1
PERAN PEMERINTAH BOLAANG MONGONDOW DALAM MEMINIMALKAN PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DI DESA PINDOL KECAMATAN LOLAK Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo 2014 ABSTRAK Arifsyahputra Ali Padjali, Hukum Pidana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo, Juni 2014. Peran Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow Dalam Meminimalkan Penambang Emas Tanpa Izin di Desa Pindol Kecamatan Lolak. Skripsi. Pembimbing I Prof. Dr. Fenty Puluhulawa, SH, MH. dan pembimbing II Moh. R. U. Puluhulawa, SH, M. HUM.1 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian hukum empiris atau yuridis empiris. Dari penelitian hukum empiris peneliti mendiskripsikan aktifitas Pertambangan Emas Tanpa Izin di (PETI) di Desa Pindol dan meninjau peran Pemerintah Bolaang Mongondow dalam meminimalkan PETI di Desa Pindol, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam rangka meminimalkan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Pindol Kabupaten Bolaang Mongondow, pihak Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan umum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dalam meminimalkan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Pindol yakni mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Nomor 8 Tahun 2005 yang masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow belum menetapkan lokasi pertambangan emas tanpa izin di Desa Pindol sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Berdasarkan isi pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti UndangUndang Nomor 11 Tahun 1967, Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow seharusnya memprioritaskan Lokasi tersebut sebagai WPR sebagaimana yang terdapat pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, mengingat Lokasi tersebut sudah termasuk dalam kriteria untuk ditetapkan sebagai WPR. Kata Kunci: Peran Pemerintah. Bolaang Mongondow. Penambang Emas Tanpa Izin 1
Arifsyahputra Ali Padjali, 271409011. Jurusan Ilmu Hukum. Fakultas Ilmu Sosial. Fenty Puluhulawa, dan Moh. R. U. Puluhulawa.
2
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam yang dapat di perbaharui maupun yang tidak dapat di perbaharui. Potensi yang sangat berpengaruh di Indonesia yaitu sumber daya alam yang tidak dapat di perbaharui yang berupa bahan galian (tambang). Sumber daya alam, yang berupa minyak dan gas, emas, tembaga, perak, batu bara dan lainnya itu di kuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar–besarnya kemakmuran rakyat. Sumber daya alam, yang berupa migas, emas, tembaga, perak, batubara dan lainnya itu dikuasai oleh nagara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2 Hal ini telah di tegaskan Dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.” Berdasarkan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 di atas mengisyaratkan bahwa hak penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, penguasaan oleh negara di selenggarakan oleh pemerintah. Untuk mengatur , mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian pemerintah Indonesia telah mengeluarkan pengaturan pengelolaan bidang pertambangan dengan di keluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Minerba) sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Dengan di keluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut pengelolaan dan pengusahaan pertambagan kedepan agar mampu mendorong pengembangan sebuah wilayah-wilayah di Indonesia yang berpotensi mengandung bahan-bahan galian. Provinsi Sulawesi utara terdapat beberapa titik wilayah-wilayah yang mengandung bahan galian, salah satu bahan galian yang terdapat di Provinsi Sulawesi 2
Salim HS. 2013. Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka Cipta. hlm. 1.
