KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE BERDASARKAN BIOFISIK DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN
Nunung Rozalina Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Arief Pratomo Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Donny Apdillah Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian kawasan ekowisata mangrove berdasarkan faktor biofisik dan menganalisis potensi atraksi kegiatan ekowisata di Desa Tembeling Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. Penelitian dilaksanakan pada bulan MaretApril 2014. Metode yang digunakan adalah metode survey yaitu peneliti melakukan pengukuran secara langsung di lapangan meliputi pengambilan data berdasarkan komponen biofisik dan identifikasi komponen daya tarik untuk memperoleh atraksi kegiatan. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian ekowisata dari 8 stasiun pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa Desa Tembeling sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata mangrove. Di Desa Tembeling dijumpai 17 jenis mangrove dari 11 kelompok jenis tumbuhan mangrove. Berdasarkan analisis alternatif kegiatan ekowisata maka kegiatan yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah kegiatan dengan tema petualangan yaitu telusur sungai. Kemudian kegiatan urutan kedua setelahnya yang sangat potensial dari kegiatan dengan tema objek alam yaitu mengamati burung, interpretasi alam, pemandangan alam. Sementara untuk kegiatan yang bersifat potensial yaitu memancing, telusur mangrove dan melihat kunang-kunang. Kegiatan berenang tidak potensial dikembangkan. Kata Kunci : Mangrove, Ekowisata, Atraksi Kegiatan, Desa Tembeling
1
REGIONS SUITABILITY FOR MANGROVE ECOTOURISM DEVELOPMENT BASED ON BIOPHYSICAL AT DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN Nunung Rozalina Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Arief Pratomo Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Donny Apdillah Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected]
ABSTRACT This study aims to analyze the suitability of mangrove ecotourism based on biophysical factors and analyze the potential of ecotourism activities attraction at Desa Tembeling Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. The study was conducted in March-April 2014. The method used is a survey method that researchers take measurements directly in the field include the retrieval of file based on biophysical components and component identification attractiveness to gain attraction activities. Based on the analysis of ecotourism suitability of 8 observation stations was determined that Desa Tembeling suitable for conversion to mangrove ecotourism. Desa Tembeling found 17 mangroves species from 11 groups mangrove plants. Based on the analysis of alternative ecotourism activities, the activities are very potential to be developed is the theme of adventure activities, namely search the river. Then the second activity after the very potential of activities is with the theme of natural objects like bird watching, nature interpretation, the natural scenery. As for the activities that are potential is fishing, mangrove search and see fireflies. Swimming activity was not potential for developed. Keyword : Mangrove, Ecotourism, Activities attraction, Desa Tembeling
2
PENDAHULUAN
karena itu, hal ini menjadi alasan peneliti
Menurut Wiharyanto (2007) sebagai
untuk melakukan kajian kesesuaian kawasan
suatu ekosistem khas perairan pesisir, hutan
untuk pengembangan ekowisata mangrove
mangrove memiliki nilai ekologis dan
berdasarkan biofisik di Desa Tembeling
ekonomis. Hutan ini menyediakan bahan
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan.
I.
dasar untuk keperluan rumah tangga dan II.
industri, seperti kayu bakar, arang, kertas dan rayon, yang dalam konteks ekonomi
1.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove
mengandung nilai komersial tinggi. Hutan
Hutan mangrove merupakan komunitas
mangrove memiliki fungsi-fungsi ekologis
vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh
yang penting, antara lain sebagai penyedia
beberapa spesies pohon mangrove yang
nutrien,
(spawning
mampu tumbuh dan berkembang pada
(nursery
daerah pasang surut pantai berlumpur.
makan
Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh
(feeding grounds) bagi biota laut tertentu.
pada daerah intertidal dan supratidal yang
Ekosistem
tertentu
cukup mendapat aliran air, dan terlindung
bersifat open acces, sehingga meningkatnya
dari gelombang besar dan arus pasang-surut
eksploitasi oleh manusia akan menurunkan
yang kuat. Karena itu hutan mangrove
kualitas dan kuantitasnya.
banyak ditemukan di pantai-pantai teluk
tempat
pemijahan
grounds),
tempat
grounds)
dan
ini,
pengasuhan
tempat
mencari
pada
kawasan
Desa Tembeling yang terletak di Kecamatan
Teluk
ekosistem
mangrove
Bintan di
yang dangkal, estuaria, delta dan daerah
memiliki
pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
sepanjang
Menurut
Bengen
(2004)
dalam
pesisirnya. Desa ini juga memiliki daerah
Feronika (2011), ciri-ciri hutan mangrove
bekas
sebagai berikut:
dapur
arang
dimana
produksi
arangnya diekspor ke Singapura. Dapur
a.
