Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
PSIKOLINGUISTIK DALAM KEMAMPUAN BERBICARA PADA ANAK USIA DINI Oleh: Dessy Wardiah (Dosen Universitas PGRI Palembang)
[email protected] Abstrak Psikolinguistik merupakan ilmu yang berhubungan dengan perilaku manusia dalam mendapatkan atau menggunakan bahasa. Kemampuan berbahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah kemampuan berbicara pada anak usia dini terkait dengan kajian psikolinguistik. Banyak faktor penghambat dalam kemampuan berbicara anak, diantara adalah (1) hambatan pendengaran, (2) hambatan perkembangan pada otak yang menguasai oral-motor, (3) masalah keturunan, (4) masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua, dan (5) faktor Media dalam hal ini televisi. Untuk itu peran orang tua, guru, dan lingkungan sangat penting dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada anak usia dini. Beberapa upaya dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada usia dini akan dibahas secara spesifik dalam makalah ini. Kata Kunci : Psikolinguistik, Kemampuan Berbicara, Anak Usia Dini SPEAKING ABILITY TO EARLY CHILDREN RELATED TO PSYCHOLINGUISTIC STUDY Abstract Psycholinguistic is a science that is related to human behavior in acquiring or getting the language. The language ability that will be discussed in this paper is the speaking ability to early children related to psycholinguistic study. Many inhibitors factors in early children ability, they are (1) hearing inhibitor, (2) brain development inhibitor that rules oral-motor, (3) decendant problem, (4) problem with learning and communication with older people, and (5) media factors in this case is television. For that reason, the role of parent, teacher, and environment are very important in increasing early children speaking ability. Some efforts, in increasing speaking ability to early children will be discussed specifically in this paper. Kata Kunci : Psycholinguistics, Speaking Ability, Early Children
1
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
A. PENDAHULUAN Psikolinguistik adalah ilmu hibrida yakni ilmu yang merupakan gabungan antara dua ilmu yaitu psikologi dan linguistik. Benih ilmu ini sebenarnya sudah tampak pada permulaan abad ke-20 tatkala psikolog Jerman Wilhelm Wundt menyatakan bahwa bahasa dapat dijelaskan dengan dasar-dasar prinsip psikologis (Kess, 1992). Pada waktu itu bahasa mulai mengalami perubahan dari sifatnya yang estetik dan kultural ke suatu pendekatan yang ilmiah. Secara umum, psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus, hakikat respon, dan hakikat proses-proses pikiran sebelum stimulus atau respon itu terjadi (Subyantoro, 2012). Sedangkan linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa (Bloomfield dalam Subyantoro, 2012). Berdasarkan dua ilmu tersebut, muncullah ilmu baru yaitu psikolinguistik yaitu ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh manusia (Simanjuntak dalam Subyantoro, 2012:2). Jadi ilmu psikolinguistik merupakan ilmu yang berhubungan dengan perilaku manusia dalam mendapatkan atau menggunakan bahasa. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia (Slobin, 1974). Secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari teori yang bisa diterima secara linguistik dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dari teori-teori tersebut maka diketahui bahwa dalam pembelajaran bahasa atau linguistik ini pasti membutuhkan psikologi atau kejiwaan dan bakat yang dimiliki masing-masing Individu. Seperti kita ketahui, seorang anak yang baru dilahirkan tidak langsung dapat berbahasa (berbicara), tetapi ia mempunyai potensi berbahasa yang dibawa sejak lahir. Menurut chomsky (dikutip Nababan, 1992:77), sejak lahir seorang anak telah dilengkapi dengan Langguage Acquisition Device 2
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
(LAD). Dengan adanya LAD, seorang anak tidak perlu menghapal dan memerlukan pola-pola kalimat agar mampu menguasai satu bahasa. Anak akan mampu mengucapkan suatu kalimat yang belum pernah didengarnya dengan menerapkan kaidah-kaidah tata bahasa yang secara tidak sadar diketahui melalui LAD, dan seperti kita ketahui juga bahwa keterampilan dalam berbahasa itu sendiri terbagi menjadi empat yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut merupakan suatu kegiatan yang dilakukan melalui proses. Dalam suatu proses tersebut tentunya bahasa dan perilaku ikut berperan aktif. Kemampuan berbicara akan mulai diproses sejak anak usia dini bahkan sebelum anak lahir pun biasanya sering kali dilakukan terapi berbicara dengan anak dalam kandungan. Berbicara adalah salah satu indikator perkembangan anak. Anak yang bisa bicara lancar maka menandakan bahwa anak tersebut memiliki perkembangan yang baik. Begitu pula sebaliknya ketika anak terlambat berbicara maka anak perlu diwaspadai. Tujuannya adalah untuk memberikan stimulasi yang baik dan benar kepada anak agar anak cepat berbicara. Keterampilan berbicara penting dikuasai anak, sebab berbicara bukan hanya sekedar pengucapan kata atau bunyi saja tetapi dengan berbicara anak dapat mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya, mendapat perhatian dari orang lain, menjalin hubungan sosial sekaligus penilaian sosial dari orang lain, dapat menilai diri sendiri berdasarkan masukan atau penilaian orang lain terhadap dirinya, serta mempengaruhi perasaan, pikiran dan perilaku orang lain. Penguasaan bahasa khususnya penguasaan keterampilan berbicara anak usia dini dapat diperoleh melalui pembelajaran. Pembelajaran bahasa mengacu pada pengumpulan pengetahuan bahasa melalui sesuatu yang disadari oleh pembelajar bahasa. Berkenaan dengan latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas secara spesifik mengenai kaitan psikolinguistik dalam kemampuan berbicara anak usia dini.
