Oleh Nila Kesumawati Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas PGRI Palembang
[email protected] Abstrak Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Disposisi matematis siswa merupakan manifestasi dari cara siswa menyelesaikan tugas tugas, apakah penuh percaya diri, keinginan untuk mengeksplorasi ide-ide, ketekunan dan minat, dan kecendrungan untuk melakukan refleksi terhadap pikirannya. Pengukuran skala disposisi matematis siswa dilakukan di empat SMP di kota Palembang, dengan responden berjumlah 297 siswa. Dari hasil pengisian skala disposisi matematis siswa diperoleh reratanya sebesar 58% termasuk klasifikasi rendah. Adapun rerata persentase masing-masing komponen adalah: (1) kepercayaan diri: 59 persen (klasifikasi rendah); (2) fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide matematis: 58 persen (klasifikasi rendah); (3) bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika: 55 persen (klasifikasi rendah); (4) ketertarikan dan keingintahuan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam mengerjakan matematika: 56 persen (klasifikasi rendah); (5) refleksi proses berpikir dan kinerja: 54 persen (klasifikasi rendah); (6) mengaplikasikan matematika dalam bidang lain dan dan dalam kehidupan sehari-hari: 62 persen (klasifikasi rendah); dan (7) penghargaan (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai: 61 persen (klasifikasi rendah).
Kata kunci: disposisi matematis. PENDAHULUAN Hasil riset yang telah dilakukan baik nasional maupun internasional menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia masih jauh dari ideal. Hal ini dapat terlihat dari standar nilai rerata kelulusan Ujian Nasional (UN) yang dilaksanakan hingga tahun 2010 kurang dari 6 (enam), hasil TIMSS 2007 untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada peringkat 36 dari 48 negara, dan hasil PISA 2006 untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada peringkat 52 dari 57 negara. Kondisi di atas tentunya memerlukan perhatian yang khusus dari pemerintah, khususnya Kementrian Pendidikan Nasional. Pemerintah harus mencari jalan ke luar dari kondisi tersebut, dan juga harus mencari pendekatan pembelajaran yang representatif dan efektif, sehingga siswa memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah di atas.
359
Menurut Polla
(2001: 48) “Pendidikan matematika di Indonesia,
nampaknya perlu reformasi terutama dari segi pembelajarannya. Saat ini begitu banyak siswa mengeluh dan beranggapan bahwa matematika itu sangat sulit dan merupakan momok, akibatnya mereka tidak menyenangi bahkan benci pada pelajaran matematika. Agar siswa menyenangi belajar matematika selain metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif, guru yang berkualitas juga diperlukan sikap yang harus dimiliki siswa diantaranya adalah senang belajar matematika, rasa ingin tahu, menghargai keindahan matematika, bertekad kuat untuk menyelesaikan
soal-soal.
Sikap-sikap
tersebut
akan
membentuk
dan
menumbuhkan disposisi matematis.
PEMBAHASAN 1. Disposisi Matematis Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika (Sumarmo, 2005). Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan mereka gigih menghadapi masalah yang lebih menantang, untuk bertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Sayangnya, guru cenderung mengurangi beban belajar matematika
dengan maksud untuk membantu siswa
padahal itu merupakan sesuatu yang penting untuk siswa. Disposisi siswa terhadap matematika tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan. Hal ini sejalan dengan NCTM (1989: 233), yang menyatakan bahwa “The assessment of students’ mathematical disposition should seek information about their: 1.
confidence in using mathematics to solve problems, to communicate ideas, and to reason;
360
2.
flexibility in exploring mathematical ideas and trying alternative methods in solving problems;
3.
willingness to persevere in mathematical tasks;
4.
interest, curiosity, and inventiveness in doing mathematics;
5.
inclination to monitor and reflect on their own thinking and performance;
6.
valuing of the application of mathematics to situations arising in other disciplines and everyday experiences;
7.
