1
PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Polresta Surakarta)
TRISNA APRILLIA 11100062 :
Abstraksi : Diversi merupakan proses peralihan peradilan pidana formal ke pidana non formal. Peralihan ini bertujuan untuk mengurangi dan menghindari efek negatif yang ditimbulkan dari proses peradilan pidana formal.Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial.Diveri ini wajib di lakukan di setiap tingkat pemeriksaan dalam tindak pidana anak dan melibatkan semua aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, jaksa, hakim, balai pemasyarakatan serta masyarakat.
Kata Kunci : Diversi, Sistem Peradilan Pidana Anak LATAR BELAKANG Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Masa anak-anak adalah masa yang sangat rawan
melakukan tindakan, yang sangat rentan dengan
berbagai keinginan dan harapan untuk mencapai sesuatu ataupun mendapatkan sesuatu. Seringkali dalam mencapai apa yang mereka inginkan, anak-anak melakukan tindakan yang melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya merupakan proses meniru ataupun terpengaruh bujuk rayu dari orang dewasa. Terhadap
2
anak yang melakukan kejahatan, perlu segera untuk dilakukan berbagai tindakan sampai pada dengan pengajuan anak dalam proses pengadilan anak.(Setya Wahyudi, 2011:Hal 21) Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, mengangkat dua hal besar dalam penyelesaian peradilan pidana anak, yaitu keadilan restorative dan diversi.Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pelaksanaan diversi wajib diupayakan di setiap tingkat pemeriksaan perkara anak, dimulai dari tingkat penyidikan, penuntutan serta di tingkat pengadilan anak. Diversi diupayakan pertama kali ditingkat penyidikan. Pengalihan proses peradilan anak atau yang disebut dengan diversi berguna untuk menghindari efek negatif dari proses-proses peradilan selanjutnya dalam administrasi peradilan anak, misalnya labelisasi akibat pernyataan bersalah maupun vonis hukuman.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini akan dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana peraturan diversi terhadap anak nakal yang berkonflik dengan hukum menurut UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Tingkat Penyidikan?
2.
Bagaimana penerapan Diversi dalam upaya penyelesaian perkara anak ditingkat penyidikan?
3
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan TentangAnak Menurut Anak menurut Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) dijabarkan oleh Irma Setyowati Soemitro bahwa Anak yaitu seseorang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial (Irma Setyowati Sumitro 1990: hal 16). Dari segi lain seperti agama maupun adat pada umumnya yang
disebutkan sudah dewasa adalah mereka yang jika wanita sudah pernah haid dan jika laki-laki sudah pernah mengeluarkan sperma dalam keadaan tidak sadar(Hassan,1983:Hal 45) B. Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Menurut Jhonatan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang disangka, didakwa atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum dan memerlukan perlindungan(Jhonathan, 2007:Hal
81).
Anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak yang terpaksa berkontak dengan sistem pengadilan pidana karena :Disangka, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum,menjadi korban akibat perbuatan pelanggaran hukum,telah melihat, mendengar, merasakan atau mengetahui suatu peristiwa pelanggaran hukum(Apong Herlina, 2004:Hal 17)
4
C. Tinjauan Tentang Penyidikan Penyidik adalah Pejabat Polisi negara indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang di beri wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidikan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan oleh penyidik anak. Dalam kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak, penyidik anak harus memperhatikan kepentingan yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental ataupun sosial anak (Gatot Supramono, 2002.Hal 40). Penyidik wajib mengupayakan diversi. Dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 dijelaskan pada pasal 1 angka 7 Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Shanty Dellyna mendefinisikan diversi adalah “proses yang telah diakui secara internasional sebagai cara terbaik dan paling efektif dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Secara sederhana diversi dapat disimpulkan sebagai cara penanganan anak yang berhadapan dengan hukum tanpa melalui proses peradilan yang formal.
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris dengan tipologi yuridis sosiologis yaitu penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat.
5
B. Sifat Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan sifat penelitian deskriptif dengan studi kasus. Penelitian deskritif tata kerjanya memberikan data seteliti mungkin tentang aktifitas manusia , gejala-gejala, segala sesuatu yang berhubungan dengan aktifitas manusia, sifat-sifat dari benda dan hasil karya manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya. C. Sumber Data 1.
Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara
langsung di lapangan. Dalam hal ini sumber data primernya atau narasumber adalah anggota penyidik Polresta Surakarta yang pernah menangani kasus perkara anak dan Petugas PPA Polreta Surakarta.
2.
Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah sejumlah data yang meliputi keterangan yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Adapun materi penelitian ini meliputi :
a.
Bahan Hukum Primer Adapun Bahan hukum primer penelitian ini sebagai berikut,Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI, Undang-undang RI No. 11 Tahun 2012
6
Tentang Sistem Peradilan Anak, Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. b.
Bahan Hukum Sekunder Berupa literatur-literatur hukum, informasi dari internet, dan penulisan-penulisan
hukum
yang
terdapat
hubungan
dengan
pelaksanaan diversi ditingkat penyidikan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana. c.
Bahan Hukum Tersier Kamus Besar Bahasa Indonesia,Ensiklopedia Hukum Indonesia, Kamus Hukum Indonesia.
D. Teknik Pengumpulan Data Didalam memperoleh data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini penulis menggunakan data-data sebagai berikut : 1) Studi Lapangan Dalam pengumulan data dengan metode wawancara ini ada 2 pihak yang akan diwawancarai yaitu penyidik yang pernah menganggani kasus dengan pelaku tindak pidana adalah anak dan petugas PPA Polresta Surakarta. 2) Studi Kepustakaan Teknik Pengumpulan data dengan mencari buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
7
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Paparan kasus Upaya pelaksanaan Diversi di terus di upayakan di setiap tingkat pemeriksaan. Diversi ditingkat penyidikan adalah upaya yang pertama kali di tingkat pemeriksaan yang diharapkan menghindarkan anak dari proses pemeriksaan di tingkat selanjutnya, atau dengan kata lain anak tidak harus sampai pada proses peradilan pidana formal. Proses diversi anak ditingkat penyidikan diawali dengan memanggil anak yang telah melakukan tindak pidana, atau apabila anak tersebut tertangkap tangan segera di bawa kantor polisi sesuai dengan daerah hukumnya.Didalam tindak pidana yang dilakukan anak tidak dilakukan penangkapan ataupun penahanan, hal ini berbeda seperti dalam penyidikan orang dewasa yang dilakukan penangkapan dan penahanan.Karena penangkapan dan penahanan akan menimbulkan rasa traumatik pada diri si anak.Pememeriksaan anak pun juga harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, dengan mencatat semua keterangan yang pelaku berikan. Saat dilakukan pemeriksaan anak wajib didampingi oleh orang tua/ wali ataupun dari LSM. Hasil wawancara dengan Kasubit idik PPA Endang Tri Handayani, menjelaskan bahwa setiap anak yang dilakukan penyidikan wajib didampingi oleh orang tua/ wali maupun LSM. Pihak PPA Polresta Surakarta juga bekerja sama dengan LSM Surakarta mengenai tindak pidana yang dilakukan anak.Apabila PPA Polresta Surakarta sedang melakukan penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana,akan berkoordinasi dengan LSM melalui telepon agar melakukan pendampingan
8
terhadap anak tersebut.Setelah melakukan pemeriksaan terhadap anak PPA memintakan LITMAS BAPAS, sebagai rekomendasi bagi PPA untuk melakukan diversi atau dilanjutkan pada tingkat penuntutan.Bapas dalam perkara anak mencari keterangan mengenai tindak pidana yang dilakukan anak tersebut,baik dari lingkungan keluarga, korban ataupun masyarakat sekitar (Hasil wawancara dengan Kasubit idik PPA Endang Tri Handayani,tanggal, 13 November 2014). Bapas yang telah selesai melakukan penelitian kemudian
mengeluarkan litmas dan ada atau tidak rekomendasi untuk melakukan diversi.Karena PPA anak tidak akan melakukan diversi apabila tidak ada rekomendasi dari BAPAS , jadi pelaksanaan diversi ditingkat penyidikan harus ada rekomendasi dari BAPAS terlebih dahulu.Seperti yang dipaparkan Kasubit idik PPA Endang Tri Handayani, PPA Polresta Surakarta akan mengadakan diversi setelah ada rekomendasi dari BAPAS.PPA kemudian akan menggundang para pihak dari pelaku, korban keluarga korban dan pelaku, Lsm dan Bapas.Diversi yang telah dilakukan akan dibuatkan berita acara diversi sebagai hasil kesepaktan apakan diversi itu di terima atau tidak. Setiap hasil kesepakatan diversi di tiap tingkat pemeriksaan yang di terima para pihak kemudian di mintakan penetapan di Pengadilan Negeri berdasarkan daerah hukumnya. Dalam kasus ini Polresta SKA mengirimkan permohonan diversi dengan nomor : B/ 625 / X/ 2014 / Reskrim. Dengan rujukan : Undang- undang No. 2 tahun 2002, tentang Kepolisian Republik Indonesia, Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak,Laporan Polisi Nomor : LP/ B / 552 / IX / 2014 / JATENG / RESTA
