Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
SASTRA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA Ririn Ayu Wulandari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PPs Universitas Negeri Medan Email:
[email protected]
Abstrak. Sastra memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan karakter. Hal ini disebabkan, karena karya sastra pada dasarnya membicarakan berbagai nilai-nilai kehidupan yang berkaitan langsung dengan pembentukkan karakter siswa. Sastra dalam pendidikan berperan untuk mengembangkan bahasa, aspek kognitif, afektif, psikomotorik, kepribadian, dan pribadi sosial siswa. Sastra sebagai media pembelajaran dapat dimanfaatkan secara reseptif dan ekspresif dalam pembentukan karakter. Pemanfaatan secara reseptif dimaksud yaitu karya sastra sebagai media pembentukan karakter dilakukan dengan pemilihan bahan ajar dan pengelolaan proses pembelajaran. Adapun pemanfaatan secara ekspresif dimaksud yaitu karya sastra sebagai media pembentukan karakter dengan cara mengelola emosi, perasaan, semangat, pemikiran, ide, gagasan, dan pandangan siswa ke dalam bentuk kreativitas menulis berupa novel dan cerpen, dan bermain drama, teater atau film. Oleh karena itu, siswa yang telah memahami sastra dapat mengalami pembentukan karakter menjadi lebih baik. Kata kunci: pembentukan karakter, media pembelajaran, sastra
Bahkan, tidak jarang kondisi seperti itu
PENDAHULUAN Pembentukan
karakter
siswa
dapat disaksikan secara langsung di
sangat penting karena keadaan dalam
tengah masyarakat.
kehidupan bermasyarakat saat ini sangat
Keprihatinan
terhadap
kondisi
memprihatinkan. Hal tersebut seperti
masyarakat yang demikian itu, dapat
adanya
pembunuhan,
menumbuhkan semangat untuk mengkaji
ketidakadilan,
sebab
perkelahian,
kesenjangan
sosial,
dan
mencari
perampokan, korupsi, pelecehan seksual,
Berbagai
penipuan, dan fitnah terjadi di mana-
seminar telah mengkaji masalah itu
mana. Hal itu juga dapat diketahui lewat
berkali-kali dan juga diselenggarakan
berbagai media cetak atau elektronik,
oleh berbagai instansi, baik pemerintah
seperti surat kabar, televisi, dan internet.
maupun swasta. Kesimpulannya tetap
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
kegiatan
pemecahannya. penelitian
dan
| 63
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
memiliki persepsi yang sama yaitu
Karakter dapat diartikan sebagai
pentingnya menggalakkan pendidikan
tabiat, yaitu perangai atau perbuatan
karakter dalam membentuk karakter
yang selalu dilakukan atau kebiasaan.
setiap siswa yang ada di Indonesia.
Menurut Suyanto (2009) mendefinisikan
terhadap
”karakter sebagai cara berpikir dan
pendidikan karakter pun berbeda-beda.
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
Di kalangan guru muncul pendapat
individu untuk hidup dan bekerja sama,
tentang
baik
Pendapat
masyarakat
perlunya
pekerti,
sedangkan
pendidikan para
budi ulama
dalam
lingkup
keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun
negara”.
berpendapat dengan perlunya penguatan
Karakter juga sebagai sesuatu yang
pendidikan agama sejak dini. Mereka
berkaitan
yang
individu yang bersifat menetap dan
berada
mengusulkan
di
bidang
revitalisasi
politik
pendidikan
Pancasila. Dalam hal ini, Kemendiknas
cenderung
dengan
positif
kebiasaan
(Pritchard
hidup
dalam
Haryadi, 2011: 1).
telah merespon berbagai pendapat itu
Karakter sebagai akhlak dapat
dengan membentuk Tim Pengembang
bersifat positif atau negatif. Dalam
Pendidikan Karakter (Haryadi, 2011: 1).
pandangan agama terdapat
Selanjutnya, saya sebagai penulis
akhlakul
karimah (ahlak yang mulia) dan akhlakul
ingin memaparkan hasil tulisan saya
madmumah (akhlak tercela).
