PERAN IKATAN DOKTER INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KASUS SENGKETA MEDIK di POLDA DIY
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Disusun Oleh: KUSUMALAGA RAMADHANA PUTRA 08/264708/KU/12590
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
KATA PENGANTAR Segala telah
puji
bagi
melimpahkan
Allah
rahmat
subhana
dan
wa
ta’ala
karunia-Nya
yang
sehingga
penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul semesta alam Muhammad sholallahu ‘alaihi wa salam. Selesainya
karya
tulis
ini
tidak
terlepas
dari
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
dr.
Rr.
Titi
Savitri
Prihatiningsih,
M.A.,
M.Med.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Kedokteran UGM yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelenggarakan penelitian ini. 2.
Ibu
Fitriana
Murniati,
S.H.,
M.H.
selaku
dosen
pembimbing materi yang telah mengorbankan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, masukan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. 3.
Dr. Ida Bagus Gede Surya Putra Pidada, Sp.F. selaku dosen pembimbing metodologi yang telah memberikan arahan dan bantuan dalam menyelesaikan karya tulis ini.
iv
4.
Susi
Hadidjah,
S.H.,
M.H
selaku
dosen
pakar
sekaligus dosen penguji karya tulis ini yang telah memberi saran dan masukan demi kesempurnaan karya tulis ini 5.
Orang
tua
penulis
Ahmad
Faisal
dan
Hany
Sri
Suharlin serta kedua saudara penulis Fahreza Hanifa Akbar dan Anzila Rahmanita Putri. Doa dan dorongan semangat
dari
mereka
selalu
menjadi
motivasi
penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. 6.
Adelia
Kwartina
selalu
memberikan
moriil
kepada
Hikurniati kasih
penulis
selaku
sayang,doa sehingga
kekasih dan
yang
dorongan
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. 7.
Kepolisian
Daerah
(Polda)
Yogyakarta
yang
telah
membantu penulis dalam proses penelitian. 8.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah DIY.
9.
Teman
sekelompok
penelitian
Rahadian
Faisal,
Abdiyat Sakrie, dan M.Izza Naufal Fikri yang telah saling membantu dalam penyelesaian karya tulis ini.
v
10. Sahabat
saya
Khurniawan, dorongan
M.Izza Adityo
dan
Naufal Prabowo
bantuan
Fikri, yang
sehingga
Kent
Andreas
telah
memberi
saya
dapat
menyelesaikan skripsi ini 11. Rekan-rekan sejawat mahasiswa Pendidikan Dokter UGM khususnya angkatan 2008 atas bantuannya. 12. Semua
pihak
persatu
yang
yang
tidak
telah
dapat
disebutkan
membantu
penulis
satu dalam
menyelesaikan karya tulis ini. Penulis menyadari dalam menyusun skripsi ini masih terdapat
kekurangan
penyajian
tulisan.
baik Oleh
dari
segi
materi
maupun
karena
itu,
dengan
segala
kerendahan hati, penulis siap menerima kritik dan saran yang
bersifat
membangun.
Semoga
skripsi
ini
dapat
memberikan manfaat. Yogyakarta, 2 Maret 2012 Penulis
Kusumalaga Ramadhana Putra
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...............................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................... iii KATA PENGANTAR ...................................
iv
DAFTAR ISI ....................................... vii DAFTAR TABEL .....................................
x
INTISARI ..........................................
xi
ABSTRACT .......................................... xii BAB I PENDAHULUAN ................................. 1 I.1. Latar Belakang Masalah ........................ 1 I.2. Rumusan Masalah .............................. 5 I.3. Keaslian Penelitian .........................
6
I.4. Manfaat Penelitian ..........................
6
I.5. Tujuan Penelitian ...........................
7
vii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................ 8 II.1. Pengertian Sengketa Medik ................... 8 II.2. Pengertian Malpraktik ........................ 10 II.3. Penyelesaian Sengketa Medik ............... .. 16 II.4. Penyelesaian sengketa di Lembaga Kepolisian
18
II.5. Organisasi Profesi IDI ...................... 20 BAB III METODE PENELITIAN ......................... 24 III.1. Rancangan Penelitian ....................... 24 III.2. Subjek Penelitian .......................... 24 III.3. Alat dan Bahan Penelitian .................. 24 III.4. Jalan Penelitian ........................... 25 III.5. Kendala Penelitian ......................... 25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............ 26 IV.1. Hasil Penelitian ............................ 26 IV.2. Pembahasan .................................. 28 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................ 41
viii
V.1. Kesimpulan ................................... 41 V.2. Saran ........................................ 42 DAFTAR PUSTAKA .................................... 43 LAMPIRAN .......................................... 45
ix
DAFTAR TABEL Tabel 1. Prosedur Penyelesaian sengketa di Polda DIY ....................................... 26 Tabel 2.Peran Ikatan Dokter Indonesia dalam penyelesaian sengketa medik di Kepolisian ................................. 27
x
INTISARI Latar Belakang : Jumlah kasus sengketa medik dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Beberapa media massa memberitakan sengketa medik yang dilaporkan ke kepolisian. Didalam penanganannya harus memperhatikan aspek medis karena tidak setiap resiko yang terjadi pada pasien seperti cedera atau kematian, merupakan kesalahan dokter. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai organisasi profesi berperan dalam membantu penyelesaian sengketa medik di kepolisian. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur penyelesaian kasus sengketa medik di kepolisian dan peran organisasi profesi dalam penyelesaian kasus sengketa medik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observational deskriptif, yang dilakukan di Polda DIY dan IDI. Pengumpulan data dengan kuisioner dan wawancara serta dari berita di media massa, analisa data dilakukan secara deskriptif. Hasil : Selama tahun 2000-2011 Polda DIY belum pernah menerima laporan sengketa medik. Prosedur penanganan sengketa medik akan diberlakukan sesuai ketentuan yang berlaku yaitu dilakukannya penyelidikan dan penyidikan, memanggil saksi-saksi termasuk saksi ahli, mengumpulkan bukti-bukti dan meminta bantuan organisasi profesi yang berkaitan dengan sengketa medik. IDI sebagai organisasi profesi ikut serta dalam penyelesaian sengketa medik jika diminta oleh kepolisian. Peran serta IDI dalam bentuk menentukan dokter yang akan dijadikan saksi ahli sesuai dengan keahliannya dan mengklarifikasi kasus, menetukan jumlah dokter yang akan dijadikan saksi ahli, membantu anggotanya yang dianggap bersalah oleh penyidik apabila menurut IDI dia sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur. Kesimpulan : Perlu adanya kerjasama antara kepolisian dengan IDI untuk menyelesaikan setiap kasus sengketa medik, sehingga kasus bisa diselesaikan dengan benar. Kata Kunci : Kasus sengketa medik,malpraktek,Polda DIY,Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
xi
ABSTRACT Background: The number of medical disputes from year to year have increased. In some mass media reported that medical disputes reported to the police. Handling medical disputes requires an assessment of the aspects of medical disciplines because not every risk that occurs in patients such injury or death, some doctors mistake. Indonesian Doctors Association (IDI) as a professional organization instrumental in helping the medical dispute resolution in the force. Objectives: To know the medical dispute resolution procedure that have been resolved in the police institutions and to know the role from organization profession in resolution of medical dispute cases. Methods: This research is a descriptive observational study, conducted in Yogyakarta police and the IDI. Data collection with questionnaires and interviews as well as from the news in the media, analyzed data use descriptive analysis. Result: During 2000-2011,Yogyakarta police have not received reports of medical disputes. Procedures for handling medical disputes will apply in accordance with the policies carried out the investigation, call witnesses including expert witnesses, collect evidence and ask for the help of professional organizations related to medical disputes. IDI as a professional organization to participate in medical dispute resolution if requested by the police. The role of the IDI in the form of participating in medical dispute resolution, determine the number of doctors who would be expert witnesses, IDI helps members who are considered guilty by the investigator if he had already implemented by IDI their duties in accordance with the procedures and duties of his profession. The cooperation between the police Conclusion: institutions and the Indonesian Doctor Association required to resolve any medical disputes in relation with medical particularly, so that the case can be resolved completely and correctly. Keyword: Medical dispute cases, malpractice, the police region institutions of DIY, Indonesian Doctor Association (IDI).