3
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
B. PEMBAHASAN 1. Peran Orang Tua dalam Melatih Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Fungsi keterampilan berbicara pada anak usia dini menurut teori belajar (Tarigan dalam Handayani 2008:282), anak–anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses: asosiasi, imitasi dan peneguhan. Ketiga proses tersebut tidak luput dari kemampuan berbahasa dan juga perilaku anak dalam berbahasa. Perilaku asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu. Untuk membuat suatu bunyi itu lazim, maka pembelajar bahasa harus mengetahui cara atau sikap apa yang akan dilakukan. Kegiatan asosiasi akan berpengaruh pada imitasi. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Setelah anak berhasil meniru kalimat yang ia dengar, maka anak akan cenderung meneguhkan kata atau kalimat yang ia dapatkan. Kata atau kalimat itu kemudian akan menjadi perbendaharaan kata pada anak. Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar. Melalui tiga perilaku berbahasa yang dilakukan oleh anak di atas, maka perkembangan berbicara merupakan suatu proses yang menggunakan bahasa ekspresif dalam membentuk arti. Menurut pendapat Dyson (Mukalel, 2003) bahwa perkembangan berbicara terkadang individu dapat menyesuaikan dengan keinginannya sendiri, hal ini tidak sama dengan menulis. Hal itu dapat dicontohkan dari perkembangan seorang bayi yang dari hari ke hari akan mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun tentunya tiap anak tidak sama persis pencapaiannya, ada yang cepat berbicara ada pula yang membutuhkan waktu agak lama. Untuk membantu perkembangannya orang tua dapat membantu memberikan stimulasi yang disesuaikan dengan keunikan masing-masing anak. Untuk itu, orang tua harus peka terhadap keunikan yang dimiliki oleh anak-anaknya. Keunikan ini biasanya akan terlihat dari cara anak bersikap dan memulai bicara awal. Setiap orang tua pasti bangga jika melihat anaknya sudah bisa berbicara walaupun hanya dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak lengkap. Melihat 4
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
kenyatakan semacam itu, peran serta orang tua sangat diperlukan. Salah satu hal yang bisa dilakukan orang tua adalah dengan memberikan stimulasi agar anak cepat bicara dengan lancar. Ada banyak stimulus yang bisa diberikan oleh orang tua khususnya ibu kepada balitanya. hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memberikan stimulus pada balitanya agar bisa bicara yaitu (1) berkomunikasi dengan anak menggunakan kata-kata yang benar (2) Hindari memotong bicara anak (3) Seringlah mengajak anak berkomunikasi dengan berbicara (4) Membacakan cerita dengan anak (5) Melatih anak berbicara (6) Melatih otot bicaranya (7) memberikan penghargaan. Mengajak anak untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang benar akan merangsang anak untuk berbicara dan menirukan apa yang telah kita ucapkan dan yang ia dengar. Hal itu karena pada dasarnya balita atau anak yang baru latihan untuk berbicara akan mengucapkan apa yang ia dengar mengingat sumber kata yang ia dapat hanyalah dari ia mendengar bukan membaca. Dengan mengajari mengucapkan kata-kata yang benar walaupun pada kenyataannya anak belum bisa mengucapkan secara lengkap dan benar , namun dalam mainsetnya akan ia simpan bahwa kata itu yang benar. Hal itu akan berpengaruh positif pada perilaku berbahasa anak. Berbicara merupakan suatu keterampilan yang harus sering dilakukan untuk bisa mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kita harus sering-sering mengajak balita kita untuk berbicara walaupun pada kenyataannya kita berbicara sendiri seperti orang gila. Namun, ada sisi positif dari kegiatan itu. Dengan mengajak bicara, anak akan sering mendengarkan kata-kata yang kita lontarkan sehingga walaupun ia belum bisa bicara, ia akan menyimpan kata-kata itu di memorinya dan akan membuat ia terangsang untuk segera mengucapkan kata-kata yang masih abstrak tersebut. Semakin sering diajak berbicara, semakin tajam pula rangsangan yang ia peroleh. Kegiatan orang tua melibatkan anak dalam bicara merupakan cara efektif untuk membantu mengajarkan anak bicara. Hal itu karena kita ketahui bersama bahwa kemampuan berbicara tidak bisa langsung dilakukan secara sempurna tanpa latihan. Latihan akan membuat anak semakin lancar dalam berbicara. Latihan
5
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
berbicara ini tidak luput dari aktivitas melatih otot bicara. Anak bisa bicara karena ada otot-otot yang bekerja. Untuk anak usia dini yang masih dalam proses belajar bicara hendaknya mengajarinya untuk menggunakan otot-otot itu secara maksimal. Pengunaan otot-otot yang maksimal akan mempengaruhi pelafalan anak.