tentang ”Sastra dalam Pembentukan
akhlakul karimah tercakup 22 sifat
ini
terpuji, yaitu (1) sederhana, (2) rendah
memunculkan permasalahan (1) Apakah
hati, (3) giat bekerja, (4) jujur, (5)
pendidikan karakter itu?; (2) Apakah
memenuhi janji, (6) terpercaya, (7)
sastra dan pendidikan karakter itu?; (3)
konsisten/istiqomah,
Bagaimana
media
keras, (9) suka berterima kasih, (10)
(4)
satria, (11) tabah, (12) lemah lembut,
Bagaimana memberdayakan tema karya
(13) ramah dan simpatik, (14) malu, (15)
sastra
bersaudara, (16) belas kasih, (17) suka
Karakter
Topik
Dalam
Siswa”.
pembentukan
dalam
sasta
sebagai
karakter?;
pembentukan
siswa?.
dan
karakter
(8)
berkemauan
menolong, (18) menjaga kehormatan, (19) menjauhi syubhat, (20) pasrah
PEMBAHASAN 1. Pendidikan karakter
kepada Allah, (21) berkorban untuk orang
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
lain,
dan
(22)
payayang. | 64
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
Sementara
itu, lawan dari sifat-sifat
terpuni
itu
termasuk
telah merumuskan materi pendidikan
akhlakul
karakter yang mencakup aspek-aspek
madmumah, seperti boros, sombong,
sebagai berikut: (1) religius, (2) jujur, (3)
malas.
toleran, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6)
Menurut
Zulhan (2010: 2-5)
kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9)
karakter ada dua yaitu karakter positif
rasa
baik (sehat) dan karakter buruk (tidak
kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12)
sehat). Tergolong karakter sehat yaitu
menghargai prestasi, (13) bersahabat
(1) afiliasi tinggi: mudah menerima
atau komunikatif, (14) cinta damai, (15)
orang lain sebagai sahabat, toleran,
gemar membaca, (16) peduli lingkungan,
mudah berkerja sama, (2) power tinggi:
dan (17) peduli sosial, tanggung jawab.
cenderung menguasai teman-temannya
Sementara
dalam
berpendapat ada sembilan pilar karakter
arti positif (pemimpin);
achieve:
selalu
termotivasi
(3)
untuk
yang
ingin
tahu,
itu,
berasal
(10)
semangat
Suyanto
dari
nilai-nilai
(2009)
luhur
berprestasi (4) asserte: lugas, tegas, tidak
universal, yaitu (1) cinta kepada Tuhan
banyak bicara, dan (5) adventure: suka
dan segenap ciptaannya, (2) kemandirian
petualangan, suka mencoba hal baru.
dan tanggung jawab, (3) kejujuran,
Sementara itu, karakter kurang sehat
amanah, diplomatis, (3) hormat dan
yaitu (1) nakal: suka membuat ulah,
santun, (5) dermawan, suka menolong
memancing kemarahan, (2) tidak teratur,
dan gotong royong, (6) percaya diri dan
tidak teliti, tidak cermat, meskipun
pekerja keras (7) kepemimpinan dan
kadang tidak disadari, (3) provokator:
keadilan, (8) baik dan rendah hati, dan
cenderung membuat ulah, mencari gara-
(9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
gara,
ingin
mencari
perhatian,
(4)
penguasa: cenderung menguasai temanteman,
mengintimidasi,
dan
2. Sastra
(5)
orang
lain,
tidak
ingin
Pendidikan
Karakter
pembangkang: bangga kalau berbeda dengan
dan
Bahasa Indonesia berperan penting untuk
membetuk
karakter
melakukan hal yang sama dengan orang
kepribadian
lain, cenderung membangkang.
penggunaannya Bahasa Indonesia seperti
Pusat
Kurikulum
Kementerian
Pendidikan Nasional (2011:10) juga
keterampilan membaca,
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
Indonesia
dan
berbicara, dan
menulis
melalui
menyimak, dengan | 65
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
menggunakan Bahasa Indonesia yang
peran vital dalam bidang yang sama.