9
SKA tanggal 04 September 2014, serta dikirimkan Surat Keputusan Diversi Nomor : 01/KD/XI/RESTA Ska tanggal 10 Oktober 2014 kepada Pengadilan Negeri Surakarta,yang telah diterima dan di sepakati oleh para pihak baik pelapor
maupun
terlapor.Selanjutnya
Pengadilan
Negeri
Surakarta
mengeluarkan penetapan diversi Nomor : 01/ Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt pada tanggal 22 Oktober 2014. Menimbang, bahwa sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak pada pokonya mengatur bahwa hasil kesepakatan diversi yang dilakukan di semua tingkat pemeriksaan dimohonkan penetapan pengadilan di wilayah hukum masing-masing; Menimbang bahwa setelah meneliti isi surat kesepakatan dan juga laporan para Pembimbing Kemasyarakatan tersebut di atas yang ada pada pokoknya Anak-anak tersebut dikembalikan ke orang tuanya masing-masing, dan paraTerlapor bersedia meminta maaf, mengganti biaya pengobatan, dan tidak mengulangi
perbuatan,
karenanya
Pengadilan
berpendapat
bahwa
Kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan dapat disahkan. Menimbang, bahwa oleh karena Kesepakatan Diversi tersebut disahkan, maka memerintahkan untuk melaksanakan Kesepakatan tersebut. Menimbang bahwa mengenai barang bukti dalam perkara ini, oleh karena tidak dimasukkan dalam kesepakatan dan tidak dimohonkan penetapan statusnya maka pengadilan tidak menetapkan status barang bukti. Memperhatikan Pasal 12, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
10
Anak, PERMA No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. MENETAPKAN: 1.) Menyatakan Kesepakatan Diversi sebagaimana yang tertuang di dalam Berita Acara Kesepakatan Diversi No: 01/KD/X/2014/Reskrim Tanggal 10 Oktober 2014 yang ditandatangani oleh Pihak Terlapor, Pihak Pelapor, Pihak Penyidik dan Pihak Balai Pemasyarakatan tersebut diatasa sah menurut hukum. 2.) Memerintahkan kepada Pihak Terlapor, , Pihak Pelapor, Pihak Penyidik dan
Pihak
Balai
Pemasyarakatan
tersebut
untuk
melaksanakan
kesepaktan tersebut;
B. Peraturan Diversi Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Konsep diversi merupakan konsep peralihan peradilan pidana formal menjadi atau ke peradilan pidana non formal. Dijelaskan dalam UU No. 11 Tahun 2012, proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial, berdasarkan keadilan Restoratif. Peraturan diversi dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 diatur dalam Pasal 6 hingga pasal 15.Proses diversi ini wajib dilakukan di setiap tingkat pemeriksaan dalam tindak pidana anak dan melibatkan semua aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, jaksa, hakim, balai pemasyarakatan
11
serta masyarkat. Dalam Konsep Restorative Justice masyarakat ikut berperan aktif untuk penyelesaian tindak pidana.Masyarakat dianggap sangat berguna dan penting untuk membantu memperbaiki kesalahan dan penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Dalam perkara anak, pemeriksaan yang dilakukan berbeda dengan pemeriksaan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Pemeriksaan anak harulah dikemas dalam suasana kekeluargaan sebagaimana yang diatur dalam pasal 18 UU RI No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa : “Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara”. Dalam melakukan pemeriksaan terhada anak, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya (Pasal 27 ayat 1 dan 2 UU No. 11 Tahun 2012). Laporan penelitian kemasyarakatan, dipergunakan oleh penyidik anak sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan penyidikan, mengingat bahwa anak nakal perlu mendapat perlakuan sebaik mungkin dan penelitian terhadap anak dilakukan secara seksama oleh peneliti kemasyarakatan (Bapas), agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar.
