PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELUARKAN REGULASI ORANG TUA YANG MEMPEKERJAKAN ANAK DI BAWAH UMUR DI KOTA GORONTALO
Lian Kue Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Jl. Jendral Sudirman No. 06 , Telp. 0435 821125 Fax. 0435 821753 Email::
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran pemerintah dalam mengeluarkan regulasi orang tua yang mempekerjakan anak di bawah umur saat ini, dan juga mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi anak harus ikut bekerja di Kota Gorontalo. Penelitian ini diadakan Di Kota Gorontalo dengan menggunakan metode empiris, yaitu dengan cara menemukan teori dan bekerjanya dalam masyarakat. Hasil penelitian ini adalah : 1. Peran Pemerintah Dalam Mengeluarkan Regulasi Orang Tua Yang Mempekerjakan Anak Di Bawah Umur Di Kota Gorontalo pada dasarnya sampai saat ini pemerintah Daerah belum mengeluarkan peraturan yang khusus melarang kepada orang tua yang mempekerjakan anak yang masih dibawah umur, masih mengacu pada Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan anak harus ikut bekerja adalah, faktor kemiskinan, faktor minat anak, faktor orang tua, faktor lingkungan,faktor terbukanya peluang untuk anak masuk kerja. Kata kunci: Pemerintah, regulasi, pekerja anak, Kota Gorontalo ABSTACK This research intent to know in as much as which commanding role in issues regulasi oldster that employ current under-aged child, and also identify factor what do regard childs shall come on to work at Gorontalo's Cities. This research is arranged At Gorontalo's City by use of empiric method, which is by finds theory and work it in society. This observational result is: 1. Commanding role In Issues Regulasi Oldster That Employ Under-aged Child At Gorontalo's City basically until now local government has issued special regulation forbidden to oldster that employ child that stills under-aged, still points on No.23's Law Year 2002 About Child protections. 2.
Childs causative factors have to come on works is, poverty factor, factor gives a damn child, oldster factor, lingkungan.faktor's factor its openended opportunity for child comes in job. Key word: Government, regulasi, child employ, Gorontalo City PENDAHULUAN Anak sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dititipkan kepada orang tua dan wajib dijaga dari segala bentuk yang bertentangan dengan pelanggaran haknya. Sebagai generasi bangsa anak memegang peranan penting dalam menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Oleh karenanya anak harus di jaga tumbuh kembangnya sesuai dengan kodratnya. Anak harus dijaga dari kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya, akan tetapi disisi lain justru tidak sedikit anak yang mendapatkan pelanggaran haknya. Hal tersebut berkaitan erat dengan cara memelihara dan mendidik anak. Memelihara kelangsungan hidup anak adalah tanggung jawab orang tua, yang tidak boleh diabaikan, Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan, menentukan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anakanak yang belum dewasa sampai anak-anak yang bersangkutan dewasa atau dapat berdiri sendiri. Orang tua merupakan yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun social (Pasal 9 UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak )1. Pasal 3 UU No.4 Tahun 1979 menentukan bahwa anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh Negara atau orang atau badan. Berdasarkan ketentuan ini, dapat diketahui bahwa anak yang tidak mempunyai orang tua dapat diasuh oleh wali melalui perwalian, oleh orang tua angkat melalui pengangkatan anak (adopsi) dan dapat diasuh di panti asuhan yang dikelola oleh pihak swasta maupun pemerintah. Dikota Gorontalo sendiri orang tua yang mempekerjakan anak yang masih dibawah umur mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Orang tua yang 1
Gultom Maidin.2008.Perlindungan hukum terhadap anak.Bandung:Refika Aditama.hlm.1
mempekerjakan anak semakin bertambah di akibatkan karena beberapa hal seperti faktor ekonomi dan minat anak lebih cenderung kepada bekerja dan bekerja. Uang merupakan faktor terpenting bagi anak dan keluarga, sehingga tidak banyak orang tua yang memilih
mempekerjakan
anaknya
ketimbang di
sekolahkan.
