Peran Pajak Dalam Peningkatan Dunia Pendidikan M.E. Retno Kadarukmi Fakultas Hukum, Universitas Katolik Parahyangan,
[email protected] Abstract Education has an important role in improving human resources in Indonesia. Education also affect the full economic growth. Countries that have a population with high educational level will have this level of rapid economic growth. Indonesia, in this case the government has an obligation to fund the development including the development of education. One of the sources of funds for development financing is from tax. Therefore, the government must act wisely in the use of funds has been obtained from collecting taxes to finance education, so that the move visible role education tax. Keywords: Education, tax, human resources
1. Pendahuluan Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pembangunan di segala bidang termasuk bidang pendidikan, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran pembangunan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran untuk Pembangunan Nasional untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia menjadi suatu masyarakat yang adil dan makmur secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila. Kita pun sudah melihat dan mengetahui bahwa saat ini pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh terhadap fertilitas masyarakat. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia, pemerintah merupakan satu sistem dengan pihak swasta dan masyarakat. Hubungan pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dalam peranannya dalam meningkatkan pemerataan pendidikan dan mutu pendidikan. Sementara itu, penJurnal Administrasi Bisnis (2011), Vol.7, No.2: hal. 171–178, (ISSN:0216–1249) c 2011 Center for Business Studies. FISIP - Unpar . ⃝
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.75
172
M.E. Retno Kadarukmi
didikan nasional kita dihadapkan kepada beberapa masalah antara lain peningkatan kualitas, pemerataan kesempatan, keterbatasan anggaran yang tersedia dan belum terpenuhinya sumber daya dari masyarakat secara profesional sesuai dengan pinsip pendidikan sebagai tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orangtua1 . Pada era globalisasi saat ini masyarakat Indonesia dituntut untuk menjadi masyarakat yang berpendidikan, dalam arti dituntut untuk menguasai berbagai hal dan kemampuan. Untuk dapat memberikan dan meningkatkan kemampuan adalah dengan bersekolah atau masuk suatu lembaga pendidikan. Namun sayangnya tidak semua masyarakat Indonesia dapat menikmati pendidikan itu karena keterbatasan kemampuan finansial. Ini merupakan masalah yang serius dalam pembangunan dunia pendidikan di Indonesia. Pemerintah belum lama ini mengundangkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (selanjutnya disebut UU BHP) yang menimbulkan berbagai komentar. Berbagai pihak menganggap bahwa dengan lahirnya UU BHP, biaya pendidikan menjadi semakin mahal dan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat. Negara dituduh menghindar dari kewajiban konstitusional di bidang pendidikan seperti yang tertera dalam Pasal 31 UUD 1945. Kekuatiran masyarakat dan tuduhan kepada negara tersebut muncul karena negara mempersilakan penyelenggara pendidikan untuk mendanai kegiatannya secara mandiri melalui pendirian Badan Hukum Pendidikan. Namun kita perlu juga memperhatikan bahwa Badan Hukum Pendidikan yang dimaksud adalah badan hukum pendidikan yang prinsipnya nirlaba, yaitu tidak didasarkan atas motivasi mencari keuntungan untuk pemilik modal. Laba yang diperoleh harus diinvestasikan kembali dalam badan hukum pendidikan tersebut untuk meningkatkan layanan mutu pendidikan, seperti dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1) UU BHP yang berisi : ”Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau layanan pendidikan.” Pada akhirnya UU BHP yang banyak memunculkan banyak komentar tersebut, melalui putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan tidak berlaku lagi. Terlepas dari hal pencabutan UU BHP, dalam tulisan ini penulis akan mencoba membahas hubungan pajak dengan pembangunan dunia pendidikan yang ditinjau dari peran pajak itu sendiri. Dunia pendidikan yang secara khusus akan penulis bahas adalah pendidikan yang dibiayai oleh pemerintah, karena pemerintah mempunyai dana untuk membiayai pendidikan, salah satunya didapat dari pajak. Kemudian bagaimana alur pemutaran dana pajak dalam dunia pendidikan di Indonesia, serta permasalahan yang ada dan mencoba mencari solusinya. 1 Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,2002,
hlm.77-78.
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.76
Peran Pajak Dalam Peningkatan Dunia Pendidikan
173
2. Fungsi Pajak Dalam Pembangunan Pajak atau tax dalam buku-buku teori ekonomi makro biasanya dimaksudkan sebagai uang atau daya beli yang diserahkan oleh masyarakat kepada pemerintah dimana terhadap penyerahan uang atau daya beli tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung2 . Pajak yang dipungut oleh negara mempunyai beberapa fungsi, yaitu antara lain : 1. Fungsi Anggaran (Budgeter) Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara berupa Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan Transfer Pemerintah3 . 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan. 3. Fungsi Stabilitas. Dengan adanya dana yang masuk ke kas negara dari sektor pajak, pemerintah memiliki kemampuan finansial untuk membuat dan menjalankan kebijakan yang berkaitan dengan stabilitas harga sehingga devaluasi maupun inflasi dapat dikendalikan. 4. Fungsi redistribusi pendapatan. Pajak yang telah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan negara, termasuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan dan lapangan kerja yang pada akhirnya akan dapat meratakan dan meningkatkan pendapatan anggota masyarakat.
