PERAN HUBUNGAN MASYARAKAT (HUMAS) FORUM BETAWI REMPUG (FBR) DALAM MENGATASI KRISIS ORGANISASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : FITRI FAUZIAH NIM. 1111051000006
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Stara 1 (S1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang belaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, 26 Oktober 2015
Fitri Fauziah
ABSTRAK Nama : Fitri Fauziah NIM : 1111051000006 Judul : Peran Hubungan masyarakat (Humas) Forum Betawi Rempug (FBR) dalam Mengatasi Krisis Organisasi Forum Betawi Rempug (FBR) adalah organisasi masyarakat berbasis kedaerahan yang besar di Jakarta. Di bangun dengan tujuan mulia, yaitu untuk mengangkat harkat dan derajat warga Betawi yang tertindas oleh para pendatang di Kampungnya sendiri, namun kemudian oganisasi ini tersandung krisis yang serius. Beberapa masalah yang terjadi seperti bentrokan dan kerusuhan menjadikan FBR terkenal dengan citra anarkisme dan premanisme. Hal tersebut kemudian menjadi alasan untuk diteliti lebih dalam karena dari awal terbentuknya organisasi FBR sudah menuai kontroversial dari beberapa pihak, namun sampai saat ini organisasi tersebut masih bisa bertahan di tengah-tengah masyarakat dengan citra anarkisme dan premanismenya. Hubungan Masyarakat FBR, merupakan salah satu kepengurusan yang berperan terkait masalah krisis dan citra organisasi. Maka dari itu, terdapat dua point penting permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana peranan humas FBR dalam mengatasi krisis organisasi? Kedua, langkah apa yang dilakukan oleh FBR untuk memperbaiki citra organisasi? Krisis adalah habitat kehumasan : tempat ia lahir dan berkembang. Tanpa adanya krisis potensal maupun aktual, kehumasan nyaris tidak ada tempat dalam kehidupan organisasi. Hubungan baik adalah kunci sukses bagi organisasi menjalankan misinya karena dapat melahirkan sinergi dan kepercayaan publik (Emeraldy Chatra & Rulli nasrullah : 2008). Dalam konteks public relation, citra diartikan sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan) mengenai berbagai kebijakan, personil, produk atau jasa dari suatu organisasi atau perusahaan (Frank jefkins : 1998) dalam hal ini, citra FBR adalah gambaran yang tepat atas kebijkan dan personil organisasi. Pemaparan masalah ini disajikan dengan bentuk penelitian kualitatif dimana masalah ini lebih menekankan kepada pengembangan teori yang ada dengan penelitian dilapangan dan menghasilkan data-data yang bersifat deskriptif. Peran humas FBR dalam mengatasi krisis organisasi perihal anarkisme dan premanisme adalah dengan melakukan dua pendekatan komunikasi, pertama, layanan komunikasi internal yang ditujukan untuk anggota-anggota bermasalah. Kemudian yang kedua melakukan layanan komunikasi eksternal yang meliputi : memberikan penjelasan (respon) kepada publik, melakukan sharing dengan pihak kepolisian, membina hubungan baik dan pendekatan publik. Sedangkan dalam hal memperbaiki citra, humas FBR melakukan strategi kedalam (memperbaiki prilaku anggota terlebih dahulu), melakukan kegiatan berbasis kerohanian dan melakukan kerja sama dan menjaga hubungan baik dengan pihak eksternal. Keyword: FBR, Humas, Krisis, Citra, Organisasi, Betawi.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala kemurahan-Nya memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan risalahnya, menunaikan amanahnya, serta kegigihannya dalam berjuang dijalan Allah yang tidak mengenal lelah sampai akhir hayat beliau. Akhirnya saya dapat menyelesaikan karya ilmiyah saya, skripsi yang berjudul “Peran Hubungan Masyarakat (Humas) Forum Betawi Rempug (FBR) dalam Mengatasi Krisis Organisasi” yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1), di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama masa-masa pra penelitian, penyusunan, penulisan, sampai masa penyelesaian skripsi ini saya mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A. Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Suparto, M. Ed, Ph.D. Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Hj.
ii
Raudhonah, M.Ag, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si 2. Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Drs. Masran dan Sekretaris Jurusan Fita Fathurrokhman yang banyak membantu saya. 3. Dosen Pembimbing, Drs. Wahidin Saputra, MA. yang telah bersedia menjadi pembimbing yang pengertian, sabar dan bersedia meluangkan waktu untuk mengajarkan saya. 4. Kedua orang tua tersayang, Mamah Suwangsih dan Bapak Umun Mulyadi, yang senantiasa mendoakan anak-anaknya, merindukan anak-anaknya pulang serta tak hentinya memberikan kasih sayang dan nasihat-nasihat yang baik. 5. Seluruh dosen pengajar, dan staff akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi saya. 6. Segenap staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi yang telah membantu perihal kepustakaan bagi saya dan mahasiswa lainnya. 7. Untuk kakak-kakak terbaik yang kadang cerewet tapi selalu memberi uang jajan, Teh Neng, Teh Elis, Teh Dini, A Dede. Terimakasih atas segala ketulusan doa, omelan-omelan dan dukungan penuh agar adik bungsunya segera lulus. 8. Ayah Fauzi dan Mamah Mustikawati yang sudah mencintai saya seperti anak kandung sendiri dan mendukung penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir. 9. Ayah Hasan dan putrinya, Putri Hadiyati, yang sudah menjadi jembatan penghubung antara saya dan rekan-rekan Forum Betawi Rempug.
iii
10. Organisasi Forum Betawi Rempug, khususnya Ustadz Daniel, Bang Fajri, Ustadz Zarkasyi, Bang Junaedi, Mpok Marfu’ah, yang sudah meluangkan waktu membantu saya menjadi sumber penelitian yang ramah tamah dan penuh kekeluargaan. 11. Sahabat-sahabat sekolah yang melakukan banyak kontribusi, Azmi Millatina, Rinrin Utami dan Melly Nurmalasari yang sibuk mengenalkan teman-teman Maskapainya pada saya pra penyusunan skripsi FBR serta Bumi hadirahmadiani dan mommy Ersha Syifa yang memberikan support dan selalu bertanya “udah bab berapa? Bablas?” setiap bertemu. 12. Anak-anak kosan yang rela menghabiskan waktu siang dan malam, mengetahui luar dalam, saling menyemangati dan menjatuhkan dan saling ngasih duit pinjaman akhir bulan yang pada akhirnya harus satu persatu berpisah meninggalkan kosan karena telah lulus kulah. Terimakasih untuk 4 tahun yang ceria. 13. Sahabat Lailatul Qodar : Syifa Awaliyah, Putri Hadiyati, Listiya Guntari, Fathi Mulky, Fauziah, Dewi Amelia, Rizky Maulana, Angki Chandra dan Ardiansyah yang selalu menjadi jalan keluar dalam kemumetan, menjadi teman seperjuangan perkuliahan, travelling, melakukan hal gila bersamasama dan baper-baperan. 14. Seluruh Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2011, khususnya rekan-rekan dari KPI A, yang telah memberikan banyak kenangan, motivasi, serta bantuannya selama proses perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi. Special thanks buat Nadia
iv
yang sudah membantu pencarian link saat masih “niat” meneliti Maskapai penerbangan. 15. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata yang menjadi teman seperjuangan mengabdi kepada masyarakat selama sebulan, berbagi suka dan duka dan saling mensupport untuk hidup mandiri. 16. Bang Faisal dan Bang Joni yang sudah sabar membantu potokopi dan penjilidan dari awal pembuatan skripsi hingga akhir hard cover. 17. Kun Fauzan Syahidan, yang selalu setia mendampingi, menyemangati, mengantar-jemput dengan sabar dan menjadi motivasi yang berpengaruh atas terselesaikannya skripsi ini. Pada akhirnya, hasil penelitian ini belum seutuhnya sempurna. Oleh karenanya saya menyadari kekurangan dalam karya saya, maka kritik dan saran saya harapkan atas hasil penulisan saya. Wassalamualaikum Wr. Wb Tangerang Selatan, 09 Oktober 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI ABSTRAK .............................................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ………………………….……………………………… viii BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 7 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7 D. Signifikansi Penelitian.................................................................... 8 E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 8 F. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 13 G. Sistematika Penulisan ................................................................... 14 BAB IILANDASAN TEORITIS PUBLIC RELATION A. Public Relation dan Organisasi ..................................................... 15 B. Ruang Lingkup Publik Relation .................................................... 19 C. Tugas dan Peran Public Relation ................................................... 27 D. Krisis Organisasi ........................................................................... 29 E. Teori Citra dalam Public Relation ................................................ 38 BAB III GAMBARAN UMUM F0RUM BETAWI REMPUG DAN HUMAS A. Sejarah Berdiri Forum Betawi Rempug (FBR) ............................ 44 B. Visi danMisiForum Betawi Rempug ………...........……….…... 47 C. Fungsi dan Tugas ……………………………………...….....…..48
vi
D. Struktur Organisasi Forum Betawi Rempug ………….……...….51 E. Hubungan Masyarakat FBR ..........................................................53 BAB IVTEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Peran Humas Forum Betawi Rempug dalam Menghadapi Krisis Organisasi. ..................................................................................... 56 B. Langkah Humas Forum Betawi Rempug dalam Memperbaiki Citra ....................................................................................................... 65 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 75 B. Saran ............................................................................................. 75 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... .77 LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
....................................................................................................... 31
Gambar 3.1
...................................................................................................... 50
Gambar 3.2
....................................................................................................... 51
Gambar 3.3
....................................................................................................... 52
Gambar 3.4
....................................................................................................... 52
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi Kemasyarakatan merupakan sebuah wadah untuk mengapresiasi kepentingan bersama bagi sekumpulan orang yang memiliki visi dan misi yang sama. Ormas dapat dibentuk berdasarkan kesamaankesamaan seperti budaya, agama, pendidikan, ekonomi, hukum dan sebagainya. Keberadaan ormas di Indonesia telah terbentuk sejak awal abad ini yang kemudian pasca reformasi, ormas di Indonesia semakin tumbuh dan berkembang. Pasal 1 dasar UU RI No.8 tahun 1985 menyatakan tentang definisi ormas, yaitu1 : Yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila. Ormas-ormas yang dibentuk hendaknya tidak mengingkari dari fungsi yang seharusnya seperti yang telah diatur pemerintah dalam undang-undang diatas, meskipun sampai saat ini RUU ormas masih sering direvisi. Salah satu ormas yang terkenal di Jakarta adalah Forum Betawi Rempug (FBR). Ormas ini didirikan oleh Kiai Hj. Fadhloli bersama beberapa rekannya saat ia menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan 1
Tirta Nugraha Mursitama, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Peran dan Tanggung Jawab Organisasi kemasyarakatan dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Badan Pembinaan Hukum Nasional) 2011, h.2
1
2
Agung RI. FBR terbentuk dengan latar belakang keprihatinan beliau pada orang-orang betawi, yang merupakan penduduk asli Jakarta, namun tidak diberikan perhatian selayaknya penduduk asli lain yang menjadi tuan rumah. Mereka diabaikan di tanah mereka sendiri, baik dalam pemerintahan maupun dunia usaha. Untuk itu Kiayi Fadloli berencana mendirikan FBR untuk memberdayakan kaum Betawi di kampungnya sendiri. Selain itu juga FBR juga disetting sebagai organisasi sosial berasas islam yang tersirat amal ma’ruf nahyi munkar dalam salah satu poin dari beberapa tujuan FBR.2 FBR merupakan organisasi massa lintas ormas. Ia bisa digolongkan ke dalam organisasi kedaerahan, orgnisasi dakwah, dan organisasi massa islam. Dalam beberapa hal, organisasi ini memiliki kesamaan dengan FPI jika sudah menyangkut kepentingan umat islam. Namun, jika sudah menyangkut kepentingan Betawi, maka organisasi ini akan kembali ke khittahnya sebagai organisasi kedaerahan. Sayangnya saat ini, sebagian masyarakat tampaknya tidak bisa menerima dengan hangat keberadaan ormas tersebut. Masyarakat menilai bahwa FBR adalah organisasi anarkisme dan arogan yang selalu bermain otot. Hal tersebut terbukti dari penyerangan FBR yang kerap kali terjadi kepada pihak-pihak yang dianggap mengusiknya yang akhirnya membuat masyarakat mengecam mereka dan menaruh citra buruk pada ormas
2
Solemanto, KH. A. Fadloli El Muhir Jejak Langkah Sang Kiayi, Mengawal Republik dari Tanah Betawi (Jakarta: Mukti Jaya) 2009, h.147
3
Betawi ini. Di sebagian tempat, FBR dikenal sebagai ormas premanisme karena selalu menagih uang pajak. Memang sejak awal didirikan FBR banyak sekali hambatan yang terjadi dan pihak-pihak yang tidak setuju. Solemanto menyatakan dalam buku yang dia tulis tentang KH. A. Fadloli El Muhir, bahwa banyak rekannya yang menasihati dia untuk tidak mendirikan ormas tersebut karena dia adalah anggota dewan. Bahkan mereka sempat mendapatkan teror-teror
yang
mengancam
dari
telepon
jika
sampai
FBR
dideklarisasikan. Citra FBR yang banyak diketahui masyarakat sebagai organsasi premanisme dilatar belakangi oleh banyaknya FBR merekrut preman sebagai anggota organisasi. Mereka (para preman) datang dan ingin menjadi anggota FBR untuk penghidupan yang lebih baik. Anggota FBR adalah mantan preman yang dalam pembelajarannya tak bisa langsung berubah menjadi orang baik dan dalam kenyataannya masih ada yang mabuk-mabukan diam-diam dan masih ada yang shalatnya belum benar.3 Organisasi yang tidak dibayar oleh pemerintah mengharuskan anggota FBR yang mayoritas pengangguran untuk mencari nafkah sendiri di tanah Betawi. Ada uang keamanan disetiap gardu dimana FBR bertanggung jawab untuk mengamankan wilayah tersebut. Selain dari uang kemanan itu, anggota FBR juga banyak yang mencari kerja sebagai tukang parkir atau satpam. FBR sudah menjelaskan untuk menyediakan lapangan
3
Wawancara dengan Dzarkasyi, Wakil Ketua FBR, Jakarta 04 September 2015
4
kerja tukang parkir atau satpam untuk anggota FBR di Jabodetabek karena mereka menuntut hak “darah Betawi” mereka di tanah Betawi. Mereka merasa tanah ini milik nenek moyang mereka dan sudah seharusnya – meskipun tidak banyak, berbagi pada yang berhak. Tentang istilah “malak” yang sering disebut-sebut oleh masyarakat adalah mengenai uang kemanan. Itulah hal yang di opinikan oleh masyarakat yang tidak menyukai FBR dan menyebarkan isue tersebut agar orang lain berpikir hal yang sama dan semakin memperburuk citra FBR.4 Mata pencaharian anggota-anggota FBR memang kebanyakan adalah mencari uang dari hasil lahan parkir atau mengamankan Kampung dan menagih uang ke setiap tempat untuk di kampung tersebut. Selain itu, uang kemanan diberikan juga pada anggota-anggota yang dipercaya oleh seorang pemilik tanah untuk biaya penjagaan tanah tersebut agar tidak sembarang dipakai oleh orang lain.5 Latar belakang anggota yang mantan preman memang bermanfaat untuk pekerjaan seperti ini. Sedangkan tindakan-tindakan “anarkisme” yang banyak dipresepsikan publik karena beberapa bentrokan-bentrokan yang terjadi, memang diakui adanya baik oleh masyarakat luas maupun oleh oganisasi FBR itu sendiri. Dilinsir dalam sebuah berita online, CNN Indonesia, Gubernur DKI Jakarta, Ahok mengakui pembubaran terhadap Organisasi FBR pasca adanya bentrokan di Mall of Indonesia berada di tangan Kementrian Dalam Negeri. Hal tersebut membuktikan bahwa kerusuhan yang telah 44 5
Wawancara dengan Ustadz Zarkasyi, Wakil Ketua FBR, Jakarta 04 September 2015 Wawancara dengan Ustadz Zarkasyi, Wakil Ketua FBR, Jakarta 04 September 2015
5
dilakukan anggota FBR tersebut berdampak pada terancamnya kepunahan organisasi. Berita diatas hanya satu dari sekian banyak berita tentang masyarakat yang terganggu oleh tindakan FBR. Masih ada pemberitaan perihal FBR, baik pembubaran, maupun berita-berita anarkisme dan kekerasan yang dilakukan FBR di media. Pemberitaan-pemberitaan negatif tentang FBR di media massa maupun dikesaksian lagsung, membuat presepsi masyarakat terhadap organisasi tersebut menjadi negatif. Dibangun