benar. Semakin intensif penggunaan
Khususnya dalam dimensi-dimensi yang
bahasa, semakin teliti, dan benar pilihan
begitu dalam seperti nilai religiusnya
bahasa yang digunakan diyakini semakin
manusia, yang menentukan sikap kita
tinggi karakter dan kepribadian orang
terhadap diri sendiri, hasil karya sastra
yang
Kepribadian
mengisi apa yang tidak mungkin diisi
masyarakat Indonesia banyak diilhami
oleh ilmu pengetahuan dan ikhtiar-
oleh Sastra Indonesia sebagai sumber
ikhtiar kemanusiaan lainnya. Khususnya
inspirasi
dalam pembahasan nilai religius manusia
menggunakannya.
bagi
terwujudnya
bangsa,
bahasa, dan tanah air Indonesia. Oleh
yang
karena itu, membaca sastra Indonesia
dikomunikasikan
hingga melek sastra diyakini dapat
lambang dan persentuhan cita rasa serta
memperkuat identitas dan kepribadian
sarana sastra yang sangat bermanfaat.
Indonesia (Solin, 2011: 1) Berbicara sastra dan pendidikan
lazimnya
hanya
dapat
melalui
bahasa
Terkait
peran
sastra
dalam
pembelajaran
bagi
siswa,
yang
karakter merupakan dua hal yang tidak
diungkapkan oleh Tarigan (1995: 10)
dapat
menyatakan
dipisahkan.
Menurut
penulis
bahwa
sastra
sangat
merupakan kata majemuk, yakni antara
berperan dalam pendidikan anak, yaitu
sastra
dalam (1) perkembangan bahasa, (2)
dan pendidikan karakter
menyatu.
Mengapa?
Karena
itu
sastra
perkembangan
kognitif,
(3)
membicarakan berbagai nilai-nilai yang
perkembangan kepribadian,
terkait dengan hidup dan kehidupan
perkembangan
manusia di bumi yang sekarang dipijak
perkembangan bahasa, para siswa secara
maupun bumi yang kelak akan dipijak.
langsung maupun tidak langsung setelah
Bahkan hal-hal yang tidak dibahas dalam
membaca atau menyimak karya sastra,
disiplin ilmu lain, dikupas di dalam
kosakata
sastra.
memiliki karakter yang lebih baik lagi.
Menurut Mangunwijaya (1992: 7)
Hal
ini
dan (4)
sosial.
mereka
Dalam
bertambah
dapat
dan
meningkatkan
menyatakan di samping penelitian yang
keterampilan berbahasa siswa dalam
bersifat ilmiah untuk memahami dan
berinteraksi sehari-hari.
menolong manusia serta masyarakat,
Pengalaman
dunia sastra masih tetap memegang
yang
diperoleh
melalui membaca karya sastra dapat
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
| 66
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
memotivasi
serta
menunjang
dan menghibur. Sedangkan Haryadi
perkembangan kognitif atau penalaran
(1994) mengemukakan bahwa sembilan
siswa. Dengan begitu kepribadian siswa
manfaat yang dapat diambil dari sastra
akan jelas pada saat mereka mencoba
lama, yaitu (1) dapat perperan sebagai
memeroleh
hiburan dan media pendidikan, (2) isinya
kemampuan
mengekspresikan terhadap
untuk
emosi,
orang
empatinya
lain,
dapat
menumbuhkan
kecintaan,
dan
kebanggaan berbangsa dan hormat pada
mengembangkan perasaannya mengenai
leluhur, (3) isinya dapat memperluas
harga diri dan jati dirinya. Dengan
wawasan tentang kepercayaan, adat-
demikian,
hidup
istiadat, dan peradaban bangsa, (4)
bermasyarakat dengan baik dan memiliki
pergelarannya dapat menumbuhkan rasa
budi pekerti yang baik pula.
persatuan dan kesatuan, (5) proses
siswa
dapat
Sastra secara etimologis berasal
penciptaannya
menumbuhkan
jiwa
dari kata ”sas” dan ”tra”. Akar kata sas-
kreatif, responsif, dan dinamis, (6)
berarti mendidik, mengajar, memberikan
sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk
–tra
seni yang lain, (7) proses penciptaannya
menunjuk pada alat. Jadi, sastra secara
merupakan contoh tentang cara kerja
etimologis berarti alat untuk mendidik,
yang tekun, profesional, dan rendah hati,
alat untuk mengajar, dan alat untuk
(8) pergelarannya memberikan teladan
memberi petunjuk.
