PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA PADA KAMPUNG BINTAN BEKAPUR DESA BINTAN BUYU KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN
NASKAH PUBLIKASI
Oleph :
AHMAD ZAINUL ARIFIN NIM :100565201240
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA PADA KAMPUNG BINTAN BEKAPUR DESA BINTAN BUYU KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN AHMAD ZAINUL ARIFIN Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK
Kabupaten Bintan saat ini mengembangkan desa wisata, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten Bintan Kepada Pemerintahan Desa dijelaskan bahwa Pemeritah Desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Desa berkewajiban mengelola potensi wisata di wilayahnya. Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah kurangnya dukungan dari masyarakat hal ini dapat dilihat masyarakat tempatan masih belum mampu menjaga fasilitas wisata alam yang ada, sehingga menghambat pengembangan kawasan wisata di daerah tersebut. Kurangnya dukungan dari pemerintah seperti banyak informasi yang terkandung di lokasi pariwisata (objek) tidak dapat dijual karena keterbatasan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat pariwisata. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Desa Wisata pada Kampung Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Dalam penelitian ini informan terdiri dari 5 orang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulan bahwa Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Desa Wisata pada Kampung Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan belum berjalan optimal hal ini dijelaskan sebagai berikut sumber daya manusia di Dinas Pariwisata masih kurang memadai baik jumlah pegawai khusus pariwisata dan berdampak pada pengetahuan masyarakat yang tidak dapat tersalurkan dengan baik. Jumlah dan kualifikasi pendidikan pariwisata sangat minim sehingga kendala pengembangan sumber daya pariwisata juga ikut terhambat. Tidak hanya itu dalam pelaksanaannya dinas pariwisata sudah mengawasi kegiatan pariwisata, tidak hanya itu di Kampung Bintan Bekapur ini pemerintah juga memberikan fasilitas sarana prasarana, serta penyuluhan kepada masyarakat setempat.
Kata Kunci : Peran, Pemerintah Daerah, Desa Wisata
1
ABSTRACT Bintan Regency is currently developing the tourist village, based on Bintan Regency Regional Ordinance number 11 Year 2008 about the surrender of the Affairs of the Government of the District of Bintan to the reign of the village explained that the Pemeritah of the village is the village chief and the village as the village Government of organizing the obligation to manage the tourism potential in the region. But the phenomenon happens at the moment is the lack of support from the community it can be seen local communities still have not been able to keep the existing nature tourism facilities, so as inhibit the development of tourism in the area. Lack of support from the Government of as much of the information contained at the site of tourism (object) cannot be sold because of limited education which is owned by the Community tourism. The purpose of this research is basically to find out the role of local governments in the development of the tourist Village in Kampung Bekapur village of Bintan Bintan Bintan Regency Bay Sub-district Buyu Bintan. In this study the author uses Descriptive types of Qualitative research. Informants in this study consists of 5 people. Data analysis techniques used in this research is descriptive qualitative data analysis techniques. Based on the research results then it can be disimpulan that the role of local governments in the development of the tourist Village in Kampung Bekapur village of Bintan Bintan Bintan Regency Bay Sub-district Buyu Bintan have not run optimally it is described as the following human resources in Tourism is still inadequate number of employees both tourism and specific impact on the knowledge society that can not tersalurkan properly. The number and qualifications of education tourism was minimal so the tourism resource development constraints also hampered. Not only is it in practice tourism agency already oversees the tourism activities, not only in this Bekapur Government of Bintan also provide infrastructure facilities, as well as outreach to local communities.
Key Words: Role, Government Region, Village Tour
2
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sekarang ini pariwisata telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat di berbagai lapisan bukan hanya untuk kalangan tertentu saja, sehingga dalam penangananya harus dilakukan dengan serius dan melibatkan pihak-pihak yang terkait, selain itu untuk mencapai semua tujuan pengembangan pariwisata, harus diadakan promosi agar potensi dan daya tarik wisata dapat lebih dikenal dan mampu menggerakkan calon wisatawan untuk mengunjungi dan menikmati tempat wisata. Dalam hal ini industri pariwisata berlombalomba menciptakan produk pariwisata yang lebih bervariasi menyangkut pelestarian dari obyek itu sendiri sesuai dengan tujuan pembangunan pariwisata yaitu untuk mengenalkan keindahan alam, budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam. Kepulauan Riau merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata, diantaranya adalah Pulau Bintan. Di Pulau Bintan ini banyak sekali terbentang pantai yang berpanorama indah, mulai dari kejernihan airnya sampai pada pasir putihnya. Dari sekian banyak pantai yang ada di pulau ini, berdasarkan pengamatan hampir tidak ada satupun tempat yang dikelola dan dikembangkan dengan baik sebagai tujuan wisata. Sebenarnya, di Pulau Bintan sendiri sudah terdapat resort wisata alam yang bertaraf Internasional seperti Bintan Lagoon Resort serta kawasan wisata terpadu Lagoi. Namun sayang karena pengelolaan tempat ini jatuh ke tangan orang asing ataupun pihak
pengelola dari luar negri. Karena pengembangan yang dilakukan oleh investor asing dan pangsa pasar yang dituju adalah wisatawan asing maka, tidak sembarang orang dapat masuk ke kawasan wisata ini karena penjagaannya yang sangat ketat. Kabupaten Bintan selama ini, memang dikenal dengan kawasankawasan pariwisatanya yang menjanjikan keindahan pantai, dengan pasir putih yang menawan. Namun tidak hanya sekedar pantai, Kabupaten Bintan memiliki pesona wisata lebih dari itu. Pemerintah Kabupaten Bintan mengembangkan beberapa Desa yang ada di Kabupaten Bintan untuk dikembangkan sebagai tempat wisata yang baru di Bintan. Pengembangan kawasan Desa wisata akan dilakukan tahun 2015. Pengembangan kawasan desa wisata tidak hanya dari segi infrastrukturnya saja. Akan tetapi, pemberdayaan masyarakat juga akan disejalankan dengan pengembangan daerahnya. Hal ini dilakukan, agar penguatan institusi dimasyarakat dalam mengelola kawasan desa wisata bisa lebih kuat lagi. Selama tahun 2015 lalu, grafik kunjungan wisatawan sempat menurun dikarenakan kabut asap kiriman yang mengganggu daerah kawasan wisata Bintan dan tertundanya event pariwisata Tour de Bintan. Perkembangan Kabupaten Bintan dari masa ke masa telah mengalami perkembangan kemajuan yang cukup signifikan. Selama semester I di tahun 2015, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Kabupaten Bintan baru mencapai 175.117 jiwa. Menurut Panji (2005 : 32), usaha-usaha pengembangan
3
pariwisata yang berorientasi pada masyarakat lokal masih minim. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Sehingga perlunya partisipasi aktif masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman, keindahan dan kebersihan lingkungan, memberikan kenangan dan kesan yang baik bagi wisatawan dalam rangka mendukung program sapta pesona, serta menanamkan kesadaran masyarakat dalam rangka pengembangan desa wisata. Ada sebagaian kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang diserahkan kewenangannya kepada pemerintah desa. Desa merupakan Self Community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis. Salah satu kewenangan pemerintah kabupaten/kotamadya yang diserahkan ke desa adalah bidang pariwisata. Sampai saat ini, tidak dapat dipungkiri pariwasata mempunyai peranan yang sangat besar sebagai lokomotif pembangunan ekonomi. Pariwisata memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun pendapatan perkapita penduduk.