dengan
tujuan
mulia,
namun
beberapa
kasus
malah
melumpuhkan tujuan awal tesebut. FBR sendiri telah memperingatkan jika sampai organisasinya akan dibubarkan paksa, maka anggota FBR dengan jumlah anggota 1,8 juta 500 ribu itu siap melakukan perlawanan kepada aparat kemanan. Jika sebuah organisasi terancam pada kepunahan dan citra negatif yang didapat, maka organisasi tersebut sedang ada dalam masa krisis. Haywood menyatakan pengertian krisis dengan sederhana yaitu sebagai “keadaan darurat”, dan akan menimbulkan masalah besar jika tidak dihadapi dengan serius. Keadaan ini menandakan bahwa sebuah organisasi sedang dalam keadaan sakit dan membutuhkan dokter. Dokter yang bertugas menyembuhkan atau memperbaiki kerusakan sebuah organisasi adalah divisi humas.6
6
Emeraldy Chatra, Rulli Nasrullah, Public Relation, Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis, (Bandung : Maksimalis, 2008) h.5
6
Melihat konsep diatas, krisis adalah hal yang pasti ada dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Cara penanggulangannya pun tidak luput dari peran seorang praktisi Hubungan Masyarakat (Public Relations). Humas adalah orang penting dalam suatu organisasi karena dia adalah penyambung komunikasi dan pembuat strategi untuk perkembangan dan kemajuan suatu organisasi. Humas juga memiliki fungsi penting sebagai pembentuk citra positif di mata masyarakat agar organisasinya bisa dipercaya. Kepercayaan publik menjadi sumber kekuatan utama bagi setiap organisasi dengan beragam kegiatannya, termasuk yang menikmati monopoli dan diproteksi oleh pemerintah. Dengan kata lain, organisasi bisa eksis dan berkembang tidak lain karena adanya kepercayaan dari publiknya, yang merupakan kekuatan internal dan eksternal penentu hidup matinya organisasi tersebut.7 Bercermin pada penjelasan di atas, maka salah satu yang memiliki tanggung jawab untuk mengatasi krisis yang berkaitan dengan citra organisasi atas masalah yang menimpa FBR adalah divisi humas yang tertera dalam struktur organisasi FBR. Citra buruk perihal organisasi anarkisme dan premanisme yang telah melekat di mata masyarakat kepada FBR tentu saja butuh pemulihan citra yang serius. Humas berperan penting untuk mengembalikan kembali kepercayaan masyarakat kepada organisasi mereka agar eksistensi mereka dalam melangsungkan
7
Emeraldy Chatra, Rulli Nasrullah, Public Relation, Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis, h.14
7
kepentingan, tujuan, visi dan misi organisasi bisa berjalan mulus dan terus berkembang. Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini diberi judul “Peran Hubungan Masyarakat (Humas) Forum Betawi Rempug (FBR) dalam Mengatasi Krisis Organisasi” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar masalah yang diangkat tidak terlalu melebar kemanamana, dan menjadi lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi pada masalah Humas FBR dalam menghadapi krisis organisasi yang bekaitan dengan masalah anarkisme dan premanisme dan periode kepengurusan Humas Juru Bicara 2001-2015 dan kepengurusan Humas Internal 2011-2015 2. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka masalah yang terumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana peranan Humas FBR dalam menghadapi krisis organisasi? 2. Langkah apa yang dilakukan oleh humas FBR untuk memperbaiki citra organisasi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan batasan dan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Humas FBR dalam menghadapi
8
krisis organisasi dan langkah yang dilakukan untuk memperbaiki citra organisasi. D. Signifikansi Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk kontribusi terapan di bidang Hubungan Masyarakat, di mana bidang tersebut merupakan bidang perspektif keilmuan dalam jurusan komunikasi penyiaran islam. Selain itu penelitian ini bermanfaat juga untuk mendalami konsep Hubungan Masyarakat, khususnya dalam hal peranan Hubungan Masyarakat sebuah organisasi yang dihadapkan pada krisis. 2. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang Hubungan Masyarakat suatu organisasi, khususnya organisasi Forum Betawi Rempug, sehingga menjadi panduan bagi berbagai pihak, khususnya mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dalam hal Hubungan Masyarakat mengatasi krisis. E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku
9
sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara atau mengelola dunia sosial mereka8. Dengan begitu, paradigma konstruktivis dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan masyarakat FBR dalam menghadapi krisis organisasi karena paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analsis yang tepat untuk kehidupan sosial terhadap perilaku sosial yang bertanggung jawab untuk mengelola dunia sosial mereka. Artinya, humas FBR sebagai divisi dalam sebuah organisasi sosial memiliki tanggung jawab untuk memelihara FBR dari masalahmasalah yang menimpa organisasi. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metedologi penelitian kualitatif dimana penelitian ini lebih menekankan kepada pengembangan teori yang ada dengan penelitian dilapangan yang menghasilkan data-data yang bersifat deskriptif.
Beberapa tokoh memiliki definisi-definisi
tertentu tentang penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (1975:5) misalnya, mengatakan bahwa metodologi kualitaif sebagai prosedur peneitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Dari kajian tentang definisi-definisi yang ada dapatlah diintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya prilaku, presepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
8
Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik, (Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, 2003), h.3
10
konteks khusus yang alamiyah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiyah.9 Sehubungan dengan itu, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data pengembangan teori, yang akurat dan lengkap dengan terjun ke lapangan dan menganalisisnya agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. 3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian Agar mendapatkan data yang valid, maka subjek penelitian ini adalah Forum Betawi Rempug dari berbagai divisi seperti Hubungan Masyarakat FBR, Wakil Ketua Organisasi FBR, dan Sekretaris Jendral FBR. b. Objek Penelitian Objek penelitian adalah aspek-aspek yang diteliti dari subjek penelitian. Dalam hal ini, objek penelitiannya adalah peran Humas FBR dalam mengatasi krisis organisasi dan langah yang dilakukan untuk memperbaiki citra organisasi. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah untuk mendapatkan data dalam sebuah penelitian. Inilah teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini : a. Wawancara
9
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung : PT Remaja Rodaskarya, 2009), cet. Ke 26, h.6
11
Wawancara merupakan teknik penelitian yang paling sosiologis sifatnya karena bentuknya berasal dari komunikasi verbal antara peneliti dan respondennya.10 Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab seputar topiktopik penelitian dengan pertanyaan yang sudah dirancang dengan matang sebelumnya, antara peneliti dengan subjek penelitian atau narasumber data. b. Observasi Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.11 Observasi adalah langkah yang dilakukan dengan cara mengamati keadaan saat terjun ke lapangan. Dalam penelitian ini, si peneliti terjun langsung dengan objek penelitiannya dan mengamati secara langsun dan bebas tentang objek penelitian. c. Dokumentasi Dokumentasi
merupakan metode yang juga penting, yaitu
mencari data berupa catatan, transkrirp, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.12 Dalam hal penelitian ini, adanya pencarian sumber data dokumentasi untuk memuluskan jalannya penelitian agar lebih
10
Sanafiah faisal, Format-format Penelitian Sosial, dasar-dasar dan Aplikasi (Jakarta : Rajawali Pers) 1995, h.39 11 Dedi Mulyana, Metedologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Rosdakarya) 2002, h.181 12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT Rineka Cipta) 2010, h.274
12
akurat karena didukung data-data berupa poto-poto dan catatancatatan yang bersangkutan dengan topik penelitian. 5. Teknik Analisis Data Kemudian langkah terakhir dalam pengolahan data yaitu analisis data. Analisis data adalah tahap dimana semua data yang sudah diperoleh dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi, kemudian
digabungkan
dan
dianalisis
sehingga
mendapatkan
kesimpulan deskriptif dan ditinjau atau disinambungkan dengan teori yang relavan sehingga menjadi buah hasil dari penelitian. F. Tinjauan Pustaka Dibawah ini adalah beberapa referensi dari pembuatan skripsi penelitian ini, yaitu : 1. Strategi Humas Front Pembela Islam (FPI) Dalam Memperbaiki Citra Publik Melalui Media Massa, karya
Fitri Silviah, mahasiswa S1
Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membahas tentang strategi FPI untuk memperbaiki citranya dihadapan masyarakat dengan melalui media massa. 2. Strategi Public Relation Bank BNI Syari’ah dalam Meraih Citra Positif di Media Online, karya Ditya Arif Setiabudi, mahasiswa S1 Komunikasi penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membahas tentang strategi Bank BNI Syari’ah untuk mendapatkan citra bagus di masyarakat dengan menggunakan media Online.
13
3. Struktur Komunikasi Organisasi masyarakat Dalam Mempertahankan Eksistensinya (Studi Deskriptif Kualitatif Terhadap Organisasi masyarakat Forum Betawi Rempug), karya Benezir Raniwla, Mahasiswa S1 Komunikasi , Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public Relation, Jakarta. Skripsi ini membahas tentang struktur komunikasi organisasi FBR dalam mempertahankan eksistensinya ditengah-tengah citra buruk tentang FBR. G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi tentu ada sistematika penulisan yang tertata dan terpola agar penulisan dapat terorganisir dengan baik. Berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi ini : Bab satu berisi tentang pendahuluan yang mengungkapkan tentang fenomena yang menelatar belakangi penelitian ini dimana didalamnya terdapat : Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Penelitian, Tujuan Penelitian, Signifikansi
Penelitian,
Metodologi
Penelitian,
Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. Bab dua berisi tentang landasan teori yang didalamnya mencakup konseptualisasi dan teori pembuatan penelitian. Konseptualisasinya menjelaskan tentang hubungan masyarakat , krisis organisasi dan citra organisasi Bab tiga fokus membahas tentang profil Organisasi Forum Betawi Rempug dan kehumasan organisasi Forum Betawi Rempug.
14
Bab empat merupakan inti atau hasil dari penelitian dimana didalamnya berisi tentang penyajian data penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu deskripsi Humas Forum Betai Rempug dalam mengatasi krisis organisasi dan memperbaiki citra organisasi. Bab lima berisi tentang kesimpulan dari penelitian, saran-saran, juga lampiran yang nanti akan dicantumkan.
BAB II LANDASAN TEORITIS PUBLIC RELATIONS A. Public Relations dan Organisasi Konsep public relations saat ini semakin berkembang dan menghasilkan definisi yang bercabang. Humas yang tadinya hanya bertugas sebagai komunikator yang menjelaskan informasi dalam suatu perusahaan, kini juga bertugas unuk memperoleh pengertian dan paradigma baik dari masyarakat kepada suatu perusahaan atau organisasi. Dalam sejarah yang ada, humas dilahirkan dari sebuah krisis organisasi. Meskipun memiliki tugas yang jelas, namun definisi humas menurut para ahli dan organisasi-organisasi public relations dunia berbedabeda. Frank Jefkins dalam bukunya yang berjudul “Public Relations” membantah jika makna PR adalah usaha untuk menciptakan suatu citra baru atau iklim pendapat umum yang menyenangkan atau mencoba memoles citra yang sudah ada, karena menurutnya citra hanya ada dalam benak manusia. Tidak semua hal yang kita alami dalam kehidupan nyata itu selalu menyenangkan dan saat kita dihadapkan pada kondisi yang tidak menyenangkan, kita hanya harus mampu menjelaskannya kepada orang lain. Pada intinya PR senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul perubahan yang berdampak1.
1
Frank Jefkins – Daniel Yadin, Public Relations Edisi ke-5, (Jakarta: Erlangga, 2002) h.1-2
15
16
Pada Agustus tahun 1978, dalam pertemuan asosiasi-asosiasi humas seluruh dunia yang dislenggarakan di Mexico City, definisi humas disepakati sebagai : Humas adalah suatu seni sekaligus disiplin ilmu soasial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memprediksikan setiap kemungkinan konsekuensi dari setiap kegiatannya, memberi masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi dan mengimplementasikan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan atau kepentingan khalayaknya.2 Dalam kesepakatan tersebut, humas memiliki banyak tugas dan fungsi yang sangat penting. Dia merupakan penyambung komunikasi dari bawahan kepada atasan dan sebaliknya, juga memiliki peran penting dalam pengimplementasian kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh suatu organisasi. Selain itu juga humas juga harus bisa memastikan bahwa organisasinya memiliki kepentingan yang juga dirasa penting oleh masyarakat. Menurut kamus terbitan Institute of Public Relations (IPR) – lembaga humas terkemuka di Inggris dan Eropa, yang diterbitkan pada November 1987. Humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.3 Dalam kamus Inggris-Eropa tersebut tercatat bahwa humas memiliki tugas untuk mengusahakan dengan baik dan terorganisir agar 2
Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2000)h.2 3 Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara) h.1
17
bisa menjaga hubungan baik antara organisasi dan masyarakat. Tentu hal tersebut perlu dilakukan agar masyarakat mampu menerima organisasi tersebut sehingga tidak menjadi penghambat untuk terjaganya tujuan oganisasi yang hendak dicapai. Sedangkan menurut kamus Fund and Wagnal, American Standard Desk Dictonary terbitan 1994 tentang definisi humas yaitu: Segenap kegiatan dan teknik /kiat yang digunakan oleh organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan dan sepakterjangnya.4 Ungkapan tersebut menyatakan bahwa humas bertugas untuk mengatur strategi agar bisa menciptakan citra baik bagi organisasi mereka dan pihak luar pun bisa mengakui keberadaannya sebagai organisasi dengan reputasi yang baik. Salah satu tokoh public relations yang terkenal, Frank Jefkins juga memiliki definisi tersendiri tentang PR, yaitu : PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencan, baik itu kedalam maupun keluar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. 5 Dilihat dari definisi PR yang berbeda-beda diatas, dewasanya tugas PR adalah menjadi penyambung komunikasi yang jujur dan memberi pengertian kepada khalayaknya, apapun yang terjadi pada sebuah perusahaan atau organisasi, tapi PR mempunyai tanggung jawab untuk 4
Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia, h.2 5 Frank Jefkins-Danil Yadin, Publik Relations (Jakarta: Erlangga) 2002, Edisi ke-5, h.10
18
menjelaskan kepada masyarakat. Tujuannya, tentu agar mendapat kepercayaan dari masyarakat sehingga kelangsungan organisasi tersebut akan terjamin dan diterima. PR dalam organisasi atau perusahaan muncul karena hal-hal sebagai berikut :6 1. Adanya kebutuhan memperbaiki hubungan baik dengan publik sehingga terdapat saling pengertian, publik bisa mengerti bagaimana organisasi tersebut, publik bisa lebih mengenal dan mengerti lebih jelas, muncul saling mempercayai demi keuntungan dua belah pihak, membawa kemajuan kontinuitas organisasi dan kebutuhan publik. 2. Adanya keinginan untuk semakin bersikap terbuka terhadap publik dengan menggunakan komunikasi dua arah. Juga dengan menciptakan opini publik yang sangat diperlukan untuk pengembangan dan kelangsungan organisasi/ perusahaan. 3. Adanya kebutuhan untuk semakin memasyarakat yang merupakan proses mencapai kemenangan dalam mempengaruhi hal-hal penting bagi kepentingan umum sehingga membuat publik semakin mengenal organisasi/ perusahaan dengan lebih baik, dan publik semakin terbuka mengenai kebutuhan, keinginan dan keluhan. 4. Adanya kebutuhan untuk berkomunikasi dua arah dalam menghadapi permasalahan sosial yang kompleks dan semakin berkembang. Untuk itu dibutuhkan hubungan sosial yang sehat dan etis.