Angka
perbandingan jumlah anak-anak yang bekerja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini sangat memprihatinkan, dan hal ini sangat mengharapkan uluran tangan serta peran pemerintah, khususnya pemerintah Kota dalam menangani serta mengurangi orang tua yang mempekerjakan anak yang masih dibawah umur demi kelangsungan ekonomi keluarganya. Kurangnya pemahaman orang tua dalam memberikan pengawasan terhadap tumbuh kembang anak serta faktor ekonomi yang sangat melilit kehidupan memicu peningkatan anak-anak untuk ikut serta dalam bekerja. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu kiranya dikemukakan pokok permasalahan yang ada, yaitu : 1) Bagaimana peran pemerintah dalam mengeluarkan regulasi orang tua yang mempekerjakan anak dibawah umur di Kota Gorontalo?, 2) Faktor-faktor apa yang menyebabkan anak dibawah umur harus bekerja?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana peran pemerintah dalam mengeluarkan regulasi orang tua yang mempekerjakan anak dibawah umur di Kota Gorontalo, dan juga untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi anak dibawah umur harus bekerja. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan oleh calon peneliti adalah penelitian sosiologis atau non doktrinal, yaitu penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum didalam masyarakat. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, bahwa penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat.2
2
Mukti fajar,2010.dualisme penelitian hukum,Pustaka Pelajar,Yogyakarta,hlm.154.
PEMBAHASAN Anak adalah seseorang yang umurnya dibawah 18 (delapan belas) tahun. Sehingga anak yang di bawah umur 18 (delapan belas) tahun tidak dapat dikatakan cakap hukum dan perbuatan yang dilakukannya belum mencapai kriteria perbuatan atau tindakan hukum. Dalam upaya-upaya pengembangan bakat sebagaimana dijelaskan dalam UU diatas merupakan bentuk persiapan mental anak-anak agar tidak kaget dalam menempuh dunia kerja kedepannya. Yang perlu dipahami bahwa semua yang dapat dilakukan dalam konteks pengembangan diri mereka. Dan sebagian para orang tua beranggapan bahwa memberikan pekerjaan kepada anak-anak mereka merupakan proses belajar, belajar untuk menghargai pekerjaaan dan belajar untuk bertanggung jawab, mereka juga berharap anak-anak mereka dapat membantu meringankan beban mereka selaku orang tua. Selama masih dalam kondisi wajar dan sesuai dengan ketentuan UU hal tersebut sah-sah saja. Namun sebagian orang tua memberi pekerjaan yang diluar kemampuannya dan menghilangkan kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan diri. Keadaan seperti ini terkadang memberikan dampak yang cukup signifikan pada perkembangan psikologis anak dan mental yang dibangun. Tidak banyak keadaan seperti ini membuat anak menjadi brutal, terbelakang mental, krisis moral. Pasal 26 Undang- Undang Perlindungan Anak termasuk juga pada Pasal 28J Ayat 1 UUD 1945.3Pada dasarnya semuanya orang berhak untuk mendapatkan pekerjaan secara layak tanpa diskriminasi, namun di era yang seperti sekarang ini sudah diwarnai oleh berbagai persaingan. Jurang antara si miskin dan si kaya semakin jelas terlihat, sehingga keberadaan keluarga miskin makin meningkat yang berpengaruh pada peningkatan orang tua yang mempekerjakan anaknya. Fenomena yang banyak terjadi di kalangan masyarakat miskin, anak dijadikan suatu obyek untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam hal ini, anak disuruh bekerja di jalanan sebagai pengemis, pengamen, dan lain sebagainya yang dapat
3
Ade maman.2010.Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur.Jakarta.PT.Gramedia.hlm.63
menyebabkan anak tersebut menjadi anak yang hidup di jalanan dan dampaknya anak-anak tersebut bisa dimanfaatkan oleh orang-orang dewasa yang bisa menjadikan mereka suatu alat untuk dijadikan sasaran pelampiasan kemarahan dan bahkan terkadang bagi anak perempuan dijadikan pelampiasan nafsu birahi. Para orang tua yang mempekerjakan anaknya, menganggap hal tersebut sah-sah saja, karena mereka menyuruh anak mereka sendiri untuk ikut bekerja mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dalam keluarga. Padahal didalam undang-undang dan Al-quran sudah menegaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, dan lain sebagainya. Bahwa orang tua