Peran IKEA dalam Isu Child Labour di Uttar Pradesh, India Else Yohana – 070710180 Program Studi S1 Hubungan Internasional, Universitas Airlangga ABSTRACT This research examines the role of IKEA in responding the child labour issue which is happening inside the carpet industry in Uttar Pradesh, India. As one of the big multinational corporation, IKEA got engaged in child labour issue which is contradictive with IKEA vision. Through many years, IKEA has been trying to bring a better life for people by offering home furniture products which have innovative designs with a cheap price. That is why the child labour issue can affect the corporate image. Therefore, IKEA should take some steps to respond the issue. Those steps are related to the concept of corporate image, corporate social responsibility, and international cooperation. By applying those concepts in this research, the writer found that IKEA has an active role in responding the child labour issue by cooperating with international actors in doing some corporate social responsibility programs. The steps taken by IKEA can fix the corporate image that always be related to child labour. Keywords: child labour, CSR, IKEA, image.
Penelitian ini mengkaji peran IKEA dalam menanggapi isu pekerja anak yang terjadi di dalam industri karpet di Uttar Pradesh, India. Sebagai salah satu perusahaan multinasional besar, IKEA terjebak dalam masalah pekerja anak yang kontradiktif dengan visi IKEA. Selama bertahun-tahun, IKEA telah berusaha untuk membawa kehidupan yang lebih baik bagi orang-orang dengan menawarkan produk-produk furnitur rumah yang memiliki desain inovatif dengan harga yang murah. Itulah mengapa masalah pekerja anak dapat mempengaruhi citra perusahaan. Oleh karena itu, IKEA harus mengambil beberapa langkah untuk menanggapi masalah ini. Langkah-langkah yang diambil tersebut terkait dengan konsep citra perusahaan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan kerjasama internasional. Dengan menerapkan konsep-konsep dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa IKEA memiliki peran aktif dalam merespon isu pekerja anak dengan menggandeng aktor internasional dalam melakukan beberapa program tanggung jawab sosial perusahaan. Langkah-langkah yang diambil oleh IKEA bisa memperbaiki citra perusahaan yang selalu berhubungan dengan pekerja anak. Kata kunci: pekerja anak, CSR, IKEA, gambar.
1527
Else Yohana
IKEA merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang furnitur rumah tangga. Perusahaan asal Swedia yang berdiri pada tahun 1943 ini menyediakan berbagai produk perabotan rumah tangga dengan harga terjangkau. Konsep utama dari produk IKEA adalah bahwa produk tersebut harus memiliki desain yang unik, fungsional, berkualitas, dan dengan harga rendah. Dalam menghasilkan produk-produk perabotan rumah tangga dengan harga rendah, IKEA bekerja sama dengan kurang lebih seribu pemasok yang tersebar di 53 negara. Kesuksesan IKEA pun terlihat dari perkembangannya hingga tahun 2014 ini yang mana IKEA sudah memiliki 364 toko yang tersebar di 46 negara. Dengan banyaknya toko yang dimiliki oleh IKEA, Forbes menuliskan bahwa IKEA merupakan furniture retailer terbesar di dunia. Laporan tahunan IKEA pada tahun 2013 menyebutkan bahwa penjualan produk IKEA meningkat 3,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, total pendapatan meningkat 3,2 persen menjadi 28,5 milyar Euro. Namun, di balik kesuksesan tersebut, bukan berarti IKEA tidak mengalami hambatan. Kesuksesan yang dicapai IKEA mengalami beberapa hambatan berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. Terkait isu lingkungan, pada awal tahun 1980, pemerintah Denmark mengeluarkan peraturan mengenai batas kandungan zat formaldehyde dalam pembuatan suatu produk. Ketika produk furnitur IKEA diuji, ditemukan kandungan zat formaldehyde yang melebihi batas yang telah ditentukan oleh pemerintah Denmark. Kasus tersebut terpublikasi dan IKEA