PERAN SANGGAR SENI BAHARI TRADISIONAL (SSBT) DALAM UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA MARITIM DI MOJOKERTO THE ROLE OF TRADITIONAL MARINE ART STUDIO IN RESERVING MARINE CULTURE IN MOJOKERTO
Putri Pratamaningrum Pembimbing I: Drs. Suparlan Al-Hakim, M.Si Pembimbing II: Drs. Margono, M.Pd, M.Si Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang E-mai:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: (1) latar belakang berdirinya Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) di Mojokerto, (2) landasan penyusunan progam seni bahari visi, misi, dan tujuan sebagai wujud peran sanggar seni bahari tradisional (SSBT) di mojokerto (3) pelaksanaan progam Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) untuk melestarikan budaya maritim,(4) hambatan pelestarian budaya maritim oleh Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT). Penelitian ini dirancang dengan pendekatan studi kasus. Sumber data yang utama dalam penelitian ini adalah pemimpin dan pemilik SSBT, rekan kerja di SSBT, serta rekan kerja di luar SSBT. Data yang diperoleh, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. ABSTRACT The aims of this research describing about (1) establishment background of BahariTradisional Art Studio in Mojokerto, (2) arranging base of maritime art program, vision, mission, and its aim as the realization role of BahariTradisional Art Studio in Mojokerto, (3) program implementation of BahariTradisional Art Studio to preserve maritime culture, (4) the obstacle of maritime culture preserving by BahariTradisional Art Studio. Main data source in this research is Mr. DjuhariWijtaksono as the leader and the owner of BahariTradisional Art Studio, and also the work partners in BahariTradisional Art Studio. Data analysis that used in this research is qualitative descriptive research. This research included into case study because this study related to an institution.
1
2
Kata Kunci: Peran Sanggar, Melestarikan Budaya Maritim Secara simbolik bukti bahwa nenek moyang Indonesia sebagai seorang pelaut dapat dibuktikan dengan banyaknya lukisan perahu di Cadas Gua Prasejarah sekitar tahun 10000 SM di pulau- pulau Muna, Seram, dan Arguni (Pramono, 2005:3). Di samping itu bukti yang memperkuat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia bangsa yang mempunyai kebudayaan maritim adanya Kerajaan Marina di wilayah Madagaskar. di Wilayah tersebut terdapat bangunan kapal- kapal layar yang mampu mengarungi kurang lebih 6500 km (Pramono,2005:5). Djuhari Witjaksono selaku pemilik Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT ) yang telah meluapkan rasa cintanya pada lautan dengan membuat miniatur perahu dari beberapa wilayah Indonesia, dimana perahu- perahu itu pernah digunakan oleh nenek moyang dahulu. Beliau sejak membuat miniatur perahu layar tahun 1980, Djuhari Witjaksono berupaya menyebarkan kesadaran bahari ke seluruh Nusantara. Berbagai miniatur perahu, mulai yang berada dalam botol hingga berukuran 2 meter, tersebar di seluruh Indonesia lewat karya Djuhari. Berdasarkan hal di atas, artikel ini berjudul peran sanggar seni bahari tradisional (SSBT) Dalam upaya melestarikan budaya Maritim di Mojokerto. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: (1) latar belakang berdirinya Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) di Mojokerto, (2) landasan penyusunan progam seni bahari visi, misi, dan tujuan sebagai wujud peran sanggar seni bahari tradisional (SSBT) di mojokerto (3) pelaksanaan progam Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) untuk melestarikan budaya maritim,(4) hambatan pelestarian budaya maritim oleh Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT). Untuk memperoleh pembahasan yang komprehensif mengenai maslah penelitian yang diungkapkan di atas, terlebih dahulu dibutuhkan kejelasan konsep sesuai dengan yang tertera di judul penelitian, oleh karena itu berikut, diberikan kajian pustaka terkait konsep-konsep yang diperlukan dalam penelitian. Dalam bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari kata buddhi (budi atau akal). Kata budaya juga ditafsirkan merupakan perkembangan dari kata mejemuk budi- daya yang berarti daya dari budi yaitu berupa cipta, karsa dan rasa.