6
Sr. Maria Assumpta Rumanti, Dasar-dasar Public Relations, Teori dan Praktik (Jakarta: PT Grasindo) 2005, cet-3, h. 203
19
B. Ruang Lingkup Public Relations Ruang lingkup humas diklarifikasikan menurut jenis organisasi yang pada garis besarnya adalah humas pemerintahan, humas perusahaan dan humas internasional.7 1. Hubungan Masyarakat Pemerintahan Sam
Black
dalam
bukunya
Practical
Public
Relations
mengklarifikasikan humas pemerintah terbagi pada dua bagian, yaitu Central Goverment and Local Government ( Humas Pemerintahan Pusat dan Humas Pemerintahan Daerah) Humas pemerintahan pusat memiliki dua tugas, yaitu yang pertama untuk menyebarkan informasi secara teratur mengenai kebijaksanaan, perencanaan, dan hasil yang telah dicapai, dan kedua untuk menerangkan dan mendidik publik mengenai perundang-undangan, peratran-peraturan dan hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan rakyat sehari-hari. selain itu, tugasnya juga mencakup untuk menasehati pimpinan departemen dalam hubungannya dengan reaksi atau tanggapan publik terhadap kebijaksanaan yang dijalankan. Dikebanyakan departemen atau kementrian, bagian humas mempunyai keleluasaan untuk menyatakan opini atau pendapatnya pada pertemuan-pertemuan dalam semua tingkat dan sikepala bagian ini menyenangi kepercayaan penuh yang diberikan menteri beserta pimpinan lain kepadanya. Diaku bahwa ia tidak mungkin melakukan tugasnya tanpa keleluasaan memperoleh informasi yang lengkap dan bahwa ia harus diminta nasihatnya ketika suatu kebijaksanaan sedang dirumuskan
7
Onong Uchjana, Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992) h. 37
20
Ada 4 tujuan utama humas pemerintahan daerah menurut Sam Black yaitu pertama untuk memelihara penduduk agar tahu jelas mengenai kebijaksanaan lembaga beserta kegiatannya sehari-hari, kedua untuk memberi
kesempatan
kepada
mereka
untuk
menyatakan
pandangannya mengenai proyek baru yang penting sebelum lembaga mengambil keputusan, ketiga memberikan penerangan kepada penduduk mengenai cara pelaksanaan sistem pemerintahan daerah dan mengenai hak-hak dan tanggung jawab mereka, keempat untuk mengembangkan rasa bangga sebagai warga negara. 2. Hubungan Masyarakat Perusahaan .....upaya yang berencana untuk mempengaruhi dan membina opini yang menyenangkan melalui penampilan yang dapat diterima, dilakukan secara jujur, dan dengan kepercayaan melalui dua jalur komunikasi. Ia seharusnya merupakan fungsi “manajemen”; yakni upaya yang berencana itu harus didasarkan pada pernyataan kebijaksanaan yang mapan dan yang disetujui, yang mencerminkan prinsip-prinsip dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, oganisasi, atau kelompok. Dalam aspek ini, humas adalah operasionalisasi konsep atau filsafat bisnis dari manajemen. Edwin Emery, Phillip H.Ault dan Waren K. Agee, dari bukunya “Introduction to Mass Communication”. Menurut Onong Uchjana, dalam bukunya Hubungan Masyarakat, Suatu Studi Komunikologis, humas di Indonesia belum diterapkan dengan benar sebagai pemegang posisi yang sangat tinggi karena berbagai tugas dan fungsinya tersebut seperti yang dijelaskan oleh Edwin, Phillip dan Warren di atas yaitu sebagai fungsi manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tidak seperti di negaranegara maju lain yang berfikir posisi humas begitu penting sehingga
21
mendudukan humas pada posisi puncak pimpinan. Hal yang terjadi di Indonesia mungkin karena beberapa kemungkinan yang ada seperti misalnya pimpinan puncak yang belum begitu menyadari pentingnya tugas kehumasan atau mungkin juga belum menaruh kepercayaan kepada kemampuan humas yang ada,atau kemungkinan lain adalah humas itu sendiri belum mampu menunjukan manfaat hasil pekerjaan humas bagi penentuan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan pihak pimpinan organisasi. 3. Hubungan Masyarakat Internasional Ada tiga unsur dominan yang mendukung suasana perkembangan humas internasional menurut Jhon W. Hill, yang saat dianggap sebagai pelopor humas internasional . Ketiga unsur tersebut ialah ; a stable and democratic government (pemerintahan yang mapan dan demokratis), a political and economic system that allows the the development
of private enterprise and encourages competition in
mani fields of endeavor (sistem politik dan ekonomi yang memungkinkan
dikembangkannya
perusahaan
pribadi
dan
digalakannya persaingan di segala lapangan yang menuntut kerja keras) and the existence of prosperous and throughly independent media, over wich the government has a minimum of control (dan media yang besar dan merdeka, yang memperoleh pengawasan pemerintah secara minimal). Pada kenyataannya, negara yang didukung oleh ketiga unsur diatas hanyalah Amerika, dan sebenarnya
22
belum tentu bisa diterapkan disemua negara, bahkan yang baru lepas dari penjajahan sekalipun. Dalam perkembangannya, humas internasional memiliki pergeseran. Pada tahun 1950, humas internasional hanya bergerak dalam bidang ekonomi, khususnya pemasaran, hingga mulai merembet pada bidang lain pada tahun 1960, yaitu bidang politik. Kini, di era perkembangan telekomunikasi dan globalisasi, tak heran jika perkembangannya semakin pesat. Perkembangan teknologi dan kompleksnya masyarakat dunia saat itu merangsang para ahli humas untuk membentuk suatu organisasi
perkumpulan
mereka,
yang
akhirnya
dicetuskan
pembentukan Internasional Public Relations Association (IPRA) yang secara resmi didirikan pada tahun 1955 oleh para ahli humas dunia di London dan diketuai pertama kali oleh Tom Fife Clark dari Inggris. Pada tahun 1961 IPRA merumuskan Kode Etik (Code of Conduct) yang disepakati dalam World Congress of Public Relations dan pada tahun 1982 IPRA telah menerbitkan “Gold Paper No.4” yang memuat working definision (definisi kerja) hasil rumusan DR. Rex F. Harlow, seorang veteran profesional humas dan telah dinyatakan oleh IPRA sebagai pedoman bagi para pemraktek humas anggota IPRA diseluruh dunia. Tanpa adanya suatu program yang terencana dengan baik, seorang praktisi kehumasan akan terpaksa beroperasi secara insingtif sehingga ia mudah kehilangan arah. Dengan alamiyah dia akan terus memikirkan halhal yang baru tanpa memperhatikan pekerjaan lamanya yang belum
23
terselesaikan. Kemungkinan buruknya dia tidak akan bisa mengukur keberhasilannya dan akan kehilangan arah. Untuk itu perencanaan program sangatlah penting untuk memastikan keteraturan kegiatan dan mengukur keberhasilan yang telah diperoleh.8 Ada enam langkah model perencanaan PR yang sudah diterima secara luas oleh para praktisi PR profesinal, yaitu :9 1. Pengenalan Situasi Perencanaan logis, merupakan prosedur penyusunan rencana yang didasarkan pada pencapaian tujuan. Kunci utamanya adalah pemahaman terhadap situasi yang ada. Untuk memuluskan jalannya mencapai tujuan organisasi, kita perlu mengetahui bagaimana posisi kita di mata khalayak. Bukan dengan perkiraan, naun kita harus mengetahui secara pasti citra organisasi kita. Jefkins, sangat mengritik tajam terhadap orangorang yang mengeluarkan banyak biaya untuk pemolesan citra di media massa agar organisasinya digambarkan dengan baik padahal dalam kenyataannya nihil. Suatu studi mengenai situasi iternal dan eksternal yang dihadapi organisasi adalah penting. 2. Definisi Tujuan Perencanaan program humas membutuhkan tujuan yang jelas. Beberapa tujuan pokok kegiatan humas adalah untuk mengubah citra umum dimata khalayak, meningkatkan bobot 8 9
Frank Jefkins, Publik Relations (Jakarta: Erlangga) 2002, cet-5, h.57 Frank Jefkins, Public Relations, h.57
24
kualitas para calon pegawai, menyebar luaskan cerita sukses organisasi untuk mendapatkan pengakuan, memperkenalkan organisasi kepada masyarakat, memperbaiki hubungan antara organisasi dengan khalayknya, meyakinkan khalayak bahwa organisasi mampu bertahan atau bangkit kembali setelah terjadinya krisis, menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para pimpinan organisasi dala kegiatan sosial sehari-hari, dsb. Tujuan
organisasi
secara
khusus
ditetapkan
oleh
organisasi itu sendiri yang dalam pencapaiannya tak lepas dari campur tangan humas. 3. Khalayak Langkah model perencanaan PR yang ke tiga adalah mengenali khalayaknya. Sangat penting bagi organisasi untuk mengenali dan membatasi khalayaknya ; masyarrakat luas, calon anggota, para aggota, pemimpin pendapat umum dan media massa. Sebesar apapun suatu organsasi tak mungkin ia bisa menjangkau semua khalayak meskipun saat ini perkembangan teknologi dan elektronik sedang berkembang pesat. Namun baik TV ataupun surat kabar tidak akan mampu mengirimkan pesanpesan khusus ke berbagai macam khalayak yang berlainan dalam waktu bersamaan. Meskipun begitu, penggunaan media massa tetap dipakai untuk membantu penyebaran pesan tersebut karena setidaknya bisa membantu.
25
4. Media dan Teknik-teknik PR Media-media utama bagi kegiatan PR adalah media pers yaitu berbagai macam koran skala regional maupun nasional bahkan internasional, majalah-majalah, buku-buku petunjuk khusus dan buku-buku tahunan dan laporan tahunan dari berbagai lembaga yang sengaja dipublikasikan untuk umum, kemudian ada juga media audio-visual yang terdiri dari slide dan kaset vidio, media radio mulai dari yang berskala lokal, nasional hingga internasional, media televisi yang saat ini juga banyak digunakan oleh organisasi-oganisasi tertentu, media pameran seperti pameran pertunjukan publik dan lain sebagainya, media bahanbahan cetakan adalah bahan-bahan cetakan yang informatif dan mendidik jugaa menghibur yang disebar luaskan, media penerbitan buku khusus, yaitu organisasi yang menerbitkan bukunya secara khusus tentang organisas tersebut, media surat langsung yang merupakan media lazim penyapai pesan PR yang ditujukan untuk orang-orang tertentu dan lembaga tertentu, media pesan-pesan lisan yaitu komunikasi tatap muka atau komunikasi langsung seperti dalam acara makan malam, rapat, ataupun dalam telfon, media pemberian sponsor yaitu agar suatu organisasi dianggap baik dan bisa memperkanalkan organisasinya tersebut, media jurnal organisasi atau biasa juga disebut dengan „jurnal internal‟, „buletin terbatas‟ dan „koran perusahaan‟. 5. Perencanaan Anggaran
26
PR merupakan kegiatan yang padat karya sehingga pos pengeluaran terbesar dihabiskan untuk membayar pemakaian jam kerja atau gaji pegawai. Untuk itu perencanaan dari biaya-biaya yang akan dikeluarkan haruslah diperhitungkan sedetail mungkin dan jangan membuang-buang anggaran untuk hal-hal yang tidak akan mencapai tujuan PR dengan maksimal. Prencanaan anggaran yang baik adalah dengan dana seminimnya untuk bisa mencapai tujuan organisasi. Dengan adanya perencanaan anggaran, maka akan memaksa kedisiplinan atas pengeluaran sehingga tidak menimbulkan pemborosan dan pengeluaran yang berlebihan dan pengeluaran akan dilakukan sesuai dengn rencana yang telah ditetepkan. 5. Pengukuran Hasil Pengukuran hasil atau biasa disebut juga dengan evaluasi merupakan tahapan terakhir dari program perencanaan PR. Teknik mengenali situsi seperti dalam poin pertama dalam program perencanaan dapat membantu evaluasi program, seperti misalnya metode pengumpulan pendapat dan uji sikap. Karena program PR memiliki suatu tujuan yang jelas, maka evaluasi diperlukan untuk mengukur seberapa jauh tujuan tersebut telah dicapai serta untuk melihat kegagalan yang dilakukan selama proses berlangsung untuk selanjutnya bisa diperbaiki kembali.
27
C. Tugas dan Peranan Public Relations Adapun ruang lingkup tugas Humas suatu organisasi atau perusahaan antara lain meliputi aktivitas sebagai berikut10 : a.
Membina hubungan kedalam (Publik Internal). Yang dimaksud dengan publik internal adalah publik yang menjadi bagian dari unit/badan/perusahaan atau organisasi itu sendiri. Seorang humas harus mampu mengidentifikasi atau mengenali hal-hal yang menimbulkan gambaran negatif didalam masyarakat, sebelum kebijakan itu dijalankan oleh organisasi.
b. Membina hubungan keluar (publik eksternal). Yang dimaksud dengan publik eksternal adalah publik umum (masyarakat). Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Rosady Ruslan mengutip penjelasan tentang empat kategori peranan Public Relations dalam organisai yaitu11 : 1. Peranan berupa nasihat ahli (expert prescriber). Nasihat harus diberikan kepada pihak-pihak perusahaan atau organisasi termasuk didalamnya pihak manajemen. Nasihat biasanya menyangkut tentang operasionalisasi ketika suatu masalah dihadapi.
