HASIL PENELITIAN HIBAH MANDIRI FISIP UNPAD
PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM)
Oleh: Dr. Drs. Agustinus Widanarto.M.Si. NIRM :
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN DESEMBER 2014
HASIL PENELITIAN HIBAH MANDIRI FISIP UNPAD
PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH ( UMKM )
Mengetahui, Kepala Departemen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
Dr. Franciscus Van Ylst. Drs., M.Hum NIP. 19530911 198203 1 003
Jatinangor, Desember 2014 Peneliti,
Dr., Drs. Agustinus Widanarto, M.Si NIP. 19550522 198303 1 003
Menyetujui Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniversitasPadjadjaran
Dr. Arry Bainus, M.A NIP. 19610627 199001 1 001
I.
IdentitasPenelitian :
1. JudulUsulan: PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM). 2. Peneliti a. Namalengkap dan Gelar : b. Jeniskelamin c. JabatanFungsional d. Fakultas/Program Studi e. Alamat Kantor f. AlamatRumah g. Telepon/E-Mail
: Dr., Drs. AgustinusWidanarto, M.Si : Laki – Laki : LektorKepala : ISIP/IlmuPemerintahan : Jl. Raya Bandung Sumedang Km. 21 : JlAtletik II No. 16 Arcamanik Bandung 40293 : 08122010843/
[email protected]
3. Alokasiwaktu untuk penelitianini
: 256 jam/16 Minggu
4. ObjekPenelitian Objek penelitian ini adalah kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dilakukan oleh masyarakat Kota Cimahi. 5. Masa PelaksanaanPenelitian Mulai : September 2014 Berakhir : Desember 2014 6. Anggaran yang diusulkan : Rp. 15.000.000 7. LokasiPenelitian
: Kota Cimahi Jawa Barat
8. Hasil yang ditargetkan adalahMenganalisis, mengidentifikasikan data Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-program pemerintah; 9. Institusi lain yang terlibat
: Tidak Ada
ABSTRAK Judul penelitian: Peran Pemerintah Kota Cimahi Dalam Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Maksud penelitian ini adalah menganalisis, mengidentifikasikan data dan informasi tentang pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-program pemerintah dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi, mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi dan menganalisis strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan analisis data kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan dukungan penyediaan anggaran APBD untuk workshop, sertifikasi halal , pengemasan produk dan pendampingan dan semua pelaku UMKM belum mampu didata secara optimal oleh Pemerintah Kota Cimahi. Kedua, faktor-faktor yang menghambat program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi adalah faktor internal dan faktor eksternal yang berkaitan dengan kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi, iklim usaha yang kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, pungutan liar, implikasi kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. Ketiga, strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi baru dalam tahap identifikasi potensi, analisis kebutuhan, dan rencana kerja bersama, sehingga dalam pelaksanaannya masih memerlukan proses sosialisasi yang komprehensif serta monitoring dan evaluasi. Khusus yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri dalam mengembangkan klaster ekonomi yang difokuskan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL).
i
ABSTRACT Purpose of this study was to analyze , identify data and information about empowering Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi related to government programs with the objective of identifying and analyzing the empowerment program of Micro, Small and Medium Enterprises conducted by the Government Cimahi , determine whether the factors that impede the empowerment of Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi and analyze the strategy of empowering Micro, Small and Medium Enterprises ( MSMEs ) in Cimahi. Methods of research used descriptive method with qualitative data analysis with data collection techniques in-depth interviews and documentary studies. The results showed that the first , Micro, Small and Medium Enterprises are implemented Cimahi Government still needs to support the provision of local budget workshop , halal certification , product packaging and mentoring and all UMKM have not been able to optimally recorded by the Government Cimahi. Second , the factors that inhibit the development program of Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi are internal factors and external factors related to the lack of capital and limited access to financing , conditions of human resources, lack of business networks and market penetration , the entrepreneur mentality and lack of transparency , lack of conducive business climate , limited facilities and infrastructure businesses , extortion , human resource implications conditions ( SDM ) , the weakness of the business network and market penetration ,entrepreneur mentality and lack of transparency. Third, the strategy of empowering Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi new stage in the identification of strengths , needs analysis , and the joint work plan , so that the implementation still requires a comprehensive socialization process as well as monitoring and evaluation. That has received capital facilities and infrastructure Government Cimahi still require expansion of the network in the form of independent businesses in developing economic clusters focused in Local economic Development.
ii
KATA PENGANTAR Segala Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Peran Pemerintah Kota Cimahi Dalam Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Penelitian ini penulis susun untuk memenuhi syarat dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi saya sebagai salah seorang Dosen di FISIP UNPAD. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan
penghargaan
yang
setinggi-tingginya
kepada
Bapak
Dr. Arry Bainus, MA. selaku Dekan FIFIP UNPAD dan Bapak Dr. Fransiscus Van Ylst.,M.Hum. selaku Ketua Departemen Ilmu Pemerintah yang telah memberi kesempatan pada saya untuk melakukan penelitian ini. Pada Kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh informan di Kota Cimahi dan semua pihak yang telah membantu saya, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Akhirnya tiada lain harapan penulis, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis maupun pihak lain. Jatinangor ,
Desember 2014
Agustinus Widanarto.
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK
.....................................................................................................
i
ABSTRACT
......................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….……….
iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
vii
BAB I
: PENDAHULUAN……………………………………………………… 1 …………… 1.1 Latar Belakang Penelitian ………………………………………… 1.2 Permasalahan ………………………. …………….………………. 1.2.1.Identifikasi Masalah...……………………………………….. 1.2.2. Rumusan Masalah………………………………… .......... 1.2.3. Fokus Masalah ……………………………………….. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ……………………………………
1 6 6 7 7 8
1.3.1. Maksud Penelitian …………………………………………. 1.3.2. Tujuan Penelitian …………………………………………... 1.4 Kegunaan Penelitian …………………………….……………….. 1.5 Kerangka Pemikiran …………………………….………...………
8 8 8 9
1.6 Metode Penelitian ............................................................................ 17
BAB II
1.6.1
Desain Penelitian ......................................................................... 17
1.6.2
Definisi Konsep dan Fokus Penelitian ........................................ 18
1.6.3
Sumber Data ............................................................................... 18
1.6.4
Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 19
1.6.5
Analisis Data .............................................................................. 20
1.6.6
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 21
: TINJAUAN PUSTAKA
…………………………………………… 23 ……………
2.1 Konsep Pemberdayaan……………….............................................. 23 2.1.1. Definisi Pemberdayaan……………………...……………… 23
iv
2.1.2. Pemberdayaan Program Pemerintah ………………………. 2.2. Pemberdayaan Dalam Pemerintahan ……………………………… 2.3. Pemerintahan dan Fungsi Pemerintahan ………………………… 2.4. Tinjauan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ………. BAB III
: OBYEK PENELITIAN
25 28 30 37
…………………………………………… 45 ……………
3.1. Sejarah Kota Cimahi ……………………………………………… 45 3.2. Visi dan Misi Kota Cimahi ............................................................ 47 3.3. Struktur Organisasi Kota Cimahi ................................................. 3.4. Peran dan Fungsi Kelembagaan Kota Cimahi ................................ 3.5. Gambaran Umum Pekembangan UMKM dan SIUP di Kota Cimahi Sebagai Elemen Penting Pengembangan ………… 3.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Industri Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) …………………………….. BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
48 49 50 58
………………….. 61
4.1. Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang Dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi ………………… 61 4.2. Faktor-Faktor yang Menghambat Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Kota Cimahi ……………. 78 4.1. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi………………………………………….. 86 BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN
........................................................ 113
5.1. Kesimpulan ………………………………………………............ 113 5.2. Saran
............................................................................................. 114
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 115 Lampiran Pedoman Wawancara ................................................................................... 117 Lampiran Surat Keterangan Penelitian .....................................................................
v
118
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil di Kota Cimahi ..... Tabel 1.2 Jadual dan Waktu Kegiatan ....................................................
vi
4 22
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Struktur Organisasi Kota Cimahi ......................................... 49 Gambar 3.2. Contoh Surat Izin Usaha Perdagangan .................................... 54 Gambar 4.1. Produk Usaha Kecil Menengah (UKM) Kota Cimahi ............ 71
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis
ekonomi tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 merupakan
lembaran paling suram dalam sejarah perekonomian di tanah air, sehinga banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) diberbagai perusahaan. Namun disisi lain usaha kecil menengah (UKM) tetap bertahan, bahkan ada yang menyatakan bahwa usaha kecil menengah (UKM) merupakan sabuk pengaman perekonomian nasional dan sampai saat ini merupakan penopang perekonomian masyarakat kecil dan menengah. Berdasarkan
data Kementrian Koperasi Usaha Kecil Menengah, di
Indonesia sektor Usaha Kecil menengah (UKM) mampu menyedot 91,8 juta tenaga kerja dari 113,83 juta angkatan kerja.1 UKM juga memiliki kontribusi besar terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) hingga 55,6 persen atau Rp. 2.6094 triliun. Kontribusi UKM bagi Jawa Barat pun tak kalah tinggi, dimana sebanyak 8,21 juta unit UKM di Jabar sanggup menyerap 13,79 juta orang atau 88,5 persen total tenaga kerja di Jawa Barat. UKM menyumbang sedikitnya 60,34 persen PDRB Jawa Barat Tahun 2009. Sehingga, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah memiliki kontribusi yang sangat besar dalam membantu perekonomian Indonesia sehingga dalam kiprahnya
1
Portal website Kementrian Koperasi dan UKM dalam www.kemenkukm.go.id diunduh tanggal 29 November 2010.
1
2
terbukti dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja unskilled yang ilmunya tidak harus didapatkan dari bangku pendidikan formal. Keberhasilan pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) yang mampu bertahan dari krisis ekonomi global, baik nasional maupun dunia internasional. Hal ini terbukti dari adanya pengakuan Presiden Barrack Obama terhadap konsep kewirasusahaan Goris Mustaqim, seorang usahawan muda berumur 27 Tahun kelahiran Tarogong Garut.2 Goris adalah penggagas program gerakan kewirausahaan dikalangan mahasiswa (Innovative Entrepreneurship Challenge) se-Jawa dan Bali tahun 2007 dan membentuk paguyuban, kemudian menghimpun para pemuda dari dalam dan luar
negeri yang memiliki idealisme untuk membangun daerah, sehingga
terhimpun Usaha Kecil Menengah (UKM). Ungkapan terkenal yang Goris sampaikan yaitu: “bahwa program pemerintah tidak lanjut, hanya aksi saja, seharusnya modelnya seperti Amerika, salah satu yang bikin wirausaha berkembang adalah “supporting system”. Metoda di kampus berupa pembinaanpembinaan semacam pusat incubator bisnis. Jadi kampus menjadi pusat pembibitan wirausahawan handal yang kelak akan menjalankan dan memajukan roda ekonomi bangsa, sehingga mahasiswa didorong untuk berwirausaha oleh pemerintah. Pembinaan sangat penting , karena yang pertama dibutuhkan adalah mindset. Mindset itu bukan skill, sehingga perlu dikuatkan lebih dulu. Dana hibah tidak tepat, sebaiknya memberikan kailnya, kalaupun ada dana hibah sebaiknya bekerja sama badan-badan yang berpengalaman misal dikampus ada inkubator, atau badan kusus yang dibentuk sehingga professional, artinya selain menyalurkan juga bikin targetnya jelas. Dengan pengembangan baik di universitas maupun dikampung halamannya, sehingga meraih kesuksesan terbaik ditingkat asia, dalam hal ini diakui oleh presiden adikuasa yaitu Barrack Obama. Kesuksesan dalam mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan 2
Harian Umum Pikiran Rakyat 16 Juli 2010 artikel “Barrack Obama dengan Goris Mustaqim”
3
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga telah dibuktikan daerah lain misal Batam dengan mampu meningkatkan pengembangan industri kreatif yaitu tempurung kelapa, Bali dan Yogjakarta, dan Solo terkenal dengan batiknya yang mampu menembus pasar dunia. 3 Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dewasa ini mendapat perhatian khusus oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kota/kabupaten dengan melalui berbagai
kebijakan dan
program-program. Kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Kota Cimahi pada tahun 2008/2009 didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sumber data sektor industri ini diperoleh dari hasil survei tahunan perusahaan industri besar/sedang. Dalam pengumpulan data statistik industri, yang dimaksud dengan industri besar adalah perusahaan dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih, industri sedang dengan jumlah pekerja antara 20 sampai dengan 99 orang, sedangkan Industri kecil mempunyai pekerja antara 5 sampai dengan 19 orang dan perusahaan yang mempunyai pekerja kurang dari 5 orang disebut usaha rumah tangga. Jumlah perusahaan industri pada tahun 2008 terdiri dari industri besar sebanyak 65 perusahaan dan industri sedang sebanyak 105 perusahaan. Jumlah perusahaan industri besar dan sedang paling banyak berada di wilayah kecamatan Cimahi Selatan, yaitu 123 perusahaan (72,35 %). Sedangkan yang paling sedikit berada di wilayah kecamatan Cimahi Utara, yaitu 15 perusahaan ( 8,82 %).
3
Ibid. PR dalam artikel yang sama 16 Juli 2010
4
Tabel 1.1 Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil di Kota Cimahi Tahun 2012
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2012 Pengembangan selanjutnya dilakukan melalui program Kelompok Usaha Bersama (Kube) yang berpola kelompok dan bantuan modal untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Akan tetapi, sampai tahun 2010 untuk pendataan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Cimahi, datanya belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini teridentifikasi dari data yang diperoleh masih belum sesuai dengan kriteria yang berlaku, dimana dalam data UKM yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Cimahi khususnya Disperekop Kota Cimahi, hanya memuat data mengenai target market, asset, omzet, profit, dan jumlah pegawai. Sementara itu, seharusnya data tersebut sudah menyesuaikan dengan kriteria UMKM berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dinyatakan bahwa :
5
1. Kriteria Usaha Mikro a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000 (limapuluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000 (tigaratus juta rupiah) 2. Kriteria Usaha Kecil a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (limapuluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 (tigaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) 3. Kriteria Usaha Menengah a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 (dua milyar limaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) Data yang valid dan sesuai aturan merupakan salah satu unsur keberhasilan
dalam
mendukung
suksesnya
program
peningkatan
dan
pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi. Sampai saat ini, jumlah UMKM yang terdaftar di Dinas Perekonomian, Koperasi dan UMKM Kota Cimahi masih dinamis dimana jumlah terakhir yang terdata berdasarkan hasil pendataan penyuluh KUMKM Kota Cimahi Periode Januari S/D Desember 2012 sebanyak 6.568 KUMKM tanpa kriteria normatif sebagaimana yang disebutkan di atas. Berdasarkan informasi awal dari Kepala Bidang Koperasi dan UKM Kota Cimahi menyatakan bahwa pengembangan UMKM di Kota Cimahi terhambat oleh kurangnya data yang dimiliki lembaga (Disperekop dan UKM) mengenai kondisi UKM yang ada. Selain itu, melihat hasil evaluasi lapangan dan
6
perkembangan tahun 2013, banyak UMKM yang tidak mampu melanjutkan usahanya sebagai akibat sulitnya akses pemasaran produk.4 Temuan awal masalah lainnya adalah kurangnya perhatian yang serius dari Pemerintah Kota Cimahi dalam memberikan bantuan modal dan peluang pemasaran. Selain itu, masih banyak UMKM yang sudah memperoleh bantuan modal dari Pemerintah Kota Cimahi kurang memperlihatkan perkembangan usaha yang bagus.5 Berdasarkan uraian di atas, maka dengan melihat kondisi perkembangan UMKM di Kota Cimahi peneliti menduga bahwa Pemerintah Kota Cimahi kurang memiliki program yang mampu memberdayakan UMKM. Sehingga,peneliti tertarik untuk lebih mendalami permasalahan tersebut dan ingin menuangkannya kedalam bentuk penelitian yang berjudul
“Peran Pemerintah Kota Cimahi
Dalam Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)”
1.2. Permasalahan 1.2.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang dijelaskan dalam latar belakang penelitian, perlu diidentifikasi masalah penelitian, yaitu subyek dari dinamika
: Masyarakat merupakan obyek dan
pelaksanaan program-program pembangunan di Kota
Cimahi, yang terus menerus berkembang seiring dengan pemenuhan tingkat kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi.
4
Wawancara dengan Kepala Bidang Koperasi Kota Cimahi tahun 2014 di Kantor Diskopindagtan Kota Cimahi Tahun 2014. 5 Lampiran pendataan UMKM Bulan Desember Tahun 2012 dari Diskopindagtan Kota Cimahi
7
Dalam hal pemberdayaan UMKM, konsep masyarakat industri yang sudah menjadi salah satu bagian dari budaya masyarakat Kota Cimahi, memiliki berbagai permasalahan yang harus dicermati. Hal-hal yang perlu dicermati dari adanya permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang penelitian di atas, dapat diidentifikasikasikan dalam uraian sebagai berikut : 1) Kurang lengkapnya data UMKM yang ada di Kota Cimahi; 2) Kurangnya bantuan untuk UMKM dalam modal dan pemasaran 3) Kurangnya pembinaan dari Pemerintah Kota Cimahi 1.2.2. Rumusan Masalah Dalam uraian identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1)
Bagaimanakah program pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan
Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi ? 2)
Faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi ?
3)
Bagaimana strategi pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan
Menengah (UMKM) di Kota Cimahi ? 1.2.3. Fokus Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, terdapat kecenderungan yang memungkinkan adanya keterkaitan
antara program
pembangunan dengan peningkatan pemberdayaan UMKM yang difokuskan kepada konsep pemberdayaan. Agar penelitian ini mencapai sasaran dan terdesain
8
dengan baik, maka dibatasi kepada aspek-aspek pemberdayaan program pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan kemitraan pemerintah dan swasta serta masyarakat. Data-data sekunder yang digunakan adalah data dalam periode Bulan Januari sampai dengan Bulan Desember tahun 2009-2013.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud
diadakannya
penelitian
ini
adalah
Menganalisis,
mengidentifikasikan data dan informasi tentang pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan programprogram pemerintah;
1.3.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengetahui dan menganalisis program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi; 2)
Mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi;
3) Menganalisis strategi pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan
Menengah (UMKM) di Kota Cimahi;
1.4. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Akademis, diharapkan hasil dari penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengembangan Ilmu Pemerintahan yang berupa teori
9
pemberdayaan dan teori pembangunan yang mendukung pengembangan wawasan akademis, khususnya di bidang Ilmu Pemerintahan. 2. Kegunaan Praktis, diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan program pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi.
