Peran Sastra dalam Pembentukan Pendidikan...(Redo Andi Marta)
PERAN SASTRA DALAM PEMBENTUKAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK BANGSA Oleh: Redo Andi Marta (Dosen Universitas PGRI Palembang) Abstrak Dimensi moral erat kaitannya dengan dimensi watak. Setiap individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Itu pun tergantung watak dari tiaptiap individu. Misalnya seseorang dikatakan jujur ketika dirinya mempraktikkan watak kejujurannya disetiap waktu dan tempat. Krisis moral bisa diatasi dengan pembinaan watak (karakter). Dalam lingkup sekolah, pembinaan karakter (watak) dapat diterapkan melalui kajian sastra. Artinya, sastra memiliki nilai-nilai yang berdimensi moral. Nilai-nilai moral seperti, kejujuran, pengorbanan, demokrasi santun, dan sebagainya, banyak ditemukan dalam karya-karya sastra. Baik puisi, cerita pendek, novel, maupun drama. Kajian sastra dapat dilakukan melalui memahami dan mengapresiasi unsur-unsur dalam karya sastra. Pemahaman dan penghayatan karya sastra melalui kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual siswa dapat dilatih dan dikembangkan. Siswa tak hanya terlatih untuk membaca karya sastra saja mampu mencari makna dan nilai-nilai sebuah karya sastra. Diharapkan sejumlah nilai moral bisa dipahami dalam karya sastra serta diaplikasikan siswa baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat. Kata Kunci: Sastra, Karakter Anak Bangsa ROLE OF LITERATURE FOR YOUNG GENERATION CHARACTER BUILDING Abstract Moral dimension is closely related to the dimensions of the character. Every individual has different moral judgment. It also depends on the nature of each individual. For example, a person is honest when he was practicing honesty character in every time and place. Moral crisis can be overcome with the development of the character (character). Within the scope of the school, coaching character (character) can be applied through the study of literature. That is, the literature has values moral dimension. Moral values such as honesty, sacrifice, democracy mannered, and so on, are found in the literature. Good poetry, short stories, novels, and plays. Literary studies can be carried through to understand and appreciate the elements in literature. Understanding and appreciation of literature through intellectual, emotional, and spiritual students can be trained and developed. Students are not only trained to read literary works but also they are able to find meaning and values of a literary work. It is expected that a number of moral values can be understood in the literature and applied good student in school, home, and community. Keywords: Literature, Young Generation Character 103
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 3 September 2014 : 103-113
A. PENDAHULUAN Kondisi masyarakat dewasa ini sangat memprihatinkan. Perkelahian, pembunuhan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, perampokan, korupsi, pelecehan seksual, penipuan, fitnah terjadi di mana-mana. Hal itu dapat diketahui lewat berbagai media cetak atau elektronik, seperti surat kabar, televisi atau internet. Bahkan, tidak jarang kondisi seperti itu dapat disaksikan secara langsung di tengah masyarakat. Selain itu, merebaknya sikap hidup yang buruk, melembaga budaya kekerasan, atau merakyat bahasa ekonomi dan politik, disadari atau tidak, telah ikut melemahkan karakter anak-anak bangsa sehingga menjadikan nilai-nilai luhur dan kearifan sikap hidup mati suri. Anak-anak sekarang mudah sekali melontarkan bahasa oral dan bahasa tubuh yang cenderung tereduksi oleh gaya ungkap yang kasar dan vulgar. Keprihatinan menumbuhkan
terhadap
semangat
kondisi
untuk
masyarakat
mengkaji
yang
permasalahan
demikian dan
itu,
mencari
pemecahannya. Penelitian dan seminar mengenai masalah itu telah berkali-kali yang diselenggarakan oleh berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Ujungnya adalah persamaaan persepsi terhadap
pentingnya
menggalakkan
pendidikan karakter. Pendidikan berbasis karakter di negeri ini memang telah lama hilang. Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) yang seharusnya bisa menjadi katalisator atau penyaring untuk membendung arus merebaknya budaya kekerasan, dinilai telah berubah menjadi mata pelajaran berbasis indoktrinasi yang semata-mata mengajarkan dan mencekoki nilai baik dan buruk saja, tanpa diimbangi dengan pola pembiasaan secara intensif yang bisa memicu peserta didik didik untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai luhur. Akibat pola indoktrinasi yang demikian lama dalam ranah pendidikan kita, disadari atau tidak, telah mengubah mindset anak-anak cenderung menjadi egois, baik terhadap dirinya sendiri maupun sesamanya. Tidak memiliki kepekaan terhadap sesamanya, kehilangan nilai kasih sayang, dan sibuk dengan dunianya sendiri