xii
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan/atau rumah
sakit
kepada
pasien
tidak
sebatas
penerapan
teknologi kedokteran saja namun juga harus dibarengi penerapan
nilai-nilai
sosial,
budaya,
etik,
hukum
maupun agama. Hal ini sudah dimaknai jauh sebelumnya oleh para tokoh dibidang kedokteran dengan disusunnya Etika Profesi Kedokteran dalam bentuk Code Hammurabi dan Code of Hittites tetapi yang paling terkenal adalah Sumpah Hippocrates yang berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap atau semacam Code of Conduct bagi dokter (Sampurna, 2005). Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, hubungan dokter dan/atau rumah sakit dengan pasien menghadapi tantangan karena beberapa kasus pengaduan atau tuntutan atau tuduhan kepada dokter dan/atau rumah sakit telah melakukan kesalahan dalam pelayanan kesehatan atau yang dikenal
dengan
malpraktik,
massa.
Malpraktik
pasien
dengan
sendiri
dokter
kerap terjadi
tetapi
dimuat
dalam
bukan
terkadang
media
hanya
pihak
pada
pasien
1
2
dengan pihak rumah sakit Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa masyarakat sebagai health receiver kini
telah
miliki
menuntut
tersebut.
pelaksanaan
Kini
mereka
hak-hak telah
yang
berani
mereka menilai
bahkan mengkritik mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima (Guwandi, 2004). Masyarakat yang menjadi health receiver sekarang cenderung lebih selektif ketika memilih dokter maupun ketika dokter melakukan tindakan medis tertentu. Jika seorang dokter atau rumah sakit melakukan tindakan yang tidak sesuai prosedur maka masyarakat sekarang dapat menuntut melalui lembaga-lembaga sengketa medis. Fenomena
perilaku
dipisahkan
dari
teknologi
khususnya
komunikasi kemudahan
pasien
berkembangnya
yang
dalam
semakin
kepada
setiap
tersebut ilmu bidang
tidak
bisa
pengetahuan
dan
informasi
dan
canggih
telah
memberikan
orang
untuk
memperoleh
informasi tentang sistem pelayanan kesehatan dibeberapa negara termasuk didalamnya perkembangan hak-hak pasien serta
penuntutan hak-hak tersebut. Pada beberapa kondisi dimana pasien merasa dirinya
kurang ataupun
mendapatkan ketika
pelayanan
terjadi
medik
kesalahan
yang
memuaskan,
pelayanan
medik
3
(medical
malpraktik),
tuntutan
atau
menyelesaikan
pasien
mengadukan
cenderung
ke
masalahnya.
lembaga
mengajukan yang
Ketidakharmonisan
bisa
hubungan
antara dokter dan/atau rumah sakit dengan pasien dapat menimbulkan sengketa medik yaitu pertentangan antara dokter
dan/atau
rumah
sakit
disatu
pihak
dan
pasien/keluarganya dipihak lain. Sengketa medik dapat disebabkan pelanggaran
karena hak
orang
masalah lain
pelanggaran dalam
bentuk
etika, hubungan
perdata maupun hukum pidana. Masalah sengketa medik telah menjadi isu global karena
banyak
terjadi
di
berbagai
Negara
seperti
Amerika dan Jepang. Salah satunya di Jepang terjadi peningkatan tuntutan hukum terhadap dokter dari 14 – 21 kasus
pertahun
pertahun
sebelum
setelah
1999
1998
menjadi
sedangkan
di
24
–
Amerika
35
kasus
memasuki
krisis kepercayaan tahun 1970 – 1980 (Afandi, 2009). Selama tahun 1994 – 2004, kasus sengketa medik yang diadukan ke MKEK IDI Wilayah Jawa Tengah tercatat 68 kasus, MKEK IDI wilayah DKI Jakarta selama kurun waktu 2004 - 2006 telah menerima dan menangani 23 kasus sengketa medik dengan kisaran 6 – 9 kasus pertahun, rata-rata 8 kasus pertahun dengan melibatkan 30 dokter
4
dari
berbagai
bidang
spesialistik
dan
dokter
umum
(Afandi, 2009). Budi Sampurna (2005) menyatakan, kasus sengketa
medik
merupakan
fenomena
gunung
es
karena
banyak kasus yang tidak dilaporkan. Ada kemungkinan banyak kasus sengketa medik yang diselesaikan
di
luar
pengadilan.
Di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta beberapa kasus sengketa medik sempat diliput oleh media massa. Dari berita tersebut dapat diketahui bahwa ada kasus yang dilaporkan ke lembaga kepolisian. Lembaga kepolisian memang berwenang untuk menerima semua laporan dari masyarakat apabila terjadi sesuatu pelanggaran
hukum
termasuk
masalah
sengketa
medik.
Penyelesaian sengketa medik tidaklah mudah karena untuk membuktikan telah terjadinya kesalahan dalam pengobatan memerlukan pemeriksaan yang tepat karena tidak semua pengobatan
akan
selalu
berhasil,
bahkan
ada
yang
berisiko pasien meninggal. Suatu resiko atau peristiwa buruk yang tidak dapat diduga/diperhitungkan sebelumnya (unfareselable,
compredictable)
yang
terjadi
saat
dilakukan tindakan medis yang sesuai standart. Tidak dapat
dipertanggung
pelayanan lambak
air
medis.
jawabkan
Misalnya
ketuban
kepada
reaksi
(Sampurna.2007).
orang/pemberi
hipersensitivitas, Oleh
karena
itu
5
didalam
penyelesaiannya
substansinya
melalui
perlu
memperhatikan
penilaian
disiplin
masalah profesi
sehingga peran organisasi sangat penting untuk membantu menyelesaikan sengketa medik. Organisasi profesi bagi dokter
adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Masalah sengketa medik perlu mendapat perhatian
dan
penyelesaian
yang
baik
karena
semakin
banyak
terjadi sengketa medik akan membuat pelayanan kesehatan akan menjadi lebih rumit, semakin mahal dan kepercayaan masyarakat
pada
pelayanan
kesehatan
akan
menurun.
Dampak lainnya adalah semua pihak akan menjaga jarak dan hal ini akan membuat hubungan dokter dan/atau rumah sakit
dengan
pasien
menjadi
tidak
harmonis.
Hal
tersebut akan berujung kepada penurunan mutu pelayanan kesehatan. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prosedur penyelesaian sengketa medik melalui Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta.