Ketentuan mengenai kewenangan desa dalam pengelolaan pariwisata dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota Kepada Desa menjelaskan bahwa salah satu urusan pemerintahan kabupaten/kota yang dapat diserahkan kepada desa adalah bidang pariwisata, meliputi : a. Pengelolaan obyek wisata dalam desa di luar rencana induk pariwisata, b. Pengelolaan tempat rekreasi dan hiburan umum dalam desa, c. Rekomendasi pemberian ijin pendirian pondok wisata pada kawasan wisata di desa, dan d. Membantu pemungutan pajak hotel dan restoran yang ada di desa Tidak dapat dipungkiri pariwasata mempunyai peranan yang sangat besar sebagai lokomotif pembangunan ekonomi. Kegiatan pariwisata memberikan pendapatan bagi desa untuk menjalankan pemerintah desa serta untuk mengembangkan potensi yang ada didalam wilayahnya. Pemberdayaan masyarakat desa merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan antara lain peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat, perbaikan lingkungan dan perumahan, pengembangan usaha ekonomi desa, pengembangan lembaga keuangan desa, serta kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menaikkan hasil produksinya.
4
Wujud nyata pemberdayaan masyarakat Desa di beberapa wilayah di Kabupaten Bintan tersebut dilaksanakan melalui penerimaan dan pemanfaatan dana stimulan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebagai realisasi pemanfaatan bantuan pemerintah tersebut dan sekaligus wujud nyata kegiatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang diterapkan di desa wisata, adalah bahwa pengelola desa wisata bersama-sama dengan masyarakat telah mengembangkan kegiatan masyarakat: seperti pemanduan wisata, kuliner, membangun fasilitas outbound activity, melaksanakan berbagai macam kegiatan adat, merencanakan event pariwisata, melestarikan budaya: melalui pagelaran, meningkatkan pelayanan prima, merawat lingkungan hidup, mengusahakan pemerataan manfaat bagi masyarakat, dan menjamin pengembalian keuntungan kepada masyarakat. Bentuk pemberdayaan dan menanamkan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan sebuah pendekatan pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development paradigm), yang berarti dengan terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat saat kini dengan tidak mengesampingkan aspek keberlanjutan yaitu memberikan manfaat kepada
generasi sekarang tanpa mengurangi kualitas manfaat kepada generasi mendatang. Pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan wisata budaya yang ada. Selama ini pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi (Nurhayati, 2005). Beberapa desa dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bintan diantaranya, Kampung bintan bekapur desa bintan buyu kecamatan teluk bintan kabupaten bintan, Kawasan berakit di Kecamatan Teluk Sebong, Bukit Kerang di Kawal, serta kawasan hutan Mangrove di Jalan Lintas Barat dan Kawal. Bintan Bekapur merupakan salah satu kawasan di Kabupaten Bintan yang dikembangkan pemerintah. Di daerah ini memiliki kawasan Air Terjun. Hutan di sekitar air terjun inilah yang menurut masyarakat masih
5
dilestarikan sebagai hutan lindung. Dalam rencana induk pembangunan Bandar Seri Bentan, hutan seluas 1000 hektare di Gunung Bintan, akan dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau dan akan dijadikan tempat wisata baru di Kabupaten Bintan. Kabupaten Bintan saat ini mengembangkan desa wisata, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten Bintan Kepada Pemerintahan Desa dijelaskan bahwa Pemeritah Desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Desa berkewajiban mengelola potensi wisata di wilayahnya sesuai dengan memperhatikan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor : 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2011-2031 bahwa kawasan yang menjadi desa wisata adalah kawasan desa wisata di Kawal,Teluk Bakau, Sebong Pereh, Sei Kecil, Sebong Lagoi, Berakit, Bintan Bekapur dan Malang Rapat. Sumber dana dalam program Desa Wisata berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Bintan, untuk event patiwisata selama setahun, Pemkab Bintan hanya bisa mengalokasikan dana APBD sebesar Rp12 miliar. Dana tersebut, menurutnya sangat minim. Hanya untuk sarana promosi saja, menghabiskan dana Rp80 miliar. Sisanya untuk pemenuhan sarana. Untuk meningkatkan pembangunan masyarakat desa, Pemerintah Kabupaten Bintan melalui Forum Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kabupaten
mengadakan workshop bersama Unit Pengelola Kegiatan (UPK). melalui workshop ini akan diperoleh kesamaan persepsi khususnya dalam pengelolaan dana bergulir dan penataan kelembagaan Badan Kerjasama Antar Desa yang membawahi unit pengelola kegiatan. Sebagaimana kita ketahui bahwa karakteristik BKAD adalah mengelola kegiatan antar desa sesuai dengan peraturan perundangan yang ada dan memenuhi kaedah kelembagaan, kerjasama dengan unit unit kelembagaan lainnya dan kemampuan menyelesaikan perselisihan antar desa, Sesuai Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa telah diatur mengenai adanya kerjasama desa, dimana kerjasama desa tersebut bisa dilakukan dengan desa lain atau kerjasama dengan pihak ketiga yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan atau perusahaan yang tujuannya untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Kabupaten Bintan telah mempersiapkan beberapa kawasan perdesaan antara lain kawasan perdesaan wisata. Kabupaten Bintan mendapat alokasi kegiatan untuk pengembangan kawasan dari Kementerian Desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi berupa: sarana pengolahan air bersih 3 (tiga) unit, pusat listrik tenaga surya 1 (satu) unit dan bantuan usaha bersama komunitas dengan total nilai sebesar Rp. 4.108.098.500,- .