10
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi , Konsepsi dan Aplikasi (Jakarta : Rajawali Pers) 2014, h.22 11 Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi , Konsepsi dan Aplikasi (Jakarta : Rajawali Pers) 2014, h.20
28
2. Peranan
berupa
fasilitator
komunikasi
(communication
fasilitator). Komunikasi dilakukan oleh divisi humas guna menginformsikan segala sesuatu yang menyangkut dengan perusahaan
atau
organisasi
seperti
kegiatan
ataupun
pengklarifikasian suatu masalah yang menimpa kepada publik atau masyarakat luas. 3. Peranan ketiga adalah fasilitator proses pemecahan masalah (problem solving process fasilitator) dalam hal ini humas membantu pimpinan organisasi untuk mengambil tindakan keputusan dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional. 4. Peranan teknisi komunikasi dimana PR menyediakan layanan teknis komunikasi. Menurut H. Fayol beberapa kegiatan dan sasaran PR adalah12 : 1. Membangun identitas dan citra perusahaan
Menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif
Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah dengan berbagai pihak
2. Menghadapi krisis (facing of crisis)
Menangani keluhan (complaint) dan menghadapi krisis yang terjadi dengan membentuk manajemen krisis dan
12
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi , Konsepsi dan Aplikasi (Jakarta : Rajawali Pers) 2014, h.23
29
PR Recovery of Image yang bertugas memperbaiki lost of image and damage 3. Mempromosikan aspek kemasyarakatan (promotion public causes)
Mempromosikan yang menyangkut kepentingan publik
Mendukung kegiatan kampanye sosial anti merokok, serta menghindari obat-obatan terlarang dan sebagainya
Anne Van Der Meriden dalam buku Public Relations een kenismaking mengungkapkan tentang fungsi utama dari public relations adalah
:
menumbuhkan,
mengembangkan
hubungan
baik
antara
organisasi/perusahaan dengan publiknya baik internal maupun eksternal; menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan meningkatkan partisipasi public; menciptakan opini public yang menguntungkan organisasi/perusahaan dan public.13 D. Krisis Organisasi Kata “krisis” asalnya dari bahasa Yunani krisis yang artinya adalah “keputusan”. Sedangkan dalam bahasa Cina krisi diucapkan dengan dua kata, yaiu we-ji yang artinya adalah “bahaya” dan “peluang”. Artinya krisis mungkin bisa menjadi bahaya bagi suatu organisasi, namun bisa juga menjadi peluang keberuntungan. Dalam dunia kehumasan, krisis bisa jadi
13
Sr. Maria Assumpta Rumanti, Dasar-dasar Public Relations Teori dan Praktik (Jakarta : PT Grasindo) 2005, cet-3, h. 204
30
adalah bentuk peristiwa, rumor maupun informasi yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi, citra dan kredibilitas organisasi.14 Mengutip dari bukunya Robert P. Powell, Cisis-A Leadership Opportunity (2005), Firsan Nova mengemukakan bahwa Krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendorong organisasi kepada suatu kekacauan (chaos) dan dapat menghancurkan organisasi tersebut tanpa adanya tindakan nyata. Krisis tidak memiliki batas dan dapat terjadi kapan saja, dimana saja terhadap setiap organisasi (profit dan non profit, publik dan privat). Krisis menyerang ketika suatu organisasi berhenti menemukan permasalahan yang ditimbulkan oleh lingkungan tempat mereka berada (Thomas Kuhn, 1996). Kondisi ekonomi global dan iklim politik dapat memperbesar dampak dari suatu krisis sehingga menjadkan krisis sebagai hal yang biasa terjadi dalam perusahaan (Gene Klann, 2003). Krisis bisa dikatakan sebagai berbagai masalah yang menimpa suatu Organisasi atau perusahaan, karena kecil kemungkinan jika suatu organisasi bebas dari krisis. Yang membedakan hanyalah, beberapa organisasi atau perusahaan bisa mengatasi krisis tersebut dengan kepiawaiannya
divisi-divisi
yang
bertanggung
jawab
dalam
menanganinya, sedangkan beberapa lainnya tidak bisa menghadapi krisis yang ada sehingga organisasi atau perusahaan tersebut terancam kepunahan atau bahkan benar-benar harus ditiadakan
14
2011, h. 67
Firsan Nova, Crisis Public Relations (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada)
31
Proses terjadinya krisis15 : Gambar 2.1
I
II
III
Complaint
Negative news
Crucial point
IV Crisis
Pada tahap pertama, organisasi mendapatkan komplen atau keluhan dari masyarakat atau konsumen mengenai produk atau pelayanan. Kemudian pada tahap kedua, karena komplen tidak ditangani secara maksimal maka timbul berita negatif yang membuat isue negatif tersebut terekspose ke luar dan diketahui khalayak banyak. Selanjutnya pada tahap ketiga adalah tahap krusial atau rumit dimana pemberitaan mulai menuai komentar tidak terarah dan menarik perhatian umum karena kontroversial. Pada tahap ini pula pihak eksekutif, polisi, pers pengamat turut memberikan perhatian lebih sehingga membuat suasana menjadi lebih tegang. Terakhir, pada tahap keempat adalah puncaknya atau klimaks, yang menimbulkan konsekuensi fatal jika bertambah buruk, namun ada kemungkinan juga membaik. Pada hakikatnya, dilihat dari sejarah humas yang telah tertera diatas, adanya divisi humas adalah untuk menanggulangi krisis yang terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Maka dari itu sudah tugas humas untuk mengantisipasi setiap kemungkinan yang ada. Namun pada
15
Rosady Ruslan, Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999) h. 99
32
kenyataannya krisis tidak hanya ditangani oleh pihak kehumasan, namun juga pihak manajemen. Oleh karena itu, bidang kehumasan yang profesional dan pihak manajemen sebenarnya bisa bersama-sama beriringan menghadapi krisis yang terjadi dalam suatu organisasi. Mereka bisa saling melengkapi dan melaksanakan tugas sesuai porsi disiplin ilmu masing-masing. Krisis Di mata Kehumasan Strategi publik relations dalam membentuk manajemen khusus menghadapi krisis yang berlangsung dengan suatu tndakan perencanaan yang telah dipersiapkan, pengorganisasian dan pengkoordinasian tim pengendali atau penanggulang serta pengidentifikasian atau penilaian dan sekaligus berupaya untuk mencegah meluasnya dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu peristiwa krisis. Disamping itu, membuka saluran informasi atau komunikasi timbal balik seta tetap menjaga hubungan yang baik dengan kalangan instansi terkait, khususnya pihak pers (media massa) dengan tetap mempertahankan kepercayaan publik serta citra baik bagi lembaga (perusahaan) atau produk yang diwakilinya16 Secara garis besar, krisis harus diatasi dengan langkah-langkah terstruktur oleh humas. Pada umumnya krisis dalam suatu organisasi terjadi karena masalah kepercayaan. Krisis kepercayaan bisa jadi menjadi akibat ataupun sebab krisis sektoral. Ketika publik mulai dihantui keragu-raguan dan pesimisme, organisasi mengalami krisis kepercayaan. Sebagai faktor sebab akibat, krisis kepercayaan dimulai dari adanya gangguan pada hubungan baik antara organisasi dengan publiknya, baik gara-gara kelalaian organisasi itu sendiri maupun karena tekanan eksternal. Selanjutnya krisis ini 16
Rosady Ruslan, Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999) h.102
33
menyebabkan hubungan dengan publik internal maupun eksternal ikut terganggu. Bila kondisi ini terjadi, kerja sama terhenti atau mengalami kemacetan serius. Organisasi berada dipinggir jurang kehancuran.17 Untuk lebih jelasnya berikut adalah 9 jenis krisis berdasarkan penyebabnya18 : 1. Krisi karena bencana alam : bencana alam memang hal tak terduga yang terjadi diluar kuasa manusia. Oleh karenanya, krisi karena bencana alam bukanlah dikarenakan human error, akan tetapi takdir yang terelakan. Misalnya gempa bumi, tsunami, letusan gunung merapi, kebakaran hutan dan bencana alam lainnya yang bisa mengakibatkan korban jiwa, penyakit, ataupun menghancurkan perkantoran-perkantoran. 2. Krisis karena kecelakaan industri : krisis kecelakaan industri juga serius yang pada tingkatannya bisa menimbulkan korban jiwa. Penyebabnya bisa jadi karena mesin yang tidak bekerja semestinya, kebakaran pabrik atau kecelakaan kerja. 3. Krisis karena produk yang kurang sempurna : krisis ini dikhususkan terjadi pada organisasi komersil, yang menghasilkan produk dan jasa. Produk yang dihasilkan mungkin saja cacat , atau jasa pelayanan seorang karyawan mungkin saja tidak baik. Hal tersebut berdampak pada krisis perusahaan.
17
Emeraldy Chatra & Rulli Nasrullah , Public Relatio, Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis (Bandung : Maximalis) 2008 18 Firsan Nova, Crisis Public Relations (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada) 2011, h75
34
4. Krisis karena presepsi publik : krisis ini terjad karena presepsi publik yang buruk mengenai organisasi sehingga menghasilkan citra yang buruk. 5. Krisis karena hubungan kerja yang buruk : hubungan kerja yang buruk antara pekerja dan perusahaan dapat berdampak pada krisis besar. Krisis ini dapat mengarah pada kondisi tidak terkendali yang serius dalam oprasional perusahaan. Kekuatan buruh kadang dapat emmaksa industri untuk tutup sehingga perusahaan terpaksa bersikap agresif 6. Krisis karena kesalahan strategi bisnis : penyebab dari krisis ini adalah perencanaan atau implementasi strategi bisnis yang tidak tepat yang dilakukan oleh manajemen dan tidak terprediksi sebelumnya. 7. Krisis karena terkait masalah kriminal : krisis seperti ini merupakan ancaman besar bagi organisasi krena merupakan “magnet media”. Sekali tindak kriminal terjadi, maka media dengan menggebugebu dan dramatis akan menayangkannya yang mengakibatkan pada citra organisasi. 8. Krisis karena pergantian manajemen : terkadang perubahan struktur dalam organisasi dianggap suatu krisis. Hal itu bisa jadi disebabkan oleh pemimpin pertama yang sangat disayangi dan enggan digantikan oleh orang lain dan pada akhirnya menimbulkan krisis. 9. Krisis karena persaingan bisnis : beberapa perusahaan yang memonopoli pasar dapat saja mengontrol pasar dan menyerang pesaing secara frontal. Hal ini akan menyebabkan pesaing rugi dan harus
35
mengeluarkan uang untuk bangki dan membangun kembali reputasi mereka. Krisis dapat dikategorikan berdasarkan dampaknya 19 : 1. Krisis level 1 : pada level satu ini dampak yang terjadi akibat krisis adalah tercemarnya nama baik organisasi serta adanya hambatan dalam mewujudkan misi. 2. Krisis level 2 : sedangkan level dua, krisis mengakibatkan cedera fisik,, kemungkinan korban jiwa, rusaknya properti, hancurnya reputasi perusahaan atau kombinasinya. 3. Krisis level 3 : pada level ini krisis mengakibatkan adanya korban jiwa, kerusakan properti yang serius, serta kemungkinan kebangkrutan. Krisis dapat dikategorikan berdasarkan waktunya, yaitu20 : 1. Krisis bersifat segera (immediate crises) adalah tipe krisis yang paling ditakuti karena terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan, sehingga tidak ada waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. 2. Krisis baru muncul adalah tipe yang masih memungkinkan praktisi humas untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis ini akan meledak jika terlalu lama tidak ditangani 3. Krisis bertahan (sustained crises) adalah krisis yang tetap muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah 19
Firsan Nova, Crisis Public Relations (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada)
2011, h.71 20
Morissan, M.A., Manajemen Public Relations : Strategi Menjadi Humas Profesional (Jakarta : Kencana) 2010 h. 173
36
dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen peusahaan atau organasi untuk mengatasinya. Ada enam langkah praktisi kehumasan dalam menghadapi krisis, langkah pertama, identifikasi masalah, setelah itu penyusunan tim krisis kehumasan, lalu analisis krisis, kemudian penyusunan alternatif tindakan, lalu implementasi dan terakhir evaluasi.21 Identifikasi krisis merupakan langkah awal dalam proses kehumasan krisis. Ada kalanya krisis datang dengan membawa sinyalsinyal tertentu sebelumnya. Saat organisasi mulai terlihat terancam krisis maka ada baiknya humas yang bersangkutan mulai mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi kemungkinan yang ada. Menyusun tim kehumasan krisis (TKK) juga langkah penting untuk dilakukan setelah masalah mulai teridentifikasi. Setidaknya TKK harus memiliki anggota yang solid, rencana dan skejul kerja yang jelas, ruang pertemuan serta fasilitas komunikasi dan transportasi yang memadai. ...... setiap organisasi perlu membentuk sebuah tim manajemen krisis yang permanen. Struktur tim tersebut bisa saja berlainan dari satu organisasi ke organisasi lainnya tergantung dari jumlah staf, sebaran lokasi, dan karakteristik sektor usaha atau bidang yang digeluti oleh organisasi yang bersangkutan. Sebuah tim manajemen krisis biasanya terdiri dari seorang direktur, manajer humas, manajer operasional, petugas kemanan dan pejabat personalia.22 Setelah TKK terbentuk, maka tugas mereka telah menunggu. Analisis krisis dari masalah yang teridentifikasi. Identifikasi dapat dijawab
21
Emeraldy Chatra & Rulli Nasrullah , Public Relations Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis (Bandung : Maximalis) 2008, h.79 22 Frank Jefkins, Public Relations, Edisi ke-4 (Jakarta: Erlangga) 2003, h.292
37
dengan menganalisis krisis kepercayaan yang ada. Ruslan berpendapat untuk melakukan metode 5W+1H dalam menganalisis krisis ini. What , apa penyebab terjadinya krisis; why, kenapa krisis bisa terjadi; where, dimana krisis dimulai; when, kapan krisis dimulai; how and how far, bagaiana krisis itu terjadi dan sejauh mana krisis tersebut berkembang; who, siapa saja yang mampu mengatasi krisis tersebut (pembentukan tim penanggulangan krisis). Menyusun aternatif tindakan setelah krisis dianalisis. TKK mulai menyusun rencana dan strategi untuk mengantisipasi krisis yang terjadi. Ada beberapa strategi yang menjadi kerangka dalam alternatif menghadapi krisisi, yaitu strategi defensif (strategi bertahan), adaptif (strategi menyesuaikan diri) dan strategi dinamis (memikirkan banyak langkah untuk menanggulangi krisis). Implementasi, ketika strategi telah dipilih dan disetujui oleh pimpinan tertinggi organisasi. Implementasi berupa tindakan kongkrit yang harus dilakukan organisasi sesuai setelah merancang strategi. Evaluasi dilakukan setelah implementasi strategi. Evaluasi sangat penting untuk mengulas segala upaya yang telah dilakukan oleh TKK sebagai pengukuran berhasil atau tidaknya usaha mereka. Jika berhasil maka usaha tersebut harus dijadikan acuan agar kedepannya bisa meraih kesuksesan seperti saat itu. Namun jika kurang berhasil maka usaha tersebut harus diperbaiki agar bisa lebih baik lagi kedepannya.
38
Dibawah ini ada beberapa strategi Humas dalam merespons krisis23 : 1. Menyerang pihak yang memojokan perusahaan dengan memberikan fakta yang mendukung dan menjelaskan kepada publik bahwa tuduhan itu tidak beralasan. 2. Perusahaan bisa merespons krisis dengan melakukan penyangkalan. 3. Melakukan pembenaran. 4. Organisasi berusaha untuk meraih simpati publik. 5. Organisasi
berjanji
untuk
memperbaiki
kesalahannya
dengan
melakukan tindakan yang benar. 6. Permintaan maaf E. Teori Citra dalam Public Relations Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada dalam benak seseorang24. Dengan kata lain, citra merupakan penilaian seseorang terhadap sesuatu sehingga sesuatu tersebut bisa dianggap positif ataupun negatif. Tentu hal tersebut tergantung dari apa yang seseorang pelajari atau ketahui (informasi) sehingga mereka bisa mempresepsikannya. Bill Canton mengungkapkan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja
23
Firsan Nova, Crisis Public Relations (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada) 2011, h.175 24 Holt, Rinehart and Winston, The HoltDictionary of American English (New York) 1996, h.360
39
diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi25. Disini, Canton menjelaskan bahwa citra ada karena “sengaja” diciptakan. Organisasi maupun
seseorang,
dengan
sengaja
melakukan
sesuatu
ataupun
menginformasikan sesuatu agar orang lain dapat “memandang mereka” sesuai dengan apa yang mereka harapkan untuk dipandang seperti itu. Dalam konteks Public Relations, citra diartikan sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya) mengenai berbagai kebijakan, personil, produk atau jasa-jasa dari suatu organisasi atau perusahaan. Sedangkan didalam dunia fotografi, istilah image diartikan sebagai subjek poto. Dalam konteks pecetakan, image adalah bidang cetakan, misalnya lempeng cetakan litho.26 Berbeda dengan pendapat Canton, menurut Jefkins, Image seseorang atau organisasi adalah citra yang merupakan gambaran yang seharusnya sesuai dengan kenyataan, bukannya sengaja dibuat. Memang, citra adalah sesuatu yang ingin atau bisa dikatakan sebagai tujuan utama yang ingin dicapai oleh setiap organisasi dan praktisi kehumasan yang berperan penting dalam pencapaian tersebut. Namun bukan berarti, kita sengaja membuat citra dengan dibuat-buat atau tidak sesuai dengan kebijakan atau personil yang bersangkutan. Citra dari suatu lembaga atau organisasi dan bentuk pelayanan jasa dan lain sebagainya yang hendak dicapai oleh humas dalam sistem informasi terbuka pada era globalisasi serna kompetetif tersebut, intinya tidak terlepas dari bentuk kualitas jasa pelayanan yang telah diberikan, nilai kepercayaan dan merupakan “amanah” dari publiknya, serta good will 25
Kim Harrison, Srategi Public Relations : A Practical Guide to Success. Edisi 2 (Australia : Vineyard Publishing) h.2 26 Frank Jefkins- Danil Yadin, Public Relations (Jakarta : Erlangga) Edisi-5 1998, h. 412
40
(kemauan baik) yang ditampilkan oleh lembaga atau perusahaan bersangkutan27. Maka, jika kualitas jasa pelayanan yang telah diberikan, nilai kepercayaan dan kemauan yang ditampilkan oleh organisasi atau perusahaan itu bernilai positif, maka citra yang akan didapat pun akan sesuai dengan yang di tuai, dan sebaliknya, jika perusahaan atau organisas memberikan kesemuanya tersebut dengan tidak baik, maka citra yang didapatpun akan negatif. Ada beberapa jenis citra yang yang terkenal yang telah dikemukakan oleh ahli humas, Frank Jefkins. Citra-citra itu adalah :28 1. Citra Bayangan ( Mirror Image) Citra bayangan merupakan citra yang melekat pada orangorang dalam mengenai anggapan pihak luar terhadap organisasi atau perusahaannya. Biasanya yang lebih banyak menganut citra ini adalah pimpinan organisasi atau perusahaan, yang lebih banyak memikirkan tentang pandangan orang lain terhadap organisasinya. Dan biasanya merka berfikir bahwa citra positf telah dipegang oleh organisasi atau perusahaannya, dan hal tersebut tidaklah mutlak karena hanya sebatas ilusi, maka dari itu citra ini disebut citra bayangan karena belum tentu kepastiannya. Seringkali orang-orang dalam tersebut salah menangkap tentang citra mereka dalam pandangan masyarakat luar karena ada beberapa faktor yang melatar belakanginya seperti tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun ataupun pemahaman yang dimiliki 27
Rosady Ruslan, Manajemen Punlic Relations dan Media Komunikasi Konsep dan Aplikasi (Jakarta : Rajawali Pers) 2014, h.77 28 Frank Jefkins, Public Relations, edisi.5 (Jakarta : Erlangga) 1998, h. 20
41
oleh kalangan dalam organisasi tersebut mengenai pendapat orangorang luar. 2. Citra yang Berlaku (Current Image) Citra yang berlaku merupakan kebalikan dari citra bayangan, dimana citra yang berlaku adalah citra yang dianut oleh masyarakat luar tentang pandangannya mengenai suatu organisasi atau perusahaan. Sayangnya, layaknya citra bayangan juga, kebenaran citra ini tak selalu sesuai dengan kenyataan. Karena terkadang, citra ini juga terbentuk dari informasi dan pengetahuan khalayak yang terbatas. Menurut Jefkins, biasanya citra ini cenderung negatif. Citra ini memang sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya. Oleh karena itu, salah satu tugas pokok public relations atau humas adalah menginterpretasikan skapsikap pihak luar kepada pihak manajemen yang mungkin saja keliru menebak pandangan khalayak tersebut. Yang harus diperhatikan bukan hanya sekedar tentang pendapat baik dan positif, namun juga kesan mental mereka terhadap berbagai aspek organisasi, baik pelayanannya, orang-orang didalamnya, produk dan lain sbagainya. Jadi, yang harus dipentingkan disini adalah kebenaran pendapat tersebut, meskipun hal itu tidaklah menyenangkan. Karena citra Public Relations bersumber dari kesan yang benar. 3. Citra yang Diharapkan (Wish Image)
42
Sesuai dengan namanya, citra harapan adalah citra yang diinginkan
oleh
pihak
manajemen.