6
2. Bagaimanakah Dokter
peran
Indonesia
organisasi (IDI)
profesi
didalam
Ikatan
penyelesaian
sengketa medik. I.3. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan dan pengamatan penulis, belum pernah dilakukan penelitian sejenis untuk mengetahui bagaimanakah melalui
prosedur
Lembaga
Yogyakarta
dan
penyelesaian
Kepolisian bagaimana
di
peran
sengketa Daerah
organisasi
medik
Istimewa profesi
didalam penyelesaian sengketa medik. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat
yang
diharapkan
setelah
menyelesaikan
penelitian ini adalah : 1. Memberikan masukkan kepada semua tenaga kesehatan, dinas kesehatan dan fakultas kedokteran didalam menyikapi masalah sengketa medis. 2. Memberikan penyelesaian kepolisian.
wawasan
kepada
sengketa
masyarakat
medis
melalui
mengenai lembaga
7
I.5. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Prosedur penyelesaian kasus sengketa medik yang diselesaikan di Kepolisian Daerah (Polda) DIY. 2. Peran organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) didalam penyelesaian sengketa medik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Sengketa Medik Pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan mempunyai
hak
dan
kewajiban
seperti
halnya
dengan
dokter dan rumah sakit. Dalam hubungan tersebut hak dan kewajiban
mereka
tidak
selalu
selaras
dalam
pelaksanaannya karena adanya permasalahan yang muncul dalam
hubungan
tersebut.
Hal
tersebut
berpotensi
menjadi sengketa antara pasien dengan dokter dan/atau rumah sakit. Sengketa adalah
menurut
sesuatu
yang
Kamus
Besar
menyebabkan
Bahasa
Indonesia
perbedaan
pendapat,
pertengkaran, perbantahan atau dapat diartikan sebagai pertikaian
atau
perbedaan
pendapat
tertentu adalah
atau
perselisihan. yang
mengemuka.
telah Pemicu
kesalahpahaman,
ketidakjelasan
Jadi
sengketa
mencapai
eskalasi
terjadinya
sengketa
perbedaan
pengaturan,
adalah
pendapat, ketidakpuasan,
ketersinggungan, kecurigaan, tindakan yang tidak patut, curang
atau
tidak
jujur,
kesewenang-wenangan
atau
8
9
ketidakadilan dan terjadinya keadaan yang tidak terduga (Afandi, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan sengketa medik merupakan
pertentangan
antara
pasien
dengan
dokter
dan/atau rumah sakit. Sengketa medik dapat berupa pelanggaran Kode Etik Kedokteran, maupun
Pelanggaran
pelanggaran
hukum
orang
kepentingan
lain
(Perdata)
masyarakat
(Pidana).
Sengketa Medik dapat berwujud pengaduan dapat disertai atau tanpa malpraktik (Ingehartini, 2009). Berdasarkan UU No.29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran disebutkan bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak yang berwenang di bidang kesehatan dilaksanakan melalui pendekatan yang selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat profesi tenaga kesehatan, asas praduga tidak bersalah, hubungan dokter dan tenaga kesehatan
lain
kepercayaan
dengan
harus
pasien
sama-sama
sebagai
diindungi
hubungan kepentingan
hukumnya, tidak meresahkan tenaga kesehatan dan tidak mengganggu
pemberian
masyarakat.
Maka
sengketa
medik
pelayanan
ketika
menangani
kesehatan
suatu
lembaga
suatu
kasus,
kepada
penyelesaian maka
lembaga
10
tersebut harus bersifat netral tidak berat sebelah dan harus mementingkan kepentingan keduanya. Pada
UU
kedokteran
No.29
juga
perlindungan pelayanan
Tahun
2004
disebutkan
dan
bahwa
kepastian
kesehatan,
tentang untuk
hukum
dokter,
praktek
memberikan
kepada
dan
penerima
dokter
gigi,
diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktek kedokteran, maka setiap masyarakat baik sebagai pasien atau
sebagai
tenaga
medis
semua
mendapatkan
perlindungan hukum jika diperlukan. II.2. Pengertian Malpraktik Istilah malpraktik merupakan istilah yang sifatnya sangat umum dan tidak harus selalu berkonotasi yuridis. Berasal
dari
“praktik” sehingga tindakan demikian,
kata
yang arti
“mal”
berarti
yang
berarti
pelaksanaan
harfiahnya
adalah
salah”.
Meskipun
yang tetapi
lazimnya
salah
atau
tindakan,
“pelaksanaan
istilah
arti
dan
atau
harfiahnya
tersebut
hanya
digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam
rangka
misconduct), tersendiri
pelaksanaan sedangkan
yang
tidak
suatu
profesi
profesi sama
dan
(profesional
mempunyai
makna
sebangun
dengan
pekerjaan atau mata pencaharian walaupun dalam batas
11
yang
wajar
seperti
dapat
dimanfaatkan
misalnya
profesi
untuk
medik
mencari
atau
hukum
nafkah
(Dahlan,
2000). Malpraktek adalah sikap tindak yang tidak bermoral atau
tidak
dilakukan,
pantas baik
dalam
secara
menjalankan
sengaja,
tugasnya
yang
ceroboh
atau
secara
dengan pengabaian (Steven H.Gifis,1984:281). Dengan
demikian
istilah
malpraktik
bukan
hanya
untuk bidang profesi dokter saja namun semua profesi baik
itu
perawat,
profesi bidan,
hakim,
notaris,
akuntan
dan
pengacara,
polisi,
sebagainya.
Didalam
perkembangannya, istilah malpraktik lebih populer di masyarakat
untuk
bidang
profesi
dokter
yang
dikenal
dengan malpraktik medik. Malpraktik medik merupakan isu hukum yang timbul terkait dengan atau sebagai akibat medis bagi pasien. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan istilah malpraktik. Istilah malpraktik ditemukan dalam pendapat-pendapat para ahli hukum. Menurut kelalaian melaksanakan menyatakan
Gunawan kaum
profesi
profesinya bahwa
(1992),
malpraktik
yang sedangkan
malpraktik
adalah
terjadi
adalah sewaktu
Guwandi kelalaian
(2004) dari
12
seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat ketrampilan
dan
pengetahuan
didalam
pemberian
pelayanan, pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien
yang
lazim
diterapkan
dalam
mengobati
dan
merawat orang sakit atau terluka diwilayah lingkungan yang sama. Kelalaian
adalah
sikap
yang
kurang
hati-hati
yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan
dengan
sikap
hati-hati
tetapi
tidak
dilakukannya dalam situasi tersebut (Hanafiah dan Amir, 1999). Menurut
Dahlan
(2001),
tindakan
dari
tenaga
kesehatan yang salah dalam rangka pelaksanaan profesi di bidang kedokteran disebut malpraktik medik (Medical malpractice).
Malpraktik
dibedakan
menjadi
kesalahan
dari sudut pandang etika yang disebut dengan ethical malpractice
dan
malpraktik
dari
sudut
pandang
hukum
yang disebut legal malpractice. Legal malpractice masih dibagi
lagi
malpractice), dan
menjadi malpraktik
malpraktik
malpractice).
malpraktik perdata
administrasi
pidana (civil
(criminal
malpractice)
(administrative
13
Disebut
malpraktik
perdata
jika
dokter
tidak
melaksanakan kewajibannya (ingkar janji) yaitu tidak memberikan
prestasinya
sebagaimana
yang
disepakati
(Dahlan, 20001). Ada 4 elemen yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktik atau kelalaian telah terjadi (Guwandi, 1991): 1. Duty
atau
kewajiban
perjanjian
atau
:
Kewajiban
menurut
bisa
berdasarkan
undang-undang.