Umumnya
tumbuh
pada
daerah
arang sudah tidak berproduksi sejak tahun
intertidal
2001 dikarenakan pemerintah melarang
berlumpur, berlempung dan berpasir.
dengan alasan untuk bendungan (sumber air
b.
bersih).
yang
jenis
tanahnya
Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang
Kondisi dapur arang saat ini masih
hanya tergenang pada saat pasang
dapat dilihat bangunan fisiknya dari tepi
purnama.
sungai. Salah satu kampung yang berada di
menentukan komposisi vegetasi hutan
desa ini adalah Kampung Gisi. Di Desa ini
mangrove.
terdapat kegiatan pembibitan mangrove dan
c.
penanaman mangrove yang telah dilakukan
ekosistem
mangrove.
genangan
Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
oleh masyarakat setempat sebagai upaya konservasi
Frekuensi
d. Terlindung dari gelombang besar dan
Oleh
arus pasang surut yang kuat.
3
Tabel 1. Bahan
e. Air bersalinitas payau (2-22 per mil) hingga asin (mencapai 38 per mil). 2.
No
Pengertian Ekowisata Ekowisata didefinisikan sebagai suatu
Bahan
Kegunaan
1.
Mangrove
2.
Biota asosiasi
Sebagai sample pengamatan Sebagai sample pengamatan
bentuk wisata yang menekan tanggung jawab terhadap kelestarian alam, memberi manfaat
secara
ekonomi
dan
Tabel 2. Alat
mempertahankan keutuhan budaya bagi
No
masyarakat setempat. Jika dikaji, maka definisi ini menekankan pada pentingnya gerakan konservasi. Seiring dengan semakin berkembangnya
niat
konservasi
dan
Alat
1.
Tali rafia
2.
GPS
3.
Roll meter
4.
Alat Tulis
5.
Kamera digital Tali yang diikat pemberat Kantong Plastik Kertas label Software Arc. View Buku Identifikasi mangrove
peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka lahir definisi baru mengenai ekowisata yaitu suatu bentuk alami
yang
perjalanan wisata ke area dilakukan
mengkonservasi
dengan
lingkungan
tujuan
6.
dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
7.
penduduk setempat (Tuwo, 2011). 8. III. METODE PENELITIAN
9.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 10.
Maret sampai dengan April 2014 berlokasi di Desa Tembeling Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan.
Kegunaan Membuat transek garis stasiun Penentuan stasiun dan titik Sampling Untuk mengukur panjang transek Untuk mencatat data penelitian Untuk dokumentasi Untuk mengukur kedalaman pasang surut Wadah sampel Untuk memberi tanda sampel Untuk mendigitasi ulang peta Untuk panduan mengindentifikasi jenis mangrove
Prosedur penelitian/pengumpulan data Stasiun penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi berdasarkan atas adanya
tujuan
tertentu dan sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga dapat mewakili populasi (Arikunto, 2006). Stasiun penelitian ditentukan
berdasarkan
observasi
awal
sebelum penelitian dilakukan. Alat dan Bahan Adapun
Berikut alat
dan
bahan
yang
pengukuran
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
ini
penentuan
diantaranya yaitu :
pada tabel berikut ini.
4
dijabarkan titik
mekanisme stasiun,
a.
Wilayah kajian yang ditentukan untuk
stasiun
pengamatan vegetasi mangrove harus
mendapatkan data yang valid.
dapat mengindikasikan atau mewakili
Adapun stasiun pengamatan mangrove
setiap zone mangrove yang terdapat di
sebagai berikut:
wilayah kajian (Kepmen LH No. 201
b.
a.
Stasiun 1 terletak di kawasan yang
koordinat
stasiun-stasiun
104°27'57.40" E
pengamatan
secara b.
