Vol. 1 No. 18 | Mei 2015 (Hal 867 – 876) e-ISSN: 2527-7170
Peran Keluarga dan Petugas Kesehatan terhadap Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Puskesmas Talise Abdul Malik Lawira1 1
Jurusan Keperawatan Prodi DIII Keperawatan (Kampus Poso) Poltekkes Kemenkes Palu
Abstrak : Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda - tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang - kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi menimbulkan renjatan (syok) dan kematian.Penelitian ini bertujuan menganalisis peran keluarga dan petugas kesehatan terhadap penanggulangan penyakit demam berdarah dengue (DBD) wilayah kerja Puskesmas Talise.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan dengan menggunakan Pendekatan fenomenologi yaitu mencoba memahami tingkah laku berdasarkan perspektif keluarga dan petugas kesehatan secara mendalam arti tindakan-tindakan serta fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari - hari dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue.Hasil penelitian tentang pengetahuan keluraga tentang demam berdarah yang terdiri dari pengertian demam berdarah cukup baik tetapi pengetahuan keluarga tentang 3M1Plus, abate, liflet dan foging masih sangat kurang. Sikap keluarga terhadap penaggulangan penyakit demam berdarahmengunakan fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan sangat setuju bila petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penyakit demam berdarah. Faktor lingkungan rumah keluarga masih didapatkan kendala terutama pemberian abate pada bak penampungan air, kebiasaan membersihkan selokan,mengantung pakaian dan kebiasaan membuang sampah masih sangat kurang. Peran petugas kesehatan terutama penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat masih sangat kurang terutama dalam memberikan pelayanan kepada msayarakat dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue. Kesimpulan dan saran peran keluarga perlu lebih di tingkatkan lagi dan di dukung oleh peran petugas kesehatan dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue. Kata kunci :Peran Keluarga, Peran Petugas Kesehatan. Abstract :Dengue Hemorragic Fever (DHF) is a communicable disease caused by dengue virus and is transmitted by Aedes aegepty mosquito marked by acute fever two to seven days without any clear cause, weak, restless, heartburn, as well as bleeding sign on skin forming blood stain (petechia), purpura. Sometimes nosebleed, dysenteri, blood vomiting, decreased consciousness and tendency to cause shock and death. This study was aimed to analyze family and health worker role on prevention of DHF in coverage area of Talise Public Health Center (PHC). This study was a qualitative method using phenomenological approach to understand depthly the behavior based on the perspective of families and health workers about the meaning of actions and phenomena that occur in daily lifes in preventing DHF. Study result on family knowledge about DHF consisting of a fairly good understanding of DHF, but knowledge about 3M1Plus, abate, leaflets, and fogging still low. Attitudes towards DHF overcoming on utilizing health facility for treatment and fairly agree when health worker provide education about DHF. For household environment factors there still obstaclesmainlygrantingabate to thewater tank, gutter cleaninghabits, hanging clothes and habit of throwinggarbageis still lacking. The role ofhealth workers, especially educationand community empowermentis still lacking, especially in providing services tocommunityin the prevention of DHF. In conclusion,the role of the familyshould be improved and supportedby the role ofhealth workersin the prevention ofdengue fever. Keywords : DHF, Family role, Health worker.
867
adalah di wilayah kota Palu (Dinas kesehatan Propinsi Sulteng, 2010 ). Peneliti memilih lokasi penelitian di kelurahan Tondo wilayah Puskesmas Talise. Hal ini dukung oleh hasil penelitian yang di lakukan Rahmat, dkk, (2008) di kelurahan Tondo yang merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas Talise dengan menemukan beberapa penyebab permasalahan yakni pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah tidak sesuai dengan anjuran Departemen Kesehatan Indonesia. Dengan demikian, penyakit berbasis Iingkungan (demam berdarah dengue) masih menjadi pola kesakitan di daerah tersebut, sehingga mengindikasikan bahwa masih rendahnya peran keluarga dan petugas kesehatan.Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalis peran keluarga dan petugas kesehatan terhadap penanggulangan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di kelurahan Tondo wilayah kerja Puskesmas Talise.