Kewajiban
dokter untuk bekerja berdasarkan standard profesi. Kewajiban
dokter
pula
untuk
memperoleh
“informed
consent”, dalam arti wajib memberikan informasi yang cukup dan mengerti sebelum mengambil tindakannya. 2. Dereliction of that duty (penyimpangan kewajiban) : Mengabaikan,
menelantarkan
mengakibatkan
timbulnya
Istilah
lainnya
“wanprestasi”.
penyimpangan
dari
sesuatu
yang
kepada
“breach
of
Wanprestasi
standard
mengandung
profesi.
standard
harus
sehingga
kerugian
adalah
memenuhinya
kewajiban
didasarkan
duty”
atau
arti
tidak
Penentuan
profesi atas
pasien.
medik
adanya adalah
fakta-fakta
secara kasusistik yang harus dipertimbangkan oleh para ahli dan saksi ahli.
14
3. Damage : Kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud dalam bentuk fisik, finansial, emosional atau berbagai dalam kategori lainnya. 4. Direct causal relationship : Harus ada kaitan kausal antara
tindakan
yang
dilakukan
dan
kerugian
yang
diderita. Pembuktian
adanya
penggantian kerugian akibat
malpraktik
pada
gugatan
kelalaian meliputi :
1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien 2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan 3. Penggugat
telah
menderita
kerugian
yang
dapat
dimintakan ganti ruginya 4. Secara factual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan istilah malpraktik. Peraturan perundang-undangan lebih berkaitan dengan pelanggaran hak dan kewajiban didalam hubungan hukumnya.
pelayanan Hak
dan
kesehatan kewajiban
beserta diatur
ancaman
didalam
sanksi
berbagai
peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 29
15
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam UU No.36 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 58 ayat (1) dan (2) dinyatakan sebagai berikut : a. Pasal 24 ayat (1) Tenaga kesehatan yang berwenang untuk
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedural operasional. b. Pasal 58 ganti
ayat (1) Setiap orang berhak menuntut
rugi
terhadap
seseorang,
dan/atau
penyelenggara
kerugian
akibat
kesehatan
kesalahan
atau
tenaga yang
kesehatan menimbulkan
kelalaian
dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya. c. Pasal 58 ayat (2) Tuntutan ganti rugi sebagamana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. Hak-hak pasien yang diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat didalam Pasal 5, 6, 7, 8,
sedangkan
kewajiban
dalam Pasal 22, 23, 24.
tenaga
kesehatan
terdapat
di
16
Tanggung
jawab
hukum
rumah
sakit
dapat
ditemui
dalam Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang
menyatakan
bahwa
Rumah
Sakit
bertanggungjawab
secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Masih didalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa rumah sakit
tidak
bertanggungjawab
secara
hukum
apabila
pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. Dalam pasal 45 ayat (2), Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan
tugas
dalam
rangka
menyelamatkan
nyawa
manusia. II.3. Penyelesaian Sengketa Medik Penanganan sengketa termasuk sengketa medik antara satu
pihak
dengan
pihak
lainnya
karena
adanya
pelanggaran hak dan kewajiban, dapat melalui dua jalur yaitu
litigasi
(pengadilan)
dan
non
litigasi/konsensual/non ajudikasi. Salah adalah proses
satu
melalui
bentuk mediasi
alternatif
upaya yang
penyelesaian merupakan
penyelesaian
sengketa
bagian
sengketa.
dari
Mediasi
17
memiliki
keuntungan
solution, bebas
menghasilkan
membiarkan
menentukan
para
pihak
kesepakatan
kesepakatan untuk
dan
win-win
mampu
tetap
secara
terjaganya
hubungan baik antar pihak yang bersengketa perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator.
Mediasi
melalui
jalur
dengan
menggunakan
itu
pengadilan
sendiri
maupun
mediator
di
yang
dapat
dilakukan
luar
pengadilan
telah
mempunyai
sertifikat mediator. Pengertian Mediator sendiri adalah pihak
netral
perundingan
yang
membantu
guna
para
mencari
pihak
berbagai
dalam
proses
kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Penyelesaian sengketa melalui mediasi sangat baik untuk
kasus-kasus
karakteristik
hubungan
sengketa dokter
medik dan
pasien
mengingat didalam
memberikan pengobatan, tidak akan sama dengan hubungan hukum lainnya seperti halnya penjual dan pembeli. Melalui mediasi akan tercipta win-win solution, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang sehingga hubungan dokter dan pasien tetap harmonis.
18
II. 4. Penyelesaian sengketa di lembaga Kepolisian Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi. Berdasarkan UU No. 2 tahun 2002 pasal 2 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,fungsi salah
satu
fungsi
pemeliharaan penegakan
dari
kepolisian pemerintahan
keamanan hukum,
dan
itu
sendiri
negara
ketertiban
perlindungan,
adalah
di
bidang
masyarakat,
pengayoman,
dan
pelayanan kepada masyarakat. Didalam melaksanakan fungsinya, kepolisian diberi amanah untuk mengemban tugas dan wewenangnya. Hal ini dapat
dilihat
didalam
UU
No.
2
Tahun
2002
tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13, 14, 15, dan 17. Pada pasal 13 disebutkan bahwa tugas pokok kepolisian adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan
perlindungan,pengayoman,dan
pelayanan
kepada masyarakat Dalam melaksanakan tugas pokoknya , kepolisian bertugas antara lain:
19
a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; b. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; c. Melayani
kepentingan
warga
masyarakat
untuk
sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; d. Melaksanakan
tugas
lain
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, kepolisian berwenang untuk: a. Menerima laporan dan/atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. Mengeluarkan
peraturan
kepolisian
dalam
lingkup
kewenangan administratif kepolisian; d. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; e. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
20
f. Mengambil
sidik
jari
dan
identitas
lainnya
serta
memotret seseorang; g. Mencari keterangan dan barang bukti; h. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; i. Memberikan
bantuan
pelaksanaan
pengamanan
putusan
dalam
pengadilan,
sidang
kegiatan
dan
instansi
lain, serta kegiatan masyarakat. Pejabat menjalankan
Kepolisian tugas
dan
Negara
Republik
wewenangnya
Indonesia
diseluruh
wilayah
negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat
yang
bersangkutan
ditugaskan
sesuai
dengan
peraturan perundang-undangan. II. 5. Organisasi Profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) a.
Organisasi profesi Organisasi adalah suatu kelompok yang mempunyai
tujuan
yang
maupun
alamiah,
cara.
sama.
Profesi
Baik
istilah merupakan
dalam ini
penggunaan digunakan
pekerjaan
yang
sehari-hari
dalam
banyak
membutuhkan
pelatihan dan pengetahuan terhadap suatu pengetahuan khusus. profesi,
Suatu kode
profesi etik,
biasanya
serta
memiliki
proses
asosiasi
sertifikasi
dan
21
lisensi
untuk
profesi
merupakan
para
bidang
praktisi
profesi
dan
profesi
organisasi
yang
yang
menetapkan
bergabung
tersebut.
bersama
Organisasi
anggotanya
diri
mereka
untuk
adalah sebagai
melaksanakan
fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu.
