PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM REHABILITASI SOSIAL ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Study Kasus Hasil Casework Berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor 1396/PID/B/2012/PN.JKT.TIM) Raju Tanzil Aprizan Fachry Bey Sri Laksmi Anindita
FAKULTAS HUKUM PROGRAM KEKHUSUSAN PRAKTISI HUKUM (PK III)
[email protected]
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: : :
Raju Tanzil Aprizan Kekhususan Praktisi Hukum (PK III) PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM REHABILITASI SOSIAL ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Study Kasus Hasil Casework Berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor 1396/PID/B/2012/PN.JKT.TIM)
Skripsi ini membahas Peranan Pekerja Sosial dalam proses Rehabilitasi Sosial bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Namun dalam melaksanakannya tugasnya masih banyak hambatan yang dihadapi baik oleh Pekerja Sosial. Skripsi ini mengambil lokasi penelitian di Panti Sosial Parmadi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur dan Panti Sosial Marsudi Putra Galih Pakuan Ciseeng Bogor sebagai perbandingan. Permasalahannya bagaimana Pekerja Sosial menjalankan fungsinya dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, bagaimana hubungan antara Pekerja Sosial dengan Balai Pemasyarakatan dan apa saja hambatan yang dihadapi Pekerja Sosial dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan Perlindungan melalui Rehabilitasi Sosial. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses Peradilan Pidana Anak Pekerja Sosial tidak hanya bertugas untuk membina dalam Rehabilitasi Sosial tetapi juga mempunyai tugas dan fungsi lain. Penulis juga mendapat kesimpulan bahwa Dilihat dari hubungan kerjasama terutama dengan pihak Balai Pemasyarakatan belum terlihat adanya kerjasama yang baik, karena dalam banyak kasus Pekerja Sosial selalu dilibatkan setelah proses peradilan selesai. Selain itu dalam menjalankan tugasnya untuk membina dan menangani anak yang berkonflik dengan hukum masih banyak kendala yang dihadapi oleh Pekerja Sosial. Kata Kunci: Pekerja Sosial, Tindak Pidana Anak, Rehabilitasi Sosial.
SOCIAL WORKER ROLE OF SOCIAL REHABILITATION OF CHILDREN IN DEALING WITH THE LAW BY LAW NUMBER. 11 OF 2012 CONCERNING THE CRIMINAL JUSTICE SYSTEM CHILD (Case Study Results Based Casework Court Decision No. 1396/PID/B/2012/PN.JKT.TIM) This thesis discusses the Role of Social Workers in the Social Rehabilitation of Children in Conflict with the Law. But in doing its job still many obstacles faced by Social Workers. This thesis research took place at the Social Institution Parmadi Putra Handayani Bambu Apus, East Jakarta and Social Institutions Marsudi Putra Galih Pakuan Ciseeng Bogor as a comparison. The problem is how Social Workers function in the Children Criminal Justice System, how the relationship between the Social Worker with the Correctional Center and what are the barriers faced by Social Workers in their duty to provide protection through Social Rehabilitation. The author uses empirical legal research methods, using secondary data. The study concluded that in the process of Children's criminal justice Social Workers
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
not only served to foster the Social Rehabilitation but also has other duties and functions. The author also gets the conclusion that the terms of cooperation, especially with the Correctional Centres have not seen a good cooperation, because in many cases Social Workers are always involved after the judicial process is completed. In addition, in carrying out their duties to develop and handle children in conflict with the law are still many obstacles faced by Social Workers. Keywords: Social Worker, Juvenille Delinquency, Social Rehabilitation.
PENDAHULUAN Dalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikatakan Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Bahwa anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.1 Dengan demikian setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, dan untuk itu ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berahlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.2 Guna memberikan perlindungan dan jaminan terhadap hak-hak anak maka Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990. Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) yang diadopsi dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hakhak yang mencakup ke dalam 4 (empat) bidang, antara lain Hak atas kelangsungan hidup yang mencakup hak atas tingkat hidup yang layak dan pelayanan kesehatan, Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat atas pelayanan, 1 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, cet. Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 8. 2
Ibid.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
perlakuan dan perlindungan khusus, Hak Perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam, dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana dan Hak Partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya.