1.5. Kerangka Pemikiran Analisa klasik Milton Friedman menyatakan bahwa “The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the emphiric autonomy the decision making of teritorially organized community, local self reliance (but not autarchy), direct participacy, democracy, also experimental social learning”.7 Dari pernyataan tersebut di atas, diperoleh suatu pengertian tentang pendekatan pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pondasi dari alternatif pembangunan yang menempatkan masyarakat untuk memilih alternatif-alternatif pengembangan kegiatan yang mampu dilaksanakan sebagai wujud partisipasinya dalam pembangunan. Masyarakat tidak hanya menjadi penonton atau pelaksana program yang telah ditetapkan, namun mereka juga diberikan kesempatan untuk turut mengusulkan alternatif program-program pembangunan. Kesempatan yang diberikan dapat secara kolektif melalui jalur formal (kelembagaan) maupun informal (media massa cetak maupun elektronik). Tjahya Supriatna mengemukakan pendapat bahwa :
7)
David.C.Korten dan Rudi Klauss.People Centered Development: Contribution Toward Theory and Planning Frameworks.( West Hartford : Kumarian Press, 1994 )
10
“Pendekatan pembangunan di negara-negara berkembang dekade 1990-an hingga kini lebih dititikberatkan kepada pembangunan sosial dan lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi dengan strategi “sustained development” yang dicirikan oleh : a. Pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan diarahkan kepada kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan dan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; b.Pembangunan yang ditujukan kepada pembangunan sosial, seperti mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya serta menciptakan kedamaian; c. Pembangunan yang berorientasi kepada manusia sebagai subjek pembangunan melalui “people centered development ” dan ”Promote the empowerment people” .8 Pendapat di atas, menempatkan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan, sanitasi dan lingkungan di urutan pertama sebagai dasar pelaksanaan pembangunan masyarakat selanjutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa program pembangunan masyarakat di bidang pemberdayaan menentukan bidang-bidang pembangunan lainnya. Pentingnya program pemberdayaan, tidak terlepas dari dukungan dan partisipasi masyarakat yang diikutsertakan secara dini dalam proses perencanaan program. Hal ini dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha, yang mengemukakan kesimpulan bahwa : “Suatu rencana atau keputusan yang telah disiapkan oleh pemerintah dan masyarakat hanya mendapat kesempatan untuk menyatakan setuju (biasanya) setelah diarahkan terlebih dahulu, tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Alasannya bahwa masyarakat belum tahu apa-apa janganlah digunakan. Demikian pula alasan bahwa pengikutsertaan masyarakat sejak awal sekali akan memperlambat proses pembangunan.”9 Maksud pendapat tersebut,
apabila masyarakat tidak dilibatkan dalam
proses penentuan tujuan akan sulit untuk meyakinkan bahwa program 8)
9)
Dr. Tjahya Supriatna, MS. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.1997.hlm 12 Taliziduhu Ndraha. Pembangunan Masyarakat. Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas.(Rineka Cipta, 1990 )
11
pemberdayaan pembangunan tersebut dirancang sebagai media untuk memperluas ruang gerak partisipasi masyarakat
dalam mengelola pembangunan. Dalam
melibatkan masyarakat dituntut kesungguhan dari pemerintah untuk menciptakan inisiasi yang didukung oleh faktor finansial (dana) yang terencana dan faktor otoritas (wewenang) yang tegas dan jelas. Menurut Osborne dan Ted Gaebler, mengemukakan bahwa “…tugas pemerintah adalah untuk mengemudikan pembangunan, dan bukan sebagai pengayuh kapal. Hal ini disebabkan karena pemerintah memiliki proporsi kewenangan dalam penciptaan inisiasi dan mengalokasikan dana atau anggaran pembangunan untuk tiap-tiap sektor maupun wilayah.“10 Pendapat di atas diperkuat oleh Kristiadi yang menyatakan bahwa : “…pemerintah hendaknya menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan motivasi masyarakat agar secara sukarela berperan serta dalam pembangunan kota, melalui sikap dan kebijakan-kebijakan sebagai berikut : 1. Menyediakan informasi tentang kegiatan-kegiatan pembangunan kota yang dapat dilaksanakan melalui kemitraan antara pemerintah dan masyarakat; 2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan penduduk kota untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut demi kepentingan bersama; 3. Menanamkan rasa percaya di kalangan masyarakat bahwa kontribusi mereka pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap masyarakat dan usahanya; 4. Memberikan bimbingan serta bantuan yang diperlukan oleh masyarakat untuk dapat berperan serta; 5. Menyediakan perangkat peraturan yang diperlukan untuk menjamin terjadinya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemerintah dan swasta; 6. Pemerintah kota perlu lebih terbuka mengenai kebijaksanaan yang ditempuh, kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah kota, dan alasan mengapa kegiatan tersebut dilakukan, terutama dalam mempersiapkan tata ruang kota; 10)
Osborne, David and Ted Gaebler.Reinventing Government : How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the public Sector. ( New York : Plume, 1993 : 115 )
12
7.
Pemerintah kota dapat berkomunikasi dengan masyarakat guna memberikan kesempatan yang luas kepada mereka untuk megembangkan bentuk-bentuk peran serta mereka; 8. Pemerintah kota sebaiknya menetapkan bentuk-bentuk kerjasama serta peraturan-peraturan lainnya yang diperlukan dalam rangka menjamin terjadinya kerjasama yang serasi, seimbang dan selaras antara pemerintah dengan masyarakat dan sektor swasta; 9. Pemerintah kota perlu meningkatkan kemampuan teknis maupun manajerial para aparatnya, meningkatkan kejujuran dan kedisiplinan melalui waskat dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah; 10 .Dalam azas kemitraan, peranan pemerintah dan sektor swasta lebih bersifat sejajar, tetapi masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang perlu diatur dengan rambu-rambu. Rambu-rambu tersebut hendaknya lebih bersifat atas dasar hal-hal yang tidak boleh dikerjakan swasta (negative list). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan peluang kreatif bagi masyarakat luas.”11 Dari kedua pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan dan memberdayakan program pembangunan di daerah (Kota), pemerintah daerah berkewajiban
untuk
memantapkan
keberhasilan
setiap
program-program
pembangunan, terutama yang langsung menyentuh kepentingan dasar masyarakat. Pemberdayaan program pembangunan dapat dilakukan melalui bantuan program yang memperkuat basis kegiatan yang sudah ada. Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama.12 Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip Soekamto, adalah : suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.13 11) 12
Dr. JB.Kristiadi.Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia.( Jakarta : STIA-LAN Press, 1997 )hlm.236
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), hal. 735 13 Soejono Soekamto. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hal. 238
13
Istilah peran dikaitkan dengan apa yang dimainkan oleh seorang aktor dalam suatu drama. Mungkin tak banyak orang tahu, bahwa kata “peran” atau role dalam bahasa Inggrisnya memang diambil dari dramaturgy atau seni teater. Dalam seni teater seorang aktor diberi peran yang harus dimainkan sesuai dengan plotnya, dengan alur ceritanya, dengan lakonnya. Lebih jelasnya kata “peran” atau “role” dalam kamus oxford dictionary diartikan : Actor’s part; one’s task or function. Yang berarti aktor; tugas seseorang atau fungsi.14 Istilah peran dalam “ Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.15 Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang
yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu
posisi, juga diharapkan
menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan
role expectation. Harapan
mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas
dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari
pekerjaan/posisi tersebut. Dalam memahami peranan pemerintah, terlebih dahulu Ndraha yang menyatakan bahwa, fungsi pemerintah terdiri dari : …pertama fungsi primer dan kedua fungsi sekunder. Fungsi primer yaitu fungsi yang terus-menerus berjalan dan berhubungan positif dengan 14 15
The New Oxford Illustrated Dictionary, ( Oxford University Press, 1982), p.1466 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2005) hal. 854
14
kondisi pihak yang diperintah. Artinya, fungsi primer tidak pernah berkurang dengan meningkatnya kondisi ekonomi, politik dan sosial masyarakat. Pemerintah berfungsi primer sebagai provider jasa-jasa publik yang tidak diprivatisasikan dan layanan civil termasuk layanan birokrasi. Kedua fungsi itu disingkat sebagai fungsi pelayanan (serving). Fungsi sekunder pemerintah adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi, politik dan sosial yang diperintah, dalam arti semakin tinggi taraf hidup, semakin kuat bergaining position, dan semakin integratif masyarakat yang diperintah, semakin berkurang fungsi sekunder pemerintah. Jika kondisi ekonomi masyarakat lemah, pemerintah menyelenggarakan pembangunan. Semakin berhasil pembangunan, semakin meningkat kondisi ekonomi masyarakat, semakin berkurang fungsi pemerintah dalam pembangunan. Jika masyarakat merasa tertindas (powerless), tidak berdaya menentukan masa depannya, maka pemerintah melakukan program pemberdayaan (empowerment). 16 Dukungan kelembagaan pemerintah akan mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga dalam pembangunan yang terencana, perubahan struktur masyarakat akan terjadi secara bertahap seiring dengan kemandirian masyarakat dalam keikutsertaannya dalam pengelolaan pembangunan yang dikelola secara langsung oleh kelompok masyarakat. Pemerintah akan lebih berfungsi sebagai fasilitator dan mitra yang mendampingi masyarakat dalam mengelola program pembangunan. Untuk memperjelas dan mendapatkan wawasan yang lebih luas sekaligus sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan mengenai faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pemberdayaan pembangunan menurut pendapat Bintoro Tjokroamidjojo yang menyatakan, antara lain : 1. Faktor kepemimpinan ; bahwa dalam pemberdayaan program pembangunan diperlukan adanya figur pemimpin yang berkualitas; 2. Faktor komunikasi ; dengan adanya gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana baru akan mendapatkan dukungan bila diketahui, dan dimengerti masyarakat; 16
Taliziduhu Ndraha. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Cetakan pertama. Rineka Cipta, Jakarta, 2003. hlm. 76
15
3. Faktor pendidikan ; dengan tingkat pendidikan yang memadai, masyarakat akan dapat memberikan dukungan partisipasinya dalam program pembangunan.” 17 Dari uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aparatur pemerintah daerah dalam memberdayakan program pembangunan perlu merancang sedini mungkin proses sosialisasi program-program kepada kelompokkelompok masyarakat ( Community Group ) sehingga diharapkan mereka memberikan respon positif pada saat pelaksanaan program pembangunan. Selanjutnya kesimpulan menurut Tjahya Supriatna yang diambil dari asumsi David.C.Korten, Bryan dan White
serta
Moelyarto Tjokrowinoto,
menyatakan bahwa : “Salah satu unsur penting dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan program pembangunan adalah dilibatkannya kelompok sasaran dan swadaya masyarakat secara aktif dalam mengelola program pembangunan. Tanpa penyertaan kelompok selaku subyek dan obyek sasaran, serta lembaga swadaya masyarakat dapat dipastikan tujuan program pembangunan akan terhambat, bahkan boleh jadi gagal total”18
Hubungan yang kuat antara hasil pembangunan dengan prasyarat yang dibutuhkan untuk pembangunan tersebut. Sehingga untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai dengan kriteria dan indikator keberhasilan yang ditetapkan menurut parameter sistem sosial, tingkat partisipasi, dan manusia, dibutuhkan dukungan faktor-faktor kepemimpinan, komunikasi dan pendidikan yang merupakan motor penggerak masyarakat dalam menterjemahkan strategi maupun dalam melakukan kemitraan dengan agen-agen pembangunan yang ada. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan harus 17) 18
Bintoro Tjokroamidjojo.Pengantar Administrasi pembangunan. ( Jakarta :LP3S, 1995 ) hlm 226
) Tjahya Supriatna. Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.1997.hlm 118
16
merupakan “organisasi belajar” yang penuh dengan kreasi dan inovasi dalam upaya berkesinambungan untuk menyempurnakan dan meningkatkan hasil setiap tahap. Selanjutnya penulis menggambarkan secara sistematis kerangka pemikiran penelitian, yaitu : Kerangka Pemikiran PEMERINTAH KOTA CIMAHI
Sumber daya Kota
-
TIM PENGELOLA PEMKOT UMKM Lembaga keuangan Unsur lainnya
- Pedoman - Mekanisme - Koordinasi
Analisa Faktor Pemberdayaan UMKM
(1) Identifikasi Potensi,
Rencana Tindakan - Desentralisasi kegiatan - Pemberdayaan Penuh - Kajian potensi
(2) Analisis Kebutuhan, (3) Rencana Kerja
STRATEGI
Bersama, (4) Pelaksanaan, (5) Monitoring dan
TUJUAN Kesejahteraan Masyarakat
Evaluasi.
Gambar 1.1. Pola Kerangka Berpikir.
Indikator - Pembangunan SDM - Sarana dan Prasarana - Prosedur
17
1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan metode penelitian naturalistik kualitatif, yang memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural setting; 2) Peneliti sebagai instrumen penelitian, peneliti yang aktif mengumpulkan data melalui pengamatan langsung terhadap situasi ilmiah, wawancara dengan sumber-sumber data, dokumentasi, dan observasi partisipatif guna memudahkan dalam mendeskripsikan dan menganalisis data tersebut, 3) Sangat deskriptif 4) Mementingkan proses maupun produk, artinya memperhatikan bagaimana perkembangan terjadinya sesuatu, 5) Mencari makna dibelakang terjadinya sesuatu, 6) Mengutamakan data langsung atau first hand, 7) Triangulasi : data atau informasi dari satu pihak harus diteliti kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, 8) Menonjolkan rincian kontekstual 9) Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan yang sama dengan peneliti 10) Mengutamakan pandangan responden yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan data dari pendiriannya; 11) Verifikasi, antara lain dengan pengungkapan kasus yang bertentangan atau negatif, 12) Sampling yang purposif, artinya sampelnya cukup sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian 13) Mengutamakan audit trail (mengikuti jejak atau melacak), untuk mengetahui apakah laporan penelitian sesuai dengan yang dikumpulkan, 14) Partisipasi tanpa mengganggu untuk memperoleh situasi yang natural atau wajar; 15) Mengadakan analisis sejak awal penelitian.19
Peneliti mengambil metode penelitian kualitatif (naturalistik) dengan alasan sebagai berikut : 1. Peneliti ingin mengetahui tentang hal-hal yang menyebabkan suatu program pembangunan diberdayakan, sehingga menimbulkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesejahtraan hidupnya, terutama dibidang Usaha Masyarakat yang berbasis UMKM; 2. Sesuai dengan karakteristik penelitian di atas, peneliti dalam penelitian ini ingin mencari tahu mengenai gambaran secara jelas (deskriptif)
18
tentang konsep masa lampau dan konsep masa sekarang, yang memiliki hubungan
dengan
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
dan
pemberdayaan masyarakat dalam program UMKM. 3. Proses penelitian dimulai dari mencari data kemudian dianalisis, diinterpretasi dengan
dan fakta yang ada,
teori-teori pemberdayaan
serta partisipasi masyarakat. 4. Informan diambil dari individu-individu atau narasumber yang mengetahui dan memahami peran serta tugasnya dalam kegiatan program pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi
1.6.2. Definisi Konsep dan Fokus Penelitian Penelitian ini berjudul pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kota Cimahi. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis terhadap satu variabel yang berusaha menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah pemberdayaan UMKM program pembangunan masyarakat agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi. Difokuskan
kepada
faktor-faktor
pemberdayaan
program
pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan kemitraan Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.
1.6..3. Sumber Data Sumber Data dalam penelitian ini adalah individu dari suatu kelompok (organisasi) manusia, baik para pelaku maupun kelompok sasaran masyarakat
19
yang memiliki hak dan kewajiban dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi yang dalam penelitian ini meliputi : 1. Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan); 2. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Cimahi; 3. Goverment Relation Manager Alfamart Regional Jabar; 4.
Ketua Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Cimahi;
5. Aggota UMKM ( 5 orang ).
1.6.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.6.4.1. Interview / Wawancara, dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara berstruktur. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi atau keterangan yang terperinci dan mendalam (in-depth interview) mengenai pandangan, buah pikiran dan perasaan orang lain yang diberikannya secara bebas. 1.6.4.2. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi, dalam hal ini peneliti melihat dan mempelajari berbagai sumber-sumber atau bahan bacaan, seperti bukubuku penunjang teori, makalah ilmiah, jurnal, dokumen-dokumen seperti peraturan perundang-undangan yang relevan dengan bidang yang diteliti. 1.6.4.3. Triangulasi, menurut Alwasilah “Untuk mendapatkan data yang lengkap, para peneliti kualitatif naturalistis menggunakan teknik triangulation (triangulasi). Dalam penelitian kualitatif , triangulasi ini merujuk pada pengumpulan informasi (data) sebanyak mungkin dari berbagai sumber”.20
20
Atau data dari satu pihak dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data tersebut dari sumber lain.
1.6.5. Analisis Data Analisis Data yang digunakan adalah analisis data secara induktif. Analisis ini digunakan dengan alasan : 1) Lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda seperti yang terdapat dalam data; 2) Membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel; 3) Dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusankeputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar yang lainnya21 Analisis data ini dilakukan sejak awal, artinya analisis akan timbul dengan sendirinya bila peneliti menafsirkan data yang diperoleh, hanya saja perlu diadakan pembedaan mana yang merupakan data deskriptif dan mana yang merupakan data analisis atau tafsiran.22 Dalam menganalisis data, peneliti juga melengkapinya dengan menyajikan tabel hasil wawancara mendalam (In-depth interview) dalam matriks-matriks, hal ini berdasarkan pendapat Becker yang dikutip Maxwell (1996) yang menyebutkan: “… Peneliti harus melaporkan alasan pemakaian data-data kuantitatif untuk menarik sejumlah kesimpulan. Pemakaian angka-angka ini bukan hanya mengetes atau mendukung klaim keterlibatan statistik, tapi juga membantu peneliti menghitung bukti-bukti dari lapangan yang mungkin berpotensi sebagai data atau temuan yang mengancam validitas penelitian”.23 Selanjutnya Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman menyatakan bahwa “…Data kualitatif dapat ditransformasikan dalam aneka macam cara :
21
seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya. Kadangkala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat (misalnya, seorang penganalisis memutuskan untuk memandang kondisi wilayah penelitian ke
dalam
kategori
“tinggi”
atau
“menengah”
dalam
hal
pemusatan
administrasinya). Pedoman kami adalah sebagai berikut : biarkan saja angkaangka dan kata-kata untuk menguraikan angka-angka itu ada bersama-sama dalam analisis anda berikutnya. Dengan cara itu, kita tidak menapis data yang ada dari konteks di mana data itu terjadi /diperoleh.”6 Jadi dalam penelitian kualitatif perlu diketahui, yang pertama-tama, adalah bahwa kadang-kadang kita juga menghitung, dan saat yang tepat bagi kita untuk menggunakan unsur frekuensi secara sadar. Ada tiga alasan kuat mengapa kita menggunakan angka; yakni untuk melihat dengan cepat apa yang telah anda peroleh dalam data yang begitu banyak; untuk menguji suatu dugaan atau hipotesis; dan menjaga agar anda tetap jujur secara analitis, menghindari bias.”7
1.6.6. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kota Cimahi, dengan pertimbangan sebagai berikut : 1) Peneliti mudah untuk mengakses data primer maupun data sekunder; 2) Besarnya Potensi UMKM yang ada di Kota Cimahi; 3) Adanya program Pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi 23)
Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi. (Jakarta : Universitas Indonesia. 1992) hlm 16-17 7) Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman. Op.Cit. hml 389-391
22
Penelitian ini dirancang dengan mengikuti jadwal sebagai berikut : 1) Tahap Persiapan dan observasi lapangan : September 2004; 2) Tahap Pengumpulan Data Lapangan: Oktober 2014. 3) Tahap Pengolahan dan Penyusunan Data: Nopember 2014. 4) Tahap Penulisan Laporan : Nopember 5) Tahap Penyerahan Laporan: Desember 2014. Tabel. 1.2 Jadual dan Waktu Kegiatan BULAN No
KEGIATAN Sept
1
Tahap Persiapan dan Observasi Lapangan
2
Tahap Pengumpulan Data Lapangan
3
Tahap Pengolahan dan Penyusunan Data
4
Tahap Penulisan Laporan
5
Tahap Penyerahan Laporan
Oktober
Nov
Des
***** ****** ***** *** *
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pemberdayaan 2.1.1. Definisi Pemberdayaan Pemberdayaan, yang dikenal dari bahasa Inggris, empowerment adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, terutama Eropa. Guna memahami konsep pemberdayaan secara benar memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tentang pemberdayaan telah luas diterima dan digunakan, mungkin dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Pemakaian konsep tersebut secara kritikal meminta adanya telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.”1 Sependapat dengan pernyataan di atas, Paul menyatakan pula bahwa : “Pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil (equitable sharing of power ) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan. Dari perspektif lingkungan, pemberdayaan mengacu kepada pengamanan akses terhadap sumber daya alam dan pengelolaannya secara berkelanjutan “2 Selanjutnya, Bennis warren dan Michael Mische menjelaskan bahwa : “Pemberdayaan berarti menghilangkan batasan birokratis yang mengkotak-kotakan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan ambisinya. Aparatur yang mempunyai keleluasaan untuk berkreasi mendorong minat dan 1)
Prijono dan A.M.W Pranarka. Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan implementasinya. (Jakarta : CSIS, 1996) hlm. 44-45 2) Ibid .hlm.56
23
24
kemampuan yang lebih besar lagi, sehingga aparatur akan saling berkompetisi dalam mengembangkan dirinya berdasarkan misi”3
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka konsep pemberdayaan sebagai awal proses munculnya suatu gagasan yang ingin menempatkan manusia sebagai obyek dari dunianya sendiri, menempatkan dua kecenderungan yaitu : “Pertama, Pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan bagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) pada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses ini sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua, kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.”4 Selanjutnya Sedarmayanti menyatakan bahwa “ …dengan pemberdayaan, dapat mendorong terjadinya inisiatif dan respons, sehingga seluruh masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cepat dan fleksibel”5 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan pemberdayaan akan mendorong suatu inisiatif dan respon masyarakat yang akhirnya dapat menjadi pendorong pemberdayaan program pembangunan masyarakat dan dapat menyelesaikan suatu permasalahan pembangunan masyarakat.