1°
2'20.30"
N
dan
Stasiun 2 terletak di daerah yang
lokasi kajian (Kepmen LH No. 201
kerapatannya tinggi dan dekat dengan
Tahun 2004).
anak sungai, dengan titik koordinat 1°
Pada
setiap
stasiun
pengamatan,
1'36.40" N dan 104°28'44.40" E c.
Stasiun 3 terletak di daerah dekat anak
laut ke arah darat (tegak lurus garis
sungai, dengan titik koordinat
pantai
1° 2'10.25" N dan 104°29'24.55" E
sepanjang
zonasi
hutan d.
Stasiun 4 terletak di daerah terdapatnya
intertidal (Kepmen LH No. 201 Tahun
aktivitas penangkapan dengan titik
2004).
koordinat
Pada setiap zona mangrove yang
104°29'39.59" E
berada letakkan
disepanjang secara
transek
acak
garis,
e.
petak-petak
1°
1'55.67"
N
dan
Stasiun 5 terletak di daerah dekat anak sungai dengan titik koordinat
contoh (plot) berbentuk bujur sangkar
1° 2'28.14" N dan 104°29'51.87" E
dengan ukuran 10 m x 10 m sebanyak
f.
Stasiun 6 terletak di tanjung dan dekat
paling kurang 3 (tiga) petak contoh
dengan
(plot) (Kepmen LH No. 201 Tahun
koordinat
2004).
104°29'53.70" E
Pada setiap petak contoh (plot) yang
g.
anak
sungai
1°
Stasiun 7
dengan
2'8.10"
N
titik dan
terletak di daerah yang
telah ditentukan, determinasi setiap
memiliki kerapatan yang tinggi dengan
jenis tumbuhan mangrove yang ada,
titik koordinat 1° 2'57.00" N dan
hitung jumlah individu setiap jenis, dan
104°30'28.80" E
ukur lingkaran batang setiap pohon
f.
agar
Pada setiap wilayah kajian ditentukan
mangrove yang terjadi) di daerah
e.
transek
dekat dengan anak sungai, dengan titik
tetapkan transek-transek garis dari arah
d.
16
Tahun 2004).
konseptual berdasarkan keterwakilan
c.
dan
h.
Stasiun
8
terletak
didaerah
yang
mangrove setinggi dada, sekitar 1,3
memiliki kerapatan tinggi dan dekat
meter (Kepmen LH No. 201 Tahun
dengan
2004).
koordinat
Setelah melakukan observasi lapangan
104°30'41.30" E
secara visual maka ditetapkan 8 titik
5
anak sungai dengan titik 1°
3'8.30"
N
dan
vegetasi mangrove terakhir (Hutabarat et al,
Pengumpulan Data Komponen Biofisik untuk Area Wisata Mangrove a.
2009). Tebal mangrove diukur per stasiun.
Pengamatan kerapatan dan jenis mangrove Metode pengukuran yang digunakan
c.
Data objek biota dikumpulkan dari
untuk mengetahui kondisi mangrove adalah dengan menggunakan Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Line Transect Plot).
kriteria penilaian objek biota berdasarkan kriteria
langkah-langkah
yang
3.
pada
tabel
matriks
(2007) dalam Feronika (2011) . Objek biota
Tarik Transek dari arah laut ke arah
diamati per stasiun. Pengamatan burung
darat
terluar
dilakukan selama satu minggu dalam sehari
mangrove sampai ke daratan. Transek
pengamatan dilakukan selama 4 jam yaitu
tegak
pada waktu pagi hari jam 07.00 – 10.00 dan
dimulai
lurus
dari
bagian
dengan
garis
pantai
sepanjang zonasi hutan mangrove.
sore hari jam 15.30 - 17.30 (Bibby et al.,
Di setiap transek garis, letakkan plot
dalam Feronika, 2011).
