227.666
0,638
90.585
13.955
477.490
3,50
Pertanian Pertambangan & Galian Ind. Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan
Bank, Lembaga 115.977 49.965 2,321 35.563 24.959 415.062 Keuangan & Jasa Jasa-Jasa 731.746 139.136 5,259 22.755 8.827 902.828 Total 4.453.084 7.713.798 0,577 789.822 784.629 13.639.397 Sumber : Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005, Klasifikasi 9 Sektor (dilah)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa total nilai tambah bruto Propinsi Bangka Belitung tahun 2005 adalah sebesar 13.639.397 juta rupiah. Nilai tersebut diperoleh dari upah dan gaji sebesar 4.453.084 juta rupiah, surplus usaha sebesar 7.713.798 juta rupiah, penyusutan sebesar 789.822 juta rupiah, dan pajak tak langsung sebesar 784.629 juta rupiah. Perbandingan antara nilai upah dan gaji dengan surplus usaha akan mengahasilkan rasio upah dan gaji. Nilai rasio tersebut menunjukan perbandingan
Persen 18,45
3,04 6,62 100
73
antara besarnya upah dan gaji yang diterima produsen. Rasio upah dan gaji serta surplus usaha termasuk kategori baik bila nilainya mendekati keseimbangan (mendekati 1) yang berarti bahwa proporsi penerimaan dalam bentuk upah dan gaji bagi pekerja dan surplus usaha bagi produsen berimbang. Dari hasil analisis rasio upah dan gaji dengan surplus usaha pada tabel diatas, diperoleh bahwa sektor pertanian mempunyai nilai surplus usaha lebih besar dibandingkan dengan upah dan gaji. Hal ini terlihat dari nilai rasio yang lebih kecil dari pada satu yaitu 0,353. Kondisi ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan antara pemilik modal dan pekerja tidak merata atau terjadi eksploitasi tenaga kerja. Dimana pemilik modal memiliki pendapatan yang jauh lebih besar daripada para pekerja. Untuk mengurangi ketimpangan tersebut diperlukan adanya campur tangan pemerintah misalnya dengan menetapkan upah minimum regional atau kota (UMR/UMK) yang sesuai dengan standar kehidupan di Propinsi Bangka Belitung, pemberian fasilitas bagi karyawan, dan jaminan sosial. Berdasarkan klasifikasi 9 sektor yang mengalami penyusutan terbesar adalah sektor pertambangan dan galian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Dimana masing-masing mengalami penyusutan sebesar 308.751 juta rupaih dan 113.578 juta rupiah. Sedangkan penyumbang terbesar terhadap pajak tidak langsung juga diikuti oleh sektor yang sama yaitu sektor pertambangan dan galian, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Masing-masing sebesar 472.784 juta untuk sektor pertambangan dan galian, dan sebesar 118.460 juta untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran.
74
5.2. Analisis Keterkaitan Konsep
keterkaitan
digunakan
sebagai
dasar
perumusan
strategi
pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan meliputi keterkaitan ke depan (forward linkage) dimana output sektor tertentu (sektor i) digunakan sebagai input sektor lain (sektor j) dalam pertumbuhannya dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukan bahwa input sektor tertentu (sektor i) diperoleh dari output sektor lain. Keterkaitan ke depan dan ke belakang masing-masing dapat dibagi menjadi dua yaitu keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung ke belakang diperoleh dari matrik koefisien teknis. Sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang diperoleh dari matrik kebalikan leontief terbuka. Analisis keterkaitan output ke depan maupun kebelakang pada perekonomian Propinsi Bangka Belitung tahun 2005 dapat dilihat pada tabel dibawah. Dari tabel tersebut terlihat bahwa keterkaitan output langsung ke depan sektor pertambangan dan galian adalah yang terbesar yaitu sebesar 0,5983. Nilai ini mengartikan bahwa apabila terjadi perubahan atau peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar satu satuan, maka output sektor pertambangan dan galian akan meningkat lebih besar bila dibandingkan dengan kenaikan output di sektor-sektor lainnya sebesar 0,5983 yang dialokasikan secara langsung ke sektorsektor lainnya termasuk ke sektor industri itu sendiri.