3)
Bennis warren and Michael Mische. Organisasi Abad 21, Reiventing melalui Reingenering. ( Jakarta : LPPM, 1995 ) hlm.45 4) Prijono dan A.M.W Pranarka.Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan Implementasinya. (Jakarta: CSIS,1996) hlm. 56-57 5) Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. (Bandung : Mandar Maju, 2000) hlm.80
25
2.1.2. Pemberdayaan Program Pemerintah Menurut Supriatna dikatakan bahwa : “Konsep pemberdayaan program pembangunan, lebih menekankan kepada keikutsertaan masyarakat dan kelompok sasaran dalam menentukan kebutuhan dan partisipasi dalam proses pembangunan lewat pemberdayaan, pembelajaran masyarakat, dan memanfaatkan kondisi lokal. Makna pembangunan manusia seutuhnya mempunyai implikasi dalam memperluas pilihan melalui langkah pemberdayaan, pengakuan hak asasi manusia dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam sosio-ekonomi.”6 Hal ini sesuai dengan pendapat Harmon and Mayer yang menyatakan bahwa :”Model Pembangunan III lebih menekankan kepada kegiatan aparatur pemerintah yang penuh tanggung jawab dan berupaya membangkitkan kesadaran dan kemampuan instansi secara individual dan kolektif”7. Selanjutnya Korten menyatakan bahwa: “Banyak program pembangunan yang tidak mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap program pengentasan penduduk miskin dan keterbelakangan, bahkan gagal mencapai tujuan program tersebut. Karena itu, pemerintah dalam melakukan pelayanan publiknya harus memperhatikan kondisi lokal, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan kelompok masyarakat”8 Pemberdayaan program pembangunan memerlukan keikutsertaan dan partisipasi masyarakat, strategi pembangunan yang memiliki kemampuan memotivasi masyarakat , dan memberdayakan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki oleh lembaga. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Sedarmayanti yang menyatakan bahwa : “…Sumberdaya perlu dikelola dengan baik dalam suatu aktivitas tertentu, sehingga akan mencapai suatu keunggulan. Pada dasarnya sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi meliputi sumberdaya yang nyata, sumberdaya yang tidak nyata dan sumberdaya manusia. Sumberdaya nyata 6)
Dr. Tjahya Supriatna,MS.Birokrasi, Pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan.1997 Ibid.hlm.18 8) ibid.hlm.37 7)
26
terdiri dari fisik dan keuangan, dan sumberdaya yang tidak nyata terdiri dari teknologi, reputasi dan budaya, sedangkan sumberdaya manusia terdiri dari keterampilan, pengetahuan dan sikap, kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi serta motivasi. Keseluruhan sumberdaya organisasi tersebut akan sangat menunjang kemampuan organisasi (karena kemampuan organisasi ditentukan oleh sumberdaya yang dimiliki organisasi) .Kemampuan organisasi akan sangat menentukan keunggulan bersaing, setelah atau apabila organisasi mampu menggunakan strategi yang sesuai dan memperhatikan faktor-faktor kunci keberhasilan yang ada…”8 Menurut Supriatna, yang menyatakan bahwa : “ Program pembangunan akan berhasil dan gagal memajukan kesejahteraan kelompok sasaran masyarakat, tergantung pada kualitas derajat kesesuaian antara kebutuhan pihak penerima dengan program, persyaratan program dengan kemampuan nyata organisasi pembantu, kemampuan mengungkapkan kebutuhan oleh organisasi pembantu. Karena itu, agar program pembangunan bisa mengakses dan komitmennya melekat pada kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai ”sense of belonging” dan “sense of responsibility” kesesuaian tiga arah ini harus disosialisasikan dan dilembagakan lewat kebijakan publik”9 Kesesuaian tiga arah ( three ways fit model ) yang dimaksud di atas, berdasarkan model yang dikemukakan Korten yang berasumsi bahwa “daya kerja dari suatu program pembangunan adalah fungsi kesesuaian antara mereka yang dibantu (Beneficiaries), program pembangunan dan organisasi yang membantu”10 Selanjutnya dapat digambarkan hubungan sumberdaya, kemampuan organisasi dan strategi menurut Robert Grant, sebagai berikut :
8)
Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. (Bandung : Mandar Maju, 2000) hlm.95 9) Tjahya Supriatna.Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.hlm.41 10) David.C.korten.Strategic Organization for People Centered Development ( Public administration Review.1984.) hlm.182
27
Gambar 2.1 Hubungan Antara Sumberdaya, Kemampuan Organisasi dan Strategi
Keunggulan bersaing
STRATEGI
Faktor-Faktor Kunci Keberhasilan
Kemampuan Organisasi
SUMBER-SUMBER DAYA
Sumber daya nyata
Fisik
Keuangan
Sumber daya tidak nyata
Teknologi
Reputasi
Budaya
Sumber Daya Manusia
Keterampilan Komunikasi Motivasi Pengetahuan Interaksi & Interaks Sikap
Sumber : Robert Grant. Contemporary Strategi Analisis
11
Berdasarkan uraian dan gambaran analisis di atas,
maka dapat
dikemukakan kesimpulan bahwa pemberdayaan program pembangunan
sangat
ditentukan oleh kemampuan aparatur pemerintah dalam mengelola sumberdaya lokal/daerah dengan strategi tertentu dan mampu melibatkan seluruh elemen masyarakat agar turut serta dalam meningkatkan hasil dari penyelenggaraan atau pelaksanaan suatu program pembangunan yang pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat memberikan kesempatan kepada setiap anggota masyarakat
11 )
Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi.(Bandung : Mandar Maju ,2000) hlm 95
28
untuk ikut serta dalam proses pembangunan dengan mendapatkan kesempatan yang sama dan menikmati hasil pembangunan tersebut sesuai kemampuannya.
2.2. Pemberdayaan, Pengaturan dan Pelayanan dalam Pemerintahan Menurut David Osborne dan Ted Gaebler, Lembaga Publik dapat menjalankan Konsep kewirausahaan, sehingga dalam konsep reinventing government ditawarkan sepuluh prinsip, yaitu : 1. Pemerintah dan Birokrasi berperan sebagai katalisator; 2. Pemerintah dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam pemberian pelayanan; 3. Pemerintah dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan; 4. Pemerintah dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan pada pencapaian apa yang merupakan misinya daripada menekankan pada peraturan-peraturan; 5. Pemerintah dan birokrasi hendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik; 6. Pemerintah dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat bukan kebutuhan diri sendiri; 7. Pemerintah dan birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan uang untuk organisasinya, disamping pandai menghemat biaya; 8. Pemerintah dan birokrasi yang antisipatif; 9. Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan; 10. Pemerintah dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar.12 Dari uraian di atas, memberdayakan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan masyarakat yang merupakan tujuan utama program pembangunan di daerah. Menurut Sedarmayanti, Paradigma Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, bertumpu
12 )
Sedarmayanti.Good Governance, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. ( Bandung : Mandar Maju, 2003 ).hlm 52
29
kepada nilai demokrasi, pemberdayaan dan pelayanan.13 Dalam melaksanakan program pembangunan aparatur pemerintah hendaknya tidak harus selalu melaksanakan sendiri, tetapi justru lebih banyak bersifat mengarahkan (steering rather than rowing), atau memilih kombinasi yang optimal antara melaksanakan atau mengarahkan.14 Selanjutnya diperlukan strategi dalam melaksanakan konsep reinventing government, antara lain : 1. Strategi inti (Core Strategy), yaitu strategi perumusan kembali tujuantujuan penyelenggaraan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah; 2. Strategi Konsekuensi (Consequency Strategy), dalam hal ini perlu dirumuskan dan ditata kembali pola-pola insentif kelembagaan maupun individual; 3. Strategi Pemakai Jasa (Costumer Strategy), aparatur birokrasi dalam hal ini perlu melakukan reorientasi dari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan kelembagaannya; 4. Strategi pengendalian (Control Strategy), yaitu adanya perumusan kembali dalam upaya pengendalian organisasi; 5. Strategi Budaya/kultur (Culture Strategy), yaitu adanya upaya reorientasi perilaku dan budaya aparatur dan birokrasi.15 Dari uraian starategi tersebut di atas, maka diperlukan pemahaman struktur, sistem dan budaya organisasi pada abad 20 dan abad 21 yang menekankan perlunya : 1. 2. 3. 4. 5.
Kesadaran yang tetap tinggi akan urgensi; Kerjasama tim dalam tatanan manajemen puncak; Bisa menciptakan dan mengkomunikasikan visi yang efektif; Pemberdayaan besar-besaran baik individu, organisasi dan masyarakat; Pendelegasiam yang sangat baik kepada manajemen bawah untuk kinerja jangka pendek; 6. Tidak ada saling ketergantungan yang tidak perlu; 7. Budaya organisasi yang adaptif dan penggunaan analisis kinerja.16 13 )
Ibid.hlm 33 Ibid.hlm 33 15 ) Ibid.hlm 53 16 ) Ibid.hlm 66 14 )
30
Selanjutnya Tjahya Supriatna menekankan pentingnya pendekatan program pembangunan yang terdiri dari : 1.Keterpaduan; yaitu mengarahkan kegiatan pembangunan secara lintas sektoral; 2.Kegotongroyongan; yaitu menumbuhkan kebersamaan yang kuat guna membantu yang lemah, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan merata; 3.Keswadayaan; yaitu menitikberatkan pada kegiatan yang mandiri; 4.Partisipatif; yaitu melibatkan warga masyarakat, khususnya kelompok sasaran, dalam pengambilan keputusan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan hasil sesuai dengan nilainilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri; 6. Terdesentralisasi; yaitu menurunkan wewenang pembuatan keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kepada aparat pemerintah yang terdekat dengan penduduk miskin.17
2.3. Pemerintahan dan Fungsi Pemerintahan Negara sebagai organisasi kekuasaan yang meliputi kelompok masyarakat, mempunyai kewenangan untuk menyatukan, melayani kelompok masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Maka pemerintah sebagai alat untuk memfasilitasi kepentingan tersebut mutlak harus ada. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah dengan dasar kekuasaan dan kewenangan memerintah yang dimilikinya melaksanakan kegiatan pemerintahan,
untuk memfasilitasi hubungan keberadaan dua kelompok orang
yang memerintah di satu pihak dan kelompok yang diperintah di lain pihak disebut masyarakat.
17 )
Tjahya Supriatna. Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.1997.hlm 131-132
31
Berkaitan dengan hubungan-hubungan pemerintahan, khususnya hubungan antara yang memerintah (pemerintah) dan yang diperintah rakyat. Syafei mengklasifikasikan dalam beberapa pola hubungan antara lain: 1) Hubungan pemerintahan vertikal : yaitu hubungan atas bawah antara pemerintah dan rakyatnya dimana pemerintah sebagai pemegang kendali yang memberikan perintah-perintah kepada rakyat, sedangkan rakyat menjalankan perintah dengan penuh ketaatan, sebaliknya dalam pola ini dapat pula rakyat sebagai pemegang otoritas yang diwakili parlemen, sehingga kemudian pemerintahan bertanggungjawab kepada rakyat. 2) Hubungan pemerintahan horizontal: yaitu hubungan menyamping kiri kanan antara pemerintah dengan rakyatnya, dimana pemerintah dapat saja berlaku sebagai produsen, sedangkan rakyat sebagai konsumen.18
Pengertian
pemerintahan
menurut
R,
Mc
Iver,
menyatakan
”...government is the organization of men under authority…..how men can be governed ”
maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai suatu organisasi dari
orang yang mempunyai kekuasaan ….bagaimana manusia itu bisa diperintah19 Selanjutnya Syafei menjelaskan bahwa kekuasaan pemerintahan dapat dibedakan dalam (1) arti sempit hanya meliputi lembaga negara yang mengurus roda pemerintahan (disebut eksekutif ) dan (2) dalam arti luas selain eksekutif termasuk juga lembaga yang membuat peraturan perundang-undangan (disebut legislatif) dan yang melaksanakan peradilan (disebut yudikatif)20. Sesuai dengan pendapat Suradinata, bahwa pengertian “pemerintahan” dapat dibedakan dalam artian luas dan artian sempit, yaitu : “pemerintahan dalam artian luas adalah segala kegiatan dalam badanbadan publik yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, 18
) Ibid hal. 52-53 ) lihat R, Mc Iver , dalam Syafei, Ibid, hal 22 20 ) Ibid, hal 2 19
32
dalam usaha mencapai tujuan negara sedangkan, pemerintah dalam artian sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif”.21 Pengertian pemerintah menurut C.F. Strong “government is the broader sense, is changed wifh the maintenance of the peace and security of state with in and with out, it must therefore, have first military power or the control of armed forces, secondly legislative power of the means of making laws, thirdly financial power or the ability to extract sufficient money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing the law it makes on the states behalf”22 Maksudnya pemerintahan dalam artian luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke dalam dan ke luar. Oleh karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, yang kedua, harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam artian pembuatan undang-undang , yang ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberasaan negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal
tersebut dalam rangka penyelenggaraan
kepentingan negara. Pendapat
tersebut
juga
mengatakan
tentang
kekuasaan
dalam
pemerintahan, sehingga dapat dikatakan pemerintahan tanpa kekuasaan tidak akan dapat berjalan, dalam praktiknya penyelenggaraan pemerintahan kekuasaan diperlukan untuk berbagai aktifitas baik di bidang eksekutif, dalam artian luas, militer, legislatif maupun yudikatif.
21
) Suradinata , Sistem Informasi Manajemen, dan Proses Pengambilan Keputusan (Bandung: CV Ramadan, 1996), hal 6 22 ) Syafei, Loc. Cit hal. 22
33
Pemerintah tidak akan mempunyai peran manakala tanpa adanya pemerintahan, karena pemerintah merupakan lembaga atau badan yang tidak dinamis sedangkan pemerintahan merupakan kegiatan/proses aktifitas pemerintah, pemerintah mempunyai arti untuk menggerakkan sesuatu, pemeritahan adalah suatu kegiatan proses atau prosedur bagaimana menjalankan perbuatan pemerintah atau negara. Selanjutnya pemerintahan menurut Sumendar
dalam
Syafei menyatakan bahwa : sebagai badan yang penting dalam pemerintahannya, pemerintah mestinya memperhatikan ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, pengaruh lingkungan, pengaturan komunikasi peran serta seluruh lapisan masyarakat dan legitimasi.23 Tujuan utama dibentuknya pemerintahan, adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalankan kehidupannya secara wajar, menurut Rasyid, tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan yaitu: 1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat mengulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan 2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok-gontokan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.
23
) lihat Sumendar dalam Innu Kencana Syafei, Loc. Cit. hal 18
34
3. Menjamin diterapkannya pelakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. 4. Melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah, atau yang akan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah. 5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahtaraan sosial, membantu orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar,menampungn serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif. 6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat. 7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti air, tanah, dan hutan.24 Fungsi utama pemerintahan, menurut Supriatna tidak hanya menitik beratkan pada fungsi pengaturan, pengelolaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemerintahan dalam pelayanan publik, tetapi lebih berorientasi kepada fungsi pemberdayaan (empowering), peluang/ kesempatan (enabeling), keterbukaan
24
) Ryas Rasyid, Op Cit. hal 13.
35
(democracy), dan kemitraan (partnership) dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan publik.25 Fungsi pemerintahan yang moderen pada saat ini stateginya pada daya dukung dan daya dorong untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan Prinsip pendekatan fungsi pemerintahan, menurut Supriatna sebagai berikut 1. Pemerintah berperan sebagai pengendali (steering) dan bukan sebagai pendayung (rowing) 2. Pemerintah lebih berperan dalam pemberdayaan masyarakat daripada melayani 3. Pemerintah menciptakan iklim persaingan yang sehat terutama dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat 4. Pemerintah lebih berorientasi kepada misi bukan kepada tugas 5. Pemerintah lebih berorientasi kepada keluaran daripada efisiensi 6. Pemerintah berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat dari pada kepentingan birokrasi 7. Pemerintah berorientasi pada bisnis dalam menggali uang daripada membelanjakannya 8. Pemerintah memiliki daya tanggap dan mampu mengaantisilpasi semua tantangan yang terjadi 9. Pemerintah harus berorientasi pada pasar/ pelayanan dalam memenuhi tuntutan permintaan/ kebutuhan masyarakat. 26 Dilain pihak pemberdayaan adalah salah satu strategi untuk memperbaiki sumber daya manusia dengan pemberian tanggung jawab dan kewenangan terhadap mereka yang nantinya diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih tinggi di era yang selalu berubah.27
25
) Tjahya Supriatna, Op Cit hal,78 ) Ibid, hal 96 27 ). Wahibur Rochman, Jr, , “Pemberdayaan dan Komitmen : Upaya Mencapai Kesuksesan Organisasi Dalam menghadapi Persaingan Global”, Amara Books : Jogyakarta.2002.p.121. 26
36
Menurut Kahan , salah satu model pemberdayaan adalah melalui tahapan Desire, yakni
adanya keinginan manajemen untuk mendelegasikan dan
melibatkan pekerja, antara lain adalah menggambarkan keahlian team dan melatih karyawan untuk mengatasi sendiri (self-control).28 Argumen mengenai kegiatan melatih ini sejalan dengan konsep pemberdayaan yang diajukan oleh Caudron yang mengatakan bahwa salah satu yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang mendukung program pemberdayaan (empowerment) melalui provide the training and resources needed to do good job. Artinya pemberdayaan dapat dilakukan melalui “training” sebagai upaya yang sangat penting untuk meningkatkan keahlian. 29 Hal tersebut sesuai dengan pendapat Stewart yang menyebutkan bahwa analisis kebutuhan-kebutuhan pelatihan (training needs analisys) yang berkaitan dengan pemberdayaan harus selalu didasarkan pada model klasik siklus pelatihan, yakni
menemukan kekurangan kinerja, menemukan cara-cara pelatihan yang
dapat membetulkan kekurangan, melakukan pelatihan yang sesuai, menilai hasilhasilnya; dan mengulangi proses, secara terus-menerus. 30 Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk memberikan atau mengalihkan kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya yang dapat dilakukan melalui program pemerintah. Dengan demikian dari uraian tersebut di atas, bahwa
28). 29). 30)
Ibid.p.123. Ibid.124. Aileen Mitchell Stewart, , “Empowering Kanisius:Yogyakarta). 1994.p.165.
People”
(Penerj.
Agus.M.
Hardjana,
37
pemerintahan merupakan pelaksanaan dari tugas dan fungsi pemerintah, melalui lembaga
pemerintah
yang
memiliki
kewenangan
dan
hukum
dalam
penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai tujuan masyarakat dan negara.