harus membayar sejumlah denda atas permasalahan tersebut. Akibatnya, penjualan produk IKEA di Denmark saat itu sempat mengalami penurunan sebesar 20 persen. Isu-isu sosial terkait IKEA mulai muncul sekitar tahun 1994. Banyaknya pemasok yang bekerja sama dengan IKEA memiliki pengaruh yang bagus terhadap perkembangan produk perusahaan tersebut. Namun, ada tantangan-tantangan yang harus dihadapi IKEA dalam menjaga hubungan kerjasama dengan para pemasok. Salah satu tantangan tersebut adalah isu tenaga kerja bawah umur yang dipekerjakan oleh pemasok-pemasok IKEA. Produk IKEA yang berkaitan erat dengan isu tenaga kerja di bawah umur adalah karpet. Karpet-karpet IKEA didapat dari negara-negara yang sarat dengan isu tenaga kerja bawah umur seperti India dan Pakistan. Pada tahun 1994, muncul video tentang penggunaan tenaga kerja bawah umur di industri karpet Pakistan. Video tersebut merupakan awal disorotnya IKEA dalam isu child labor karena beberapa pemasok karpet IKEA berasal dari Pakistan. IKEA kembali menjadi sorotan ketika pada tahun 1995 muncul video penggunaan
1528
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4. No. 1
Peran IKEA dalam Isu Child Labour di Uttar Pradesh, India
tenaga kerja bawah umur oleh Rangan Exports, salah satu pemasok karpet IKEA yang berlokasi di India. Beberapa negara bagian di India memang terkenal dengan industri karpetnya. Salah satu negara bagian yang tergolong negara carpet belt India adalah Uttar Pradesh. Bagi penduduk Uttar Pradesh, industri karpet merupakan faktor penting dalam pertumbuhan perekonomian negara tersebut. Dari segi populasi, Uttar Pradesh memiliki tingkat populasi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara bagian India lainnya. Menurut UNICEF, tingginya tingkat populasi di negara ini dikarenakan satu perempuan dapat melahirkan lebih dari empat anak. Sementara, di sisi lain, sepertiga penduduk negara ini hidup di bawah garis kemiskinan. Boyden, Ling, dan Myers mengemukakan bahwa child labor bisa muncul sebagai akibat dari kemiskinan yang mana anak-anak memilih untuk bekerja demi kelangsungan hidup keluarganya. Isu mengenai child labor, atau tenaga kerja bawah umur, merupakan permasalahan yang tengah dihadapi oleh Uttar Pradesh. Menurut penelusuran UNICEF, Uttar Pradesh memiliki tingkat tenaga kerja bawah umur yang paling tinggi bila dibandingkan dengan negara bagian India yang lainnya. Umumnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka tenaga kerja bawah umur di suatu negara. Faktor yang pertama adalah faktor sosio-ekonomi yang erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan negara tersebut. Sedangkan faktor lainnya adalah tingginya permintaan akan tenaga kerja dan sulitnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Munculnya kasus tenaga kerja bawah umur di industri karpet Uttar Pradesh, tentunya menimbulkan banyak kritik terhadap IKEA. Isu child labor pertama kali dihadapi IKEA pada tahun 1994. Ketika itu muncul video tentang penggunaan tenaga kerja bawah umur di industri karpet Pakistan yang kemungkinan merupakan pemasok karpet IKEA. Dari beberapa nama perusahaan yang disebutkan terkait dengan industri karpet Pakistan, IKEA merupakan perusahaan yang saat itu menjadi perusahaan ternama dalam dunia bisnis internasional. Pada tahun 1995, isu child labor kembali muncul di Rangan Exports, salah satu pemasok karpet IKEA di India. Hal ini semakin menyadarkan IKEA bahwa isu child labour tersebut bila tidak ditindaklanjuti dapat berpengaruh besar terhadap image IKEA sebagai perusahaan yang memegang visi menjadikan kehidupan orang-orang menjadi lebih baik. Isu child labour kemudian menjadi kontradiktif bila disejajarkan dengan visi IKEA. Bagaimana sebenarnya perkembangan child labour dalam industri karpet di Uttar Pradesh, India? Bagaimana pengaruhnya terhadap citra IKEA? Langkah apa saja yang diambil IKEA untuk merespon isu child labour? Bagaimana peran IKEA dalam isu tersebut?