6
Di kawasan Bintan Bekapur salah satu tempat yang saat ini dikembangkan adalah keindahan gunung dan air terjunnya. Gunung yang terletak di tengah-tengah Pulau Bintan dan berjarak sekitar 55 km dari Kota Tanjung Pinang (Ibukota Propinsi Kepulauan Riau) ini juga merupakan kawasan hutan lindung yang di dalamnya terdapat ekosistem khas hutan hujan tropis yang masih terjaga keasliannya, baik aspek flora maupun faunanya. Dari puncak gunung, pengunjung dapat menikmati keindahan pemandangan di sekeliling Pulau Bintan. Pengunjung dapat melengkapi perjalanan wisatanya menuju sebuah air terjun yang terletak di kaki gunung. Kawasan di kaki gunung juga dimanfaatkan penduduk setempat sebagai lahan pertanian mereka. Di tempat ini banyak terdapat kebun buah penduduk, seperti durian, rambutan, manggis, duku, dan lainlain. Jika wisatawan berkunjung tepat pada saat musim buah, wisatawan dapat membeli buah langsung dari petaninya, tentu saja dengan harga yang lebih murah. Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan. pariwisata berbasis masyarakat merupakan peluang untuk menggerakkan segenap potensi dan dinamika masyarakat, guna mengimbangi peran pelaku usaha pariwisata skala besar. Pariwisata berbasis masyarakat tidak berarti merupakan
upaya kecil dan lokal semata, tetapi perlu diletakkan dalam konteks kerjasama masyarakat secara global. Dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat terkandung didalamnya adalah konsep pemberdayaan masyarakat, upaya pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya selalu dihubungkan dengan karakteristik sasaran sebagai suatu komunitas yang mempunyai ciri, latar belakang, dan pemberdayaan masyarakat, yang terpenting adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi suasana, atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah kurangnya dukungan dari masyarakat hal ini dapat dilihat masyarakat tempatan masih belum mampu menjaga fasilitas wisata alam yang ada, sehingga menghambat pengembangan kawasan wisata di daerah tersebut. Kurangnya dukungan dari pemerintah seperti banyak informasi yang terkandung di lokasi pariwisata (objek) tidak dapat dijual karena keterbatasan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat pariwisata. Kemudian kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, hal ini sangat berkaitan erat dengan kreativitas dan ide-ide atau gagasan yang dimiliki oleh masyarakat. Tidak hanya itu belum adanya dana atau anggaran yang diberikan kepada pemerintah desa untuk mengembangkan desa wisata di daerahnya. Berdasarkan pemaparan fenomena diatas maka dapat ditetapkan suatu judul penelitian yang berjudul “Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan
7
Kawasan Wisata Desa Wisata pada Kampung Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan” B. Perumusan Masalah Dari paparan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis merumuskan permasalah pokok sebagai berikut : “Bagaimana Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Desa Wisata pada Kampung Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan? C. Tujuan dan kegunaan. 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Desa Wisata pada Kampung Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan 2. Kegunaan penelitian. a. Kegunaan penelitian ini adalah untuk meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan terutama pengetahuan dibidang ilmu pemerintahan. b. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Desa untuk ikut serta memajukan kawasan desa sebagai kawasan wisata D. Konsep Operasional Peranan adalah memberikan suatu arahan pada proses sosialisasi yang merupakan suatu tradisi,
kepercayaan, nilai nilai, norma norma dan pengetahuan. Dan dapat juga mempersatukan kelompok atau masyarakat, dalam menjalankan suatu sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan antar sesama masyarakat.atas dasar hal tersebut, maka dalam peneitan ini perlu ada batasan penelitian atau defenisi konsep dalam variable Menurut Meneurut Blakely, dalam Mudrajad Kuncoro (2004, 113-114) menyatakan bahwa peran pemerintah dapat mencakup peran-peran koordinator, fasilitator dan stimulator. 1. Koordinator, pemerintah daerah dapat bertindak sebagai coordinator untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perenanaan pengembangan pariwisata daerah atau perencanaan pengembangan ekonomi daerah yang telah dipersiapkan di wilayah tertentu, mencerminkan kemungkinan pendekatan di mana sebuah perencanaan disusun sebagai suatu kesepakatan bersama antara pemerintah, pengusaha, dan kelompok masyarakat lainnya. a. Penyampaian informasi tentang pengembangan desa wisata di Kampung Bintan Bekapur b. Memberikan arahan kepada masyarakat kampung Bintan
8
Bekapur untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan desa 2. Fasilitator, pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku di daerahnya. Peran ini dapat meliputi pengefisienan proses pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan dan penetapan peraturan. a. Adanya kerjasama dan hubungan yang baik yang dibina antara Dinas Pariwisata dengan masyarakat dan Pihak Travel b. Adanya pengawasan terhadap penyelenggaraan yang dilakukan 3. Stimulator, pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaanperusahaan yang ada tetap berada di daerah tersebut. Berbagai macam fasilitas dapat disediakan untuk menarik pengusaha, dalam bidang kepariwisataan pemerintah daerah dapat mempromosikan tema atau kegiatan khusus di objek wisata tertentu. a. Kemampuan atau ilmu yang dimiliki
pegawai dinas pariwisata dalam mengembangkan desa wisata b. Adanya pegawai dinas pariwisata yang memahami tugas pokok dan fungsinya berada ditengah masyarakat. E. Metode penelitian. 1. Jenis penelitian. Jenis Penelitian yang akan dilakukan yaitu bersifat deskriptif. Menurut Sugiyono (2004:11) bahwa metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan variable satu dengan variabel yang lain. Dengan demikian, penelitian ini bermaksud untuk mengumpulkan data tentang pemberdayaan masyarakat Kampung bintan bekapur desa bintan buyu kecamatan teluk bintan kabupaten bintan kemudian hasilnya dideskripsikan atau digambarkan secara jelas sebagaimana yang terjadi di lapangan. 2. Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Desa Bintan Bekapur dimana kawasan ini merupakan salah satu kawasan di Kabupaten Bintan yang saat ini dalam tahan pengembangan untuk menarik wisatawan. Pertimbangan mengambil lokasi penelitian di desa ini karena kawasan Bintan Bekapur salah satu tempat yang saat ini dikembangkan adalah keindahan gunung dan air terjunnya. Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah kurangnya