2.4. Tinjauan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor usaha yang banyak memiliki keterbatasan dibandingkan dengan perusahaan besar. Perbedaan yang paling mendasar jika dibandingkan dengan perusahaan besar adalah dalam hal skala usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang lingkup usaha UMKM sangat terbatas. Faktor lain yang membedakan adalah pada umumnya sektor UMKM belum memiliki legalitas usaha yang sah, sehingga sering disebut dengan sektor informal, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak pula UMKM yang memiliki legalitas sebagai badan hukum. Menurut S.V. Sethuraman (Wibowo, 2002), sektor informal merupakan sektor usaha yang terdiri dari unitunit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing dan dalam usahanya sangat dibatasi faktor modal dan keterampilan. Definisi mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih belum seragam antar satu institusi dengan institusi yang lain. Berikut ini dijelaskan definisi UMKM dari masing-masing institusi. 1. Badan Pusat Statistik mendefinisikan UMKM berdasarkan ukuran ketenagakerjaan. Usaha mikro adalah usaha yang mempekerjakan
38
lima orang termasuk pekerja keluarga yang tidak dibayar. Usaha kecil apabila mempekerjakan 5 sampai 10 orang, dan usaha menengah apabila mempekerjakan 20 sampai 99 orang. 2.
Bank Indonesia mendefinisikan UMKM dengan dua kriteria. Kriteria yang pertama berdasarkan aset, omset, dan badan hukum. Yang disebut usaha mikro adalah usaha yang dilakukan orang miskin atau hampir miskin, milik keluarga, sumber daya lokal dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah dimasuki dan keluar. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset hingga Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan dengan omset Rp 1 miliar. Lalu disebut usaha menengah apabila ber-omset Rp 3 miliar, yang terbagi dalam dua jenis, yaitu industri bukan manufaktur dengan aset hingga Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan serta industri manufaktur dengan aset hingga Rp 5 miliar. Kriteria yang kedua berdasarkan kredit yang diterima oleh pengusaha. Usaha mikro adalah usaha yang dapat menerima kredit hingga Rp 50 juta. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang dapat menerima kredit mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Lalu usaha menengah adalah usaha yang dapat menerima kredit dari Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar rupiah.
3. Menurut Bank Dunia, usaha mikro adalah kegiatan usaha yang menggunakan pekerja hingga 20 orang. Sedangkan usaha kecil dan menengah (UKM) adalah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja
39
di atas 20 orang dengan aset di luar tanah dan bangunan hingga US$ 500 ribu. 4. Definisi UMKM yang terdapat di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 merupakan definisi UMKM yang terbaru di Indonesia, menggantikan definisi UMKM yang lama, yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995. Definisi usaha mikro, kecil dan menengah dijelaskan satu persatu berikut ini. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b.
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 miliar. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
40
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 miliar. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 bahwa “perekonomian
disusun
sebagai
usaha
bersama
berdasarkan
atas
asas
kekeluargaan”. Hal tersebut mengandung makna perekonomian di Indonesia pada dasarnya berdasarkan atas demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang harus lebih diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh karenanya, perekonomian disusun sebagai suatu usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dengan sebutan yang lebih tepatnya adalah “koperasi”. Dalam pasal 1 Bab I Ketentuan Umum UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa Koperasi adalah : “Badan Usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
41
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”. 31 Adapun mengenai tujuan dari Koperasi sebagaimana tercantum dalam pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah : “Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 32 Sedangkan mengenai fungsi, peran dan prinsip Koperasi disebutkan dalam pasal 4 dan pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah : Pasal 4 : Fungsi dan Peran koperasi adalah : a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai soko gurunya. d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.33 Pasal 5 : Prinsip Koperasi adalah : a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; b. pengelolaan dilakukan secara demokratis; c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.34
31 ). 32 33 34
Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indoensia.p.5. ). Ibid.p.6. ). Ibid.p.6-7. ). Ibid.p.7.
42
Sedangkan yang dimaksud dengan usaha kecil dan menengah sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil disebutkan bahwa : Usaha kecil adalah : kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam UU No.9/1995. Usaha menengah adalah : kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.35 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dinyatakan bahwa : 1. Kriteria Usaha Mikro a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000 (limapuluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000 (tigaratus juta rupiah) 2. Kriteria Usaha Kecil a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (limapuluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 (tigaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) 3. Kriteria Usaha Menengah a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 (dua milyar limaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) 36 Dengan memperhatikan beberapa uraian di atas, maka dapat diketahui secara seksama bahwa eksistensi koperasi dalam pengelolaan perekonomian
35 ). 36 )
Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. CV. Asta Jaya : Bandung.p.47. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
43
kerakyatan di Indonesia sangatlah penting artinya dalam menumbuh kembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang
mempunyai
ciri-ciri
demokratis;
kebersamaan;
kekeluargaan;
dan
keterbukaan. Pentingnya pengembangan koperasi, usaha kecil dan menegah di daerah, secara fundamental akan dapat memperkuat basis ekonomi secara nasional. Arah pemberdayaan yang perlu diwujudkan adalah pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada SDA dan SDM yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Pemberdayaan UMKM merupakan upaya yang wajib dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga usaha kecil dapat mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pemberdayaan bagi usaha kecil di Indonesia wajib dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diselenggarakan atas dasar kekeluargaan dengan tujuan : a. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha yang menengah. b. Meningkatkan peranan Usaha Kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.37
37).
Ibid
44
Dalam rangka memfasilitasi upaya pemberdayaan tersebut, kemudian Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
melakukan pembinaan dan
pengembangan sektor usaha kecil dalam bidang : produksi dan pengolahan; pemasaran; sumber daya manusia; dan teknologi dengan cara : a. meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan; b. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan; c. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan pengawet dan bahan kemasan.38 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program pendidikan dan pelatihan manajemen usaha merupakan salah satu bagian dari upaya untuk memperkuat basis pemberdayaan UMKM yang terfokus pada peningkatan pengetahuan SDM dalam bidang menajemen usaha.
38 ).
Pasal 14-15 Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. CV. Asta Jaya : Bandung.p.50-51.
BAB III OBYEK PENELITIAN
3.1.
Sejarah Kota Cimahi Cimahi mulai dikenal pada Tahun 1811, Gubernur Jendral Willem
Daendels membuat jalan Anyer-Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan (Loji) di Alun-alun Cimahi sekarang. Tahun 1874-1893, dilaksanakan pembuatan jalan kereta api Bandung-Cianjur sekaligus pembuatan stasiun kereta api Cimahi. Tahun 1886 dimulainya pembangunan pusat pendidikan militer dan fasilitas lainnya (RS Dustira, rumah tahanan militer, dll). Tahun 1935, Cimahi menjadi kecamatan (lampiran staat blad Tahun 1935). Tahun 1962 dibentuk setingkat kewedanaan, meliputi empat kecamatan Cimahi, Padalarang, Batujajar dan Cipatat. Tahun 1975 ditingkatkan menjadi Kota Administratif (PP No. 29 Tahun 1975), diresmikannya pada tanggal 29 Januari 1976, merupakan Kotif pertama di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia. Tahun 2001 ditingkatkan statusnya menjadi Kota Otonom. Cimahi yang berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya maka berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1975. tentang pembentukan Kota Administratif, Cimahi dapat ditingkatkan statusnya dari Kecamatan menjadi Kota Administratif yang berada di wilayah Kabupaten Bandung yang dipimpin oleh Walikota administratif yang bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bandung. Kota administratif Cimahi
45
46
dengan luas wilayah keselurahan mencapai 4.025,73 Ha, yang merupakan bagian dari Kabupaten Bandung Utara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat. Perkembangan Kota Cimahi yang pesat, khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, yang pada tahun 1990 berjumlah 290.202 jiwa dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 352.005 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 2,12 % pertahun. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan wewenang kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Cimahi atau kota administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 29/1975 tentang pembentukan Kota Administratif Cimahi. Secara geografis wilayah Kota Administratif Cimahi mempunyai kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Dari segi potensi, industri dan perdagangan, perhubungan serta pendidikan, Kota Administratif mempunyai prospek yang baik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang, wilayah Kota Administratif Cimahi yang meliputi Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan, perlu dibentuk menjadi Kota Cimahi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi.
47
Tanggal 18 Oktober 2001 dibentuklah Kota Cimahi yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan melalui proses penelitian dari lima perguruan tinggi negeri dan swasta yaitu Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB), Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Jend. Ahmad Yani (Unjani). Proses tersebut meneliti tentang persyaratan Daerah Otonom yaitu luas wilayah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), jumlah penduduk serta kehidupan sosial politik ekonomi dan budaya. Dengan demikian Kota Cimahi adalah Daerah Otonom yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan Kota Cimahi sebagai daerah otonom mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib yaitu pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter fisikal, agama serta kewenangan bidang lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan No.1 Tahun 2003 tentang Kewenangan Kota Cimahi sebagai Daerah Otonom.
3.2. Visi dan Misi Kota Cimahi Visi Kota Cimahi periode tahun 2007-2012 adalah dengan iman, taqwa, optimis dan cerdas, jadikan Cimahi kota maju, agamis, nyaman, tertib, aman dan produktif. Sedangkan untuk misi Kota Cimahi diantaranya adalah sebagai berikut:
48
1. Meningkatkan sarana perekonomian dan lapangan kerja 2. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan 3. Meningkatkan penataan dan Penegakan hukum 4. Meningkatkan ifrastruktur kota 5. Mengendalikan pembangunan agar berwawasan lingkungan 6. Meningkatkan kemitraan dengan dunia usaha
3.3.
Struktur Organisasi Kota Cimahi Pada suatu organisasi adanya garis komando atau susunan hirarki
sangatlah penting untuk mengarahkan organisasi tersebut kepada tujuan bersama. Untuk mengarahkan tujuan organisasi tersebut diperlukannya adanya suatu susunan atau tatanan organisasi yang terstruktur mulai dari jabatan tertinggi hingga jabatan yang paling bawah. Fungsi dari tiap-tiap jabatan adalah untuk membantu kepala jabatan sebagai pemegang penuh kekuasaan dan untuk memberi saran, idea tau gagasan tentang sebuah masalah yang ada di daerah tersebut. Kota Cimahi memiliki susunan organisasi yang sama dengan daerah lainnya yang dimana Wali Kota Kota Cimahi dibantu oleh beberapa staf ahli dan sekretariat. Wali Kota langsung membawahi dinas-dinas, lembaga teknis daerah, satuan polisi dan pamong praja. Sekretariat sendiri membawahi tiga asisten yaitu, asisten pemerintahan, asisten perekonomian dan pembangunan, dan yang terakhir adalah asisten administrasi umum, dengan gambar struktur sebagai berikut:
49
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kota Cimahi
Sumber: Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001
3.4. Peran dan Fungsi Kelembagaan Kota Cimahi Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Pemerintah Kota Cimahi, Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan di daerah, peran dan fungsi kelembagaan di Kota Cimahi yaitu Badan Perencanaan Daerah bertanggung jawab dalam teknis perencanaan umum pembangunan daerah dan Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah menyelenggarakan perencanaan teknis pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
50
3.5. Gambaran Umum Pekembangan UMKM dan SIUP di Kota Cimahi Sebagai Elemen Penting Pengembangan Kota Cimahi merupakan salah satu kota yang ada di Propinsi Jawa Barat dengan tingkat populasi penduduk sebanyak 522.731 jiwa. Populasi ini tersebar di 3 kecamatan yaitu Cimahi Utara, Cimahi Tengah dan Cimahi Selatan. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki mencapai 270.350 jiwa dan 252.381 perempuan. Luas wilayah Kota Cimahi mencapai 40 km2. Kontribusi terbesar dalam pembangunan Kota Cimahi pada tahun 2006 didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor ini telah menyumbangkan PDRB sebesar 61,92 persen atau setara dengan Rp 3,3 trilyun lebih. Konsentrasi lokasi industri pengolahan terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan dengan jumlah 105 industri. Industri-industri tersebut berukuran sedang dan besar. Kecamatan Cimahi Tengah hanya menampung 33 unit industri. Sedangkan Kecamatan Cimahi Utara menampung 18 unit industri. Total jumlah industri besar yang ada di Cimahi mencapai 75 sedangkan industri yang berukuran sedang mencapai 81 unit. Kota Cimahi sendiri memiliki 156 unit usaha yang berukuran sedang dan besar. Industri berukuran sedang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 20 sampai dengan 99 pekerja. Sedangkan industri besar daya serapnya mencapai 100 pekerja bahkan lebih. Sektor lainnya yang juga menjadi aktivitas ekonomi andalan di Cimahi adalah sektor perdagangan hotel dan restoran. Sektor ini mampu memberikan kontribusi pada kegiatan ekonomi Kota Cimahi sebesar 18,85 persen. Sedangkan untuk jasa-jasa lainnya termasuk jasa pemerintah di dalamnya mampu memberikan kontribusi pada perekonomian sebesar 5.82 persen.
51
Melihat perkembangan di atas, maka Surat Izin Usaha Perdagang (SIUP) di Kota Cimahi dibuat oleh Pemerintah Kota Cimahi berdasarkan hasil lapangan yang menyatakan bahwa hampir 89% warga Kota Cimahi belum mempunyai surat sebagai tanda kelengkapan berusaha. Sebelum adanya SIUP warga yang ingin berdagang hanya mendapatkan pengantar dari desa sabagai bukti bahwa mereka di ijinkan untuk melakukan usaha jual beli. Kondisi seperti ini membuat warga yang berjualan tidak mempunyai payung hukum yang jelas sehingga sering mengalami penggusuran. Pembuatan SIUP ini Menurut Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 27 Tahun 2003 seri C tentang Ijin Usaha Bidang Perdagangan menyebutkan bahwa Ijin Usaha, adalah keabsahan suatu usaha menurut ketentuan Peraturan Dareah Nomor 27 Tahun 2003 Seri C merupakan Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa usaha merupakan suatu kegiatan yang dilakukan pengusaha baik perorangan atau perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari hasil jual beli. Menurut Perda Kota Cimahi tentang Ijin Usaha Bidang Perdagangan menyebutkan bahwa: ”Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang dan atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi”. (Perda No.27/2003 seri C). Pengertian di atas menjelaskan tentang proses jual beli antara pedagang dan pembeli dengan azas timbal balik dan proses dua arah dimana terjadinya perpindahan hak atas barang. Tujuan dari pemberian ijin usaha adalah untuk
52
memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi perusahaan yang telah melaksanakan kewajibannya melengkapi legalitas usahanya. Sedangkan tujuannya yaitu : 1. Terlindungnya perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara tertib, jujur dan terbuka; 2.
Terbinanya dunia usaha dan perusahaan, perusahaan kecil,menengah dan besar;
3.
Terciptanya iklim usaha yang sehat dan tertib;
4.
Tergalinya sumber dan pengamanan pendapatan Kota;
5.
Mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan keterangan lainnya tentang perusahaan. (Perda No 27/ 2003 seri C)
Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa kegiatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dan dengan memberikan jaminan hukum yang pasti agar para pengusaha merasa nyaman melakukan proses perdagang karena sudah ada hukum yang mengatur dan melindunginya. Surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-Dag/Per/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) sebagaimana telah diubah oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor Tahun 2009 46/M-Dag / Per/9/2009 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah izin bagi perusahaan untuk melakukan bisnis di seluruh wilayah Indonesia Karena itu, sebelum perusahaan perdagangan menjalankan usahanya, mereka akan mendapatkan SIUP sebagai keabsahan suatu usaha.
53
Pengklasifikasian SIUP bertujuan agar sasaran yang telah tercantum pada Perda Nomor 27 seri C Tahun 2003 Tentang SIUP berjalan dengan baik. Hal lainnya dikarenakan izin usaha yang diajukan oleh masyarakat Kota Cimahi tentunya akan berbeda-beda sehingga untuk membedakannya maka dibuatlah klasifikasi SIUP, berikut adalah penjabarannya: 1. Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan 2. SIUP diklasifikasikan sebagai berikut: a. SIUP Perusahaan Kecil (PK), adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) seluruhnya sampai Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; b. SIUP Perusahaan Menengah (PM), adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; c. SIUP Perusahaan Besar (PB), adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) seluruhnya diatas Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Persyaratan SIUP Bagi warga yang ingin mengajukan SIUP harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan sesuai dengan Perda Nomor 27 seri C Tahun 2007 Tentang SIUP. Persyaratannya sebagai berikut: 1. Surat Permohonan
54
2. FC KTP Pemohon 3. Surat Pernyataan 4. FC tanda lunas PBB tahun terakhir 5. FC SITU / HO 6. Pas Photo 3 X 4 sebanyak 2 Buah 7. FC Neraca Perusahaan 8. FC NPWP 9. FC Akte Pendirian Perusahaan Setelah penjelasan tentang sasaran dan persyaratan SUIP, maka hal selanjutnya adalah pencetakan dokumen izin SIUP. Bentuk dokumen SIUP dapat terlihat seperti halnya gambar di bawah ini: Gambar 3.2 Contoh Surat Izin Usaha Perdagangan
Sumber: KPPT Kota Cimahi Tahun 2014
55
Bentuk akhir ini berupa surat izin usaha perdagangan tersebut dilengkapi dengan tingkat keamanan berupa aplikasi barcode yang tidak bisa dimanipulasi bagi pemohon. SIUP tersebut siap dicetak dengan catatan sudah melalui beberapa tahapan seperti yang terdapat di bagan alur berikut ini. Berdasarkan gambar di atas mekanisme perizinan di KPPT Kota Cimahi secara garis besar sebagai berikut: 1. Pemohon mencari informasi pada loket informasi (penjelasan) terkait tentang biaya, dan waktu untuk mendapatkan pelayanan perizinan. 2. Pemohon mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi persyaratan yang sudah ditetapkan. 3. Pemohon menyerahkan formulir permohonan dan persyaratan yang diperlukan ke loket pendaftaran. 4. Petugas di loket pendaftaran malakukan pemeriksaan berkas permohonan dan kelengkapan persyaratan. 1) Jika tidak lengkap, maka berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. 2) Jika berkas lengkap, maka: a. Pemohon menerima berkas tanda terima b. Petugas melakukan pendataan c. KPPT akan melakukan pemeriksaan (pembahasan) terhadap berkasberkas tersebut, apakah pemohon tersebut disetujui atau tidaknya permohonan d. Jika hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda), Rancana Tata Ruang Wilayan (RTRW) dan Rencana
56
Detail Tata Ruang (RDTR) serta peraturan lainnya, maka permohonan ditolak dan berkas-berkas permohonan tersebut dikembalikan kepada pemohon. e. Jika pemeriksaan berkas permohonan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka dilakukan peninjauan lapangan dilanjutkan dengan pembuatan Berita Acara Pembuatan (BAP). f. Namun jika hasil pemeriksaan tersebut tidak sesuai, maka petugas menginformasikan dan mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon g. Jika hasil pemeriksaan tersebut sesuai, maka permohonan disetujui dengan naskah perizinan diterbitkan (dicetak) olah KPPT dan ditanda tangani oleh Kepala KPPT. h. Pemohon menerima informsi bahwa surat izin telah selesai i. Pemohon melakukan pembayaran di loket kasir/bank j. Petugas loket kasir/bank memberikan bukti pembayaran k. Pemohon mengambil surat izin l. Petugas loket pengambilan menyerahkan tanda terima dan surat izin. UMKM sangat mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun perekonomian nasional karena banyak menyerap tenaga kerja yang otomatis mengurangi pengangguran di Kota Cimahi. Menjamurnya UMKM yang ada di Kota Cimahi membuat persaingan diantara UMKM menjadi semakin ketat sehingga memunculkan peningkatan kualitas dari tiap-tiap UMKM. Hal ini menjadi landasan dan kekuatan perekonomian di Kota Cimahi. Jumlah UMKM yang berada di Kota Cimahi bagian selatan sampai dengan tahun 2013 sebanyak
57
174 UMKM dengan 172 bergerak di Usaha Mikro dan 2 bergerak di Usaha Kecil. 75 dari 174 jumlah UMKM adalah UMKM unggulan Kota Cimahi dengan 32 UMKM di bidang kerajinan, 19 UMKM di bidang pakaian, 18 UMKM di bidang olahan makanan ringan, 8 UMKM di bidang olahan makanan basah, 5 UMKM di bidang olahan minuman dan 3 UMKM di bidang batik. Untuk menentukan Usaha Mikro, Kecil atau Menengah maka diperlukan kriteria agar dapat mempermudah dalam proses pengajuan syarat, kiteria-kriteria UMKM sebagai berikut: 1. Kriteria Usaha Mikro termasuk dalam kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut: a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah). 2. Kriteria Usaha Kecil termasuk dalam kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut: a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,(dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Kriteria Usaha Menengah termasuk dalam kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
58
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp . 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
3.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Industri Perdagangan dan Pertanian (DISKOPINDAGTAN) 3.6.1. Kedudukan Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang menyelenggarakan sebagian urusan Pemerintahan Daerah, di bidang Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kebudayaan dan Pariwisata. Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian Perdagangan dan Pertanian dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Pada Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja.