Jurnal Analisis HI, Maret 2015
1529
Else Yohana
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka kita perlu memahami beberapa konsep yang diantaranya adalah konsep mengenai citra perusahaan, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan konsep mengenai kerjasama internasional. Henslowe mengemukakan bahwa image atau citra merupakan kesan yang tumbuh berdasarkan tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang fakta suatu produk, seseorang atau perusahaan. Masyarakat membentuk citra perusahaan berdasarkan sintesa dari semua sinyal yang dihasilkan nama perusahaan, logo, produk, iklan, bahkan artikel yang kemudian dikembangkan dan diintepretasikan sendiri. Citra perusahaan berkaitan erat dengat tanggung jawab sosial perusahaan yang mana ketika perusahaan aktif dalam praktik tanggung jawab sosial perusahaan, citra perusahaan dalam pemikiran konsumen akan meningkat. Citra perusahaan juga erat kaitannya dengan identitas perusahaan. Bila citra perusahaan didapat dari masyarakat, maka identitas perusahaan lebih merujuk pada bagaimana perusahaan menyampaikan pesan sehingga citra perusahaan dapat terbentuk. Selain dipengaruhi oleh kondisi perusahaan, citra perusahaan juga erat kaitannya dengan stakeholders. Stakeholders didefinisikan sebagai invidu atau kelompok yang mendapat keuntungan ataupun kerugian dari aktivitas perusahaan. Umumnya, stakeholders meliputi investor, karyawan, konsumen, dan pemasok. Namun, pemahaman tersebut berkembang sehingga pemerintah, komunitas, dan asosiasi dagang juga termasuk kelompok stakeholders. IKEA tengah menghadapi isu child labor yang berhubungan dengan para pemasok karpet IKEA di Uttar Pradesh. Penggunaan tenaga kerja di bawah umur dalam industri karpet tersebut menuai kritik dari konsumen karena hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan. Hal ini bila dibiarkan dapat membentuk suatu opini publik tentang perusahaan tersebut. Sebagai sebuah perusahaan berskala multi-nasional, penting bagi IKEA untuk menjaga citra perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan eksistensi perusahaan tersebut. Salah satu upaya IKEA untuk menjaga citra perusahaan adalah dengan memperhatikan kebutuhan atau permintaan dari setiap stakeholders-nya. Sedangkan konsep selanjutnya adalah konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan mmperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan. Kotler dan Lee memperkenalkan enam cara perusahaan dalam mempraktikkan CSR. Cara pertama adalah cause promotion yang mana
1530
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4. No. 1
Peran IKEA dalam Isu Child Labour di Uttar Pradesh, India
perusahaan menyediakan dana untuk meningkatkan kesadaran akan isu sosial misalnya saja The Body Shop yang mempromosikan larangan uji coba kosmetik pada hewan. Cara yang kedua adalah cause-related marketing yang mana perusahaan mendonasikan beberapa persen pendapatannya, sesuai produk yang terjual, untuk menanggulangi suatu isu sehingga konsumen merasa dilibatkan dalam penanggulangan isu tersebut. Umumnya, kegiatan ini dilakukan dalam periode waktu tertentu, produk tertentu, dan isu yang spesifik. Cara ketiga adalah corporate social marketing dimana suatu perusahaan mendukung kampanye-kampanye untuk pembangunan atau perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kesehatan, keamanan, kondisi lingkungan, dan komunitas. Cara yang keempat adalah corporate philanthropy dimana perusahaan berkontribusi langsung dengan memberikan donasi secara langsung baik berupa uang atau barang. Cara kelima adalah community volunteering. Perusahaan mendukung dan mendorong karyawan dan distributornya untuk menyisihkan waktu dalam mendukung pengembangan komunitas lokal. Contohnya adalah karyawan Shell yang bekerja sama dengan The Ocean Conservancy dalam kegiatan membersihkan pantai. Cara yang terakhir adalah socially responsible business practices. Perusahaan melakukan praktik bisnis dan investasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial untuk pembangunan komunitas dan melindungi lingkungan. Dalam praktik CSRnya, IKEA perlu bekerja sama dengan aktor-aktor internasional. Dougherty dan Pfaltzgraff mengemukakan bahwa suatu kerjasama didasarkan pada pemenuhan kepentingan pribadi yang mana hasil yang menguntungkan berbagai pihak