(petak contoh) berbentuk bujur sangkar
Pengumpulan data biota diamati secara
dengan ukuran 10 m x 10 m dengan
langsung di lapangan, biota yang ditemukan
interval antar plot 10 meter.
dilakukan
pengambilan
Pengambilan data mangrove untuk
sampling
biota
menentukan
diidentifikasi berdasarkan jurnal-jurnal yang
komposisi
jenis
dan
kerapatan mangrove pada subplot 10 m
gambar/foto
untuk
kemudian
berhubungan dengan penelitian ini.
x 10 m untuk kelompok pohon dengan
d.
diameter >10 cm. Penentuan kategori
Lebar sungai Pengukuran lebar sungai menggunakan
pohon atau tidak melalui pengukuran
software yaitu google earth. Lebar sungai
diameter pohon. b.
penilaian
kesesuaian ekowisata menurut Yulianda
dilakukan yaitu :
2.
masyarakat/nelayan
atau tidak biota yang telah ditetapkan pada
tersebut
(Kepmen LH No. 201 Tahun 2004).
1.
dengan
dan
Pengamatan objek biota untuk melihat ada
contoh yang berada pada garis yang ditarik
Adapun
wawancara
dilapangan
pada saat pengamatan secara langsung.
suatu ekosistem dengan pendekatan petak
ekosistem
langsung
yang mungkin tidak ditemukan atau dilihat
adalah metode pencuplikan contoh populasi
wilayah
pengamatan
sekitar guna mendapatkan informasi biota
Metode Transek Garis dan Petak Contoh
melewati
Objek biota
didapatkan dari perhitungan rata-rata lebar
Ketebalan mangrove
masing-masing
Pengukuran ketebalan / lebar mangrove
sungai.
Sampling
lebar
sungai yang akan dihitung dipilih secara
dilakukan secara manual dengan cara diukur
acak dari hilir ke hulu. Adapun langkah-
dengan menggunakan roll meter. Tebal
langkah pengukuran lebar sungai sebagai
mangrove diukur dari garis terluar ke arah
berikut :
laut tegak lurus ke arah darat hingga
6
1.
Tampilkan cakupan lokasi penelitian
g.
dari google earth 2.
3.
Karakteristik kawasan dinilai dengan
Lakukan pengukuran lebar sungai dari
mengadopsi matriks kesesuaian ekowisata
satu titik garis pantai ke titik garis
yang digunakan oleh Murni (2000) dalam
pantai lainnya menggunakan tools path
Bahar
pada google earth.
kawasan
Pengukuran sampling lebar sungai
lokasi. Murni (2000) dalam Bahar (2004)
yang akan diukur dipilih secara acak
mengelompokkan
dari hilir ke hulu sehingga didapatkan
kawasan menjadi 4 ketentuan, yaitu :
Penilaian
dilakukan
karakteristik
secara
keseluruhan
penilaian
karakteristik
1.
Adanya obyek alam yang menarik.
Lebar sungai diperoleh dari rata-rata
2.
Terdapat panorama indah. panorama atau pemandangan lebih menekankan kepada orientasi keindahan visual suatu
Panjang sungai
daerah.
Panjang Panjang sungai merupakan 3.
panjang lintasan tour. Pengukuran panjang
4.
earth. Pengukuran panjang sungai dimulai
dengan hulu sungai pada stasiun pengamatan yaitu
stasiun
8.
h.
Pengukuran
Aksesibilitas
penilaian
aksesibilitas
dalam 4 ketentuan, yaitu :
kedalaman
1.
dilakukan
pasang
Jalan yang bagus untuk mencapai lokasi, minimal aspal.
secara langsung dilapangan. Selisih dari kedalaman
gunung,
Satwa dan tumbuhan langka/dilindungi
mengelompokkan
Kedalaman aktual
pengukuran
seperti
Murni (2000) dalam Bahar (2004)
menggunakan tools path pada google earth.
Pengukuran
alam,
atau endemik.
dari hilir sungai yaitu stasiun 2 sampai
terakhir
Bentang
bukit,teluk,sungai.
sungai menggunakan software, yaitu google
f.
(2004).
15 titik.
sampling lebar sungai yang telah diukur e.
Karakteristik kawasan
2.
aktual
Banyak jalan alternatif untuk mencapai lokasi
dengan kedalaman pada tabel pasang surut merupakan nilai kedalaman pada saat surut terendah. Nilai ini adalah nilai penentu
3.
Banyak alat angkut ke lokasi
4.
Terdapat sarana pendukung : dermaga dan terminal
apakah sungai bisa dilalui pompong atau tidak. Pengukuran kedalaman dilakukan per
PENGOLAHAN DATA
stasiun. Pengukuran dilakukan di tengah a.
perairan bukan di garis pantai. Pada saat
Kerapatan
pengukuran, catat waktu pengamatannya.