TINJAUAN TEORITIS\
Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori motivasi intrinsik dari kenakalan anak yang mencakup Faktor Intelegensia, Faktor Usia, Faktor Kelamin, Faktor Kedudukan Anak Dalam Keluarga. Dan teori Motivasi Ekstrinsik Kenakalan Anak yang mencakup Faktor Keluarga, Adapun keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya kenakalan, dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home) dan keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan, Faktor Pendidikan dan Sekolah, Faktor Pergaulan Anak, Pengaruh Mass Media. METODE PENELITIAN Dalam penyusunan penulisan ini berdasarkan dari permasalahan penelitian dan dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai maka penelitian yang dilakukan menggunakan metode yuridis-empiris, tipologi penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris-evaluatif. untuk menggambarkan atau memberikan penilaian atas kegiatan atau program yang telah dilaksanakan oleh Pekerja Sosial. Jenis data sekunder dalam bentuk bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pekerja Sosial dengan anak, hasil Penelitian Psikososial Anak dari Panti Sosial Parmadi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur dan Panti Rehabilitasi Marsudi Putra Galih Pakuan Ciseeng Bogor. Alat
pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), untuk mendapatkan data dari study dokumen. Disamping itu dilakukan penelitian lapangan (field research) dengan melakukan pengamatan dan wawancara kepada pihak pembimbing dan pembina dari Pekerja Sosial. HASIL PENELITIAN Pekerja sosial dalam menjalankan tugasnya, mempunyai wewenang dan fungsi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
Dalam Pasal 33 huruf b Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan pekerja sosial adalah: “Pekerja Sosial adalah Pekerja Sosial dari Departemen Sosial. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 14 dan angka 15 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga kesejahteraan Sosial adalah: “Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial Anak.” “Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial Anak.” Dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang dimaksud dengan Pekerja Sosial yaitu: “Pekerja Sosial adalah seseorang yang bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman praktek dalam pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan sosial.” Dalam melaksanakan tugasnya Pekerja Sosial memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang peradilan Pidana Anak, disebutkan tugas dari Pekerja Sosial adalah: “Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, bertugas membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja..” Sedangkan dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tugas dari Pekerja Sosial Profesional adalah: i. ii. iii.
Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak; Memberikan pendampingan dan advokasi sosial; Menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana kondusif;
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
iv. v. vi. vii. viii.
Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak; Membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan; Memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak; Mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan Melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya.
Didalam melaksanakan tugasnya seperti yang diatur dalam Pasal 34 ayat 2 UndangUndang No. 3 Tahun 1997 tentang peradilan Pidana Anak Pekerja Sosial harus berkoordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan, sedangkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tugas dari Pekerja Sosial juga dilibatkan dalam proses Diversi,3 hal ini berarti bahwa ada perbedaan dari Undang-Undang No. 3 tahun 1997 karena dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 pekerja Sosial dilibatkan juga dalam proses Diversi, hal ini berarti Pekerja Sosial dilibatkan sejak awal penanganan Anak Yang Berkonflik dengan Hukum, berbeda dengan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 yang mengatur tugas dari Pekerja Sosial hanya untuk membimbing, membantu dan mengawasi Anak Nakal yang diserahkan kepada Departemen Sosial. 3.1.2
Kewenangan Pekerja Sosial Dari hasil wawancara yang dilakukan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani di
Bambu Apus Jakarta Timur dan Panti Rehabilitasi Sosial Narkoba Galih Pakuan di Ciseeng Bogor ditemukan bahwa peranan Pekerja Sosial Profesional dalam memberikan Perlindungan dan Advokasi Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak adalah Dalam melaksanakan tugasnya Pekerja Sosial memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat 2 UndangUndang No. 3 Tahun 1997 tentang peradilan Pidana Anak, disebutkan tugas dari Pekerja Sosial adalah: “Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, bertugas membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja..”4
3 4
Indonesia (c) , Undang-Undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Op. Cit., Psl. 8 ayat (1). Indonesia (b)., Undang-Undang Pengadilan Anak, Op. Cit., Psl. 34 ayat (2).
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
Sedangkan dalam Pasal 68 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tugas dari Pekerja Sosial Profesional adalah: i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii.
membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak; memberikan pendampingan dan advokasi sosial; menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana kondusif; membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak; membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan; memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak; mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya.