dapat dicapai hanya dengan bekerja sama daripada atas usaha sendiri. Dengan demikian, kerjasama internasional bisa dipahami sebagai suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh beberapa aktor dalam hubungan internasional yang mana kegiatan tersebut menguntungkan aktor-aktor terkait. Kerjasama di antara aktor internasional sangat diperlukan dalam menyelesaikan isu-isu internasional, baik itu isu ekonomi, budaya, maupun isu kemanusiaan. Isu child labour menjadi isu sosial yang tengah dihadapi oleh IKEA. Sebagai perusahaan yang ingin memajukan kehidupan bagi anak-anak, IKEA perlu mengambil langkah-langkah untuk merespon isu tersebut. Salah satu caranya adalah dengan mencari dan bekerja sama dengan aktor-aktor internasional yang memiliki tujuan yang sama dengan tujuan IKEA. Perkembangan dan pengaruh isu child labour di Uttar Pradesh terhadap citra IKEA Uttar Pradesh merupakan negara carpet belt di kawasan India Utara yang mana kawasan carpet belt meliputi kota Allahabad, mengarah ke
Jurnal Analisis HI, Maret 2015
1531
Else Yohana
area pedesaan Varanasi. Aktivitas produksi dan perdagangan karpet juga banyak dijumpai di Mirzapur dan Bhadohi yang kemudian menyebar ke distrik-distrik di sekitarnya. Siddharth Kara, direktur program Human Trafficking and Modern Slavery di Harvard Kennedy School of Government, mengadakan penelitian tentang child labour dalam industri karpet tenun manual di Uttar Pradesh. Beliau menyatakan bahwa meskipun sudah banyak langkah yang diambil pemerntah India dalam mengatasi child labour di negara tersebut, pada kenyataanya masih banyak ditemukan pondok-pondok kecil dengan anak-anak berusia sepuluh tahun yang bekerja enam belas jam sehari menenun karpet untuk diekspor ke Eropa dan Amerika Utara. Bachman mengemukakan bahwa meningkatnya perdagangan internasional dan pesatnya arus globalisasi merupakan faktor penyebab adanya child labour. Dengan kata lain, para pelaku bisnis internasional merupakan agen-agen yang berkontribusi terhadap perkembangan child labour di dunia. Suatu perusahaan yang berskala internasional umumnya memiliki banyak pemasok di negara- negara berkembang karena rendahnya nilai tenaga kerja di negara tersebut. Namun, banyak perusahaan yang tidak mengetahui bahwa pemasok-pemasoknya menggunakan tenaga kerja di bawah umur sehingga secara tidak langsung perusahaan tersebut turut berkontribusi terhadap penggunaan tenaga kerja di bawah umur. IKEA merupakan salah satu perusahaan berskala internasional yang sedang berhadapan dengan isu tersebut. Sebagai perusahaan berskala internasional, IKEA memiliki pemasok yang berada di beberapa negara. Produk yang didapat IKEA dari para pemasok itu, salah satunya adalah karpet. IKEA bekerja sama dengan banyak pemasok karpet dari Uttar Pradesh yang notabene mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Hal ini secara signifikan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap produk karpet yang dijual oleh IKEA. Karena IKEA banyak mendatangkan karpet dari Uttar Pradesh, maka masyarakat melihat perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang berkontribusi terhadap masih berjalannya child labour dalam industri karpet. Dampak dari isu child labour ini memang tidak terlihat dalam performa penjualan maupun pertumbuhan perusahaan karena dari tahun ke tahun penjualan produk IKEA terus naik dan jumlah toko IKEA pun terus bertambah. Namun, isu tersebut sangat bertentangan dengan konsep IKEA yang selalu mengedepankan kepentingan anak-anak dalam setiap produk yang dijualnya. Selain dipengaruhi oleh adanya praktik child labour dalam industri karpet para pemasok IKEA, citra perusahaan tersebut juga dipengaruhi oleh pemberitaan media yang semakin menegaskan keterlibatan IKEA dalam praktik child labour. Artikel yang dituliskan oleh Marc Wadsworth merupakan salah satu artikel yang muncul terkait
1532
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4. No. 1
Peran IKEA dalam Isu Child Labour di Uttar Pradesh, India