PENDAHULUAN(Introduction) Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda - tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang- kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi menimbulkan renjatan (syok) dan kematian (Mubin, 2005). Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes Aegepty, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran nyamuk demam berdarah dengue semakin mudah dan semakin luas. Data Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2010 menunjukkan kasus demam berdarah dengue dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2006 terdapat 492 penderita, 2007 terdapat 1.338 penderita tahun 2008 terdapat 1.389 penderita 2009 mengalami penurunan menjadi 952 penderita namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup signifikan menjadi 2098 penderita dan yang paling tinggi angka kejadianya
METODE (Methods) Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk memperoleh jawaban atau informasi yang mendalam tentang pendapat dan perasaan seseorang yang memungkinkan untuk mendapat hal-hal yang tersirat tentang peran, sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku individu Lokasi penelitian di kelurahan Tondo wilayah kerja puskesmas Talise, dengan pertimbangan adanya permasalahan kebersihan dan kesehatan, dan diwilayah ini juga merupakan wilayah padat hunian. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Pengumpulan data primer, dengan cara observasi ke lokasi, pengambilan informan, membuat jadwaI, setelah itu 868
melakukan wawancara mendalam untuk memperoleh jawaban-jawaban yang kompleks dari informan. Pengumpulan data primer berdasarkan pedoman wawancara dan lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti. Analisis data dalam penelitian ini didasarkan pada pendekatan fenomenologi. Proses analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terusmenerus dari awal sampai akhir penelitian. Proses analisa data pada penelitian ini adalah dengan mengumpulkan seluruh data dari hasil wawancara, catatan observasi, dan catatan lapangan terhadap informan dan kemudian dibandingkan dengan teori, kepustakaan, maupun asumsi yang ada.Dalam penyajiannya bertitik tolak dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Data kualitatif diolah sesuai variabel yang tercakup dalam penelitian dengan metode induksi, yaitu metode penarikan kesimpulan dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum.Selanjutnya pelaporan disajikan gambaran secara deskriptif.
gejala, tanda demam berdarah sudah di pahami oleh informan. Dari beberapa hasil wawancara di atas tetang pengetahuan yang terdiri dari pengertian, penyebab, gejala dan tanda demam berdarah, 3 M 1 Plus, abate, liflet dan foging di dapatkan informasi bahwa pengetahuan informan tentang pencegahan penyakit demam berdarah cukup baik walaupun di dapatkan jawaban yang bervariasi pada setiap informan tetapi pada dasarnya mereka memahai apa yang di sebut dengan demam berdarah. Namun dari beberapa informan ada dua informan yang belum memahami tentang pengertian 3 M 1 Plus, abate, liflet, dan foging. Sikap Dari beberapa hasil wawancara dengan informan, peneliti mendapatkan informasi tentang sikap nampak bahwa keluarga telah mengunakan fasilitas kesehatan sebagai wadah untuk mencari pengobatan pada saat sakit demam berdarah dengue, tetapi yang menjadi kendala dari ungkapan informan adalah peran petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan dan membagi abate, liflet dan foging dirumah – rumah keluarga yang ada di kelurahan Tondo agar semua masyarakat baik yang pernah maupun yang belum pernah menderita penyakit demam berdarah selalu terhindar dari penyakit demam berdarah tersebut.