2. Bentuk-Bentuk Kata Baru yang Tidak Sempurna Berbicara merupakan salah satu kegiatan berbahasa. Dengan kata lain, anak akan bisa bicara jika ia telah memperoleh bahasa. Bahasa akan diterima anak secara relatif
dan
berjalan
secara
alami.
Chomsky
(dalam
(http://adeirmasuryani.wordpress.com), mengatakan bahwa anak yang memperoleh bahasa tidak hanya belajar sebuah akumulasi tuturan yang acak, tetapi mempelajari seperangkat kaidah yang mendasari prinsip pembentukan pola ujaran. Berdasarkan pendapat itu, kita ketahui bersama bahwa berbicara tidak merupakan keahlian yang instan. Untuk memiliki kemampuan berbicara, anak harus mendapatkan bahasa terlebih dahulu. Bahasa itu dapat diperoleh anak dari rekan bicaranya atau masyarakat sekitarnya. Hal itu sesuai yang diungkapkan oleh kaum behaviorisme yang berasumsi bahwa pemerolehan bahasa pertama lahir bukan dari diri si anak, melainkan dari lingkungan sekitar. Namun, selain dipengaruhi oleh lingkungan, kemampuan anak untuk menerima bahasa dipengaruhi oleh tingkat kognitif tiap anak. Dalam hal ini terdapat kolaborasi antara teori behaviorisme dan teori kognitivisme. Anak usia dini atau bisa dikatakan masih usia balita pada umumnya belum bisa mengucapkan kata-kata secara benar dan tepat. Ia akan membuat perbendaharaan kata tersendiri sesuai dengan apa yang dapat ia katakan atau ucapkan. Ketidaksempurnaan ujaran anak karena alat bicaranya yang belum berfungsi secara maksimal itu akan mempengaruhi proses perkembangan bicara anak. Pada proses perkembangan bicara anak, kita akan melihat secara nyata bahwa psikologi anak akan terlihat nyata pada tingkah laku anak. Anak yang baru latihan berbicara akan menampilkan sikap yang lucu, aneh, dan sikap-sikap lain yang 6
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
sekiranya menarik perhatian rekan bicaranya. Jurus jitu anak untuk menarik perhatian rekan bicaranya adalah dengan sikap yang kekanak-kanakan. Hal itu karena dalam benaknya ia tahu bahwa kata yang ia hasilkan kurang bisa dipahami oleh orang dewasa dan untuk menutupi kekurangannya tersebut, anak cenderung berperilaku manis. Ketidakmampuan anak untuk mengucapkan kata secara sempurna akan menyebabkan timbulnya bentuk-bentuk kata baru. Bentuk kata baru itu yaitu (1) babbling, (2) bahasa planet, (3) sepotong-sepotong, (4) sulit mengucapkan huruf atau suku kata, (5) terbalik-balik, (6) cadel, (7) salah makna kata/kalimat, dan (8) gagap. Babbling biasa dialami oleh sebagian anak diawal usia batita. Babbling yaitu mengeluarkan suara berupa satu suku kata, seperti “ma...” atau “ba...”. namun itu masih belum bermakna. Setelah melakukan babbling, anak akan berusaha berbicara lebih baik lagi. Biasanya ditandai dengan keluarnya bahasa planet. Contoh bahasa planet yaitu saat meminta sesuatu dia hanya menunjuk sambil mengeluarkan katakata yang tidak dimengerti orang dewasa atau sekedar menggunakan bahasa tubuh. Bahasa planet itu juga didukung dengan pengucapan kata hanya sepotong-sepotong. Hal itu dikarenakan kemampuan untuk menangkap, mencerna, dan mengeluarkan apa yang ingin diucapkan masih dalam tahap belajar, sehingga pengucapan sepotongsepotong dan tersendat-sendat masih wajar dilakukan oleh anak. Sebagai contoh saat ingin mengucapkan kata “minta” namun yang keluar adalah kata “ta”. Bahasa planet yang lain yaitu sulit mengucapkan huruf/ suku kata, misalnya kata mobil disebut mobing atau toko menjadi toto. Pengucapan seperti ini akan menjadi sulit ditangkap artinya. Biasanya kendala ini akan hilang dengan bertambahnya usia. Ada banyak bahasa planet yang diprduksi oleh anak yang baru belajar bicara, namun bahasa planet yang sulit diatasi adalah bahasa planet yang berkenaan dengan alat ucap anak, misalnya cadel. Cadel bisa karena kelainan fisiologis, misalnya lidahnya pendek, tak punya anak tekak, atau langit-langitnya cekung. Untuk menanganinya tentu harus dikonsultasikan dengan dokter. Efek dari cadel ini akan
7
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