Oleh karena itu,
kerja sama yang kompak dan harmonis,
sastra
lampau
dan (9) pengaruh asing yang ada di
instruksi,
sedangkan
pada
masa
akhiran
bersifat
edukatif (mendidik).
dalamnya memberi gambaran tentang
Banyak hal yang dapat diperoleh dari
sastra.
Menurut
Tjokrowinoto
tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas.
(dalam Haryadi, 1994) memperkenalkan
Kenyataan ini menunjukkan bahwa
istilah ”pancaguna” untuk menjelaskan
sastra sangat relevan dengan pendidikan
manfaat
karakter. Karya sastra sarat dengan nilai-
sastra
lama,
yaitu
(1)
mempertebal pendidikan agama dan budi
nilai
pekerti, (2) meningkatkan rasa cinta
dikehendaki dalam pendidikan karakter.
tanah air, (3) memahami pengorbanan
Cerita rakyat ”Bawang Putih Bawang
pahlawan
menambah
Merah” mengandung nilai pendidikan
pengetahuan sejarah, dan (5) mawan diri
tentang kemanusiaan. Cerita binatang
bangsa,
(4)
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
pendidikan
akhlak
seperti
| 67
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
”Pelanduk
Jenaka”
mengandung
karakter dilakukan dengan dua langkah
pendidikan tentang harga diri, sikap
yaitu (1) pemilihan bahan ajar, dan (2)
kritis, dan protes sosial. Sementara itu,
pengelolaan proses pembelajaran. Karya
bentuk puisi seperti pepatah, pantun, dan
sastra yang dipilih sebagai bahan ajar
bidal penuh dengan nilai pendidikan.
adalah karya sastra yang berkualitas, yakni karya sastra yang baik secara
3. Sastra
sebagai
Media
yang baik dalam konstruksi struktur
Pembentukan Karakter Karya
sastra
dapat
estetis dan etis. Maksudnya, karya sastra
berfungsi
sastranya dan mengandung nilai-nilai
sebagai media katarsis (pembersih diri).
yang dapat membimbing siswa menjadi
Aristoteles seorang filsuf dan ahli sastra
manusia yang baik (Kanzunuddin, 2012:
menyatakan salah satu fungsi sastra
202).
adalah sebagai media katarsis atau
Langkah
berikutnya
adalah
pembersih jiwa bagi penulis maupun
pengelolaan proses pembelajaran. Dalam
pembacanya. Bagi pembaca, setelah
pengelolaan proses pembelajaran, guru
membaca karya sastra perasaan dan
harus mengarahkan siswa dalam proses
pikiran terasa terbuka, karena telah
membaca karya sastra. Guru harus
mendapatkan
mengarahkan
hiburan
dan
ilmu
siswa
untuk
dapat
(tontonan dan tuntunan) (Kanzunuddin,
menemukan nilai-nilai positif dari karya
2012: 202). Begitu juga bagi penulis,
sastra yang mereka baca. Guru tidak
setelah menghasilkan karya sastra, jiwa
boleh
saya mengalami pembersihan, lapang,
menemukan dan menyimpulkan sendiri
terbuka, karena saya telah berhasil
nilai-nilai yang ada dalam karya sastra.
mengekspresikan semua yang menjadi
Selanjutnya, guru membimbing siswa
beban dalam perasaan dan pikiran saya.
untuk dapat mengaplikasikan nilai-nilai
Sastra dalam
sebagai
pembelajaran
media sastra
katarsis dapat
membebaskan
siswa
untuk
positif yang telah diperoleh dari karya sastra dalam kehidupan sehari-hari.
dimanfaatkan secara reseptif (bersifat
Adapun
pemanfaatan
secara
menerima) dan ekspresif (kemampuan
ekspresif karya sastra sebagai media
mengungkapkan)
pendidikan
pendidikan karakter dapat ditempuh
karakter. Pemanfaatan secara reseptif
melalui jalan mengelola emosi, perasaan,
karya sastra sebagai media pendidikan
semangat, pemikiran, ide, gagasan dan
dalam
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
| 68
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
pandangan siswa ke dalam bentuk
Fungsi sastra adalah dulce et utile,
kreativitas menulis karya sastra dan
artinya indah dan bermanfaat. Dari aspek
bermain drama, teater, atau film. Siswa
gubahan, sastra disusun dalam bentuk,
dibimbing mengelola emosi, perasaan,
yang
pendapat, ide, gagasan, dan pandangan
membuat
untuk
diri
mendengar, melihat, dan menikmatinya.