HASIL (Result) Pengetahuan Pada variabel pengetahuan, peneliti wawancarai 7 (tujuh) keluarga sebagi informan dengan beberapa pertanyaan tentang: Pengertian penyakit demam berdarah, tanda dan gejala penyakit demam berdarah, penyebab penyakit demam berdarah, 3 M 1 Plus, liflet, abate dan foging. Namun dari 7 (tujuh) informan tersebut ada 2 (dua) informan yang mempunyai pengetahuan yang masih kurang diamana pengetahuan tentang 3 M 1 Plus, abate, liflet, dan fonging belum di pahami oleh informan tetapi pengetahuan informan tentang pengertian, penyebab,
Faktor lingkungan rumah Dari hasil analisis data yang di lakukan peneliti bahwa kebiasaan membersihkan halaman rumah sering dilakukan, kamar mandi, wc, semua dalam keadaan bersih tetapi di dapatkan beberapa kendala yaitu kebersihan seperti selokan, bak penampungan air, bubuk abate,
869
kebiasan menggantung pakain dan kebiasaan membuang sampah masih dalam kategori kurang. Hal ini masih memicu terjadinya angka kesakitan terutam penyakit infeksi seperti demam berdarah karena tempat tersebut merupakan media dari nyamuk demam berdarah untuk berkembang biak apalagi pada musim hujan seperti air di selokan, palastik, daun– daun, sabuk kelapa, potongan bambu akan terjadi genangan air pada benda–benda tersebut.
dengan tetangga maupun saudara mereka yang pernah terkena demam berdarah dan pengalaman pribadi, Tetapi kalau pengetahuan yang diberikan oleh petugas kesehatan sangatlah jarang bahkan tidak pernah mereka dapatkan. Dari hasil wawancara mendalam peneliti dapatkan bahwa yang anaknya mengalami sakit dengan membawa anak mereka berobat tanpa pengetahuan yang cukup sehingga kemungkinan untuk terulang kembali penyakit demam berdarah kepada keluarga mereka sangat besar, karena demam berdarah bisa menular keanggota keluarga yang lain bila mereka tidak tahu akan pengertian demam berdarah, penyebab, gejala dan cara pencegahanya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Paiman (2000), menjelaskan bahwa penderita demam berdarah umumnya mempunyai pengetahuan yang kurang, sehingga berdampak terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah. Pengetahuan yang kurang merupakan salah satu faktor resiko terhadap kejadian demam berdarah dengue. Masyarakat dengan tingkat pengetahuan tinggi cenderung lebih memahami dan mengerti dalam menjaga kesehatan dirinya dan anggota keluarganya. Pengetahuan yang kurang yang tidak mau tahu akan pentingnya pencegahan dan penanggulangan demam berdarah juga menjadi kendala besar dikarenakan mereka ketidak mau tahu akan pentingnya 3 M 1 Plus, penggunaan abate dan kebersihan lingkungan rumah.
Peran Petugas Kesehatan dalam Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa dari ketiga peran yang dilakukan oleh petugas kesehatan, telah laksanakan di masyarakat sesuai dengan apa yang telah di rencanakan di dalam program, kecuali cara pemeberantasan nyamuk demam berdarah dengan secara biologi hal ini di sebabkan petugas kesehatan yang memegang program penanggulangan penyakit demam berdarah di puskesmas Talise belum pernah mendapatkan pelatihan tersebut. PEMBAHASAN(Discuss) Pengetahuan Berdasarkan hasil wawancara bahwa pengetahuan informan tentang penanggulangan penyakit demam berdarah sudah cukup baik walaupun di dapatkan informasi tentang pengertian demam berdarah, 3 M 1 Plus, Abate, liflet dan foging sangat bervariasi jawaban yang di ungkapkan oleh informan.Dari hasil wawancara dengan informan pengetahuan tentang demam berdarah di dapatkan dari media (televisi), dan interpersonal komunikasi, melalui pendekatan individu
Sikap Beberapa definisi sikap diantaranya adalah bentuk evaluasi atau reaksi
870