104
Peran Sastra dalam Pembentukan Pendidikan...(Redo Andi Marta)
yang cenderung agresif dengan tingkat degradasi moral yang sudah berada pada titik ambang batas yang tidak bisa dimaklumi. Hal itu diperparah dengan miskinnya keteladanan perilaku kaum elite kita yang seharusnya menjadi idola dan sosok anutan sosial yang mengagumkan. Perilaku korupsi, sikap serakah, dan mau menang sendiri, justru menjadi tontonan masif di tengah massa yang demikian gampang disaksikan melalui layar kaca. Sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya, situasi semacam itu jelas sangat tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan yang cerdas, baik secara intelektual, emosional, spiritual, maupun sosial. Dalam konteks demikian, perlu ada upaya serius dari segenap komponen bangsa untuk membangun “kesadaran kolektif” demi mengembalikan karakter bangsa yang hilang. Dalam konteks demikian, menjadi menarik ketika sebagai seorang pendidik bahasa dan sastra memberikan atau menginjeksikan nilai-nilai berwawasan pendidikan karakter ke dalam pelajarannya yang berlabel sastra dan diupayakan bisa mengajak dan menginternalisasikan pendidikan karakter melalui sastra. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah (1) Apakah pendidikan karakter itu? (2) Apakah Pendidikan Karakter Bangsa? (3) Apakah dimensi-dimensi pendidikan karakter? (4) Bagaimana memberdayakan sastra dalam pembentukan pendidikan karakter anak bangsa? Melalui karya sastra, anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi.
B. KAJIAN PUSTAKA 1. Pendidikan Karakter Muslich (2011:12) mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses internalisiasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan hanya merupakan sarana tranfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) saja tetapi lebih luas lagi, yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkluturasi dan 105
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 3 September 2014 : 103-113
sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. “Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), dan jasmani anak didik” (Ki Hajar Dewantara) Dewasa ini sering terdengar banyak kalangan membicarakan pendidikan karakter. Kemerosotan sisi -sisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tampaknya dijadikan sebab begitu pentingnya hal tersebut kembali dibicarakan. Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan sehingga anak atau peserta didik memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebijakan dalam kehidupan sehari-hari. Aunillah (2011:19) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,maupun bangsa sehingga akan terwujudnya insan kamil. Aqib (2011:23) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Lebih lanjut pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru yang mampu memengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, acara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai suatu proses internalisasikan sifat-sifat utama yang menjadi ciri khusus dalam suatu masyarakat ke dalam diri peserta didik sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. 106
Peran Sastra dalam Pembentukan Pendidikan...(Redo Andi Marta)
Dalam grand desain pendidikan karakter adanya proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai luhur ini berasal dari teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya, ajaran agama, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur ini juga perlu didukung oleh komitmen dan kebijakan pemangku kepentingan serta pihak-pihak terkait lainnya termasuk dukungan sarana dan prasarana yang diperlukan. Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Mulyasa, 2011:32).
2. Pendidikan Karakter Bangsa Di Indonesia, pendidikan karakter bangsa sebenarnya telah berlangsung lama, jauh sebelum Indonesia Merdeka. Ki hajar Dewantara sebagai pahlawan Pendidikan Nasional memiliki pandangan tentang pendidikan karakter sebagai asas Taman Siswa 1922 dengan tujuh prinsip sebagai berikut: 1) hak seseorang untuk mengatur diri sendiri dengan tujuan tertibnya persatuan dalam kehidupan umum; 2) pengajaran berarti mendidik anak agar merdeka batinnya, pikirannya, dan tenaganya; 3) pendidikan harus selaras dengan kehidupan; 4) kultur selaras dengan kehidupan; 5) kultur sendiri yang selaras dengan kodrat harus dapat memberi kedamaian hidup; 6) harus bekerja menurut kekuatan sendiri; dan 7) perlu hidup dengan berdiri sendiri dan dengan tidak terikat, lahir batin dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik.