kemudian dituangkan ke dalam karya
Sementara itu, dari aspek isi ternyata
sastra yang akan mereka hasilkan berupa
karya sastra sangat bermanfaat. Di
puisi, pantun, drama, novel, dan cerpen.
dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan
Perasaan emosi, ketidakpuasan terhadap
moral yang berguna untuk menanamkan
suatu sistem yang berlaku, rasa marah
pendidikan karakter (Haryadi: 2011: 4).
yang
diinternalisasi
ingin
dalam
berdemontrasi,
dan
apik
dan
menarik
orang
senang
sehingga membaca,
Pembelajaran
sastra
diarahkan
tumbuhnya
sikap
apresiatif
sejenisnya terhadap sesuatu hal dapat
pada
diaktualisasikan dalam karya sastra,
terhadap
seperti puisi, drama, maupun prosa.
menghargai
Tentu saja dipilih media yang sesuai dan
pembelajaran sastra ditanamkan tentang
tepat untuk mengaktualisasikan “gejolak
pengetahuan karya sastra (kognitif),
jiwa” siswa (bisa puisi, drama, cerpen,
ditumbuhkan kecintaan terhadap karya
atau novel).
sastra (afektif), dan dilatih keterampilan
karya
sastra,
karya
yaitu
sastra.
sikap Dalam
Sastra dapat dilihat dari berbagai
menghasilkan karya sastra (psikomotor).
aspek. Dari aspek isi, jelas bahwa karya
Kegiatan apresiatif sastra dilakukan
sastra sebagai karya imajinatif tidak
melalui kegiatan (1) reseptif seperti
lepas
membaca
dari
realitas.
Karya
sastra
dan
mendengarkan
karya
merupakan cermin zaman. Berbagai hal
sastra,
yang terjadi pada suatu waktu, baik
sastra, (2) produktif, seperti mengarang,
positif maupun negatif
bercerita, dan mementaskan karya sastra,
oleh
pengarang.
penciptaannya, bagaimana
yang direspon
Dalam
pengarang
fenomena-fenomena
proses melihat yang
(3)
menonton pementasan karya
dokumentatif,
mengumpulkan membuat
kliping
terjadi di masyarakat itu secara kritis,
kegiatan sastra.
kemudian mereka mengungkapkannya
Pada
dalam bentuk yang imajinatif.
pikiran,
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
puisi,
misalnya cerpen,
tentang
infomasi
kegiatan apresiasi
perasaan,
dan
dan
sastra
kemampuan | 69
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
motorik
dilatih
dan
dikembangkan.
menanamkan nilai-nilai
moral,
baik
Melalui kegiatan semacam itu pikiran
melalui karakter tokoh, perilaku tokoh,
menjadi kritis, perasaan menjadi peka
ataupun dialog. Dalam penulisan karya
dan halus, memampuan motorik terlatih.
sastra orisinalitas sangat diutamakan.
Semua itu merupakan modal dasar yang
Pengarang
sangat berarti dalam pengembangan
menghindari
pendidikan karakter.
demikian, nilai-nilai kejujuran sangat
Ketika
seseorang
membaca,
mendengarkan, dan menonton, pikiran
berusaha
akan
berusaha
penjiplakan.
Dengan
dihargai dalam setiap karya sastra yang dihasilkan.
dan perasaan mereka diasah. Mereka
Dokumentasi sebagai bagian dari
harus memahami karya sastra secara
kegiatan apresiasi sastra dan sangat besar
kritis dan komprehensif, menangkap
sumbangannya
tema dan amanat yang terdapat di
karakter. Tidak semua siswa ternyata
dalamnya,
memanfaatkannya.
mampu dan mau mendokumentasikan
Bersamaan dengan kerja pikiran itu,
karyanya dan mengkliping karya orang
kepekaan perasaan diasah sehingga akan
lain.
mengarah pada tokoh protagonis dengan
kliping
karakternya yang baik dan menolak
kecermatan.
tokoh antagonis yang berkarakter jahat.