3
Utara yaitu bahan galian emas. Daerah di Provinsi Sulawesi utara yang kaya akan bahan galian emas yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow. Di kabupaten Bolaang Mongondow terdapat beberapa titik lokasi yang berpotensi mengandung bahan galian emas. Salah satunya adalah lokasi kegiatan pertambangan emas yang terdapat di Desa Pindol Kecamatan Lolak. Keberadaan tambang emas di Desa Pindol memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat Desa Pindol dan Desa-desa tetangga yang datang mengadu nasib di lokasi pertambangan tersebut. Dampak positifnya yaitu semenjak ditemukannya lokasi tambang tersebut potensi terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat Desa Pindol terbuka lebar, tak hanya masyarakat Desa Pindol bahkan masyarakat yang berasal dari Desa-desa tetangga dan daerah lain merasakan dampak positif tersebut. Dampak negatifnya yaitu kerusakan lingkungan terjadi di sekitar lokasi pertambangan Desa Pindol kemudian konflik sosial yang terjadi antar masyarakat tambang. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Adjis Paputungan, selaku Ketua Badan Pemberdayaan (BPD) Desa Pindol, bahwa ditemukannya lokasi yang mengandung emas di Desa Pindol pada Tahun 1954, yang ditemukan oleh masyarakat yang berasal dari daerah Minahasa. Kegiatan pertambangan emas ini merupakan salah satu mata pencaharian sebagian masyarakat Desa Pindol, kebanyakan penambang-penambang berasal dari desa-desa tetangga maupun dari daerah-daerah lain yang mengadu nasib di lokasi pertambangan tersebut. Pekerjaan penambang ini sebagian dari Masyarakat Desa Pindol merupakan pekerjaan sampingan bagi masyarakat desa yang bermata pencaharian selain penambang emas. pada tahun 1975, pertambangan emas di Desa Pindol dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan teknik pendulangan di aliran sungai oleh masyarakat-masyarakat penambang yang saat itu mulai berdatangan dari Desa-desa tetangga maupun daerah lain. Kemudian, pada tahun 1987 kegiatan pertambangan emas di Desa Pindol sudah marak terjadi karena lokasi pertambangan telah bertambah luas dan sudah bergeser ke kawasan hutan dan pegunungan-pegunungan kemudian, pada saat itu masyarakat penambang pertama kali menggunakan mesin tromol
4
(gelundung) untuk mengolah batu-batuan yang mengandung emas. Sungai yang digunakan oleh penambang pada waktu itu adalah sungai Lobuk cabang kiri (sungai lobuk mempunyai 2 cabang yaitu cabang kiri dan cabang kanan). Mengetahui kegiatan ilegal ini, Pemerintah Bolaang Mongondow pada tahun 2008 telah melakukan penertiban pertama kali yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Bolaang Mongondow dan kepolisian sektor Kecamatan Lolak, karena lokasi pertambangan tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung. Penertiban yang telah dilakukan Pemerintah Bolaang Mongondow berlangsung selama tiga kali, yakni dari tahun 2008, 2009, 2010. Namun, penertiban sama sekali tidak memberikan efek jerah pada masyarakat penambang, karena setelah penertiban dilakukan oleh pemerintah, justru masyarakat kembali melakukan tindakan ilegal tersebut. Ditinjau dari segi administrasinya ternyata para penambang emas di Desa Pindol tidak memiliki izin resmi dari pemerintah setempat. Padahal dalam ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2001 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Pertambangan telah ditentukan tentang Izin Usaha Pertambangan Daerah ditentukan bahwa setiap kegiatan pertambangan Daerah dapat dilaksanakan setelah mendapat Izin Usaha Pertambangan dari Kepala Daerah atau Pejabat yang berwenang memberikan Izin Usaha Pertambangan. Dilihat dari ketentuan peraturan tersebut diatas dapat diketahui bahwa telah terjadi pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh para penambang emas yang tidak memiliki izin penambangan. Oleh karena itulah kasus penambangan emas di Desa Pindol Kecamatan Lolak di katakan sebagai Penambang Emas Tanpa Izin (PETI). Kemudian, semenjak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terbit dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, persoalan aturan mengenai peraturan-peraturaan
mengenai
pertambangan
semakin
kompleks.
Mengenai
Pertambangan Rakyat diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, terutama
5
Pasal 20 hingga 26 mengenai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Pasal 66 hingga 73 tentang Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Beberapa pasal Undang-Undang itu juga mengatur Pertambangan Rakyat terkait dengan tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagai pengelola pertambangan di Daerah, lahan pemegang IPR, bantuan permodalan untuk Pertambangan Rakyat, dan lainnya. Mengenai Peraturan Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow dalam menindaki permasalahan penambang emas tanpa izin telah mengeluarkan
kebijakan
Penyelenggaraan
dan
Undang-Undang
Pengelolaan
Usaha
Nomor
8
Tahun
Pertambangaan
2005
tentang
Umum.
