Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” PERAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN KUSTOMO
STKIP PGRI Jombang
[email protected] ABSTRAK Kini bangsa-bangsa Asia Tenggara telah memenuhi era baru yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community. Menyikapi era baru ini, perguruan tinggi di Indonesia telah dihadapkan pada beberapa tantangan yang mau tidak mau harus dijawab secara nyata. Setidaknya ada 5 (lima) tantangan regional yang harus dijawab dan disikapi oleh perguruan tinggi di Indonesia, baik PTN maupun PTS, yaitu, (a) perdagangan bebas (free flow of goods); (b) pelayanan yang bebas (free flow of services); (c) Kebebasan dalam berinvestasi (free flow of investment); (d) Kebebasan dalam menanamkan modal (free flow of capital); dan (e) Bursa tenaga kerja terampil (free flow of skilled labour). Berdasarkan ke lima tantangan di atas, maka semua perguruan tinggi di Indonesia, khususnya perguruan tinggi swasta (PTS) harus cepat melakukan penguatan (revitalisasi) minimal (a) penguatan manajemen; (b) penguatan otonomi menjadi perguruan tinggi kelas dunia. Kata Kunci: Perguruan Tinggi Swasta (PTS); Masyarakat Ekonomi ASEAN A. PENDAHULUAN MEA adalah transformasi ASEAN menjadi satu kawasan dengan pergerakan yang lebih bebas pada barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal. Keberadaan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini juga sesuai dengan semboyan ASEAN : “one vision,one identity, and one community” (Secretariat of ASEAN,2015). Indonesia mau tidak mau harus siap memasuki MEA ini dengan cara menata kembali fondasi ekonomi, membangun infrastruktur ekonomi, dan mendayagunakan seluruh potensi sumber-sumber ekonomi dan SDM yang dimilikinya. Jika tidak disiapkan secara sungguh-sungguh, bisa jadi keberadaan MEA ini justru menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri. (Sonhaji, 2015: 237) Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini untuk terciptanya integrasi ekonomi regional kawasan Asia Tenggara. Masyarakat Ekonomi ASEAN memiliki karakteristik kunci yang sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia yaitu : (1) satu basis pasar dan produksi ; (2) satu kawasan ekonomi yang sangat kompetitif ; (3) satu kawasan dengan perkembangan ekonomi yang adil (equitable), dan (4) satu kawasan yang secara penuh terintegrasi dengan ekonomi global. Anggota-anggotanya adalah semua anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Brunei Darussalam, dan Filipina. Kerjasama MEA ini mencakup bidang-bidang pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan kapasitas (capacity building); pengakuan kualifikasi professional, konsultasi tentang ekonomi makro dan kebijakan finansial yang lebih intensif; pengukuran pembiayaan perdagangan; peningkatan konektivitas infrastruktur dan komunikasi; pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN; integrasi industry-industri di seluruh kawasan MEA untuk meningkatkan sumber-sumber regional; dan meningkatkan keterlibatan sector swasta untuk membangun MEA.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Mengacu kepada realitas MEA di atas, maka bagi perguruan tinggi baik negeri (PTN) maupun swasta (PTS) di Indonesia mau tidak mau, atau suka tidak suka pasti terimbas pengaruh yang ditimbulkan. Karenanya semua perguruan tinggi di Indonesia (khususnya PTS) harus siap dan serius menghadapi MEA. Itulah sebabnya semua institusi pendidikan tinggi harus berani menjawab tantangan dan merespon peluang. Jika tidak siap menghadapinya maka akan menjadi bencana bagi masa depan perguruan tinggi di Indonesia. Untuk itu semua perguruan tinggi di Indonesia harus melakukan penguatan-penguatan (revitalisasi) secara internal dan eksternal agar bisa menjadi World Class University (WCU), dan hal itu merupakan alternatif jawaban yang tepat dalam menghadapi era persaingan global (internasional) maupun MEA (regional). Terkait dengan World Class University (WCU) Sudibyo (dalam Utomo, tanpa tahun) mengatakan bahwa: "Mencapai world class itu harus terukur jelas. Bukan world class university menurut kita, menurut rektor, dekan, tetapi menurut penilaian obyektif instansi lain yang independen". Suatu universitas bisa disebut sebagai world class university (WCU) atau universitas kelas dunia harus dengan berdasar pada standar ukuran yang jelas. Ukuran tersebut, yaitu seberapa banyak fakultas maupun program studi dan unit-unit lain dalam universitas itu mampu meraih sertifikat akreditasi internasional. B.