Tujuan umum dari sebuah profesi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tinggi sesuai dengan bidangnya, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Ada 4 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam sebuah profesi, yaitu:
1. Kredibilitas 2. Profesionalisme 3. Kualitas jasa 4. Kepercayaan
Ciri-ciri organisasi profesi adalah :
1. Hanya ada satu organisasi untuk setiap profesi 2. Ikatan
utama
kehormatan
para
anggota
adalah
kebanggan
dan
22
3. Tujuan
utama
adalah
menjaga
martabat
dan
kehormatan profesi. 4. Kedudukan
dan
hubungan
antar
anggota
bersifat
persaudaraan. 5. Memiliki sifat kepemimpinan kolektif. 6. Mekanisme
pengambilan
keputusan
atas
dasar
kesepakatan.
Contoh-contoh Organisasi Profesi:
1. Ikatan Dokter Indonesia(IDI) 2. Ikatan Akuntan Indonesia(IAI) 3. Persatuan Insinyur Indonesia(PII) 4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia(ISFI)
b. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Pada (AD/ART
Anggaran
IDI)
Indonesia
pasal
Dasar 8
Ikatan
dikatakan
Dokter
bahwa
Indonesia
Ikatan
Dokter
merupakan
organisasi
profesi
kedokteran
Dokter
Indonesia
(IDI)
merupakan
nasional. Ikatan
perhimpunan dokter-dokter di Indonesia, yang tujuannya diantaranya adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, serta meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat dan
23
sejahtera. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan satu satunya organisasi profesi yang di akui oleh UU nomer 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Dalam situs www.idionline.org pada makalah yang berjudul
Pokok-Pokok Pikiran Ikatan Dokter Indonesia
Tentang
Pembangunan
Berkeadilan Presiden
Kesehatan
Disampaikan
Republik
Kepada
Indonesia,
Indonesia Yang
IDI
Mulia
mengemban
Yang Wakil
beberapa
tugas Negara melalui Undang Undang Praktik Kedokteran yang telah disebutkan yaitu: 1. Menerbitkan rekomendasi ijin praktek (pasal 38). 2. Melalui
kolegium
menyelenggarakan
Uji
Kompetensi,
menerbitkan sertifikat kompetensi, membuat standar pendidikan, dan standar kompetensi (pasal 1 ayat 4, pasal 26). 3. Menyelenggarakan
dan
mengakreditasi
pendidikan
berkelanjutan (CPD/P2KB) (pasal 28). 4. Melakukan kendali mutu dan kendali beaya (pasal 49). 5. Melakukan audit medik praktik kedokteran (pasal 74). 6. Melakukan
pembinaan
dan
kedokteran (pasal 54, 71).
pengawasan
praktik
BAB III METODE PENELITIAN III.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observational deskriptif yang dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada bulan September-Nopember 2011. III.2. Subjek Penelitian
Subjek
penelitian
ini
adalah
Kepolisian
Daerah
(Polda) DIY dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah DIY. III.3. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini berupa kuesioner dan wawancara. Bahan yang
digunakan
penanganan
pada
sengketa
penelitian medik
dan
ini
adalah
media
dokumen
massa
yang
memberitakan sengketa medik.
24
25
III.4. Jalan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara : a. Membuat kuesioner untuk mendapatkan data kasuskasus sengketa medik dan prosedur penyelesaiannya di Polda serta peran IDI. b. Pengumpulan data dengan panduan kuesioner. c. Data yang dikumpulkan dibuat tabel dari masingmasing variabel yang didapat. d. Data dianalisa secara deskriptif. III.5. Kendala Penelitian Kesulitan yang terjadi ketika melakukan penelitian antara lain: 1. Data yang diberikan kadang kurang jelas sehingga dibutuhkan wawancara lebih lanjut dengan Polda. 2. Kurang
terbukanya
Polda
didapatkan kurang sempurna.
sehingga
data
yang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil penelitian Pada penelitian di Kepolisian daerah belum pernah didapatkan kasus sengketa medik. Prosedur penyelesaian kasus yang masuk ke Polda dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Prosedur Penyelesaian Sengketa di Polda DIY NO 1
Prosedur Pengaduan
2
Pihak yang Bersengketa
a. a. b.
3
Penyelesaian
a. b.
c.
d.
e.
Keterangan Pelapor/korban langsung melapor kepada POLDA Korban/pelapor dengan pelaku tindak pidana yang terjadi Yang terlibat dalam sengketa dengan berbagai macam profesi Polda akan melakukan penyelidikan dan penyidikan Apabila dari hasil penyidikan didapatkan cukup bukti maka tindak pidana dilanjutkan,tetapi jika tidak cukup bukti kasus dapat dihentikan. Dalam proses penyidikan tindak pidana diperlukan adanya alat bukti, antara lain keterangan saksi,keterangan tersangka,keterangan ahli. Keterangan saksi harus diberikan oleh yang mengetahui secara langsung,mendengar,merasakan sendiri adanya peristiwa tersebut. Dalam proses penyidikan sengketa medik meminta bantuan organisasi profesi.
26
27
Dalam
sengketa
medik,
pihak
yang
bersengketa
selain pasien adalah dokter dan/atau rumah sakit. Dalam hal kasus sengketa medik yang dilaporkan ke Kepolisian, pihak
Kepolisian
apabila
memerlukan
keterangan
yang
lebih jelas dapat meminta bantuan organisasi profesi untuk memperjelas permasalahannya. IDI sebagai organisasi profesi dokter akan diminta bantuannya
oleh
Kepolisian.
Peran
IDI
dalam
penyelesaian sengketa medik ini dapat dilihat didalam tabel 2. Tabel 2. Peran Ikatan Dokter Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Medik di Kepolisian. NO 1. 2.
3. 4.
5.
PERAN ORGANISASI PROFESI Ikut serta dalam penyelesaian kasus sengketa medik jika diminta oleh pihak Polda. Menentukan dokter yang akan dijadikan saksi ahli(dokter yang dijadikan saksi ahli harus mengerti keadaan didaerah tersebut,sesuai dengan profesinya.) Menentukan jumlah dokter yang akan jadi saksi ahli. Dapat memilah dan mengelompokkan apakah kasus tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana, pelanggaran etik ataupun pelanggaran disiplin. IDI membantu anggotanya yang dianggap bersalah oleh penyidik apabila menurut IDI dia sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur dan tugas profesinya
28
IV.2. Pembahasan penelitian Dalam
penelitian
ini
lebih
difokuskan
pada
prosedur penyelesaian kasus sengketa medik di Polda DIY dan juga peran IDI dalam menyelesaikan kasus sengketa medik di Kepolisian. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara implisit menyebutkan bahwa sengketa medik adalah sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien dirugikan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Pasal 66 Ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi: Setiap orang yang mengetahui dokter
atau
atau
kedokteran
kepentingan
dokter dapat
gigi
dirugikan
dalam
mengadukan
atas
menjalankan
secara
tindakan praktik
tertulis
kepada
Ketua majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Dengan demikian sengketa medik merupakan sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan medik dengan pelaku pelayanan medik dalam hal ini pasien dengan dokter. Biasanya
pasien
dikarenakan melakukan
menuntut
pihak tindakan
pasien tidak
dokter
yang
menganggap sesuai
menanganinya bahwa prosedur
dokter dan
menyebabkan kerugian bagi pihak pasien, baik kerugian materi atau malah memperparah kondisi pasien.