Dengan
ditebitkannya Peraturan Daerah ini, Pemerintah Daerah mengambil lkebijakan politik dalam mengatur aktifitas –aktifitas pertambangan yang terdapat di setiap wilayah Bolaang Mongondow khususnya Desa Pindol Kecamatan Lolak. Peraturan Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow Nomor 8 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan Usaha Pertambangan Umum masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Berdasarkan Pasal 173 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, mengatur semua Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Hukum pertambangan mineral dan batubara bersifat administratif, karena pemerintah maupun pemerintah daerah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam proses pemberian izin kepada pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha pertambangan (IUP), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Pemerintah dalam pemberian izin tersebut adalah didasarkan kepada syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Apabila syarat-syarat itu dipenuhi oleh calon pemegang izin, maka pemerintah dapat menetapkan izin secara sepihak kepada pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha pertambangan (IUP) maupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Namun,
6
apabila syarat-syarat itu tidak dipenuhi, maka pemerintah dapat menolak izin yang diajukan oleh calon pemegang izin. Disamping itu, pemerintah juga dapat membatalkan segala bentuk izin baik berupa IPR, IUP, maupun IUPK tidak mematuhi dan menaati segala ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam substansi izin dan ketentuan perundang-undangan.3 Sejauh ini kegiatan pertambangan emas tanpa izin di Desa Pindol Kecamatan Lolak di Provinsi Sulawesi Utara belum dapat ditertibkan dan diarahkan untuk memiliki izin dari Pemerintah setempat. Berbagai usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow belum juga dapat mengatasi kegiatan penambangan ilegal diantaranya melakukan sosialisasi dan penyuluhan serta penertiban kegiatan pertambangan untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan ilegal tersebut. Beberapa opsi telah diwacanakan untuk mengatasi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Pindol yaitu dengan melegalkan kegiatan PETI dan Pemerintah dalam hal ini menganak angkatkan Perusahaan tambang emas yang berskala besar untuk di ajak bekerjasama dalam pengelolaan pertambangan rakyat. Namun demikian apakah pilihan untuk melegalkan PETI tersebut merupakan pilihan terbaik, perlu kajian lebih mendalam dan terperinci dengan tepat. Kendala utama dalam melegalkan kegiatan pertambangan
rakyat
adalah
belum
tersedianya
penetapan
ruang
wilayah
pertambangan di Desa Pindol yang sampai dengan saat ini belum ditetapkan oleh pemerintah pusat karena memang belum ada laporan yang lebih terperincih dan potensi Pertambangan di Desa Pindol yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow. Pertambangan emas di Desa Pindol sendiri hingga saat ini belum di kenal luas oleh media massa, karena belum ada jurnal, makalah, atau penelitian-penelitian sebelumya yang memuat tentang lokasi pertambangan emas tanpa izin di Desa Pindol. Pemerintah Bolaang Mongondow sangat berperan penting dalam menindaki permasalahan hukum ini, karena permasalahan hukum yang berkaitan dengan 3
Salim HS. 2012, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Jakarta Timur: Sinar Grafika, Cetakan 1. Hlm 21.
7
persoalan PETI ini dibutuhkan penanganan yang serius dari pemerintah , tindakan yang tegas dan perlu peninjauan secara yuridis. Peninjauan secara yuridis sangat dibutuhkan dalam permasalahan PETI ini agar dalam penindakan maupun penanganan yang diambil oleh Pemerintah Daerah khusunya Kabupaten Bolaang Mongondow diharapkan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena, dengan adanya kegiatan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Pindol kemudian kegiatan pengekspolitasian yang sudah berlangsung sejak lama dari tahun 1987 hingga sekarang, memberikan penilaian bahwa Pemerintah belum mampu menangani permasalahan PETI entah karena Pemerintah memiliki banyak kendala dalam penerapan hukum pertambangan atau belum ada usaha untuk menindak lanjuti penanganan pertambangan ilegal. Sehingga, timbul istilah “Hukum Rimba” yang berlaku di lokasi pertambangan ilegal di Desa Pindol, sebab eksistensi dari produk-produk hukum dari Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah tidak yang terimplementasikan di lokasi pertambangan tersebut. Sehubungan dengan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan judul “ Peran Pemerintah Bolaang Mongondow Dalam Meminimalkan Pertambangan Emas Tanpa Izin di