9
dukungan dari masyarakat hal ini dapat dilihat masyarakat tempatan masih belum mampu menjaga fasilitas wisata alam yang ada, sehingga menghambat pengembangan kawasan wisata di daerah tersebut. 3. Informan Menurut Moleong (2002 : 90), “informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian secara faktual”. Dalam menentukan informan, yang pertama dilakukan adalah menjabarkan ciri-ciri atau karakteristik dari populasi objek, yang dipilih adalah informan yang mengetahui dengan jelas dan sesuai dengan tujuan dari permasalahan. Dalam hal ini peneliti mengunakan teknik pengambilan informan dengan metode purposive sampling yaitu mengambil informan karena ada tujuan dan alasan tertentu. Adapun informan dalam penelitian ini adalah pegawai dinas pariwisata masyarakat, serta aparatur sebanyak 5 orang. 4. Sumber dan Jenis Data a. Data Primer Jenis data primer yang digunakan adalah dimana data diambil secara langsung dari informan yang untuk menganalisis penelitian. Data primer penelitian ini diperoleh melalui teknik wawancara langsung dengan informan atau melakukan observasi terhadap Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Kawasan Desa Wisata (Studi pada Kampung bintan
bekapur desa bintan buyu kecamatan teluk bintan kabupaten bintan). b. Data Sekunder Data ini merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada di Kantor Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. 5. Teknik dan Alat Pengumpulan data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik yang mengacu kepada metode penelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan peneliti, adapun penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Observasi Teknik ini dilakukan dengan cara mendatangi secara langsung lokasi penelitian untuk melihat secara langsung mengenai kegiatan yang ada dan sedang berlangsung. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah daftar checklist atau catatan harian. b. Wawancara Penulis mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan terpilih untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian melalui pedoman wawancara. Dalam wawancara ini penulis menggunakan purposive sampling. Wawancara dalam penelitian ini memilih bentuk open-ended, karena menurut hemat penulis bentuk ini sepertinya lebih fleksibel, dimana penulis dapat bertanya langsung kepada informan
10
tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini yang ada. Pada beberapa situasi penulis bahkan bisa meminta informan untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri tentang peristiwa tertentu, dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya. c. Dokumentasi Menurut Arikunto (2006:158) “Dalam melaksanakan dokumentasi peneliti menyelidiki bendabenda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturanperaturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”. Adapun dokumentasi dalam hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan dokumendokumen yang berhubungan dengan penelitian, membuat catatan-catatan yang ditemui dilapangan serta mengambil beberapa gambar yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat tempatan. Alat yang digunakan dalam metode ini yaitu catatan harian serta kamera yang digunakan untuk mengambil gambar. F. Teknik analisa data Analisis data dilakukan untuk menganalisa data-data yang didapat dari penelitian ini adalah analisis Kualitatif, yaitu data yang berupa kumpulan berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka serta tidak tidak dapat disusun sehingga dalam analisis data kualitatif tidak menggunakan perhitungan mathematis atau teknik statistik sebagai alat bantu analisis.
Moleong (2002:35) menyatakan analisa data kualitatif adalah proses pengorganisasian, dan penguratan data kedalam pola dan kategori serta satu uraian dasar, sehingga dapat dikemukakan tema yang seperti disarankan oleh data. Adapun langkah – langkah analisa data yang dilakukan adalah : (1) menelaah dari semua data yang tersedia dari berbagai sumber, (2) reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi, (3) menyusun data kedalam satuansatuan, (4) pengkategorian data sambil membuat koding, (5) mengadakan pemeriksaaan keabsahan data, dan (6) penafsiran data secara deskriptif. II. 1.
LANDASAN TEORITIS Pemberdayaan Masyarakat memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera dengan memiliki keterampilan serta pengetahuan yang cukup sehingga terlepas dari kesusahan dan kemiskinan agar dapat hidup lebih layak sesuai dengan ketentuan yang ada. Simon (Hikmat 2006:11) mengemukakan bahwa “Pemberdayaan adalah suatu aktifitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self determination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubingan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan system yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik”
11
Berdasarkan pendapat tersebut, pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemarkarsa dari luar, keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan dan kekuatan sesuai potensi yang dimiliki masyarkaat itu sendiri. Sementara pemberdayaan menurut Sumaryadi (2005:111) menyatakan bahwa: “ Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan maysarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.” Selanjutnya menurut Sumaryadi (2005:111) menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : 1. Menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. 2. Penguatan potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat. 3. Pemberdayaan yang berarti juga melindungi. Pemberdayaan masyarakat merupakan langkah yang amat penting bagi pembangunan masyarakat dan Negara, karena dengan pemberdayaan yang tepat sasaran dan terencana dengan baik akan menghasilkan masyarakat yang memiliki berkualitas sehingga mampu menciptakan suasana
