PERAN PRIOR KNOWLEDGE DALAM PROBLEM BASED LEARNING Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada Pengantar Manusia pada saat mengerjakan sesuatu, baik berpikir maupun bekerja secara fisik, selalu menggunakan berbagai macam daya ingat yang tersimpan di dalam otaknya (residuals) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), keahlian (expertise), dan pengalaman (experience). Elemen-elemen tadi sangat berpengaruh terhadap jenis interaksi yang berlangsung secara alamaiah.1 Sementara itu, saling tukar gagasan, fakta dan perasaan merupakan inti aktivitas kesadaran kita. Hilangnya kemampuan untuk mengingat dan/atau memahami sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi antarpersonal akan mengganggu proses belajar. Banyak jenis komunikasi yang melibatkan riwayat/cerita, percakapan maupun perbincangan/diskusi terjadi di masa lampau.2 Pengetahuan yang telah dimiliki seseorang (prior knowledge atau PK) dan cara “memanggil kembali” PK tadi sangat berperan dalam konteks komunikasi dan belajar.3 PK yang dimiliki mahasiswa (peserta didik) banyak yang bersifat fragmentaris dan lokal, dan sering berisi tentang miskonsepsi yang dapat mengganggu kecermatan belajar.4 Tempat kedudukan PK Rangkaian informasi naratif tentang PK terdapat di anterior medial parietal/posterior cingulate cortex. Ventromedial orbitofrontal cortex bersifat responsif terhadap peningkatan pemahaman. Peningkatan aktivitas di polus temporalis terjadi selama perangkaian proposisi untuk mengembangkan narasi. Proses memori umum atau retrieval system terjadi di posterior parietal cortex, prefrontal cortex, dan mungkin pula di medial temporal lobe misalnya hipokampus.2 Karakteristika PK Dalam klasifikasi aturan pembelajaran terdapat dua kategori pembelajaran, ialah program pembelajaran secara empirik dan sistem pembelajaran secara analitik. Program pembelajaran secara empirik menggunakan aturan-aturan yang disepakati oleh sekelompok peserta didik. Sistem pembelajaran secara analitik menggunakan PK untuk menjelaskan klasifikasi contoh-contoh materi dan untuk membangun deskripsi umum tentang klasifikasi contoh materi dengan penjelasan yang sama. Banyak sistem menggunakan kombinasi metoda pembelajaran secara empirik dan analitik. Dalam sistem kombinasi ini PK digunakan untuk membuat peserta didik mempunyai kecondongan memilih, konsep manakah yang konsisten dengan PK.5 Kecondongan tadi dimaksudkan untuk membuat peserta didik membuat deskripsi konsep yang lebih tepat dan teliti tentang original prior knowledge (sebagai input pada sistem pembelajaran secara analitik) maupun berbagai aturan yang akan muncul apabila digunakan program pembelajaran secara empirik.5 Strategi mempelajari materi baru Peserta didik memerlukan waktu yang banyak untuk membaca teks. Di lain pihak banyak pendidik yang beranggapan bahwa peserta didik mampu untuk mengintegrasikan
1
materi baru dengan PK mereka secara efisien dan tepat. Dalam kenyataannya tidaklah selalu demikian.3 Untuk mempelajari materi baru ada 5 strategi, sebagai berikut:6 a. Overreliance on the sufficiency of prior knowledge: para peserta didik melaporkan bahwa materi yang mereka pelajari telah mereka ketahui sebelumnya, dan mereka mengatakan bahwa mereka mengulang (membaca) kembali bahan yang pernah mereka terima/pelajari. b. Overreliance on text vocabulary: para peserta didik menemukan (dan kemudian “mengisolasinya”) kata-kata baru dari konteks yang mereka pelajari dan menyamakan pengertian kata-kata baru tadi dengan perbendaharaan kata yang mereka miliki secara tidak hati-hati. c. Overreliance on factual information: peserta didik yang memahami bahwa belajar merupakan kegiatan pengumpulan fakta-fakta mungkin mampu mengingat kembali informasi yang pernah diperolehnya secara tepat tanpa mengintegrasikan hal-hal yang diingat kembali tadi. d. Overeliance on existing beliefs: ketika peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dengan PK yang dimiliknya maka mereka menggunakan teks untuk konfirmasi pengetahuan yang ada daripada memodifikasikannya, bahkan hal ini terjadi pula ketika informasi baru tidak konsisten dengan kerangka pikir yang tengah mereka miliki. e. Conceptual-change students: peserta didik mempunyai pengertian bahwa materi yang mereka pelajari merupakan wahana untuk mengintegrasikan gagasan/teori lama dengan pengetahuan baru. Mereka tidak hanya mempejalari gagasan utama dalam teks tetapi mereka mampu untuk mengutarakan pendapatnya ketika materi yang mereka pelajarai tidak sesuai (conflicted) dengan pengetahuan yang ada. Mereka berkinginan untuk merevisi pengertian lama menjadi