BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Melestarikan Nilai Seni Budaya Tradisional Seni budaya adalah suatu media komunikasi yang dapat memancarkan keadaan masyarakat atau menginformasikan kesan-kesan dan pengalamanpengalaman tentang keindahan dari seorang seniman kepada orang lain. Kesenian merupakan perwujudan kebudayaan yang meninggalkan nilai etik dan estetika masyarakat. Nilai-nilai ini perlu dipertahankan dan dilestariakan agar tercapainya keseimbangan antara nilai material sebagai akibat pertumbuhan teknologi dan industri. Seperti sebuah ungakapn: Matee aneuk meupat jeurat, gadoh adat pat tamita. Ungkapan narit maja1 tersebut menyiratkan makna yang sangat mendalam, yang artinya jika anak meninggal ada kuburannya, jika adat istiadat hilang mau mencari dimana. Pesan tersebut menggambarkan bahwa adat bagi masyarakat Aceh adalah sebuah norma yang sakral dan perlu dijaga kelestariannya, karena kebudayaan lokal merupakan cerminan/jati diri dari kehidupan suatu masyarakat. Pada dasarnya masyarakat Aceh sangat gemar akan budayanya, akan tetapi tidak pernah memikirkan budayanya dalam arti keseluruhan. Pelestariannya sangat tergantung pada sikap dan perilaku para pengikut dan pemakainya. Banyak adat dan budaya pudar bahkan hilang karena masyarakat tidak memelihara dan melestarikan dengan baik. Salah satu bukti adalah masjid yang bermotif Aceh dan Rumah Adat Aceh diganti dengan arsitektur yang tidak memiliki nilai etika dan estetika Aceh. Timbulnya resesi budaya di daerah identik dengan meningkatnya gaya 1
Narit maja adalah kata petuah/kata-kata bijak Aceh yang biasa di sampaikan atau di tuturkan oleh orang tua-tua sebagai nasehat ataupun sindiran yang berguna dalam kehidupan sehari-hari
1
hidup global akibat modernisasi, sehingga banyak diantara anggota masyarakat yang tidak memahami logika, etika, serta estetika adat dan budaya Aceh. Seni budaya tradisional Aceh mengalami perkembangan-perkembangan yang geraknya tetap mengikuti arus lingkungan budaya yang berkembang didaerah. Pada umumnya kesenian daerah tersebut dijaga, diwariskan secara turun-temurun. Namun tidak semua kesenian tradisional terwarisi dengan baik oleh masyararakat karena lingkungan alam dan kehidupan lingkungan yang selalu berubah. Kesenian tersebut juga mengalami perubahan sesuai dengan selera pewarisnya. Akan tetapi banyak seni budaya yang telah punah.
1.1.2 Memudarnya Minat Terhadap Seni Budaya Tradisional Apresiasi terhadap seni budaya pada masyarakat dapat dikatakan beraneka ragam, tergantung situasi, lingkungan masyarakat, kepercayaan serta adat istiadat yang dianut. Sebagian dari masyarakat sulit menerima halhal baru yang datang dari luar, karena masih terikat dan terbiasa dengan apa yang dianut2. Bahkan ada diantaranya yang menolak dengan adanya seni budaya yang bertentangan dengan ajaran agama atau kepercayaan yang dianut. Namun pada sisi lain, terutama remaja ada yang lebih menerima seni dan budaya asing dari pada seni budaya lokal. Seni budaya yang digandrungi cendrung mengarah kebarat-baratan, karena menganggap seni budaya tradisional adalah sesuatu yang ketinggalan jaman atau kuno. Segala sesuatu yang datang dari luar dianggap lebih baik dan modern, tanpa menyeleksi dan memfilter apa yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Tidak hanya itu, ada gejala bahwa masyarakat Aceh pernah mengalami resesi budaya akibat situasi dan kondisi sosial politik yang melanda daerah
2
Sujiman A. Musa dkk, 22 Tahun Taman Budaya Provinsi NAD 1979-2001, hal - 12
2
Aceh selama 29 tahun, sehingga seni budaya jauh dari perhatian masyarakat serta takut untuk berekspresi dan cendrung meninggalkan adat istiadat Aceh. Sejalan dengan perkembangan zaman, kebudayaan dan kesenian mengalami banyak perubahan dan perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari seni dan budaya yang tidak hanya dijadikan sebagai tradisi, akan tetapi sudah menjadi suatu ajang festival atau pagelaran seni, khususnya dalam bidang seni baik itu seni tari, seni musik, seni rupa, dan juga dalam bidang budaya. Hal ini dilakukan untuk menggali kembali nilai-nilai budaya dan seni yang sebagian besar telah lama hilang dan tidak dipentaskan kembali. Namun ada satu hal unik yang terjadi pada masyarakat Aceh dan menjadi salah satu kebiasaan yang di senangi, yaitu budaya jep kupi3. Budaya ini tidak hanya sekedar menikmati secangkir kopi dan sebungkus rokok, akan tetapi juga menjadi tempat berkumpul, saling bertukar fikiran, hingga terjadinya musyawarah serta kesepakatan antar masyarakat Aceh.