Tentu
semua
manajemen
menginginkan citra yang baik bagi perusahaan atau organisasinya. Maka dari itu, citra yang diharapkan relatif positif meskipun kita tidak tau bagaimana kenyataannya. Citra yang diharapkan itu biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang cukup mengenai organisasi tersebut. 4. Citra Perusahaan/ Citra Lembaga (Coorporate Image) Citra perusahaan adalah citra organisasi secara keseluruhan, bukan hanya saja dari pelayanan atau produknya. Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya dan menciptakan citra positif. Menurut Jefkins banyak faktor yang bisa membentuk citra perusahaan, seperti sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan dan stabilitas dibidang keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial dan komitmen mengadakan riset. Jika citra tersebut sudah melekat, pihak humas bertaggung jawab untuk mempertahankannya. 5. Citra Majemuk (Multiple Image) Citra ini merupakan citra pelengkap dari citra perusahaan dan lebih ditekankan pada identitas perusahaan. Suatu perusahaan atau
43
organisasi memiliki banyak antek-antek didalamnya yang bisa membuat citra menjadi bercabang-cabang. Oleh karena itu, variasi citra tersebut harus diminimalisir dan citra perusahaan seutuhnya harus ditegakan. Citra majemuk merupakan identitas perusahaan seperti keseragaman antek-antek perusahaan, logo suatu perusahaan, atribut, brand, mobil dinas yang disamakan. Kesemuanya itu diidentikan kedalam citra majemuk yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan. 6. Citra Penampilan (Performance Image)29 Citra penampilan lebih ditujukan untuk penilaian kepada kinerja atau penampilan diri para profesional pada perusahaan yang bersangkutan, seperti kualitas pelayanan dalam bentuk menyambut telepon, tamu dan pelanggan serta publiknya, mereka harus menyenangkan dan memberikan kesan yang baik. Memang hal ini terkadang tidak terlalu dianggap penting tetapi hal kecil seperti ini tetap harus diperhatikan.
29
Frank Jefkins, Hubungan Masyarakat (Jakarta: Intermasa)1992
BAB III GAMBARAN UMUM FORUM BETAWI REMPUG (KEPENGURUSAN FBR DAN HUMAS) A. Sejarah Berdiri Forum Betawi Rempug (FBR) Forum Betawi Rempug (FBR) merupakan wadah perjuangan masyarakat Betawi untuk memperjuangkan hak-haknya yang selama ini tertindas, baik secara struktural maupun kultural. Rempug merupakan bahasa Betawi yang berarti akur, musyawarah, kerjasama dan bersatu, tidak hanya sebatas kata melainkan diejewantahkan dalam kehidupan
seharian
anggota-anggotanya,
sehingga
menumbuh
kembangkan keikhlasan, kebersamaan dan tanggung jawab dalam memperjuangkan hak-hak dan aspirasi kaum Betawi. Meski ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan, baik dari dalam melalui penyusupan ataupun dari luar datang silih berganti, namun FBR selalu berkarta dan berdaya cipta dalam semangat kerempug-an. 1 FBR didirikan oleh tokoh-tokoh muda Betawi pada hari minggu pagi, tanggal 8 Rabi’ul Tsani 1422 H bertepatan dengan 29 Juli 2001 di Pondok Pesantren Ziyadatul Mubtadi’ien, Jl. Raya Penggilingan No. 100 Pedaengan Cakung Jakarta Timur. Pondok Pesantren Ziyadatul Mubtadi’ien menjadi markas besar dan tempat kepengurusan pusat FBR. FBR lahir berawal dari keprihatinan, didirikan oleh Kiayi Fadhloli bersama dengan rekan-rekannya pada saat ia menjad anggota 1
www.betawirempug.com
44
45
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI. Ia diangkat sebagai anggota DPA RI mewakili unsur dari PDI pada era kepemimpinan Soerjadi. Ketika di DPA RI ini mematangkan niatnya untuk mendirikan FBR. Sebagai pejabat negara, setiap ia datang ke daerah, di bandara ia selalu dijemput oleh gubernur dan unsur daerah lain. Dan setiap sambutan gubernur, ia selalu mendengar laporan mengenai perkembangan, bagaimana putra daerah di bidang pendidikan, kesehatan, HAM dan lain sebagainya.2 Dari acara-acara seremonial yang diadakan oleh kantor gubernuran, terbersit dalam pikiran Kiayi Fadloli, di kampungnya, orang Betawi tak pernah ada yang memberikan perhatian sebagaimana penduduk asli di berbagai daerah. “orang Betawi ini adalah penduduk inti masyarakat Jakarta dan Bodetabek. Tapi, pada kenyataannya di tanah kelahirannya sendiri, orang Betawi banyak diabaikan, diasingkan dan korban diskriminasi serta ketidak adilan. Baik dipemerintahan maupun didunia usaha” tegas Kiayi. Sinyalemen Kiayi fadloli itu tentu bukan tanpa alasan. Di Jabodetabek ini, ada pabrik, begitu orang Betawi melamar kerja, sudah penuh. Tidak tahu dari mana orang yang sudah diterima tersebut. Sehingga orang Betawi sulit mendapatkan pekerjaan di Kampung sendiri. Sementara bising, polusi dan kotor, masyarakat Betawi yang menikmati.3
2
Solemanto, KH. A. Fadloli Jejak Langkah Sang Kiayi Mengawal Republik Dari tanah Betawi (Jakarta : Mukti Jaya) 2009, h. 147 3 Solemanto, KH. A. Fadloli Jejak Langkah Sang Kiayi Mengawal Republik Dari tanah Betawi, h. 147
46
Selain itu, saat itu di kampung Betawi sendiri banyak pendatang-pendatang yang sombong yang tidak menghargai adat istiadat dan keberadaan kaum Betawi. Banyak tindak kejahatan, pencurian, bahkan karena adanya perselisihan sampai menghilangkan nyawa seorang RT di lingkungan Padaengan. Selain itu juga ada suatu kisah, puncak keadaan yang membuat kaum Betawi benar-benar geram, saat ada seorang nenek dari etnis Betawi yang sedang digiring masuk ke kandang, tiba-tiba kambingnya diambil paksa oleh seseorang dari etnis lain (Madura), bahkan sambil menodongkan cerulit. Kemudian nenek tersebut melaporkan kejadian tersebut kepada KH. Fadhloli –yang saat itu memang dijadikan panutan oleh masyarakat Betawi- tentang kejadian tersebut. Selain itu masyarakat
lain
banyak
melapor
berbagai
kejadian
tentang
kepongahan kaum pendatang, kesemena-menaan mereka, baik dari segi kemanan maupun ekonomi.4 Akhirnya, setelah kegelisahan dan kegeraman memuncak, KH. Fadhloli mengumpulkan semua potensi yang ada dan akhirnya mendeklarasikan berdirinya Forum Betawi Rempug pada tanggal 29 Juli 2001 pada hari minggu sambil mengacungkan golok sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum pendatang yang semena-mena. FBR merupakan
sebuah
wadah
yang
dapat
menampung
dan
memperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi yang berazaskan islam
4
2015
Wawancara dengan Sekretaris FBR, Daniel Al-Haz, Jakarta, 29 Agustus
47
serta berlandaskan Al-Quran, As-sunah, Pancasila dan UUD 1945. Dan orang-orang yang berada dalam tekanan, semuanya bergabung.5 B. Visi dan Misi Forum Betawi Rempug (FBR) 1. Visi FBR Terbinanya masyarakat Betawi yang rukun, bersatu, kreatif, inovatif dan pengabdi yang berlandaskan keimanan yang jernih terhadap Allah Subhanahu Wata’ala serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai-Nya. 2. Misi Forum Betawi Rempug 1. Membina hubungan persaudaraan yang kokoh diantara sesama masyarakat Betawi dan masyarakat lainnya demi terciptanya kehidupan yang aman, nyaman, damai serta bahagia dunia dan akhirat; 2. Membina hubungan kerja sama dengan pemerintah dalam membangun
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara yang tertib dan nyaman; 3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat Betawi, melalui pendidikan dan pelatihan dan pembukaan lapangan kerja; 4. Meningkatkan peranan masyarakat Betawi dalam berbagai aspek kehidupan; 5. Melestarikan dan mengembangkan seni budaya Betawi sebagai bagian dari kebudayaan dan aset pariwisata nasiona; 5
2015
Wawancara dengan Sekretaris Jendral FBR, Danail Al-Haz, Jakarta 29 Agustus
48
6. Melaksanakan amal ma’ruf nahyi munkar, dan; 7. Mewujudkan terbentuknya “The Real Owner Island” di Kota Jakarta C. Fungsi dan Tugas FBR 1. Mengangkat harkat dan martabat suku Betawi sendiri agar dapat menjadi juragan di tanahnya. 2. Terus melestarikan kebudayaan Betawi agar kebudayaan Betawi selalu diingat dan tidak ditinggalkan khususnya oleh masyarakat Betawi itu sendiri. Anggota FBR adalah tiap orang yang sudah deseleksi dengan proses bai’at. Bai’at adalah perjanjian atau ikrar dimana antara anggota dan pimpinan tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh FBR. Semua orang boleh menjadi anggota FBR. Berkut adalah bunyi bai’at dan janji setia FBR : 1. Taat pada Allah dan Rasulnya; 2. Taat dan patuh pada pimpinan FBR dan AD/ART serta Garis-garis Besar Haluan FBR; 3. Siap memberantas tempat-tempat maksiat dan orang-orang yang berbuat dzalim 4. Berusaha meninggalkan larangan syara’ seperti mabok karena minuman serta obat terlarang, berzina, berjudi dan narkoba; 5. Siap berkorban dengan ikhlas untuk membela dan membantu serta menolong sesama anggota FBR;
49
6. Siap memberikan maaf manakala terjadi kesalahpahaman diantara dan sesama anggota FBR; 7. Siap bekerjasama dengan pemerintah, aparat keamanan, antarsuku atau antar etnis selagi tidak bertentangan dengan aqidah dan syari’ah; 8. Siap dicabut KTA FBR manakala melanggar syara’, AD/ART serta tidak menta’ati pimpinan; 9. Siap menghadiri kegiatan FBR setelah mendapat persetujuan dari pimpinan FBR FBR memiliki ciri yang khas sehingga semua orang bisa mengenal FBR dari ciri-ciri tersebut. Ciri khas anggota FBR dalam atribut organisasi yaitu memakai pakaian seragam hitam dengan sarung yang melingkar dileher dan peci hitam merupakan warna atau identitas sejarah gerakan perjuangan masyarakat Betawi yang identik dengan keberanian dan ketegaran. Sarung dan peci hitam mencerminkan ciri khas ke-islaman dari sudut pandang budaya masyarakat Betawi yang melekat erat dengan moralitas dan akhlak yang islami. Golok yang terselip dipinggang menggambarkan tradisi budaya kepahlawanan Betawi yang gagah dan berani menentang penjajahan, penindasan dan kesewenangan. Selain itu FBR juga memiliki logo yang dipakai sebagai identitas organisasi yang juga menjadi ciri khas organisasi FBR.