membaca, kemudian memilih bacaan
dan
Sedangkan menciptakan
karya
ketika sastra,
seseorang
yang
terhadap
Pembuatan
dokumentasi
memerlukan
pantas
pendidikan
ketekunan
Mereka
harus
dan dan
banyak
didokumentaikan
dan
pikiran
dikliping. Pembuat dokumentasi dan
kritisnya dikembangkan, imajinasinya
kliping pada umumnya adalah manusia-
dituntun ke arah yang positif sebab dia
manusia yang berpikir masa depan.
sadar karya sastra harus indah dan bermanfaat. Penulis akan menuangkan
4. Tema Karya Sastra dalam
imajinasinya sesuai dengan kaidah genre
Pembentukan Karakter Siswa
sastra yang dipilihnya. Ia akan memilih
Produk sastra yang berupa puisi,
diksi, menyusun dalam bentuk kalimat,
cerpen,
menggunakan gaya bahasa yang tepat,
mengungkap
dan sebagainya. Sementara itu, pada
berkaitan dengan hidup dan kehidupan
benak pengarang terbersit keinginan
manusia. Tema-tema produk sastra dapat
untuk
dikelompok-kelompokkan
menyampaikan
amanat,
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
drama,
maupun
berbagai
tema
novel yang
untuk | 70
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
dijadikan media pendidikan karakter
bentuk cerpen dan novel diubah menjadi
(secara
drama, puisi diubah menjadi cerpen.
reseptif),
simulasi
(metode
kemudian
dibuat
latihan
yang
Dalam
konteks
mereproduksi karya
memperagakan sesuatu dalam bentuk
sastra tersebut, guru harus menjelaskan
tiruan yang mirip dengan keadaan yang
bahwa penekanannya berada pada tema.
sesungguhnya) di dalam kelas atau di
Melalui
karya
sastra
yang
luar kelas (bisa di halaman kelas, di
mengetengahkan berbagai tema, siswa
auditorium, atau ruang pertemuan). Hal
dapat
ini akan menarik bagi siswa dalam
memahami kualitas tingkatan watak atau
kaitannya dengan penanaman nilai-nilai
karakternya
karakter.
mengenali
Dengan model tersebut, siswa dilatih
untuk
diajak
untuk
sendiri. dan
mengenali
Setelah
memahami
dan
siswa kualitas
tingkatan karakternya, maka guru harus
mengimplementasikan
membimbing atau mengarahkan kualitas
nilai-nilai karakter yang diperoleh dari
tingkatan karakter siswa tersebut ke arah
karya sastra. Apabila simulasi tersebut
yang lebih baik, yakni mengajak siswa
sering dipraktikkan, maka nilai-nilai
untuk “berdialog dengan tokoh-tokoh
karakter yang berasal dari karya sastra
dalam
akan tertanam di dalam alam bawah
kualitas tingkatan karakter pada tataran
sadar siswa. Nilai-nilai karakter yang
“watak”.
tertanam di alam bawah sadar bisa
pembentukan
menjadi kekuatan nilai rujukan dalam
terinternalisasi dalam diri siswa dan
berperilaku sehari-hari yang lebih baik.
diaktualisasikan dalam perilaku sehari-
Adapun pada sisi lain, siswa bisa
karya
sastra
yang
Dengan karakter
memiliki
demikian, siswa
hari mereka.
diajak mereproduksi karya sastra yang telah dibaca. Dalam hal ini, guru bisa memilihkan
karya
yang
Berdasarkan unsur-unsur yang
mengandung nilai-nilai karakter positif
telah dikaji, dapat disimpulkan hal-hal
berupa puisi, cerpen, drama, dan novel,
sebagai berikut: Pertama sastra sangat
kemudian
membaca.
berperan dalam pendidikan karakter
Setelah membaca, siswa disuruh untuk
peserta didik (manusia), yaitu dalam
mengubah
menjadi
perkembangan bahasa, perkembangan
bentuk karya sastra yang lain. Misalnya,
kognitif, perkembangan kepribadian, dan
siswa
sastra
KESIMPULAN
disuruh
(mereproduksi)
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
| 71
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
perkembangan sebagai
sosial,
media
Kedua
katarsis
sastra
Pembelajaran sastra
yang bersifat
dalam
apresiatif pun sarat dengan pendidikan
pembelajaran sastra dapat dimanfaatkan
karakter.