Membuat hal penting menjadi tidak penting, dan sebaliknya 10%
Yang Disenangi Masyarakat Aceh Gengsi terhadap kebudayaan lokal 18%
Beribadah 11%
Menuntut Ilmu 2%
Mengisi Warung kopi 35%
Hangout (nongkrong di cafe) 24%
Kegiatan Melestarikan Budaya 0% Diagram 1. 1Hal yang disenangi masyarakat Aceh Sumber: Analisa Penulis dan Responden
3
Minum Kopi (Aceh)
3
1.1.3 Kebutuhan Akan Wadah Kegiatan Yang Dapat Mencerminkan Kebudayaan Aceh Pentingnya penggalian kembali nilai-nilai budaya dan seni ini juga sangat dirasakan oleh masyarakat Aceh pada pada umumnya dan masyarakat seni pada khususnya, terbukti dengan banyaknya festival-festival yang telah terselenggara di Aceh khususnya festival musik, tari, dan sebagainya yang meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu pagelaran seni Aceh adalah dengan mengadakan event-event, festival kebudayaan seperti Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) pada masa lalu tahun 1958, 1972, dan 1988.4 Namun setelah sekian lama sekitar 16 tahun PKA diadakan kembali pada tahun 2004, 2009, dan 2013. Usaha tersebut telah menghasilkan banyak hal, seperti memamerkan produk-produk kerajinan Aceh, pagelaran seni budaya dan sejumlah Kabupaten di Aceh yang telah mampu digali kembali dan dipagelarkan sehingga semakin disadari kekayaan kesenian budaya Aceh sangat banyak. PKA tersebut diadakan 1015 tahun sekali dengan belum adanya fasilitas tetap dan terpadu yang mewadahi kegiatan tersebut.
Gambar 1. 1 Pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) Pertama Tahun 1958 Sumber: https://baranom.files.wordpress.com/2015/02/pka-aceh-pertama.jpg diakses pada tanggal 12 Mei 2015 (20:26) 4
T. Djohan, PKA-3 MENJENGUK MASA LAMPAU MENJANGKAU MASA DEPAN KEBUDAYAAN ACEH, Penerbit Pemda Provinsi Daerah Istimewa Aceh, hal - 18
4
Butuh adanya suatu wadah yang dapat menampung ajang-ajang pagelaran seni dan budaya dari seluruh pelosok daerah Kabupaten Aceh untuk dapat diperlihatkan pada masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat Indonesia serta masyarakat Internasional pada umumnya wadah yang bersifat edukatif dan rekreatif. Menurut Cut Hasnah (2015) sebagai salah satu karyawan dalam pengelolaan Taman Budaya Banda Aceh, dalam tahun 2014 hanya terdapat lima kegiatan yang berlangsung di Taman Budaya dibawah pengelolaannya. Seperti kegiatan temu budaya (pertemuan para seniman Aceh), kegiatan lomba karya kaligafi, serta kegiatan pagelaran seni budaya (seni tari, seni musik, seni teater) yang dilakukan 3 kali. Keseluruhan total kegiatan pada tahun 2014 hanya 5 kali dibawah pegelolaan Taman Budaya. Menurutnya, Taman Budaya yang sudah ada sangat kurang memadai sehingga sulit untuk melakukan berbagai kegiatan. Kemudian perbincangan dilanjutkan terdahap beberapa teman. Menurut Khairur Rizki (2015), beberapa tahun terkahir kerap dilakukan pagelaran seni pada Gunongan (salah satu cagar budaya). Kegiatan tersebut dilakukan pada setiap hari sabtu setiap minggunya. Menurutnya, pagelaran dilakukan diluar dari Taman Budaya karena tidak mampu memadai kagiatan. Di