pembangunan yang dinamis dan berkesinambungan. Prinsip utama dalam mengembangkan konsep pemberdayaan masyarakat menurut Drijver dan Sajise (dalam Sutrisno, 2005:18) ada lima macam, yaitu: 1. Pendekatan dari bawah (buttom up approach): pada kondisi ini pengelolaan dan para stakeholder setuju pada tujuan yang ingin dicapai untuk kemudian mengembangkan gagasan dan beberapa kegiatan setahap demi setahap untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 2. Partisipasi (participation): dimana setiap aktor yang terlibat memiliki kekuasaan dalam setiap fase perencanaan dan pengelolaan. 3. Konsep keberlanjutan: merupakan pengembangan kemitraan dengan seluruh lapisan masyarakat sehingga program pembangunan berkelanjutan dapat diterima secara sosial dan ekonomi. 4. Keterpaduan: yaitu kebijakan dan strategi pada tingkat lokal, regional dan nasional. 5. Keuntungan sosial dan ekonomi: merupakan bagian dari program pengelolaan. Delivery dalam Sutrisno (2005:17) “dasar-dasar pemberdayaan masyarakat adalah: mengembangkan masyarakat khususnya kaum miskin, kaum lemah dan kelompok terpinggirkan, menciptakan hubungan kerjasama antara masyarakat dan lembagalembaga pengembangan, memobilisasi dan optimalisasi penggunaan sumber daya secara
12
keberlanjutan, mengurangi ketergantungan, membagi kekuasaan dan tanggung jawab, dan meningkatkan tingkat keberlanjutan”. Suharto (2006:59) pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, terutama individu-individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator sebuah keberhasilan pemberdayaan. Gerakan pemberdayaan masyarakat adalah sekumpulan tindakan-tindakan yang dikembangkan oleh suatu masyarakat agar warga masyarakat dapat mengatasi masalah sosialnya atau semua bentuk investasi sosial yang tujuan utamanya meningkatkan kesejahteraan perorangan dan masyarakat secara keseluruhan. Gerakan ini diarahkan terhadap peningkatan berbagai penyediaan sarana dan proses yang langsung
berhubungan dengan masalah sosial, pengembangan sumber sumber daya manusia dan perbaikan mutu kehidupan yang sasarannya mencakup perorangan, keluarga dan usaha – usaha untuk memperkuat atau mengubah lembaga sosial. Didalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menduduki masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif, bukan penerima pasif, konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi pokok pemberian kekuatan kepada masyarakat. Sulistiyani (2004:83-84) menyatakan bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut meliputi : 1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan pemberian keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. 3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan untuk mengantarkan pada kemandirian. Terdapat 4 konsep pemberdayaan ekonomi menurut Sumodiningrat seperti yang dikutip oleh Mardi Yatmo Hutomo (2000:6), secara
13
ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Perekonomian rakyat adalah perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat. Perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat adalah perekonomian nasional yang berakar pada potensi dan kekuatan masyarakat secara luas untuk menjalankan roda perekonomian mereka sendiri. 2. Pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan ekonomi yang kuat, besar, modern, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang benar. Karena kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah kendala struktural, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dilakukan melalui perubahan struktural. 3. Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian. Langkahlangkah proses perubahan struktur, meliputi: a) pengalokasian sumber pemberdayaan sumberdaya; b) penguatan kelembagaan; c) penguasaan teknologi; dan d) pemberdayaan sumberdaya manusia.
4. Pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan peningkatan produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama, dan hanya memberikan suntikan modal sebagai stumulan, tetapi harus dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih lemah dan belum berkembang. 5. Kebijakannya dalam pembedayaan ekonomi rakyat adalah: a) pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal);b) memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar pelaku ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; c) pelayanan pendidikan dan kesehatan; d) penguatan industri kecil; e) mendorong munculnya wirausaha baru; dan f) pemerataan spasial. 6. Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: a) peningkatan akses bantuan modal usaha; b) peningkatan akses pengembangan SDM; dan c) peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial ekonomi masyarakat lokal. Dari berbagai pandangan mengenai konsep pemberdayaan, maka dapat disimpulkan, bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan pemilikan faktor-
14
faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus dilakukan secara multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, maupun aspek kebijakannya. 2. Peran Pemerintah dalam Pariwisata Organisasi Pariwisata Daerah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dapat memainkan peran penting, terutama melakukan koordinasi terhadap semua potensi dan sumber-sumber daya yang terdapat di daerah itu, sehingga harapan terhadap pariwisata sebagai katalisator bagi pembangunan daerah dapat menjadi kenyataan dan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah itu. Menurut Burkard dan Medik dalam Oka A. Yoeti (2001: 188) kegiatan pokok yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi pariwisata diantaranya adalah : 1. Melakukan koordinasi dalam menyusun strategi pengembangan dan perencanaan pemasaran pariwisata di saerahnya dengan melibatkan pihakpihak terkait dengan kegiatan pariwisata di daerah itu. 2. Mewakili kepentingan daerah dalam pertemuan-pertemuan yang menyangkut kepentingan pengembangan pariwisata, baik di tingkat nasional maupun internasional.
3. Mendorong pembangunan fasilitas dan kualitas pelayanan yang sesuai dengan selera wisatawan yang terdiri dari bermacammacam segmen pasar. 4. Menyusun perencanaan pemasaran dengan mempersiapkan paket- paket wisata yang menarik bersama dengan para perantara, meningkatkan kualitas pelayanan dan penyebarluasan informasi kepada wisatawan secara periodik. Organisasi pariwisata di daerah sangat ideal kalau dapat menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPA) yang diharapkan dapat dijadikan pedoman pengembangan dan perencanaan pemasaran strategis bagi daerah itu sebagai daerah tujuan wisata yang mengharapkan lebih banyak wisatawan berkunjung ke daerah tersebut. Menurut Oka A. Yoeti (2001 : 48), organisasi yang telah diberikan wewenang dalam pengembangan pariwisata di wilayahnya harus dapat menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya karena fungsi dan tugas dari organisasi pariwisata pada umumnya adalah : 1. Berusaha memberikan kepuasan kepada wisatawan dengan segala fasilitas dan potensi yang dimilikinya. 2. Melakukan koordinasi diantara bermacam-macam usaha, lembaga, instansi dan jawatan yang ada dan bertujuan untuk