29
Selama ini pihak Polda belum pernah menerima kasus sengketa
medik.
memberitakan
Namun
adanya
dibeberapa
sengketa
media
medik
massa
yang
telah
terjadi
di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kasus-kasus sengketa medik yang diberitakan di media massa antara lain:
1. Kompasiana, www.kompasiana.com diunduh pada tanggal 29
July
2011,pukul
22.09
WIB
terdapat
dugaan
malpraktek di salah satu Rumah Sakit di Yogyakarta. Mr
x
yang
didiagnosis
apendicitis
oleh
dokter
Y
dioperasi hingga 3 kali karena terjadi perbocoran di lambung. Data pada surat yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi
Penyelenggara Post
op.
Lap.
Jamkesos
DIY.
Yogyakarta-Balai
tertulis:
Peritonitis
umum
Diagnose perforasi
awal
:
gaster
multiple perforasi ileum. Terjadinya perforasi pada gastrum
dan
ileum
adalah
setelah
terjadinya
pelaksanaan operasi. Indikasi terjadinya malpraktek dapat dikuatkan bila ditunjang dengan data pasien pada saat masa observasi sebelum tindakan operasi pertama. Seharusnya tindakan operasi pada penderita appendicitis bukanlah merupakan operasi besar. Angka kesembuhannyapun cukup tinggi. Pada keadaan normal,
30
pemulihan pasien dapat terjadi setelah dua sampai tiga hari. 2. Suara Merdeka online, www.suaramerdeka.com diunduh pada
hari
dugaan
jumat
tanggal
malpraktek
Yogyakarta.
di
Terdapat
23
salah kasus
April
2004
satu
Rumah
yang
diduga
terdapat Sakit
di
tindakan
malpraktek oleh salah satu Dokter yang bekerja di Salah satu Rumah Sakit di Yogyakarta terhadap Mrs. Y, orang tua dari Mrs. Y yang berprofesi sebagai advokat
menggugat
RS
karena
ia
dilakukan diagnosis
tersebut.
Gugatan
menganggap
sehingga
ada
apendiks
tersebut kesalahan anaknya
diambil(dioperasi). 3. Pada
salah
satu
situs
online,
www.vivanews.com
diunduh pada tanggal 11 Oktober 2011,diunduh pukul 11.39 WIB terdapat dugaan malpraktek di salah satu Rumah Sakit di Yogyakarta.
Dugaan malpraktek oleh
salah satu Dokter yang bekerja di RS. X terhadap pasien yang bernama Mrs. Y (30), dia merasakan sakit pada
perut
bagian
bawah
selama
berbulan-bulan
mungkin berasal dari alat kontrasepsi IUD yang ia pakai. Alat
kontrasepsi
berupa
IUD
dipasang
oleh
salah satu dokter dari RS. X. Sebelum dipasangi alat kontrasepsi, Mrs. Y mengatakan dirinya melakukan cek
31
kehamilan sebanyak dua kali dengan hasil negatif. Rasa sakitnya muncul satu minggu setelah pemasangan IUD,setelah di test Mrs. Y positif hamil padahal ia menggunakan alat kontrasepsi IUD. Pada pemeriksaan USG
ditemukan
masih
ada
kontrasepsi
di
dalam
rahimnya. Letak IUD tersebut tidak berada di dalam uterus.Mrs. Y sempat meminta bantuan kepada dr. X yang
juga
sebagai
dokter
kandungan
dan
mempunyai
sebuah rumah sakit bersalin di Sleman tetapi beliau tidak bisa membantu dikarenakan yang memasang IUD bukanlah dirinya.
Dari hasil wawancara di Polda, belum pernah ada kasus sengketa medik yang dilaporkan oleh pasien atau keluarga
pasien
ke
Polda.
Apabila
ada
kasus
yang
dilaporkan ke Polda, prosedur yang akan diterapkan sama seperti kasus yang lain sesuai ketentuan yang berlaku.
Polda akan melakukan penyelidikan dan penyidikan apabila
ada
laporan
dari
masyarakat.
Polda
akan
memeriksa dan meminta keterangan saksi-saksi ataupun pihak
tersangka.
wewenangnya Kepolisian
dalam Negara
Hal UU
ini No.
Republik
sesuai 2
dengan
Tahun
Indonesia
tugas
2002 Pasal
dan
tentang 16.
Pada
32
pasal 16 disebutkan bahwa tugas dan wewenang kepolisian adalah: a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; b. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; c. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. Pada
prinsipnya
siapapun
yang
merasa
dirugikan
oleh tindakan orang lain termasuk dokter atau rumah sakit maka pasien tersebut dapat melapor ke kepolisian setempat. Hal ini sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 poin a yang berisi Kepolisian menerima laporan dan/atau pengaduan dari siapapun yang terkena masalah. Setelah proses pelaporan dan/atau pengaduan maka Kepolisian akan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait
kasus
yang
disengketakan
atau
yang
dipermasalahkan. Kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan cara memanggil
tersangka dan saksi
yang melihat kejadian untuk dimintai keterangan, selain itu
Kepolisian
juga
akan
mengumpulkan
semua
barang
33
bukti yang menyangkut kasus yang disengketakan. Dalam hal ini sesuai dengan pasal 16 butir c,f UU No. 2 Tahun 2002 yang berisi: a. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; b. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. Kasus sengketa medik dapat dihentikan jika buktibukti yang didapatkan dari tersangka, saksi dan barangbarang bukti yang ditemukan tidak cukup bukti. Pada saat
ini
Kepolisianlah
kasus
itu
akan
Pada
pasal
16
menyebutkan
yang
diberhentikan butir
bahwa
h
UU
menentukan atau No.
2
kepolisian
akan
apakah
dilanjutkan.
Tahun dapat
suatu
2002
yang
mengadakan
penghentian kasus. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada tabel 1. Apabila
pada
hasil
penyidikan
didapatkan
bukti
yang cukup maka proses hukum akan berlanjut tetapi jika pada hasil penyelidikkan tidak didapatkan bukti yang cukup kuat maka kasus dapat dihentikan. Dalam proses penyidikan tindak pidana termasuk kasus sengketa medik diperlukan adanya alat bukti. Alat bukti ini digunakan
34
untuk mempermudah menyelesaikan suatu masalah tindak pidana seperti sengketa medik, sehingga nantinya kita dapat menentukan mana pihak yang dianggap bersalah dan mana yang dianggap benar. Alat bukti tersebut antara lain keterangan saksi, keterangan tersangka, keterangan ahli.