yang mempekerjakan anak dibawah umur dengan dasar motivasi mendidik anak maka menurut hukum Islam diperbolehkan karena kewajiban dasar orang tua adalah memelihara dan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya, dan orang tua yang mempekerjakan anak dengan motivasi mencari uang yang dapat mengganggu perkembangan fisik, jiwa, dan mentalnya, maka itu dilarang.4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 20 “ Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Pasal 21 “ Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak , dan kondisi fisik/mental”. Pasal 22 “ Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaran perlindungan anak”5. Pasal 23 ayat (1) “ Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hokum bertanggung jawab terhadap anak”, ayat (2) “Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak”. Pasal 24 “ Negara dan pemerintah menjamin anak untuk 4 5
Maulana Hasan.2000.Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak.PT.Gramedia.Jakarta.hlm:32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.Hlm;20
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak”. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah,
dan
negara
merupakan
rangkaian
kegiatan
yang
dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Perlindungan anak dalam proses pembangunan nasional dilakukan sebagian dari proses peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pasal 25 Kewajiban dan tanggungjawab keluarga dan orangtua adalah 6: 1) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, 2) Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. 3) Mencegah terjadinya
perkawinan
pada
usia
anak-anak
(Pasal
26).
Penyelenggaraan perlindungan anak dapat dilaksanakan baik dalam sektor agama, kesehatan, pendidikan, sosial yang juga diatur dalam undang-undang ini. Hak-Hak dan Kewajiban Anak Di
Indonesia,
perhatian
dari
berbagai
pihak
terhadap
pekerja
anak,
memperlihatkan tendensi yang semakin meningkat. Hal ini antara lain Nampak dengan diratifikasinya konvensi hak-hak anak pada tahun 1990 melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, ikut sertanya Indonesia dalam Konferensi ILO tentang pekerja anak yang menghasilkan konvensi No. 138 Tahun 1973, dan dengan diundangkannya berbagai macam peraturan perundang-undangan yang bermaksud memberikan “ perlindungan” terhadap anak. Pembahasan hal seperti itu harus menunjukan sikap politis setiap pihak terhadap diakui tidaknya nak-anak untuk bekerja. Sedangkan situasi dan konteks persoalan pekerja anak di Indonesia terlalu kompleks untuk dijadikan dasar pertimbangan pengambilan sikap yang hitam-putih7. Pada tanggal 20 November 1959 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mensahkan deklarasi tentang hak-hak anak. Dalam mukadimah Deklarasi ini, tersirat bahwa umat islam berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak6 7
Naskah Akademik ilmu perundang-undangan kelompok XI.Hlm;16 Muladi.2005.Hak Asasi Manusia.PT.Refika Aditama.Bandung.hlm:202
anak. Deklarasi ini memuat 10 (sepuluh) asas tentang hak-hak anak yaitu8: (1) Anak berhak menikmati semua hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang terkandung dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa pengecualian harus dijamin hak-haknya tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin,bahasa, agama, pandangan politik, kebangsaan, tingkatan social, kaya miskin, kelahiran, atau status lain, baik yang ada pada dirinya maupun pada keluarganya. (2) Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, agar menjadinnya mampu untuk mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual, dan kemasyarakatan dalam situasi yang sehat, normal; sesuai dengan kebebasan dan harkatnya. Penuangan tujuan itu ke dalam hukum, kepentingan terbaik atas diri anak harus merupakan pertimbangan utama. (3) Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan. (4) Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun setelah kelahirannya harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi anak dan ibunya. Anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, dan pelayanan kesehatan. (5) Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya akibat keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan khusus. (6) Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma-Cuma sekurang-kurangnya ditingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat perlindungan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan, atas dasar kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Kepentingan anak haruslah dijadikan pedoman oleh mereka yang bertanggungjawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang bersangkutan: pertama-tama tanggung jawab tersebut terletak pada orang tua mereka. Anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan berekreasi yang diarahkan untuk tujuan pendidikan, masyarakat dan 8