berimbas pada kesalahan makna kata/ kalimat. Meskipun anak sudah bisa mengucapkan kata-kata menjadi kalimat. Namun masih sering terjadi salah makna. Sumber bahasa planet yang lain yaitu gagap (stuttering). Pada masa batita, gagap dianggap normal karena masih belajar mengembangkan keterampilan dan kemampuan bicara. Namun, jika gagap itu selalu digunakan tanpa ada usaha untuk mengubahnya maka lama-lama akan menjadi kebiasaan dan sulit dihilangkan. Biasanya gagap yang berkelanjutan akan terus dipelihara sampai pertumbuhan anak menjadi dewasa. Menurut teori behaviorisme keluarnya bahasa planet semacam itu tidak instan terlontar begitu saja dari mulut si anak. Ada proses yang harus dialami anak untuk menghasilkan bahasa tersebut. Menurut Vigotsky dalam Suryani (2010), ada tiga tahap perkembangan bicara pada anak yang berhubungan erat dengan perkembangan berpikir anak yaitu (1) tahap eksternal, (2) tahap egosentris, dan (3) tahap internal. Tahap eksternal terjadi pada anak ketika ia berbicara secara eksternal yakni ketika sumber berpikir anak berasal dari luar diri anak. Tahap selanjutnya adalah tahap egosentris yaitu proses berbicara anak disesuaikan dengan jalan pikirannya. Tahap yang terakhir yaitu tahap internal yakni keinginan bicara anak keluar dari diri anak itu sendiri. Tahap terakhir ini terjadi pada anak yang sudah lumayan mendapatkan banyak kosa kata dan lancar untuk mengucapkannya. Berbeda dengan teori Vigotsky, menurut Subyantoro (2012:69-71) ada empat proses dasar yang terjadi pada tubuh seseorang ketika berbicara. Proses tersebut adalah (1) respirasi yaitu proses yang menjadi sumber tenaga ketika berbicara. Semakin panjang kalimat atau semakin banyak kata yang dilontarkan, maka semakin panjang pula nafas yang dikeluarkan. (2) fonasi yaitu proses yang terjadi di dalam tubuh manusia dimana udara dikeluarkan dengan melewati pita suara dan menggetarkan pita suara. Hasilnya keluarlah suara manusia. (3) resonansi yaitu proses keluarnya gelombang udara dari proses respirasi dan fonasi. Proses ini menyebabkan perbedaan suara pada tiap-tiap individu (4) artikulasi yaitu proses
8
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
terbentuknya gelombang suara menjadi suara vokal dan konsonan yang merupakan unsur penting dalam berbicara.
3. Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Bicara merupakan kegiatan yang sangat penting dan familiar untuk dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan berbicara harus diajarkan sedini mungkin. Berhubungan dengan ilmu psikolingustik, berbicara anak usia dini biasanya melibatkan sikap atau perilaku anak yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan anak. Ini membuktikan bahwa dalam berbicara, sikap juga mempengaruhi tujuan berbicara. Menurut Suryani (2010), ada beberapa sikap anak dalam menyampaikan tujuan bicaranya yaitu (1) anak memperlihatkan gerak tubuh atau ekspresi wajahnya serta menangis ketika ia menginginkan sesuatu. Dengan demikian kemampuan bicara anak yang masih kurang Ia imbangi dengan gerakan-gerakan badan, (2) anak akan berperilaku cerewet dan hiperaktif saat ia mulai mengenal kata. Sikap yang demikian itu dilakukan oleh anak untuk menarik perhatian dari orang lain atau rekan bicaranya. Sikap anak semacam itu membuat anak menjadi mudah bergaul dengan temannya. (3) biasanya anak akan berperilaku manis dan sopan serta berbicara secara halus dan pelan ketika ia mempunyai tujuan tertentu terhadap rekan bicaranya. Pencapaian kemampuan bicara sejak dini memerlukan metode atau cara untuk mempermudah proses penguasaan anak. Metode yang dapat digunakan misalnya metode bercakap-cakap. Bercakap- cakap merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah percakapan yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan (Dhieni, dalam Handayani, 2008:64). Metode bercakap-cakap sangat efektif digunakan karena kita ketahui bahwa saat kita bercakap-cakap, kita memperlihatkan kemampuan bicara kita. Jadi, jika metode ini diterapkan pada anak usia dini yang baru belajar bicara akan sangat
9
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
membantu mereka. Anak akan antusias dan berusaha berinteraksi dengan dengan kita. Selain itu, anak akan berusaha menanggapi apa yang kita bicarakan pada mereka. Dengan begitu secara tidak langsung terjadi stimulus. Selain metode bercakap-cakap, ada metode lain yaitu mengajarkan bicara dengan media gambar. Media gambar dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada anak karena pada umumnya anak-anak usia balita sangat suka dengan gambar. Setelah melihat gambar, biasanya anak mencelotehkan apa-apa yang berkenaan dengan gambar tersebut. Anak akan menceritakan pengalaman atau hal apa yang ia ketahui tentang gambar. Ini akan mengefektifkan belajar bicara anak. Jika anak sudah menceloteh dengan sendirinya mengenai gambar yang kita suguhkan, maka akan meminimalkan kita untuk memberikan stimulus yang lain. Setelah bercakap-cakap dan gambar, metode lain yaitu dengan bernyanyi. Anak-anak biasanya sangat antusias dalam bernyanyi. Hal itu terlihat pada praktik pembelajaran di PAUD yang lebih mengedepankan bermain dan