Didalam melaksanakan tugasnya seperti yang diatur dalam Pasal 34 ayat 2 UndangUndang No. 3 Tahun 1997 tentang peradilan Pidana Anak Pekerja Sosial harus berkoordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan, sedangkan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tugas dari Pekerja Sosial juga dilibatkan dalam proses Diversi,5 hal ini berarti bahwa ada perbedaan dari Undang-Undang No. 3 tahun 1997 karena dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 pekerja Sosial dilibatkan juga dalam proses Diversi, hal ini berarti Pekerja Sosial dilibatkan sejak awal penanganan Anak Yang Berkonflik dengan Hukum, berbeda dengan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 yang mengatur tugas dari Pekerja Sosial hanya untuk membimbing, membantu dan mengawasi Anak Nakal yang diserahkan kepada Departemen Sosial. Sedangkan di dalam memberikan pelayanan dalam Rehabilitasi Sosial tugas dari Pekerja Sosial Profesional adalah sebagai berikut: a. Pendidik, yaitu memiliki fungsi untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman klien melalui bimbingan-bimbingan sebagai upaya pencegahan, penyembuhan , penguatan dan pengembangan, sehingga klien memiliki kemampuan untuk menghadapi permasalahan dalam mencapai perubahan fungsi sosial. b. Konselor,
yaitu
memiliki
fungsi
untuk
membantu
klien
memperbaiki
keberfungsian sosialnya, yaitu situasi dimana klien dapat memenuhi kebutuhan dan dapat mengatasi masalah. 5
Indonesia (c), Undang-Undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak., Op. Cit., Psl. 8 ayat (1).
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
c. Motivator, yaitu memiliki fungsi untuk mendorong, mengajak dan mempengaruhi klien untuk melakukan upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. d. Fasilitator, yaitu memiliki fungsi menyediakan kemudahan bagi klien untuk mengenali, menyadari, merumuskan dan menentukan alternatif pemecahan masalah klien selama proses rehabilitasi. e. Broker/Penghubung yaitu memiliki fungsi klien dalam memecahkan masalah atas dasar kemampuannya sendiri karena sistem sumber yang ada tidak terjangkau. f. Advocat yaitu memiliki fungsi membantu klien dalam memperoleh hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan, sumber daya, perlindungan dan pendampingan dalam kasus pelanggaran hukum serta mempengaruhi pembuat kebijakan untuk mengubah atau membuat kebijakan yang berpihak kepada klien. g. Manajer Kasus yaitu memiliki fungsi untuk memfasilitasi klien untuk memanfaatkan pelayanan yang disediakan oleh beberapa lembaga lain, untuk mencapai kelangsungan pelayanan bagi klien dan keluarganya melalui proses menghubungkan klien dengan pelayanan yang sesuai. h. Administrator yaitu memiliki fungsi melaksanakan kegiatan pendukung untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan, pelayanan dan program lembaga bagi klien. i. Enabler yaitu memiliki fungsi membantu klien untuk menemukan kekuatankekuatan dan atau potensi yang dimiliki klien untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. j. Perencana yaitu memiliki fungsi untuk menetapkan perencanaan penanganan masalah yang akan diterapkan kepada klien yang prosesnya memungkinkan melibatkan klien berdasarkan hasil pengumpulan data, informasi dan fakta-fakta yang ditujukan untuk pencapaian proses penyembuhan klien. k. Liaison yaitu memiliki fungsi untuk menghubungkan klien dengan lembaga pelayanan dan sebaliknya, yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi klien. l. Mediator yaitu memiliki fungsi untuk menengahi konflik yang terjadi antara sesama klien dan atau dengan sistem sumber agar tercipta situasi yang nyaman dalam kebersamaan klien. PEMBAHASAN Dalam kasus ini pihak Balai Pemasyarakatan tidak hanya membuat Penelitian Kemasyarakatan untuk kepentingan Persidangan namun juga mendampingi IJ dan AF. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 bahwa dalam
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
setiap tingkat pemeriksaan anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan. Dengan demikian Balai Pemasyarakatan tidak hanya membuat Penelitian Kemasyarakatan dalam kasus ini tetapi juga mendampingi anak pada saat persidangan. Dalam penanganan perkara Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebenarnya pihak Penyidik sebagai Garda terdepan dalam Penanganan Perkara Anak dituntut untuk lebih aktif untuk menghubungi Pekerja Sosial sehingga nantinya akan lebih mudah untuk Pekerja Sosial dalam melakukan koordinasi dengan dengan Pembimbing Kemasyarakatan. Karena dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Pekerja Sosial Profesional Sebenarnya mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan namun Pekerja Sosial seringkali tidak dilibatkan dalam kasus Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Dalam kasus ini letak koordinasi dengan pihak Balai Pemasyarakatan adalah Pekerja Sosial memberikan laporan