samping itu, penerapan elemen-elemen lokal sudah sangat jarang untuk ditemukan pada masyarakat Aceh baik berupa bentuk maupun detail ornamen. Pada umumnya bangunan baru yang tidak lagi menggunakan aksen regional yang menjadi identititas pencerminan kebudayaan Aceh. Regionalisme berupa penambahan nilai-nilai tradisi lokal dirasa perlu untuk dapat mencerminkan kebudayaan Aceh yang diterapkan pada beberapa aspek bangunan baik berupa bentuk fisik maupun detail ornamen yang membentuk wajah bangunan. Serta sekaligus menjadi nilai edukasi kepada generasi baru bahwa peranan makna kebudaayaan memiliki banyak arti yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
5
1.1.4 Wadah Promosi Seni Budaya Aceh Terhadap Pariwisata Yang Bersifat Rekreatif Serta Edukatif Menempati posisi paling ujung barat Indonesia menjadikan kota Banda Aceh sebagai lokasi strategis bagi pintu masuk di Selat Malaka dan menjadi kota tujuan wisata berbasis Islami. Menurut Reza Fahlevi 5, pariwisata di Aceh semakin meningkat selama beberapa tahun terakhir, secara nasional kunjungan wisatawan pertahun mencapai 1,2 juta orang. Sedangkan Aceh pertahun dikunjungi hingga 45 ribu wisatawan. Pasca bencana Tsunami 2004 silam, kunjungan wisatawan ke kota Banda Aceh hingga saat ini cukup baik. Walau tidak signifikan peningkatannya, tetapi sudah menunjukkan trend yang baik. Orang-orang dari berbagai pelosok Indonesia, Asia hingga Eropa berdatangan menziarahi bumi yang dikenal dengan Serambi Mekah untuk menyaksikan secara langsung dampak
yang
ditimbulkan
akibat
tsunami.
Hal
tersebut
sangat
menguntungkan bagi pariwisata kota Banda Aceh. Daya tarik wisatawan tidak hanya dikembangkan pada wisata kuliner, wisata alam, maupun wisata religi dan lainnya, melainkan juga wisata seni budaya. Aceh tidak hanya terkenal karena musibah tsunami yang menimpa 11 tahun silam, akan tetapi juga dikenal dengan keseniannya yang banyak menyampaikan pesan dam moral bernafas islami. Hal tersebut terbukti dengan kedatangannya mahasiswa dan dosen asal Australia Bachelor of Contemporary Art (BCA) Dance, Deakin University, Meulbourneyang melakukan study tour ke Banda Aceh untuk mempelajari dengan dalam tarian Aceh yang rumit. Maka sudah sewajarnya jika seni budaya yang dimilki oleh tanah rencong tersebut dijadikan promosi pada bidang wisata. Sehingga wisatawan lokal maupun mancanegara dapat
5
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (kadisbudpar) Aceh. http://atjehpost.co/articles/read/12874/Kadisbudpar-Aceh-Trend-Wisata-Aceh-SemakinMeningkat
6
mempelajari kesenian dan kebudayaaan Aceh di samping Islamic Tourism yang sedang gencar saat ini.
Gambar 1. 2Mahasiswa Asal Australia Belajar Seudat di Aceh Sumber: http://mirahhu.blogspot.com/2012/11/mahasiswa-tari-asal-autralia-belajar.html diakses pada tanggal 11 Mei 2015 (20:46)
Seperti hal yang dilakukan oleh Agam-Inong6 Aceh dalam melakukan kegiatan promosi budaya. Berikut merupakan jadwal kegiatan promosi budaya di Aceh: Tabel 1.1 Kegiatan Promosi Budaya Aceh Tahun 2015 NO.
TANGGAL
KEGIATAN
LOKASI
1.