3
Kata “kebudayaan” dan culture berasal dari kata Sanserketa Buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. dengan demikian kebudayaan dapat diartikan: “hal- hal yang bersangkutan dengan akal”. Adapun kata culture yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan” berasal dari kata latin colere yang berarti “ mengolah, mengerjakan,” terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam (Koentjaraningrat, 2000:179). Koenjtaraningrat ( 2000:22) menyatakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur universal yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Ahli sosiologi, Talcott Parsons yang bersama dengan seorang antropologi A.L Kroeber (dalam Koenjtaraningrat, 2000:186) pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem ide- ide dan konsep- konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia. J.J Honigmn dalam pelajaran antropologinya membedakan adanya tiga gejala kebudayaan yaitu ideas, activities, dan artifact. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan, kesenian tidak hanya menyentuh dimensi keindahan semata-mata, akan tetapi senantiasa tidak pernah terlepas dari masalah keseluruhan kebudayaan. Cara berpikir, suasana cita rasa, diafragma pandangan kesejagatan, dan kebijakan mengelola kehidupan, kesemuanya berkaitan dengan gugusan nilai, makna, moral, keyakinan, serta pengetahuan yang menyeluruh dalam kebudayaan di mana kesenian itu hidup. Pada kesenian melekat ciri-ciri khas suatu kebudayaan (Prawira, 2009:8). Budaya maritim adalah budaya pemanfaatan laut, dimana nenek moyang bangsa Indonesia dahulu banyak dikenal sebagai seorang pelaut. Hal ini diperkuat juga adanya bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia sejak ribuan tahun sebelum Masehi telah mampu mengarungi dunia sampai ke kawasan- kawasan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik sebagai pelaut- pelaut ulung (Pramono, 2005:3-8).
4
Burhanuddin dalam mengutip pendapat Poesponegoro dan Notosusanto (2003:160) menegaskan bahwa Indonensia memiliki 2 jenis kapal sebelum kapal api ditemukan, berdasarkan teknik pembuatannya yang disebut kapal lesung dan kapal papan. Pembuatan memerlukan kesabaran dan ketekunan bekerja. Kapal lesung yang sederhana tersebut juga memerlukan keahlian dan pengalaman khusus dalam pembuatanya. Tradisi kemaritiman adalah kebiasan masyarakat maritim nusantara yang sudah dilakukan sejak lama. Biasanya dalam tradisi maritim ini sering menyertai atau mendahului setiap fase dalam pembuatan kapal sesuai dengan adat kebiasaan di tempat. Disamping itu yang juga menarik adalah terdapat gambar mata pada lambung kapal yang dimiliki oleh pelaut Nusantara. Gambar tersebut menunjukkan bahwa mata itu sebagai penunjuk gerak arah kapal supaya tidak teresat dalam melakukan pelayaran (Burhanuddin 2003:172). Dalam Kamus Umum Besar Indonesia (1976:328) sanggar adalah suatu tempat atau sarana yang digunakan oleh suatu komunitas atau sekumpulan untuk melakukan suatu kegiatan. Menurut (wikipedia) selama ini suatu tempat dengan nama “sanggar” biasa digunakan untuk kegiatan. Jenis- jenis sanggar adalah sebagai berikut: 1. Sanggar Ibadah: tempat untuk beribadah biasanya dihalaman belakang rumah (tradisi masyarakat jawa zaman dulu). 2. Sanggar seni: tempat untuk belajar seni (lukis, tari, teater, musik, kriya/ kerajinan). 3. Sanggar kerja: tempat untuk bertukar fikiran tentang suatu pekerjaan 4. Sanggar anak: tempat untuk anak- anak belajar suatu hal tertentu di luar kegiatan sekolah. 5. Sanggar suatu tempat atau sarana yang berguna untuk belajar tentang seni tari, seni lukis, seni kerajinan atau kriya, seni peran, tempat untuk bertukar fikiran tentang suatu pekerjaan (Musrifah, 2010:21). METODE Penelitian ini dirancang dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Pada penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti berkedudukan sebagai instruman dan pengumpul data. Hal ini sesuai dengan apa