bernyanyi. Dalam kegiatan bernyanyi, anak akan meluapkan ekspresinya melalui gerakan tubuh dan suaranya. Dengan begitu alat-alat bicara anak akan bekerja secara optimal. Keuntungan lain yang didapat dari kegiatan menyanyi adalah anak belajar untuk mengingat kata yang ada pada lirik lagu. Beberapa metode atau cara tersebut sangat efektif untuk membantu anak untuk memperlancar proses bicara. Hal itu karena, ketiga metode tersebut sangat memerlukan kerja sama antara alat-alat bicara dan alat indera. Apalagi menurut penelitian, belajar dengan melibatkan semua alat indera akan mempercepat pemahaman anak. Selain itu, metode-metode tersebut juga sangat menyenangkan dalam penerapannya sehingga anak tidak merasa sedang belajar melainkan bermain. Selain metode, terdapat faktor-faktor pendukung lain yang juga sangat penting. Diantaranya adalah (1) Kematangan alat berbicara. (2) kesiapan bicara (3) adanya model yang baik untuk dicontoh anak (4) kesempatan berlatih (5) motivasi belajar dan berlatih, dan (6) bimbingan (http://adeirmasuryani.wordpress.com)
10
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik setelah sempurna dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik sebagai permulaan berbicara. Kematangan alat bicara akan mempengaruhi kesiapan berbicara, dalam ini adalah kesiapan mental. Kesiapan mental anak sangat bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimulai sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang disebut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar bicara yang sesungguhnya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, peran model sangat penting dalam bicara. Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu agar dapat melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Hal ini berhubungan erat dengan imitasi atau tiruan. Model tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor film yang bicaranya jelas dan berarti. Model ini juga akan menjadi pendukung anak untuk terus berlatih. Hal itu dapat kita ketahui bahwa pada umumnya anak yang baru belajar bicara akan senantiasa menggunakan kata yang baru ia dengar.
4. Faktor-Faktor Keterlambatan Berbicara Pada Anak Usia Dini Suatu aktivitas atau pencapaian tidak luput dengan kendala atau hambatan. Begitu juga dengan usaha untuk mengembangkan kemampuan bicara anak juga mengalami hambatan. Hambatan itu misalnya gangguan keterlambatan bicara. Gangguan
keterlambatan
bicara
adalah
istilah
yang
dipergunakan
untuk
mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara pada anak-anak tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya (Subyantoro 2012:58).
11
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
Pada umumnya keterlambatan disebabkan oleh berbagai faktor yaitu (1) hambatan pendengaran, (2) hambatan perkembangan pada otak yang menguasai oralmotor, (3) masalah keturunan, (4) masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua, dan (5) faktor media dalam hal ini televisi. Masalah-masalah tersebut sangat dekat dengan kehidupan anak (http://nafascintaku2011.blogspot.com) Hambatan pendengar ini sangat berpengaruh besar pada kemampuan bicara anak karena anak akan bisa bicara jika ia telah bisa mendengar. Apa yang ia dengar akan dicerna oleh otak kemudian baru diwujudkan dalam bentuk tindakan. Tindakan dalam hal ini adalah ujaran dalam bicara. Selain itu garis keturunan juga mempengaruhi. Jika anak berasal dari keturunan yang berpotensi untuk bisu, maka anak itu sedikit atau banyak akan membawa gen tersebut. Hal semacam itu akan didukung dengan interaksi anak dengan orang tua atau televisi. Jika interaksi anak tidak sering dilakukan, potensi untuk menjadi sulit bicara (bisu) juga akan semakin terlihat. Selain penyebab di atas, penyebab keterlambatan bicara pada anak umumnya adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang membuat anak tidak mungkin belajar berbicara sama baiknya seperti teman-teman sebayanya, yang kecerdasannya normal. Hal itu karena terbatasnya kesempatan praktik berbicara karena ketatnya batasan tentang seberapa banyak mereka diperbolehkan berbicara dirumah. Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak. Hambatan atau kendala yang terjadi dalam kegiatan bicara sangat banyak dan berasal dari berbagai hal. Kendala dalam bicara selain yang telah disebutkan di atas, ada hal lain yang biasa disebut dengan kelainan bicara. Menurut Harras (2009:111) kelainan bicara dan/atau bahasa adalah adanya masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian
yang
berhubungan
dengannya
seperti
fungsi
organ
bicara.