appreciation of the role of mathematics in our culture and its value as a tool and as a language. Penilaian dari disposisi matematis di atas termuat dalam ranah afektif yang
menjadi tujuan pendidikan matematika di SMP berdasarkan Kurikulum 2006, yaitu, “peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah” (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 346). Memanglah terdapat hubungan yang kuat antara disposisi matematis dan pembelajaran. Pembelajaran matematika selain untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis atau aspek kognitif siswa, haruslah pula memperhatikan aspek efektif siswa, yaitu disposisi matematis. Pembelajaran matematika di kelas harus dirancang khusus sehingga selain dapat meningkatkan prestasi belajar siswa juga sekaligus dapat meningkatkan disposisi matematis. Selanjutnya NCTM (2000) menyatakan bahwa sikap siswa dalam menghadapi matematika dan keyakinannya dapat mempengaruhi prestasi mereka dalam matematika. Disposisi menurut Maxwell
(2001), terdiri dari
(1)
inclination
(kecenderungan), yaitu bagaimana sikap siswa terhadap tugas-tugas; (2) sensitivity (kepekaan), yaitu bagaimana kesiapan siswa dalam menghadapi tugas; dan (3) ability (kemampuan), yaitu bagaimana siswa fokus untuk menyelesaikan tugas secara lengkap; dan (4) enjoyment (kesenangan), yaitu bagaimana tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas. Menurut Herman
(2006:
14) disposisi matematis siswa adalah
kecenderungan siswa untuk berpikir dan berbuat dengan cara yang positif.
361
Disposisi siswa terhadap matematika terwujud melalui sikap dan tindakan dalam memilih pendekatan untuk menyelesaikan tugas. Apakah dilakukan dengan percaya diri, keingintahuan mencari alternatif, tekun, dan tertantang serta kecendrungan siswa merefleksi cara berpikir yang dilakukannya. Wardani (2008: 232) menyatakan terdapat lima aspek disposisi matematis yaitu: (1) kepercayaan diri, adapun indikatornya adalah percaya diri terhadap kemampuannya/keyakinannya; (2) keingintahuan, adapun indikatornya adalah sering mengajukan pertanyaan, melakukan penyelidikan, antusias/semangat dalam belajar, dan banyak membaca/mencari sumber lain; (3) ketekunan, adapun indikatornya adalah gigih/tekun/perhatian/kesungguhan; (4) fleksibilitas, adapun indikatornya adalah kerjasama/berbagi pengetahuan, menghargai pendapat yang berbeda, dan berusaha mencari solusi/strategi lain; (5) reflektif, indikatornya
adalah
bertindak
dan
berhubungan
dengan
adapun
matematika,
menyukai/rasa senang terhadap matematika . Dari beberapa definisi di atas, dalam makalah ini didefinisikan disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika Adapun komponen disposisi matematisnya, adalah (1) kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah matematika, mengkomunikasikan ide-ide, dan memberi alasan; (2) fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba berbagai metode
untuk
memecahkan
masalah; (3)
bertekad
kuat
untuk
menyelesaikan tugas-tugas matematika; (4) ketertarikan dan keingintahuan untuk menemukan sesuatu
yang
baru
dalam mengerjakan
matematika; (5)
kecenderungan untuk memonitor dan refleksi proses berpikir dan kinerja; (6) mengaplikasikan matematika dalam bidang lain dan dan dalam kehidupan seharihari; dan (7) penghargaan (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, baik matematika sebagai alat, maupun matematika sebagai bahasa. 2. Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa Cara terbaik untuk meningkatkan disposisi matematis adalah dengan memperbaiki prestasi siswa. Walaupun, memperbaiki prestasi siswa saja tidaklah
362
cukup dalam meningkatkan disposisi matematis, karena terdapat berbagai faktor dalam menumbuhkembangkan disposisi matematis. Meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika melalui berbagai pendekatan dan model pembelajaran yang tepat, merupakan sesuatu yang perlu diupayakan oleh guru, peneliti, dan para pakar pendidikan matematika agar tujuan pendidikan matematika untuk menjadikan siswa mampu berpikir logis, kritis, dan kreatif; mampu belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; serta mampu menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dapat dicapai. Sehingga melalui pembelajaran matematika dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, sekaligus dapat meningkatkan disposisi matematis pada diri siswa tersebut. Dalam pembelajaran matematika, guru harus berupaya menciptakan suatu kondisi pembelajaran, dimana siswa tidak selalu merasa bahwa matematika itu sulit, siswa yang berkemampuan kurang pun masih dapat mengikuti pembelajaran ataupun menyelesaikan masalah matematika dengan baik. Hal ini dapat mengembangkan disposisi matematis siswa. Ketika telah terbentuk disposisi matematis yang tinggi dalam diri siswa, maka seiring dengan
hal tersebut, dalam