107
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 3 September 2014 : 103-113
Pada Tahun 1946 Taman Siswa memliki Panca Dharma, yaitu kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan, Dewantara mengartikan pendidikan sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu dengan kemampuan untuk mempertahankan hidup, yang tertuju pada tercapainya kemerdekaan
lahir
batin
sehingga
memperoleh
keselamatan,nkeamanan,
kenyamanan, dan kebahagiaan lahir dan batin. Selain itu juga di Sumatera Barat, Lembaga pendidikan Kayutanam (INS Kayutanam) dibangun seorang guru yang berpandangan maju dan memiliki hubungan dengan pergerakan nasional, yakni Mohammad Syafei (1897—1969). Syafei menolak model pendidikan barat yang hanya menekankan aspek kognitif. Syafei menginginkan peserta didiknya menjadi seseorang yang ideal, yakni tertanam cinta kebenaran dalam hatinya, dalam pengetahuan intelektualnya dan dalam perilakunya sehari-hari. Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu: (1) fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup pancasila; (2) fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpatisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera; (3) fungsi penyaring. Pendidikan karakter berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilainilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Ketiga fungsi ini dilakukan melalui: (1) pengukuhan pancasila sebagai falsafah dan idiologi negara, (2) pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 1945, (3) penguatan komitmen kebangsaan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4) penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhineka Tunggal Ika, dan (5) penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam konteks global (Aqib, 2011:36).
108
Peran Sastra dalam Pembentukan Pendidikan...(Redo Andi Marta)
3. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Disadari bahwa karakter yang dimiliki manusia bersifat fleksibel serta bisa diubah atau dibentuk. Karakter tersebut pada suatu saat bisa baik dan pada keadaan lain bisa berubah menjadi sangat jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kondisi lingkungannya, sosial budaya, pendidikan, serta alam. Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah penerapan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau idiologi bangsa Indonesia, agama, budaya dan nilai-nilai yang terdapat dalam tujuan pendidikan nasional. Nilai- nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber sebagai berikut. Pertama, agama. Masyarakat Indonesia, merupakan masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya . secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. Kedua, pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut pancasila. Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Maksudnya nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara. Ketiga, budaya. Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna 109
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 3 September 2014 : 103-113
terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaraanggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Keempat, tujuan pendidikan nasional. Undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU sisdiknas menyebutkan, “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk bekembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Aos, 2010:16). Tujuan pendidikan nasional sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karna itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4. Memberdayakan Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa Sebagai cerminan keadaan sosial budaya bangsa haruslah diwariskan kepada generasi mudanya. Aminuddin (2002:31) mengemukakan bahwa sastra memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan, termasuk perubahan karakter. Selain mengandung keindahan, sastra juga memiliki nilai manfaat bagi pembaca. Segi kemanfaatan muncul karena penciptaan sastra berangkat dari kenyataan sehingga lahirlah suatu paradigma bahwa sastra yang baik menciptakan kembali rasa kehidupan. Sebagai wujud untuk menyampaikan atau menginjeksikan pendidikan karakter dalam sastra kepada peserta didik ada beberapa upaya yang bisa 110
Peran Sastra dalam Pembentukan Pendidikan...(Redo Andi Marta)