Keterangan
ahli
disini
adalah
memanggil
saksi
ahli sesuai dengan kasus yang terjadi, jadi tidak harus semua saksi ahli akan dipanggil. Pada kasus sengketa medik pembuktiannya didasarkan terpenuhi
atau
tergantung
tidaknya
dari
jenis
semua
unsur
kriminal
pidana
karena
malpraktek
yang
didakwakan. Dalam pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa alat-alat bukti yang digunakan untuk membuktikan perbuatan pidana yaitu
keterangan
saksi,
keterangan
ahli,
surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa Setelah
memanggil
saksi
ahli,
pihak
Polda
bisa
juga memberitahukan kejaksaan jika pihak Polda yakin kasus yang terjadi tersebut merupakan tindak pidana. Jika seorang penyidik dari Polda sudah merasa cukup dalam
mengidentifikasi
kasus
maka
akan
dilakukannya
pemberkasan berkas perkara, setelah dibuat surat akan dikirim ke pihak Kejaksaan Negeri. Dalam waktu 14 hari
35
jaksa akan meneliti berkas yang diberikan oleh penyidik Polda
dan
jika
mengembalikan
belum
kembali
lengkap
maka
berkasnya
ke
jaksa
Polda.
akan
Penyidik
polda akan melengkapi petunjuk sehingga berkas menjadi lengkap.
Setelah
menyerahkan daftar
lengkap
tersangka
barang
selanjutnya
berikut
bukti
perkara
penyidik
kepada
barang
Polda bukti
kejaksaan
sepenuhnya
akan sesuai
negeri
dipegang
oleh
dan pihak
jaksa. Berdasarkan tabel 1 No. 3 e dapat diketahui bahwa dalam
penanganan
khususnya
Polda
kasus yang
sengketa
medik
menyangkut
di
Kepolisian
profesi
dokter,
penyedia dapat meminta bantuan organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Berdasarkan tabel 2 1
bahwa
IDI
ikut
serta
dalam
penyelesaian
No. kasus
sengketa medik jika diminta oleh Polda. Hal ini karena dalam memahami masalah hubungan dokter dan pasien tidak bisa
hanya
meninggalnya disiplin
dilihat pasien.
profesinya,
dari Namun
adanya harus
keilmuannya.
cedera
dilihat
ataupun
dari
Penilaian
segi
tersebut
membutuhkan bantuan IDI sehingga penanganan suatu kasus sengketa medik dapat di nilai segi materiilnya yaitu
36
ada
tidaknya
kesalahan
dalam
memberikan
pemeriksaan
medik pada pasien, Polda maupun pihak IDI. Dalam hal ini IDI dapat membantu dalam hal memilih seorang
dokter
untuk
dijadikan
saksi
ahli.
Hal
ini
sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan tahun 2007 tentang penegakan hukum di bidang kesehatan,yang isinya adalah: a. Setiap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan
yang
kiranya
dapat
Majelis
Kehormatan
diajukan
disampaikan
oleh
terlebih
Disiplin
masyarakat
dahulu
Kedokteran
kepada
Indonesia
untuk penetapan ada atau tidaknya kesalahan dalam penerapan disiplin kedokteran; b. Proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh pihak yang
berwenang
melalui
di
pendekatan
bidang yang
kesehatan
selalu
dilaksakan
menjunjung
tinggi
harkat dan martabat profesi tenaga kesehatan, asas praduga tidak bersalah, hubungan dokter dan tenaga kesehatan dengan pasien sebagai hubungan kepercayaan harus tidak
sama-sama meresahkan
mengganggu masyarakat;
dilindungi tenaga
pemberian
kepentingan kesehatan
pelayanan
hukumnya, dan
tidak
kesehatan
kepada
37
c. Dalam penanganan dugaan pelanggaran hukum kesehatan yang
berhubungan
dengan
tenaga
kesehatan
agar
berkoordinasi dengan pihak penyidik setempat dengan mengikutsertakan organisasi profesi. Bila terdapat keraguan
dalam
menyelidiki
pelanggaran
hukum
kesehatan yang disebabkan oleh hasil pengobatan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan berkaitan dengan penyelenggaraan praktik kedokteran, sedapat mungkin dihindari
penyebutan
nama/identitas
dokter,
rumah
sakit atau sarana kesehatan oleh pers; d. Dalam penanganan dugaan pelanggaran hukum kesehatan yang
berhubungan
dengan
tenaga
kesehatan
agar
berkoordinasi dengan pihak penyidik setempat dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait. Dalam rangka kepentingan penyelidikan dan penyidikan oleh pihak
POLRI.
memanfaatkan
Dinas dan
Kesehatan
memberdayakan
terlebih Penyidik
dahulu Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) bidang kesehatan yang ada sesuai dengan kewenanganya masing-masing, khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan STR, SIP, Papan Nama Praktik. e. Untuk membantu dalam proses penegakan hukum mulai dari
penyelidikan
dan
penyidikan
sampai
dengan
38
penuntutan penegak
di
Pengadilan
hukum,
pihak
diperlukan
organisasi
pihak
profesi
aparat
dibidang
kesehatan dapat dimintakan bantuannya sebagai saksi ahli sesuai bidang dan atau pengalamannya masingmasing; f. Dalam
penegakan
ketentuan
hukum
tentang
tetap
Praktik
harus
Kedokteran
diperhatikan dan
kaedah-
kaedah etika kedokteran yang lazim berlaku seperti Ketentuan
Wajib
Simpan
rahasia
kedokteran
dan
Pedoman Organisasi Kedokteran sedunia. Surat Edaran Menteri Kesehatan No 680 tahun 2007 merupakan pelaksanaan dari Pasal 29 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berisi: Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,
kelalaian
tersebut
harus
diselesaikan
terlebih dahulu melalui mediasi. IDI akan memilih seorang dokter untuk dijadikan saksi ahli. Dalam pasal 1-4 Pada Anggaran Dasar Ikatan Dokter
Indonesia
(AD/ART
IDI)
disebutkan
bahwa
yang
termasuk anggota IDI antara lain a. Anggota muda adalah sanjana benijazah
kedokteran, dan
warga
diakui
negara
oleh
Indonesia
Pemenintah
yang
Republik
Indonesia. b. Anggota biasa adalah dokter warga negara
39
Indonesia
yang
berijazah
dan
diakui
oleh
Pemerintah
Republik Indonesia. c. Anggota luar biasa adalah dokter warga
negara
Anggota dalam
asing
kehormatan
lapangan
yang
bekerja
adalah
di
mereka
kesehatan
dan
Indonesia.
yang
atau
telah
d.
berjasa
kedokteran.
Pada
kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, IDI akan memilih seorang yang akan dijadikan saksi ahli. Tentu kriteria
saksi
yang
dipilih
oleh
IDI
harus
sesuai
dengan isi dari pasal 1-4 pada Anggaran Dasar Ikatan Dokter Indonesia (AD/ART IDI).
IDI merupakan organisasi profesi yang dilibatkan dalam penyelesaian kasus sengketa medik di Polda. Jika ada
laporan
ke
Polda
tentang
kasus
sengketa
medik,
pihak Polda akan menindak lanjuti, jika masalah yang ditemukan terkait medis yang belum dikuasainya dia akan menghubungi dan berkoordinasi dengan IDI. Nantinya IDI akan saksi
menyarankan ahli
menentukan
dokter
siapa
yang
untuk
kasus
tersebut
saksi
ahli
yang
,
cocok IDI
akan
dijadikan yang
dipilih
akan untuk
mendampingi dokter yang terkena kasus ini. Jumlah saksi ahli
yang
akan
dipanggil
bisa
satu
ataupun
lebih
tergantung kasusnya, kadang ada yang memakai dua saksi ahli.