3. Gambaran Pendanaan Pendidikan di Indonesia Salah satu tujuan pemerintah Republik Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (dicetak tebal dan digaris bawahi oleh penulis). Konsekuensi yang harus ditanggung oleh negara dengan mencantumkan kata ”mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah negara dalam hal ini pemerintah harus mempunyai komitmen yang tinggi dalam penyediaan dan penyelenggaraan 2 Soediyono R, Ekonomi Makro : PengantarAnalisis Pendapatan Nasional, Liberty Yo-
gyakarta,1992, hlm.93. 3 Pengeluaran konsumsi pemerintah meliputi semua pengeluaran pemerintah, dimana pemerintah secara langsung menerima balas jasanya. Sedangkan Transfer Pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah dimana pemerintah tidak menerima balas jasa yang langsung, contohnya uang pensiun yang diterima oleh para pegawai negeri yang telah pensiun, beasiswa yang diberikan oleh pemerintah kepada mahasiswa dsb.
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.77
174
M.E. Retno Kadarukmi
pendidikan yang layak dan bermutu agar dapat menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan bermoral (berbudi pekerti). Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 yang berisi : ”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. mengamanatkan perlunya pendidikan yang layak bagi warganegara Indonesia. Dalam pasal tersebut tampak bahwa kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia bukan hanya kewajiban pemerintah saja, melainkan juga kewajiban seluruh komponen bangsa Indonesia4 . Namun jika kita kembali melihat Pasal 31 UUD 1945 maka tetap pemerintah yang memegang peran utama dalam penyelenggaraan pendidikan yang layak dan adil bagi semua warganegara Indonesia. Pada tahun 1989 Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur mengenai Sistem Pendidikan Nasional yaitu Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Seiring dengan berlakunya undangundang tersebut, Indonesia mengalami gerakan reformasi yang membawa dampak cukup signifikan dalam hampir semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Di sisi lain muncul pula gerakan pembaharuan otonomi daerah. Hal ini mau tidak mau membuat UU Nomor 2 Tahun 1989 harus mengalami penyesuaian dan pembaharuan. Oleh karena itu pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU Sisdiknas). Dengan demikian, dengan adanya UU Sisdiknas saat ini telah ada penyesuaian sistem pendidikan di setiap jenjang satuan pendidikan. Berdasarkan Pasal 13 UU Sisdiknas jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal5 yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan formal maupun nonformal dapat diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak6 . Selanjutnya, dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan terutama pendidikan formal, selain pemerintah mendirikan sekolah-sekolah negeri, pihak swasta juga diberi kesempatan untuk menyelenggarakan pendidikan guna membantu pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Penyelenggaraan pendidikan sangatlah terkait dengan pemberian sarana penunjang dalam mendukung kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan, tidak hanya pada sekolah yang didirikan oleh pemerintah, juga pada sekolah yang didirikan oleh swasta. Pembiayaan sarana penunjang pendidikan ini menjadi hal yang sangat penting, karena tidak mungkin pendidikan akan berjalan dengan baik jika sarana 4 Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yaitu ”Setiap warganegara bertanggungjawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.” 5 Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan 6 Lihat Pasal 13 UU Sisdiknas
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.78
Peran Pajak Dalam Peningkatan Dunia Pendidikan
175
penunjangnya pun tidak memenuhi syarat. Pada kenyataannya memang pengadaan sarana penunjang tersebut disesuaikan dengan masing-masing kebutuhan sekolah sehingga anggaran pembiayaan setiap sekolah akan berbeda, tapi dari sini justru munculnya perbedaan mutu pendidikan antar daerah dan polemik mengenai standar nilai Ujian Nasional (UN). Hal ini merupakan tugas pemerintah untuk mencari solusinya. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, dalam Pasal 5-nya menyebutkan setiap warganegara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, bahkan warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula untuk warganegara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak juga memperoleh pendidikan khusus. Untuk memenuhi hak warganegara seperti disebutkan di atas, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan tersebut tanpa ada diskriminasi. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna penyelenggaraan pendidikan bagi setiap warganegara, paling tidak untuk warganegara yang berusia tujuh tahun sampai lima belas tahun. Sesungguhnya bila kita cermati kelemahan sistem pendidikan di Indonesia adalah belum adanya pola dan mekanisme pendanaan pendidikan. Dari sudut pandang keuangan publik, pengeluaran untuk sektor pendidikan merupakan bagian penting dari pengeluaran negara untuk pelayanan publik. Kepentingan politik sangat berpengaruh dalam penentuan prioritas pendanaan. Kepentingan politik tersebut tampak dari persetujuan DPR maupun DPRD untuk tingkat daerah. Untuk adanya dana pendidikan tersebut, UUD 1945 dalam Pasal 31 ayat (4)-nya dan juga dalam UU Sisdiknas, dalam Pasal 49 ayat (1)-nya mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Menteri Keuangan, ”Belanja negara yang naik dari Rp.1047,7 trilyun menjadi 1104 trilyun berimbas kepada kenaikan anggaran pendidikan. Penambahan alokasi anggaran pendidikan akan dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah dan pembiayaan. Untuk program prioritas di bidang pendidikan, Menteri Keuangan menekankan program tersebut akan diberikan untuk program BOS (Bantuan Operasional Sekolah), makanan tambahan anak sekolah TK/RA dan SD/MI, pendidikan anak terlantar melalui pesantren terpadu, penjaminan mutu untuk pendidikan perguruan tinggi dan sekolah menengah kejuruan, percepatan penyelesaian rumah sakit pendidikan, dan percepatan program Millenium Development Goals (MDGs)7 . Masalah pendanaan pendidikan mencakup dua hal. Pertama adalah perbedaan antara pendanaan di sekolah negeri dibandingkan dengan sekolah swasta. Kenyataan menunjukan bahwa pengalokasian dana pemerintah untuk sekolah negeri lebih besar 7 Riau Pos.com, Anggaran Pendidikan Naik Rp 119 Trilyun, diakses 17 April 2010.
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.79
176
M.E. Retno Kadarukmi
dibandingkan dengan alokasinya untuk sekolah swasta. Hal kedua adalah perubahan kewenangan pemerintah pusat dibandingkan pemerintah daerah8 . Sumber pendanaan baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta sebenarnya masih sangat bergantung dari anggaran pemerintah. Namun, peran pemerintah di sekolah-sekolah negeri lebih besar dibandingkan pada sekolah-sekolah swasta, sebab pemerintah mempunyai target pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Hal ini sejalan dengan kenyataan di masyarakat bahwa sebagian besar siswa di tingkat SD dan SLTP bersekolah di sekolah negeri, sedangkan di tingkat SMU sebagian siswa bersekolah di sekolah swasta. Dapat dikatakan bahwa sebelum era Otonomi Daerah hampir semua pengalokasian dana pendidikan diatur oleh Pemerintah Pusat. Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 sangat berpengaruh dalam pendanaan pendidikan, khususnya dalam pengalokasian dana sektor pendidikan. Dalam rangka desentralisasi sistem pendidikan nasional di Indonesia, pola peningkatan anggaran biaya pendidikan ini bisa juga dilakukan secara bertahap dengan realokasi anggaran dari sektor-sektor lain. Anggaran juga harus dikelola secara terbuka, apalagi pada proyek-proyek besar yang didanai dari luar negeri dan dipertanggungjawabkan secara substantif, artinya tidak hanya secara administratif. Langkah-langkah strategis yang harus ditempuh untuk mengatur anggaran, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Perlu dibentuk tim ahli atau profesional untuk menilai akuntabilitas dan kelayakan proyek-proyek pendidikan berskala besar secara transparan. 2. Peran Pemerintah Pusat adalah sebagai fasilitator. Artinya Depdiknas tidak lagi diorientasikan pada proyek. 3. Daerah harus didorong agar mampu menciptakan dan membangun proyek sebaik-baiknya, sesuai dengan lingkungan geografis, ekonomis, sosial dan demografis. 4. Dialihkannya pengelolaan proyek pendidikan bantuan luar negeri dari pihak ketiga yang non-profesional kepada lembaga profesional di perguruan tinggi. 5. Renegosiasi dengan Badan Donor (donor agencies) dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas proyek9 . Desentralisasi sistem pendidikan nasional juga mempunyai korelasi yang sangat signifikan untuk tegaknya demokratisasi pendidikan yang ternyata kian relevan untuk menjawab tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah. Sebagian besar kewenangan penyelenggaraan pendidikan juga bergeser dari Pusat ke Daerah. 8 Ali Masykur Musa, Politik Anggaran Pendidikan Pasca Perubahan UUD 1945, Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009, hlm.62. 9 Ibid, hlm 67-68.