pemberitaan mengenai keterlibatan IKEA dalam isu child labour. Artikel tersebut menuliskan pernyataan Anders Dahlvig yang merupakan chief executive officer IKEA. Dalam pernyataannya, Dahlvig mengungkapkan bahwa temuan adanya praktik child labour di industri karpet India tidak akan membuat IKEA berpindah pemasok. Dahlvig juga menambahkan bahwa IKEA memasok produk dari India tidak hanya karena harga yang relatif murah tetapi juga karena IKEA ingin memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial di negara tersebut. Dalam artikel yang ditulis pada tahun 2007 itu, terdapat beberapa komentar dari masyarakat. Salah satu komentar tersebut adalah komentar dari Geremy yang menyatakan adanya kemungkinan untuk tidak membeli produk IKEA bila isu tersebut terbukti benar. Langkah IKEA dalam mengatasi isu child labour di Uttar Pradesh, India Fakta maraknya praktik child labour di berbagai negara membuat IKEA menyadari adanya kemungkinan praktik child labour dalam proses produksi barang di pemasok-pemasok IKEA. IKEA menghubungi organisasi-organisasi yang selama ini berurusan dengan isu penanggulangan child labour, seperti Save the Children, UNICEF, dan ILO, untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan isu child labour, mulai dari faktor-faktor penyebabnya dan juga hal apa saja yang bisa dilakukan untuk menanggulangi isu tersebut. Selain itu, IKEA juga mengirim timnya ke India, Nepal, dan Pakistan untuk mengetahui situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan. IKEA kemudian menyadari perlunya sebuah peraturan bagi para pemasok perusahaan tersebut. Pada tahun 2000, IKEA merumuskan IKEA Way on Preventing Child Labour yang merupakan satu set peraturan yang ditujukan bagi para pemasok IKEA. IKEA Way on Preventing Child Labour (selanjutnya disingkat menjadi IWAY) berisikan prinsip-prinsip dasar dan implementasinya. Prinsip dasar yang dipegang IKEA adalah bahwa IKEA tidak menerima segala bentuk child labour. Dalam hal ini IKEA mendukung United Nations Convention on the Rights of Child tahun 1989 yang menetapkan bahwa segala tindakan yang berhubungan dengan anak-anak harus dilakukan atas dasar kepentingan anak (pasal 3) dan bahwa anak-anak memiliki hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan segala jenis pekerjaan yang berbahaya atau mengganggu proses pendidikan anak, atau berbahaya bagi kesehatan anak baik secara fisik, mental, moral, spiritual, dan perkembangan sosial (pasal 32 ayat 1). Selain berdasar pada ketentuan PBB tentang hak anak, perumusan IWAY juga berdasar kepada Minimum Age Convention no. 138 tahun 1973 dari ILO, dimana yang dimasksud dengan ‘anak’ adalah seseorang yang berusia di bawah
Jurnal Analisis HI, Maret 2015
1533
Else Yohana
15 tahun, kecuali terdapat peraturan lokal yang menetapkan lain. Biasanya, di negara berkembang, batas usia minimum untuk bekerja adalah usia 14 tahun sehingga mereka yang berusia di bawah 14 tahun bisa disebut anak-anak. Selain menetapkan IWAY, IKEA juga melakukan praktik-praktik CSR yang dalam pelaksanaannya meliputi tiga kategori yaitu cause-related marketing, corporate philanthropy, dan socially responsible business practices. Cause-related marketing merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial masyarakat yang cukup sering dipraktikkan oleh perusahaan. Polonski dan Speed menjelaskan cause-related marketing merupakan donasi dari perusahaan kepada penerima atau cause yang berbasis dari jumlah pendapatan yang diterima perusahaan dari hasil penjualan produk. IKEA Soft Toy for Education Campaign merupakan merupakan program tahunan yang biasanya dijalankan di bulan November hingga Desember. Pada dua bulan tersebut, IKEA menyisihkan 1 euro dari setiap boneka dan buku anak yang terjual. Uang yang terkumpul kemudian didonasikan pada organisasi-organisasi untuk membantu anak-anak mendapatkan pendidikan. Program ini merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dimana perusahaan berusaha merespon kondisi-kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat, utamanya terkait isu pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Keterlibatan konsumen IKEA dalam program ini sangat terlihat karena dana yang dikumpulkan diambil dari hasil penjualan. Program yang dijalankan sejak tahun 2003 ini, hingga tahun 2011, telah menghasilkan 47,5 juta euro dan menolong lebih dari delapan juta anak di hampir empat puluh negara dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Corporate philanthropy merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang paling umum dan tradisional bila dibandingkan dengan bentuk CSR lainnya. Dalam corporate