5
yang tertulis di dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (2010: 31), yaitu peneliti sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Lokasi penelitian adalah SSBT tempat show room dan work shopnya terletak di Jl Brawijaya, kelurahan Miji kota Mojokerto. Subjek penelitian ini antara lain pemilik SSBT, partner kerja di SSBT, Partner kerja di luar SSBT. Pemilik SSBT yaitu Djuhari Wijtaksosno, partner kerja Pak Djuhari di SSBT yaitu Pak Nouradi dan Pak Budi mereka di SSBT sebagai pengurus, pengrajin, dan mengisi pelatihan serta Partner kerja Pak Djuhari di luar SSBT yaitu Pak Bambang dan Pak Harto. Pak Bambang rekan kerja dalam pembuatan pesanan kapal SSBT, sedangkan Pak Harto rekan kerja Pak Djuhari dalam pembuatan perahu dalam botol. Sedangkan data yang berupa foto adalah foto- foto yang berada di rumahnya, serta foto- foto kapal- kapal yang diproduksi SSBT, serta foto kapal Mojopahit yang berhasil diciptakan bapak Djuhari merupakan karya terbesarnya dengan membuat miniatur kapal Majapahit. Mengenai prosedur pengumpulan data, peneliti melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi utuk mengumpulkan data-data penelitian. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan cara mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, yaitu menggunakan teknik berikut sebagai pengecekan keabsahan data: 1) perpanjangan kahadiran, Peneliti melakukan perpanjangan kehadiran tanpa memperbarui surat rekomendasi karena terdapat data yang belum lengkap dan perlu kembali ke lokasi penelitian kembali; 2) ketekunan pengamatan; 3) triangulasi data. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Latar Belakang Berdirinya Sanggar Seni Bahari Tradisional di Mojokerto Pak Djuhari selaku pendiri dan pemilik SSBT. Pak Djuhari sangat mencintai dan bangga dengan dunia bahari Indonesia. Sehingga dunia bahari Indonesia jangan sampai hilang apalagi pak Djuhari melihat nasib buruk dunia bahari dan nelayan Indonesia. Rasa cinta pak Djuhari terhadap dunia bahari beliau aplikasikan dengan membuat miniatur perahu.
6
Pak Djuhari sebelum menjadi pendiri dan pemimpin SSBT beliau dulunya seorang kontraktor bangunan dan menekuni usaha kontruksi bangunan sampai tahun 1985. Semasa muda beliau aktif pada organisasi Pandu Rakyat Indonesia namun beliau berhenti karena bercampur dengan kepentingan politik. Selanjutnya beliau mendirikan sanggar seni bahari tradisional, karena prihatin dengan sedikitnya orang Indonesia yang menekuni dunia kelautan, dengan modal keterampilan tanggan dan sejumlah buku Beliau mulai berkreasi membuat kerajinan miniatur perahu tradisional. Oleh sebab itu SSBT yang didirikan oleh Pak Djuhari itu berhubungan dengan seni yang ada dikelautan yaitu berupa seni kerajinan miniatur perahu tradisional. Pak Djuhari memilih belajar membuat kerajinan perahu ketika di SSBT karena perahu merupakan tema persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Perahu pada masa kerajaan Majapahit adalah tema persatuan dan kesatuan bangsa dimana hubungan antar pulau, benua dengan benua sarananya adalah perahu. Kerajaan Majapahit terkenal dengan armada laut yang kuat dan merupakan Kerajaan Maritim. Kerajaan Majapahit memiliki kapal yang megah dan canggih. Oleh sebab itu menurut Pak Djuhari perahu itu penting sebagai tema persatuan kesatuan Bangsa Indonesia, dari sarana ini Nusantara ini dapat bersatu menjadi satu kesatuan yang utuh dan kuat. Misi utama Pak Djuhari memilih perahu layar tradisional