kepada pihak Balai Pemasyarakatan secara berkala mengenai perubahan dari IJ dan AG selama menjalani masa hukuman dengan menjalani rehabilitasi medis dan sosial di Panti Rehabilitasi Narkoba Galih Pakuan Ciseeng Bogor dan pihak Balai Pemasyarakatan dalam kasus ini melakukan pengawasan dengan mengunjungi IJ dan AG secara berkala dan bersama-sama dengan Pekerja Sosial menentukan program perawatan dan pembinaan untuk melihat perkembangan dari IJ dan AG berdasarkan hasil pengamatan selama melakukan kunjungan dan berdasarkan laporan yang diberikan oleh Pekerja Sosial, hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 dimana Pembimbing Kemasyarakatan bertugas salah satunya adalah untuk menentukan program perawatan Anak di LPAS dan pembinaan Anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya dan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan. Hambatan-hambatan yang dialami oleh Pekerja Sosial dalam kasus yang kedua ini adalah: 1. Kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki baik oleh Panti Sosial Marsudi Putra Galih Pakuan, sedangkan tugas yang ditangani oleh Pekerja Sosial banyak sehingga dengan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki membuat pengawasan dan penanganan terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum menjadi tidak maksimal.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
2. Belum adanya kesamaan persepsi antara sesama aparat penegak hukum tentang hak-hak Anak dan penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum sehingga seringkali Pekerja Sosial tidak dilibatkan dalam penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum dan aparat penegak hukum lainnya cenderung memilih untuk memenjarakan Anak yang Berhadapan dengan Hukum dibandingkan dengan memberikan pelayanan menjalani perobatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pada Panti Sosial Parmadi Putra Galih Pakuan Bogor. 3. Belum terjalinnya hubungan koordinasi dan kerjasama yang baik terutama dengan pihak Balai Pemasyarakatan, hal ini dapat terlihat dengan tidak dilibatkan Pekerja Sosial dalam Perkara Anak yang Berkonflik dengan Hukum. 4. Kurangnya
anggaran
untuk
melaksanakan
tugas
membuat
casework,
pendampingan dan Rehabilitasi Sosial. Oleh karena kurangnya anggaran tersebut maka terkadang menjadikan tugas yang harus dilaksanakan seringkali menjadi tidak berjalan dengan baik dan dengan kurangnya anggaran yang dimiliki membuat Pekerja Sosial tidak dapat mendampingi Anak yang Berkonflik dengan hukum. 5. Belum optimalnya sarana yang dimiliki oleh Panti Sosial Parmadi Putra Galih Pakuan Ciseeng Bogor, dengan kurangnya sarana yang dimiliki sehingga didalam penanganan kasus Anak yang Berkonflik dengan Hukum masih disatukan dengan orang dewasa didalam Panti sehingga kemungkinan terjadinya kekerasan terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum menjadi sangat besar dan pengawasan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum juga menjadi sulit karena didalam Panti ini yang dipisahkan adalah berdasarkan jenis Narkoba yang dipakai. Sedangkan hambatan yang dialami oleh Pembimbing Kemasyarakatan adalah: 1. Pekerja Sosial seringkali menolak perkara anak yang diajukan oleh pihak Balai Pemasyarakatan, hambatan seperti ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya anggaran yang dimiliki oleh Pekerja Sosial dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak semua perkara yang diajukan dapat ditangani oleh Pekerja Sosial. 2. Pihak Balai Pemasyarakatan seringkali dilibatkan setelah selesainya proses Penyidikan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, sehingga dengan demikian waktu yang dimiliki untuk membuat Penelitian Kemasyarakatan juga menjadi sempit sehingga dengan waktu yang sempit seringkali menjadi menyulitkan untuk melibatkan Pekerja Sosial untuk membuat casework, karena
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
waktu yang dibutuhkan untuk membuat casework juga memakan waktu yang cukup lama. KESIMPULAN Dalam melaksanakan fungsinya untuk melakukan Rehabilitasi Sosial dan Advokasi Sosial Pekerja Sosial Profesional memiliki tugas dari semenjak dimulainya proses penyidikan sampai dengan selesainya proses persidangan anak. Akan tetapi dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masih banyak hambatan sehingga pelaksanaan tugas Pekerja Sosial Profesional menjadi kurang optimal, hambatan-hambatan tersebut dapat menjadi sangat merugikan bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Secara khusus, menjawab pokok permasalahan yang diajukan pada awal penulisan skripsi ini tentang Peranan Pekerja Sosial dalam Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan dengan Hukum Menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Maka dalam hasil penelitian ini menemukan hal-hal sebagai berikut: 1. Peran Pekerja Sosial dalam Sistem Peradilan Pidana Anak memiliki peran sebagai berikut: a.