Pengolahan data yang dilakukan yaitu
Waktu pengamatan berguna untuk melihat
perhitungan kerapatan mangrove. Keterangan:
nilai kedalaman pada tabel pasut.
7
D
i
n
i
A
Di
= kerapatan jenis i
ni
= jumlah total individu dari jenis
A
= luas area total pengambilan contoh Dalam
hal
ini
unit
luasan
berikut: –
yang
digunakan adalah meter persegi (m2). b.
ANALISIS DATA
Jenis-jenis Mangrove Mangrove
yang
telah
diambil
1.
Analisis kesesuaian ekowisata
dilakukan
Kegiatan
identifikasi menggunakan panduan buku
dikembangkan
identifikasi (Rusila et al., 2012).
dengan
samplingnya
c.
kemudian
No Kriteria . 1. Kerapatan mangrove
berhubungan dengan penelitian. Misalnya untuk identifikasi jenis biota kelompok moluska,
panduan
tentang komunitas makrozoobenthos. Selain itu identifikasi juga menggunakan panduan buku (Ambo Tuwo, 2011) dan (Sari, 2012). Lebar Sungai
Skor 4
Skor 3
Skor 2
Skor 1
4
>15-25
>10-15
5-10
<5
5
≥7
5-6
3-4
1-2
4
≥ 10
6-9
3-5
1-2
5
>500
3
Ikan, Ikan, udang, udang, kepiting, kepitig moluska, ,molus reptil, ka burung >500 201-500
yaitu dengan menghitung nilai rata-rata dari sampling lebar sungai sebagai berikut :
1
Pengolahan data untuk panjang sungai
6. Lebar sungai (m) 7. Panjang sungai (km) 8. Kedalaman (m) 9. Karakteristik kawasan
yaitu dengan menghitung nilai panjang dari
10. Aksesibilitas
e.
=
Panjang Sungai
stasiun 2 (hilir sungai) sampai dengan
>200-500 50-200
Ikan, molu ska
<50
Salah satu biota air
4-200
<4
1
>3
3
2
1
3
>3-5
>2-3
1-2
<1
4
4ketentuan
3
4ketentuan
3 ketentu an 3 ketentu an
2 keten tuan 2 keten tuan
1 keten tuan 1 keten tuan
Sumber : Yulianda (2007) dalam Wahyudi (2008), Murni (2000); Arifin (2001) dalam Bahar (2004) , Modifikasi (2014)
stasiun 8 (hulu sungai). f.
wisata
Bobot
Pengolahan data untuk lebar sungai
Lebar sungai
kegiatan
2
(100 m ) Jumlah kelompok jenis tumbuhan 3. Jumlah spesies vegetasi mangrove 4. Ketebalan mangrove (m) 5. Objek Biota 2.
identifikasinya mengacu pada penelitian
d.
Setiap
dan
Tabel 3. Matriks kesesuaian kawasan untuk wisata mangrove
dengan
panduan berdasarkan jurnal-jurnal yang
dan
sumberdaya
akan dikembangkan (Yulianda, 2007).
pengambilan gambar/foto sampling biota diidentifikasi
disesuaikan
lingkungan yang sesuai objek wisata yang
lapangan. Biota yang ditemukan dilakukan
crustacea
potensi
akan
mempunyai persyaratan sumberdaya dan
Objek biota diamati secara langsung di
kemudian
yang
hendaknya
peruntukannya.
Objek Biota
untuk
wisata
Kedalaman Kedalaman pada saat surut terendah
didapatkan melalui perhitungan sebagai
Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari
8
setiap
parameter.
Kesesuaian
kawasan
Hasil Identifikasi komponen daya tarik
dilihat dari tingkat persentase kesesuaian
akan dijadikan sebagai dasar pengembangan
yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh
suatu kegiatan ekowisata . Selanjutnya
parameter (Yulianda, 2007).
komponen
Kesesuaian
wisata
daya
tarik
yang
telah
mangrove
diidentifikasi akan dihubungkan dengan
mempertimbangkan 10 parameter dengan 4
komponen biofisik untuk melihat apakah
klasifikasi penilaian. Adapun parameter
kegiatan
kesesuaiannya
potensial, sangat potensial, dan menganalisis
antara
lain
kerapatan
mangrove,
jumlah
kelompok
tumbuhan,
jumlah
spesies
jenis
ekowisata
tidak
potensial,
faktor biofisik sebagai faktor pendukung
vegetasi
atau
faktor
penghambat,
untuk
mangrove, ketebalan mangrove, objek biota,
mempermudah analisisnya maka dibuatlah
lebar sungai, panjang sungai, kedalaman,
tabel
karakteristik kawasan dan aksesibilitas.
dilakukan oleh peneliti berdasarkan data
matriks.