adalah mengenalkan soal budaya maritim yang sekarang seakan hilang di kalangan generasi muda. Temuan Penelitian tersebut selaras dengan pendapat Pramono (2005:6) mengatakan bahwa dari bukti prasejarah tersebut diantaranya adalah Cadas Gua prasejarah di pulau- pulau Muna, Seram, dan Arguni telah dipenuhi dengan lukisan perahu layar sebagi intrumen pokok dalam kehidupan bahari/maritim mereka. Sanggar Seni Bahari Tradisional yang disitu belajar membuat miniatur perahu merupakan upaya dari melestarikan dan mengenalkan budaya maritim yang sekarang seakan hilang dikalangan generasi muda. 2. Landasan penyusunan progam seni bahari visi, misi, dan tujuan sebagai wujud peran SSBT
7
Landasan penyusunan progam seni bahari visi, misi, dan tujuan sebagai wujud peran SSBT yaitu Visi SSBT melestarikan budaya dan keterampilan serta kesempatan berwirausaha. Sedangkan misinya memberikan peluang- peluang kepada generasi muda yang belum mendapatkan kesempatan kerja dan memberikan pandangan satu jenis keterampilan atau keterampilan yang lain. Tujuan Sanggar melestarikan budaya kemaritiman. Penyusunan progam seni bahari sebagai wujud peran SSBT terhadap visi, misi, dan tujuan SSBT yaitu rencana bentuk progam antara lain produk miniatur perahu nusantara yang dikreasikan atas pesanan dengan menyertakan gambar perahunya, melakukan pelatihan- pelatihan untuk belajar membuat perahu, mempertahankan eksistensi budaya maritim dengan menciptakan kembali miniatur perahu majapahit, memberikan lapangan pekerjaan agar keterampilan yang dimiliki bisa dimanfaatkan, serta memberikan wawasan wirausaha agar memiliki jiwa usaha sehingga nantinya bisa mandiri. Rencana bentuk progam diatas ditujukan kepada mereka yang punya tenaga tapi tak punya motivasi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat serta memanfaatkan kerampilan. Melaksanakan progam seni bahari Beliau lakukan melalui dialog langsung dengan pengrajin. Adapun dengan berkembangnya kerterampilan membuat miniatur karena para pengrajin yang setelah belajar di SSBT mereka akan mengajarkan kepada generasi selanjutnya yang ingin bisa membuat miniatur serta ada juga yang langsung ke SSBT belajar membuat miniatur perahu. Temuan penelitian tersebut selaras dengan pendapat Hal ini selaras dengan pendapat Asropi (2013:21-25) Mengatakan bahwa visi merupakan gambaran mental tentang masa depan yang berisikan cita- cita yang akan diwujudkan, sedangkan misi memberikan informasi bagaimana visi akan diwujudkan. Melalui visi yaitu melestarikan budaya, melestarikan keterampilan, dan memberikan kesempatan berwirausaha. Misi diwujudkan dengan memberikan peluangpeluang kepada generasi muda yang belum mendapatkan kesempatan kerja dan memberikan pandangan satu jenis keterampilan atau keterampilan yang lain. Tujuan SSBT melestarikan budaya maritim adalah dengan membuat miniatur perahu. Visi, Misi dan Tujuan SSBT tersebut menjadi landasan penyusunan progam SSBT. Penyusunan progam SSBT meliputi membuat produk berupa
8
perahu layar, pelatihan- pelatihan, memberikan wawasan wirausaha, mempertahankan eksistensi budaya maritim, dan membuka lapangan kerja, sasaranya adalah pengangguran. 