75
Tabel 5.7. Keterkaitan Output ke Depan dan ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 (Juta Rupiah) Keterkaitan ke Depan Sektor
Langsung
Langsung dan Tidak Langsung
Keterkaitan ke Belakang Langsung dan Langsung Tidak Langsung 0,0933 1,1191
Pertanian 0,1832 1,2643 Pertambangan & 0,5983 1,8884 0,1266 1,1842 Galian Ind. Pengolahan 0,3646 1,5178 0,6793 1,8552 Listrik, Gas, Air 0,1208 1,1500 0,1096 1,1418 Bangunan 0,2908 1,3826 0,5251 1,8002 Perdagangan, Hotel, 0,3906 1,5504 0,1539 1,2064 Restoran Angkutan & 0,1871 1,2582 0,2188 1,3033 Komunikasi Bank, Lembaga 0,2026 1,2841 0,4330 1,6887 Keuangan & Jasa Jasa-Jasa 0,0675 1,0859 0,0660 1,0828 Sumber : Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Jika dibandingkan dengan keterkaitan langsung, keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung bernilai lebih dari satu karena sudah memperhitungkan output sebesar satu satuan. Sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung sebesar 1,8884, nilai ini merupakan nilai tertinggi dalam sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa peran sektor pertambangan dan penggalian dalam penyediaan input terhadap sektor lain maupun sektor itu sendiri cukup besar. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor pertambangan dan galian sebesar satu satuan, maka kenaikan output dari sektor tersebut dialokasikan kepada sektor itu sendiri secara langsung dan tidak langsung meningkat sebesar 1,8884. Diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 1,5504 dan sektor industri pengolahan sebesar 1,5178. Nilai-nilai tersebut
76
manunjukan bahwa setiap satu satuan nilai output secara langsung dan tidak langsung dialokasikan kepada sektor lainnya maupun kepada sektor itu sendiri sebesar nilai keterkaitannya. Berdasarkan tabel diatas, keterkaitan langsung ke belakang terbesar ditempati oleh sektor industri pengolahan sebesar 0,6793. Diikuti oleh sektor bangunan sebesar 0,5251 dan sektor bank, lembaga keuangan, dan jasa perusahaan sebesar 0,4330. Nilai ini menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan terhadap permintaan akhir sektor-sektor tersebut sebesar satu satuan, maka sektor yang bersangkutan memerlukan input dari sektor lainnya untuk proses produksi termasuk sektor itu sendiri sebesar keterkaitannya. Keterkaitan yang kuat antar sektor akan mendorong peningkatan output sektor-sektor lain secara keseluruhan di Propinsi Bangka Belitung. Dengan keterkaitan yang kuat maka pembangunan secara merata dapat ditingkatkan dan saling menompang antar satu dengan yang lain. Dari hasil analisis diatas menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak memberikan nilai keterkaitan ke depan secara langsung maupun langsung dan tidak langsung yang relatif rendah bila dibandingkan dengan sektor pertambangan dan galian. Hal ini mengartikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang tidak dapat menjadi penghubung yang baik untuk menjembatani sektor-sektor perekonomian lainnya. Sedangkan dari analisis keterkaitan ke belakang secara langsung maupun langsung dan tidak langsung, sektor pertanian juga memiliki nilai yang rendah bila dibandingkan dengan sektor industri pengolahan.
77
5.3. Dampak Penyebaran Untuk mengetahui distribusi manfaat suatu sektor terhadap perkembangan sektor lainnya, baik melalui mekanisme transaksi pasar output maupun pasar input dapat dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Koefisien penyebaran menunjukan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh semua sektor yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena peningkatan output sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lain yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran diperoleh dari nilai keterkaitan output secara baik langsung maupun tidak langsung ke belakang yang dibobot dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan jumlah total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Koefisien penyebaran ini disebut sebagai daya penyebaran ke belakang. Berdasarkan tabel, sektor industri pengolahan memiliki nilai koefisien penyebaran tertinggi yaitu sebesar 1,3485. Selanjutnya diikuti oleh sektor bangunan sebesar 1,3085, dan sektor bank, lembaga keuangan, dan jasa perusahaan sebesar 1,2275. Sektor-sektor tersebut memiliki nilai lebih dari satu yang mengartikan bahwa sektor yang bersangkutan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membangun industri hulunya secara keseluruhan atau dengan kata lain keterkaitan dengan industri hulunya besar. Selain itu, pada tabel juga dapat dilihat sektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran kurang dari satu. Sektor yang memiliki nilai koefisien kurang dari
78
satu diantaranya adalah sektor pertanian yang memiliki nilai koefisien penyebaran sebesar 0,8135. Hal ini berarti sektor tersebut kurang mampu untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Tabel 5.8. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 (Juta Rupiah)
Sektor Pertanian Pertambangan & Galian Ind. Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan & Komunikasi Bank, Lembaga Keuangan & Jasa Jasa-Jasa Total
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
0,8135 0,8608 1,3485 0,8300 1,3085 0,8769 0,9473 1,2275 0,7870 9,0000
0,9190 1,3726 1,1033 0,8359 1,0050 1,1270 0,9145 0,9334 0,7893 9,0000
Sumber :Tabel input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Kepekaan penyebaran disebut sebagai daya penyebaran ke depan, yaitu suatu indeks yang menunjukan efek relaitf yang disebabkan oleh perubahan suatu sektor ekonomi yang akan menimbulkan perubahan output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung dari semua sektor. Berdasarkan tabel diatas, hampir semua kepekaan penyebaran sektor ekonomi kurang dari satu kecuali sektor pertambangan dan galian sebesar 1,3726, sektor indutri pengolahan sebesar 1,1033, sektor bangunan sebesar 1,0050, dan
79
sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,1270. Hal ini menunjukan bahwa output sektor-sektor tersebut merupakan komoditi intermedite. Dengan arti lain, sektor-sektor tersebut memiliki kemampuan yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu, seperti sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bank, lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasajasa. Hal tersebut menunjukan bahwa produk dari sektor-sektor tersebut cenderung digunakan sebagai konsumsi langsung dan kurang memiliki keterkaitan ke depan yang kuat terhadap semua sektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung.