suatu pemahaman baru. Untuk menghindari terjadinya strategi a s/d d, cara yang paling baik adalah dengan mencari tahu apakah peserta didik sudah mengerti tentang konsep baru yang sedang dikenalkan kepada mereka. Apabila waktu mengizinkan maka perlu dilakukan wawancara individual di laboratorium, seminar, atau di kelompok kecil. Apabila wawancara individual tidak memungkinkan maka dapat dilakukan diskusi kelompok kecil dan exposing event; kedua cara tadi merangsang peserta didik untuk mengutarakan PK mereka dan cara ini akan menggugah instruktur/fasilitator membantu peserta didik untuk membuat konstruksi baru dan pola pikir yang lebih tepat atau sesuai dngan konteks yang sedang mereka hadapi.7 Peran PK dalam proses belajar PK merupakan langkah penting di dalam proses belajar, dengan demikian setiap pengajar/instruktur/fasilitator perlu mengetahui tingkat PK yang dimiliki para peserta didik. Dalam proses pemahaman, PK merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi pengalaman belajar bagi para peserta didik. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa lingkungan belajar memerlukan suasana stabil, nyaman dan familiar atau menyenangkan. Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus memberikan suasana yang mendukung keingintahuan peserta didik, semangat untuk meneliti atau mencari sesuatu yang baru, bermakna, dan menantang. Menciptakan kesempatan yang menantang para peserta didik
2
untuk ”memanggil kembali” PK merupakan upaya yang esensial. Dengan cara-cara tersebut maka pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk mengubah pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang penuh makna dan memulai perjalanan untuk menghubungkan berbagai jenis kejadian/peristiwa dan bukan lagi mengingat-ingat pengalaman yang ada secara terpisahpisah. Dalam seluruh proses tadi, PK merupakan elemen esensial untuk menciptakan proses belajar menjadi sesuatu yang bermakna.8 Dalam proses belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta didik menyaring informasi baru dan mencari makna tentang apa yang sedang dipelajari olehnya. Proses membentuk makna melalui membaca didasarkan atas PK di mana peserta didik akan mencapai tujuan belajarnya.9 Mengaktifkan PK Belajar merupakan proses penambahan gagasan dan pengetahuan baru terhadap yang lama. Pengajar perlu mengerti tentang pentingnya PK dalam proses belajar dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengingat kembali tentang apa saja yang mereka pahami atau ketahui. Pada umumnya tingkat PK yang dimiliki peserta didik dibagi ke dalam 3 kategori, ialah much (superordinate concepts, definisi, analogi, linking), some (contoh, attributes, mendefinisikan cirri-ciri tertentu), dan little (asosiasi, morphemes, suara, pengalaman pertama).8 Cara-cara untuk mengaktifkan PK antara lain:10,11 • Brain storming: ini merupakan teknik yang familiar bagi siapa saja. Peserta didik diberi suatu topik dan mengajak mereka untuk mengeluarkan pendapatnya tentang topik tadi. Apapun pendapat mereka diterima oleh kelompok, dan pengajar mencatat kata-kata, gagasan, maupun ungkapan mereka. Diperlukan waktu tertentu bagi para peserta didik untuk berpikir, berproses, dan mengingat kembali. Apabila tanggapan dari para peserta didik sudah mulai slow down maka proses brain storming harus dihentikan. • Know, Want, Learn (KWL): buatlah 3 kolom dalam satu lembar kertas. Kolom kiri (K=know) adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis tentang apa saja yang telah mereka ketahui tentang topik yang sedang mereka hadapi. Kolom tengah (W=want) adalah tempat bagi peserta didik utnuk menulis beberapa gagasan tentang apa yang mereka ingin ketahui/pelajari sehubungan dengan topik tadi. Untuk proses penulisan ini, fasilitator/tutor boleh merangsang peserta didik dengan mengajukan pertanyaan ringan yang relevan dengan topik. Kolom kanan (L=learn) adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis rencana aktivitas belajar mereka sesuai dengan topik yang mereka pelajari, Pada akhir session maka peserta didik diminta untuk membuat refleksi tentang apa saja yang telah mereka peroleh dalam konteks knowledge dan skills. KWL chart dapat dirinci sebagai what I know, what I want to know dan what I learn. • Cognitive mapping: ini sangat penting dalam tahap definisi masalah, pengembangan gagasan, dan pemilihan proses rancangan belajar. Dalam konteks cognitive mapping, peserta didik membangun pengetahuan melalui penafsiran pengalaman perseptual, dalam hal ini adalah PK, kompetensi, kontrol kognitif, gaya kognitif, gaya belajar, dan sebagainya. Apa yang dipahami oleh peserta didik secara internal didorong secara individual dan bukan dari sumber luar. Cognitive