Pendidik, yaitu memiliki fungsi untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman klien melalui bimbingan-bimbingan sebagai upaya pencegahan, penyembuhan , penguatan dan pengembangan, sehingga klien memiliki kemampuan untuk menghadapi permasalahan dalam mencapai perubahan fungsi sosial. Tugas-tugas Pekerja Sosial Profesional sebagai pendidik antara lain: i. ii. iii. iv. v. vi. vii.
b.
Bimbingan Fisik; Bimbingan Mental; Bimbingan Sosial; Bimbingan Keterampilan; Bimbingan Psikososial; Bimbingan Advokasi; Bimbingan Pengembangan Masyarakat.
Konselor, yaitu memiliki fungsi untuk membantu klien memperbaiki keberfungsian sosialnya, yaitu situasi dimana klien dapat memenuhi kebutuhan dan dapat mengatasi masalah. Tugas-tugas sebagai Konselor antara lain: i. ii. iii.
Mengungkap dan memahami masalah yang dihadapi klien; Menciptakan situasi nyaman untuk mengungkap perasaan klien; Menentukan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan pemecahan masalah;
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
c.
Motivator, yaitu memiliki fungsi untuk mendorong, mengajak dan mempengaruhi klien untuk melakukan upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi, tugastugas sebagai motivator antara lain: i. ii. iii. iv. v.
d.
Memberikan penjelasan kepada klien tentang masalah yang dihadapi; Memberikan kesadaran kepada klien tentang masalah yang dihadapi; Memberikan penjelasan kepada klien tentang cara mengatasi masalah; Memberikan penjelasan kepada klien tentang cara melakukan perubahan sikap dan perilaku serta hubungan emosional dengan lingkungannya; Memberikan penjelasan kepada klien tentang cara menggali potensi yang dimiliki klien.
Fasilitator, yaitu memiliki fungsi menyediakan kemudahan bagi klien untuk mengenali, menyadari, merumuskan dan menentukan alternatif pemecahan masalah klien selama proses rehabilitasi, tugas-tugas sebagai motivator antara lain: i. ii. iii. iv.
e.
Menggali potensi klien tentang pengetahuan, pengalaman, kemampuan dan kekuatannya; Menggali masalah klien mengenai kuantitas, kualitas dan dampak masalah; Melakukan anlisis masalah yang perlu untuk diselesaikan dan menentukan alternatif pemecahan; Menggali harapan klien tentang kebutuhan nyata.
Penghubung yaitu memiliki fungsi klien dalam memecahkan masalah atas dasar kemampuannya sendiri karena sistem sumber yang ada tidak terjangkau, tugastugas dari Penghubung adalah sebagai berikut: i. ii. iii. iv. v. vi.
f.
Mempelajari dan memahami masalah klien; Membantu merumuskan masalah klien; Mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat digunakan baik sumber informal, formal dan kemasyarakatan; Mengumpulkan dan memberikan informasi yang relevan dengan masalah yang dihadapi klien kepada sistem sumber; Menghubungkan dengan sistem pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan klien; Merujuk kepada lembaga pelayanan lain yang dapat membantu pemecahan masalah klien.
Advocat yaitu memiliki fungsi membantu klien dalam memperoleh hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan, sumber daya, perlindungan dan pendampingan dalam kasus pelanggaran hukum serta mempengaruhi pembuat kebijakan untuk mengubah atau membuat kebijakan yang berpihak kepada klien tugas-tugas dari Advocator adalah sebagai berikut: i. ii.
Menginformasikan kepada klien akan hak dan kewajibannya; Mendampingi klien memperoleh hak yang terabaikan, baik oleh keluarga, lembaga atau instansi lain yang terkait;
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
iii. iv. v.
g.