Saksi
ahli
yang
kedua
berfungsi
mengungkapkan
40
second opinion. Saksi ahli yang dipilih adalah saksi ahli yang sesuai kompetensi kasus misalnya kasus yang terjadi berhubungan dengan bedah maka pihak IDI akan memilih dengan
dokter
bedah
kompetensi
sebagai
ilmunya.
saksi
Dokter
ahlinya yang
sesuai
bersengketa
mempunyai hak yang sama dengan dokter yang lain didalam keanggotaan IDI. Salah satunya mempunyai hak meminta bantuan
IDI
jika
menghadapi
sengketa
medik.
IDI
memiliki 3 badan kelengkapan yang disebutkan dalam AD ART
IDI
pada
pasal
13
yaitu
Badan
Pembinaan
dan
Pembelaan Anggota (BP2A), Badan Pengembangan Pendidikan Keprofesian
Berkelanjutan
(BPPKB),
Badan
Pembinaan
Penelitian dan Pengembangan (BP3).
Kasus
sengketa
medik
sendiri
dibagi
menjadi
3
pelanggaran, apakah itu pelanggaran etik, disiplin atau pidana.
Jika
dokter
hanya
melanggar
etik
tetapi
dianggap melakukan tindakan malpraktek maka IDI pasti turun tangan dan berusaha membantu dokter yang terkena kasus tesebut. Jika dokter hanya melakukan pelanggaran etik saja maka sudah ada badan yang khusus melakukan diagnosis
terhadap
kasus
tersebut
Kehormatan Etika Kedokteran(MKEK).
yaitu
Majelis
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada
penelitian
sengketa
medik
ini di
tidak
Polda
didapatkan
DIY.
Prosedur
kasus didalam
menyelesaikan sengketa medik sebagian besar akan diberlakukan
sama
seperti
kasus-kasus
lainnya,
kecuali adanya permintaan bantuan ke organisasi profesi untuk membantu memperjelas perkara yang disengketakan. 2. IDI
sebagai
organisasi
profesi
dokter
berperan
dalam pemilihan saksi ahli dan IDI akan membantu anggotanya yang dianggap bersalah oleh penyidik apabila
menurut
melaksanakan
IDI
prosedur
dokter sesuai
tersebut
sudah
dengan
tugas
profesinya.
41
42
V.2. Saran Saran untuk penelitian selanjutnya: 1. Perlu
untuk
penanganan secara
mendalami
kasus
lebih
sengketa
rinci
bagaimana medik
sehingga
di
prosedur Kepolisian
masyarakat
dapat
memahami. 2. Perlu
adanya
penelitian
lebih
lanjut
tentang
prosedur penyelesaian sengketa medik di lembaga kepolisian selain Polda DIY, misalnya di Polresta.
43
DAFTAR PUSTAKA Afandi, D., 2009, Mediasi : Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis, Majalah Kedokteran Indonesia, volume : 59, No. 5, Mei 2009. Dahlan, S, 2000, Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Guwandi, 1991, Etika dan Hukum Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Gunawan, 1992, Memahami Etika Kanisius, Yogyakarta.
Kedokteran,
Penerbit
Hanafiah,J., dan Amir, A., 1999, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, ECG Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Sampurna, B., 2005, Etika Kedokteran dan Penanganan Pelanggaran Etika di Indonesia, available from : http://www.freewebs.com/etika URL: kedokteranindonesia. Sampurna, B., 2007, Pemberitaan Malpraktik Kedokteran, available from : URL: http://www.freewebs.com/malpraktik Siddiki. Mediasi di pengadilan dan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.[cited 2009 Mei 16]. Available from : www.badilag.net. Albert.Penerapan mediasi di pengadilan pada dugaan malpraktik. [cited 2009 Mei 16],Available from : http://albertdeprane.blogspot.com/2009/04/penerapa n-mediasi dipengadilan-pada.html Sampurna, B.2005. Etika Kedokteran Indonesia dan Penanganan Pelanggaran Etika di Indonesia. Diunduh dari http://www.freewebs.com
IDI Online, Pokok-Pokok Pikiran Ikatan Dokter Indonesia Tentang Pembangunan Kesehatan Indonesia Yang Berkeadilan Disampaikan Kepada Yang Mulia Wakil Presiden Republik Indonesia diunduh dari www.idionline.org pada tanggal 01-03-2012 pukul 19.00 Media massa : Kompasiana, Dugaan Malpraktik di Rumah Sakit X, Yogyakarta diunduh dari www.kompasiana.com pada tanggal 14-02-2012 pada pukul 21.30. Suara Merdeka, RS X Digugat Bekas Konsultan Hukumnya, diunduh dari www.suaramerdeka.com pada tanggal 1402-2012 pada pukul 22.00. Vivanews, Hamil 7 Bulan, Ada Alat Spiral di Rahim, diunduh dari www.vivanews.com pada tanggal 14-022012 pada pukul 22.15 Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang No. Kedokteran
29
Tahun
2004
tentang
Praktik
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang Konsumen
No.
8
Tahun
1999
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Negara Republik Indonesia
tentang
tentang
Perlindungan
Kepolisian
Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit. Surat Edaran No 680/MENKES/E/VI/2007 tentang Penegakan Hukum di Bidang Kesehatan
45
LAMPIRAN DAFTAR PERTANYAAN NO
VARIABEL
1
Jumlah
PERTANYAAN kasus
•
sengketa medik
Berapa banyak kasus yang dilaporkan ke lembaga penyelesaian sengketa ?
•
Berapa
kasus
sengketa
medik
yang
dilaporkan ? 2
•
Prosedur pengaduan
3
Bagaimana
prosedur
pengaduan
disampaikan?
Waktu pengaduan
•
Kapan
pengaduan
disampaikan
ke
lembaga penyelesaian sengketa? 4
Macam
kasus
•
Apa saja macam kasus ?
•
Siapa saja yang bersengketa ?
•
Profesi
sengketa medik 5
Pihak
yang
bersengketa apa
saja
yang
terlibat
dalam sengketa medik? 6
Prosedur
•
penyelesaian
Bagaimanakah penyelesaian
cara sengketa
lembaga menyelesaian
sengketa medik ? •
Apakah semua kasus yang dilaporkan, diselesaian semua ?
•
Adakah kasus yang sudah dilaporkan, namun dicabut kembali ?
•
Apakah para pihak yang bersengketa boleh diwakilkan?
•
Apakah
para
pihak
boleh
menghadirkan saksi ? •
Apakah
organisasi
profesi
46
dilibatkan ? 7
Hasil keputusan
•
Bagaimana
keputusan
dari
kasus-
kasus yang diselesaikannya? •
Bagaimana
keputusan
tersebut
dilaksanakan ? •
Apakah semua keputusan dari lembaga penyelesaian sengketa bisa diterima pihak-pihak yang bersengketa?
•
Apakah
lembaga
penyelesaian
sengketa bisa menjatuhkan sanksi ? •
Bagaimana bila ada pihak yang tidak menerima
keputusan
lembaga
penyelesaian sengketa? 8
Jumlah yang
kasus
•
bisa
diselesaikan
Berapa
banyak
kasus
yang
bisa
diselesaikan ? •
Berapa banyak kasus yang tidak bisa diselesaikan ?
9
•
Lama penyelesaian
10
Kendala
yang
Berapa lama kasus bisa diselesaikan ?
•
dihadapi
Apa
saja
didalam
yang
menjadi
menyelesaian
kendala sengketa
medik? •
Bagaimana cara mengatasi kendala – kendalanya?