50
Gambar 3.2
(Logo FBR) Keseluruhan logo FBR ini diwarnai dengan warna hijau. Maksud dari warna hijau adalah sebagai lambang kehidupan, kesejukan dan kenyamanan karena berkaitan dengan bumi dan alam yang bersifat natural. Ada sketsa gambar kubah mesjid yang berjumlah tiga buah yang melambangkan iman, islam dan ihsan. Iman berarti taat terhadap pimpinan, berjuang ikhlas, rela berkorban, setia kawan dan pantang menyerah serta pantang berkhianat. Islam berarti agama yang dijadikan sebagai panutan, tuntunan dan arahan. Ihsan berarti berbuat baik adalah sesuatu yang lebih baik dari iman. Iman, islam dan ihsan juga dimaksudkan untuk menjiwai pergerakan dan perjuangan organisasi. Ondel-ondel pria dan wanita didalam lingkaran tengah logo FBR ini melambangkan bahwa suku Betawi, baik laki-laki maupun
51
perempuan, mempunyai hak yang sama dalam kedudukan, mencintai dan melestarikan seni budaya Betawi yang tidak bertentangan dengan syariat islam. Selain itu juga menunjukan adanya kesetaraan antara pria dan wanita. Kesetaraan yang diikat dalam satu lingkaran bundar dalam satu dinding untuk mencapai satu tujuan. Lingkaran bundar melambangkan bahwa suku Btawi senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. D. Struktur Organisasi FBR Berdasakan lampiran surat keputusan ketua umum FBR menyatakan bahwa Struktur dan Personalia, Pembina, Penasehat dan pengurus Pusat Forum Betawi Rempug adalah sebagai beikut :6 Gambar 3.2
Pembina
Penasehat
•Ronny Bratawijaya •H. Harianto Badjoeri, SE •Aceng Supriatna •HM. Taufik Sidik •Ir. Saleh Ali •H. Mariyah Fadloli •H. Andi Anzhar Cakra Wijaya, SH, MH •Habib Husein Al-Habsyi •Drs. KH. Ahmad Fauzi •Dr. KH. Mardani Achlan,MA •H. Amang Suratman Umar •H. S. Pujo Nugroho, SH
(Kepengurusan Pembina dan Penasihat FBR)
6
Sumber : Pengurus Pusat FBR
52
Gambar 3.3
Sekretaris Jendral
Ketua Umum
Bendahara Umum
KH. Luthfi Hakim, MA
H. Danail AlHaz, SH
H. Romi Siswanto,S.Sos , M.Si
Wakil : Drs. KH. Ahmad Zarkasyi Usman
Wakil : Ibrahim S.Kom
Wakil: H. Muhammad Irfandi, SE
Juru Bicara Eksternal Fajri Husein AtTijani
Hubungan Masyarakat Internal Junaedi ABD
(Kepengurusan Umum FBR) Gambar 3.4
Pendidikan, Pelatihan dan Pengkaderan •Edwan Hamidy, SH, MM •Ahmad sarmili •Sofnan Aidil
Hukum dan Politik •H. Harry Ibrahim, SH, MH •T. Murniansyah. D, SH •Suhana Natawilwana, SH •H. Suharsyah, SH •H. Suaib Rizal, SH •Amsari, SH, MH •Marie Lentje, SH
Kelembagaan Ekonomi dan Koperasi •Ibrahim S.Kom •Husin •A. Sayuti
53
Pemberdayaan Perempuan •Hj. Izzatunafsi Fadhloli •Marfuah, SE
Seni Budaya Betawi
Kepemudaan dan Olah Raga
Pembinaan mental Spiritual dan Pondok Pesantren
•Mahfudz Syaf'i, ST •Opi Kumis •H. Firmansyah
•A Baihaki, S.Ag •Sanny A. Irsan, S.Sos •Ali Rachman, S.sos
•KH. A. Syaikhu, S.Pd.I •Zainuddin, HG, S.Ag •Lukman Hakim, MM
(Kepengurusan Departemen FBR) E. Hubungan Masyarakat FBR Humas dibentuk semenjak organisasi FBR lahir dan belum ada pergantian kepengurusan jabatan humas sampai sekarang. Humas FBR dibentuk karena adanya kesadaran bahwa humas dianggap penting
dalam
hal
menyampaikan
pesan-pesan
FBR.
Pasca
meninggalnya KH. Fadhloli selaku Ketua pertama FBR, humas kemudian dibagi pada dua bagian, yaitu humas Juru Bicara dan humas internal (Pusat). Humas internal pusat dibentuk dengan maksud untuk membantu kinerja humas juru bicara dengan mengambl alih sebagian tugas internal. a. Ruang Lingkup Humas FBR7 FBR adalah organisasi yang memiliki kepengurusan humas untuk pusat dan juru bicara. Ruang lingkup humas FBR terbagi pada dua bagian : 1. Membina hubungan internal
7
Wawancara dengan Humas FBR, Fajri Husen, 02 September 2015
54
Penyambung lidah dalam lingkup internal organisasi FBR. Karena FBR tersebar luas se-Jabodetabek, maka dalam tingkatannya FBR membagi-bagi cabang kepengurusan setiap wilayah dengan Gardu. Sistematikanya adalah kantor FBR pusat,
koordinator
wilayah,
Gardu
dan
pos.
Untuk
memudahkan komunikasinya, penyampaian pesan dilakukan secara berantai, yaitu humas pusat menyampaikan kepada korwil, kemudian korwil menyampaikan kepada ketua gardu, setelah itu baru lah ketua gardu menyampaikan pesan kepada anggota-anggota FBR di masing-masing gardu. 2. Membina hubungan eksternal Komunikasi eksternalpun dijalin oleh humas FBR yaitu dengan banyaknya kerjasama yang dilakukan. Misalnya bekerjasama dengan TNI, kepolisian, etnis, suku, agama dan lain sebagainya.. b. Kegiatan-kegiatan Humas FBR Diantaranya, kegiatan FBR yang rutin dapat dibedakan dari jangkauan tempat adalah kegiatan yang dilaksanakan di Gardu, kegiatan yang dilaksanakan di Koordinator Wilayah dan kegiatan yang dilakukan di Markas Pusat. Kegiatan yang dilaksanakan di Gardu adalah berupa rapat anak-anak Gardu. Kegiatan di tingkat Koordinator Wilayah meliputi rapat Korwil yang dilaksanakan setiap sebulan sekali. Kegiatan yang dilakukan di tingkat pusat adalah
lembaga-lembaga
independent
yang
meliputi
LBH
55
(Lembaga Bentrokan Hukum), Lapesdam (Latihan Pengembangan Pendidikan Sumber Daya Manusia).8 Ada juga kegiatan berbasis rohaniah dan sosial yang dilaksanakan seperti pengajian, maulid, donor darah, ziarah makam kiayi, santunan anak yatim dan sebagainya. Selain itu ada juga beberapa kegiatan humas yang bersifat spontanitas dan tidak terikat oleh jadwal.
8
Wawancara dengan Humas FBR, Fajri Husen, 02 September 2015
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Peran Humas Forum Betawi Rempug dalam Menghadapi Krisis Organisasi Penyebab krisis yang dialami oleh FBR adalah faktor yang serius, yaitu faktor krisis karena presepsi publik, dan faktor krisis terkait masalah kriminalitas. Kebanyakan orang mengenal FBR lewat pemberitaan negatif dan dari kasus-kasus kerusuhan yang dilakukannya di beberapa tempat. Pemberitaan negatif akan membentuk opini pubik dan akhirnya menjadi krisis presepsi publik karena mengenal citra buruk FBR dari presepsi yang ada. Krisis karena terkait masalah kriminal dikarenakan banyaknya kasus bentrokan FBR –bahkan sampai menjatuhkan korban jiwa, yang mengharuskan FBR berurusan dengan pihak kepolisian. Krisis ini sebenarnya berbahaya karena media selalu aware dengan hal-hal yang berbau kriminalitas. Oleh karena itu, peran humas FBR sangat penting dalam menghadapi krisis tersebut. Lingkup humas FBR terbagi kepada dua bagian, humas internal dan humas ahli juru bicara. “Humas, disamping ada bantahan ya dia kan melakukan koordinasi antara internal dan eksternal. Membangun kesepahaman dengan banyak orang untuk mengantisipasi adanya konflik. Jika pun itu ada konflik, humas mengupayakan perdamaian agar itu tidak meluas.”1
1
Wawancara dengan KH. Luthfi Hakim, Ketua FBR, Jakarta, 16 November 2015
56
57
Diantaranya program kerja humas dalam hal mengatasi krisis organisasi yang dikemukakan oleh Ketua FBR, KH. Luthfi Hakim, yaitu :
Fasilitator untuk memberikan bantahan terhadap konflik yang terjadi
Melakukan koordinasi antara pihak internal dan pihak eskternal
Membangun
kesepahaman
dengan
banyak
orang
untuk
mengantisipasi adanya konflik
Mengupayakan perdamaian jika terjadi konflik, agar konflik tersebut tidak meluas Kemudian dalam mengatasi krisis organisasi, peranan yang telah
dilakukan humas FBR besert bentuk-bentuknya, diantaranya : 1. Humas FBR sebagai komunikator internal. Membina hubungan internal dilakukan humas FBR dalam rangka menyampaikan pesan-pesan pihak internal. “Kalo kita salah, ya kita salah dan beri kesempatan untuk saya membina dia agar baik. Kalo dalam pembinaan dia tidak bisa baik ya saya pecat dia dari FBR. Untuk apa? Hanya merusak”2 Peran humas FBR dalam mengatasi krisis organisasi dalam pelayanan komunikasi adalah dengan melakukan pembinaan kepada anggota yang bermasalah.
2
Wawancara dengan Humas FBR, Junaedi ABD, Jakarta, 02 September 2015
58
“kita kalo seperti itu yang menangani korwil, itu tanggung jawab korwil karena itu kejadiannya di Jakarta Utaradan yang bertanggung jawab adalah Korwil Jakarta Utara, karena kan kita komunikasinya engga semata-mata langsung dari anggota bisa ngomong sama sama humas atau sama pimpinan atas lah, tapi lewatin korwil dulu biar ga ada yang ngerasa sok kenal dan semuanya sama rata. Humas hanya memberikan pengarahan dan pembinaan dalam rapat korwil” Pembinaan dilakukan oleh koordinator wilyah masing-masing anggota yang bermasalah karena jangkauan anggota yang tersebar luas, sehingga tanggung jawab mereka berada dibawah koordinator wilayah masing-masing. Dalam hal ini humas berperan memberikan pengarahan untuk pembinaan dan informasi kepada koordinator wilayah dalam rutinitas rapat yang dilakukan dengan mereka. Pembinaan yang dilakukan FBR kepada anggota-anggota ada dua bentuk, yaitu formal dan non formal3. Pembinaan formal ada berbentuk Latihan Kerempugan, hal tersebut ditujukan untuk ketua gardu dan pengurusnya. Prosedur dalam kegiatan formal ini adalah mula-mula pimpinan pusat mengirimkan surat edaran kepada masingmasing gardu untuk mengirimkan utusannya guna mengikuti Latihan Kerempugan (LK). Dalam latihan tersebut, mereka dilatih tentang dasar-dasar kepemimpinan dan kedisiplinan juga tentang kerja sama. Kemudian pembinaan non formal adalah kegiatan rutin mingguan FBR yang diselingi dengan pengajian. Dalam hal ini, FBR melakukan dialog berkaitan dengan organisasi FBR. Dala hal inilah pembinaan dilakukan, yaitu memberikan pemahaman dan pengertian
3
Wawancara dengan Ketua FBR, KH. Luthfi Hakim, Jakarta 16 November 2015
59
bahwa dalam menyikapi permasalahan tidak perlu menyikapi dengan kekerasan,
dan
memberikan
pemahaman
bahwa
jangan
mengedepankan otot tapi sekarang saatnya otak yang bertindak. 2. Humas FBR sebagai komunikator eksternal. Humas eksternal FBR merupakan corong komunikasi FBR dalam rangka menyampaikan pesan kepada publik dan hanya dilakukan oleh spesialis juru bicara. Dalam hal ini humas FBR berperan dalam beberapa upaya, yaitu diantaranya : a. Humas FBR melakukan berbagai respon sebagai upaya penjelasan kepada publik atau masyarakat, diantaranya respon tersebut adalah:
Humas FBR menyangkal bahwa anggota FBR melakukan tindakan anarkis. Faktor di MOI itu bukan anarkis, itu hanya spontanitas dimana
ketidakperdulian
daripada
pengusaha-
pengusaha yang ada di MOI. Karena dengan banyaknya perekonoomian disana namun tidak seimbang dengan ketenaga kerjaannya4. Humas FBR melakukan penyangkalan terhadap beberapa kasus yang melatar belakangi krisis organisasi. Misalnya seperti kasus terakhir yang terjadi di Mall of Indonesia yang diakuinya hal itu bukanlah kesalahan FBR melainkan bentuk ketidakperdulian para pengusaha yang tidak memikirkan 4
2015
Wawancara dengan Humas, FBR Fajri Husein, Jakarta, 02 September
60
lingkungan atau orang-orang disekitarnya sehingga terjadilah bentrokan spontanitas yang mengakibatkan beberapa anggota FBR dan satpam MOI harus diamankan oleh kepolisian. Humas FBR menyangkal bahwa FBR bersalah atas kasus tersebut dan memberikan keterangan bahwa FBR adalah korban kerusuhan.