Pengisian
tabel
matriks
yang diambil di lapangan. 2.
Analisis Potensi Atraksi Kegiatan Ekowisata Berdasarkan Komponen Biofisik dan Daya Tarik Ekowisata Alternatif
kegiatan
Penetapan status positif dan negatif melalui
kondisinya
munculnya
ini sama dengan kriteria komponen biofisik
matriks.
tema
Sebaliknya,
objek
dikatakan
netral (tidak mendukung dan menghambat)
diadopsi dari hasil penelitian Pratomo et al.,
diberikan jika objek dan kegiatan tidak
(2010) dan Bahar (2004).
memiliki korelasi.
Data dianalisis dengan pendekatan
Menurut Bahar (2004), selisih antara
survey berbasis kualitatif. Data yang telah
banyaknya potensi yang mendukung dengan
dianalisis secara kualitatif, dilakukan FGD
masyarakat
setiap
kegiatan pada tiap tema kegiatan dan status
dikelompokkan menjadi beberapa tema yang
dan
pada
yang ada tidak memunculkan peluang
obyek dan kegiatan ekowisata yang telah
pemerintah
kegiatan
berstatus negatif (menghambat) jika objek
daya tarik menggunakan data nama baku
Disscusion)
terhadap
kegiatan yang telah ditetapkan pada tabel
ekowisata.
Sementara teknik identifikasi komponen
Group
korelasi
objek yang ada dapat memberikan peluang
komponen biofisik yang dilihat pada analisis
(Forum
memiliki
dikatakan berstatus positif (mendukung) jika
nanti akan diamati oleh peneliti. Kriteria
kesesuaian
dengan
kegiatan atau tidak. Objek dan kegiatan
biofisik terhadap daya tarik ekowisata yang
analisis
keseluruhan
melihat pada keberadaan objek apakah
ekowisata
didapatkan dari hasil analisis komponen
pada
penilaian
kendala terhadap aktivitas ekowisata tertentu
bersama
akan
untuk
menghasilkan
gambaran
kegiatan
wisata yang akan dikembangkan, apakah
mengurangi subjektivitas peneliti dalam
termasuk sangat potensial, agak potensial,
penentuan status.
atau tidak potensial sama sekali. Pembagian
9
ini dilakukan berdasarkan faktor-faktor fisik
Tabel 4. Matriks kesesuaian kawasan untuk ekowisata mangrove
yang berpengaruh terhadap pengembangan
No
Kriteria
B
ekowisata. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
S
Bobot
o
Hasil
k
x
b
o
o
r
Skor
t 1.
Kerapatan mangrove
4
14 indv/100m2
3
12
5
11 kelompok
4
20
4
17 jenis
4
16
5
130 meter
2
10
3
8 kelompok
4
12
2
A. Analisis
Kesesuaian
(100 m )
Ekowisata 2.
Mangrove
jenis tumbuhan
Analisis
kesesuaian
ekowisata
3.
4.
(2007), dan Murni (2000) ; Arifin (2001).
pendekatan
Ketebalan mangrove (m)
Metode Yulianda (2007) dan Murni (2000) dengan
Jumlah spesies vegetasi mangrove
mangrove mengadopsi metode dari Yulianda
diadopsi
Jumlah kelompok
5.
Objek Biota
jenis biota
biologi
(ikan, burung,
mangrove seperti ketebalan, kerapatan, jenis
reptil,
dan kelompok jenis mangrove, serta biota
crustacea, mamalia,
asosiasi.
Kedua
digabungkan
dan
metode
tersebut
moluska,
ditambah
dengan
echinodermata, coelenterata)
pendekatan fisik seperti lebar dan panjang
memenuhi 4
perairan, kedalaman, karakteristik kawasan serta
aksesibilitas.