1 – 7 Juni
Sabang Fair 2015 (Pagelaran Seni Budaya
Sabang
2015 2.
serta ragam eksibisi wisata)
6 – 7 Juni
Pulau Weh Dive Fest (Atraksi wisata air
2015
melibatkan pecinta diving dalam dan luar
Sabang
negeri) 3.
6 – 9 Juni 2015
4.
9 – 10 Juni 2015
5.
6.
25 – 26 Juli
Festival Kuliner Aceh (Memamerkan aneka
Banda Aceh
kuliner khas Aceh) Pekan Kebudayaan Pidie Jaya IV (Atraksi
Pidie Jaya
seni budaya khas Pidie Jaya) Geulang Tunang (Festival layang-layang
2015
tradisional)
30 Juli 2015
Peringatan
100
tahun
Museum
Aceh
Lhokseumawe
Banda Aceh
(Mengenang dan menggali sejarah Aceh) 7.
6 – 9 Agustus 2015
Aceh International Surfing Championship (Atraksi
wisata
air,
ajang
adu
Pulau Simeulu
nyali
perselancaran) 6
Putra-Putri duta wisata Aceh
7
8.
6 – 8 Agustus
Festival Musik Tari Remaja
Banda Aceh
Kemah Seniman
Aceh Besar
2015 9.
10 Agustus 2015
10.
17 – 24
Pacuan Kuda Tradisional
Aceh Tengah
Agustus 2015 11.
22 - 24 Agustus 2015
12.
26 – 30
Sabang
Wisata
Rally
(Atraksi
Wisata
Sabang
Otomotif) Kontes Agam Inong Aceh 2015
Banda Aceh
Agustus 2015 13.
September
Aceh International Rafting Championship
2015
(ekspedisi sungai Alas dan Taman Nasional
Aceh Tenggara
Gunung Lauser) 14.
26 September 2015
15.
September 2015
16.
17.
3 – 4 Oktober
Oktober 2015 20.
Pulau Weh Bike 2015 (Atraksi wisata sepeda
Tahun
23 – 25 9–5
Aceh Tenggara
budaya Aceh Tenggara)
8 Oktober
Oktober 2015 19.
Festival Lauser Agara (Atraksi wisata
alam)
24 – 25
Aceh Jaya
Daya)
2015
2015 18.
Seumeulueng (ritual Raja-Raja Meurehom
Budaya
Aceh
Barat
(Atraksi
Sabang
Aceh Barat
Kebudayaan Aceh Barat) Aceh Forest Explore 4 x 4 (wisata jelajah
Langsa
hutan dengan mobil) Banda Aceh Coffe Festival (Festival kopi,
Banda Aceh
sanger, dan kuliner khas Banda Aceh Festival Intenational Seni
Banda Aceh
November 2015 21.
26 Desember 2015
Peringatan
11
tahun
tsunami
Aceh
Banda Aceh
(mengenang tsunami Samudra Hindia yang merenggut lenih dari 200 ribu jiwa)
22.
27 Desember
Haul Sultan Iskandar Muda (mengenang
2015
mangkatnya sultan yang membawa Aceh
Banda Aceh
pada puncak kejayaan abad 16) Sumber: Nazran Zamzami(2015)
8
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka di Banda Aceh perlu didirikan sebuah gedung sebagai suatu alternatif tempat pemetasan seni dan budaya yaitu “Graha Seni Budaya”. Graha Seni Budaya ini memiliki fasilitas utama seperti gedung auditorium yang berkapasitas besar dan berskala nasional serta dilengkapi juga dengan fasilitas-fasilitas pendukung seperti cafe, gedung administrasi, perpustakaan yang berisi tentang dokumentasi dan informasi budaya, musholla, dan lain sebagainya yang dianggap perlu. Selain itu, Graha Seni Budaya diharap mampu menjadi suatu citra kawasan sekitarnya dan secara fungsional dapat menyatu dengan alam.
1.2 TUJUAN 1.2.1 Umum Mendapatkan rumusan konsep perancangan bangunan Graha Seni Budaya sebagai bangunan yang mampu mewadahi kegiatan promosi, edukasi-rekreasi, dan atraksi pertunjukan budaya.