Gultom Maidin.2008.Perlindungan hukum terhadap anak.Bandung:Refika Aditama.hlm.45
pemerintah yang berwenang harus berusaha meningkatkan pelaksanaan hak ini9. (7) Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia memerluka kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin ia harus dibesarkan dibawah asuhan dan tanggung jawab orang tuanya sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar tetap , berada dalam suasana yang penuh kasih saying, sehat jasmani dan rohani. Anak dibawah usia lima tahun tidak dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah yang berwenang berkewajiban memberikan perawatan khusus kepada anak yang tidak memiliki keluarga dan kepada anak yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak lain memberikan bantuan pembiayaan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga besar. (8) Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan pertolongan. (9) Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan, penghisapan. Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu, ia tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan atau pendidikannya, maupunyang dapat mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa, dan akhlaknya10. (10) Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi social, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.Mereka harus dibesarkan di dalam semangat penuh pengertian, toleransi dan persahabatan antar bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dengan penuh kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama manusia11. Peran Pemerintah Dalam Mengeluarkan Regulasi Orang Tua Yang Mempekerjakan Anak Dibawah Umur Di Kota Gorontalo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 20 “ Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Pasal 21 “ Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin 9
Gultom Maidin.2008.Perlindungan hukum terhadap anak.Bandung:Refika Aditama.hlm.46 Ibid 11 Ibid 10
hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak , dan kondisi fisik/mental”. akan tetapi disisi lain justru tidak sedikit anak yang mendapatkan pelanggaran haknya. Hal tersebut berkaitan erat dengan cara memelihara dan mendidik anak. Orang tua merupakan orang pertama yang bertanggungjawab atas penyelenggaran kesejahteraan anak. Terkait dengan hal tersebut diatas, sejauh ini pemerintah Kota Gorontalo belum mengeluarkan kebijakan khusus kepada orang tua yang mempekerjakan anak yang masih dibawah umur. Kebijakan khusus yang dimaksud seperti halnya Perda. Hal ini disebabkan oleh realitas yang ada dilapangan bahwa masih maraknya anak-anak yang berkeliaran di Kota Gorontalo seperti, maraknya pengamen, anak jalanan, dan juga pekerja anak yang berada diwilayah perbelanjaan Kota Gorontalo. Berdasarkan penelitian dilapangan bahwa keberadaan pekerja anak di Kota Gorontalo masih banyak jika mengacu pada batas usia 21 tahun, namun secara spesifik pekerja anak yang terdaftar pada usia 1-18 tahun seperti terdata pada tabel dibawah ini.
Jumlah pekerja anak di Kota Gorontalo 2008-20012 No.
Uraian Jumlah pekerja anak
Tahun 2008 45
2009 -
2010 60
2011 60
2012 120
Sumber : Dinas social dan tenaga kerja kota gorontalo Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang diperoleh menurut hemat penulis bahwa, peningkatan jumlah pekerja anak diakibatkan oleh tidak adanya suatu regulasi khusus yang menangani orang tua yang mempekerjakan anak, pemerintah saat ini masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mencermati permasalahan anak yang membutuhkan perhatian dari semua pihak, baik keluarga, maupun elemen pemerintah juga tidak lepas dari peran serta Komnas Perlindungan Anak. Peran Komnas Perlindungan Anak