Adapun
ketentuan 6.
analisis
Lebar
1
237.32 meter
3
3
1
5.32 kilometer
4
4
sungai/perairan
kesesuaian ekowisata mangrove ditampilkan
(m) 7.
pada tabel matriks berikut:
Panjang sungai/perairan
Indeks kesesuaian wisata (Ik) diperoleh
(km)
melalui penjumlahan nilai bobot dikali skor
8.
Kedalaman (m)
3
3,14 meter
4
12
dari setiap kriteria. Adapun rumusnya yaitu :
9.
Karakteristik
4
4 ketentuan
4
16
3
3 ketentuan
3
9
Ik
(
)
Berdasarkan nilai
indeks
kawasan
perhitungan
kesesuaian
10.
diperoleh
wisata
Aksesibilitas
Indeks kesesuaian wisata (Ik)
untuk
114
Sumber : Data Primer 2014
ekowisata mangrove di Desa Tembeling yaitu 114. Dari nilai hasil perhitungan
B. Analisis Potensi Atraksi Kegiatan Ekowisata Berdasarkan Komponen Biofisik dan Daya Tarik Ekowisata
berdasarkan matriks kesesuaian ekowisata di setiap kriteria yang diukur maka Desa Tembeling tergolong pada interval kelas
1.
Matriks
alternatif
kegiatan
yang sesuai (S) untuk dijadikan ekowisata
ekowisata
mangrove.
Daya tarik ekowisata diidentifikasi dengan menggunakan data nama baku obyek dan 10
kegiatan
ekowisata
yang
telah
dikelompokkan menjadi beberapa tema yang
Hasil
matriks
alternatif
kegiatan
diadopsi dari hasil penelitian Pratomo et al.,
ekowisata diperoleh beberapa kegiatan yang
(2010) dan Bahar (2004).
sangat potensial untuk dikembangkan yaitu
Komponen daya tarik yang telah
mengamati
burung,
alam,
memotret,
telusur
diidentifikasi akan dihubungkan dengan
pemandangan
komponen
melihat
sungai, telusur mangrove, melihat kunang-
komponen biofisik apakah sebagai faktor
kunang dan memancing. Sementara kegiatan
pendukung,
netral
seperti berenang tidak potensial untuk
Analisis
dikembangkan dikarenakan beberapa faktor
terhadap
biofisik
dengan
penghambat, objek
atau
kegiatan.
alam,
interpretasi
dipermudah dengan bantuan tabel matriks
penghambat
yang
asosiasi yang berbahaya seperti reptil dan
dilakukan
oleh
peneliti
dengan
pendekatan survey berbasis kualitatif. Hasil
keberadaan
biota
juga kedalaman perairan yang tidak sesuai.
analisis potensi atraksi kegiatan dapat dilihat
Hasil
pada tabel 5. Tabel 5. ekowisata
seperti
analisis
matriks
alternatif
kegiatan ekowisata ini kemudian dibahas Matriks
alternatif
kegiatan
dalam forum group discussion yang diikuti perangkat desa dan
masyarakat setempat.
Diskusi menghasilkan kesepakatan bahwa alternatif kegiatan ekowisata yang dihasilkan sesuai apabila dilakukan di daerah kajian. Selain
itu
peneliti
juga
melakukan
wawancara dengan masyarakat umum untuk mengumpulkan data yang nantinya dijadikan sebagai pendukung untuk mengisi tabel matriks alternatif kegiatan. 2.
Kegiatan ekowisata terpilih Kegiatan
ekowisata
diharapkan
memiliki unsur pendidikan dan konservasi serta
memberikan
pengalaman
yang
berharga bagi para wisatawan, sesuai dengan pengertian ekowisata menurut Tuwo (2011) bahwa Keterangan : (+) = faktor pendukung; (-)= faktor penghambat; (0) = tidak mendukung dan tidak menghambat (netral) t = tidak potensial; p = potensial; s = sangat potensial Sumber : Pratomo et al., (2010) dan Bahar (2004) , Modifikasi (2014)
ekowisata
yaitu
suatu
bentuk
perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Kegiatan ekowisata dapat berjalan apabila suatu daerah ekowisata memiliki
11
daya
tarik
yang
membuat
wisatawan
dari 11 kelompok jenis tumbuhan
berkeinginan mengunjungi daerah tersebut.
mangrove.