PEMBAHASAN 1. Istilah Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, sedangkan pendidikan tinggi adalah pendidikan dan jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah. Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan tinggi merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik dan proporsional. Penelitian merupakan kegiatan telaah saat kaidah dalam upaya menemukan kebenaran dan atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian. Pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan (kontribusi) demi kemajuan masyarakat. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute atau universitas. Pengertian masing-masing satuan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut: Akademi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan proporsional pada satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian tertentu. Politeknik adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan profesional pada beberapa bidang pengetahuan khusus. Sekolah Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan akademik atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu. Institut adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan akademik dan atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian yang sejenis. Universitas adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan akademik dan atau profesional dalam beberapa disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian tertentu. (Sudrajat dan Djoko Pramono; 2006: 3-5) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi mengatur bahwa penyelenggaraan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh masyarakat haruslah berbentuk yayasan atau badan yang bersifat sosial. Ketentuan ini tampaknya dikandung maksud untuk memberikan status badan hukum pada penyelenggara perguruan tinggi swasta. Jadi ada muatan jenjang yaitu jenjang universitas (institute PT) dan jenjang yayasan. Dalam perkembangannya, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) harus memiliki badan hukum tersendiri dengan tujuan agar dapat melakukan tata kelola yang lebih mandiri dan otonom. 2.
Manajemen Penguatan Perguruan Tinggi Salah satu definisi yang masih sikron dengan perkembangan dewasa ini, misalnya seperti yang dirumuskan oleh George Terry yang mengatakan: “management is distinct process interesting of planning, organizing, actuating, and evaluating, performed to determine and accomplish stated objective by the use of human beings and other resources”. Berdasarkan pendapat Terry di atas dapat dipahami bahwa manajemen dapat diartikan sebuah proses dalam aktivitas perencanaan (planning); pengorganisasian (organizing); penggerakan (actuating); dan pengawasan (controlling). Dalam manajemen modern (abad XXI) telah terjadi perubahan paradigma. Manajemen modern membutuhkan manajer atau CEO sebagai pimpinan tim dan sebagai fasilitator, bukan lagi hanya memberikan perintah dan pengawasan. Ada pergeseran peran pimpinan puncak perusahaan (CEO: Chief Executive Officer) dalam era yang penuh kompetisi secara global dan dinamis dengan kegiatan serba elektronik (berbasis ICT). Perkembangan pasar begitu cepat dengan CEO harus senantiasa mengusahakan agar perusahaan dan karyawannya setiap fokus pada misi perusahaan. Maraknya informasi dan gencarnya kompetisi karyawan gampang tergoda untuk beralih fikiran dan ide. Ada beberapa ciri manajemen yang dihadapi para CEO pada abad XXI, antara lain: a. Manajemen harus berhubungan dengan kompetisi global, bukan lagi lokal atau regional; b. Manajemen harus menyadari bahwa internasionalisasi telah terdesak oleh globalisasi; c. Manajemen dewasa ini lebih berbasis teknologi, terlebih lagi teknologi informasi; d. Karyawan lebih merupakan mitra daripada bawahan; e. Para manajer harus mengelola perubahan.
3.
Penguatan Otonomi Pengelolaan PT Mengapa otonomi sebuah perguruan tinggi menjadi sangat penting?. Bagi semua perguruan tinggi di Indonesia (terutama PTN) otonomi merupakan pilar menuju universitas berbasis dunia (Prasejo dalam Trianto, 2012; 28). Beberapa faktor otonomi yang mendorong otonomi sebagai pilar menuju universitas berkelas dunia, di antaranya: (a) otonomi sebagai pilar modernisasi; (b) pengelolaan perguruan tinggi yang semakin profesional; (c) menjamin sendiri kualitas lulusan dan ilmu pengetahuan; (d) membangun good governance; (e) pendidikan untuk semua, dan (f) keberlanjutan dari institusi pendidikan tinggi. a. Otonomi sebagai pilar modernisasi. Otonomi pengelolaan pendidikan tinggi merupakan kunci untuk menumbuhkembangkan semangat pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat (tri dharma perguruan tinggi) yang semakin berkualitas. Pengelola pendidikan tinggi harus memiliki