1.2.2 Khusus Mendapatkan rumusan konsep perancangan bangunan Graha Seni Budaya sebagai bangunan yang mampu mencerminkan nilai-nilai jati diri budaya tradisional Aceh melalui bentuk desain regionalisme dalam arsitektur.
1.3 SASARAN PENELITIAN 1.3.1 Umum a. Mendapatkan gambaran tentang kebudayaan dan kegiatan-kegiatan budaya secara umum b. Mendapatkan gambaran khusus tentang kebudayaan dan kegiatankegiatan budaya tradisional Aceh c. Mengidentifikasi karakteristik pengguna dan karakteristik aktivitas Graha Seni Budaya d. Mempelajari aktivitas-aktivitas dan menentukan kriteria-kriteria bagi kegiatan promosi seni budaya, edukasi, rekreasi, serta atraksi kebudayaan sebagai upaya pelestarian budaya di Graha Seni Budaya.
9
1.3.2 Khusus a. Kajian tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kebudayaan tradisional Aceh sebagai transformasi desain bangunan Graha Seni Budaya b. Kajian teoritik tentang Regionalisme dalama Arsitektur c. Menciptakan citra visual bangunan Graha Seni Budaya yang mencerminkan jati diri nilai-nilai seni budaya Aceh
1.4 RUMUSAN PERMASALAHAN Permasalahan menitikberatkan pada perancangan Graha Seni Budaya serta tema bangunan tersebut terangkum dalam rumusan sebagai berikut: 1. Bagaimana mendesain bangunan yang dapat berfungsi secara maksimal sebagai pusat kegiatan seni dan budaya yang mampu menampung berbagai kegiatan seni sehingga menciptakan suatu kenyamanan dan berlangsung secara terus-menerus 2. Bagaimana menciptakan bangunan yang mampu memenuhi kebutuhan, baik dari segi fungsional maupun psikologis sehingga memberikan kepuasan kepada pengunjung 3. Dari sisi arsitektural, bagaimana mendesain bentuk bangunan sehingga mampu memcerminkan karakteristik secara ekspresif dan memiliki citra budaya tradisional Aceh 4. Bagaimana memilih lokasi yang tepat dan strategis agar mudah dicapai dan menarik minat pengunjung 5. Bagaimana memilih sistem struktur yang tepat, serta mengatur sirkulasi sesuai dengan prinsip dan persyaratan desain bangunan yang baik bagi pengguna, baik di luar bangunan maupun di dalam bangunan
10
1.5 RUMUSAN MASALAH 1.5.1 Umum Bagaimana merancang bangunan Graha Seni Budaya sebagai wadah yang mampu menampung segala aktifitas seni, kegiatan-kegiatan promosi, rekreasi, serta edukasi
1.5.2 Khusus Bagaimana merancang bangunan Graha Seni Budaya sebagai salah satu bangunan yang mempertahakan dan mencerminkan nilai-nilai jati diri kebudayaan Aceh dalam konteks arsitektural dengan menggunakan teknologi terkini.
1.6 LINGKUP PEMBAHASAN 1.6.1 Non Arsitektural a. Gambaran budaya secara umum b. Gambaran budaya tradisional Aceh c. Kajian tentang kegiatan promosi seni budaya, rekreasi, edukasi, serta atraksi budaya sebagai bentuk usaha pelestarian budaya tradisional Aceh
1.6.2 Arsitektural a. Identifikasi karakteristik pengguna dan kegiatan di Graha Seni Budaya untuk memperoleh karakteristik kebutuhan ruangnya b. Kajian teoritik regionalisme dalam arsitektur c. Citra visual bangunan Graha Seni Budaya yang mencerminkan nilainilai seni budaya Aceh
1.7 METODE PEMBAHASAN Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam perancangan Graha Seni Budaya ini dibutuhkan suatu metode pembahasan yaitu dengan menggunakan metode secara deskriptif dimana prosesnya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
11
1. Tahap pengumpula data Pada tahap ini dilakukan pendekatan dalam pengembangan konsep perancangan, diawali dengan melakukan dan mengumpulkan studi literatur yang didalamnya berisi syarat-syarat, standar ruang, serta studi banding proyek sejenis dengan objek yang dirancang untuk mendapatkan informasi tentang standar-standar yang digunakan yang berkaitan dengan Graha Seni Budaya. Pengumpulan data ini juga dilakukan untuk mendapatkan data eksisting site dengan melakukan survei ke lapangan.