philanthropy, perusahaan mempraktikkan CSR dengan memberikan sumbangan atau donasi, dan bantuan berupa jasa, kepada organisasi-organisasi non-profit yang memiliki visi yang sama dengan perusahaan tersebut. Corporate philanthropy menjadi salah satu bentuk CSR yang dipakai IKEA dalam menanggulangi isu child labour yang terjadi di Uttar Pradesh, India. Dalam pelaksanaannya, IKEA bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional yang memiliki tujuan yang sama dengan IKEA. Salah satu organisasi yang bekerja sama dengan IKEA adalah Save the Children. IKEA telah menjalin kerjasama dengan organisasi Save the Children sejak tahun 1994. Kerjasama di antara kedua pihak tersebut diawali dengan pembentukan IKEA Code of Conduct yang merupakan ketentuan-ketentuan tertulis untuk mencegah praktik child labour di
1534
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4. No. 1
Peran IKEA dalam Isu Child Labour di Uttar Pradesh, India
pemasok-pemasok IKEA. Pada tahun 2009, IKEA memulai kerjasama jangka panjang dengan Save the Children untuk menanggulangi child labour di India bagian utara. Proyek kerjasama antara IKEA-Save the Children ini diawali di Gujarat dan Maharashtra. Program tersebut berhasil melatih 2000 orang guru dan 150.000 anak berhasil dilepaskan dari child labour dan akhirnya kembali bersekolah. Kesuksesan program tersebut membuat IKEA dan Save the Children memperluas target kerjasamanya dengan menambahkan beberapa negara sebagai sasaran program. Organisasi lain yang juga bekerjasama dengan IKEA adalah UNICEF. Program Bal Adhikar yang merupakan bentuk kerjasama UNICEF dengan IKEA sebenarnya merupakan kelanjutan dari program Bal Adhikar Pariyojana pada tahun 1997 yang mendapat dukungan finansial dari German National Committee. Pada awal Januari tahun 2000, IKEA menjadi penyandang dana bagi terlaksananya program tersebut. IKEA memberikan dukungan finansial dan juga memberikan masukan bagi UNICEF terkait lokasi mana saja yang perlu disertakan dalam program tersebut. Sedangkan UNICEF bertugas mengatur jalannya program tersebut melalui kerjasama dengan NGO lokal. Kerjasama IKEA dengan UNICEF melalui program Bal Adhikar berawal pada tahun 2000 dengan pelaksanaan program mencakup 200 desa di tiga distrik Uttar Pradesh yang didominasi oleh industri karpet, yaitu Jaunpur, Bhadhohi, dan Mirzapur. Menurut pernyataan UNICEF India, pada tahun 2007, program Bal Adhikar terlaksana di 500 desa. Dengan demikian, program ini melibatkan kurang lebih 346000 anak-anak di bawah usia 14 tahun. Sekitar 24000 anak telah lulus dari ALCs dan masuk di sekolah dasar milik pemerintah. Selain itu, program ini berkontribusi pada terbentuknya 850 SHGs dan menolong lebih dari 11000 wanita. Selain Save the Children dan UNICEF, IKEA juga bekerja sama dengan UNDP. IKEA dan UNICEF menyadari bahwa perempuan memegang peranan penting dalam mengarahkan kehidupan keluarga dan anak-anaknya. Pembentukan self-help groups (SHGs) melalui program ini setidaknya telah membantu lebih dari sebelas ribu perempuan. Perempuan-perempuan yang tergabung dalam SHGs ini masih perlu mendapatkan pembelajaran-pembelajaran sehingga kehidupan keluarganya dapat menjadi lebih baik dan mengurangi risiko terjunnya anak-anak mereka ke dalam child labour. Oleh karena itulah, IKEA kemudian menjalin kerjasama dengan UNDP untuk mencapai tujuan mengurangi bahkan menghapuskan child labour khususnya di Uttar Pradesh. Tahun 2009 merupakan awal bergabungnya IKEA dalam program kerjasama dalam jangka waktu lima tahun. Program kerjasama tersebut disebut dengan Swaayam Project yang dilaksanakan di 500 desa di Uttar
Jurnal Analisis HI, Maret 2015
1535
Else Yohana