15
mengembangkan industri pariwisata. 3. mengusahakan memasyarakatkan pengertian pariwisata pada orang banyak, sehingga mereka mengetahui untung dan ruginya bila pariwisata dikembangkan sebagai suatu industri. 4. Mengadakan program riset yang bertujuan untuk memperbaiki prosuk wisata dan pengembangan produkproduk baru guna dapat menguasai pasaran di waktuwaktu yang akan datang. 5. Menyediakan semua perlengkapan dan fasilitas untuk kegiatan pariwisata. 6. Merumuskan kebijakan tentang pengembangan kepariwisataan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan secara teratur dan berencana. Secara garis besar peran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan adalah melakukan tugas pemerintah dengan mengelola pariwisata dan kebudayaan yang ada di suatu daerah. Secara spesifik adalah memberdayakan masyarakat untuk bersama mengembangkan pariwisata yang ada di daerah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh ahli, maka peneliti bisa menyimpulkan bahwa peran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan mencakup pendorong bagi masyarakat local agar senantiasa mendukung perkembangan pariwisata di wilayahnya (motivator), penyediaan fasilitas pendukung pariwisata (fasilitator), kerjasama yang sinergis dengan
berbagai stakeholder pariwisata (dinamisator). Faktor-Faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan Pembangunan, pengembangan dan pengelolaan obyek wisata untuk peningkatan kunjungan wisatawan perlu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan pengembangan obyek wisata. Faktor-faktor tersebut merupakan unsur yang menentukan peningkatan kunjungan wisatawan. Menurut Nyoman (2008:74) pelaksanaan peningkatan kunjungan wisatawan di Indonesia mendasarkan pada konsep perwilayahan. Hal ini mengingat bahwa Indonesia memiliki wilayah yang luas, terdiri dari banyak pulau dan beraneka ragam obyek bermutu tinggi yang tersebar di berbagai tempat, baik yang merupakan atraksi tidak bergerak seperti keindahan alam, monumen, candi dan sebagainya maupun atraksi bergerak yang sangat tergantung pada upaya manusia dalam mengembangkannya seperti kesenian, adat istiadat, seremoni, perayaan, pekan raya dan sebagainya. Perwilayahan dalam dunia kepariwisataan adalah pembagian wilayahwilayah pariwisata yang dapat dipandang memiliki potensi, yang selanjutnya dapat dijadikan tujuan yang pasti. Dalam pengertian ilmiahnya wilayah ini disebut daerah tujuan wisata (tourist destination area), yang memiliki batasan-batasan sebagaimana dijelaskan oleh Nyoman (2008: 66) yaitu: “ Yang dimaksud dengan wilayah pariwisata adalah tempat atau daerah yang karena atraksinya, situasinya dalam hubungan lalu lintas dan fasilitas-
16
fasilitas kepariwisataannya menyebabkan tempat atau daerah tersebut menjadi obyek kebutuhan wisatawan”. Definisi tersebut memberikan penjelasan bahwa ada tiga kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata yaitu : a. Memiliki atraksi atau obyek yang menarik b. Mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan c. Menyediakan tempat untuk tinggal sementara Para ahli dalam bidang usaha pengembangan dan pembangunan pariwisata yang dikutip oleh Nyoman (2008:69) mengemukakan tentang adanya persyaratan menjadi faktor penentu pengembangan daerah tujuan wisata yaitu : a. Faktor alam Potensi alam yang menjadi faktor dalam keputusan pengembangan daerah tujuan wisata yaitu : 1) Keindahan alam; antara lain topografi umum seperti flora dan fauna di sekitar danau, sungai, pantai, laut, pulau, mata air panas, sumber mineral, teluk, goa, air terjun, cagar alam, hutan dan sebagainya. 2) Iklim; antara lain sinar matahari, suhu udara, cuaca, angina, hujan, panas, kelembaban dan sebagainya. b. Sosial budaya
Daya tarik sosial budaya antara lain : 1) Adat istiadat; yaitu pakaian, makanan dan tata cara hidup daerah, pesta rakyat, kerajinan tangan dan produk lokal lainnya. 2) Seni bangunan; yaitu arsitektur setempat seperti candi, pura, masjid, gereja, monumen, bangunan adat dan sebagainya. 3) Pentas dan pagelaran, festival; yaitu gamelan, musik, seni tari, pekan olah raga, kompetisi dan pertandingan dan sebagainya. 4) Pameran, pekan raya; pekan raya-pekan raya bersifat industry komersial. c. Sejarah Adanya peninggalan sejarah di suatu daerah dapat menjadi daya tarik yang potensial untuk dikembangkan seperti, bekas istana, tempat peribadatan, kota tua dan bangunan-bangunan purbakala peninggalan sejarah, legenda dan sebagainya. d. Agama Daya tarik yang berasal dari agama tercermin dalam kegiatan masyarakat atau penduduk setempat berkaitan dengan masalah keagamaan seperti upacara peribadatan,
17
kegiatan penduduk seharihari dan sebagainya. e. Fasilitas rekreasi 1) Olah raga; seperti berburu, memancing, berenang, ski, golf, mendaki, berlayar, naik kuda dan sebagainya. 2) Edukasi; seperti museum arkeologi, kebun binatang, kebun raya, akuarium, planetarium, laboratorium dan sebagainya. f. Fasilitas kesehatan; fasilitas ini berfungsi untuk istirahat, berobat dan ketenangan, seperti spa air panas, sanatorium, tempat mendaki, piknik dan sebagainya. g. Fasilitas hiburan; seperti diskotik, bioskop, teater, sandiwara dan sebagainya. h. Fasilitas berbelanja; seperti toko souvenir, toko barang kesenian dan hadiah, toko keperluan sehari-hari dan sebagainya. i. Infrastruktur; sepert jalan raya, taman, listrik, air, pelayanan keamanan, komunikasi, kendaraan umum dan sebagainya. j. Fasilitas pangan dan akomodasi; seperti hotel, motel, bungalow, restoran, rumah makan dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan peningkatan
kunjungan wisatawan guna memperoleh hasil yang optimal hendaknya memperhatikan faktorfaktor penentu kunjungan wisatawan suatu daerah tujuan wisata yaitu : a. Tersedianya obyek wisata atau atraksi yang dapat dinikmati atau disaksikan, baik yang berasal dari alam maupun hasil budi daya manusia. b. Tersedianya sarana transportasi dan perhubungan. c. Tersedianya komponen penunjang yang berupa akomodasi dan infrastruktur. Sarana kepariwisataan menurut Karyono (2007: 74) adalah “ Perusahaanperusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak bergantung pada kedatangan wisatawan”. Dalam hal prasarana yang harus tersedia dikawasan wisata, Karyono (2007:74) membagi prasarana menjadi tiga kelompok yaitu prasarana umum, kebutuhan pokok pola hidup modern dan prasarana wisata. a. Prasarana umum, meliputi: 1) Sistem penyediaan air bersih 2) Kelistrikan