Humas FBR mengakui adanya tindakan anarkis FBR Itu karena mereka melihatnya dari sudut pandang anarkis dan kita akui itu ada. Tapi kan itu sebagai pelajaran. Toh, kita juga sudah ambil tindakan, kalau mereka
melihatnya
anarkis,
kita
tidak
pernah
membantah itu dalam kejadian.5 Humas internal FBR melakukan pembenaran dalam kejadian bahwa FBR melakukan tindakan anarkis dalam beberapa hal. b. Humas FBR beserta koordinator wilayah melakukan pendekatan dan sharing dengan pihak kepolisian. Tapi kan kita sudah kita sudah menguruskannya pada pihak-pihak yang berwajib pengurus hukum dan keadilan. Kan gitu. Jadi kita jangan fokus pada anarkisnya, tapi lihat pada penyelesaian menyelesaikan konfliknya.6
5
Wawancara dengan Humas FBR, Junaedi ABD, Jakarta, 10 September 2015 6 Wawancara dengan Humas FBR, Junaedi ABD, Jakarta, 10 September 2015
61
Humas FBR berusaha memperbaiki kesalahan, -dalam hal ini seperti keanarkisan yang berujung pada proses hukum- yang mengatasnamakan organisasi FBR dengan melakukan tindakan yang seharusnya, yaitu dengan melakukan prosedur hukum yang berlaku dan mengakui kesalahan dengan mengharuskan anggota yang bermasalah menerima konsekuensi kesalahannya dijalur hukum. Tapi secara keorganisasan kita beberapa kali diminta sama kapolda untuk sharing bareng-bareng kesana, seperti kemaren korwil kita juga melakukan hubungan baik dengan siapapun Jadi, kita lebih kepada pendekatan yang kalo bahasa Betawinya yang enak lah gitu. Banyak hal yang terkadang yang kita lakukan yang kita kerjakan diluar dari apa yang diberitakan. Jadi ya, itulah FBR yang selalu keliatan sisi negatifnya dibanding sisi positifnya. Humas FBR juga merasa keanarkisan dan pemberitaan negatif lebih banyak diekspose oleh media padahal banyak kegiatan FBR yang sebenarnya positif, seperti upaya untuk menyelesaikan konflik dan sharing dengan kepolisian yang tidak pernah menjadi perhatian media c. Humas FBR membina hubungan baik dan melakukan pendekatan dengan publik. Dalam hal ini publik yang dimaksud adalah yang memiliki kesinambungan dengan kasus terkait anarkisme atau premanisme FBR. Kasus terakihir FBR di MOI misalnya. Humas FBR melakukan hubungan baik dengan dengan pihak MOI untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
62
Iya, kita lebih kepada pendekatan ke pihak MOI nya kadang-kadang kan pihak MOI nya juga satpamnya outsorcing, nah jadi kita lebih kepada buyer nya atau ownernya. Jadi pendekatan ownernya. Kadang-kadang kan ownernya gatau karena kan security nya outsourcing7. d. Humas FBR ikut serta andil dalam acara Pembentukan Forum Penanggulangan Anarkis bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) sebagai upaya mengantisipasi agar tidak ada peristiwa anarkisme serupa terulang lagi. Humas FBR telah melakukan peranannya untuk memberikan pelayanan komunikasi, baik publik internal maupun eksternal. Dalam hal mengatasi krisis, peranan humas FBR terbilang penting karena mampu melakukan pendekatan kepada pihak-pihak terkait. Ada dua respon berbanding terbalik yang berasal dari humas yang bebeda tentang upaya humas FBR dalam respon mengatasi krisis yaitu dalam hal penyangkalan dan pembenaran keanarkisan di FBR itu sendiri. Humas juru bicara (dalam hal penyangkalan) dan humas internal (dalam hal pembenaran). Kedua humas kurang bekerja sama dalam memahami krisis organisasi. Humas internal mengakui keanarkisan itu ada dan menjelaskan
bahwa humas melakukan pembinaan karena anggota-
anggotanya bermasalah. Disisi lain humas spesialis juru bicara berdalih tentang keanarkisan FBR dan merasa bahwa FBR adalah korban, baik korban dalam kerusuhan maupun korban pemberitaan negatif media. Hal 7
Wawancara dengan Humas FBR, Fajri Husen, Jakarta, 02 September 2015
63
tersebut bisa disebut juga sebagai salah satu bentuk untuk meraih simpati publik karena memposisikan diri sebagai korban yang seolah-olah tertindas karena tidak mendapatkan hak yang harus didapat dari lingkungan tempat hidupnya. Tidak semua masyarakat bisa menerima penjelasan seperti itu, karena dalam kenyataannya FBR telah melakukan tindakan kerusuhan diluar koridor ketertiban yang mengakibatkan keresahan masyarakat sekitar. Maka, penjelasan humas internal lebih bisa diterima dengan fakta-fakta yang mendukung, dan pengakuan karena tidak terkesan melakukan pemolesan citra. Peranan humas FBR dalam mengatasi krisis organisasi yang telah dilakukan, beberapa sesuai dengan karakter peran humas yang dikemukanan oleh Rosady Ruslan, yaitu berupa penasihat ahli, karena disini humas FBR berperan sebagai penasihat untuk anggota-anggota bermasalah yang mengakibatkan krisis organisasi, kemudian juga sebagai fasilitator komunikasi karena humas di FBR juga berperan sebagai penyambung lidah guna menginformasikan, baik kepada publik internal maupun publik eksternal tentang hal-hal yang akan dilakukan dalam mengatasi krisis dan terakhir disini humas FBR juga berperan sebagai pemecah masalah karena turut andil dalam membantu pimpinan organisasi untuk menghadapi krisis organisasi dan mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Selain itu, respon humas FBR menghadapi krisis organisasi sejalan dengan konseptualisasi yang dipaparkan oleh Firsan Nova, dari 6 strategi humas merespon krisis, empat diantaranya dilakukan oleh FBR, yaitu :
64
perusahaan bisa merespon krisis dengan melakukan penyangkalan, melakukan pembenaran, organisasi berusaha untuk meraih simpati publik, terakhir, organisasi berjanji untuk memperbaiki kesalahannya dengan melakukan tindakan yang benar. Dalam menghadapi krisis organisasi, adanya metode sebagai panduan yang terstruktur dan terorganisir sangatlah penting. Dalam kehumasan FBR, metode seperti upaya-upaya identifikasi masalah, susunan strategi, implementasi dan evaluasi yang yang terstruktur dan terorganisir belum dijalankan. “Ada. Kita tetep ada rencana dan strategi kedepan, kita juga harus pandai. Karna kan ya terus terang saja, saya ga bisa bahasa inggris, ga bisa bahasa arab, ga bisa bahasa yang lain, yang saya bisa cuma bahasa ibu. Ya artinya jika kita berbicara dengan seseorang, kualitas orang kan berbeda-beda, ya kita pakai bahasa ibu. Artinya yang dia bisa mengerti. beda dengan saat kita bicara dengan adek, ya bahasanya intelektual. Nah, kita kalo bicara sama warga FBR ya pake bahasa ibu. Artinya yang dia mengerti. Jarang ilmu komunikasi itu terkadang orang terlalu tinggi. Padahal komunikasi yang baik adalah bahasa ibu. Ya kita pake bahasa ibu. Bahasa yang dia mengerti.” Jawaban humas mengenai masalah tersebut membuktikan bahwa metode tidak dijalankan dengan sempurna. Humas tidak melakukan identifikasi krisis. Namun dalam hal ini, humas melakukan tindakan saat ada kejadian-kejadian yang menyebabkan krisis, seperti saat terjadi tindakan anarkis, humas melakukan hal-hal yang dianggap perlu tanpa perencanaan yang tersusun rapi. Pengetahuan humas mengenai bidangnya masih belum mempuni karena humas merasa cukup hanya sebatas peran komunikator. Terbuki
65
dari pernyataan mengenai metode yang dilakukan hanya sebatas komunikasi
Padahal humas juga harus memiliki peran dalam fungsi
manajemen, yaitu melakukan metode yang terorganisir dalam setiap kegiatan, khususnya dalam hal mengatasi krisis organisasi. Selain itu, mengingat besarnya krisis FBR yang terjadi, yang sudah menginjak level 3 dimana organisasi terancam pembubaran, tidak terbentuknya Tim Kehumasan Krisis FBR menjadi salah satu hambatan untuk pencapaian penanggulangan krisis, apalagi telah diakui oleh humas FBR bahwa mereka kerepotan jika harus mengurus seluruh anggota yang tersebar. Pentingnya relasi yang intens antara humas dan koordinator wilayah merupakan kunci agar krisis teratasi dengan baik. Namun humas FBR belum menyadari pentingnya hal tersebut sehingga anggota yang tersebar se-Jabodetabek belum bisa mendapatkan kebutuhan relasi yang kuat dari humas dan humas FBRpun tidak bisa menjalani fungsi manajemen dengan baik. Selain itu kelemahan dari kinerja humas FBR juga berkaitan dengan tingkat kesadaran atas krisis yang lemah. Humas FBR tidak menganggap krisis yang terjadi dengan serius dan merasa tidak perlu memikirkan presepsi publik. Padahal sasaran humas itu sendiri adalah untuk mengubah pola pikir negatif masyarakat dengan edukasi dan pengenalan organisasi sehingga mampu melahirkan reputasi yang baik terhadap organisasi.
66
Krisis organisasi FBR ini memang sudah mulai melemah semenjak pergantian kepemimpinan karena adanya siasat yang berbeda dari ketua FBR meskipun memiliki kesamaan kebijakan. Diakui oleh Ketua FBR, KH. Luthfi Hakim, bahwa format FBR sekarang adalah perihal materi ilmu dakwah yang memiliki kemasan lebih menarik dan faktual. Selain itu, KH. Luthfi Hakim mengaku bahwa dirinya harus menyikapi perubahan, dan memiliki kesadaran untuk mempertimbangkan mengedepankan otak dibandingkan otot dalam setiap permasalahan. Oleh karena itu, dalam hal mengatasi krisis organisasi kebijakan dan kinerja pemimpin memanglah yang paling menentukan. Humas memiliki peran-peran yang berkenaan dengan kebijakan dan siasat pimpinan. Dalam hal ini, ketua FBR merupakan salah satu faktor yang menentukan terkait penanggulangan krisis organisasi. Humas FBR berperan sebagai komunikator penyampai pesan yang sesuai atas kebijakan dan siasat ketua FBR. Hubungan baik yang dilakukan humas FBR bentuk dari langkah yang dilakukan untuk merespon krisis yang paling menjanjikan, meskipun pada kenyataannya sampai sekarang citra FBR masih terkenal dengan premanisme dan anarkismenya. Namun, dengan adanya hubungan baik dan memiliki kerjasama yang baik pula dengan sebagian publik, maka FBR berpeluang memiliki kepercayaan dari mereka dan meminimalisir kemungkinan untuk pembubaran. Penyangkalan dari kesalahan adalah hal yang harus dihindari oleh praktisi kehumasan. Humas FBR harus berani mengakuinya dan memberikan pengertian yang baik kepada masyarakat.
67
Tindakan anarkis yang disebabkan pembagian lahan parkir atau kurang pemerataannya bidang ekonomi adalah tindakan yang melanggar hukum di Indonesia, sebisa mungkin anggota FBR harus bisa menghindarinya dan humas FBR harus mamu memberikan pengarahan terkait hal tersebut kepada anggota-anggota FBR, dan juga harus bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat serta memikirkan presepsi masyarakat yang kemungkinan menjadi korban keanarkisan. Menjalin hubungan yang baik justru akan menjadi kunci utama kekokohan sebuah organisasi. Dalam hal ini, peran humas daalm menghadapi krisis sebagai fasilitator hubungan baik organisasi dengan publiknya setara dengan teori yang dikemukakan Emeraldy Chatra dan Rully Nasrullah dalam buku Public Relationsnya yang mengungkapkan bahwa “hubungan baik adalah kunci sukses bagi organisasi menjalankan misinya karena dapat melahirkan sinergi dan kepercayaan publik”. B. Langkah Humas FBR dalam Memperbaiki Citra FBR Berbicara tentang krisis organisasi, tentu berdampak juga pada citra organisasi itu sendiri. Citra merupakan sesuatu yang tak lepas dari organisasi. Citra positif sangat penting didapatkan demi kelangsungan eksistensi organisasi, khususnya dalam kasus ini adalah organisasi FBR. Organisasi masyarakat membutuhkan citra sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan dari setiap kegiatan dan pencapaian yang telah diraih. Pada dasarnya citra yang ingin dibangun oleh FBR adalah “yang penting Allah, orang tua dan Guru ridho” dan tidak memperdulikan penilaian orang. Usaha yang dilakukan dalam mencapai citra tersebut
68
adalah dengan beberapa kegiatan rohaniah seperti pengajian, santunan anak yatim, ziarah kubur ke makam-makam ulama juga bakti sosial.8 Meskipun
citra
yang
diharapakan
sangat
mulia,
namun
mengesampingkan penilaian masyarakat adalah hal yang keliru. Karena organisasi masyarakat FBR tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat, bukan hanya publik internal FBR. Oleh karena itu, pandangan masyarakat sekitar juga dibutuhkan demi kelangsungan eksistensi dan kenyamanan bersama bisa terjalin dengan seimbang. Menurut humas FBR, Junaedi, citra FBR bisa dilihat dari dua sudut pandang. “kalo melihat FBR dari ribut dan ketidak rempugan, maka itu akan ribut dan tidak rempug, karena kita melihatnya dari ribut dan tidak rempug. Kita harus pandai melihat. Tapi, jika kita melihat FBR dari yang taklim, yang menyantuni, yang membantu, mencari ekonomi yang baik, kita akan melihat FBR itu besar”9 Banyaknya pemberitaan pembekuan organisasi FBR dan harapan beberapa pihak untuk membubarkan organisasi tersebut serta berita tentang kekerasan dan aksi bentrok FBR dari tahun ke tahun menyebabkan merosotnya citra positif FBR yang menyimpang dari tujuan awal dibangunnya ormas tersebut. “itu karena mereka melihatnya dari sudut pandang anarkisme dan kita akui itu ada. Tapi kan itu sebagai pelajaran. Toh kita juga sudah ambil tindakan. Kalo mereka melihatnya anarkisme kita tidak pernah membantah itu dalam kejadian. Tapi kan kita sudah mengurusnya pada pihak-pihak yang berwajib pengurus hukum dan keadilan. Jadi kita jangan fokus pada anarkismenya, tapi lihat pada penyelesaian menyelesaikan konfliknya”10 8
Wawancara dengan Humas FBR, Fajri Husen, Jakarta, 02 September 2015 Wawancara dengan Humas FBR, Junaedi ABD, Jakarta,10 September 2015 10 Wawancara dengan Humas FBR, Junaedi ABD, Jakarta, 10 September 2015 9
69
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, FBR selalu memberikan sangsi dan pengarahan pada anggota-anggotanya yang melakukan hal-hal yang bisa merusak citra organisasi. Jika sampai mereka masih tidak bisa patuh pada pimpinan, maka Kartu Tanda Anggota FBR mereka dicabut yang menandakan bahwa mereka dipecat sebagai anggota FBR. Dalam peliknya pemberitaan yang terjadi, humas FBR menyatakan bahwa tidak perlu ada pencitraan yang dilakukan, karena sebenarnya memang FBR bisa dilihat dari dua sudut pandang, tergantung orang memandang yang mana. Humas FBR selalu melakukan pengarahan yang baik, maunya apa dan bagaimana. Jika ada pandangan seperti hal tersebut itu adalah pandangan individu dan hak bagi masyarakat untuk berpendapat dan berpresepsi tentang organisasi FBR.11 Pencitraan yang dimaksud humas FBR dalan konteks diatas adalah percintaan berkonotasi negatif, yang artinya tidak mengakui kesalahan padahal FBR bersalah. Menurut humas FBR, FBR tidak melakukan itu dan selalu mengakui kesalahannya. Terkait langkah humas FBR dalam memperbaiki citra ada dua langkah yang dilakukan, yaitu : 1. Humas FBR memiliki strategi kedalam, yaitu dengan merubah prilaku anggota terlebih dahulu. Karena dengan merubah diri, maka otomatis citra akan berubah dengan sendirinya. Selain itu strategi ini dinilai
11
Wawancara dengan Humas FBR, Junaedi ABD, Jakarta, 10 September 2015
70
lebih mudah daripada mengubah pandangan masyarakat luas12.. Humas internal FBR mengakui adanya tindakan-tindakan anarkisme dan premanisme yang sudah menjadi citra bagi sebagian masyarakat. Untuk itu mereka melakukan pembinaan karena diyakini dengan mengubah diri masyarakat mampu mengubah pandangannya juga kepada FBR. Fajri melanjutkan ungkapannya tentang “strategi kedalam” nya bahwa mereka harusnya memperbaiki diri mereka terlebih dahulu, khususnya anggota-anggota FBR yang masih labil, karena sejatinya mereka tidak bisa merubah (pandangan) orang lain tanpa merubah diri sendri terlebih dahulu. Pada akhirnya mereka bisa membuktikan eksistensi organisasi mereka selama 14 tahun ini, meskipun terancam ditiadakan. Strategi kedalam ini sesuai dengan salah satu peranan humas sebagai penasihat. 2. Srategi selanjutnya adalah melakukan kegiatan-kegiatan islami seperti mengadakan pengajian, santunan anak yatim piatu, ziarah kubur ke makam-makam ulama dan kegiatan positif lainnya seperti bakti sosial. 3. Humas FBR melakukan kerjasama dan hubungan baik dengan departemen lain merupakan salah satu strategi untuk membangun citra positif, agar FBR bisa diterima ditengah masyarakat. Upaya humas melakukan kerja sama dengan berbagai pihak tentu agar menjalin hubungan baik sehingga sama-sama saling menerima. Diantaranya
12
Wawancara dengan Humas FBR, Fajri Husain, Jakarta, 02 September 2015
71
bekerjasama dengan pemerintahan, aparatur kemanan dan ormasormas lainnya. FBR belum bisa menciptakan citra bayangan (mirrror image), karena masyarakat masih banyak yang menganggap citra FBR itu buruk. FBR masih belum bisa mendapatkan citra baik sepenuhnya dari masyarakat,
apalagi
FBR
lebih
terkenal
dengan
keanarkisannya
dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan baiknya. Oleh karena itu saat ini citra yang sesuai dengan citra FBR adalah citra yang berlaku (current image) karena masyarakat cenderung memangdang FBR dengan hal-hal yang mereka ketahui dari hal-hal negatifnya saja, seperti anarkis, rusus, dan preman. Hal ini adalah dampak dari kurangnya informasi yang dimiliki masyarakat dan kurangnya sosialisasi yang baik dari organisasi FBR itu sendiri. Karena FBR sudah lama berdiri, sekitar 14 tahun lamanya dan sedang memegang current image, maka FBR tidak bisa merealisasikan citra yang diharapkan (wish image) dimana citra positif seharusnya berusaha dibentuk saat organisasi belum lama berdiri dan saat masyarakat belum cukup memiliki banyak informasi sehingga masyarakatpun bisa menerima FBR dengan kesan yang baik. Namun, FBR juga memiliki citra yang diharapkan secara khusus oleh mereka yaitu citra “keridhoan dari Allah, Guru dan orang tua”. Hal tersebut berusaha direalisasikan dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan berbasis kerohanian.