Selain itu kenyamanan wisatawan juga
2.
Berdasarkan analisis alternatif kegiatan
menjadi prioritas demi kelancaran kegiatan
ekowisata maka kegiatan yang sangat
wisata,
pengembangan
potensial untuk dikembangkan adalah
ekowisata harus melihat dari sisi faktor-
kegiatan dengan tema petualangan
faktor yang mendukung dan menghambat
yaitu
kemungkinan dilakukannya kegiatan wisata.
kegiatan urutan kedua setelahnya yang
oleh
sebab
itu
Adapun kegiatan ekowisata terpilih
telusur
sungai.
Kemudian
sangat potensial dari kegiatan dengan
berdasarkan hasil analisis yaitu sebagai
tema objek alam yaitu mengamati
berikut:
burung,
interpretasi
alam,
pemandangan alam. Sementara untuk
Prioritas Kegiatan Ekowisata
kegiatan yang bersifat potensial yaitu memancing, telusur mangrove dan melihat
Jumlah memancing berenang 0 melihat kunang-… telusur mangrove telusur sungai memotret pemandangan alam Interpretasi alam Mengamati burung
kunang-kunang.
berenang
tidak
Kegiatan potensial
dikembangkan.
5
Saran 3
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
4
mengenai analisis daya dukung kawasan
8 6 6 6 6
dan di bidang sosial mengenai persepsi dan
partisipasi
kegiatan
masyarakat
ekowisata
terhadap
mangrove
serta
pengelolaannya. 2. Perlu V.
KESIMPULAN DAN SARAN
adanya
pengembangan
infrastruktur secara terencana sebagai penunjang
Kesimpulan
instansi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
kegiatan
pemerintah
ekowisata terkait
oleh
maupun
swasta.
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian ekowisata dari 8 statiun pengamatan
Arikunto,
didapatkan kesimpulan bahwa Desa Tembeling
sesuai
untuk
Suharsimi,
2006,
Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
dijadikan
RinekaCipta, Jakarta.
kawasan ekowisata mangrove. Di Desa Tembeling dijumpai 17 jenis mangrove
Bahar, Ahmad, 2004, Kajian Kesesuaian dan 12
Daya
Dukung
Ekosistem
Mangrove
untuk
Pengembangan
Hutabarat, Armin Ambrosius,, Yulianda,
Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke
Fredinan,, Fahrudin, Achmad,, Harteti,
Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan,
Sri,, Kusharjani, 2009, Pengelolaan
Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Program
Pesisir dan Laut Secara Terpadu,
Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
PUSDIKLAT
dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Departemen Kehutanan RI SECEM – Korea
Bengen,
D.G,
2001,
Pengenalan
Pedoman
dan
Teknis
International
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Bogor,
Hidup Nomor : 201 Tahun 2004.
Bogor, Kordi
Indonesia.
K.,
M.G.H.,
Mangrove D,G,
Cooperation
Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan –
Bengen,
–
Agency, Bogor.
Ekosistem Mangrove, Pusat Kajian
Institut Pertanian
Kehutanan
2003,
Ekosistem
dan
2012,
:Potensi,
Ekosistme
Fungsi,
dan
Pengelolan, Rineka Cipta, Jakarta
Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan
Secara
Terpadu
Nontji, A, 2007, Laut Nusantara Edisi 2007
dan
Revisi, Djambatan, Jakarta.
Berkelanjutan, In: Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 (Knight, M, Dan
S,
Tighe,
Editor),
Nybakken, W,J, 1988, Biologi Laut, Suatu
Coastal
Pendekatan Ekologis Terjemahan, PT,
Resource Center, University of Rhode
Gramedia, Jakarta.
Island, Narragansett, Rhode Island, USA. Efizon,
Deni,
Alit
Hindri
Yani,2010,
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut, UNRI PRESS, Pekanbaru. Fachrul, Melati Ferianita, 2006, Metode Samping Bioekologi, PT Bumi Aksara. Feronika, Foltra, 2011, Studi Kesesuaian Ekosistem Mangrove Sebagai Objek Ekowisata Di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara, Skripsi,
Jurusan
Ilmu
Kelautan
Universitas Hasanuddin.
13