3. Pelaksanaan Progam Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) untuk Melestarikan Budaya Maritim Pelaksanaan Progam Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) untuk Melestarikan Budaya Maritim mengenai produk yaitu berbagai miniatur perahu nusantara telah berhasil di kreasikan Pak Djuhari di SSBT, antara lain yaitu Kapal Majapahit, kapal Sriwijaya, kapal Djung Java, kapal nabi Nuh, kapal spirit Majapahit, kapal pinishi, perahu layar Borobudur,kapal samudra Raksasa dan kapal dalam botol. Pelatihan- pelatihan juga diadakan di SSBT bagi yang ingin belajar membuat perahu, waktu pelatihanya fleksibel. Tahap pembelajaran pelatihan membuat perahu meliputi menentukan skala, membuat mal, membuat body, membuat layar dan komponennya, ditempelkan dan dirakit dengan benang, di warna sebelum dirakit atau sesudahnya. Dalam Mempertahankan eksistensi budaya maritim Pak Djuhari berhasil menciptakan miniatur kapal Majapahit. Selain itu Beliau juga membuka lapangan pekerjaan agar anak- anak yang terampil itu bisa menyalurkan keterampilanya sehingga tidak menganggur bisa produktif. Pak Djuhari hanya berharap keterampilan yang ia tularkan itu bisa terus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Para pengrajin tidak hanya menjadi partner kerja namun juga akan di dorong Pak Djuhari untuk mandiri dengan membuka bengkel sendiri yaitu wirausaha. Mereka yang membuka bengkel sendiri karena mereka punya bakat dan punya kemauan yang di tindak lanjuti. 4. Hambatan pelestarian budaya maritim oleh Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) Hambatan dalam membuat produk di SSBT bahwa bentuk kapalnya sulit atau rumit, contoh gambar kurang jelas tidak lengkap (hanya dari 1 sisi saja), dalam satu kapal terdiri dari banyak bahan (kayu, benang, kain, cat dll), waktu pembuatan terlalu singkat. Hambatan yang diperoleh saat pelatihan- pelatihan yaitu bila yang diajari kurang berbakat, meminta kapal yang rumit tapi waktunya singkat, anaknya terlalu kecil sehingga bisa membahayakan saat praktek dengan
9
mesin anaknya tidak memperhatikan. Pada saat mencari bentuk kapal Majapahit yang sudah punah sebelumnya di Indonesia masih kurang mendukung sehingga harus penelitian ke luar negeri yaitu ke Nederland, karena ke Nederland berkalikali menyebabkan kesulitan dana yang akhirnya mendapat bantuan dari PT. Semen Gresik. Pramono (2005:207-208) mengatakan bahwa sekitar abad II berdiri Kerajaan Salakanegara di Selat sunda, pada masa kerajaan tersebut banyak berbagai bangsa asing menjelajahi wilayah lautan Nusantara, akan tetapi kedatangan armada kapal- kapal asing yang pada mulanya hanya dengan motivasi berdagang telah beralih mulai muncul keinginan mereka untuk menguasai wilayah- wilayah di Nusantara, khususnya di sekitar pelabuhan dan pesisir pantai. Oleh sebab itu kapal Majapahit yang sebelum berhasil ditemukan bentuknya oleh Pak Djuhari sangat sulit untuk di survey dan diteliti sebab setelah penjajah datang hal- hal yang nantinya bisa mempersatukan Indonesia telah di musnahkan. KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya adalah: 1. Latar Belakang Berdirinya Sanggar Seni Bahari Tradisional di Mojokerto yaitu Pak Djuhari selaku pendiri dan pemilik SSBT. Pak Djuhari sangat mencintai dan bangga dengan dunia bahari Indonesia. Sehingga dunia bahari Indonesia jangan sampai hilang apalagi pak Djuhari melihat nasib buruk dunia bahari dan nelayan Indonesia. Rasa cinta pak Djuhari terhadap dunia bahari beliau aplikasikan dengan membuat miniatur perahu. 2. Penyusunan progam seni bahari sebagai wujud peran SSBT terhadap visi, misi, dan tujuan SSBT yaitu rencana bentuk progam antara lain produk miniatur perahu nusantara, melakukan pelatihan- pelatihan untuk belajar membuat perahu, mempertahankan eksistensi budaya maritim, memberikan lapangan pekerjaan serta memberikan wawasan wirausaha. Rencana bentuk progam diatas ditujukan kepada mereka yang punya tenaga tapi tak punya motivasi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat serta memanfaatkan kerampilan. Melaksanakan progam seni bahari Beliau lakukan melalui dialog langsung
10