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” kemampuan untuk menentukan sendiri target capaian kualitas yang diinginkan dan menjamin tercapainya kualitas tersebut. Otonomi pengelolaan pendidikan tinggi dapat dikembangkan menjadi 4 (empat) bidang, yaitu: (1) otonomi bidang akademik; (2) otonomi bidang keuangan; (3) otonomi bidang sumber daya, serta (4) otonomi dalam bidang keorganisasian. Tidak ada otonomi akademik tanpa adanya otonomi bidang keuangan, SDM dan tata kelola. Bidang akademik dimaksudkan agar pendidikan tinggi dapat menetapkan kebijakan umum pencapaian dalam aspek pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sedangkan otonomi dalam bidang non akademik (keuangan, SDM dan tata kelola), akan tercapai apabila perguruan tinggi yang bersangkutan maupun mengatur dan mengelola sendiri sumber penerimaan dan biaya, biaya operasional pengelolaan, sumber daya manusia serta tata cara pengelolaannya. Otonomi non akademik juga berarti kewenangan yang dimiliki perguruan tinggi untuk merencanakan sendiri sumber daya yang dimiliki. Penerimaan yang diperoleh dan sisa hasil usaha yang di dapatkan sebesar-besarnya harus di investasikan dalam usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan yang meliputi kualitas tenaga akademik dan non akademik, sarana dan prasarana belajar, serta kualitas calon lulusan. Perguruan tinggi juga dituntut untuk menjamin akuntabilitas penggunaan sumber daya keuangan dan aset yang dimiliki kepada stakeholders (pemangku kepentingan). b. Pengelolaan PTS yang profesional Pengelolaan PTS yang profesional dibangun dari semangat pengelolaan yang semakin dinamis, efisien dan efektif serta mandiri. Semangat, metode dan budaya kerja profesional yang lazimnya digunakan oleh sektor privat dapat diadopsi dalam pengelolaan PT, tanpa harus meninggalkan fungsi pendidikan tinggi sebagai mesin produksi ilmu pengetahuan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Perguruan tinggi tidak boleh lagi dikelola dengan pendekatan birokratis, sentralistis yang seringkali tidak memiliki indikator kinerja, tidak diduga penghargaan terhadap prestasi, penggunaan dana tidak berbasis kinerja, serta lamban dalam memproses perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal. Juga pengelolaan PTS yang mampu melakukan transformasi kelembagaan yang mandiri dan profesional untuk menentukan sendiri target dari jaminan terhadap kualitas target yang akan dicapai. Yayasan atau perkumpulan harus memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pengelola PT agar dapat mengelola secara optimal sumber daya yang dimiliki baik sumber daya manusia, sumber dana maupun sumbersumber lain yang mendukung. c. Manajemen sendiri kualitas lulusan dan ilmu pengetahuan Perguruan tinggi yang memiliki visi sebagai pendidikan tinggi riset kelas dunia, basis pengukuran akademiknya yang baku antara lain terdiri dari : (1) adanya mekanisme yang digunakan untuk jaminan kualitas dalam penyusunan program-progam gelar dan non gelar. Standar pengukuran ini meliputi antara lain: pemahaman program pengajaran dan pendidikan non gelar, revisi program dan pemantauan validasi ahli pendidikan tinggi dengan asosiasi-asosiasi terkait; (2)
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” adanya mekanisme untuk menjamin kualitas metode pengajaran dan komunikasi yang meliputi antara lain pemahaman keberadaan pusatpusat kajian dan program-program studi yang diselenggrakan; pemahaman program penelitian dan pelatihan; mencari reviewer dari luar institusi; pemahaman kemajuan mahasiswa melalui ujian dan menghubungkan praktik-praktik inovasi dalam pembelajaran; (5) terkait dengan mekanisme jaminan kualitas staf akademik, maka perguruan tinggi harus melakukan pengukuran dan pemahaman secara teratur terhadap kinerja staf akademik; serta (4) mekanisme jaminan kualitas juga dapat dilakukan melalui laporan pengujian kualitas yang dilakukan pihak eksternal. Tanggapan para mahasiswa terhadap program yang diselenggrakan dan penilaian oleh badan-badan akreditasi profesional (Baca: BAN-PT; LAM dan Lembaga Sertifikasi) d. Membangun Good Governance Isu penting dalam pengelolaan perguruan tinggi adalah terbangunya good governance. PTS harus mampu membangun terjadinya interaksi yang positif antar berbagai pemangku kepentingan mulai dari dosen, mahasiswa, staf administrasi, pengelola program, ketua program studi, kepala unit, kepala pusat, pimpinan fakultas, rektorat, alumni, dan pihak-pihak lainnya. Tercapainya interaksi yang positif antara berbagai pemangku kepentingan merupakan modal dasar bagi terbangunnya kepentingan (trust), kesadaran (awareness), dan rasa memiliki (I’esproit de coops). Ketiga hal ini akan tercapai jika pengelolaan pendidikan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi, efisiensi dan efektivitas. Prinsip tata kelola yang baik dapat dicapai jika terdapat relasi berbagai organ yang saling mengontrol (check and balances) bukan relasi yang bersifat subordinasi. Good governance di PTS akan tercapai jika masyarakat semakin memiliki kesempatan dan keterlibatan untuk mengontrol manajemen serta produk yang akan dihasilkan. e. Pendidikan untuk semua Pendidikan untuk semua harus dicapai bersama-sama dan sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan tinggi. Hal ini didasarkan pada amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Otonomi pendidikan tinggi tidak boleh menyebabkan kesenjangan yang semakin tinggi antara kelompok mampu dan kelompok tidak mampu. Tujuan mulia otonomi pendidikan tinggi hanya dapat dicapai jika dimungkinkan pengelolaan yang mandiri dan profesional dengan tetap memperhatikan kesempatan dan akses yang sama bagi setiap masyarakat untuk menikmati pendidikan f.