Keterlambatan dan kelainan mungkin bervariasi dari yang ringan atau tidak ada pengaruhnya berhadap kehidupan sehari-hari dan sosialisasi, sampai yang tidak mampu untuk mengeluarkan suara atau memahami dan mempergunakan bahasa. Betapa pentingnya bahasa dan keterampilan berkomunikasi dalam kehidupan anak12
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
anak, baik ringan atau sedang, kelainan atau gangguannya dapat berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan. Dampak terbesarnya yaitu bisa saja anak yang mengalami gangguan bicara dapat terisolasi dari kelompok bermainnya. Hal itu sering kita temukan di lapangan. Anak yang kurang mampu berbicara akan tersisih dari pergaulan. The American Speech-Language-Hearing Association dalam Harras (2009: 111) mendefinisikan kelainan komunikasi sebagai menunjukkan
ketidakmampuan
“adanya
menerima, menyampaikan,
kelainan
dengan
memproses,
dan
memahami konsep-konsep atau simbol-simbol verbal, nonverbal, dan gambar”. Kelainan komunikasi ini mungkin muncul dengan jelas pada proses mendengar, berbahasa, dan/atau berbicara. Jika hal itu dialami oleh anak, maka secara tidak langsung anak tersebut bagaikan mati dalam hidup. Anak tidak akan bisa menguasai apa itu ilmu-ilmu baru karena kelainan yang dideritanya. Untuk itu, kelainan pada anak harus kita deteksi sedini mungkin karena jika tidak, akibatnya akan fatal. Penyebab kelainan bahasa dan bicara dapat diakibatkan oleh berbagai macam yaitu dari segi fungsional atau organik (Harras, 2009:111). Penyebab fungsional, seperti stres, tidak ada dasar kerusakan secara fisik. Dalam hal ini peran psikologi orang sangat mempengaruhi. Psikolongi anak yang tahan banting atau kuat terhadap berbagai keadaan, maka tidak akan ada kejadian stress yang akan menghambat proses belajar bicara. Kondisi anak yang stres semacam itu pada dasarnya alat-alat bicara anak berfungsi dengan baik hanya saja karena adanya tekanan pada psikis anak maka anak tidak berkeinginan untuk bicara dan melatih alatalat bicaranya. Selain kelainan fungsional, ada juga kelainan organik, seperti bibir sumbing. Kelainan ini dapat dihubungkan dengan kelainan fisiologis. Berbicara tidak bisa lepas dari bahasa. Bahasa termasuk patologi yang menyertainya. Bahasa itu dapat dibagi menjadi dua bentuk dasar, yaitu bahasa reseptif atau kemampuan memahami apa yang dimaksud dalam komunikasi lisan, dan bahasa ekspresif atau kemampuan memproduksi bahasa yang dapat dipahami
13
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
oleh dan berarti bagi orang lain (Friend & Bursuck dalam Harras, 2009). Kita sebagai guru ataupun orang tua harus mampu mengenali ciri-ciri atau karakter yang ditunjukkan oleh anak-anak yang mengalami kelainan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari aktifitas anak setiap harinya, misalnya (1) anak-anak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikirannya atau memahami apa yang diucapkannya, (2) kesulitan menggunakan bahasa ekspresif yang termasuk di dalamnya tata bahasa, struktur kalimat, kefasihan, perbendaharaan kata, dan pengulangan. Hal itu terlihat ketika seorang anak yang tidak mampu berkomunikasi secara jelas karena tata bahasanya jelek, perbendaharaan katanya kurang, atau masalah produksi seperti kelainan artikulasi, (3) lemah dalam berbahasa reseptif yakni berhubungan dengan menanggapi,
mengabstraksikan,
menghubungkan,
dan
menggali
pemikiran.
Kelemahan dalam bahasa reseptif ini ditandai dengan siswa yang tidak mampu mengikuti perintah secara efisien di dalam kelasnya. Anak-anak yang mengalami kelainan seperti itu akan mengalami ketertinggalan dalam akademisnya ataupun dunia yang lebih luas lagi.
5. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa kelainan bicara dan bahasa dapat berpengaruh terhadap prestasi dan perilaku siswa. Hubungan ini ditemukan oleh para ahli di sekolah, dan karena kondisi itu para ahli secara bersamasama bekerja dengan para guru kelas lainnya, guru khusus, atau orang-orang lain yang menjamin semua siswa menerima bantuan komunikasi sedini mungkin yang diperlukan untuk pengembangan yang krusial keterampilan bahasa dan pengenalan huruf. Kinerja yang dilakukan oleh para ahli dan guru itu adalah (1) memberikan layanan bicara dan pembelajaran kemampuan pengenalan huruf, (2) komunikasi dengan mempergunakan teknologi. Guru beserta pihak yang peduli terhadap keterampilan berbicara anak usia dini merencanakan dua layanan yang sangat baik dan dimungkinkan dapat mengatasi kelainan bicara pada anak. Menurut
the 14
American
Speech-Language-Hearing
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
Association (Kamhi dalam Harras, 2009), para ahli bicara/bahasa dapat menguatkan hubungan antara bahasa lisan dan keterampilan pra-pengenalan huruf, memberikan intervensi yang berhubungan dengan kesadaran fonem dan ingatan, menganalisis penggunaan bahasa yang ditemukan di dalam buku bacaan dan bahan-bahan sekolah lainnya serta media, dan menganalisis bahasa siswa sehingga intervensi akan sesuai dengan kebutuhan anak. Para ahli bicara/bahasa dapat memainkan peran dalam melakukan pencegahan, intervensi dini, asesmen, terapi, pengembangan program dari berbagai
dokumen yang
dihasilkan.