3.6.2. Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan bidang koperasi, UMKM, perindustrian, perdagangan, pertanian, peternakan, perikanan, kebudayaan dan pariwisata.
59
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian Perdagangan dan Pertanian dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis bidang Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kebudayaan dan Pariwisata; b. Penyelenggaran sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kebudayaan dan Pariwisata; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kebudayaan dan Pariwisata; d. Pelaksanaan urusan kesekretariatan; e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 3.6.2. Susunan Organisasi Susunan struktur Organisasi Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian terdiri atas : a. Kepala Dinas; b. Sekretariat, membawahi : 1. Sub Bagian Program dan Pelaporan; 2. Sub Bagian Keuangan; 3. Sub Bagian Umum dan K epegawaian. c. Bidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, membawahi: 1. Seksi Koperasi;
60
2. Seksi UMKM. d. Bidang Perindustrian, Perdagangan, Kebudayaan dan Pariwisata membawahi : 1. Seksi Perdagangan dan Perlindungan Konsumen; 2. Seksi Industri; 3. Seksi Kebudayaan dan P ariwisata. e. Bidang Pertanian, membawahi : 1. Seksi Pertanian; 2. Seksi Peternakan dan Perikanan. f. Unit Pelaksana Teknis; g. Kelompok Jabatan Fungsional.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Program Pemberdayaan Usaha Mikro Dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi
Kecil dan Menengah yang
Omzet Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Kota Cimahi menembus Rp. 214 miliar. Hal ini selalu terjadi setiap tahunnya, bahkan angka tersebut akan terus meningkat mengingat masih besarnya potensi UMKM yang ada di Cimahi. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi1 yang menyatakan bahwa jumlah potensi usaha mikro yang ada di Kota Cimahi saat ini tercatat sebanyak 4.485 UMKM dengan nilai omzet diperkirakan mencapai Rp 156 miliar dan 58 usaha kecil dengan omzet Rp 34 miliar. Adapun jenis komoditi usaha menengah yang diunggulkan yaitu sektor kuliner seperti makanan kecil. Pada 2011, omzet komoditas kuliner Cimahi sudah mencapai Rp 11 miliar.2 Selain omzet yang terus bertambah setiap tahun, jumlah UMKM yang ada di Kota Cimahi pun mengalami penambahan sebesar 10 persen dari total UMKM 4.461 yang ada saat ini. Untuk memacu pertumbuhan UMKM tersebut, Pemerintah Kota Cimahi telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,2 miliar untuk tahun 2014. Dana sebesar itu nantinya akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas para pelaku UMKM.
1
Tatang Turhendi, Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi 2014 2 Tribunnews.Com Kamis, 26 September 2014 unduhan 21:57 WIB
61
62
Pada tanggal 25 April 2012 bertempat di Aula Pemkot Cimahi, sebanyak 75 pedagang kecil dan warung eceran di Kota Cimahi diarahkan untuk mengikuti pelatihan
pengelolaan
warung
bagi
usaha
mikro
kecil
(UMK)
yang
diselenggarakan oleh Alfamart bekerjasama dengan Diskopindagtan dan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) serta Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Kota Cimahi. Sebagaimana disampaikan oleh Goverment Relation Manager Alfamart Regional Jabar Bapak Parnomo Adi bahwa pelatihan tersebut merupakan salah satu bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) Alfamart sebagai bentuk perhatian terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Bapak Parnomo Adi menyatakan bahwa : …Program seperti ini sudah dilakukan diberbagai kota di Jabodetabek dan sejumlah kota/kabupaten di berbagai provinsi. Namun untuk Kota Cimahi, ini memang baru pertama kalinya. Pelatihan sengaja kami selenggarakan untuk memberipencerahan sekaligus wawasan tata cara dan pengetahuan bagaimana mengelola bisnis retail secara sederhana… Berdasarkan wawancara dengan salah seorang peserta pelatihan yang bernama Neni Anggraeni, mengatakan bahwa : …dengan pelatihan ini ia memperoleh wawasan serta pengetahuan pengelolaan bisnis warung kelontong miliknya di kawasan Cibogo Permai. …Pelatihan ini sangat bermanfaat, sebab selain bisa memperoleh ilmu dagang, ternyata saya juga bisa memperoleh tambahan ilmu bagaimana bisa meningkatkan omzet…..
UMKM sangat mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun perekonomian nasional karena banyak menyerap tenaga kerja yang otomatis mengurangi pengangguran di Kota Cimahi. Menjamurnya UMKM yang ada di Kota Cimahi membuat persaingan diantara UMKM menjadi semakin ketat sehingga memunculkan peningkatan kualitas dari tiap-tiap UMKM.
Hal ini
63
menjadi landasan dan kekuatan perekonomian di Kota Cimahi. Jumlah UMKM yang berada di Kota Cimahi bagian selatan sampai dengan tahun 2009 sebanyak 174 UMKM dengan 172 bergerak di Usaha Mikro dan 2 bergerak di Usaha Kecil. 75 dari 174 jumlah UMKM adalah UMKM unggulan Kota Cimahi dengan 32 UMKM di bidang kerajinan, 19 UMKM di bidang pakaian, 18 UMKM di bidang olahan makanan ringan, 8 UMKM di bidang olahan makanan basah, 5 UMKM di bidang olahan minuman dan 3 UMKM di bidang batik. Untuk menentukan usaha mikro, kecil atau menengah maka diperlukan kriteria agar dapat mempermudah dalam proses pengajuan syarat, kiteria-kriteria UMKM yang harus memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Sementara itu, kriteria usaha kecil harus memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah). Kriteria usaha menengah harus memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,-
64
(dua
milyar
lima
ratus
juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah). Berdasarkan informasi di atas, maka dalam pencapaian visi dan misi Kota Cimahi periode tahun 2007-2012 khususnya dalam meningkatkan sarana perekonomian dan lapangan kerja serta meningkatkan kemitraan dengan dunia usaha, maka Pemerintah Kota Cimahi melakukan berbagai upaya dalam berbagai bentuk program, yaitu : Pertama, penyediaan anggaran di APBD. Pemerintah Kota Cimahi menyediakan Rp 500 juta untuk UMKM. Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Koperasi Industri Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) menyediakan anggaran Rp 500 juta dari APBD Kota Cimahi untuk berbagai kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), terutama untuk kegiatan pelatihan dan pameran. Informasi ini diperoleh dari pernyataan Kepala Dinas Diskopindagtan Kota Cimahi, pada acara Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas Lapangan UMKM di Baros Information Technology and Creative Centre (BITC). Pelatihan tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah Kota Cimahi meembekali ilmu untuk mengantisipasi rencana pemerintah pusat menaikkan harga bahan bakar minyak yang akan mulai berlaku sebentar lagi. Pemerintah Kota Cimahi membentuk petugas lapangan sebanyak 10 orang di setiap kelurahan yang bertugas menampung permasalahan dan aspirasi para pelaku UMKM agar dapat difasilitasi Pemerintah Kota Cimahi. Mereka juga bertugas mendata perkembangan jumlah pelaku UMKM di wilayah kelurahan masing-masing.
65
Kedua,
bantuan sertifikasi halal.
Hal ini sudah diberikan kepada
pengusaha mikro, kecil dan menengah Kota Cimahi, sebanyak 26 pengusaha mendapat bantuan sertifikasi halal dan bantuan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang diserahkan Dinas KUKM Jawa Barat. Pemberian bantuan tersebut dalam rangka pemberdayaan sekaligus melindungi UMKM dari praktik penjiplakan. Penyerahan bantuan sertifikasi halal dan pendaftaran HAKI tersebut, diserahkan Dinas KUKM Jawa Barat pada acara yang dilaksanakan oleh Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Jawa Barat. UMKM di Kota Cimahi, baik yang sudah memiliki sertifikasi halal maupun yang terdaftar HAKI, relatif masih sedikit. Untuk jumlah UMKM yang mempunyai sertifikat halal di Kota Cimahi, saat ini baru sekitar 10-20 persen dari total UMKM, khususnya untuk kategori UMKM olahan makanan. Sedangkan untuk HAKI, totalnya ada 7, yakni desain batik produk Cimahi yang sudah terdaftar HAKI. Namun demikian, hingga saat ini Pemerintah Kota Cimahi masih menunggu kepastian data mengenai jumlah UMKM di Kota Cimahi yang mempunyai sertifikasi tersebut. Hal tersebut terkait dengan adanya kemungkinan, pelaku usaha UMKM yang mendaftarkan sertifikasi halal secara mandiri, namun belum melaporkan kepada Pemkot Cimahi. Berdasarkan hal tersebut, pihaknya saat ini masih melakukan pendataan untuk mengetahui jumlah UMKM di Kota Cimahi yang sudah memperoleh sertifikasi halal dan terdaftar HAKI. Bantuan Pemerintah Kota Cimahi untuk membantu UMKM, baik untuk memperoleh sertifikasi halal maupun HAKI, turut juga dilakukan, sehingga
66
UMKM yang dibantu sertifikasi halal oleh Pemkot Cimahi sudah sebanyak 22 UMKM yang merupakan usaha produk makanan olahan. Sementara itu, UMKM yang diberikan bantuan HAKI adalah UMKM pembuat Batik Cimahi sebanyak 4 UMKM. Ketiga, workshop pengelolaan website pemasaran. Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi
menyelenggarakan Workshop Pengelolaan Website Pemasaran
untuk memberikan pelatihan praktis kepada para pengusaha di Kota Cimahi dalam memanfaatkan internet dalam operasional pemasarannya. Dengan memanfaatkan internet, diharapkan bahwa UMKM akan mengefisiensikan dan mengefektifkan segala sumber daya / biaya pemasaran, serta mendongkrak omzet para pelaku usaha/pengusaha. Pelatihan ini dilaksanakan di 2 (dua) tempat yang berbeda, untuk acara pembukaan serta materi umum dilaksanakan di Ruang Basic Science , P4TK BMTI. Sedangkan untuk teknis workshopnya dilaksanakan di Ruang LSynch Laboratorium, Telkom Learning Center. Alasan melaksanakan workshop di PT. Telkom adalah untuk mengoptimalkan jaringan internet. Narasumber yang diundang dalam kegiatan tersebut, adalah para narasumber yang dipandang kompeten dalam bidang bisnis online, antara lain : 1.
Anne Ahira, CEO dari www.asianbrain.com Anne Ahira adalah seorang pengusaha yang sudah sukses mengenalkan bisnis online kepada masyarakat Indonesia. Anne Ahira juga pernah diundang sebagai pembicara di APEC tentang materi yang sama.
67
2.
Fikri Fatulloh, salah seorang expert dalam pemanfaatan Social Media seperti Facebook, Twitter, Twislert, Youtube Fikri Fatulloh juga merupakan salah satu praktisi di www.yukbisnis.com
3.
Edwin Maidhanie, pemilik dari Maika Etnik yang telah dipandang berhasil
dalam
mengelola
www.maika-etnik.com
dalam
menggerakkan omsetnya. 4.
Widodo, pemilik dari Mukena Fathiya, yang juga merupakan Ketua FK. PEL dan juga pengusaha online yang telah berhasil mendongkrak omsetnya.
5.
Relawan IT Jawa Barat- Praktisi IT PT. Telkom Indonesia
Selain mendapatkan materi mengenai IT/Internet/Sosial media, para peserta juga mendapatkan materi tentang manajemen keuangan serta desain grafis sederhana. Untuk meningkatkan capaian serta manfaat dari kegiatan tersebut, Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi melibatkan para komunitas pengusaha di Kota Cimahi untuk penyeleksian peserta sehingga
peserta
yang
mengikuti
kegiatan
ini,
minimal
sudah
bisa
mengoperasionalkan computer sehingga penyampaian materinya tidak terlalu sulit bagi para narasumber.
Adapun komunitas yang dilibatkan adalah
Dewan
Kerajinan Nasional Daerah Kota Cimahi, Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal, Komunitas Wirausaha Muda Kota Cimahi, Ikatan Entrepreneur Cimahi, Asosiasi Pasar Tani, Asosiasi Industri Kecil Menengah Agro dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Daerah Kota Cimahi. Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi juga selain memfasilitasi dalam kegiatan
68
Workshop, juga memberikan fasilitasi berupa Modem Wifi dengan tujuan agar materi yang diperoleh dalam proses workshop ini dapat terus dipraktekkan dalam kehidupan bisnis sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta, beberapa forum komunitas sepakat untuk melanjutkan pembelajaran tentang bisnis online dengan mengadakan pertemuan-pertemuan rutin untuk mempraktekan bersama apa yang telah didapat pada pelatihan tersebut. Diantaranya adalah kegiatan Pengajian IT yang diselenggarakan oleh Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal (FK-PEL) Kota Cimahi. Adapun hasil dari kegiatan ini, para peserta sudah memiliki blog masing-masing serta memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan social media untuk mencari calon pembeli dan melakukan usaha promosi. Langkah Pemerintah Kota Cimahi memberikan fasilitasi workshop untuk melakukan usaha pemasaran di dunia maya merupakan salah satu langkah untuk juga mengenalkan Kota Cimahi secara luas di dunia maya. Kepala Kandatel Lembang yang membawai wilayah Bandung Barat dan Kota Cimahi PT. Telkom Indonesia, menyatakan bahwa Kota Cimahi memiliki ikatan batin yang kuat dengan para pelaku usaha / masyarakatnya sehingga rasa tanggung jawab bersama untuk membangun Kota Cimahi semakin kental dan semakin kuat. PT Telkom Indonesia juga menyambut baik dengan adanya Workshop pengelolaan Website Pemasaran ini, para pelaku usaha di Kota Cimahi dapat secara aktif memanfaatkan Plasa Telkom Cimahi untuk berkonsultasi tentang apa-apa yang menjadi kesulitan dalam melaksanakan bisnis online. Para pemateri pun yang berasal dari Relawan TIK Jawa Barat, bersedia menjawab secara online / off line pertanyaan para peserta Workshop Pengelolaan Website Pemasaran.
69
Keempat, pemberian sertifikasi halal. Berdasarkan informasi dari Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian per tanggal 4 September 2013 untuk Kota Cimahi ada 37 kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Cimahi mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar. Sebagaimana
disampaikan
oleh
Kepala
Dinas
Koperasi
Perindustrian
Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi yang mengatakan bahwa
saat ini tengah fokus menggenjot agar pelaku UKM semuanya
mendapatkan sertifikat halal. Melalui sertifikat ini, akan menunjukkan keberpihakan
kepada
masyarakat
muslim
untuk
lebih
nyaman
dalam
mengkonsumsi sehingga produk terbeli lebih banyak karena meraih kepercayaan konsumen. UKM yang diprioritaskan mendapatkan sertifikat ini adalah mereka yang telah mendapatkan PIRT (surat izin usaha industri rumah tangga) dari Dinas Kesehatan. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut pelaku UKM tidak dikenakan biaya alias gratis. Oleh karena itu, Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian akan berusaha mengajukan sebanyak-banyaknya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sebetulnya Kota Cimahi hanya dapat kuota 9 UKM, namun selanjutnya mendapatkan tambahan lagi 25 UKM. Dikarenakan banyak Daerah yang tidak penuhi kuota, jadi Cimahi memasukkan sebanyak-banyaknya. Kelima, bantuan proses pengemasan produk. Di sebuah toko makanan di Kota Cimahi, Jawa Barat ada makanan ringan Comring (comro kering) terbungkus dengan dus cantik berwarna kuning kemerahan. Di belakang dus ukuran 10 x 25 centimeter, tertulis izin Depkes – MUI yang menyatakan makanan itu sehat dan halal produksi Mustika Sari dengan huruf tebal hitam cukup
70
profesional. Sepintas makanan kecil berkomposisi singkong, cabe, bawang, gula, garam dan ketumbar itu seperti produk industri besar. Makanan ringan yang terbungkus rapi lengkap dengan ukuran beratnya itu, ternyata buatan ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di gang sempit, Jl Leuwi Gajah 128 Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi. Begitu juga Sumpia, makanan renyah dan gurih berbahan baku udang kering yang terbungkus dengan dus warna kuning dan merah jambu. Produsennya tertulis ChanTika Dewi beralamat di Jl Raya Cilember Cigugur Tengah Kota Cimahi. Ternyata, pabriknya terletak di gang sempit Tunggal Bakti 5/7 RT 04 RW 06 yang tempat penggorengannya bersatu dengan teras rumah berukuran 5 X 7 meter. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dalam mengelola makanan ringan jenis comring tersebut, informan hampir 11 (sebelas) tahun lamanya memproduksi. Sambil membungkus comring yang sudah digoreng, comringcomring itu diletakkan di sebuah wadah di atas kursi panjang tengah rumah yang bersatu dengan dapur. Comro sendiri adalah makanan tradisional Sunda yang berarti oncom dijero (di dalam). Sebelum digoreng, oncom diletakkan di dalam parutan singkong yang dibentuk bulat-bulat. Selanjutnya informan menyatakan bahwa : Dalam pembuatan comring, Bu Enok bertugas membuat adonan dari singkong parutan dan membumbuinya. Setelah siap goreng, lalu disebarkan ke 5 kelompok ibu-ibu tetangganya yang masing-masing kelompok beranggotakan 3 ibu rumah tangga. Setelah comring matang, disetorkan kembali ke Bu Enok untuk dibungkus dan diberi label. Dari hasil penggorengan itu tiap anggota memperoleh penghasilan rata-rata Rp 30.000 per hari. Lumayan untuk meringankan beban suami yang menjadi mitra Bu Enok. Dengan pola itu selain menyebarkan usaha dan menambah penghasilan rumah tangga, juga menyebarkan usaha.
71
Hal yang sama juga dilakukan oleh informan lainnya yaitu ibu Ai Tarmini dengan 10-15 ibu-ibu tetangganya. Selain di Cimahi dan Bandung, Ai juga menjual makanan tradisonal itu ke Jakarta dan rest area di Jalan Tol Cikampek dan Cipularang, yang bersangkutan menyatakan bahwa : “Kami juga membantu menjualkan comring dan beberapa makanan ringan hasil ibu-ibu lainnya di Cimahi yang menggeluti sumpia sejak 2005 lalu. Merk dari hasil kerajinan tangan sudah memperoleh hak cipta dari Dephukham. Di kartu nama juga tercantum alamat lengkap website dan email.