18
3) Jalur-jalur lalu lintas 4) Sistem pembangunan limbah 5) Sistem telekomunikasi b. Kebutuhan pokok pola hidup modern Misalnya rumah sakit, apotek, bank, pusat-pusat perbelanjaan, salon, kantor-kantor pemerintahan dan pompapompa bensin. Prasarana ini merupakan prasarana yang menyangkut kebutuhan orang banyak. c. Prasarana wisata Prasarana yang diperuntukkan bagi wisatawan yang meliputi tempat penginapan, tempat dan kantor informasi, tempat promosi, tempat-tempat rekreasi dan sport. Keberhasilan program peningkatan kunjungan wisatawan ke suatu obyek wisata ditentukan oleh berbagai faktor yang saling terkait, salah satu diantaranya adalah adanya keterlibatan dari penyelenggara negara atau pihak pemerintah. Peran serta pemerintah dalam kepariwisataan tergantung pada kondisi dan kepentingan Negara yang bersangkutan. Tindakan pemerintah ini dapat berupa penetapan kebijakan atau perundangundangan yang mengatur tentang kepariwisataan, penyediaan sarana dan prasarana, serta memberikan bantuan keuangan. Kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah antara lain penyelenggaraan tahun kunjungan wisata, penyelenggaraan program
sapta pesona, kampanye sadar wisata dan Visit Asean Year. Keberhasilan dari kebijaksanaan tersebut tidak terlepas dari peran serta masyarakat. Kesadaran dan tanggung jawab masyarakat sangat penting. Masyarakat berfungsi menyediakan sarana dan tingkah laku yang diharapkan berupa sikap dan keramahtamahan. Sikap masyarakat diwujudkan dengan adanya kesadaran untuk senantiasa memelihara lingkungan seperti tidak menebang hutan, merusak cagar alam dan sebagainya, sedangkan sikap ramah tamah terhadap wisatawan akan memberikan suasana yang nyaman dan rasa aman bagi wisatawan. III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Secara geografis Kampung Bintan Bekapur berada di Desa Bintan Buyu adalah merupakan Desa di wilayah Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan dengan Luas Desa ± 49,2 Km. a Bintan Buyu adalah merupakan penghasil Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Sektor Perikanan Air Tawar, di dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa, Kepala Desa dibantu unsur Kewilayahan diantaranya Kepala Dusun (1) Kepala Dusun (2) dan Kepala Dusun (3). Bintan Bekapur dulunya disebut Kota Kara karena disitulah letak sejarahnya, namun karena Kota Kara tempatnya semakin lama tidak terurus dan masyarakat akhirnya membuka suatu perkebunan di Kampung ini dan lahan (tanah) yang dibuat untuk perkebunan subur dan
19
sedikit putih warnanya oleh sebab itu di sebutlah Kampung yang dulunya dinamakan Kota Kara menjadi Kampung Bintan Bekapur. Di Bintan Bekapur memiliki tempat wisata yaitu Gunung Bintan. Gunung Bintan merupakan satusatunya gunung yang berada di tahan melayu (Pulau Bintan). Letaknya disebuah kampung kecil nanrimba pepohonan yang bernama kampung Bekapur, Desa Bintan Buyu, Kecamatan Teluk Bintan. Dari sorotan bola mata yang kecil Gunung Bintan tampaklah hanya seperti sebuah bukit yang menggunung. Dengan ketinggiannya yang hanya sekitar 400 meter di atas permukaan laut itu, dapat dikatakan gunung ini hanyalah anak gunung dari gununggunung tinggi lainnya yang berada di Pulau Jawa. Namun karena menempatkan titik tertinggi di Pulau Bintan maka disebutlah sebagai gunung. IV. PEMBAHASAN 1. Koordinator Setelah dilakukan wawancara dengan seluruh informan maka dapat dianalisa bahwa dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang hal-hal yang berkaitan dengan Pengembangan Objek Wisata belum berjalan cukup baik karena masih banyak juga yang harusnya menjadi perhatian bagi dinas Kebudayaan dan Pariwisata seperti menyiapkan sumber daya manusia dan sumber dana untuk memepersiapkan agar dapat mempromosikan wisata secara nasional. Selama tahun 2015 dan 2016 sosialisasi tidak pernah dilakukan, apalagi khusus dilakukan untuk desa Bintan Bekapur. Namun jika dilihat
Dinas Pariwisata membuat promosi atau sosialisasi secara langsung dengan melakukan kegiatan di Desa tersebut. Even Trekking Gunung Bintan melewati jalan setapak dengan berbagai rintangan hutan tropis Gunung Bintan yang ada di Desa Bintan Bekapur dengan ketinggian 340m dpl, Event ini sangat diminati para wisatawan asing yang mencintai keindahan alam Kampung Bintan Bekapur. Waktu jarak tempuh selama 6 jam. Event ini merupakan perkenalan secara langsung tentang kawasan desa wisata yang ada di Kabupaten Bintan, walaupun sosialisasi secara khusus untuk kampung ini tidak pernah dilakukan. 2. Fasilitator Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku di daerahnya. Peran ini dapat meliputi pengefisienan proses pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan dan penetapan peraturan. a. Adanya kerjasama dan hubungan yang baik yang dibina antara Dinas Pariwisata dengan masyarakat dan Pihak Travel Berdasarkan observasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa pihak dinas selalu menjalin hubungan baik dengan pihak swasta seperti perhotelan, tempat-tempat hiburan yang mana nantinya akan memberikan warna yang baik untuk pariwisata di Kabupaten Bintan. b. Adanya pengawasan terhadap penyelenggaraan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan beberapa hal untuk mendukung peningkatan pariwisata di Kabupaten Bintan, khususnya di
20
Desa Bintan Bekapur, adapun yang sudah dilakukan sebagai berikut : Tabel IV.1 Kegiatan Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan No Waktu Kegiatan 1 2015 Pengawasan langsung ke Kampung Bintan Bekapur 2 2015 Event kegiatan rutin tahunan 3 2015 Memberikan penyuluhan kepada masyarakat desa 4 2015 Memberikan bantuan perbaikan sarana prasarana di Kampung Bintan Bekapur Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan, 2016 Berdasarkan hasil data yang didapatkan diketahui bahwa dinas pariwisata sudah membuat kegiatan yang meningkatkan kunjungan wisata di Kampung Bintan Bekapur. Ditambahkan oleh informan tokoh masyarakat, berikut petikan wawancara yang dilakukan pengawasan selalu kami lakukan, agar semua terkoordinir dengan baik. Dalam melakukan perjalanan wisata, seorang wisatawan memerlukan bermacam jasa dan produk wisata yang dibutuhkannya. Berbagai macam jasa danproduk wisata inilah yang disebut dengan Komponen Pariwisata. Komponen pariwisata ini dapat disediakan oleh pihak pengusaha, masyarakat atau siapapun yang berminat untuk menyediakan jasa pariwisata. Komponen pariwisata ini bisa meliputi Objek dan daya tarik wisata, Akomodasi,