perasaan, sikap seseorang terhadap obyek, perasaan mendukung atau memihak.Keberhasilan suatu program penanggulangan penyakit demam berdarah sangat dipengaruhi oleh sikap penerimaan dan dukungan dari seluruh masyarakat, kelompok maupun individu. Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa sikap informan dalam upaya penanggulangan penyakit demam berdarah umumnya sangat setuju apabila petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penyakit demam berdarah, sikap keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan sebagai tempat untuk mendapatkan pengobatan, sehingga dalam menunjang program pemerintah mengenai penanggulangan penyakit demam berdarah dengue mendapatkan respon di masyarakat melalui sikap yang di tunjukan oleh beberapa informan yang di jadikan subyek penelitian. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fathi ( 2005) menyatakan bahwa sikap masyarakat terhadap penyakit demam berdarah yaitu semakin masyarakat bersikap tidak serius dan tidak berhati hati terhadap penularan penyakit demam berdarah akan semakin bertambah risiko terjadinya penularan penyakit DBD (Chisquare, p<0,05) dengan RR = 2,24. Hasil penelitian dapat dibandingkan pada hasil penelitian Puji Astuti (2011) yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sikap terhadap penanggulangan penyakit demam berdarah dan angka kejadian kasus demam berdarah. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pencegahan maupun penanggulangan penyakit demam berdarah dengue merupakan tantangan bagi pemerintah maupun masyarakat agar memperhatikan masalah penyakit demam
berdarah dengue. Kesadaran penaggulangan penyakit demam berdarah merupakan hal yang harus dikembangkan dalam keluarga.Keluarga yang baik adalah keluarga yang memperhatikan kesehatan anggota keluarganya. Sikap positif dari keluarga akan menunjukkan komitmen dan kebijakan yang mutlak akan penerapan penanggulangan penyakit demam berdarah sehingga menjamin kesehatan anggota keluarga yang aman, selamat dan sehat. Faktor Lingkungan rumah dan keluarga dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue. Menurut Depkes (2009), kebersihan lingkungan dari media seperti kaleng, ban bekas, plastik, tempurung dan lain-lain merupakan aspek lingkungan yang mempengaruhi terjadinya penyakit demam berdarah dengue.Sanitasi lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh keluarga dan masyarakat, sanitasi lingkungan biasanya dilakukan secara bergotong royong oleh seluruh warga di lingkungan tersebut, tetapi tidak semua masyarakat yang merasa bertanggung jawab akan keadaan sanitasi lingkungannya apalagi yang tinggal di perumahan. Masyarakat mau bergotong royong apabila kepala lingkungan mereka aktif dan mau bersama-sama masyarakat bergotong royong. Ketua Rukun tetangga sebagai tokoh masyarakat seharusnya berperan aktif tetapi hal tersebut sangat jarang sekarang ini. Menurut Soegijanto (2008), dari semua pengendalian nyamuk demam berdarah dengue seperti pengendalian biologi, kimiawi, tetap saja yang paling penting dari semua itu adalah menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan
871
lingkungannya dan memahami tentang mekanisme penularan penyakit demam berdarah dengue sehingga dapat berperan aktif menanggulangi penyakit tersebut. Sejalan dengan hal di atas maka kepala lingkungan dianggap sebagai orang yang sangat dekat dengan masyarakat dan merupakan perpanjangan peran dari pemerintah. Selama ini masyarakat merasa bahwa kepala lingkungan merekalah yang harusnya berperan serta aktif untuk mengajak warganya membersihkan dan menjaga sanitasi lingkungan. Kepala lingkungan sudah seharusnya tanggap akan situasi yang ada pada warganya apalagi warga merasa mereka yang mengangkat kepala lingkungan melalui musyawarah bersama. Penelitian yang dilakukan oleh Wahidin dan Kusdi (2009), menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor keadaan lingkungan berupa kebersihan halaman rumah dari sampah yang dapat menampung air seperti botol bekas, tempurung dan lain-lain dengan penyakit demam berdarah dengue. Hal tersebut berlawanan dengan yang peneliti dapatkan karena sampah juga dapat menimbulkan demam berdarah dengue bila sampah tersebut dibiarkan berserakan dan tanpa memeriksa ada tidak air di dalamnya serta menempatkan sampah tersebut dengan baik, keluarga hanya membuang sampah yang tidak berguna seperti sampah sayuran, sisa nasi, dan sampah belanjaan seperti bekas kantongan dan sampah kertas, tetapi sampah seperti kaleng bekas cat, botol plastik, botol kaca dan benda-benda yang bisa mereka jual selalu mereka simpan padahal bila benda-benda tersebut tidak disimpan dengan benar dan benar-benar bersih dari air maka akan menyebabkan
