Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014
Peran Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk Sikap Nasionalisme Siswa SMP Muhammadiyah Purwokerto. 1,2
Elly Hasan Sadeli1, Banani Ma’mur2 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto Telp. (0281) 636751 ext 230
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan sikap nasionalisme siswa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi literatur. Subjek dalam penelitian ini adalah guru PKn, siswa dan kepala SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto. Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa; Pertama, Pendidikan kewarganegaraan yang difokuskan pada materi yang bermuatan nilai-nilai nasionalisme, serta didukung oleh adanya aktifitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler secara langsung telah mengembangkan wawasan kebangsaan dan rasa nasionalisme pada diri siswa. Kedua, Keterbatasan sumber belajar, siswa yang kebanyakan masih pasif serta sarana dan prasarana yang kurang memadai, menjadikan pembentukkan nilai-nilai nasionalisme dalam pembelajaran PKn menjadi kurang efektif. Ketiga, Pemilihan komponen pembelajaran bervariatif yang dilakukan guru PKn, didukung dengan kegiatan upacara bendera, pramuka, kompetisi olahraga serta acara kesenian daerah yang merupakan stimulus dalam membentuk sikap nasionalisme pada diri siswa. Kata Kunci : Pendidikan Kewarganegaraan, Nasionalisme PENDAHULUAN Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan menanamkan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan konstitusi negara Indonesia serta membina dan mengembangkan sikap nasionalisme dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melihat kenyataan sekarang ini, ada kecenderungan masyarakat Indonesia khususnya generasi muda rasa nasionalisme dan cinta tanah airnya sudah mulai luntur bahkan terkikis dari dalam dirinya. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya remaja Indonesia yang lebih senang meniru gaya hidup orang barat dalam berbagai hal, lebih senang dan bangga menggunakan produk luar negeri dari pada produk dalam negeri sendiri karena dianggap modern apabila menggunakan produk luar negeri. Menurut Kusumawati (2011) terkikisnya rasa nasionalisme sekarang ini juga melanda anak didik di sekolah. Contoh riilnya saja hampir disetiap jenjang sekolah, ketika dilaksanakan upacara bendera para siswa merasa malas dan tidak melaksanakannya dengan khidmat dan tertib. Apabila mereka sadar dan paham bagaimana perjuangan pahlawan ketika merebut negara Indonesia dari tangan penjajah maka mereka akan mengikuti upacara dengan baik atas dorongan dalam dirinya bukan karena takut dihukum guru. Selain itu, siswa sekolah sekarang ini lebih suka menggunakan bahasa gaul dalam kehidupan sehariharinya dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahkan remaja sekarang juga lebih merasa bangga dengan menggunakan produk luar negeri daripada produk dalam negeri sendiri. Namun yang harus menjadi titik sentral dalam diri anak bangsa saat ini adalah pengembangan sikap nasionalisme yang menumbuhkan jiwa bangga berbangsa dan bernegara. Dengan demikian sikap dipandang sebagai pengarah atau penuntun suatu prilaku individu dalam merefleksikan tindakan terhadap suatu obyek. Sikap didahului oleh keyakinan terhadap obyek yang ditanggapi. Larry Winecoff (Knikker, 1977) menyebutkan; “Man’s attitude are formad ashe ascribes valance (positive or negative) to object”, only a few ofthese carry a strong enough valance determine to ward the object”. Hal ini dimaksudkan bahwa sikap berkaitan dengan sistem nilai yang dianut oleh seseorang. Dengan keterkaitan yang kuat atas sesuatu sistem nilai tertentu, seseorang akan menjadikannya sebagai “central value” dalam menentukan sikapnya terhadap sesuatu.