Melakukan pendekatan kepada pihak-pihak lain yang terkait untuk membantu klien menyelesaikan kasusnya baik di dalam ataupun diluar lembaga; Mendampingi klien apabila mengalami kesulitan dalam mengakses sumber daya dan pelayanan yang dibutuhkan; Membangun kerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka memperoleh dukungan untuk mendesak pembuat kebijakan untuk membuat atau mengubah kebijakan yang memperhatikan kepentingan klien.
Manajer Kasus yaitu memiliki fungsi untuk memfasilitasi klien untuk memanfaatkan pelayanan yang disediakan oleh beberapa lembaga lain, untuk mencapai kelangsungan
pelayanan
bagi
klien
dan
keluarganya
melalui
proses
menghubungkan klien dengan pelayanan yang sesuai, tugas-tugas dari Manajer Kasus adalah sebagai berikut: i. Mengumpulkan informasi dan menilai situasi klien agar dapat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta apa yang dapat dilakukan terhadap klien; ii. Melakukan identifikasi terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi klien; iii. Memformulasikan suatu rencana pelayanan yang memungkinkan untuk pemenuhan kebutuhan masalah klien; iv. Menempatkan dan meyediakan pelayanan yang dibutuhkan klien; v. Menyusun dan menyampaikan pelayanan yang dibutuhkan klien; vi. Mengkoordinasikan
bantuan
dari
pelayanan-pelayanan
yang
dibutuhkan klien; vii. Memonitor efektifitas rencana pelayanan dalam memenuhi kebutuhan klien; viii. Membuat penyesuaian pelayanan yang dibutuhkan dalam rencana untuk memberikan pelayanan yang lebih baik; ix. Melakukan pembelaan terhadap klien terutama dalam pelayanan yang ada menjadi sistem yang sulit dimanfaatkan atau diakses; x. Bekerja
dengan
orang-orang
lain
dalam
masyarakat
untuk
mengembangkan pelayanan dan program yang dibutuhkan oleh klien tetapi tidak tersedia dalam masyarakata tersebut.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
h.
Administrator yaitu memiliki fungsi melaksanakan kegiatan pendukung untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan, pelayanan dan program lembaga bagi klien, tugas-tugasnya antara lain: i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii. ix. x. xi. xii. xiii. xiv. xv. xvi. xvii. xviii. xix. xx. xxi. xxii.
i.
Mempelajari kebijakan pelayanan; Menjabarkan kebijakan kedalam bentuk perencanaan program dan kegiatan dengan memperhatikan prioritas dan sumber yang dimiliki lembaga; Memfasilitasi pelaksanaan program dan kegiatan; Mempromosikan standar pelayanan yang dilaksanakan lembaga; Mensosialisasikan program lembaga kepada masyarakat luas; Memelihara operasionalisasi program, unit pelayanan dan atau keseluruhan kegiatan lembaga; Merekrut dan memilih staf yang kompeten dengan tugasnya; Menganalisa struktur organisasi lembaga; Mengevaluasi program kerja lembaga; Membantu penyelesaian konflik dalam lembaga atau konflik antar petugas; Menyediakan sumber-sumber yang diperlukan untuk operasionalisasi lembaga; Mengelola keuangan dan mendokumentasikan penggunaan sumber yang dimiliki lembaga; Merencanakan kebutuhan fisik dan memelihara perlengkapan yang dimiliki lembaga; Menjadwalkan pertemuan berkala; Memberikan kesempatan kepada sesama petugas pelaksana program dalam mengemukakan pendapat dan memberikan masukan untuk perbaikan kegiatan lembaga; Menginformasikan hasil-hasil pertemuan berkala kepada sesama petugas pelaksana program yang terkait dalam kegiatan lembaga; Mensosialisasikan kebijakan dan program baru baik secara intern maupun ekstern; Mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas; Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan; Melakukan pengawasan mutu program kegiatan; Mengumpulkan data pelayanan yang diberikan oleh lembaga; Memberikan saran untuk perbaikan pelayanan.
Enabler yaitu memiliki fungsi membantu klien untuk menemukan kekuatan-kekuatan dan atau potensi yang diliki klien untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, tugas-tugasnya antara lain: i. ii. iii.
j.