5.4. Analisis Multiplier Tujuan analisis ini adalah untuk melihat damapk perubahan atau peningkatan permintaan akhir suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang ada tiap satu satuan perubahan jenis pengganda. Multiplier dibagi menjadi dua, yaitu Multiplier tipe I dan Multiplier tipe II, masing-masing digunakan untuk analisi multiplier output, multiplier pendapatan dan mutiplier tenaga kerja. Multiplier tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matrik kebalikan Leontief terbuka. Sedangkan multiplier tipe II diperoleh dari matrik kebalikan Leontief tertutup dengan memasukan rumah tangga sebagai endogenous dari suatu model. Jika dilihat lebih rinci, baik multiplier tipe I maupun multiplier tipe II keduanya merupakan hasil dari proses mekanisme dampak yang terdiri dari efek
80
awal (initial effect), efek putaran pertama (first round effect), efek dukungan industri (industrial support effect), dan efek induksi konsumsi. Tabel 5.9. Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005
Tipe I
Tipe II
Multiplier Pendapatan Tipe I Tipe II
Pertanian
1,0599
1,1363
1,1073
1,2633
1,0419
1,0862
Pertambangan & Galian
1,1062
1,4139
1,0608
1,2102
1,0777
1,4255
1,6217
1,8135
3,4690
3,9577
8,7366
11,4184
Listrik, Gas, Air
1,0856
1,4425
1,0565
1,2054
1,1263
1,9033
Bangunan
1,5306
1,7519
1,6719
1,9074
1,6044
2,0306
Perdagangan, Hotel, Restoran
1,1128
1,3127
1,0997
1,2547
1,1062
1,3201
Angkutan & Komunikasi
1,1831
1,5315
1,1073
1,2633
1,138
1,5048
1,3213
1,4512
1,6425
1,8738
2,3108
3,2139
1,0403
1,0871
1,1954
1,3638
1,0227
1,0534
Sektor
Ind. Pengolahan
Bank, Lembaga Keuangan & Jasa Jasa-Jasa
Multiplier Output
Multiplier Tenaga Kerja Tipe I Tipe II
Sumber : Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Multiplier tipe I diperoleh dengan menjumlahkan efek awal, efek putaran pertama, dan efek dukungan industri untuk setiap satu satuan efek awal, sedangkan multiplier tipe II diperoleh dengan menjumlahkan semua tahap dalam proses mekanisme multiplier tipe I ditambah dengan efek induksi konsumsi. Pada multiplier output baik tipe I maupun tipe II, dampak diukur untuk tiap satu satuan perubahan output, sedangkan pada multiplier pendapatan dan tenaga kerja tipe I dan tipe II keduanya diukur setiap satu satuan perubahan pendapatan.