Gambar 4.1 Produk Usaha Kecil Menengah (UKM) Kota Cimahi COMRING
Penjelasan : Makanan ringan “Comring” yang terbungkus rapi lengkap dengan ukuran berat buatan ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di gang sempit, Jl Leuwi Gajah Blk 128 Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi. Ibu-ibu rumah tangga itu merupakan dua di antara 30 pelaku usaha menengah kecil mikro (UMKM) yang menerima bantuan stimulan kemasan dari Rumah Desain Kemasan Kota Cimahi atau RDKC. RDKC adalah unit pelaksana
72
teknis di bawah Dinas Koperasi Perindustrian, Perdagangan, dan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi yang bertugas melayani kebutuhan UMKM melalui berbagai konsultasi, yaitu memberikan informasi detail proses desain dan aliran proses pembuatan bungkus produk sampai pencetakan dan konsultasi detail desain kemasan baik grafis atau struktur bagi produk yang dihasilkan UMKM dengan harapan setiap pembungkusan/pengemasan yang dikeluarkan mempunyai karakteristik dan memberi dampak lebih besar terhadap usaha mereka dan bukan semata mampu mengikuti tren. Konsultasi pengembangan pemasaran produkproduk UMKM setelah mendapatkan kemasan baru melalui akses pasar yang dijalin oleh tim RDKC ataupun informasi-informasi potensi pasar untuk produkproduk tersebut. Selain itu, RDKC memberikan konsultasi manajemen baik produksi, keuangan maupun pemasaran dan distribusinya dimana bagi UMKM yang telah mapan agar dapat melakukan kegiatan produksinya dengan nuansa pemberdayaan, yaitu melibatkan masyarakat sekitar agar ikut dalam kegiatan usaha tersebut dan produksinya ditampung dan dipasarkan melalui akses pasar yang telah berjalan serta menawarkan kerja sama dalam pengemasan produk melalui fasilitasi mesinmesin kemasan yang dimiliki oleh RDKC. Setelah itu, konsultasi tentang perizinan yang menjadi persyaratan sebuah produk, khususnya produk olahan makanan serta konsultasi persyaratanpersyaratan kemasan untuk dapat masuk dalam beberapa segmen pasar. Tiap tahun APBD Cimahi menganggarkan belanja langsung untuk UMKM ini sekitar Rp 5 miliar, namun khusus untuk RDKC, dialokasikan dana Rp 300-500 juta per tahun.
73
Pengembangan UMKM didasari oleh kenyataan bahwa warga Cimahi tingkat daya belinya masih di bawah rata-rata Jawa Barat. Padahal derajat kesehatan dan pendidikan sudah di atas rata-rata Jabar. Karakteristik Kota Cimahi ini adalah industri, namun sejak krisis ekonomi berlangsung sudah 58 industri berhenti. Dengan komposisi tenaga kerja 60 persen dari luar dan 40 persen dari Kota Cimahi, hal itu berpengaruh terhadap pendapatan warga. Akibatnya di daerah kantung-kantung di dekat industri penghasilan warga terbatas. Malah penghasilan mereka banyak yang kurang dari upah minimum kota. Dari kenyataan itu Pemkot lalu mencari formulasi untuk mengembangkan UMKM, yaitu : Pertama, memfasilitasi program maklun yakni mengupahkan pengerjaan barang kepada pihak lain. Misalnya industri komponen kendaraan yang memaklunkan suku cadangnya kepada UMKM. Ini terjadi di industri otomotif, misalnya karet-karet penahan benturan antarbesi dengan besi. Kedua, garmen yang sekarang ini pasarnya masih bisa diandalkan. Ketiga, adalah kuliner yang terutama diarahkan untuk kemampuan meningkatkan kualitas higienis produk hingga memasarkannya. Pemerintah Kota Cimahi lalu menyediakan Sekolah Jumat yang dikelola oleh ibu-ibu PKK. Di sini para pelaku UMKM dilatih cara memproduksi, menggoreng, hingga membungkus makanan sehat. Misalnya para pembuat roti terutama yang biasa dijajakan ke anak-anak sekolah, kami bina betul terutama kesehatan makanannya. Hingga kini sudah 86 pengusaha UMKM bidang kuliner dibimbing mulai dari pembungkusan hingga pemasaran. Untuk mendukung
74
tenaga ahli, disediakan jurusan Tataboga pada SMK III Cimahi. Di SMK ini terdapat tempat pelatihan yang cukup mumpuni bagi para pelaku UMKM. Cimahi yang letaknya diapit oleh Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat memiliki tiga kecamatan dan 15 kelurahan, 307 rukun kampung/warga dan 1.675 rukun tetangga (RT) berpenduduk 522.731 jiwa (2007).
Melihat fakta itu, program pembangunan harus langsung diarahkan
kepada peningkatan peningkatan kesejahteraan masyarakat berbasis keluarga. Di tiap-tiap RT yang memiliki potensi usaha dibuat proyek perintis lalu dibina oleh RDKC. RDKC kemudian melakukan advokasi dan pelatihan sehingga pelaku ekonomi di tingkat akar rumput itu memiliki kemampuan berusaha. Bagi yang sudah berusaha didorong agar meningkatkan kemampuannya, misalnya bidang pemasaran. Bagaimana produk-produk hasil kerajinan rakyat itu bisa dipasarkan lebih baik, maka pembungkusan atau pengemasannya harus menarik. RDKC juga diarahkan menjadi badan usaha milik daerah (BUMD). Pelaku UMKM yang sudah menerima stimulan kemasan, seterusnya berlangganan bungkus/kemasan bagi produknya yang desainnya dibuat di RDKC. Namun kenyataannya RDKC belum mampu menampung semua pelaku UMKM yang berada di masyarakat. Sehingga, pada 18 Maret 20133 Dinas memperpanjang Kontrak Petugas Pendamping UMKM. Petugas Pendamping UMKM direkrut pada tahun 2008 dengan tujuan untuk membantu kinerja dinas dalam mencari pelaku usaha yang tersebar di wilayah Kota Cimahi. Petugas
3
Dalam www.cimahikota.go.id dan wawancara dengan salahsatu petugas pendamping di wilayah Kelurahan Utama Cimahi Selatan tanggal 7 Oktober 2014
75
pendamping UMKM ini dipilih langsung dari masyarakat yang berada pada wilayah binaannya. Adapun tugas pokok dan fungsinya adalah : 1. Melaksanakan pendataan lapangan ke Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah yang bergerak di Bidang Kerajinan, Tekstil Produk Tekstil, Makanan, dan Minuman di wilayah kerja masing-masing lalu mencantumkannya kepada Formulir Pendataan 2. Melaksanakan pembinaan dan penyuluhan kepada pengelola Usaha Mikro Produksi, Usaha Kecil Produksi dan Usaha Menengah Produksi 3. Mengeinventarisasi permasalahan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah di wilayah masing-masing 4. Menyetorkan segala data yang terinventarisasi kepada pihak pertama Kepada Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi yang sebelumnya telah dikoordinasikan dengan pihak kelurahan wilayah kerja masing-masing untuk mencapai sinergi data dan pembinaan antara Pemerintah Kota dan Pihak Kelurahan. Demi menjaga validitas dari data yang diperoleh, pada tahun 2014 ke depan, Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi menugaskan staf untuk melakukan verifikasi melalui telefon atau dengan mengunjungi langsung pelaku usaha yang sudah didata sebelumnya. Bagi Masyarakat Kota Cimahi yang melakukan usaha, dan ingin mengikuti berbagai Program/Kegiatan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi atau Pemerintah secara umum, bisa menghubungi para petugas Pendamping UMKM yang berada pada wilayahnya masing-masing.
76
Di sisi lain, DPRD Kota Cimahi masih memandang Pemerintah Kota Cimahi masih minim dalam memberikan sosialisasi terhadap para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang tersebar di 15 Kelurahan di Kota Cimahi. Indikasi tersebut terlihat dari data di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) yang mencatat sebanyak 600 pelaku usaha belum memiliki izin operasional. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Cimahi, yang menyatakan bahwa : ….izin usaha pada dasarnya dapat memberikan keuntungan bagi pelaku usaha maupun pemerintah. Terlebih, perkembangan UMKM di Cimahi kini cukup mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, dengan adanya izin usaha, para pelaku usaha dapat memiliki perlindungan hukum yang jelas serta dapat menjamin legalitasnya… 4 Berdasarkan hal di atas, maka dengan adanya izin operasional, setidaknya memberikan data akurat bagi pemerintah sebagai dasar dalam memproyeksikan kebijakan ekonomi. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM). Selain itu, diharapkan adanya regulasi serta jalinan kemitraan agar para pelaku usaha dapat diakomodir Pemerintah Kota Cimahi sehingga mendapatkan kemudahan dalam mempromosikan usahanya. Minimnya sosialisisasi menjadi persoalan utama para pelaku usaha yang mayoritas bergerak di bidang kuliner yang hingga kini belum mengantongi izin. Karena, tak sedikit dari mereka menilai biaya dalam pembuatan izin usaha masih tergolong tinggi. Terutama dalam pembuatan izin mendirikan bangunan dan beberapa persyaratan lainnya yakni Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Karena, tak sedikit dari mereka masih berlabel home industri.
4
Lihat www.bandungekspress.com tanggal 6 May 2013 diunduh 19 Oktober 2014
77
Informasi di atas diperkuat oleh Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Cimahi, Bapak Endang Hidayat yang mengatakan bahwa : …kesadaran pelaku UMKM untuk memproses izin masih tergolong rendah. Kendati demikian, pihaknya telah melakukan berbagai upaya agar seluruh pelaku usaha yang membuka lahan usaha di Kota Cimahi memiliki surat izin operasional. Imbauan serta sosialisasi telah dilaksanakan secara berkelanjutan setiap tahunnya dengan berkoordinasi sejumlah instansi pemerintahan. Namun, terkait masih minimnya kesadaran dari para pelaku usaha melakukan kepengurusan surat izin kami tentunya tidak dapat berbuat banyak karena dalam penindakan maupun pemberlakuan sanksi bukan kapasitas kami (pihak PPTSP)… Berdasarkan informasi, pihak PPTSP hanya melakukan tugas dalam mendata serta menerbitkan surat izin terhadap para pelaku usaha yang melakukan pengurusan. Sesuai dengan data yang dimiliki PPTSP pada tahun 2013, PPTSP sudah menerbitkan surat izin usaha perdagangan (SIUP) bagi 322 pelaku usaha, sementara tahun sebelumnya hanya sekitar 200 SIUP. Hal tersebut dapat dikatakan meningkat menyusul bertambahnya para pelaku usaha setiap tahunnya yang mencapai 200 pelaku usaha. Jumlah pelaku UMKM di Cimahi saat ini sebanyak 5.511 pelaku usaha. Sementara itu, untuk jumlah pelaku usaha yang belum melakukan pengurusan surat izin operasional sebanyak 600 pelaku usaha. Harapan yang diinginkan oleh PPTSP adalah bertambahnya jumlah pelaku usaha diiringi oleh kesadaran pelaku usaha dalam melakukan pengurusan legalitas usahanya agar secara hukum dan legalitas operasional dapat terjamin.
78
4.2. Faktor-Faktor yang Menghambat Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kota Cimahi Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi dibagi dalam dua hal yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Oleh karena itu, maka akan diuraikan lebih lanjut dalam penjelasan sebagai berikut : Pertama,
faktor internal. Faktor internal ini terkait dengan kurangnya
permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. Agar lebih dipahami, maka penjelasan terhadap faktor internal tersebut yaitu : 1.
Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan; Dalam hal ini, permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan. 2.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM); Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari
79
segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. 3.
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar; Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. 4.
Mentalitas Pengusaha UKM; Hal penting lainnya adalah semangat kewirausahaan (entrepreneurship) para
pengusaha UMKM sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko. Suasana domisili UMKM yang menjadi latar belakang seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja organisasi (UMKM). Misalnya dengan ritme kerja UMKM
di Daerah berjalan dengan santai dan
kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatankesempatan yang ada untuk menjalin kemitraan/coorporate.
80
5.
Kurangnya Transparansi Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UMKM tersebut
terhadap
generasi
selanjutnya.
Banyak
informasi
dan
jaringan
yang
disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya. Kedua, faktor eksternal. Faktor eksternal ini terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, pungutan liar, implikasi kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. Agar lebih dipahami, maka penjelasan terhadap faktor internal tersebut yaitu : 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif Upaya pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UMKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang
81
sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusahapengusaha besar. Kendala lain yang dihadapi oleh UMKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. 2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya
informasi
yang
berhubungan
dengan
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis. 3. Pungutan Liar Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UMKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan. 4. Implikasi Otonomi Daerah dan Implikasi Perdagangan Bebas Dengan berlakunya Undang-undang UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UMKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UMKM.
82
Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. 5. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajinan dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama. 6. Terbatasnya Akses Pasar dan Akses Informasi Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. Selain akses pembiayaan, UMKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UMKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari
83
unit usaha UMKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UMKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik. Kedua faktor di atas, berdasarkan hasil penelitian masih belum mampu dibenahi oleh Pemerintah Kota Cimahi. Hal ini terkait dengan distribusi dan pemanfaatan anggaran yang belum optimal, besaran anggaran dan pendataan UMKM yang memenuhi standar/kriteria yang diperlukan untuk pengembangan UMKM. Namun demikian, pada saat penelitian dilakukan salah satu pelaku UMKM Kota Cimahi yang memegang merk produk “Dapur Abon” berhasil memperoleh “UKM Pangan Award” dari Kementrian Perdagangan RI.
Produk merk “Dapur
Abon” yang diinisiasi oleh Pengusaha Kota Cimahi mendapatkan penghargaan "UKM Pangan Award" Kategori Makanan Siap Saji untuk Usaha Kecil dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Penghargaan UKM Pangan Award terdiri dari dua klasifikasi usaha yaitu : Pertama, kategori umum meliputi produk bumbu, produk makanan olahan siap saji, produk minuman kemasan dan produk makanan cemilan. Kategori kedua, yaitu penghargaan khusus untuk inovasi bahan pangan baru dan inovasi hasil olahan buah tropis Indonesia. Jumlah Peserta yang lolos seleksi UKM Pangan Award 2013 sebanyak 128 UKM yang terdiri dari 109 Usaha Kecil dan 19 Usaha Menengah.
84
Penjurian terhadap produk UMKM tersebut, dihadiri Direktur Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri Suhanto serta Tim Juri dari IPB, Badan POM serta Konsultan Pangan. Para juara UKM pangan diharapkan bisa berinovasi dan meningkatkan kualitas kemasan agar tampak lebih menarik bagi konsumen. Kemasan diinovasi agar lebih menarik. Kemasannya menggunakan bahan baku dari dalam negeri yang dapat didaur ulang dan tentunya harus aman bagi kesehatan dan sesuai standar Badan POM. UKM Pangan harus dapat meningkatkan omset dan memperluas pasar ekspor. Untuk itu para pemenang UKM Pangan Award diharapkan bisa diikutsertakan dalam misi dagang ke luar negeri. Penganugerahan UKM Pangan Award akan mendorong dan memotivasi pengembangan usaha UKM yang bersumber pada nilai tradisi dan budaya bangsa serta mampu mempromosikan citra produk pangan UKM yang kompetitif,
menumbuhkan pemahaman
mengenai aspek-aspek mutu dan keamanan produk serta membangkitkan minat pelaku
UMKM,
meningkatkan
wawasan
dan
profesionalisme
dalam
mengembangkan usaha. Berkat kreatifitas dan inovasi dari pengusaha UMKM Kota Cimahi, produk Dapur Abon dinilai memenuhi nominasi dalam produk makanan olahan siap saji yang dapat dikembangkan baik dari segi produk maupun pemasarannya. Diperolehnya UKM Pangan Award oleh salah satu pengusaha UKM asal Kota Cimahi, memberikan spirit dan inspirasi bagi pengusaha UKM lainnya dalam menggerakkan manajemen dan produksi yang berkualitas. Namun demikian, pada saat penelitian dilakukan, informasi mengenai perolehan penghargaan UKM Pangan Award yang disandang oleh salah satu pengusaha
85
UKM tersebut kurang diinformasikan atau disosialisasikan oleh Dinas Koperasi Industri Perdagangan Pertanian (Diskopindagtan) Kota Cimahi secara langsung, namun melalui media cetak yang sasaran informasinya kurang mengena kepada para pengusaha UMKM di Kota Cimahi. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pelaku usaha UMKM di Kota Cimahi, mereka kurang mengetahui adanya UKM Pangan Award tersebut. Hal ini sesuai dengan informasi Ketua Forum Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kota Cimahi Bapak Widodo yang menyatakan bahwa : .... Pemkot Cimahi tidak memberikan bantuan yang bersifat sesaat sehingga tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha kecil menengah (UKM), pemkot seharusnya mulai memikirkan cara baru dalam memberikan bantuan kepada para pelaku UKM salah satunya dnegan memfasilitasi berdirinya ruang pamer UKM . Biasanya pemerintah hanya membantu pelaku UKM dari sisi pelatihan dan pameran yang sifatnya hanya sesaat. Tetapi dengan adanya ruang pamer yang bisa menampung setiap pelaku UKM di Cimahi ini ke depannya akan lebih menggeliat. Ybs berharap agar pemerintah bisa lebih membantu eksistensi pelaku UKM. Salah satunya dengan lebih banyak menggunakan produk UKM ketimbang produk lainnya dalam setiap kegiatan pemkot. perkembangan UKM pada giliran selanjutnya akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat, khususnya dalam ketersediaan lapangan kerja. Sekarang dalam setiap cluster UKM bisa menyerap sedikitnya 10 tenaga kerja... Lebih lanjut dalam www.bisnis-jabar.com tanggal 8 Oktober 2013 diunduh Oktober 2014 Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Cimahi Hendra WS mengatakan bahwa: ...keberadaan UKM diandalkan untuk mengendalikan merangkak naiknya angka kemiskinan. Konsep PEL memprioritaskan pada peningkatan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan. PEL juga merupakan perangkat intervensi kebijakan dalam rangka mendongkrak indeks daya beli masyarakat. Pemerintah Kota Cimahi telah mengidentifikasn potensi ekonomi daerah untuk mengembangkan ekonomi lokal Kota Cimahi yang terbagi dalam empat klaster seperti klaster industri mamin atau makanan dan minuman, klaster industri kerajinan, klaster industri tekstil dan produk tekstil, serta klaster industri telematika.
86
4.3. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi Secara konseptual pemberdayaan UMKM terutama dapat dilakukan dengan sistim pemberdayaan pelaku UMKM itu sendiri. Keberhasilan pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UMKM sebagai pelaku maupun stakeholder lain yang turut serta dan berperan dalam pengembangannya. Dalam hal ini lebih banyak menitikberatkan pada metode “bottom up”, dimana perencanaan lebih diupayakan menjawab kebutuhan UMKM dan dilakukan secara partisipatif. Dalam praktek untuk menggugah partisipasi masyarakat, sasaran langkah langkah yang dapat dilakukan adalah (1) Identifikasi Potensi, (2) Analisis Kebutuhan, (3) Rencana Kerja Bersama, (4) Pelaksanaan, (5) Monitoring dan Evaluasi. Pertama, identifikasi potensi dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik sumber daya manusia (SDM) UMKM dan lingkungan internalnya baik lingkungan sosial, ekonomi dan sumberdaya alam (SDA) khususnya yang terkait dengan usahanya, maupun lingkungan eksternal usaha. Dengan langkah ini diharapkan setiap gerak kemajuan dapat bertumpu dan memanfaatkan kemampuan dan potensi wilayahnya masing-masing. Dalam identifikasi ini melibatkan stakeholder UMKM dan tokoh masyarakat maupun instansi terkait. Kedua, analisis kebutuhan. Dari hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan analisis kebutuhan. Pada tahapan ini analisis dilakukan oleh perwakilan UMKM yang dapat difasilitasi oleh Perguruan Tinggi / LSM / BDS (Bussines Development Services) maupun instansi terkait untuk memberikan fasilitasi dan pandangannya tentang berbagai kebutuhan dan kecenderungan produk dan pasar.