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.80
Peran Pajak Dalam Peningkatan Dunia Pendidikan
177
4. Kewajiban Pemerintah Untuk Terselenggaranya Pendidikan Yang
Layak Dunia pendidikan kita ternyata masih belum dapat menjawab tantangan kemajuan zaman. Kondisi pendidikan Indonesia juga jauh tertinggal dari negara-negara tetangga sesama ASEAN. Berdasarkan laporan UNDP, indeks pembangunan manusia (IPM) 2007 menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-108 dari 177 negara. Penilaian yang dilakukan oleh lembaga kependudukan dunia (UNDP) ini menempatkan Indonesia pada posisi yang jauh lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan Laos. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar10 . Program wajib belajar sembilan tahun ternyata hanya bagus di atas kertas, tetapi bermasalah dalam implementasinya. Walaupun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, tetapi pada prakteknya masih ditemukan adanya sekolah-sekolah yang menarik berbagai iuran yang tentu saja memberatkan orangtua siswa, terutama untuk keluarga miskin. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan bantuan dana yang berasal dari realokasi pengurangan subsidi BBM di bidang pendidikan sebagai salah satu layanan pendidikan yang diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP baik sekolah negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Program BOS ini bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain. Dengan BOS diharapkan siswa dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun. Pelaksanaan penyaluran dan pengelolaan dana BOS wajib berpedoman pada Buku Panduan Pelaksanaan BOS yang diterbitkan setiap tahun oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama sebagai departemen teknis yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan dan pengelolaan program ini. Selain itu, pemerintah dengan menggunakan fungsi pajak dapat juga meringankan beban rakyat di bidang pendidikan. Pemerintah dapat membuat kebijaksanaan berupa penghapusan Pajak Pertambahan Niai (PPN) untuk produk media cetak dan buku-buku atau majalah yang berorientasi pada pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya. Prinsip no tax for knowledge (pembebasan pajak bagi pengetahuan) dapat menjadi semangat program ini. Perlu diketahui bahwa sampai saat ini segala macam pajak yang berkaitan dengan penyediaan dan pencetakan kertas atau buku telah mencapai 40% dari total biaya produksi hampir seluruh perusahaan penerbitan buku11 . Selain pembebasan berbagai jenis pajak yang dikenakan, misalnya pembebasan pajak kertas dan bahan pembantu lainnya, pembebasan pajak penghasilan atas royalti penulis atau pengarang buku dan pajak-pajak lainnya, pemerintah sudah selayaknya memberikan subsidi pembelian kertas untuk penerbit. Tanpa ketersediaan buku-buku murah namun berkualitas, maka penciptaan pendidikan yang murah dan layak belumlah lengkap. 10 Opcit,hal.70 11 www.sampoerna-foundation.org.
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.81
178
M.E. Retno Kadarukmi
Langkah lain yang kiranya dapat ditempuh oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan dana guna pembiayaan pendidikan adalah pemerintah memberikan insentif pajak bagi investor yang berkontribusi pada sistem pendidikan nasional. Selain itu perlu diperhatikan oleh Pemerintah khususnya oleh Menteri Pendidikan menyangkut sistem pendidikan, agar tidak setiap tahun sistem pendidikan tersebut berubah yang berdampak pada penggunaan buku ajar yang hanya dapat digunakan sekali pakai. Hal tersebut tentu merupakan pemborosan dan beban untuk masyarakat (orangtua siswa).
5. Kesimpulan Pajak yang dipungut oleh pemerintah seharusnya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan di segala bidang, terutama bidang pendidikan yang dalam undangundang dasar diamanatkan bahwa anggaran pendidikan minimal 20% dari nilai APBN. Saat ini masyarakat mungkin belum merasakan secara langsung manfaat pemungutan pajak untuk bidang pendidikan, sebab pemerintah baru membebaskan biaya sekolah pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Untuk tingkat perguruan tinggi bahkan terkesan pemerintah mau lepas tangan dari kewajibannya. Diharapkan di masa depan pemerintah dapat mengupayakan peningkatan anggaran dengan melakukan upaya peningkatan efisiensi dalam sistem pendidikan, strukturisasi anggaran, dan prioritas alokasi anggaran yang memacu prestasi belajar siswa, sehingga pada akhirnya dapat dicapai peningkatan sumberdaya manusia Indonesia lewat pendidikan.
Daftar Rujukan Ali Masykur Musa. 2009. Politik Anggaran Pendidikan Pasca Perubahan UUD 1945. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Nanang Fattah. 2002. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Riau Pos.com. 2010. Anggaran Pendidikan Naik Rp 119 Trilyun. Diakses 17 April 2010. Soediyono R. 1992. Ekonomi Makro : Pengantar Analisis Pendapatan Nasional. Liberty Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
jabv7n2.tex; 27/01/2012; 14:13; p.82