81
1.4.1. Multiplier Output Berdasarkan tabel multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja, sektorsektor perekonomian Propinsi Bangka Belitung tahun 2005 terdapat nilai multiplier tipe I yang nilainya selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai multiplier tipe II. Hal ini disebabkan karena pada multiplier tipe II memperhitungkan efek konsumsi masyarakat, artinya komponen tersebut masuk kedalam variabel endogen. Nilai yang terdapat dalam analisis multiplier output tipe I dan tipe II menunjukan adanya peningkatan output di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan sebesar satu satuan sektor tertentu. Dilihat dari multiplier output tipe I dan tipe II, sektor industri pengolahan memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 1,6217 (tipe I) dan 1,8135 (tipe II). Hal tersebut menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor industri pengolahan sebesar satu satuan, maka output seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar 1,6217 satuan. Sedangkan jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir, maka output di seluruh sektor akan meningkat sebesar 1,8135 satuan. Nilai multiplier output tipe I sektor pertanian dalam perekonomian Propinsi Bangka Belitung menempati urutan kedelapan dari sembilan sektor yang ada yaitu sebesar 1,0599 satuan. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan permintaan akhir sektor pertanian sebesar satu satuan akan meningkatkan output seluruh sektor perekonomian termasuk sektor pertanian itu sendiri sebesar 1,0599 satuan. Sedangkan nilai multiplier output tipe II sektor pertanian sebesar 1,1363 menempati urutan yang sama dengan multiplier tipe I. Hal ini berarti jika terjadi
82
peningkatan dalam pengeluaran rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar satu satuan akan meningkatkan output di semua sektor perekonomian sebesar 1,1363 satuan. 1.4.2. Multiplier Pendapatan Pada multiplier pendapatan tipe I, sektor industri pengolahan menempati urutan pertama yaitu sebesar 3,4690 satuan dan sebesar 3,9577 satuan untuk multiplier pendapatan tipe II. Hal ini menunjukan jika terjadi penambahan permintaan akhir sebesar satu satuan di sektor industri pengolahan, maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap pendapatan sektor-sektor lainnya sebesar 3,9577 dengan asumsi bahwa konsumsi rumah tangga dimasukan sebagai faktor endogen. Sedangkan sektor pertanian memiliki nilai multiplier pendapatan sebesar 1,1073 satuan pada multiplier pendapatan tipe I. Hal ini mengartikan bahwa adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan akan menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat secara sektoral sebesar 1,1073 satuan baik secar langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya pada multiplier pendapatan tipe II sektor pertanian sebesar 1,2633 yang menunjukan jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor pertanian, maka pendapatan rumah tangga pada sektor tersebut yang dibelanjakan ke semua sektor perekonomian lainnya akan meningkat sebesar 1,2633 satuan. Dimana rumah tangga dimasukkan sebagai variabel endogen dalam model. Jika dilihat dari multiplier pendapatan sederhana, secara umum dapat dikatakan kemampuan sektor pertanian untuk mendorong pendapatan tenaga kerja adalah kecil sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan antara modal dan
83
pekerja. Namun apabila dilihat dari multiplier pendapatan per perubahan efek awal nilainya relatif besar (lebih dari satu). Hal tersebut mamiliki indikasi bahwa sektor pertanian dapat diandalkan untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. 1.4.3. Multiplier Tenaga Kerja Analisis multiplier tenaga kerja menunjukan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan output suatu sektor sebesar satu satuan. Pada tabel multiplier tenaga kerja tipe I, sektor industri pengolahan memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 8,7366. Hal ini menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan output pada sektor industri pengolahan sebesar satu satuan, maka sektor ini akan menciptakan lapangan kerja bagi 8,7366 tenaga kerja untuk semua sektor perekonomian. Sedangkan pada tipe II, sektor industri pengolahan sebesar 11,4184. Nilai tersebut menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor industri pengolahan maka akan berdampak pada peningkatan lapangan kerja sebesar 11,4184 satuan diseluruh sektor perekonomian dengan memperhitungkan efek induksi konsumsi. Sementara sektor pertanian memiliki nilai multiplier tenaga kerja sebesar 1,0419 (tipe I) dan 1,0862 (tipe II). Hal tersebut manunjukan bahwa peningkatan output sektor pertanian sebesar satu satuan, maka sektor ini menciptakan lapangan kerja bagi 1,0419 tenaga kerja untuk semua sektor perekonomian dan jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor pertanian, maka akan meningkatkan lapangan kerja sebesar 1,0862 satuan diseluruh sektor perekonomian.