87
Dengan pola analisis kebutuhan semacam ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya manifestasi kebutuhan UMKM selaku individu pengusaha maupun sebagai anggota kelompok. Dengan demikian antara individu pengrajin maupun kelompok dapat diharapkan saling beriringan dan saling mendukung dalam mencapai tujuan kemajuan bersama. Ketiga, merumuskan/membuat program kerja bersama. Setelah kebutuhan dapat ditentukan, langkah berikutnya adalah merumuskan/membuat program kerja bersama untuk mencapai kondisi yang diinginkan berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan bersama. Dalam tahap ini pihak luar baik BDS maupun instansi terkait berperan sebagai fasilitator. Keempat, pelaksanaan program kerja. Jika program kerja telah disepakati, maka langkah berikutnya adalah pelaksanaan program kerja. Dalam tahap ini fungsi instansi pemerintah terkait selaku fasilitator pemenuhan kebutuhan UMKM, sedangkan PT / LSM dapat bertindak selaku BDS dengan memberikan jasa konsultansi. Sebagai konsultan, idealnya BDS harus mendapatkan jasa dari layanan yang diberikan kepada UMKM, karena tidak mudah untuk menarik biaya konsultasi dari
UMKM maupun kelompoknya, maka yang terpenting adalah
adanya keiikutsertaan pengusaha UMKM dalam bentuk kontribusi membantu pelaksanaan
program
kerja
khususnya
pelatihan-pelatihan
peningkatan
ketrampilan, proses produksi maupun manajemen usaha UMKM. Sumber pembiayaan utama pengembangan UMKM masih mayoritas dari pihak ketiga baik pemerintah maupun swasta, namun diharapkan UMKM dalam jangka panjang sedikit demi sedikit mampu mandiri dan mampu memberikan balas jasa yang diterima dari lembaga konsultan (BDS). Kondisi ini juga perlu didukung lembaga
88
konsultan yang professional. Untuk kondisi awal pengembangan UMKM, maka peran pemerintah seperti Deperindag dan Departemen Koperasi UKM masih sangat perlu. Kebutuhan akan permodalan UMKM salah satunya dapat dipenuhi dengan fasiltiasi BDS sebagai Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) bagi pengrajin maupun kelompok. KKMB ini lahir sebagai perubahan paradigma baru terhadap UMKM dari perbankan bahwa: (1) UMKM
mempunyai potensi
menabung; (2) bank perlu aktif menjemput Bola; (3) UMKM membutuhkan kemudahan memperoleh kredit/layanan perbankkan; (4) bank perlu memobilisasi tabungan dari UMKM; (5) biaya dapat ditekan melalui pendekatan kelompok; (6) resiko dapat ditekan melalui pendekatan kelompok. Selain bank memberikan kredit sebagai tugas utamanya, bank dapat membantu UMKM dengan memberikan pendampingan (Technical Assistant) baik dilakukan oleh bank sendiri atau bekerjasama dengan PT/LSM/BDS pendamping. Kelima, monitoring dan evaluasi. Dari hasil pelaksanaan program kerja dilakukan monitoring dan evaluasi, tidak saja untuk mengetahui apakah yang dikerjakan sudah sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan, namun juga untuk membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan UMKM. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Kota Cimahi dan faktor yang menghambat selama ini, maka kedepannya, Pemerintah Kota Cimahi diharapkan dapat merealisasikan langkah-langkah yaitu : Pertama, penciptaan iklim usaha yang kondusif. Pemerintah Kota Cimahi perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan
89
mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya. Kedua, bantuan permodalan. Pemerintah Kota Cimahi perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UMKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara lain: BJB Mikro dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ketiga, perlindungan usaha. Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (winwin solution). Keempat, pengembangan kemitraan. Pengembangan
kemitraan yang
diarahkan untuk saling membantu antar UMKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UMKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh sebab itu, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi lokal, regional dan nasional,
90
oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UMKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya. Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah Kota Cimahi ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM. Pemerintah perlu meningkatkan
perannya
dalam
memberdayakan
UMKM
disamping
mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UMKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha. UMKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar, bahkan hampir semua usaha besar berawal dari UMKM.
91
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UMKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UMKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UMKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UMKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan. Pemerintah Kota Cimahi pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UMKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UMKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar,
peningkatan
kualitas
produk
dan
SDM,
ketersediaan
layanan
pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi. Perlu disadari, UMKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UMKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep
92
pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UMKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Berdasarkan hasil penelitian, Pemerintah Kota Cimahi akhirnya dapat memperjelas program pemberdayaan UMKM dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012
Tentang
Pemberdayaan Dan
Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kota Cimahi. Dalam Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Dan
Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro,
Kecil, dan
Menengah di Kota Cimahi, konsep penumbuhan iklim usaha menjadi tugas Pemerintah Kota Cimahi yang menyebutkan bahwa 5 : (1) Pemerintah Daerah menumbuhkan iklim usaha Koperasi dan UMKM yang meliputi aspek: a. pendanaan; b. sarana dan prasarana; c. informasi usaha; d. kemitraan; e. perizinan usaha; f. kesempatan berusaha; g. promosi dagang; dan h. dukungan kelembagaan.
5
Pasal 35 Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Dan Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Kota Cimahi
93
(2) Dunia usaha dan masyarakat berperanserta secara aktif membantu Pemerintah Daerah dalam menumbuhkan iklim usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penumbuhan iklim usaha bagi usaha mikro dapat dilakukan dalam bentuk: a. Pendidikan dan pelatihan serta fasilitasi kelembagaan dan usaha; b. Fasilitasi perkuatan permodalan; c. Fasilitasi promosi hasil produksi. (4) Untuk memperoleh penumbuhan iklim usaha sebagaimana disebutkan pada ayat (3), usaha mikro wajib menyerahkan surat keterangan domisili perusahaannya yang diterbitkan oleh Kelurahan dan Kecamatan. (5) Penumbuhan iklim usaha bagi usaha kecil dan menengah dapat dilakukan dalam bentuk : a. Pendidikan dan pelatihan serta fasilitasi kelembagaan dan usaha; b. Fasilitasi perkuatan permodalan; c. Fasilitasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas dilaksanakan untuk memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi UMKM di daerah dalam mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, memperbesar pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh koperasi dan UMKM di daerah, memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, membantu para pelaku usaha
94
Koperasi dan UMKM di Daerah untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah. Khusus mengenai aspek pendanaan terhadap UMKM ini, Pemerintah Kota Cimahi dapat menyediakan pembiayaan dari APBD Kota Cimahi. Aspek sarana dan prasarana prasarana
umum
yang
dapat
dilaksanakan untuk menyediakan mendorong
dan mengembangkan
pertumbuhan UMKM dan memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi koperasi dan UMKM. Aspek informasi usaha dilaksanakan
untuk
membentuk
dan
mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis koperasi dan UMKM, yang terintegrasi dengan data dan jaringan bisnis tingkat
nasional
maupun internasional, mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, serta kualitas produk barang/jasa
koperasi dan UMKM dan memberikan jaminan
transparansi dan akses yang sama bagi pelaku usaha koperasi dan UMKM. Aspek Kemitraan dilaksanakan untuk mewujudkan kemitraan antar koperasi dan UMKM, mewujudkan kemitraan
antara
koperasi dan UMKM
dengan Usaha Besar, mendorong terjadinya kemitraan usaha yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar koperasi dan UMKM, mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi
usaha
antara
Koperasi
dan
UMKM
dengan
Usaha
Besar,
mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Koperasi dan UMKM, mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin pertumbuhan
95
persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen dan mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan koperasi dan UMKM. Aspek perizinan usaha, dilaksanakan untuk menyederhanakan tatacara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu. Koperasi atau UMKM dapat memperoleh izin jenis usaha sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Aspek kesempatan berusaha, dilaksanakan untuk menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima serta lokasi lainnya, menetapkan alokasi waktu berusaha untuk koperasi dan UMKM pada sub sektor perdagangan retail, mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun temurun, menetapkan bidang usaha yang dicanangkan untuk koperasi dan UMKM serta bidang usaha yang terbuka untuk
usaha
besar, dengan syarat harus bekerjasama dengan
koperasi dan UMKM, melindungi usaha koperasi dan UMKM yang bersifat strategis, mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh koperasi dan UMKM melalui pengadaan secara langsung, memprioritaskan pelaku usaha koperasi dan UMKM
di daerah dalam pengadaan barang atau jasa dan
pemborongan kerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan memberikan bantuan konsultansi hukum dan pembelaan. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan di atas dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
96
Aspek promosi dagang,
dilaksanakan untuk meningkatkan promosi
produk koperasi dan UMKM, memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk koperasi dan UMKM, memberikan insentif untuk koperasi dan UMKM yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk koperasi dan UMKM dan memfasilitasi pemilikan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk peningkatan kualitas produk dan desain koperasi dan UMKM
dalam kegiatan usaha di dalam negeri dan ekspor. Aspek dukungan kelembagaan dilaksanakan untuk mengembangkan dan
meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, Lembaga Penjaminan Daerah, Daerah, dan pengembangan
Lembaga Pembiayaan
lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung koperasi dan UMKM
di daerah, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan Program USDRP (Urban Sector Development Reform Program), Bank Dunia mendukung implementasi agenda reformasi dan investasi di kota dan kabupaten yang berpartisipasi dalam program USDRP. Khusus Kota Cimahi USDRP mengidentifikasi dan mengembangkan klaster ekonomi yang akan menjadi fokus dalam pengembangan ekonomi lokal, sehingga
USDRP
memberikan berbagai dukungan yang salah satunya melalui pelaksanaan kajian “Identifikasi dan Pengembangan Klaster Ekonomi untuk Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Cimahi ”. 6
6
Dalam kajian USRDP Terkait tujuan dari fasilitasi mendorong Kota Cimahi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan klaster ekonomi yang akan menjadi fokus dalam pengembangan ekonomi lokal, maka USDRP memberikan berbagai dukungan salah satunya melalui pelaksanaan kajian “Identifikasi dan Pengembangan Klaster Ekonomi untuk Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Cimahi ” tahun 2012. Bappeda Kota Cimahi.
97
Pada dasarnya terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan dan pengembangan klaster ekonomi di daerah. Pertama adalah klaster harus mampu memberikan stimulus bagi pengembangan ekonomi lokal dalam arti klaster mampu menyediakan lapangan pekerjaan khususnya bagi masyarakat daerah. Dalam konteks ini, adanya klaster diharapkan mampu menyerap atau melibatkan sebanyak-banyaknya tenaga kerja di daerah dalam berbagai proses “kreatif” terkait pengembangan ekonomi lokal. Kedua, klaster harus mempunyai kemampuan dalam melibatkan semua potensi ekonomi di daerah. Dalam hal ini, klaster yang ideal adalah klaster yang memiliki keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sangat kuat. Untuk menciptakan klaster yang demikian ini, maka spesialisasi diperlukan. Dengan demikian, idealnya klaster memiliki sub klaster-sub klaster dengan spesialisasi yang berbeda satu sama lain, tetapi bersifat saling mendukung, saling terkait dan menopang satu sama lain, sehingga tidak semua sub-klaster harus menghasilkan produk akhir yang sama. Ketiga, sebisa mungkin lokasi klaster saling berdekatan. Hal ini untuk memudahkan kontak atau hubungan misalnya dengan pemasok, pemodal (misal: bank) serta pengembangan dan peningkatan kapasitas usaha dan klaster itu sendiri. Seperti halnya kota-kota lain di Indonesia, karakteristik daerah perkotaan juga melekat pada Kota Cimahi tercermin dari dominasi yang kuat pada sektor industri dan jasa dibanding sektor lainnya. Perekonomian Kota Cimahi selama ini ditopang oleh tiga sektor andalan utama yaitu sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa (pemerintahan dan swasta).
98
Terkait dengan tiga sektor ini, setidaknya ada beberapa sub sektor yang berkembang pesat dan memiliki potensi untuk menjadi klaster ekonomi lokal di Kota Cimahi. Ketiga sub-sektor tersebut adalah makanan dan industri pengolahan makanan yang terkait dengan wisata kuliner, komponen suku cadang (otomotif), dan industri garmen/tekstil. Berdasarkan lokasinya, produk (lokasi produksi dan pemasaran) makanan relatif tersebar, sementara industri tekstil (khususnya pemasok limbah tekstil) lebih dominan di wilayah Kecamatan Cimahi Selatan. Bagian berikut akan menguraikan secara lebih mendetail tentang potensi-potensi klaster ekonomi yang dapat dikembangkan di Kota Cimahi. Pendekatan yang akan digunakan sebagai alat analisis adalah model porter. Model porter, seperti sudah dijelaskan pada bab sebelumnya menekankan pada beberapa hal diantaranya: faktor input, permintaan, industri pendukung, termasuk dukungan insitusi seperti pemerintah daerah. Dari analisis makro dan analisis deskriptif, dapat ditarik beberapa klaster ekonomi yang potensial di Kota Cimahi, yaitu: a. Industri makanan dan minuman, b. Industri tekstil dan garmen, c. Industri kerajinan atau handycraft dan d. Perdagangan Pertama, Klaster Industri Makanan Olahan (Wisata Kuliner). Salah satu produk andalan Kota Cimahi adalah produk makanan olahan kering. Berdasarkan data Potensi 2012, di Kota Cimahi terdapat 415 industri makanan dan minuman yang tersebar secara merata di tiga kecamatan, Cimahi Selatan, Tengah dan Utara. Jumah industri tersebut belum termasuk industri rumah tangga yang merupakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya ratusan.
99
Meskipun secara umum makanan olahan hampir diproduksi oleh sebagain besar wilayah di Indonesia, dan beberapa daerah yang bersebelahan dengan Kota Cimahi seperti Kota Bandung, Kota Cimahi memiliki beberapa produk yang diklaim memiliki keunikan yaitu: Comring (oncom kering), Sumpia, Kripik Setan, dan Dendeng Jantung Pisang. Comring atau kependekan dari combro atau oncom kering merupakan jenis makanan yang dibuat dari bahan utama singkong dan diolah/dicampur dengan cabe, bawang, gula, garam, dan ketumbar. Sebagian besar produsen Comring merupakan UKM yang berbasis industri rumah tangga. Meskipun produk ini sudah lama dihasilkan oleh industri rumah tangga di Kota Cimahi, namun jenis makanan olahan ini masih kurang populer dan belum dikenal oleh masyarakat luas, khusunya di luar Kota Cimahi. Selain produk-produk di atas, beberapa produk sedang dicoba untuk dikembangkan, antara lain produk olahan dari bahan baku singkong seperti “Kripik Setan” dan produk makanan berbahan baku jantung pisang, yaitu “Dendeng Jantung Pisang”. Dengan berbagai potensi produk makanan olahan yang dihasilkan, makan klaster makanan olahan layak dikembangkan sebagai klaster utama di Kota Cimahi. Pertimbangan lainnya adalah bahwa industri makanan olahan merupakan salah satu industri utama yang memiliki kandungan lokal besar, baik dari sisi input bahan baku yang digunakan maupun dari kapasitas industri tersebut dalam melibatkan banyak tenaga kerja lokal (oleh karena sifatnya sebagai industri rumahan). Di satu sisi, perekonomian di Kota Cimahi didominasi oleh sektor nonpertanian seperti industri pengolahan, tekstil dan jasa-jasa. Di sisi lain, berbagai
100
produk khususnya makanan olahan menggunakan bahan baku yang berasal dari sektor pertanian seperti singkong sebagai bahan baku Comring dan Kripik. Oleh karena itu, faktor input atau bahan baku perlu mendapat perhatian bagi pengembangan produk makanan olahan baik dari sisi kuantitas atau ketersediaan maupun kualitas bahan baku. Sebagai contoh, bahan baku Combring saat ini sebagian besar dipasok dari wilayah Cimahi, yaitu Cirendeu. Pasokan Singkong Cirendeu sampai saat ini masih bisa memenuhi permintaan industri makanan olahan berbahan baku singkong di Kota Cimahi. Dengan demikian, pasokan dari luar Cimahi masih relatif terbatas. Namun demikian, pada beberapa kasus Cirendeu belum bisa menghasilkan Singkong dengan kualitas bagus yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas produk akhir, Comring maupun Keripik. Oleh karena itu, riset guna mendukung perbaikan kualitas Singkong Cirendeu harus terus dilakukan sehingga bisa memenuhi kebutuhan di Kota Cimahi. Pada kasus-kasus lain, misalnya produk “dendeng jantung pisang”, ketersediaan bahan baku dari wilayah Cimahi sendiri masih terbatas. Hal ini menyebabkan produk ini belum bisa dihasilkan secara masal. Bahkan, seringkali ketika terjadi peningkatan permintaan industri-industri rumahan ini belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Dengan melihat bahwa lahan pertanian di Kota Cimahi relatif terbatas, maka untuk menjaga rantai pasokan bahan baku tersebut, perlu dipikirkan terobosan-terobosan baru melalui riset untuk menuju intensifikasi produksi bahan baku. Sementara itu, dilihat dari input sumber daya manusia, keberadaan industri rumah tangga (UMKM) penghasil produk makanan olahan menjadi
101
kelebihan tersendiri dan aset dari industri ini di Kota Cimahi. Dengan lokasi industri rumah tangga yang tersebar di hampir semua lokasi, maka tantangan bagi pengembangan klaster makanan di Kota Cimahi terkait dengan upaya mengintegrasikan industri makanan olahan menjadi satu industri besar yang saling terkait, baik dari sisi pemanfaatan input maupun pemasaran hasil produk. Peranserta Pemerintah Kota Cimahi dalam pengembangan industri makanan di Kota Cimahi adalah persoalan koordinasi antarpelaku kegiatan ekonomi. Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain membuat sentra-sentra produksi dan pemasaran. Terkait dengan pengembangan KUMKM di Kota Cimahi, saat ini Pemerintah Kota Cimahi sedang dalam proses pembangunan infrastruktur untuk menunjang pemasaran produk KUMKM, yaitu yang disebut Baros Information and Technology Cimahi (BITC). Di samping itu, Pemerintah Kota Cimahi memberikan insentif kepada UMKM terkait kemudahan akses untuk ijin usaha. Kedua, Klaster Fashion dan Tekstil: Limbah industri tekstil dan batik Cimahi. Di Kota Cimahi terdapat dua potensi klaster terkait industri fashion dan tekstil, yaitu pengolahan limbah tekstil dan batik khas Cimahi. Kawasan Cimahi selatan merupakan sentra industri tekstil. Berdasarkan data dari dinas PU (tata ruang), bahwa sebagian besar alih fungsi yang terjadi di Cimahi Selatan diperuntukkan untuk pengembangan industri pengolahan limbah, bengkel bubut, pembuatan makloon, industri rumah tangga (keset) dan komponen kendaraan (spare part, seperti pembuatan karet). Potensi industri pengolahan limbah di daerah ini cukup besar. Pada dasarnya industri ini mengolah ulang (recycle) limbah tekstil untuk ditingkatkan nilai
102
tambahnya kembali. Bentuk-bentuk limbah tersebut antara lain benang dan kapas. Salah satu kawasan penghasil limbah tekstil terbesar adalah Kelurahan Utama. Sebagian besar limbah kain yang diperoleh dari industri tekstil, dikumpulkan oleh “pengumpul” dan diolah/dibersihkan secara sederhana yang beberapa diantaranya adalah UMKM. Sementara itu, salah satu lapangan usaha yang dapat dikembangkan dalam klaster fashion adalah batik Cimahi. Beberapa motif batik Cimahi dinamakan berdasar daerah pembuatnya, misal Citeureup dan Cierendeu. Sayangnya, industri kerajinan batik belum menjadi produk masal. Berdasarkan data dari Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian
(Diskopindagtan)
Kota
Cimahi,
saat
ini
hanya
terdapat
2