Angkutan Wisata, Sarana dan fasilitas wisata, Prasarana wisata. Dengan mengetahui komponen pariwisata di atas, maka arah pengembangan pembangunan pariwisata bisa terarah dengan baik. Banyak sekali manfaat yang bias didapat jika pembangunan pariwisata ini terarah dan bisa memancing minat wisatawan untuk berkunjung. Maka dari itu untuk mendukung hal tersebut perlu adanya pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap agen-agen travel serta sanggarsanggar yang ada di Kabupaten Bintan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata yang bersifat multidimensi serta multi disiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha 3. Stimulator Berdasarkan pendapat informan dapat diketahui bahwa menurut informan pegawai pada Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan walaupun banyak dari mereka yang tidak sesuai antara pendidikan dan jabatan namun sudah mampu serta memiliki pengatahuan yang baik dalam menjaga dan mengembangkan sarana pariwisata yang ada di Kabupaten Kabupaten Bintan, dengan begitu pegawai juga dapat
21
bekerja sama untuk menjaga serta mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan kepariwisataan yang nantinya memberikan peningkatan terhadap kunjungan wisata yang ada di Kabupaten Kabupaten Bintan. Sumber daya manusia merupakan faktor mendasar dan strategis bagi pembangunan suatu bangsa. Sumber daya manusia yang kuat dan berdaya saing tinggi di berbagai aspek akan mendukung peningkatan pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan budaya dan merupakan faktor utama dan strategis bagi tercapainya keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Sumber daya manusia yang kuat dan berdaya saing tinggi dalam berbagai aspek akan mendukung peningkatan pembangunan, baik di bidang ekonomi maupun di bidang sosial dan budaya terutama di bidang Pariwisata. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mendorong terciptanya produktivitas yang tinggi yang akan menjadi modal dasar bagi keberhasilan pembangunan perekonomian secara nasional. Selain itu, dalam menjawab berbagai tantangan dan peluang ke depan, dibutuhkan pula sumber daya manusia yang berjiwa wirausaha, yang dapat memanfaatkan keunggulan Sumber daya manusia (comparative advantage) menjadi keunggulan daya saing (competitive advantage) dengan proses transformasi nilai tambah (added value) dan tranformasi teknologi sebagai acuan Kemampuan dalam bekerja sangat diperlukan oleh pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan untuk mengembangkan serta menjaga objek wisata yang ada di
Kabupaten Bintan, pengetahuan tentang sejarah serta berbagai objek wisata yang ada juga merupakan hal yang harus dikuasai oleh pegawai pada Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bintan agar dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki. V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulan bahwa Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Desa Wisata pada Kampung Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan belum berjalan optimal hal ini dijelaskan sebagai berikut : sosialisasi belum berjalan dengan baik, kemudian kerjasama antara pemerintah daerah dan swasta juga masyarakat dalam mengadakan event atau kegiatan yang memperkenalkan langsung Kampung Bintan Bekapur kepada wisatawan. Kemudian Pengetahuan diketahui bahwa sumber daya manusia di Dinas Pariwisata masih kurang memadai baik jumlah pegawai khusus pariwisata dan berdampak pada pengetahuan masyarakat yang tidak dapat tersalurkan dengan baik. Jumlah dan kualifikasi pendidikan pariwisata sangat minim sehingga kendala pengembangan sumber daya pariwisata juga ikut terhambat. Tidak hanya itu dalam pelaksanaannya dinas pariwisata sudah mengawasi kegiatan pariwisata, tidak hanya itu di Kampung Bintan Bekapur ini pemerintah juga memberikan fasilitas sarana prasarana, serta
22
penyuluhan kepada masyarakat setempat. B. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Sebaiknya ada penambahan pegawai yang berkompeten khusus di bidang pariwisata agar setiap kegiatan pariwisata dapat terserap dan dilaksanakan dengan baik 2. Sebaiknya ada kerjasama yang dilakukan antara masyarakat dan pemerintah desa, apa yang dibutuhkan masyarakat desa sebaiknya juga ditanggapi oleh pemerintah daerah khususnya dinas pariwisata Kabupaten Bintan. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku : Asyari, Hasbullah. 2011. Buku Pegangan Desa Wisata: Materi Bimbingan Teknis untuk membangun Desa Wisata. Pusat Informasi Desa Wisata DIY Tourista Anindya Guna. Yogyakarta. Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group Fandeli, Chafid. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta Fakultas. Kehutanan Univertisa Gajah Mada Hikmat, Hary, 2006, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2011. Buku Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Jakarta Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga Maria Eni Surasih. 2006. Pemerintah Desa dan Implementasinya. Jakarta: Erlangga. Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya Nugroho, D, Riant. 2008. Manajemen Pemberdayaan, Jakarta, PT Alex Media Komputido Nurhayati. 2005. Perencanaan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : Pt. Rineka Cipta. Panji dan Sudantoko Djoko. 2005. Kepariwisataan. Jakarta: Rineka Cipta. Soetarso Priasukmana dan R. Muhammad Mulyadin. 2001. Pembangunan Desa Wisata:
23
Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah. Vol 2 No 1 Soerjono, Soekanto. 2009. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis: Penerbit CV. Alfabeta: Bandung. Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT. Refika Aditama.
Yuliati, Y. dan Purnomo, M. 2003. Sosiologi Pedesaan. Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta. Penelitian terdahulu : Sutrisno, D. (2005) “Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Peningkatannya dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi Mendut Kabupaten Semarang.” Tugas Akhir tidak diterbitkan, Prorgam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Perencanaan pembangunan daerah otonom dan pemberdayaan masyarakat. Jakarta : Citra Utama Sulistiyani, Ambar Teguh, 2004. Kemitraan dan Modul-modul Pemberdayaan. Yogyakarta: Gava Media. Wahab, Solichin Abdul, dkk., 2002. Masa Depan Otonomi Daerah. Malang: Percetakan SIC. Wasistiono, Sadu. 2006. Prospek Pengembangan Desa. CV. Bandung. Fokusmedia. Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Yatmo,
Hutomo. 2000. Pemberdayaan masyarakat. Jakarta : Bappenas
24