Mengidentifikasi kekuatan dan potensi yang dimiliki klien guna mendukung pemecahan masalah dan memperkuat ketahanan diri klien; Mengidentifikasi masalah yang dihadapi klien yang dapat mengancam dan merusak proses penyembuhan klien; Merumuskan prioritas masalah yang akan ditangani.
Perencana yaitu memiliki fungsi untuk menetapkan perencanaan penanganan masalah yang akan diterapkan kepada klien yang prosesnya memungkinkan melibatkan
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
klien berdasarkan hasil pengumpulan data, informasi dan fakta-fakta yang ditujukan untuk pencapaian proses penyembuhan klien, tugas-tugasnya antara lain: i. ii. iii. iv. k.
Melaksanakan pengumpulan data berkaitan dengan latar belakang kehidupan klien dan keluarganya; Mengolah dan menganalisa hasil pengumpulan data; Melaksanakan kegiatan untuk pencapaian tujuan dalam proses penyembuhan klien; Menyampaikan hasil penanganan masalah yang sudah dilakukan klien kepada keluarga melalui surat, laporan maupun penyampaian langsung.
Liaison yaitu memiliki fungsi untuk menghubungkan klien dengan lembaga pelayanan dan sebaliknya, yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi klien, tugastugasnya antara lain: i. ii. iii. iv.
l.
Mengidentifikasi lingkungan fisik dan sosial di keluarga klien; Menyampaikan informasi hasil identifikasi kepada lembaga pelayanan; Merancang suatu pertemuan antara keluarga klien dengan lembaga pelayanan; Menghasilkan strategi atau program partisipasi keluarga klien terhadap proses rehabilitasi.
Mediator yaitu memiliki fungsi untuk menengahi konflik yang terjadi antara sesama klien dan atau dengan sistem sumber agar tercipta situasi yang nyaman dalam kebersamaan klien, tugasnya antara lain: i. ii. iii.
Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi; Menganalisa masalah, sebab akibat, serta dampak terjadinya masalah; Melakukan konseling secara terpisah terhadap pihak klien dengan pihak korban; iv. Melakukan konsultasi dengan pihak-pihak terkait dengan konflik yang dialami oleh klien; v. Menyatukan kembali klien yang mengalami konflik secara obyektif. 2. Dilihat dari hubungan kerjasama terutama dengan pihak Balai Pemasyarakatan belum terlihat adanya kerjasama yang baik. Karena dalam banyak kasus Pekerja Sosial selalu dilibatkan setelah proses persidangan selesai. Padahal Pekerja Sosial sebenarnya memiliki fungsi mulai dari awal proses penyidikan hingga selesainya proses penyidikan. 3. Dalam menjalankan tugasnya masih banyak kendala yang dihadapi oleh Pekerja sosial diantaranya adalah: a. Kurangnya Sumber Daya Manusia di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani dan Panti Sosial Parmadi Putra Galih Pakuan, dengan sumber daya yang kurang sedangkan tugas yang harus dilaksanakan banyak pengawasan dan penanganan terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum menjadi tidak maksimal. b. Belum adanya kesamaan persepsi para aparat penegak hukum tentang hak-hak anak dan penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, hal ini membuat
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
hasil rekomendasi yang dibuat dalam casework sering tidak dilaksanakan oleh aparat penegak hukum lainnya, dan seringnya Pekerja Sosial tidak dilibatkan dalam perkara Anak yang Berkonflik dengan Hukum sehingga akan sangat merugikan bagi anak yang berkonflik dengan hukum. c. Belum terjalinnya hubungan koordinasi dan kerjasama yang baik terutama dengan pihak Balai Pemasyarakatan, belum terjalinnya kerjasama yang baik dengan pihak Balai Pemasyarakatan terlihat dengan tidak selalu dilibatkannya Pekerja Sosial dalam Perkara Anak yang Berhadapan dengan Hukum. d. Kurangnya anggaran untuk melaksanakan tugas membuat casework, pendampingan dan rehabilitasi sosial. SARAN 1. Casework yang dikerjakan Pekerja Sosial sebaiknya digunakan sebagai pelengkap dari Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh Balai Pemasyarakatan, sehingga hasil rekomendasi dari hasil Penelitian Kemasyarakatan dapat menjadi maksimal dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum mendapatkan penanganan terbaik yang tepat untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. 2. Agar dibuat Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur hubungan dan pola koordinasi yang jelas antara Pekerja Sosial dengan Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan dengan demikian diharapkan Anak yang Berkonflik dengan Hukum mendapatkan perlindungan yang maksimal. 3. Agar dirubah sistem birokrasi dalam Panti Sosial sehingga Pekerja Sosial tidak lagi sulit untuk mendapatkan anggaran untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, dan perlunya ditambahkan Sumber Daya Manusia yang berkompeten sebagai Pekerja Sosial sehingga pengawasan dalam Panti Sosial jadi dapat dilaksanakan secara maksimal dengan demikian diharapkan tidak ada lagi hal-hal negatif yang dilakukan oleh Penerima Manfaat didalam área Panti yang dapat mempengaruhi penghuni panti lainnya.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku Djamil, M. Nasir, Anak Bukan Untuk Dihukum, cet. Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta. Sinar Grafika 2008. Harahap, M Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Kartono, Kartini, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: Rajawali, 1979. Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011. Prakoso, Abintoro, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak. cet.1, (Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2013.