dilakukan oleh pendidik. Pendidik mengungkapkan nilai-nilai dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter yang menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran tersebut. Pendidik bisa menggunakan perbandingan cerita pendek berdasarkan kehidupan atau kejadian-kejadian dalam hidup para peserta didik kemudian mengubah hal-hal yang bersifat negatif dalam cerita pendek tersebut menjadi nilai positif. Dengan ini peserta didik mampu mengambil secara langsung nilai-nilai pendidikan karakter yang tersirat dan tersurat dalam tugas yang diberikan pendidik tadi karena merupakan bagain dari kehidupan peserta didik itu sendiri. Atau bisa juga menggunakan cerita untuk memunculkan nilai-nilai karakter dengan menceritakan kisah hidup orang-orang besar. Dengan kisah nyata yang dialami orang-orang besar dan terkenal bisa menjadikan peserta didik akan terpikat dan mengidolakan serta pastunya ingin menjadi seperti idolanya tersebut. Puisi (lagu) memberikan efek yang sangat dalam bagi pendengarnya. Bahkan kabar terkini yang telah kita ketahui bersama, bayi dalam kandungan pun bisa dipengaruhi dengan lagu yang diputar dekat dengan perut ibunya. Dengan dasar ini pendidik bisa menggunakan lagu-lagu dan musik (musikalisasi puisi) untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam benak peserta didik. Pendidik bisa juga menggunakan drama sebagai media untuk melukiskan kejadian-kejadian yang berisikan nilai-nilai karakter. Sehingga secara audio visual serta aplikasi langsung (pementasan drama) menjadikan peserta didik lebih mudah untuk memahami dan menyerap nilai-nilai karakter tersebut. Selain itu tugastugas yang bisa dikerjakan dirumah dapat mengambil contoh tentang apa yang dilihat peserta didik di televisi kemudian pendidik akan menjelaskan sekaligus meluruskan nilai-nilai apa saja yang ada dalam film di televisi tersebut. Ini akan lebih menggoreskan dalam-dalam nilai-nilai pendidikan karakter yang didapat di benak peserta didik. Menggunakan novel sebagai media untuk mengungkapkan nilai-nilai atau norma-norma dalam masyarakat melalui diskusi dan brainstorming pun bisa digunakan oleh pendidik. Novel banyak memberikan kisah-kisah yang mampu menjadikan pembacanya berimajinasi dan masuk dalam cerita novel tersebut. 111
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 3 September 2014 : 103-113
Banyak penikmat novel yang terpengaruh dengan isi yang ada dalam novel, a.baik itu gaya berbicara, busana bahkan perilaku tentunya setelah membaca dan memahaminya. Hal ini sangat baik apabila pendidik mampu mempengaruhi peserta didiknya. Selain cara-cara di atas, masih banyak cara-cara yang lainnya yang bisa digunakan oleh pendidik atau bahkan dikombinasikan untuk menyampaikan nilainilai dalam pendidikan karakter, namun jangan terlepas dari penyeleksian atau pemilihan bahan ajar yang tepat. Karena dengan memilih bahan ajar yang tepat, peserta didik akan merasakan kedalaman materi yang membuat mereka menyadari makna kehidupan.
C. SIMPULAN Sastra sebagai media untuk pengintegrasian, penyampaian pendidikan karakter kepada peserta didik, penanaman nilai-nilai yang baik mampu menjadi salah satu metode untuk menuju pendidikan yang lebih baik di tengah kebangkrutan moral bangsa, maraknya tindak kekerasan, inkoherensi politisi atas retorika politik, yang tengah menjalar dan menjangkiti bangsa ini. Pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam penanaman nilai-nilai moral seperti kejujuran, pengorbanan, demokrasi, santun dan sebagainya. Berbagai upaya yang bisa dilakukan pendidik melalui pembelajaran sastra yang disertakan pula pendidikan karakter di dalam penyampaiannya, baik melalui puisi, lagu, cerpen, novel, drama, dan cerita rakyat nampaknya akan mampu membawa pendidikan karakter untuk masuk ke dalam jiwa peserta didik dan secara utuh.
112
Peran Sastra dalam Pembentukan Pendidikan...(Redo Andi Marta)
DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algasindo. Aunillah, Nurla Isna. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana. Aqib, Zainal dan Sujak. 2011. Panduna dan Aplikasi Pendidikan Karakter untuk Siswa Sekolah.Bandung: Yrama Widya. Mulyasa, E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karaktrer: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Oos M. Anwas, Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. (Jakarta: Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional, Vol.16, edisi khusus III, Oktober 2010), Hlm.258.
113