demam berdarah karena jentik nyamuk bisa tinggal ditempat tersebut. Menurut Sutari (2004), penanggulangan demam berdarah pada keluarga sampai saat ini masih belum berjalan dengan baik, penyakit demam berdarah terus saja terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan oleh keluarga. Masyarakat yang tinggal diperumahan biasanya tidak terlalu pusing dengan sampah karena "biasanya" selalu diangkut oleh pengangkut sampah tetapi kalau pengangkut sampahnya selalu tepat waktu mengangkut sampah, ketika hal tersebut tidak terjadi maka sampah akan bertumpuk di pekarangan dan menimbulkan masalah. Sampah padat, kering seperti kaleng, botol, ember atau sejenisnya yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikubur di dalam tanah atau sebelum dimusnahkan harus disimpan secara baik.Perlengkapan rumah tangga harus disimpan terbalik seperti mangkok, ember dan alat penyiram tanaman sehingga tidak menampung air hujan, sedangkan botol, kaca, kaleng dan wadah kecil lainnya harus dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk keperluan industri (Depkes RI, 2009). Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa semua informan yang ada di kelurahan Tondo tidak pernah memberikan abate pada bak penampungan air untuk rumah tangga, menggantung pakaian selama beberapa hari dan membuang sampah bukan pada tempat pembuangan sampah akhir yang telah di sediakan oleh Dinas Kebersihan kota Palu. Faktor lingkungan rumah dalam penanggulangan penyakit demam berdarah mempunyai peran besar sebagai media
872
penularan penyakit dan tempat berkembangbiaknya vektor penyebab penyakit. Hal ini terkait dengan kebersihan lingkungan, tempat penampungan air rumah tangga dan pemanfaatan ruangan kosong yang ada di lingkungan rumah. Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penyimpanan air di dalam atau di sekitar rumah, atau di tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang berhubungan langsung dengan tanah (Soedarmo, 2005). Kedua penelitian di atas di dukung oleh penelitian Anelise, (2004) dengan hasil penelitian: Faktor lingkungan menpengaruhi angka kejadian penyakit demam berdarah, penelitian ini dengan mengunakan pengindraan jarak jauh dengan menggunakan system informasi geografis di bidang epidemiologi. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Anupong, (2005) juga menunjukkan hasil bahwa : Kasus nyamuk demam berdarah lebih banyak hidup di dalam rumah di bandingkan dengan di sekolah, ruko namun di sekolah memiliki potensi nyamuk demam berdarah untuk melakukan transmisi.
rumah-rumah masyarakat, menggerakkan dan mengawasi pemberantasan sarang nyamuk serta membuat laporan hasil pemeriksaan jentik serta melaporkannya setiap bulan (Depkes RI, 2009). Ungkapan informan kepada peneliti terhadap pengendalian penyakit demam berdarah dengan cara biologi, bahwa Informan belum pernah mendapatkan baik informasi maupun pelatihan tentang penanggulangan nyamuk demam berdarah dengan cara pengendalian biologi. Hal tersebut merupakan suatu kendala bagi petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Talise.Dari ungkapan informan di atas bahwa adanya suatu kesalahan yang sangat besar khususnya bagi dinas kesehatan propinsi, dinas kesehatan Kota dan instansi lainya yang terkait dengan program penangulangan penyakit demam berdarah harus bertanggung jawab pada persoalan tersebut. Hal ini telah banyak biaya yang di keluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam bentuk proyek tetapi dinas kesehatan dan instansi lainya yang terkait dengan program ini tidak melaksanakan program tersebut sesuai dengan apa yang telah di rencanakan.Penanggulangan penyakit demam berdarah dengue dengan cara biologi sangatlah bermanfaat bagi masyarakat agar masyarakat memahami dan menerapkan cara pengendalian tersebut di keluarga masing - masing.