84
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis keterkaitan, dampak penyebaran, dan multiplier, sektor pertanian tidak dapat dijadikan sebagai Leading Sector meskipun sektor tersebut mempunyai kontribusi terbesa terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Dari hasil analisis dalam studi ini, sektor yang dapat dijadikan Leading Sector adalah sektor industri pengolahan karena sektor tersebut merupakan sektor terbesar dalam keterkaitan dan multiplier. Dalam hal ini sebagian besar output sektor pertanian digunakan oleh sektor industri pengolahan tersebut. Secara lebih rinci hasil analisis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis struktur permintaan, ekspor dan impor, struktur output, dan struktur nilai tambah bruto, sektor yang memiliki kontribusi terbesar adalah sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. Sedangkan berdasarkan hasil analisis konsumsi rumah tangga, sektor pertanian memberikan peranan terbesar dibandingkan sektor lainnya yaitu sebesar 30,63 persen. Sementara dari hasil struktur investasi, sektor bangunan memberikan investasi terbesar dibandingkan sektor lainnya yaitu sebesar 85,8 persen. 2. Dilihat dari keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan, sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor pertambangan dan galian yaitu sebesar 0,5983 dan 1,8884. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke belakang adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 0,6793 dan 1,8552. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut memberikan pengaruh yang
85
besar terhadap sektor lainnya dalam perekonomian Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. 3. Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran dapat disimpulkan bahwa sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap koefisien penyebaran adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 1,3485. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kepekaan penyebaran adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 1,3726. Kedua sektor tersebut memiliki nilai lebih dari satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan galian memiliki kemampuan yang besar untuk membangun industri hulunya, sedangkan sektor industri pengolahan memiliki kemampuan yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi secar keseluruhan. 4. Berdasarkan hasil analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja baik tipe I dan tipe II, sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mampu diandalkan dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
6.2. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang diharapkan untuk menjadi masukan bagi pemerintah daerah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu: 1. Pemerintah Propinsi Bangka Belitung diharapkan lebih memperhatikan pengembangan sektor industri pegolahan karena sektor tersebut memiliki
86
keterkaitan, dampak penyebaran, dan multiplier yang besar terhadap sektor lain namun pemerintah jangan sampai mengabaikan sektor-sektor perekonomian yang lain khususnya sektor pertanian. Hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan kontributor terbesar PDRB dan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Selain itu, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi konsumsi rumah tangga dan output yang dihasilkan lebih banyak digunakan sebagai input oleh sektor industri pengolahan. 2. Pemerintah dapat menjadikan sektor industri pengolahan sebagai Leading Sector dalam meningkatkan perekonomian Propinsi Bangka Belitung karena belum tentu sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB dapat menjadi Leading Sector. 3. Diperlukan peran pemerintah dalam rangka mengembangkan sumberdaya manusia khususnya di sektor-sektor yang tidak memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian salah satunya sektor pertanian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan pendidikan, penyuluhan pertanian dan pengenalan teknologi tepat guna sehingga masyarakat Bangka Belitung dapat mengikuti arus perkembangan ilmu dan teknologi khususnya di bidang pertanian.
87
DAFTAR PUSTAKA Agus Surya, S. 2005. Pengaruh Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Kabupaten Jepara (Analisis Input Output). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ayu Dyah, M.H. 2006. Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Indonesia (Analisis Input Output). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Indonesia 1998. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia 1999. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia 2000. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ____________________ . Propinsi Bangka Belitung. 2002. Bangka Belitung Dalam Angka Tahun 2002. Bangka Belitung. Badan Pusat Statistik. 2003. Pendapatan Regional Bangka Belitung Tahun 2002. Bangka Belitung. ____________________ . 2005. Tabel Input Output Bangka Belitung Tahun 2005. Bangka Belitung. Badan Pusat Statistik Propinsi Bangka Belitung. 2006/2007. Bangka Belitung Dalam Angka Tahun 2006/2007. Bangka Belitung. Galsson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan oleh Paula Sitohang. Program Perencanaan Nasional FEUI-Bappenas. Lembaga Penerbitan FEUI. Jakarta. Horasman. 2001. Peranan sektor pertanian dan Industri pengolahan Dalam Perekonomian Kabupaten Bandung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kunaryo. 1992. Perencanaan Dan Pembiayaan Pembangunan. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia. Jakarta. Mankiw, N.G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan (penerjemah). Penerbit Erlangga, Jakarta. Miller, R.E dan P.D.Blair. 1985. Input Output Analysis: Foundation and extension. Prentice Hall, New Jersey.
88
Nazara, S. 1997. Analisis Input Output. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Nugroho, Bramantyo Tri Adi. 2003. Tahap Industrialisasi Sektor Pertanian Serta Dampak Investasi dan Peranannya Dalam Perekonomian Propisi Jawa Tengah (Analisis Input Output). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nurlaela, Fitri. 2003. Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Propinsi Jawa Barat (Analisis Input Output). Skripsi. Fakultas Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Raharjo, M.Dawam. 1997. Peran Pemerintah Dalam Memacu Industrialisasi Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Bogor. Simbolon, S.B. 2004. Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Propinsi Sumatera Utara. (skripsi). Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, T. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia. Jakarta.