dengan pengrajin. Adapun dengan berkembangnya kerterampilan membuat miniatur karena para pengrajin yang setelah belajar di SSBT mereka akan mengajarkan kepada generasi selanjutnya yang ingin bisa membuat miniatur serta ada juga yang langsung ke SSBT belajar membuat miniatur perahu. 3. Pelaksanaan Progam Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) untuk Melestarikan Budaya Maritim mengenai produk yaitu berbagai miniatur perahu nusantara telah berhasil di kreasikan Pak Djuhari di SSBT. Pelatihanpelatihan juga diadakan di SSBT. Dalam Mempertahankan eksistensi budaya maritim Pak Djuhari berhasil menciptakan miniatur kapal Majapahit. Selain itu Beliau juga membuka lapangan pekerjaan agar anak- anak yang terampil itu bisa menyalurkan keterampilanya sehingga tidak menganggur bisa produktif. Para pengrajin tidak hanya menjadi partner kerja namun juga akan di dorong Pak Djuhari untuk mandiri dengan membuka bengkel sendiri yaitu wirausaha. Mereka yang membuka bengkel sendiri karena mereka punya bakat dan punya kemauan yang di tindak lanjuti. 4. Hambatan pelestarian budaya maritim oleh Sanggar Seni Bahari Tradisional (SSBT) yaitu mngenai produk, pelatihan, dan menciptakan kembali bentuk Kapal majaphit yang sebelumnya sudah punah. peneliti perlu menambahkan saran- saran kepada pemerintah dan masyarakat untuk tetap melestarikan budaya maritim sebagai cara mepertahankan identitas bangsa yaitu: 1. Supaya kerajinan miniatur perahu tetap bertahan dan berkembang di Mojokerto terutama di daerah perkotaan maka seyogyanya semakin ditingkatkan terus kerjasama yang baik antara pemerintah kota dan masyarakat. 2. Supaya kualitas dan fungsionalitas SSBT tetap baik seyogyanya Pak Djuhari lebih mengintensifkan pembinaan- pembinaan terhadap generasi muda yang tertarik dengan kerajinan miniatur perahu 3. Supaya SSBT tetap menjadi media penanaman menjaga eksistensi budaya maritim seyogyanya dukungan dari masyarakat hendaknya tetap dipertahankan dan Kepada generasi penerus jangan hanya peduli kepada
11
darat saja namun juga harus lebih perhatian dengan dunia laut agar dunia perkapalan dapat dikembangkan dan dimajukan kembali.
DAFTAR RUJUKAN
Asropi. 2013. Perencanaan Definisi Dan Konsep (Disertai Teknik Penyusunan Visi dan Misi Organisasi, Lembaga Administrasi Negara, (online), (http://asropi.files.wordpress.com/2009/02/perencanaan-definisi-dankonsep-disertai-teknik-penyusunan-visi-dan-misi.pdf), diakses 18 November 2013. Burhanuddin, Safri, Djuliati, Suroyo, Susilowati, Endang, Sulityono, singgih Tri, Supriyono Agus, Widodo, sutejo kuat, Najid Ahmad dan Pubani Dini. 2003. Sejarah Maritim Indonesia,(Online), (http://downloads.ziddu.com/downloadfile/18855845/7.BukuSejarahMariti m.zip.html), diakses 8 Februari 2013. Ch, Anshoriy Nasrudin dan Arbaningsih, Dri. 2008. Negara Maritim Nusantara:Jejak sejarah yang Terhapus. Yogyakarta: Tiara Wacana. Fita, Musrifah, 2010. Peranan Sanggar Budaya Taruna Malang Dalam Menanamkan Sikap Santun Pada Tingkah Laku Anak Peserta Sanggar Kelurahan Sawojajar Kelurahan Kedungkandang Kota Malang. Sikripsi tidak diterbitkan progam studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang. . Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Pramono, Djoko. 2005. Budaya Bahari. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Poerwadarminta W.,J.,S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Prawira, Nanang Ganda. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. Universitas Pendidikan Indonesia. (Online) (http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA/1962020 71987031-NANANG_GANDA_PRAWIRA/KSENIAN.pdf), diakses 19 November 2013.
12
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: PT Rineka Cipta. Wikipedia. 2013. Sanggar. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Sanggar), diakses 16 September 2013.