Pradesh. Program tersebut berkaitan dengan program pemberdayaan perempuan, sebagai salah satu usaha memerangi isu child labour, melalui SHG yang telah terbentuk dalam program Bal Adhikar. Para perempuan akan didorong untuk berwirausaha sehingga dapat memberi kontribusi dalam keuangan keluarga. Selain itu, para perempuan juga diberi pembelajaran tentang hukum dan partisipasi politik. Melalui program tersebut, UNDP memberikan pelatihan-pelatihan tentang keuangan, memberi akses kredit mikro, dan membekali mereka dengan keahlian-keahlian bisnis. Perempuan-perempuan yang tergabung dalam SHG juga diberi pelatihan kepemimpinan sehingga dapat berperan dalam proses pengambilan keputusan di komunitas lokalnya. Dalam praktik CSRnya, IKEA juga bekerja sama dengan Landesa sebuah organisasi yang memperjuangkan kepemilikan tanah bagi masyarakat miskin karena tiga per empat masyarakat miskin di dunia hidup di area pedesaan dimana tanah merupakan asset penting bagi kelangsungan hidup mereka. Kerjasama IKEA dan Landesa di Uttar Pradesh direncanakan dapat meningkatkan taraf hidup 90.000 perempuan dan 300.000 anak-anak yang hidup di kawasan Uttar Pradesh. Dalam kategori socially responsible business practices, IKEA menyimpulkan bahwa untuk dapat mengurangi jumlah anak-anak yang terlibat dalam isu tenaga kerja bawah umur, perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup ibu dari anak-anak tersebut. Oleh karena itulah, pemberian pelatihan keterampilan dan pendidikan bagi perempuan menjadi hal yang penting dilakukan. Perempuan yang berpendidikan memiliki cara yang berbeda dalam menentukan apa yang terbaik untuk anaknya. Selain itu, dengan memberikan pelatihan keterampilan, perempuan-perempuan dapat melakukan sesuatu untuk menambah pendapatan sehingga dapat mengirim anak-anaknya bersekolah. Income Generation Initiative merupakan program IKEA yang diluncurkan pada tahun 2005. IKEA bekerjasama dengan beberapa pemasok dalam menyusun sebuah program yang melibatkan 2000 perempuan di India. Perempuan tersebut bertugas menyulam sarung bantal PS GRINDTORP yang dijual di toko-toko IKEA. Perempuan-perempuan yang dipekerjakan adalah mereka yang tergabung dalam self-help groups (SHGs) yang terbentuk sebagai hasil kerjasama IKEA dan UNICEF. Kesimpulan IKEA berperan aktif dalam penanggulangan isu child labour dalam industri karpet di Uttar Pradesh, India melalui berbagai upaya. Salah satu upaya yang diambil IKEA adalah dengan merumuskan IWAY yang merupakan peraturan tertulis yang mengatur tentang
1536
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4. No. 1
Peran IKEA dalam Isu Child Labour di Uttar Pradesh, India
kewajiban-kewajiban para pemasok IKEA. Hal ini dilakukan untuk mengawasi agar para pemasok IKEA tidak melakukan praktik child labour dalam industrinya. Selain melalui IWAY, IKEA juga merancang program Soft Toy for Education Campaign, yang merupakan bentuk cause-related marketing dimana konsumen dilibatkan secara tidak langsung dalam donasi-donasi IKEA untuk memajukan program pendidikan. Dalam kampanye Soft Toy for Education ini, konsumen menyumbangkan 1 euro dari setiap mainan, boneka, dan buku anak-anak yang mereka beli dari toko-toko IKEA. Selain berhubungan dengan cause related marketing, praktik-praktik CSR IKEA juga berhubungan dengan corporate philanthropy yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan organisasi internasional seperti Save the Children, UNICEF, UNDP, dan Landesa. Praktik CSR IKEA juga menyasar kegiatan yang berhubungan dengan socially responsible business practices yang dalam pelaksanaannya meningkatkan taraf ekonomi perempuan-perempuan di Uttar Pradesh melalui income generation initiative. IWAY dan praktik CSR IKEA yang telah dipaparkan di atas merupakan bukti bahwa IKEA berperan aktif untuk menanggulangi isu child labour dalam industri karpet di Uttar Pradesh, India. Melalui peran aktifnya tersebut, IKEA dapat memperbaiki citra perusahaan yang sebelumnya selalu dikaitkan dengan praktik child labour. Daftar Pustaka Anonim. Prevalence of Child Labor: Issues and Concerns. Diakses pada 11 Mei 2014 [http://www.epwrf.res.in/includefiles/c10618.htm] Bachman, SL. 2000. The Political Economy of Child Labour and Its Impacts on International Business. Diakses pada 20 November 2014 [nabe-web.com/publib/be/000330.pdf] Bartlett, Christopher A, Dessain, Vincent dan Sjoman, Anders. 2006. IKEA’S Global Sourcing Challenge: Indian Rugs and Child Labor. Diakses pada 14 Mei 2014 [http://rogeliodavila.com/Creatividad/Actividades/Ikeas%20Global %20Sourcing%20Challenge_Indian%20Rugs%20and%20Child%20 Labor_HBS%20Case.pdf] Boyden, Jo, Ling, Birgitta, dan Myers, William. 1998. What Works for Working Children. Swedia: UNICEF and Save the Children Sweden Chang, CP. 2007. The relationships among corporate social responsibility, corporate image and economic performance of high-tech industries in Taiwan. Quality and Quantity, Vol. 43, No. 3, pp. 417-429.