Indonesia. Ghalia
Tarigan, R. 1986. Teori dan Strategi Pembangunan Pertanian. Fakultas Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Todaro, M.P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta Yuli Dwi, M. 2005. Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia (Analisis Input Output). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
89
LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Input Output Klasifikasi 9 Sektor Perekonomian Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 KODE Input Output 45 Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Sektor
Padi Tanaman Bahan Pangan Lainnya Lada Karet Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Lainnya Walet Peternakan dan Hasil‐hasilnya Kayu dan hasil Hutan Lainnya Perikanan Penambangan Timah Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan Industri Minyak dan Lemak Industri Penggilingan Padi Industri Penggilingan Lada
KODE Input Output 9 Sektor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 3
Sektor
Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertambangan Sektor Pertambangan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan
90
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Industri Kerupuk Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Barang dari Kayu dan Hasil utan lainnya Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Karton Industri Kimia Pengilangan Minyak Bumi Industri Batu Bata dan Genteng dari Tanah Liat Industri Semen dan Barang‐barang dari Semen Industri Besi dan Baja Industri Peleburan Timah Industri Mesin, Alat Angkutan dan Perbaikannya Industri Barang lainnya Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Udara Angkutan Laut, Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Usaha Bangunan dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 5 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 9
Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum Sektor Bangunan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Sektor Jasa‐Jasa
91
42 43 44 45 180 190 200 201 202 203 204 209 210 301 302 303 304 305 309 310 409
Jasa Pendidikan, Kesehatan, Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Kegiatan yang tak jelas batasannya Permintaan Antara Input Antara Impor Upah Dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak tak Langsung Input Primer atau Nilai Tambah Bruto Jumlah Input Pengeluaran konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukkan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Barang dan Jasa Jumlah Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Akhir Impor Barang dan Jasa
9 9 9 9 180 190 200 201 202 203 204 209 210 301 302 303 304 305 309 310 409
509 600 700
Jumlah Margin Perdagangan dan Biaya Pengangkutan Jumlah Output Jumlah Penyediaan
509 600 700
Sektor Jasa‐Jasa Sektor Jasa‐Jasa Sektor Jasa‐Jasa Sektor Jasa‐Jasa Permintaan Antara Input Antara Impor Upah Dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak tak Langsung Input Primer atau Nilai Tambah Bruto Jumlah Input Pengeluaran konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukkan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Barang dan Jasa Jumlah Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Akhir Impor Barang dan Jasa Jumlah Margin Perdagangan dan Biaya Pengangkutan Jumlah Output Jumlah Penyediaan
92
Lampiran 2. Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 9 Sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 190 200 201 202 203 204 205 209 210 Employment
1
3
4
160322 0 6550 232 39141 46555 25021 9292 1014 324834 284087 619104 1753277 96789 46796 0 2515967 3125888
2 1368 21261 97390 9633 77226 311136 125166 186161 9666 839209 2128045 767045 2111192 308751 472784 0 3369771 6337025
1080760 5180473 839514 27219 72085 583842 146477 60525 1934 7904101 606124 1051565 1983655 68737 62692 0 3165748 11702103