Prints, Darwan, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti 2003. Purnianti, Mamik Sri Supatmi dan Ni Made Martini Tinduk. Analisa Situasi Sistem Peradilan Anak (Juvenile Justice System) Di Indonesia, Cet.1. Jakarta: Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, s.a. Soetodjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak, Cet. Kedua. Bandung: Refika Aditama, 2008.
Sri Mamudji, et. al. Metode Penelitian dan Penelitian Hukum. Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2005. Sudarsono. Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi Jakarta: Rineka Cipta. 2012. Supramono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, 2005.
Widodo, Prisonisasi Anak Nakal Fenomena dan Penanggulangannya, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
Indonesia, Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak, UU No. 4 Tahun 1979, LN No. 32 Tahun 1979. Indonesia, Undang-Undang tentang Lembaga Pemasyarakatan, UU No. 12 Tahun 1995. Indonesia, Undang-Undang tentang Pengadilan Anak, UU No. 3 Tahun 1997. Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2002. Indonesia, Undang-Undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No. 11 Tahun 2012. LN. No. 153. Indonesia, Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang No. 11 Tahun 2009, LN No. 12, TLN No. 4967. Keputusan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial No. : 110/RS-KSA/KEP/2011 tentang Pedoman Kerjasama Antar Kementerian/Lembaga Dalam Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. Mahkamah Konstitusi, Judicial Review atas Undang-Undang Pengadilan Anak, Putusan Nomor Nomor 1/PUU-VIII/2010. Surat Keputusan Bersama tahun 2010 antara Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum
Situs Internet “Pekerja Sosial sebagai inisiator dalam Penangan Anak yang Berhadapan dengan Hukum,” http://disos.jabarprov.go.id/berita/, Diunduh 5 Juni 2013. “Balai Pemasyarakatan (BAPAS) merupakan inti Direktorat Jenderal Pemasyarakatan”, http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=1030&Itemid=43, diakses 05 Juni 2013. http://wwwdayatranggambozo.blogspot.com/2010/12/metode-metode-pekerjaan-sosial-social.html, diakses 17 Juli 2013.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
Dengan tidak dilibatkannya Pekerja Sosial dalam kasus Anak yang Berkonflik dengan Hukum tentu saja sangat merugikan bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum, karena dengan dilibatkannya Pekerja Sosial dalam Kasus Anak yang Berkonflik dengan Hukum maka hasil Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan dapat menjadi lebih sempurna sehingga nantinya sanksi yang diberikan terhadap Anak yang
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013
Berkonflik dengan Hukum dapat memberikan penanganan yang tepat bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum sehingga Anak tersebut dapat berubah menjadi lebih baik dan tidak mengulangi kembali perbuatan yang melanggar hukum. Dalam kasus ini terlihat bahwa hubungan koordinasi antara Pekerja Sosial Profesional dengan Balai Pemasyarakatan telah berjalan dengan baik karena dalam kasus ini hasil dari Casework yang dibuat oleh Pekerja Sosial Profesional dibuat untuk melengkapi Penelitian Kemasyarakatan sehingga dalam kasus ini didalam putusannya Hakim memutus bahwa IJ dan AF yang merupakan pelaku dari kasus penyalahgunaan Narkoba di vonis untuk menjalani perobatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pada Panti Sosial Parmadi Putra Galih Pakuan Bogor selama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan, dalam kasus ini peran Pekerja Sosial tidak hanya membuat casework.
Peran Pekerja ..., Raju Tanzil Aprizan, FH UI, 2013