Desa Pindol Kecamatan Lolak”. Hasil Penelitian dan Pembahasan Peran Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Dalam Meminimalkan Pertambangan Emas Tanpa Izin Dalam rangka meminimalkan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Pindol Kabupaten Bolaang Mongondow, pihak pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Nomor 8 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan umum yang mengacu pada peraturan daerah ini masih mengacu pada UndangUndang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Sementara, didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tidak diatur secara rinci kewenangan dari Pemerintah daerah di dalam pengelolaan pertambangan. Namun,
8
dengan terbentuknya dan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, kewenangan pemerintah daerah telah diatur didalamnya dengan jelas dan terperincih. Berdasarkan hasil analisa peneliti apabila meninjau Pasal-Pasal diatas yang tedapat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, dan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Nomor 8 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan umum dengan Kenyataan dilapangan yang terjadi di Lokasi tambang emas rakyat Desa Pindol, maka akan ditemukan hal-hal berikut ini : 1. Pemerintah kabupaten Bolaang Mongondow belum mengupayakan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Sejauh ini, pemerintah Bolaang Mongondow hanya berupaya mengambil tindakan sosialisasi, pemantauan, dan pembinaan. Berdasarkan data yang didapatkan peneliti dari Dinas Pertambangan dan energi, adanya laporan sementara pemantauan Tim Pencegahan dan Penanggulangan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Mineral Dan Batubara (DPPMD) bekerja sama dengan PT. Bumi Prasaja dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bolaang Mongondow pada tanggal 7 November 2008 telah melakukan pemantauan dan pembinaan di Desa Pindol. Hasil dari pemantauan dan pembinaan di Desa Pindol Kecamatan Lolak yaitu lokasi Tapa Balikuat diwilayah Desa Totabuan dan Desa Pindol masyarakat menambang sejak tahun 1987 dengan kedalaman lubang 1-30 meter, dari hasil olahan mereka 1 tromol 0,1 gram (1 batang), penambang pada saat pemantauan berjumlah kurang lebih 20-30 orang. Alat tromol yang ada ditempat pengolahan berjumlah 6 unit tiap unit terdiri dari 8 buah tromol, sedangkan pengolahan tambang semprot dimulai pada tahun 2007 oleh masyarakat penambang dari Desa Solog.
9
2. Dengan adanya kegiatan inventarisasi potensi pertambangan (kegiatan mengumpulkan data dan informasi potensi pertambangan) yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rencana penetapan WP dan penyusunan rencana WP, kegiatan ini merupakan tugas dari Dinas Pertambangan Mineral dan energi. Berdasarkan Peraturan Bupati Bolaang Mongondow Nomor 36 Tahun 2009 tentang uraian tugas Dinas Pertambangan Energi Kabupaten Bolaang Mongondow pada Pasal 7 dijelaskan Bidang Geologi dan Sumberdaya Mineral mempunyai tugas melaksanakan peyelidikan, pemetaaan geologi dalam rangka pengembangan wilayah, pengamatan vulkanologi, pengolah administratif, perizinan dan pemberian teknis penambangan air bawah tanah, dan inventarisasi sumberdaya mineral. Sejauh ini, pelaksanaan inventarisasi di Lokasi PETI di Desa Pindol belum dilakukan oleh Dinas Pertambangan Mineral dan Energi. Karena, data-data yang ditemukan peneliti dari Dinas Pertambangan Mineral dan Energi Kabupaten Bolaang Mongondow, mengenai Lokasi PETI di Desa Pindol sangat minim, bentuk data-data yang ada hanya beruppa laporan sementara yang telah dijelaskan sebelumya. 3. Pengamatan langsung yang dilakukan penliti terhadap lokasi PETI di Desa Pindol, lokasi PETI ini sudah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai WPR. Kriteria WPR berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 adalah sebagai beikut : a) Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai; b) Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter; c) Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; d) Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare; e) Menyebutkan jenis komoditas yang akan di tambang; dan/atau
10
f) Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun. Dari keenam kriteria di atas apabila dicocokkan dengan hasil pengamtan peneliti dan data-data yang didapatkan peneliti, lokasi PETI Desa Pindol hampir keseluruhannya telah terpenuhi. a) Pada tahun 1975, pertambangan emas di Desa Pindol dilakukan dengan
cara
tradisional
yaitu
dengan
menggunakan
teknik
pendulangan di aliran sungai oleh masyarakat-masyarakat penambang. Dan pada tahun 1987 kegiatan pertambangan emas di Desa Pindol sudah marak terjadi karena lokasi pertambangan telah bertambah luas dan sudah bergeser ke kawasan hutan dan pegunungan-pegunungan kemudian, pada saat itu masyarakat penambang pertama kali menggunakan