secara reseptif (menerima) dan ekspresif
mendengarkan, dan menonton karya
(kemampuan mengungkapkan) dalam
sastra pada hakikatnya menanamkan
pendidikan karakter untuk membentuk
karakter tekun, berpikir kritis, dan
karakter siswa, Ketiga karya sastra yang
berwawasan
mengetengahkan berbagai tema dapat
bersamaan
dijadikan media siswa untuk mengenali
perasaan sehingga pembaca cenderung
dan memahami kualitas tingkatan watak
cinta kepada kebaikan dan membela
atau karakternya sendiri, dan Keempat
kebenaran.
karya sastra yang mengisahkan dan
Kegiatan
luas.
Pada
dikembangkan
membaca,
saat
yang
kepekaan
Pada kegiatan menulis karya
melukiskan berbagai tipe karakter tokoh,
sastra, dikembangkan karakter
dapat
tekun, cermat, taat, dan kejujuran.
dijadikan
media
pendidikan
pada
yang
karakter bagi siswa, yakni memberikan
Sementara
itu,
kegiatan
teladan kualitas tingkatan watak atau
dokumentatif
dikembangkan karakter
kepribadian tokoh yang harus ditiru.
yang penuh dengan ketelitian, dan
Sastra secara etimologis berarti
berpikir ke depan (visioner). Pada masa
alat untuk mendidik, sehingga bersifat
lampau cerita yang dituturkan orang tua
didaktis. Hal ini sesuai dengan fungsi
atau guru, dan pepatah yang ditempel di
sastra yaitu dulce et ulite (nikmat dan
dinding sekolah mampu menjadi media
bermanfaat).
Kebermanfaatannya
pendidikan moral. Mengingat akan hal
diketahui karena sastra di dalamnya
itu, kita berharap sastra dan pengajaran
terkandung amanat yaitu nilai moral
apresiasi sastra, baik di sekolah maupun
yang bersesuaian dengan pendidikan
di masyarakat saat ini dapat perperan
karakter. Banyak karya sastra lama dan
dalam pembentukan karakter siswa di
modern yang mengandung pendidikan
Indonesia.
karakter, seperti kemanusiaan, harga diri, kritis, kerja keras, hemat.
DAFTAR PUSTAKA
Peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di dalamnya.
Akhadiah, Sabarti dkk.1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
| 72
Ririn Ayu Ningsih: Sastra Dalam Pembentukan... (63-73)
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Haryadi. 1994. Sastra Melayu. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. . 2011. Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Yogyakarta: Jurnal. Kanzunnudin, Mohammad. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Rembang: Yayasan Adhigama. . 2012. Peran Sastra Dalam Pendidikan Karakter. Jakarta: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus. Mangunwijaya, Y.B. 1992. Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Kanisius. Pritchard, I. 1988. ”Character education: Research Prospect and Problem” American Journal of Education. 96 (4) 1988. Situmorang, Elfrida. 2010. Efektivitas Model Pembelajaran Brain Gym (Senam Otak) Terhadap Kemampuan Menulis Pantun Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Porsea Tahun Pembelajaran 2009/2010. Medan: Universitas Negeri Medan. Solin, Mutsyuhito. 2011. Peranan Bahasa Indonesia Dalam Membangun Karakter Bangsa.
Medan: Jurnal Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan. Sumiati. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Mencari Pasangan (Make a Match) Terhadap Kemampuan Menulis Pantun Oleh Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Medang Deras Kabupaten Batu Bara Tahun Pembelajaran 2011/2012. Medan: Universitas Negeri Medan. Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter. http://www. mandikdasmen. Depdiknas. go. id/ web/ pages/ urgensi. html. Tarigan, Henry Guntur. 1995. DasarDasar Psikosastra. Bandung: Angkasa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: Diperbanyak oleh Penerbit Sinar Grafika.Waridah, Ernawati. 2012. Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan. Jakarta: Cmedia. Wellek, Rene & Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia. Zuhlan, Najib. 2011. Pendidikan Berbasis Karakter. Surabaya: JePe Press Media Utama.
Jurnal Edukasi Kultura Vol.2 No.2 September 2015
| 73