Mereka juga dapat membantu
dengan
mendukung program pengenalan huruf baik pada tingkat daerah maupun pusat. Berdasarkan ide kreatif tersebut, para ahli bicara/bahasa berinisiatif untuk melakukan pembicaraan dengan guru-guru untuk mendiskusikan kebutuhan siswa dan langkah-langkah untuk intervensi. Dengan demikian komunikasi yang jelas dan sering sangat diperlukan. Rencana besar dan mulia itu akan terlaksana dengan baik jika ada kerja sama yang baik pula. Rencana besar itu tidak bisa berjalan sendiri karena butuh peran serta orang tua dan orang-orang yang ahli dibidangnya. Jika rencana mulia itu terlaksana dengan baik, dimungkinkan kesulitan anak dalam berbicara dapat diminimalisasi. Kebanyakan anak dengan kelainan bicara dan bahasa dapat dibantu banyak dengan penggunaan teknologi (Lund & Light dalam Harras ,2009). Teknologi yang dimaksudkan yaitu berupa perangkat keras dan perangkat lunak komputer, PDA (Personal Digital Assistants), dan berbagai pilihan lainnya yang dewasa ini tersedia melalui internet dapat membantu anak berkomunikasi secara efektif
dan
mempraktikan
keterampilan-keterampilan mereka dalam belajar.
Dengan bantuan teknologi semacam itu akan membantu anak untuk berpikir secara menyenangkan. Teknologi yang bisa disetting sedemikian rupa sehingga menarik akan membantu anak untuk menggunakan bahasa ekspresif dan reseptif. Kedua bahasa itu bisa dipelajari anak dengan pembelajaran yang menyenangkan.
15
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
Pembelajaran yang menyenangkan juga akan merangsang psikis anak. Jika kondisi psikis anak baik, maka stimulus yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar. Pada pembelajaran berbasis teknologi ini akan diterapkan komunikasi augmentatif dan alternatif serta teknologi untuk praktik bahasa. Menurut Harras (2009:116), komunikasi augmentatif dan alternatif berhubungan dengan strategi untuk
mengkompensasikan
keterbatasan
komunikasi individu.
Komunikasi
augmentatif dan alternatif ini biasanya dibagi ke dalam dua bagian yaitu tidak dengan mempergunakan alat bantu (mereka yang tidak memerlukan penggunaan alatalat atau bahan-bahan khusus, seperti bahasa isyarat), dan yang memerlukan alat bantu (mereka yang mempunyai ketergantungan pada jenis alat atau bahan). Contoh penerapan komunikasi augmentatif adalah dengan penggunaan papan. Biasanya alat bantu ini menggunakan gambar, simbol, atau huruf cetak untuk memfasilitasi komunikasi anak. Alat-alat itu bisa dibuat dengan teknologi tinggi atau rendah. Contoh papan komunikasi yang berisi gambar-gambar kecil yang ditata berbentuk benda yang menyenangkan bisa digunakan untuk anak yang membutuhkan komunikasi secara sederhana. Cara pemanfaatan papan tersebut yaitu siswa menunjuk pada gambar yang tertera untuk mengungkapkan keinginannya (contoh: “Saya ingin minum”, dengan menunjuk pada gambar gelas, atau “saya lapar” dengan menunjuk pada gambar piring). Pembuatan media papan semacam itu disesuaikan dengan kebutuhan anak yang akan menggunakannya. Papan komuikasi untuk anak yang masih kecil mungkin sederhana, tetapi papan komunikasi
untuk
remaja
dan
dewasa
mungkin
mengandung berbagai macam simbol dan memungkinkan untuk dilakukan komunikasi yang lebih tinggi lagi. Selain papan komunikasi, dapat juga dilakukan dengan menggunakan program komputer untuk mempraktikkan kemampuannya tentang huruf dan suara. Anak mungkin telah belajar bagaimana membuat satu kata dengan mengkombinasikan huruf-huruf. Teknologi seperti ini menjadi sesuatu yang umum dan mempunyai makna bagi para siswa yang memerlukan praktik bicara intensif dalam dasar-dasar bicara dan bahasa.Teknologi untuk anak dengan kelainan 16
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
bicara dan bahasa terus dikembangkan. Seperti yang dilakukan oleh para guru dengan mempergunakan microphone dan siswa duduk dekat dengan pengeras suara sehingga mereka dapat mendengar dengan jelas suara guru ketika berbicara. Melihat kenyataan itu semua dapat kita jadikan pelajaran betapa pentingnya kemampuan bicara. Orang yang mengalami hambatan atau mempunyai kelainan dalam bicara akan sulit untuk menghadapi persaingan kehidupan yang makin keras ini. Untuk itu, kemampuan bicara anak harus diperhatikan sejak dini. Hal yang jangan sampai kita lupakan bahwa sikap dan perilaku anak saat usia dini memiliki arti dalam mengawali kegitan bicara. Untuk itu sebagai guru atau orang tua kita harus peka terhadap perkembangan sikap dan perilaku anak terlebih jika anak sudah memasuki usia bicara.
C. KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN Kemampuan berbicara akan mulai diproses sejak anak usia dini bahkan sebelum anak lahir pun biasanya sering kali dilakukan terapi berbicara dengan anak dalam kandungan. Berbicara adalah salah satu indikator perkembangan anak. Sangat erat kaitannya kemampuan berbicara dengan psikolinguistik, psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat- kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa dalam hal ini adalah berbicara diperoleh oleh manusia. Kemampuan berbicara tentu saja melibatkan peran orang tua sebagai fasilisator dan motivator, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan stimulus berupa (1) berkomunikasi dengan anak menggunakan kata-kata yang benar (2) hindari memotong bicara anak (3) seringlah mengajak anak berkomunikasi dengan berbicara (4) membacakan cerita dengan anak (5) melatih anak berbicara (6) melatih otot bicaranya (7) memberikan penghargaan. Selain itu ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melatih kemampuan berbicara pada anak usia dini diantaranya
17
Wahana Didaktika Vol. 12 No. 2 Mei 2014 : 1-19
metode bercakap-cakap, metode berbicara dengan media gambar dan metode bernyanyi. Banyak faktor penghambat dalam kemampuan berbicara anak, yaitu (1) hambatan pendengaran, (2) hambatan perkembangan pada otak yang menguasai oralmotor, (3) masalah keturunan, (4) masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua, dan (5) faktor media dalam hal ini televisi. Untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini tersebut maka dilakukan upaya diantaranya adalah (1) memberikan layanan bicara dan pembelajaran kemampuan pengenalan huruf, (2) komunikasi dengan mempergunakan teknologi.
2. SARAN 1) Mengingat berbicara merupakan sebuah kemampuan krusial yang wajib dimiliki oleh anak, maka peran serta orang tua sebagai fasilisator dan motivator sangat besar pengaruhnya. Secara psikologis orang tua harus mampu memahami berbagai tingkah laku dan sikap anak yang berkenaan dengan kemampuan berbicara. 2) Peran serta guru dalam hal ini guru-guru PAUD juga sangat penting, harus disadarkan bahwa tugas guru PAUD adalah memotivasi anak dalam melihat minat dan bakat serta melatih anak bersosialisasi dan berkomunikasi bukan memberikan pelajaran-pelajaran membaca dan menulis ataupun memberikan dogma-dogma akademis sehingga target anak selesai PAUD harus bisa membaca dan menulis. Hal ini akan bertentangan dengan tumbuh kembang kebahasaan anak secara psikologis. 3) Lingkungan masyarakat tempat anak dibesarkan harus mampu mendukung keberadaan anak secara psikologis agar dapat berlatih secara terus menerus dalam berbicara, karena berbicara merupakan keterampilan proses, proses disini artinya perlu latihan dalam mematangkan kemampuan yang dimaksud.
18
Psikolinguistik dalam Kemampuan Berbicara...(Dessy Wardiah)
DAFTAR PUSTAKA Anisa Amalia, 2011. Faktor Hambatan Berbicara Pada Anak Usia Dini. http://nafascintaku2011.blogspot.com. di unduh tanggal 5 Juli 2014. Harras, Kholid A. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI Press kerja sama dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS Universitas Pendidikan Indonesia. Handayani, Putri Ayu. 2008. Pentingnya Peningkatan Keterampilan Berbicara pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercakap-Cakap. Jurnal. Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Bandung. Kess, Joseph. 1992. Psycholinguistics: Psichology, Linguistics, and The Study of Natural Language. Philadelphia: John Benyamins Publishing Co. Mukalel, Josep C., 2003. Psychology of Language Learning, New Delhi: Discovery Publishing House. Nababan, Sri Utari Subyakto. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Subyantoro. 2012. Psikolinguistik: Kajian Teori dan Implementasinya. Semarang : Unnes Press Suryani, Ade Irma. 2010. Perkembangan Bahasa (Berbicara) Pada Anak Usia Dini. http://adeirmasuryani.wordpress.com. diunduh tanggal 5 Juli 2014. Simanjuntak, Mangantar. 1990. Psikolinguistik Perkembangan: Teori teori Pemerolehan Fonologi. Jakarta: Gaya Media Pratama. Slobin, Dan I. 1971. Psycolinguistics, London: Scott Foresman and Company. Diterjemahkan oleh Ton Ibrahim. 1991. Ilmu Psikolinguistik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
19