Peran Petugas kesehatan terhadap penanggulan Penyakit demam berdarah dengue. Petugas kesehatan dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue mempunyai tanggung jawab yaitu melakukan kunjungan rumah dalam hal ini untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat yaitu keluarga agar mereka mengerti dan melaksanakan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue, melakukan pemeriksaan jentik di
Pengendalian secara Kimiawi Dari hasil ungkapan yang di kemukakan oleh informan bahwa pelaksanaan pengendalian nyamuk demam berdarah dengue di kelurahan Tondo sering dilakukan sesuai dengan program yang telah di rencanakan tetapi kenyataan di lapangan apa yang di utarakan oleh informan tadi (Petugas Kesehatan) hanya
873
isapan jempol belaka karena pada saat peneliti melakukan wawancara dengan informan yang ada di kelurahan Tondo sebagian besar informan mengatakan tidak pernah dilakukan oleh petugas kesehatan seperti pembagian abate secara cuma – cuma dan penyemprotan (foging). Penanggulangan secara kimiawi sangatlah penting dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue hal ini merupakan salah satu tindakan yang dilakukan agar nyamuk demam berdarah dengue dewasa tidak dapat berkembang baik jentik nyamuk maupun nyamuk dewasa.Dari hasil penelitian di atas pernah juga terjadi di Mataram sesuai dengan hasil penelitian oleh Fathi (2005) dengan hasil penelitian sebagai berikut: Tidak nampak peran tindakan pengasapan (fogging) terhadap terjadinya kejadian luar biasa penyakit demam berdarah di Mataram (Chi-square, p>0,05). Tidak nampaknya peran tindakan pengasapan ini dikarenakan kurangnya tindakan fogging di daerah penelitian. Selain fogging, penggunaan abate sering dilakukan dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue karena abate Penggunaannya juga telah direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Internasional atau WHO (Technical Report Series No. 513,1973) sehingga keamanannya terjamin bagi manusia dan binatang peliharaan dan telah telah terdaftar di Departemen Kesehatan RI dengan No. PD 0702000044 dan Komisi Pestisida No. RI. 96/6-2002/T.
melalui pemberdayaan masyarakat maupun keluarga hal ini terungkap dari wawancara dengan beberapa informan yang menyatakan bahwa tidak pernah dilakukan penyuluhan dan foging di keluarga yang di jadikan informan penelitian. Kenyataan ini menjadi pro dan kontra antara petugas kesehatan dengan masyarakat dimana petugas kesehatan mengatakan dari hasil wawancara yang dilakukan bahwa penyuluhan dan foging sering dilakukan di keluarga yang menderita penyakit demam berdarah tetapi setelah peneliti melakukan wawancara di temukan masalah dari ungkapan informan bahwa selama ini semenjak anak sakit demam berdarah sampai sekarang tidak pernah ada dilakukan penyuluhan dan membagi leaflet secara cuma – cuma. Realitas yang terjadi di lapangan menjadikan program penanggulangan penyakit demam berdarah dengue di Kelurahan Tondo tidak teratasi dengan baik. Penyuluhan sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal ini merupakan proses jangka panjang untuk mencapai perubahan perilaku manusia, yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Penyuluhan kesehatan dinilai cukup efektif untuk daerah-daerah endemis dan beresiko terjangkitnya DBD (Depkes RI, 2007). Penelitian ini di tunjang oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh: Saleha Sungkar (2010) Hasil pre-test menunjukkan, 64,2% warga berpengetahuan kurang hanya 11,3% yang baik; sesuai dengan tingkat pendidikan yang rendah dan ekonomi yang kurang. Setelah penyuluhan 14% warga berpengetahuan baik dan 54% kurang yang secara statistic bermakna (p = 0,001). Dari survei entomologi diperoleh container index (CI) 18% dan house index (HI) 52%
Pemberdayaan Masyarakat. Pada penelitian ini di temukan tidak adanya efektifitas dan efisiensi petugas kesehatan dalam melaksanakan program penanggulangan penyakit demam berdarah
874
yang menunjukkan tingginya kepadatan dan penyebaran vektor. Setelah penyuluhan CI menjadi 16% dan HI 42% tetapi penurunan tersebut tidak berbeda bermakna (CI, p = 0,523; HI, p = 0,174). Dari penelitian tersebut di simpulkan bahwa penyuluhan meningkatkan tingkat pengetahuan warga.