2. Tahap analisa data Proses analisa dilakukan dengan menguraikan masalah berdasarkan data-data dan informasi yang kualitatif serta kajiannya akan diolah melalui kagiatan sintetis untuk mendapatkan output yang dapat dijadikan sebagai suatu konsep perancangan. Pengurangaiannya dengan menganalisa pemakai bangunan, kegiatan yang dilakukan, kebutuhan ruang, besaran ruang, hubungan ruang, dan lain-lain. Faktor eksternal dengan menganalisa kondisi site perancangan dan lain sebagainya. 3. Tahap konsep perancangan Konsep perancangan merupakan rumusan pemecahan masalah yang didapat dari hasil analisa. Pada tahap ini didapatkan kesimpulan dari evaluasi baik dari kasus yang sejenis sehingga diperoleh data yang dapat dikembangkan dalam konsep yaitu seperti penataan tapak, sirkulasi, bentuk dan sistem utilitas. Kemudian akan dilanjutkan ketahap perancangan untuk mewujudkan bantuk akhir dari sebuah perencanaan yang berupa bentuk 2 dimensi yang terukur dan 3 dimensi.
12
1.8 KEASLIAN PENULISAN Untuk menghindari kesamaan penulisan, keaslian penulisan dapat dibandingkan dengan dengan judul dan permasalahan yang ditekankan dari tulisan-tulisan sebagai berikut: 1. Taman Budaya Tradisional Yogyakarta, A. Robbi Maghzaya, UGM: (TAHUN). Pendekatan: landasan konseptual perencanaan dan perancangan 2. Taman Budaya Aceh, Sahlan Zuliansyah, Unsyiah: 2010. 3. Balai Seni dan Budaya di Banda Aceh, Agus Munawar, Unsyiah: 2006. Pendekatan: simbolisme dalam arsitektur 4. Pusat Seni dan Budaya, Ayi Puspita Handayani, Unsyiah: 2009. 5. Art Center di Banda Aceh, Handayani Oktora, Unsyiah: 2008. Pendekatan: Arsitektur Post Modern 6. Pusat Kebudayaan Aceh di Banda Aceh, Laila Maria, Unsyiah: 2005 Dengan demikian tema yang di bahas tentang Graha Seni Budaya Aceh dengan Pendekatan Regionalisme dalam Arsitektur merupakan gagasan asli penulis karena memiliki objek tulisan yang berbeda dengan hasil-hasil tulisan diatas.
1.9 SISTEMATIKA PEMBAHASAN BAB I PENDAHULUAN Merupakan bahasan yang berisi tentang latar belakang, tujuan, sasaran penelitian, rumusan masalah, lingkup pembahasan, metode pembahasan serta sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN UMUM Tinjauan umum serta teoritik mengenai “Graha Seni Budaya”, program kegiatan, kebutuhan ruang, jenis seni tradisional Aceh, teoritik tempat
13
pagelaran, teoritik regionalisme dalam arsitektur, serta studi banding objek sejenis. BAB III TINJAUAN LOKASI Tinjauan lokasi yang membahas latar belakang serta faktor-faktor dalam pemilihan lokasi. Membuat alternatif lokasi, Memilih alternatif lokasi dan peraturan kawasan setempat. BAB IV ANALISA Analisa fungsioanal yang berisi tinjauan terhadap organisasi tata ruang, bentuk bangunan, struktur, utilitas bangunan, site, serta tata ruang luar yang keseluruhan menjadi penentu dan pengembangan konsep perencanaan. BAB V KONSEP Berisi penjelasan mengenai pengembangan konsep dasar meliputi tata letak, gubahan massa, pencapaian, sirkulasi, parkir, dan tata hijau, serta pengembangan konsep bangunan yang meliputi bentuk bangunan, fungsi bangunan, struktur, serta utilitas
14
1.10
KERANGKA PEMIKIRAN
Diagram1. 2 Kerangka Pemikiran Sumber: Analisa Penulis
15