pengusaha/perajin batik khas Cimahi yang secara konsisten memproduksi batik di samping memiliki akses pemasaran yang cukup baik. Sementara beberapa pengrajin batik merupakan industri rumah tangga yang berproduksi atas dasar ada-tidaknya pesanan atau permintaan. Permintaan dari produk limbah tekstil saat ini berasal dari daerah di luar Kota Cimahi, khususnya Surabaya. Bahan limbah tekstil kemudian akan diolah menjadi bahan alternatif pembuatan bahan kosmetik seperti kapas. Produk akhirnya adalah kapas (kecantikan) yang banyak digunakan oleh kaum wanita. Di samping itu, bahan limbah juga dapat diolah menjadi bahan-bahan keperluan rumah tangga seperti keset dan handuk. Dari informasi yang diperoleh, limbah yang dibeli dengan harga sekitar Rp200/kg, setelah diolah dijual kembali kepada “pengumpul besar” atau perusahaan seharga kira-kira Rp18.000/kg. Hal ini
103
menunjukkan bahwa permintaan terhadap limbah cukup besar mengingat nilai jual yang cukup mahal. Sementara itu, permintaan akan produk batik Cimahi relatif kecil. Penyebabnya adalah harga jual yang relatif mahal dibandingkan batik-batik produksi daerah lain seperti Solo, Yogya, dan lainnya. Produksi yang belum bersifat masal dan dihasilkan oleh industri rumah tangga kecil, di samping bahanbahan pembuat batik yang masih didatangkan dari luar wilayah Cimahi, menyebabkan harga jual batik mahal khusunya bagi masyarakat Cimahi. Demikian juga, pengembangan desain/motif belum begitu besar, sehingga belum dapat menyediakan pilihan-pilihan yang beragam bagi masyarakat pecinta batik. Industri Pendukung Terkait sebagai penghasil limbah tekstil yang cukup besar, Kota Cimahi belum memiliki industri pengolahan limbah sendiri. Kegiatan pengolahan yang selama ini dilakukan oleh usaha yang dikembangkan masyarakat masih bersifat tradisional. Demikian juga, industri pengolah limbah menjadi produk akhir bernilai tambah tinggi (misal: kapas) juga belum tersedia sehingga sebagain besar produk limbah harus dikirim ke luar daerah. Tantangan yang harus dijawab oleh pelaku ekonomi (pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat) untuk menangkap peluang ini adalah membangun atau menyediakan industri pengolahan limbah di Kota Cimahi. Dengan juga, terkait industri kerajinan batik, keberadaan industri desain grafis akan membantu pengembangan batik dan juga diversifikasi produk batik. Pengelolaan limbah saat ini masih bersifat sederhana, misalnya dengan cara dibersihkan dengan menggunakan bahan kimia. Strategi pemasaran
104
perusahaan juga masih bertumpu pada “pengumpul” bagi perusahaan besar, yang berlaku sebagai monopsony. Dengan demikian keberlangsungan usaha-usaha pengolah limbah tersebut bergantung dari keberadaan para “pengumpul”. Selain itu, metode pengolahan limbah tergolong sederhana (dan relatif berbahaya serta tidak ramah lingkungan). Untuk itu, diperlukan teknologi pengolahan yang lebih efisien beserta bahan-bahan yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Untuk industri kerajinan batik, strategi produksi masih bertumpu pada keberadaan permintaan. Artinya, produksi hanya dilakukan jika ada permintaan. Belum terjadi adopsi teknologi untuk melakukan diversifikasi produk, misalnya dengan memproduksi batik cetak, tapi dengan motif khas Cimahi. Demikian juga, motif-motif yang dikembangkan selama ini kurang bervariasi. Persaingan di industri kerjainan batik sendiri tergolong rendah, apalagi sebagian besar pengrajin berproduksi hanya jika ada permintaan. Pengembangan motif dan desain yang beragam serta pemanfaatan teknologi dalam produksi akan meningkatkan kompetisi di level industri yang pada akhirnya akan menghasilkan diversifikasi produk. Pemerintah Kota Cimahi dapat mengambil peran sebagai fasilitasi antara industri pengolah limbah di level rumah tangga dan industri hilirnya (yang membutuhkan bahan-bahan olahan limbah tekstil). Perlu insentif bagi munculnya usaha pengolahan limbah modern yang dapat mengkonversi limbah menjadi produk bernilai tambah tinggi. Hal ini pada akhirnya akan mengalihkan pasar bagi industri rumah tangga saat ini dan memberikan nilai tambah yang besar pada perekonomian Kota Cimahi secara keseluruhan, khusunya dari sisi penyerapan tenaga kerja lokal. Di samping itu, kerjasama pemerintah melalui RDKC dengan
105
dunia usaha, misalnya batik, dapat dilakukan dengan proses desain atau pengembangan motif dari batik Cimahi. Ketiga, Klaster Kerajinan (Handycraft). Salah satu yang menjadi prioritas untuk dikembangkan menjadi klaster di Kota Cimahi adalah klaster kerajinan (Handycraft). Jenis kerajinan yang dikembangkan di Kota Cimahi antara lain, yaitu:
Kerajinan Kayu: asbak, mainan anak,
Kerajinan Kulit: sepatu,
dompet, Kerajinan Logam dan Kaca: hiasan, kaligrafi, gamelan, piala, kompor biogas, oven LPG, peralatan Rumah Tangga, Anyaman: dari daun pandan, barang bekas/daur ulang, dan Gerabah/Keramik: asbak, vas bunga Pengembangan klaster kerajinan membutuhkan input sumber daya alam sebagai bahan baku pembuatan kerajinan. Misalnya kerajinan yang berbasis pada bahan baku alam, seperti anyaman pandan, vas bunga, dompet kulit. Kota Cimahi merupakan sebuah kota yang mempunyai keterbatasan lahan dan sumber daya alam. Dengan demikian bahan baku yang dibutuhkan untuk pengolahan atau pembuatan kerajinan (handicraft) harus didatangkan dari daerah lainnya. Nilai ekspor kerajinan tangan atau handicraft pada tahun 2011 diperkirakan bakal mencapai USS 660-720 juta. Angka tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan volume ekspor sekitar 10-20 persen. Pada tahun 2010 nilai ekspor handicraft hanya sebanyak USS 600 juta. Negara tujuan ekspor terbesar kerajinan tangan Indonesia adalah Amerika Serikat. Sementara untuk negaranegara di Asia, diantaranya Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei. Industri pendukung maupun industri terkait di Kota Cimahi dapat dikatakan sangat mendukung. Hal ini terdapat banyak perusahaan-perusahaan (industri) besar dan sedang di sektor pengolahan. Selain itu, lembaga keuangan
106
cukup membantu dalam hal menyuplay modal untuk menjalankan usaha kerajinan. Jumlah bank yang terdapat di Kota Cimahi dari tahun 2009 sampai 2009 mengalami perkembangan kenaikan yang cukup nyata. Pada Tahun 2013 jumlah bank umum sebanyak 25 unit, BPR 11 unit dan lembaga keuangan lainnya sebanyak 84 unit. Strategi pesaing, seperti yang dilakukan di Kota Bandung adalah menyediakan tempat khusus untuk pelancong yang menginginkan cidera mata dari seluruh hasil kerajinan penduduk Jawa Barat. Di Kota Bandung terdapat gedung Jabar Craft Center yang menyediakan produk-produk kerajinan. Terdapat lebih dari 150 jenis barang kerajinan dari seluruh Jawa Barat. Produk yang dipajang seperti wayang, angklung, patung bebek, asbak dari batu alam, bola, jaket, boneka, border, batik tulis, anyaman mendong, kerajinan tempurung kelapa serta tanduk, golok hias, tas, gerabah atau keramik, vas, topeng, kaligrafi, lukisan kaca, mainan edukatif, jam dinding, dan lampu gentur. Selain itu, terdapat pula miniatur pesawat terbang, perahu, dan alat musik. Pengrajin yang bisa menitipkan produk-produk kerajinan untuk dipamerkan dan tidak dipungut biaya. Lokasi bangunan pun strategis, karena berada di jalan utama Kota Bandung. Gedung yang dibuka empat tahun lalu itu terdiri dari tiga lantai. Dua lantai diantaranya untuk memajang produk. Selain Bandung, pusat kerajinan seperti anyaman pandan terdapat di Tasikmalaya. Tasikmalaya mempunyai strategi fokus dalam menjalankan strategi pengembangan kerajinan anyaman pandan (kerajinan rajapolah). Berbagai jenis produk kerajinan rajapolah diproduksi di Tasikmalaya, seperti tas, topi, sandal, dan kerajinan rajapola lainnya.
107
Pemerintah Kota Cimahi dapat mengambil peran sebagai fasilitasi antara industri kerajinan di level rumah tangga. Hal ini pada akhirnya akan mengalihkan pasar bagi industri rumah tangga saat ini dan memberikan nilai tambah yang besar pada perekonomian Kota Cimahi secara keseluruhan, khususnya dari sisi penyerapan tenaga kerja lokal. Di samping itu, kerjasama pemerintah melalui RDKC dengan pengrajin handicraft dapat dilakukan dengan proses desain atau pengembangan handicraft. Keempat, Klaster Baru: Industri Telematika. Klaster ini turut diangkat sebagai alternatif pilihan kluster dengan pertimbangan bahwa saat ini Kota Cimahi tengah mendukung dikembangkannya industri telematika dalam bentuk klaster sebagai bentuk pengembangan ekonomi lokal Kota Cimahi. Beberapa jenis industri telematika yang bisa dikembangkan antara lain, yaitu: Konten: Film dan Animasi,
Layanan
Aplikasi
Telematika:
e-government,
e-learning
(e-
development), Layanan Akses: Internet Data Center (IDC), Sistem Integrasi, Instalasi dan Pemeliharaan Perangkat Telematika, Manufaktur Perangkat Telematika: Pabrik HP, Komponen Perangkat Telematika: Pabrik Pencetak Cassing dan Material Komponen Perangkat Telematika Pengembangan klaster telematika sangat membutuhkan dukungan sumber daya manusia yang memadahi. Dukungan kesiapan akan sumber daya manusia paling tidak dapat dilihat dari profil pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan. Angka melek huruf (AMH) Kota Cimahi mencapai 99,64. Rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 10,42 tahun, artinya penduduk rata-rata sudah memasuki pendidikan SLTA/SMK.
108
Selain itu, kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Nilai IPM kota Cimahi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 menunjukan adanya peningkatan sebesar 0,75 point dari 74,42 menjadi 75,17. Reduksi shortfall 2010-2012 sebesar 1,50. Angka ini relatif kurang jika dibandingkan dengan reduksi shortfall IPM tahun 2010 tehadap IPM 2009 yang mencapai 4,02, dimana upaya akselerasi IPM tahun tersebut cukup besar. Permintaan akan produk-produk telekomunikasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Informasi saat ini sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal ini bisa ditunjukkan dengan permintaan konsumen menjadi pelanggan telepon di Indonesia. Selama tahun 1908-2013 perkembangan pelanggan telepon terus meningkat. Rata-rata pertumbuhan sebesar 13,31 persen per tahun. Industri Pendukung Terkait
di Kota Cimahi dapat dikatakan sangat
mendukung. Hal ini terdapat banyak perusahaan-perusahaan (industri) besar dan sedang di sektor pengolahan. Selain itu, lembaga keuangan cukup membantu dalam hal menyuplay modal untuk menjalankan usaha. Jumlah bank yang terdapat di Kota Cimahi dari tahun 2010 sampai 2013 mengalami perkembangan kenaikan yang cukup nyata. Strategi Perusahaan dan Persaingan pada industri telekomunikasi bersaing secara ketat dan dinamis. Industri konten dan aplikasi multimedia interaktif, misalnya, dipandang sebagai industri masa depan yang diharapkan memanfaatkan infrastruktur akses multimedia yang telah tergelar skalanya belum signifikan dan masih pada tahap awal dari perkembangannya.
109
Meski begitu, ada hal yang menarik dari industri infokom, yaitu bahwa nilai dari industri ini bergeser dari nilai komunikasi menuju ke nilai informasi. Nilai komunikasi akan terus turun dan segera menjadi komoditi, sementara nilai informasi terus meningkat sejalan dengan munculnya berbagai manfaat aplikasi nyata yang mendukung aktivitas di berbagai sektor. Aplikasi infokom akan terus bergerak kepada jenis inovasi yang mengaitkan sistem dengan jaringan (network centric application). Pemerintah Kota Cimahi dapat mengambil peran sebagai fasilitasi dalam bermitra dengan perusahaan-perusahaan telematika. Hal ini pada akhirnya akan mengalihkan pasar bagi industri rumah tangga saat ini dan memberikan nilai tambah yang besar pada perekonomian Kota Cimahi secara keseluruhan, khusunya dari sisi penyerapan tenaga kerja lokal dan alih teknologi. Lebih lanjut, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Mikro,
Tentang
Pemberdayaan Dan
Pengembangan Koperasi, Usaha
Kecil, Dan Menengah Di Kota Cimahi,
melaksanakan fasilitasi pengembangan UMKM produksi dan pengolahan,
Pemerintah Kota Cimahi yang
meliputi : fasilitasi
pemasaran, sumberdaya manusia
dan desain dan
teknologi. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut : Pertama, produksi dan pengolahan. Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan dilakukan dengan cara meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen UMKM, memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk UMKM, mendorong
penerapan
110
standardisasi
dalam
proses
produksi dan pengolahan dan meningkatkan
kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah. Kedua, pemasaran. Pengembangan koperasi dan UMKM dalam bidang pemasaran dilakukan dengan cara melakukan penelitian dan pengkajian pemasaran,
menyebarluaskan
informasi
pasar,
melakukan
kemampuan
manajemen dan teknik pemasaran, menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang dan promosi
UMKM, memberikan dukungan promosi produk, jaringan
pemasaran, dan distribusi dan menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran. Ketiga,
sumberdaya manusia. Pengembangan sumberdaya manusia
sebagai pengelola UMKM membudidayakan manajerial dan
dilakukan dengan cara memasyarakatkan dan
kewirausahaan,
meningkatkan
keterampilan
membentuk dan mengembangkan lembaga
teknis
dan
pendidikan dan
pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, serta penciptaan wirausaha baru. Keempat, desain dan teknologi. Pengembangan desain dan teknologi UMKM, dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu, meningkatkan kerjasama dan alih teknologi, meningkatkan kemampuan UMKM di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru, memberikan insentif kepada
UMKM yang
mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup dan mendorong UMKM
untuk memperoleh sertifikat Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
111
Selanjutnya dalam hal perlindungan usaha,
Pemerintah Kota Cimahi
dan dunia usaha memberikan perlindungan usaha dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan UMKM. Perlindungan usaha yang dimaksud dilakukan dengan mengikutsertakan elemen masyarakat dan memperhatikan unsur persaingan usaha yang sehat melalui instrumen kebijakan yang diatur oleh Walikota. Sementara itu,
jaringan usaha dan kemitraan
UMKM dapat
membentuk jaringan usaha baik secara vertikal maupun horizontal,
meliputi
bidang-bidang yang disepakati oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan serta dapat dilakukan dalam bentuk perluasan usaha mandiri atau kemitraan. UMKM yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari Pemerintah Kota Cimahi untuk perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri, dapat melakukan pengalihan jaringan usaha kepada pihak lain dengan berdasarkan persetujuan Walikota Cimahi. Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha oleh UMKM, dilaksanakan melalui pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan, dengan berpedoman pada peraturan yang dilaksanakan dengan pola inti plasma, subkontrak, perdagangan umum, waralaba,
distribusi
dan
keagenan dan bentuk kemitraan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, strategi pemberdayaan UMKM yang mengacu kepada peraturan tersebut, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi. Hal ini berdasarkan informasi dari seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan UMKM. Secara rasional, jangka waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan peraturan yang menjadi dasar pengambilan kebijakan Pemerintah Kota Cimahi dalam memberdayakan UMKM belum cukup
112
memberikan ruang pelaksanaannya, karena belum satu tahun anggaran sejak penetapan kebijakan. Namun berdasarkan hasil penelitian, yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi adalah pendataan UMKM, pelatihan-pelatihan dan identifikasi kebutuhan UMKM yang sampai saat ini masih terus berjalan. Percepatan pembangunan yang diarahkan dalam rangka pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi oleh Pemerintah Kota Cimahi, dapat disimpulkan oleh peneliti masih lambat, namun beberapa hal yang pasti sudah menjadi bukti keseriusan
dari
Pemerintah
Kota
Cimahi
untuk
mengembangkan
dan
mengedepankan UMKM sebagai roda penggerak ekonomi Kota Cimahi. Keterlibatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam memberikan bantuan dan pengembangan UMKM di Kota Cimahi masih diperlukan, karena keterbatasan anggaran dan keterbatasan personil yang mampu membina UMKM. Namun, terobosan dan pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi dalam menjalin kerjasama dengan Pemerintah vertikal tersebut sudah dapat dikatakan berjalan, hanya saja monitoring dan evaluasi dari hasil kerjasama tersebut belum tesosialisasi kepada masyarakat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 5.1.1. Pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro
Kecil dan Menengah)
yang
dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan dukungan penyediaan anggaran APBD untuk workshop pengelolaan website pemasaran, pemberian sertifikasi halal , proses pengemasan produk dan pendampingan Rumah Desain dan Kemasan Cimahi (RDKC). Namun, semua pelaku UMKM yang berada di masyarakat belum mampu didata secara optimal oleh Pemerintah Kota Cimahi. 5.1.2. Faktor-faktor yang menghambat program pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Cimahi yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini terkait dengan kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. Faktor eksternal terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, pungutan liar, implikasi kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. 5.1.3. Strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi baru dalam tahap identifikasi potensi, analisis kebutuhan, dan rencana kerja bersama. Dalam pelaksanaannya masih memerlukan proses sosialisasi yang komprehensif serta monitoring dan evaluasi. Selain
113
114
itu, UMKM Kota Cimahi yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri dalam mengembangkan klaster ekonomi yang difokuskan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL).
5.2.
Saran
5.2.1. Pemerintah Kota Cimahi seyogyana meningkatkan penyediaan anggaran untuk program pemberdayaan UMKM dan menambah personil pendataan agar mampu mengidentifikasi data semua pelaku UMKM yang berada di masyarakat. 5.2.2. Untuk mengatasi hambatan program pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)
di Kota Cimahi adalah meningkatkan
permodalan dan aksesnya terhadap perbankan yang difasilitasi Pemerintah Kota Cimahi, peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan usaha mandiri, memperkuat
jaringan usaha
dan memperkuat mentalitas
pengusahanya serta memperbaiki sarana dan prasarana usaha maupun perijinan. 5.2.3. Sosialisasi PEL yang komprehensif dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi lebih difokuskan dalam pengembangan UMKM yang mengarah kepada perluasan jaringan usaha mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 2000. Pokoknya Kualitatif, Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya B.Miles, Mathew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta : Universitas Indonesia. Caroline, Bryan and White, Louise G. 1996. Manajemen Pembangunan untuk negara berkembang. Terjemahan Rusyianto.L.Simatupang. Jakarta :LP3ES Korten, David.C. 1984. Strategic Organization for People Centered Development. Publik Administration Review. -------------------, dan Rudi Klauss.1994. People Centered Development : Contribution Toward Theory and Planning Framwork. West Hartford : Kumarian press Kristiadi. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia . Jakarta : STIA-LAN Press. Mclean, Bywatter. 2001. Development Transformation Method. Terjemahan Mulyanto. Jakarta :Atantya. Moleong, Lexy.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya. Ndraha, Talidzuhu. 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta. Osborne, David and Ted Gaebler. 1993. Reinventing Government: How the entrepreneurial Spirit is Transforming the public sector. New York : Plume. Prijono dan A.M.W. Pranarka. 1996. Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan Implementasinya. Jakarta : CSIS Sedarmayanti.2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. Bandung : Mandar Maju. -----------------. 2003. Good Governance, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. Bandung : Mandar Maju.
115
116
Supriatna ,Tjahya. 1997. Birokrasi, Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan. Bandung : Humaniora Utama Press. Suradinata, Ermaya. 1998. Manajemen Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Bandung: Ramadhan. Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito. Ndraha,
Talidzuhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Masyarakat Tinggal Landas Jakarta : Rineka Cipta.
Mempersiapkan
Tjokroamidjojo,Bintoro.1995. Pengantar Adnistrasi Pembangunan. Jakarta :LP3ES Warren, Bennis, and Michel Mische. 1995. Organisasi Abad 21, Reinventing Government melalui Reingenering. Jakarta : LPPM
Dokumen :
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Dan Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Kota Cimahi Profil Pemerintah Kota Cimahi Tahun 2009, BPS Kota Cimahi
Kajian : Integrasi Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam Strategi Perencanaan Ekonomi Nasional. Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia. Kajian Identifikasi dan Pengembangan Klaster Ekonomi untuk Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Cimahi ” Tahun 2012. USDRP.