masyarakat. Penanggulangan demam berdarah dengue hanya dilakukan ketika terjadi wabah demam berdarah sehingga penanggulangan tidak berjalan secara terus menerus. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas kesehatan terutama dalam penanggulangan demam berdarah dengue.Keluarga lebih meningkatkan lagi dalam hal menjaga kebiasaan kebersihan lingkungan mencakup kebersihan kamar mandi, wc, selokan, pemberian abate pada bak penampungan, mengantung pakaian, membuang sampah, dalam mendukung program penanggulangan penyakit demam berdarah. Petugas kesehatan yang bertanggung jawab dalam program penanggulangan penyakit demam berdarah agar lebih pro aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat, keluarga maupun individu tentang penanggulangan penyakit demam berdarah dengue secara berkesinambungan.
KESIMPULAN DAN SARAN(Conclusion and Suggestion) Pengetahuan Informan tentang demam berdarah, sudah cukup baik tetapi pengetahuan tentang abate, liflet, dan foging masih sangat kurang. Sikap keluarga terhadap penanggulangan penyakit demam berdarah sangat antusias saat anggota keluarga sakit berusaha mencari fasilitas kesehatan untuk berobat. Keluarga juga menunjukan sikap setuju apabila dilakukan penyuluhan oleh petugas kesehatan. Lingkungan rumah keluarga cukup bersih tetapi dalam pencegahan maupun penanggulangan penyakit demam berdarah melalui pemberian abate pada bak penampungan air, membersihkan selokan, kebiasaan mengantung pakaian dan kebiasaan membuang sampah, masih mempunyai kesadaran yang sangat kurang. Program penanggulangan penyakit demam berdarah tidak terealisasi di lapangan dengan baik di mana petugas kurang memberikan penyuluhan kepada masyarakat sehingga masyarakat akan memahami tentang pengetahuan,sikap maupun tindakan tetang penanggulangan penyakit demam berdarah. Petugas kurang aktif dalam menjalankan tugasnya terutama dalam hal melakukan tanggung jawabnya sebagi pemegang program penanggulangan penyakit demam berdarah terutama dalam kegiatan penyuluhan dan membagi abate secara gratis kepada
DAFTAR RUJUKAN
Depkes RI. 2010.Materi Program P2 Demam berdarah dengue pada Pelatihan P2ML Terpadu Bagi Dokter Puskesmas.Dirjen P2M & PLP. Jakarta : Depkes RI Depkes RI. 2009. BukuPedoman Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah.Jakarta :Ditjen PP&PL. Jakarta. Fathi.2005. Perbandingan Efektifitas Penggunaan Abate Dengan Daun Sirih Dalam Menghambat Pertumbuhan Larva Nyamuk Demam Berdarah. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005; 2 : 1 - 10
875
Mubin.2005. Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Era Airlangga University. Notoatmodjo. S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan,Jakarta:Rineka Cipta.
Soedarmo,
(2005), Rencana Strategi Pencegahan dan pemberantasan Demam Berdarah Soegijanto, S, (2008). Demam Berdarah Dengue, Airlangga University Press, Surabaya. Sutari,(2004). Diagnosis,pengobatan,pencega han dan pengendalian demam berdarah, penerbit EGC. Jakarta. Wahidin dan Kusdi, (2009). Hubungan antara factor lingkungan dengan sampah padat keluarga di perumahan Helvetia Medan pemberantasan Demam Berdarah
Dinas
Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. 2010. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah.Palu : Dinas Kesehatan Propinsi Sulteng Dinas Kesehatan Kota Palu. 2010. Profil Kesehatan Puskesmas Talise. Palu: Dinas Kesehatan Kota Palu Dinas Kesehatan Kota Palu. 2010. Profil Dinas Kesehatan Kota Palu.Palu : Dinas Kesehatan Kota Palu
876