Jurnal Analisis HI, Maret 2015
1537
Else Yohana
Dougherty, James E. and Pfaltzgraff, Robert L. Jr.. 2001. Contending Theories of International Relations: A Comprehensive Survey, 5th ed. Dalam Frederic Labarre. Self-interest and Cooperation: The Emergence of Multilateral Interdependence. Diakses pada 15 September 2014 [http://mercury.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/57324/ichapterse ction_singledocument/ab0c8770-5e7d-499d-a88d-f8ebcd6dd006/e n/Chapter_6.pdf] Henslowe, Philip. 1999. Public Relations: A Practical Guide to the Basics. London: Kogan Page Limited. IKEA. Embroidering a Brighter Future. Diakses pada 30 November 2014 [http://www.ikea.com/ms/en_CA/campaigns/IKEA_PS_GRINDT ORP.html] IKEA. IKEA does not Accep Child Labour. Diakses pada 1 November 2 0 1 4 [http://www.ikea.com/ms/en_CA/about_ikea/our_responsibility/ working_conditions/preventing_child_labour.html] IKEA. IKEA Group Yearly Summary. Diakses pada 21 November 2014 [http://www.ikea.com/ms/en_IE/about_ikea/facts_and_figures/fa cts_figures.html] IKEA. 2014. Konsep IKEA. Diakses pada 25 November 2014 [http://www.ikea.com/ms/in_ID/this-is-ikea/the-ikea-concept/ind ex.html] IKEA. 2014. Tentang IKEA. Diakses pada 25 November 2014 [http://www.ikea.com/ms/in_ID/this-is-ikea/about-the-ikea-group /index.html] IKEA. Women’s Empowerment Program in the ‘Carpet Belt’ in India. Diakses pada 1 November 2014 [www.ikea.com/ms/en_AU/about_ikea/our_responsibility/ikea_so cial_initiative/women_empowerment_in_india.html] IKEA Foundation. Empowering Women and Girls. Diakses pada 1 Desember 2014 [http://www.ikeafoundation.org/programmes/empowering-women -and-girls/] IKEA Foundation. 2014. Fighting Child Labour in India – Save the Cildren Programme. Diakses pada 5 Juli 2014 [http://ikeafoundation.org/media/video/5804] IKEA Foundation. 2012. IKEA Customers and Coworkers Help Raise 12.4 Million Euros. Diakses pada 1 November 2014 [http://www.ikeafoundation.org/ikea-customers-and-coworkers-hel p-raise-12-4-million-euros/] International Labor Organization. 2009. Child Labor and Responses in South Asia. Diakses pada 1 November 2014 [http://www.ilo.org/legacy/english/regions/asro/newdelhi/ipec/res ponses/]
1538
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4. No. 1
Peran IKEA dalam Isu Child Labour di Uttar Pradesh, India
International Labour Organization. What is Child Labour. Diakses pada 30 November 2014 [http://www.ilo.org/ipec/facts/lang--en/index.htm#] Kara, Siddharth. Eyewitness Account: Child Labour in North India’s Hand-Woven Carpet Sector. Diakses pada 1November 2014 [http://www.goodweave.org/index.php?cid=125] Kotler, Philip dan Lee, Nancy. 2005. Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause. New Jersey: John Wiley Sons, Inc. Loeb, Walter. 2012. IKEA is a World Wide Wonder. Diakses pada 25 November 2014 [http://www.forbes.com/sites/walterloeb/2012/12/05/ikea-is-a-wo rld-wide-wonder/] Polonski, M dan Speed, R. 2001. Linking sponsorship and cause-related marketing. European Journal of Marketing, Vol. 35 Nos 11/12 Putri, Suhandari M. 2007. Schema CSR. Dalam Hendrik Budi Untung. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika Save the Children. 2014. IKEA. Diakses pada 5 Oktober 2014 [http://www.savethechildren.org/site/c.8rKLIXMGIpI4E/b.827580 9/k.BB87/IKEA.htm] UNICEF. Uttar Pradesh. Diakses pada 21 Mei 2014 [http://www.unicef.org/india/overview_4299.htm] UNICEF India. 2007. The Bal Adhikar Initiative. Diakses pada 10 Desember 2014 [http://www.unicef.org/india/media_2646.htm] United Nations. 1996. Human Rights. Diakses pada 17 September 2014 [http://www.ohchr.org/EN/Issues/Development/IEDebt/Pages/Int ernationalStandards.aspx] Wadsworth, Marc. 2007. IKEA Exposed Over ‘Child Labour’ and Green Issues. Diakses pada 20 Juli 2014 [http://www.the-latest.com/ikea-exposed-over-child-labour-and-gr een-issues]
Jurnal Analisis HI, Maret 2015
1539