0 0 2375 7452 880 9227 1985 400 20 22340 76567 32921 61737 9160 1173 0 104991 203897
5 13856 338049 534311 1875 1610 167724 36437 46638 6554 1147304 285339 354410 318607 43905 34983 0 751905 2184548
6 94223 0 24917 14373 28897 157064 76299 69392 8403 456706 668845 635032 1068565 113578 118460 0 1935635 3061185
7 504 0 5761 8317 11460 74484 65450 56229 11480 232385 356924 145284 227666 90585 13955 0 477490 1073606
8 0 0 2326 25948 113962 7568 13378 31816 18149 215248 52651 115977 49965 35563 24959 0 415062 682961
9 1879 0 1981 14791 3772 21328 8178 3314 12428 67761 55440 731746 139136 22755 8827 0 902828 1026029
122895
130725
1873
794
19721
68858
15065
4260
49137
93
Tabel Input Output Propinsi Bangka Belitung Tahun 2005 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 9 Sektor (lanjutan.....) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
301
1368940 5539782 1637601 110464 286084 1416576 496641 468067 69649
1224049 0 661787 85768 0 1089157 474778 197582 262868
302
303
0 0 5731 7665 0 33174 38799 17312 693512
304
0 0 49624 0 1898464 25896 3120 0 0
305
38008 55600 141938 0 0 0 0 0 0
309
529711 741642 9327518 0 0 496432 59818 0 0
409
1791768 797243 10186597 93433 1898464 1644659 576515 214894 956380
509 0 0 0 0 0 0 0 0 0
600 0 0 0 0 0 0 0 0 0
700
3124888 6337025 11702103 203897 2184548 3061185 983606 682961 1026029
3124888 6337025 11702103 203897 2184548 3061185 983606 682961 1026029
190
11236288
200 201 202 203 204 205 209 210
4520557 4453449 7902398 788922 494629 0 13639397 29396241
413328
Employment
180
3995989
796193
1977104
235546
11155121
18159954
0
0
29306241
29306241
94
Lampiran 3. Matrik Kebalikan Leontief Terbuka Kalsifkasi 9 Sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TOTAL
1 1,0561 0,0053 0,0067 0,0006 0,0150 0,0195 0,0102 0,0050 0,0008 1,1191
2 0,0043 1,0163 0,0224 0,0040 0,0207 0,0557 0,0237 0,0338 0,0032 1,1842
3 0,1088 0,4853 1,0913 0,0054 0,0207 0,0873 0,0287 0,0251 0,0025 1,8552
4 0,0032 0,0078 0,0154 1,0386 0,0064 0,0523 0,0128 0,0046 0,0006 1,1418
5 0,0371 0,2787 0,2737 0,0049 1,0163 0,1142 0,0318 0,0378 0,0056 1,8002
6 0,0358 0,0091 0,0145 0,0071 0,0175 1,0600 0,0299 0,0281 0,0044 1,2064
7 0,0049 0,0108 0,0149 0,0128 0,0274 0,0842 1,0705 0,0634 0,0144 1,3033
8 0,0108 0,0724 0,0749 0,0609 0,2533 0,0525 0,0407 1,0813 0,0418 1,6887
9 0,0032 0,0026 0,0041 0,0156 0,0054 0,0246 0,0098 0,0049 1,0126 1,0828
TOTAL 1,2643 1,8884 1,5178 1,1500 1,3826 1,5504 1,2582 1,2841 1,0859 12,3817
95
Lampiran 4. Matrik Koefisien Teknis Kalsifkasi 9 Sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0,0519 0,0000 0,0021 0,0001 0,0127 0,0151 0,0081 0,0030 0,0003
2 0,0002 0,0032 0,0147 0,0015 0,0117 0,0470 0,0189 0,0281 0,0015
3 0,0919 0,4403 0,0714 0,0023 0,0061 0,0496 0,0124 0,0051 0,0002
4 0,0000 0,0000 0,0116 0,0365 0,0043 0,0453 0,0097 0,0020 0,0001
5 0,0063 0,1548 0,2446 0,0009 0,0007 0,0768 0,0167 0,0214 0,0030
6 0,0306 0,0000 0,0081 0,0047 0,0094 0,0510 0,0248 0,0225 0,0027
7 0,0005 0,0000 0,0054 0,0078 0,0107 0,0697 0,0613 0,0526 0,0107
8 0,0000 0,0000 0,0047 0,0527 0,2315 0,0154 0,0272 0,0646 0,0369
9 0,0018 0,0000 0,0019 0,0144 0,0037 0,0208 0,0080 0,0032 0,0121
TO TAL 0,1832 0,5983 0,3646 0,1208 0,2908 0,3906 0,1871 0,2026 0,0675
HH1 0,3063 0,0000 0,1656 0,0215 0,0000 0,2726 0,1188 0,0494 0,0658
P2 0,0000 0,0000 0,0072 0,0096 0,0000 0,0417 0,0487 0,0217 0,8710
P3 0,0000 0,0000 0,0251 0,0000 0,9602 0,0131 0,0016 0,0000 0,0000
P4 0,1614 0,2360 0,6026 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
P5 TO TAL 0,0475 0,6984 0,0665 0,9008 0,8362 2,0012 0,0000 0,1519 0,0000 1,2510 0,0445 0,7624 0,0054 0,3616 0,0000 0,2738 0,0000 1,0043
Jum lah Input 0,0933 0,1266 0,6793 0,1096 0,5251 0,1539 0,2188 0,4330 0,0660 2,4056 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 Antara
7,4056
Im por U pah dan G aji Surplus U saha