belajar matematika siswa lebih percaya diri dengan kemampuannya, dapat mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba berbagai metode untuk memecahkan masalah, bertekad yang kuat, ketertarikan dan keingintahuan menemukan sesuatu yang baru, kecendrungan untuk merefleksi proses berpikir, dan menghargai peran matematika dalam kultur dan nilai. 3. Pengukuran Disposisi Matematis Pengukuran disposisi matematis siswa, melalui pengisian skala disposisi dan pengamatan. Dalam tulisan ini pengukuran yang dilaksanakan hanya pada pengisian skala disposisi matematis. Pengukuran skala disposisi matematis dilakukan di empat SMP berdasarkan peringkat sekolah (tinggi, sedang, rendah) di kota Palembang dengan responden berjumlah 297 orang siswa. Skala tentang
disposisi matematis ini memuat tujuh komponen yaitu: (1)
kepercayaan diri; (2) fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide matematis; (3)
363
bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika; (4) ketertarikan dan keingintahuan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam mengerjakan matematika; (5) refleksi proses berpikir dan kinerja; (6) mengaplikasikan matematika dalam bidang lain dan dan dalam kehidupan sehari-hari; dan (7) penghargaan (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai. Banyaknya item atau pernyataan untuk mengukur ketujuh komponen ini berjumlah 41 item. Dengan skor ideal dari tujuh komponen disposisi matematis siswa adalah 130. Selanjutnya, interpretasi hasil pengukuran skala disposisi matematis siswa dikelompokkan ke dalam klasifikasi tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan pada prosentase skor rerata dari skor ideal (DPM), dengan ketentuan sebagai berikut: DPM ≥ 80% : disposisi matematis siswa tinggi 65% ≤ DPM < 80% : disposisi matematis siswa sedang DPM < 65% : disposisi matematis siswa rendah. Pengelompokkan di atas berdasarkan modifikasi dari Ratnaningsih (2007: 213). Dari hasil pengisian skala tersebut diperoleh persentase perolehan skor rerata disposisi matematis siswa sebesar 58 persen (klasifikasi rendah). Adapun rerata persentase masing-masing komponen adalah: persen (klasifikasi rendah);
(1) kepercayaan diri: 59
(2) fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide
matematis: 58 persen (klasifikasi rendah); (3) bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika: 55 persen (klasifikasi rendah); (4) ketertarikan dan keingintahuan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam mengerjakan matematika: 56 persen (klasifikasi rendah); (5) refleksi proses berpikir dan kinerja: 54 persen (klasifikasi rendah); (6) mengaplikasikan matematika dalam bidang lain dan dan dalam kehidupan sehari-hari: 62 persen (klasifikasi rendah); dan (7) penghargaan (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai: 61 persen (klasifikasi rendah).
PENUTUP Hasil dari pengisian skala diperoleh persentase rata-rata disposisi matematis siswa SMP di kota Palembang sebesar 58 persen (klasifikasi rendah). Disposisi matematis merupakan salah satu aspek afektif yang cukup penting
364
dalam pendidikan matematika. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan disposisi matematis siswa antara lain: (1) meningkatkan prestasi siswa dalam pelajaran matematika sehingga percaya diri siswa lebih tinggi, (2) memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba berbagai metode untuk memecahkan masalah, (3) menekankan pada siswa bertekad kuat dalam menyelesaikan tugas-tugas matematika, (4) mendorong siswa untuk berusaha maksimal dalam belajar sehingga tertarik dan memiliki keingintahuan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam mengerjakan matematika, (5) mengarahkan kepada siswa untuk memonitor dan merefleksi proses berpikir dan kinerja, (6) memberikan suatu konteks pembelajaran yang dapat mengaplikasikan matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan sehari-hari, dan (7) menanamkan nilai kejujuran dalam pembelajaran matematika.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan Lengkap KTSP. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak dipublikasikan. Maxwell, K. (2001). Positive learning dispositions in mathematics. [on line]. Available:http://www.education.auckland.ac.nz/uoa/fms/default/educa tion/docs/ word/research/foed_paper/issue11/ACE_Paper_3_Issue_11.doc [7 Februari 2009] NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur. NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Polla, G. (2001). Upaya Menciptakan Pengajaran yang Menyenangkan. Buletin Pelangi Pendidikan. 4(2).
365
Ratnaningsih. (2007).Pengaruh Pembelajaran Kontekstual TerhadapKemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Mengengah Atas. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak dipublikasikan. Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU Serta Mahasiswa Strata Satu Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Hibah Penelitian Tim PascasarjanaHTPT Tahun Ketiga. Wardani, S. (2008). Pembelajaran Inkuiri Model Silver Untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak dipublikasikan