12
Aparat penengak hukum untuk melakukan diversi hal-hal yang harus di pertimbangkan, karena tidak semua tindak pidana yang dilakukan oleh anak dapat dilakukan diversi. Tindak pidana yang dapat dikenakan diversi hanya tindak pidana yang diancam dengan pidan dibawah 7 tahun dan bukan merupakan
penggulangan
tindak
pidana.
Pertimbangan
yang
harus
diperhatikan penegak hukum dalam melakukan diversi antara lain : a. Kategori tindak pidana b. Umur anak c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d. Dukungan lingkungan dan masyarakat. Dalam pelaksanaan diversi ini ada dua kemungkinan berhasil ataupun gagal. Apabila diversi ini diterima maka proses pemeriksaan anak akan dihentikan dan akan ada Kesepakatan Diversi, namun apabila diversi ini gagal maka proses pemeriksaan anak akan dilanjutkan pada tingkat proses pemeriksaan selanjutnya. Dalam hal diversi ini diterima akan dibuat Kesepakatan Diversi, kesepakatan ini harus mendapat persetujuan dari korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya.Hasil kesepakatan diversi, dapat berupa : Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, Penyerahan kembali kepada orang tua/wali, Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (Tiga), Pelayanan masyarakat. Setelah Kesepakatan diversi tersebut telah disetujui oleh semua pihak, kemudian kesepakatan tersebut akan dimintakan penetapan di
13
Pengadilan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya.Pasal 12 ayat 3 dan 4 UU No. 11 Tahun 12 menyebutkan penetapan dilakukan paling lama 3 hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan diversi dan penetapan tersebut akan disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 hari sejak ditetapkan. KESIMPULAN Peraturan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Diversi merupakan konsep peralihan peradilan pidana formal menjadi atau ke peradilan pidana non formal. Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial, dan pekerja sosial. Pelaksanaan diversi pertama kali di upayakan ditingkat penyidikan atau di Kepolisian.Dikepolisian yang menganggani perkara anak adalah PPA.Proses diversi anak ditingkat penyidikan diawali dengan memanggil anak yang telah melakukan tindak pidana. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap anak PPA memintakan LITMAS dari BAPAS, sebagai rekomendasi bagi PPA untuk melakukan diversi atau dilanjutkan pada tingkat penuntutan.Setelah ada rekomdasi dari BAPAS, PPA kemudian akan menggundang para pihak dari pelaku, korban keluarga korban dan pelaku, Lsm dan Bapas untuk mengadakan diversi.
14
DAFTAR PUSTAKA Apong Herlina dkk. 2004. Perlindungan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Jakarta : Unicef. Hassan, 1983 kumpulan soal tanya jawab tentang berbagai masalah agama. Diponegoro, Bandung Gatot Supramono.2002. Hukum Acara Peradilan Anak. Jakarta : Djambatan. Irma Setyowati Sumitro. 1990. Aspek Hukum Perlindungan Anak,. Jakarta. :Bumi Aksara. Jhonathan. 2007. Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Perspektif Nasional. Medan : PKPA
Romli Atmasasmita. 1994. Problema Kenakalan Anak-Anak dan Remaja. Bandung : Armico. Setya Wahyudi.2011. Impementasi Ide Diversi Dalam Pembeharuan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia.Yogyakarta : Gentha Publishing. Shanty Dellyana. 1988. Wanita dan Aanak Dimata Hukum. Yogyakarta : Liberty Simanjutak.1979.Latar Belakang Kenakalan Remaja. Bandung: Alumni. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI. Undang-undang RI No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.