222
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 Sementara itu, trifungsi peran Pendidikan Kewarganegaraan seperti yang dikemukakan oleh Djahiri (1996) adalah sebagai berikut: (1) Membina dan membentuk kepribadian atau jati diri manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dan berkepribadian Indonesia. (2) Membina bangsa Indonesia melek politik, melek hukum dan melek pembangunan serta melek permasalahan diri, masyarakat, bangsa dan negara. (3) Membina pembekalan siswa (substansial dan potensi dirinya) untuk belajar lebih lanjut. Dari tujuan dan fungsinya jelas bahwa PKn ingin menanamkan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan konstitusi negara Indonesia serta membina dan mengembangkan sikap semangat nasionalisme dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif, teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi literatur. Lokasi penelitian ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto. Sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah guru PKn, siswa dan kepala sekolah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Implementasi Nilai-nilai Nasionalisme Siswa Implementasi nilai-nilai nasionalisme melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto secara formal memang bukan persoalan yang gampang, karena pembentukan sikap nasionalisme itu sendiri harus dibangun dari idealisme yang melekat pada diri siswasiswi. Berdasarkan temuan di lapangan, bahwa guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto dalam menyampaikan proses pembelajaran menitikberatkan pada contoh teladan di kelas yang bermuatan nasionalisme. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di kelas dianggap sudah jelas, oleh karena guru selalu mengawali pembelajaran dengan didahului oleh informasi yang aktual. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan sebagai wahana untuk membentuk dan mengembangkan sikap nasionalisme peserta didik menjadi warga negara yang mempunyai rasa cinta serta dapat diandalkan oleh bangsa dan negaranya. Menurut Branson (1999), bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang mengandung tiga komponen utama yang cocok untuk dikembangkan pada masyarakat yang demokratis yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills) dan watak-watak kewarganegaraan (civic disposition). Dipertegas oleh Somantri (2001), mengartikan PKn adalah seleksi dan adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannya diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD NRI 1945, GBHN dan perundangan negara dan bahan pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa PKn memiliki arti yang luas, PKn tidak hanya milik dunia persekolahan saja, tetapi juga dapat dilakukan diluar persekolahan. Seperti dikemukakan oleh Cogan yang menjernihkan sekaligus mempertegas pengertian “Civic Education” versus “Citizenship Education” yang sebelumnya oleh Somantri (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008) dan Winataputra (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008) dianggap sama. Bagi Cogan (1999) “Civic Education” ini merupakan mata pelajaran dasar yang dirancang untuk mempersiapkan para pemuda warga negara untuk dapat melakukan peran aktif dalam masyarakat, kelak setelah mereka dewasa. Adapun “Citizenship Education” atau “Education for Citizenship”, dipandang merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan dan dalam media. Oleh karena itu, Cogan (1999) menyimpulkan bahwa “Education for Citizenship” merupakan suatu konsep yang lebih luas di mana “Civic Education” termasuk bagian penting di dalamnya. Budimansyah dan Suryadi (2008) mengemukakan bahwa pada dasarnya apa yang sebelumnya disimpulkan dalam rumusan Winataputra, mengandung jiwa yang sama dengan apa yang ditegaskan oleh Cogan (1999), karena disitu termasuk kegiatan pembelajaran formal dan dampak pengiring dan berbagai kegiatan yang ada dalam masyarakat. Menurut Winataputra, (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008) 223
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 pendidikan kewarganegaraan tidak hanya milik dunia persekolahan saja melalui mata pelajaran PKn, tetapi juga dapat dilakukan diluar persekolahan. Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa Pendidikan kewarganegaraan yang difokuskan pada materi yang bermuatan nilai-nilai nasionalisme, serta didukung oleh adanya aktifitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler secara langsung telah mengembangkan wawasan kebangsaan dan rasa nasionalisme pada diri siswa. Kendala dalam Membentuk Sikap Nasionalisme Berdasarkan hasil penelitian, terdapat sejumlah kendala-kendala yang dihadapi dalam membentuk sikap nasionalisme melalui pembelajaran PKn yang terus dilaksanakan di sekolah, yaitu 1) Motivasi siswa dalam pembelajaran PKn, 2) Pengaruh era keterbukaan dan globalisasi, 3) kurangnya fasilitas, sarana dan prasarana pendukung, 4) pemahaman akan peran PKn dalam membangun karakter bangsa. Apabila kita telusuri lebih mendalam sejumlah kendala-kendala yang dihadapi oleh guru-guru PKn di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto dalam rangka mengembangkan nilai-nilai kebangsaan melalui pembelajaran PKn yang dikontruksikan dalam tabel hasil wawancara dan observasi berikut ini: Tabel. Kendala-kendala Pembelajaran PKn dalam Rangka Membentuk sikap Nasionalisme siswa SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto Dimensi
Realitas
Minat untuk PKn.
Masih kurangnya kurangnya motivasi siswa dalam pembelajaran PKn pada khususnya turut menghambat terbentukmya nilai-nilai nasionalisme. Hal ini diindikasikan dari berbagai variasi pembelajaran yang diberikan oleh guru belum menunjukkan partisipasi siswa yang aktif secara keseluruhan, Seringkali lebih banyak siswa yang kurang memiliki keberanian untuk memberikan partisipasi dalam pembelajaran dan kadang terkesan apatis dalam mengikuti pembelajaran.
ataupun motivasi siswa mengikuti pembelajaran
Pengaruh era globalisasi
keterbukaan
dan
Era keterbukaan dan globalisasi memberikan efek negatifyang tidak dapat dibendung dalam diri siswa. Hal ini terlihat dari sejumlah perilaku siswa yang lebih menyukai produk luar negeri, kurang pekanya siswa terhadap masalah-masalah nasional, kurangnya sikap menghargai keanekaragaman budaya nasional dalam diri siswa, masih banyak siswa yang melanggar tata tertib sekolah.
dan prasarana
Kurangnya fasilitas, sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki oleh SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto turut menghambat pembentukkan nilai-nilai nasionalisme yang diimplementasikan dalam pembelajaran PKn.
Pemahaman akan peran PKn dalam membangun karakter bangsa.
Peran PKn dalam membangun karakter bangsa belum dapat diimplementasikan secara sungguh-sungguh, sebagian guru masih meragukan hal tersebut.
Fasilitas, sarana pendukung.