mesin
tromol
(gelundung)Kemudian
telah
ditemukannya pengolahan tambang semprot pada tahun 2007 sampai sekarang ditepian sungai. Contoh kasus ini memberikan hasil bahwa sungai Lobuk yang ada di Desa Pindol mempunyai cadangan mineral sekunder. b) Dengan ditemukannya lubang-lubang penggalian bahan galian berupa batuan emas di lokasi PETI di Desa Pindol hingga mencapai kedalaman 30 Meter. c) Mengenai luas wilayah pertambangan rakyat belum ada data yang memuat luas wilayah Lokasi PETI di Desa Pindol, baik data dari Dinas Pertambangan mineral dan energi, dinas kehutanan, dan lingkungan hidup. d) Wilayah PETI di Desa Pindol telah dikerjakan selama 28 tahun. Sejak tahun 1987 hingga sekarang. 4. Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, wilayah atau tempat kegiatan rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai
11
WPR diprioritaskan utuk ditetapkan sebagai WPR. Wilayah tambang rakyat atau Lokasi PETI di Desa Pindol telah dikerjakan selama 27 Tahun. Sudah seharusnya Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow mengupayakan Wilayah PETI ini menjadi suatu Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari penjelasan sebelumnya mengenai peran pemerintah dalam menangani permasalahan PETI dan hasil wawancara di atas dengan pihak Dinas Pertambangan Mineral dan Energi Kabupaten Bolaang Mongondow, dapat disimpulkan kendalakendala
Pemerintah
Kabupaten
Bolaang
Mongondow
dalam
menangani
permasalahan PETI di Desa Pindol. Yaitu sebagai berikut : a) Belum ada upaya tindak lanjut Pemerintah Bolaang Mongondow dalam menangani permasalahan PETI di Desa Pindol; b) Belum adanya anggaran untuk pembiayaan kegiatan inventarisasi dalam perencanaan dan penetapan Wilayah Pertambangan (WP); dan c) Mengharapkan adanya pihak perusahaan dalam membantu Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow dalam melegalkan PETI; Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti nampak bahwa Pertambangan Emas di Desa Pindol Kabupaten Bolaang Mongondow ternyata belum ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) namun pemerintah Bolaang Mongondow hanya berupaya mengambil tindakan sosialisasi, pemantauan, dan pembinaan. Berdasarkan data yang didapatkan peneliti dari Dinas Pertambangan dan energi bahwa
adanya laporan sementara pemantauan Tim Pencegahan dan
Penanggulangan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Mineral Dan Batubara (DPPMD) bekerja sama dengan PT. Bumi Prasaja dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bolaang Mongondow pada tanggal 7 November 2008 telah melakukan pemantauan dan pembinaan di Desa Pindol. Upaya sosialisasi, pemantauan, dan pembinaan yang diselenggarakan Pemerintah Bolaang Momgondow kepada masyarakat khususnya masyarakat
12
penambang emas tanpa izin bertujuan agar Pemerintah Bolaang Mongondow dapat mensosialisasikan
setiap
peraturan-peraturan
mengenai
pertambangan
dan
lingkungan hidup kepada masyarakat penambang, kemudian pemerintah daerah juga dapat mengetahui secara langsung bagaimana kondisi wilayah pertambangan emas tanpa izin di Desa Pindol. Namun, masyarakat khususnya penambang emas merasa segala aturan-aturan yang disosialisasikan oleh pemerintah terlalu rumit dan membebani masyarakat. Kemudian, Persoalan Dana menjadi alasan pemerintah Bolaang Mongondow belum menetapkan Wilayah Pertambangan emas di Desa Pindol sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bolaang Mongondow yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penelitian lokasi pertambangan yang mempunyai potensi bahan galian emas mengaku harus menanggung semua resiko. Contohnya dalam membuat reklamasi dan pasca tambang membutuhkan suatu dokumen sama seperti Amdal, jadi untuk mengeluarkan WPR Pemerintah Daerah harus mengeluarkan biaya yang sangat banyak mulai dari reklamasi, dokumen, penelitian (layak atau tidak untuk dijadikan WPR). Pemerintah sendiri kebanyakan tidak mendapatkan atau mempunyai dana untuk mengeluarakan biaya sebanyak itu. Perencanaan Pemerintah Bolaang Mongondow untuk meminimalkan PETI di Desa Pindol yaitu dengan melegalkan PETI melalui kontrak dengan Perusahaan yang tujuannya untuk mengatasi permasalahan anggaran, karena perusahaan mempunyai kelebihan untuk menggunakan anggarannya sendiri dalam pengurusan Reklamasi dll. Kemudian perusahaan dapat menggandeng PETI-PETI dengan diajak bekerja sama di dalam areal perusahaan, mulai dari pengurusan Amdal, reklamasi dan pasca tambang, dan lain-lain yang tidak pernah di urus oleh PETI-PETI akan di urus semuanya oleh pihak Perusahaan. Jadi, melalui perencanaan ini Pemerintah Bolaang Mongondow hanya bisa mengusulkan PETI-PETI agar dia Legal, dia harus masuk kedalam areal perusahaan atau perusahaan nantinya bertanggung jawab kepada PETI yang telah masuk kedalam areal perusahaan. Perencanaan Pemerintah Bolaang Mongondow untuk melegalkan PETI dengan menganak angkatkan Perusahaan tambang emas yang