3
mapping sebagai alat kognitif bersifat konstruktivistik karena cognitive mapping membawa peserta didik masuk ke dalam creation of knowledge yang merefleksikan pemahaman dan konsepsi informasi dan bukan pemusatan pada adanya pengetahuan yang obyektif. Cognitive mapping strategy mengubah a teacher-centered instructional design methodology menjadi a leaner-centered methodology. Cognitive mapping merangsang aktivasi kemampuan metacognitive dan menginduksi self-reflection pada struktur kognitif individu. Metacognitive knowledge adalah pengetahuan tentang kognisi, pengetahuan tentang proses berpikir secara umum, dan tentang kekuatan dan kelemahan kognitif individu. Cognitive map adalah suatu grafik yang menggambarkan model mental individu atau sekelompok individu. Cognitive map tersusun atas berbagai gagasan dan hubungan antara gagasan-gagasan tadi. Sebagian besar hubungan antargagasan tadi bersifat hubungan sebab-akibat.12 Peran PK dalam problem-based learning Di dalam problem-based learning (PBL) para peserta didik mencari dan menggali pengetahuan baru melalui diskusi kelompok kecil di bawah bimbingan tutor/fasilitator (tutorial). Tutorial merupakan jantung PBL; apabila jantung ini berhenti berdenyut (tutorial terhenti atau macet) maka PBL tidak akan mencapai tujuannya. Kunci utama tutorial adalah PK yang dimiliki oleh para peserta didik. PK ini akan keluar dari simpanan para peserta didik apabila ada trigger atau pemicu. Trigger dalam PBL dikenal sebagai skenario yang merupakan subtopik dari topik tertentu. Skenario dibuat sedemikian rupa untuk mengarahkan para peserta didik agar dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. PK akan keluar dari memori peserta dan kemudian akan mengalam organisasi melalui langkah-langkah terstruktur yang dikenal sebagai seven-jump. Sementara itu, salah satu peran pokok tutor/fasilitator adalah mengaktifkan PK sesuai dengan misi yang terkandung dalam skenario dan sekaligus sesuai dengan tujuan belajar. PK mempunyai implikasi yang sangat kuat dalam interaksi dengan tugas-tugas dan pembelajaran. Hal ini sangat sesuai dengan proses pembelajaran dalam PBL. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan PK dan PBL adalah adanya lingkungan yang kondusif, termasuk kemampuan fasilitator dalam mengendalikan tutorial.1 Ringkasan PK merupakan modal utama dalam proses diskusi kelompok. Penyusun skenario untuk PBL harus memperhatikan PK yang dimiliki oleh para peserta didik; apabila tidak maka para peserta didik akan mengalami kesulitan selama mereka melakukan diskusi. PK juga harus diperhatikan oleh setiap fasilitator agar dinamika kelompok dapat berjalan dengan baik. Kepustakaan 1. Hansberger JT, Holt RW. The effects of prior knowledge on goal variability & learning: the more goals the merrier. Proceedings of the 46th Annual meeting of the Human Factors & Ergonomics Society 2002; Baltimore.
4
2. Maguire EA, Frith CD, Morris RGM. The functional neuroanatomy of comprehension and memory: the importance of prior knowledge. Brain 1999;122:1839-50. 3. Wilkes G. How prior knowledge impacts new learning. Available on: URL http://www.utc.arizona.edu/tact/tact2-5.html. Citation 2/10/2003. 4. Bruer J. Schools of thought: a science in the classroom. Cambridge: MIT Press;1993. 5. Pazzani M. When prior knowledge hinders learning. AAAI workshop on Constraining learning with prior knowledge 2002; San Jose California. 6. Roth KJ. Conceptual change learning and student processing of science texts. Proceeding of Annual meeting of the American Educational Research Association 1985; Chicago. 7. Bruning R, Schraw G, Ronning R. Cognitive psychology and instruction. 2nd ed. 1995;Merril; New Jersey. 8. Christen WL, Murphy TJ. Increasing comprehension by activating prior knowledge. Available from URL http://www.indiana.edu/~eric_rec/ieo/digests/d6l.html. Citation 2/10/2003. 9. Anonymous. The role of prior knowledge in learning. Available from URL http://www.pasd.com/PSSA/reading/prior.htm. Citation 2/10/2003. 10. Social Studies Center for Educator Development. Strategies to teach social studies: activating prior knowledge. Available from URL http://www/tea/state.tx/us/resources/ssce/instass/3.htm. 11. Stoyanov S. Cognitive mapping as a learning method in hypermedia design. J Interact Learn Res 1997;8(3/4):309-23. 12. Rodhain F. Tacit to explicit: transforming knowledge through cognitive mapping – an experiment. Centre de Recherché En Gestion des Organisations, University of Montpellier II, France; 2002.
5