khususnya kepada anak-anak yang terpaksa bekerja yaitu: 1) Melakukan pengawasan terhadap kinerja dalam implementasi Undang-Undang dan Kebijakan tentang perlindungan anak; 2) Melakukan penegakan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berkaitan dengan larangan mempekerjakan anak; 3) Merumuskan sanksi pelanggar hak anak dan pekerja anak; 4) Melakukan sosialisasi peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pekerja anak; 5) Memberikan pembatasan waktu yang ketat dalam melaksanakan pekerjaannya di tempat kerja untuk paling lama 4 jam kerja sehari, dan dilarang untuk melakukan kerja lembur; 6) Pemberlakuan standard keselamatan dan kesehatan secara konsisten dan wajar; 7) Melakukan pengawasan implementasi pemerintahan daerah terhadap peraturan daerah tentang upaya penghapusan pekerja anak; 8) Melaksanakan program perlindungan pekerja anak melalui program Penarikan Pekerja Anak.12 Faktor-Faktor yang menyebabkan anak harus ikut bekerja Setiap hal yang dilakukan tentu akan menimbulkan kendala tertentu. Begitu pula dengan anak-anak yang terpaksa terjun kedunia kerja sebelum mencapai usia legal, sudah pasti ada faktor-faktor yang melatarbelakangi. Faktor yang menyebabkan anak harus ikut bekerja di Kota Gorontalo seperti: 1) Faktor Kemiskinan, 2) Faktor Minat Anak, 3) Faktor Lingkungan, 4) Faktor Pengawasan Orang Tua, 5) Faktor Terbukanya Peluang Masuk kerja. Berdasarkan data diatas bahwa factor utama yang menjadi pemicu anak-anak untuk bekerja adalah kemiskinan. Kemiskinan sebagai masalah multidimensi, kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin, dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan public yang berdampak pada kehidupan mereka13. Belum teratasinya masalah kemiskinan mendorong pemikiran akan perlunya suatu strategi baru penanggulangan kemiskinan yang lebih menyentuh akar permasalahan kemiskinan. 12 13
http://www.komnasperlindungan anak.or.id/wp-content/uploads/eka tjahjanto WEB.pdf. diakses 13 juni 2013 Nelson Pomalingo.2007.Pembangunan Gorontalo.The Presnas Center.Gorontalo.hlm;11
Pandangan konvensional menyebutkan bahwa kemiskinan sebagai masalah kekurangan modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai obyek yang tidak memiliki informasi dan pilihan sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.Tidak mungkin akan ada anak terlantar di jalan-jalan, penjualan anak dibawah umur, mempekerjakan anak dibawah umur jika orang tua mereka mempunyai penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarga dan anaknya. Implikasi dari pandangan ini adalah pemerintah mempunyai peran dominan untuk menyediakan modal dan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Pendekatan ini terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kesulitan anggaran dan lemahnya rancangan kebijakan karena tidak menyentuh akar masalah kemiskinan, tetapi juga tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara-suara dan hak-hak dasar masyarakat miskin. Menurut data yang diperoleh penulis dilapangan menyatakan bahwa kemiskinan sangatlah sulit untuk ditanggulangi, sebab semakin hari jumlah akan permintaan semakin meningkat sedangkan alat untuk memenuhinya sangat sulit untuk diperoleh, disamping itu juga masyarakat miskin memiliki beberapa kendala diantaranya: 1) Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Masyarakat miskin mempunyai akses yang rendah terhadap pendidikan formal dan nonformal. Keterbatasan pengetahuan atau wawasan terhadap pendidikan, khususnya sekolah, menyebabkan hasrat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya menjadi hilang.14 Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan, terbatasnya jumlah dan mutu prasarana dan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru bermutu di daerah yang komunitas miskin, terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk prose belajar mengajar, terbatasnya jumlah lembaga pendidikan di pedesaan. 2) Anggapan yang salah tentang sekolah Kebanyakan orang miskin beranggapan bahwa sekolah itu tidak penting. Sebab, hal yang terpenting adalah, kekayaan yang bisa mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Mengapa mereka beranggapan demikian ? sebab, orang miskin
14
Suyadi,2011,Miskin bukan halangan sekolah,Buku Biru.jogyakarta.hlm:20