Keempat tantangan di atas tentunya akan menjadi tantangan bagi para guru, para ahli dan praktisi pendidikan karakter. Kendala yang paling utama adalah sumber daya manusia yang mampu menanamkan nilai-nilai naionalisme itu dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Upaya Mengatasi Kendala dalam Membentuk Sikap Nasionalisme Berbagai upaya untuk menghadapi tantangan yang ada, seperti telah diuraikan di atas, telah dilakukan dan akan terus dilakukan oleh SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto dalam upaya penanaman nilai-nilai kebangsaan antara lain melalui pembelajaran PKn di sekolah dalam upaya-upaya membangun karakter bangsa. Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa berbagai upaya untuk mengatasi hambatan dalam pembentukkan nilai-nilai nasionalisme di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto telah dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu ; 1) sekolah melakukan evaluasi internal dan eksternal untuk mengetahui sejauh mana program kegiatan sekolah telah dilakukan; 2) penyempurnaan kegiatan 224
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 pembelajaran salah satunya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan oleh guru; 3) melengkapi sarana dan prasarana; 4) sekolah memperkuat visinya dengan berbagai kegiatan yang mendukung; dan 5) bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan visi sekolah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka guru atau pendidik harus merupakan tenaga pendidik yang profesional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme ini, seorang guru harus mempunyai minat untuk mengikuti kegiatan ataupun pelatihan. Guru PKn di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto menjelaskan, guru-guru baik guru PKn memang sering mengikuti Diklat maupun sharing sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalismenya. Dalam kegiatan seperti Diklat, penataran, seminar dan sebagainya biasanya ada pelatihan penggunaan atau pemanfaatan media pembelajaran, metode pembelajaran, maupun masukan-masukan bagi guru dalam upaya menumbuhkan sikap nasionalisme siswa dan lain sebagainya. Untuk meningkatkan profesionalisme guru, upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah selalu memberikan dukungan yang positif kepada guru yang antara lain selalu mengikutsertakan semua program dari Dinas Pendidikan, guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto juga selalu berpartisipasi mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan peningkatan profesionlisme guru walaupun bukan merupakan program dari Dinas. Minat guru PKn untuk mengikuti kegiatan atau pelatihan untuk meningkatkan profesionalisme guru PKn ini, merupakan salah salah satu ciri-ciri profesionalisasi jabatan guru. Hasil pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto sudah mulai terlihat dengan baik, dimana siswa telah memiliki pemahaman dan sikap yang lebih baik terhadap nilai nasionalisme. Hal ini ditandai dengan sikap siswa selalu mematuhi semua tata tertib sekolah, dalam pergaulan sehari-hari siswa berteman dengan sesamanya dari berbagai daerah. Hal ini mencerminkan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cara berpakaian siswa selalu rapi dan tidak memakai aksesoris karena bila ketahuan maka akan ditindak tegas oleh sekolah urusan kesiswaan. Upacara Bendera yang selalu dilaksanakan harus diikuti dengan khidmat, hal ini agar dapat menjunjung nilai-nilai perjuangan para pahlawan. Dalam pergaulan sehari-hari diharapkan siswa dapat berbahasa indonesia yang baik dan benar, dapat mengetahui berbagai masalah yang terjadi tetapi tidak harus memikirkannya. Dengan demikian, secara umum pembelajaran PKn di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto memiliki tujuan untuk mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik (to be good citizenship) yang dapat dilukiskan dengan warga negara yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, saling menghormati, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, memupu Rasa kekeluargaan, memupuk rasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah air, demokratis, cakap dan bertanggung jawab, mentaati hukum dan norma-norma yang berlaku, berwawasan luas, berbudi pekerti luhur, dan seterusnya (memiliki kecerdasan dan keterampilan spiritual, intelektual, sikap/emosional, serta keterampilan sosial) sehingga dapat mengembangkan potensi, berperan dan mampu memposisikan diri dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, negara bahkan dalam pergaulan antar bangsa. KESIMPULAN Pertama, Pendidikan kewarganegaraan yang difokuskan pada materi yang bermuatan nilai-nilai nasionalisme, serta didukung oleh adanya aktifitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler secara langsung telah mengembangkan wawasan kebangsaan dan rasa nasionalisme pada diri siswa. Kedua, Keterbatasan sumber belajar, siswa yang kebanyakan masih pasif serta sarana dan prasarana yang kurang memadai, menjadikan pembentukkan nilai-nilai nasionalisme dalam pembelajaran PKn menjadi kurang efektif. Ketiga, Pemilihan komponen pembelajaran bervariatif yang dilakukan guru PKn, didukung dengan kegiatan upacara bendera, pramuka, kompetisi olahraga serta acara kesenian daerah merupakan bentuk stimulus dalam membentuk sikap nasionalisme dalam diri siswa. DAFTAR PUSTAKA Branson, S Margaret. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LkiS. Budimansyah, D. dan Karim Suryadi. (2008). PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi PKn SPs UPI. Cogan, J.J. and Raymond, D. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education, Bandung: CICED.
225
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 Djahiri, A.K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai dan Moral, Bandung, Laboratorium PMP IKIP Bandung. Kusumawati, Adik Nur. repository.upi.edu/skripsiview.php?export=word&no_skripsi... (14 Juni 2011). Knikker, Charles R. (1997), You and Values Education. Ohio : Charles & Merit Publishing Group. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.
226