13
berskala besar untuk di ajak bekerjasama dalam pengelolaan pertambangan rakyat perlu kajian lebih mendalam, terperinci dengan tepat dan cermat. Pertambangan juga tak seharusnya diprioritaskan oleh pemerintah untuk perusahaan yang berskala besar, rakyat pun mempunyai hak untuk mengelolah dan mengusahakan hasil tambang tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara yaitu pada Pasal 20 bahwa kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu Wilayah Pertambangan Rakyat. Namun, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pemerintah belum menetapkan lokasi pertambangan emas tanpa izin di Desa Pindol sebagai WPR karena persoalan dana. Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Pemerintah Daerah Bolaang Monngondow seharusnya memprioritaskan Lokasi tersebut sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) mengingat Lokasi tersebut sudah termasuk kriteria untuk ditetapkan sebagai WPR dan Wilayah atau tempat kegiatan tambang emas tanpa izin di Desa Pindol sudah dikerjakan selama 27 Tahun. Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow dalam hal ini dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara karena tidak menjalankan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam menetapkan Lokasi pertambangan emas tanpa izin di Desa Pindol sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat yang sudah dikerjakan selama 27 tahun dan juga tidak menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow apabila menetapkan Lokasi pertambangan emas tanpa izin di Desa Pindol sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) diharapkan rakyat Bolaang Mongondow dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dan memberikan dampak positif disetiap roda perekonomian Kabupaten Bolaang Mongondow. Karena penghasilan yang didapatkan dari pertambangan emas ini cukup menjanjikan dan menguntungkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan apabila pemerintah dan masyarakat mampu membangun kerja sama dalam mengimplementasikan setiap hukum positif yang berlaku pada masyarakat dan pemerintah.
Impelementasinya
yaitu
14
pemerintah
daerah
aktif
dalam
mensosialisasikan setiap Undang-Undang mengenai pertambangan kemudian terus memantau dan mengawasi secara langsung setiap kegiatan masyarakat penambang di wilayah pertambangan. Mulai dari kegiatan penyelidikan sampai pada penjualan hasil pertambangan rakyat, membina masyarakat penambang agar terhindar dari konflik, Kemudian mengupayakan agar setiap kegiatan pertambangan harus memperhatikan dampak lingkungan disekitar lokasi tambang demi kelestarian alam dan kepentingan generasi yang akan datang.
Penutup Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dalam meminimalkan Pertambangan Emas Tanpa Izin yakni mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Nomor 8 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan umum yang masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan okok pertambangan. Pertambangan Emas Tanpa Izin yang berada di Desa Pindol Kabupaten Bolaang Mongondow belum belum ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) namun pemerintah Bolaang Mongondow hanya berupaya mengambil tindakan sosialisasi, pemantauan, dan pembinaan bagi para penambang di Desa Pindol Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow. Saran Sehubungan dengan kesimpulan di atas dapat disarankan beberapa hal berikut. a. Bagi Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow sebaiknya dapat mengeluarkan peraturan daerah atau merevisi Peraturan Daerah yang sudah ada sesuai dengan Undang-Undang Pertambangan yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Agar bisa dijadikan acuan pengelolaan sumber daya alam khususnya pertambangan emas di Desa Pindol Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow.
15
b. Bagi Masyarakat, dapat memperhatikan pengelolaan sumber daya alam khususnya pengelolaan tambang emas dengan memperhatikan manfaat dan dampak lingkungan. Daftar Rujukan Buku-buku Salim HS. Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Jakarta Timur: Sinar Grafika, Cetakan 1, 2012. Salim HS. Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Peraturan Daerah Bolaang Mongondow Undang-Undang No. 5 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangaan Umum.
16