selalu berpikiran pendek, instan, dan pragmatis. Mereka hanya berpikir bagaimana bisa makan hari ini ? bagaimana mereka bisa membayar seluruh utang mereka ? bagaimana mereka bisa menghidupi anak istri ? bagaimana mereka membayar biaya pengobatan anak mereka ?. Mereka beranggapan bahwa sekolah tidak penting karena pendidikan tidak bisa menyelesaikan berbagai persolan praktis dalam hidup mereka. Karena itu, hal yang terpenting adalah makan, membayar utang, serta mencukupi kebutuhan sehari-hari15. Hal ini semakin diperparah oleh rumor yang berkembang dimasyarakat jika sekolah hanya untuk mencari pekerjaan. Jika orang miskin telah mempunyai pekerjaan yang relative mapan, seperti buruh bangunan, tukang las, pegawai bengkel, dan tukang besi, maka mereka akan menganggap sekolah tidak penting. Sebab, mereka sudah tidak membutuhkan pekerjaan lagi. Terlebih lagi jika mereka terpengaruh oleh berbagai informasi yang menyatakan bahwa banyak sarjana yang menganggur alias tidak memperoleh pekerjaan sekarang ini. Hal tersebut memicu orang tua untuk memilih tidak menyekolahkan anaknya.16 3) Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha. Masyarakat miskin umumnya menghadapi terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya kemampuan yang dimilki menyebabkan masyarakat miskin sulit mengembangkan usahanya, dan cenderung lebih mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian. 4) Kebiasaan menyalahkan pemerintah. Banyak orang miskin yang menganggap bahwa kemiskinan akibat roda pemrintahan yang tidak becus membuat program pengentasan kemiskinan. Mereka juga beranggapan bahwa pemerintah-lah yang selama ini membelenggu mereka agar mereka tetap berada dilembah kemiskinan. Tidak mungkin akan ada anak putus sekolah jika pemerintah memurahkan biaya sekolah dan memperbaiki serta melengkapi semua kebutuhan sekolah. Begitulah anggapan masyarakat kepada pemerintah17. Misalnya, ketika mereka ingin membuka usaha kecil-kecilan,mereka 15 16 17
Suyadi,2011,Miskin bukan halangan sekolah,Buku Biru.jogyakarta.hlm:20 Op.Cit .hlm:24 Op.Cit.hlm:26
tidak dipercaya oleh bank saat mengajukan pinjaman. Pihak bank mensyaratkan berbagai prosedur, termasuk persyartan jaminan surat berharga, yang tidak mungkin dipenuhi oleh orang-orang miskin. Ketika mereka terlambat membayar uang sekolah, mereka ditagih berkali-kali sehingga anak merasa dipermalukan di depan temantemannya. Orang tuapun merasa kesulitan mencari pinjaman karena masyarakat tidak mempercayai mereka dapat mengembalikannya. Akhirnya, anak dan orang tua “ sepakat “ untuk putus dari sekolah.18 KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa terkait dengan peran pemerintah dalam mengeluarkan regulasi orang tua yang mempekerjakan anak dibawah umur di Kota Gorontalo, Sejauh ini pemerintah Kota Gorontalo belum mengeluarkan peraturan khusus kepada orang tua yang mempekerjakan anak-anak yang masih dibawah umur. Peraturan khusus yang dimaksud seperti Peraturan Daerah (Perda) mengenai pekerja anak. Hal ini disebabkan oleh realitas dilapangan bahwa masih banyaknya anak-anak yang berkeliaran di wilayah Kota Gorontalo, seperti pengamen, anak jalanan, pekerja anak yang berada di pusat-pusat perbelanjaan Kota Gorontalo. Selanjutnya orang tua yang mempekerjakan anak yang belum mencapai usia legal diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan anak harus ikut bekerja yaitu: 1) Faktor kemiskinan; 2) Faktor minat anak; 3) Faktor Lingkungan; 4) Faktor orang tua; 5) Faktor Peluang anak masuk dalam dunia kerja. DAFTAR PUSTAKA Ade maman.2010.Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur.Jakarta.PT.Gramedia Gultom Maidin.2008.Perlindungan hukum terhadap anak.Bandung:Refika Aditama Maulana Hasan Wadong.2000.Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.Jakarta. Muladi.2005.Hak Asasi Manusia.PT.Refika Aditama.Bandung. Nelson Pomalingo.2007.Pembangunan Gorontalo.The Presnas Center.Gorontalo. 18
Suyadi,2011,Miskin bukan halangan sekolah,Buku Biru.jogyakarta hlm:27
Suyadi.2011.Miskin Bukan Halangan Sekolah.Buku Biru.Jogyakarta. Yulianto Ahmad.2010.Dualisme Penelitian Hukum, Normatif Dan Empiris.Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Naskah Akademik Perlindungan Anak http://www.komnasperlindungan anak.or.id/wp-content/uploads/eka tjahjanto WEB.pdf.