Keberlanjutan dari institusi pendidikan tinggi Penetapan strategi jangka panjang pengembangan pendidikan tinggi yang menitikberatkan pada desentralisasi dan otonomi sejatinya memberikan peluang serius bagi pengelola institusi untuk semakin memicu kreativitas dan inovasi dalam mewujudkan misi dan visi institusi masing-masing. Visi mencerdaskan kehidupan bangsa seyogyanya menjadi visi utama yang harus dikawal oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berpijak kepada cita-cita
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” otonomisasi perguruan tinggi, sebagai prasyarat kelembagaan dan status hukum institusi pendidikan tinggi di tengah kancah persaingan dengan pengembangan institusi lain dalam masyarakat. Menghadapi tantangan globalisasi (khususnya MEA) yang tidak terbendung dan persaingan antar bangsa. institusi pendidikan tinggi di Indonesia menuliskan suasana stewardship (pergerakan) yang akomodatif dan dinamis dari seluruh pemegang kebijakan. Bagi perguruan tinggi swasta (PTS) kejelasan status hukum serta kepedulian terhadap kelangsungan institusi yang ditegakkan melalui supra struktur dan infra struktur pendidikan tinggi, baik oleh pemerintah (baca: Kemenristek Dikti dan Kopertis) maupun semua pemangku kepentingan akan memberikan rasa aman dan kepastian bagi semua pihak terkait cita-cita yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. C. PENUTUP MEA adalah transformasi ASEAN menjadi satu kawasan dengan pergerakan yang lebih bebas pada barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal. Keberadaan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini juga sesuai dengan semboyan ASEAN : “one vision,one identity, and one community”. Indonesia mau tidak mau harus siap memasuki MEA ini dengan cara menata kembali fondasi ekonomi, membangun infrastruktur ekonomi, dan mendayagunakan seluruh potensi sumber-sumber ekonomi dan SDM yang dimilikinya, termasuk perguruan tinggi (PTN & PTS). Jika tidak disiapkan secara sungguh-sungguh, bisa jadi keberadaan MEA ini justru menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri. Untuk menghadapi MEA semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta harus serius dalam menyiapkan diri dengan melakukan penguatan-penguatan (revitalisasi) baik secara internal maupun secara eksternal. Secara internal antara lain: (a) penguatan kelembagaan/ institusi dan program studi; (b) penguatan managemen; (c) penguatan otonomi; (d) sistem penjaminan mutu internal; (e) penguatan sarana prasarana/aset; (f) kepemilikan keuangan/dana; (g) penguatan kurikulum; (h) penguatan sumber daya manusia; (i) penguatan penelitian dan PKM. serta penguatan tata kelola dan tata pamong. Sedangkan penguatan eksternal antara lain : (a) akreditasi BAN-PT; (b) akreditasi/sertifikasi internasional; (c) kerjasama internasional antar perguruan tinggi lintas negara; dan (d) pencapaian reputasi internasional. D. DAFTAR PUSTAKA Arwildayanto.2001.Managemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi: Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional.Jakarta : Ideas Publishing. Indrajit, R. Eko & Djokopranoto. 2006. Managemen Perguruan Tinggi Modern. Yogyakarta : ANDI OFFSET. Irianto, Sulistyaowati.ed. 2012. Otonomi Perguruan Tinggi Suatu Keniscayaan. Jakarta: Yayasan pustaka Obor Indonesia. Sonhadji, Ahmad. 2015. Membangun Peradaban Bangsa dalam Perspektif Multikultural. Malang : Universitas Negeri Malang (UM PRESS). Sumarni, Sri. Good University Governance dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas TarbiyahUIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.pdf. diakses tanggal 12 Mei 2016 Utomo, Pramudi. Pengembangan, Implementasi dan Pengelolaan Kemahasiswaan Fakultas Teknik untuk Menunjang Universitas Negeri Yogyakarta Menuju
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” World Class Unversity. online. staff. uny.ac.id/sites/default/files/..../makalahbid%20kemahasiswaan wcu-uny.pdf. diakses tanggal 12 Mei 2016. GoodUniversityGovernance(GUG).online.luk.staff.ugm.ac.id/atur/statuta/latih/2014/ 03GoodUniversityGovernance.pdf.diakses pada 12 Mei 2016.