0,0920 0,3211 0,0515 0,3755 0,1306 0,2173 0,3342 0,1070 0,0541 1,6833 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
1,6833
0,2005 0,1157 0,0894 0,1615 0,1623 0,2063 0,1360 0,2356 0,7135 2,0207 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
2,0207
0,5677 0,3186 0,1686 0,3028 0,1459 0,3472 0,2132 0,1015 0,1357 2,3010 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
2,3010
Penyusutan
0,0313 0,0466 0,0058 0,0449 0,0201 0,0369 0,0848 0,0722 0,0222 0,3649 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,3649
0,0152 0,0713 0,0053 0,0058 0,0160 0,0385 0,0131 0,0507 0,0086 0,2245 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,2245
0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,0000
Pajak Tak Langsung Subsidi
Jum lah Input 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 9,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 14,0000 jum lah Tenaga Kerja
0,0456 0,0195 0,0013 0,0101 0,0102 0,0222 0,0200 0,0039 0,0418 0,1746 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,1746
Lampiran 5. Multiplier Output Klasifikasi 9 Sektor ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── SECTOR INITIAL FIRST INDUST CONS'M TOTAL ELAST TYPE I TYPE II ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── Pertanian 1,0000 0,0933 0,0258 0,1840 1,3031 0,2396 1,1191 1,3031 Pertambang 1,0000 0,1266 0,0576 0,5975 1,7817 0,2143 1,1842 1,7817 Industri P 1,0000 0,6793 0,1759 0,4334 2,2886 1,8528 1,8552 2,2886 Listrik Ga 1,0000 0,1096 0,0323 0,6893 1,8311 0,0688 1,1418 1,8311 Bangunan 1,0000 0,5251 0,2750 0,4724 2,2726 1,9752 1,8002 2,2726 Perdaganga 1,0000 0,1539 0,0525 0,4289 1,6353 0,2951 1,2064 1,6353 Angkutan d 1,0000 0,2188 0,0845 0,6659 1,9692 0,1876 1,3033 1,9692 Keuanga, P 1,0000 0,4330 0,2557 0,3811 2,0698 0,0728 1,6887 2,0698 Jasa-Jasa 1,0000 0,0660 0,0168 0,1205 1,2033 0,8137 1,0828 1,2033 ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── [Printed from file SERA on Saturday, 16 August, 2008, 4:29 p,m,]
96
Lampiran 6. Multiplier Pendapatan Klasifikasi 9 Sektor ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── SECTOR INITIAL FIRST INDUST CONS'M TOTAL ELAST TYPE I TYPE II ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── Pertanian 0,0920 0,0129 0,0047 0,0305 0,1401 0,2800 1,1914 1,5233 Pertambang 0,3211 0,0235 0,0113 0,0991 0,4551 0,1705 1,1084 1,4171 Industri P 0,0515 0,1707 0,0360 0,0719 0,3301 5,1875 5,0119 6,4079 Listrik Ga 0,3755 0,0282 0,0069 0,1144 0,5250 0,0526 1,0935 1,3981 Bangunan 0,1306 0,0880 0,0628 0,0784 0,3598 2,3940 2,1544 2,7544 Perdaganga 0,2173 0,0281 0,0100 0,0712 0,3266 0,2713 1,1757 1,5032 Angkutan d 0,3342 0,0465 0,0160 0,1105 0,5072 0,1446 1,1871 1,5177 Keuanga, P 0,1070 0,0716 0,0484 0,0632 0,2902 0,0954 2,1224 2,7135 Jasa-Jasa 0,0541 0,0143 0,0034 0,0200 0,0918 1,1482 1,3281 1,6980 ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── [Printed from file SERA on Saturday, 16 August, 2008, 4:30 p,m,]
97
Lampiran 7. Multiplier Tenaga Kerja Klasifikasi 9 Sektor ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── SECTOR INITIAL FIRST INDUST CONS'M TOTAL ELAST TYPE I TYPE II ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── Pertanian 0,0456 0,0030 0,0005 0,0045 0,0537 0,2162 1,0771 1,1759 Pertambang 0,0195 0,0018 0,0010 0,0146 0,0369 0,2279 1,1426 1,8945 Industri P 0,0013 0,0143 0,0032 0,0106 0,0294 18,0063 14,2257 22,2424 Listrik Ga 0,0101 0,0016 0,0006 0,0169 0,0293 0,1084 1,2205 2,8844 Bangunan 0,0102 0,0059 0,0054 0,0116 0,0330 2,8168 2,1048 3,2409 Perdaganga 0,0222 0,0034 0,0009 0,0105 0,0370 0,3009 1,1939 1,6671 Angkutan d 0,0200 0,0036 0,0013 0,0163 0,0413 0,1964 1,2490 2,0624 Keuanga, P 0,0039 0,0056 0,0037 0,0093 0,0224 0,2042 3,3915 5,8059 Jasa-Jasa 0,0418 0,0014 0,0003 0,0030 0,0465 0,7515 1,0408 1,1113 ────────────────────────────────────────────────────────────────────────── [Printed from file SERA on Saturday, 16 August, 2008, 4:31 p,m,]
98