72
FBR belum bisa menciptakan citra lembaga dengan sempurna, karena dari riwayat lembaga yang telah diketahui secara umum, FBR ini banyak menuai kontroversi dan belum behasil membuat masyarakat sepenuhnya percaya pada eksistensi organisasi berbasis Daerah Betawi ini. Citra majemuk FBR adalah mengenai atribut dan logo FBR. Kalau pencitraan, kita tidak perlu lagi pencitraan. Sudah besar. Dengan memakai baju hitam (baju ciri khas FBR) saja orangorang pasti sudah tahu itu FBR13 Dengan kata lain, citra majemuk FBR adalah dengan seragam hitamnya, kemudian dari logo FBR yang sudah dikenali masyarakat dari banner-banner kegiatan yang dilakukan FBR dengan identitas ogo tersebut untuk memberitahukan bahwa yang mengadakan acara tersebut adalah FBR. Citra penampilan, yaitu citra FBR dilihat dar kinerja atau penampilan diri FBR. Jika dilihat dari sudut pandang anggota-anggota anarkis dan premanis, citra penampilan FBR sudah pasti buruk. Namun, jika dilihat dari pelayanan petinggi-petinggi dan anggota staf yang diwawancarai, citra penampilannya adalah positif, karena memberikan respon baik dalam menyambut peneliti. Sampai sekarang, meskipun tingkat kerusuhan semakin berkurang, namun citra anarkisme dan premanisme masih belum bisa dihilangkan. Orang-orang lebih mengenal FBR lewat kedua citra tersebut. Dan masih 13
Wawancara dengan Humas FBR, Junaedi ABD, Jakarta, 10 September 2015
73
banyak juga masyarakat yang menganggap kehadiran organisasi ini hanya membawa kerusuhan. Oleh karena itu, kinerja humas FBR dalam memperbaiki citra harus lebih ditingkatkan lagi. Sesekali humas harus bisa berkomentar di media untuk mengklarifikasi masalah atau sekedar memberi informasi yang dibutuhkan masyarakat. Kurang interestnya humas dalam menanggapi pertanyaan wartawan adalah salah satu kelemahan karena hal tersebut berarti tidak ada penjelasan kepada masyarakat, padahal itu merupakan tugas penting humas. Lagipula saya juga sekarang udah males kalo wartawan pada wawancara. Ga enak jadi orang terkenal. Dulu mungkin masih ya berkomentar gitu, sekarang saya udah ga mau. Males14 Humas FBR mengakui enggan memberi komentar pada wartawan dan itu merupakan kelemahan yang seharusnya dihindari oleh praktisis kehumasan. Memberikan komentar kepada wartawan sama halnya dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat dan melalui cara itu FBR bisa memberikan kebutuhan masyarakat berupa informasi. Sebisa mungkin humas FBR harus membuat hubungan baik dengan wartawan dan media, karena citra FBR yang terkenal anarkisme dan premanisme di media, harus bisa diatasi oleh humas FBR melalui media juga. Citra organisasi dibentuk dari organisasi itu sendri. Masyarakat akan menilai sebuah organisasi sesuai dengan apa yang organisasi itu 14
Wawancara dengan Humas FBR, Fajri Husain, Jakarta 02 September 2015
74
lakukan. Pada intinya pilihan citra memang merujuk pada dua hal, yaitu citra positif dan negatif. Frank Jefkins banyak mengingatkan bahwa citra harus diciptakan sesuai realita yang ada, bukan dengan polesan wacana yang tidak sesuai dengan realita karena hal tersebut merupakan bentuk penyalah gunaan tugas humas. jika ada suatu insiden atau hal-hal yang tidak diharapkan yang akan mengancam kelangsungan perusahaan atau organisasi, cara yang paling tepat untuk memperbaiki citra adalah dengan menjelaskan dengan jujur apa yang menjadi penyebabnya dan bagaimana organisasi menjelaskan meskipun mereka salah, mereka tahu itu dan mau memperbaikinya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik dengan wawancara, maupun terjun langsung ke lapangan dan data-data dokumentasi, hasil temuan data yang didapat dari penelitian ini meliputi : 1. Peran humas FBR dalam mengatasi krisis organisasi adalah memberi pelayanan komunikasi, baik internal maupun eksternal. Dalam hal pelayanan internal, humas FBR memberikan pengarahan dan pembinaan kepada koordinator wilayah yang bersangkutan dengan anggota-anggota yang bermasalah, kemudian dalam hal pelayanan komunikasi eksternal, humas FBR memberikan penjelasan serta melakukan pendekatan kepada publik eksternal yang bersangkutan juga melakukan salah satu kegiatan kerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik mengenai pembentukan forum penanggulangan anarkis. 2. Langkah-langkah humas FBR dalam memperbaiki citra meliputi : strategi kedalam, yaitu merubah perilaku anggota yang bermasalah, dan strategi keluar dengan melakukan kegiatan-kegiatan islami dan melakukan kerjasama serta hubungan baik dengan pihak eksternal. B. Saran 1. Humas FBR harus lebih perduli dengan opini publik, terus menelaah keberadaan FBR dimata masyarakat, mendengarkan harapan dari
75
76
masyarakat untuk FBR dan memiliki kesadaran untuk memperbaiki citra dimata publik agar citra anarkisme dan premanisme bisa hilang. 2. Kinerja humas FBR harus lebih dimaksimalkan dengan melakukan kegiatan yang lebih terorganisir dan terstruktur dan membetuk tim kehumasan agar bisa bekerjasama dengan setiap koordinator wilayah untuk melakukan fungsi manajemen yang baik. 3. Lebih memaksimalkan pelatihan dan pembinaan anggota, khususnya untuk anggota-anggota yang bermasalah. 4. Media harus memperhatikan berita yang akan di publish dengan independent tanpa mendeskriminasi dan tidak menghakimi pihak manapun. 5. Masyarakat harus lebih berpikir terbuka dengan tidak menjadi korban jarum suntik media massa. Masyarakat harus pintar dan kritis menghadapi pemberitaan media massa, apalagi pemberitaan negatif, jangan langsung termakan isue yang dikonstruksi oleh media massa.
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Anggoro, Linggar. 2000, Teori dan Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, PT Rineka Cipta. Chatra, Emeraldy & Rully Nasrullah. 2008, Public Relations (Strategi Kehumasan Dalam Menghadapi Krisis), Bandung, Maximalis. Effendy, Onong Uchjana. 1992, Hubungan Masyarakat Komunikologis, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Suatu
Study
______ 2004, Dinamika Komunikasi, Cetakan ke 4, Bandung, PT Rosdakarya. Faisal, Sanafiah. 1995, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi, Jakarta, Rajawali Pers. Furchan, Arief. 1992, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional Harrison, Kim. Strategi Public Relation : A Practical Guide to Succes 2nd Edition, Australia, Vineyard Publishing Hidayat, Dedy N. 2003, Paradigma dan Metedologi Penelitian Sosial Empirik Klasik, Jakarta, Departemen Ilmu FISIP Universitas Indonesia. Holt, Rinehart and Winston. 1996, The Holt Dictionary of America English, New York Jefkins, Frank. 1992, Public Relation, Jakarta, Intermasa. ______ 2002, Public Relitions Edisi 4, Jakarta, Erlangga. ______ 2003, Public Relation Edisi 5, Jakarta, Erlangga. Meleong, Lexy J. 2009, Metedologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Moore, H. Frazier. 1987, Hubungan Masyarakat, Prinsip, Kasus dan Masalah, Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Dedy. 2002, Metedologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
77
78
Mursitama, Tirta Nugraha. 2011, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Peran dan Tanggung Jawab Organisasi Kemasyarakatan dalam Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pembinaan Hukum Nasional Nova, Firsan. 2011, Crisis Public Relation, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada Rumanti, Maria Assumpta. 2005, Dasar-dasar Public Relation Teori dan Praktik, Jakarta, PT Grasindo Ruslan, Rosady. 1999, Praktik dan Solusi Public Relation dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra, Jakarta, Ghalia Indonesia ______ 2014. Manajemen Public Relation & Media Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi, Jakarta, Rajawali Pers. Solemanto. 2009, KH. A. Fadhloli El Muhir, Jejak Langkah Sang Kiayi Mengawal Republika dari Tanah Betawi, Jakarta, Mukti Jaya.
Data Media Online Hasto Supragoyo, Netizen Jengkel Dengan FBR yang Bikin Ribut di Pasar Gembrong, Eveline, diakses pada 9 Agustus 2015 Carlos Roy Fajarta Barus, Tak diberi Jatah Preman, Ormas FBR Serbu Apartemen MOI, Suara Pembaruan, diakses pada 29 Mei 2015 Yulistiyo Pratomo, Siapa Berani Bubarka Ormas Anarkis?, Merdeka.com, diakses pada 19 Juli 2012 Rike Amru, Bamus Betawi Meminta FBR Dibubarkan, Liputan6.com, pada 01 April 2012
diakses
Robiawan, Gus Dur Minta FPI dan FBR Dibubarkan, Kabar Indonesia, pada 05 Februari 2008
diakses
www.betawirempug.com Zulkamerdi Siregar, Alumni Fakultas Hukum UI Minta FPI dan FBR Dibubarkan, diakses pada 12 Mei 2006 Data Skripsi Raniwela, Benazir. 2011, Struktur Organisasi Masyarakat Dalam Mempertahankan Eksistensinya, Jakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public Relation.
79
Data Wawancara Wawancara dengan KH Luthfi Hakim, Ketua Umum FBR, Senin, 16 November 2015 di Kediaman KH Luthfi Hakim, Jakarta. Wawancara dengan Ahmad Zarkasyi Usman, Wakil Ketua FBR, Jumat, 04 September 2014, Jakarta. Wawancara dengan Danail Al-Haz, Sekretaris Jendral FBR, Sabtu, 29 Agustus 2015 di Kediaman Danail Al-Haz, Jakarta. Wawancara dengan Fajri Husen, Hubungan Masyarakat Spesialis Juru Bicara FBR, Kamis, 02 September 2015, di Mall Kota Casablanka, Jakarta. Wawancara dengan Junaedi ABD, Hubungan Masyarakat Internal FBR, Kamis, 10 September 2015, di Markas Besar FBR, Jakarta.
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber : KH Luthfi Hakim Jabatan
: Ketua FBR
Waktu
: 16 november 2015
Tempat
: Kediaman KH Luthfi Hakim, Jakarta
Saya pernah membaca skripsi yang bernama Benazir, dilampian dia mencantumkan lampiran berupa wawancara dengan warga yang mengatakan bahwa setelah pergantian kepemimpinan dari KH. Fadhloli ke Ustadz Luthfi, tindakan-tindakan anarkisme FBR semakin berkurang. Apakah ada kebijakan yang berbeda? Kebijakan nya tidak berbeda, Cuma kan harus ada perubahan siasat ya, saya mengibaratkan ulet bulu. Pada saat masih menjadi ulat buru, orang melihatnya jijik kan? Apalagi kalo sudah bersentuh, orang bilang mah keraraban aja itu, karena apa namanya kena bulunya bisa gatel kan? Tapi ketika ulat bulu bermetamorfosis menjadi kupu-kupu, maka orang lupa dengan keadaannya itu bahwa, mereka melihatnya bahwa kupu-kupu adalah sebuah makhluk baru yang indah. Jadi engga beda kok, Cuma itu ada sayapnya kanan kiri yang indah disisi kanan kirinya, itu aja. Tapi yang membuat bisa berubah itu gimana ustadz? Kan kita harus menyikapi perubahan. Tidak mungkin lah dengan gaya yang baru karena kalo pake ilmu dakwah materi lama tapi kan kemasannya yang menarik dan aktual. Itu yang menjadi format FBR sekarang Terus mengenai siasat yang baru itu bagaimana ustadz? Ya siasatnya tadi menyikapi perubahan. Kita tidak mungkin melulu anarkis menyikapi sesuatu. Sejauh bisa dilakukan dengan pendekatan-pendekatan personal, saya kira itu yang harus diambil Saya kan juga sempat wawancara dengan humas, katanya ada pembinaan. Nah pembinaan yang dilakukan itu seperti apa sih ustadz? Pembinaan pertama dalam bentuk formal kita melakukan latian kerempugan, itu kita sebutnya LK untuk para ketua-ketua gardu dan pengurusnya. Kemudian secara informal ada kegiatan rutin mingguan di temen-temen yang diselingi dengan pengajian. Disitu kemudian kita melakukan dialog, banyak hal yang berkaitan dengan organisasi ini kedepan. Disitu saya bisa belanja masalah dari
temen-temen. Apa yang harus disikapi, kita pilah mana yang mendesak mana yang bisa ditunda ya kan. Pelan-pelan Saya memberikan pemahaman pada temanteman bahwa kita tidak melulu mengedepankan kekerasan. Jadi sekarang lah saatnya bukan lagi otot tapi otak. Karena toh otak juga butuh kelihaian untuk bisa survive di lapangan dan disitu temen-temen mulai belajar berargumentasi, belajar peraturan-peraturan yang membuat mereka kemudian tidak lagi melulu mengedepankan anarkis dan tidak melulu mengedepankan kekerasan. Tapi dalam hal itu, humas juga berperan kan? Humas juga berperan. Semuanya juga tetep ada PR lah, karena kalo tidak ada PR ya tidak akan sampe. Karena kan PR juga tidak melulu harus di internal FBR. Ketika temen-temen, orang lain yang kenal dan tahu FBR pada saat ada orang berbicara negatif tentang FBR maka mereka melakukan bantahan-bantahan begitut. Jadi tidak hanya yang diintrnal FBR tapi temen-temen yang lain juga banyak yang membantu memberikan informasi-informansi yang positif tentang FBR. Tapi kalo kinerja sebelum dan sesudah pergantian kepemimpinan bagaimana? Jelas ada perubahan. Karena saya dengan almarhum kan beda karakter dan beda latar belakang. Saya kan lebih banyak dibesarkan dari akiivis, sementara almarhum kan di pesantren. Jadi, dikembalikan kepada format pergerakan yang lebih mengandalkan siasat dalam menyelesaikan sesuatu tanpa melulu menggunakan otot. Tentang pembaiatan, yang membawa acaranya dari humas atau dari ketua? Humas dulu, jurur bicara baru yang laen ngomong. Terakhir saya yang mebai’at. Baiat dalam arti sebuah inagurasi ya, penetapan tentang keanggotaan FBR. Itu untuk lebih mengenalkan mereka dengan pengurus, visi misi FBR, langkah FBR dan hal-hal yang berkaitan dengan FBR Program kerja humas selain memberikan bantahan itu apa saja ya, Ustadz? Humas, disamping ada bantahan ya dia kan melakukan koordinasi antara internal dan eksternal. Membangun kesepahaman dengan banyak orang untuk mengantisipasi adanya konflik. Jika pun itu ada konflik, humas mengupayakan perdamaian agar itu tidak meluas.
Wawancara via Whatsap dengan Ketua Umum FBR, KH Luthfi Hakim
TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber
: Danail Al-haz, SH
Jabatan
: Sekretaris Jendral FBR
Waktu
: Sabtu, 29 Agustus 2015
Tempat
: Kediaman Ustadz Daniel, Jakata
Bagaimanakah sejarah FBR dan bagaimana histori konflik Betawi-Madura saat itu? Awal berdirinya itu ketika ehem, lahirnya FBR karena berdasarkan, ada pepatah mengatakan “dimana bumi berpijak disitu langit dijunjung” dimana kita berada disitu harus menghargai menghormati adat istiadat, budaya, kebiasaan masyarakat setempat. Nah, pada kenyataannya di Jabodetabek ini banyak sodarasodara kaum pendatang itu hidup “pongah”, sakarepke dewek, semaunya, “merasa” dan sebagainya hingga dari hal itu masyarakat pribumi dalam hal ini adalah Betawi, ini tidak di hargai terhadap adat istiadat dan keberadaannya. Hingga mereka hidup mencari nafkah kehidupan di Jakarta itu, di Jabodetabek itu, semaunya, semau gua, disatu sisi seperti itu, disisi lain karena kebijakan pemerintah yang tidak care yang tidak begitu memperdulikan terhadap eeeu.. beberadaan dan eksistensi masyarakat Betawi dengan kebijakan-kebijakan yang tidak pro masyarakat ini. Dari pada titik kultimasi itulah berbagai macam persoalan-persoalan yang ada diterangkan cikal bakal lahirnya FBR. Kaum-kaum muda Betawi merasa ingin termarjinalkan baik secara kehidupan real di masyarakat maupun oleh sistem pemerintah pada saat itu membulatkan tekad untuk mengumpulkan seluruh potensi Betawi sehingga salah satu deklaratornya itu adalah Bang Manan itu. Diawali oleh alm KH. Fadloli kemudian KH. Luthfi kemudian alm Hj. Bunarsoh kemudian juga alm. KH. Abdul hakim dan banyak potensi-potensi Betawi baik dari segi potensi keagamaan maupun dari potensi kepemudaan dan sosial masyarakat mencoba untuk merumuskan “apaa” nih. Berawal dari sodara kita yang notabennya penghasil garam itu hidup pongah disekitar masyarakat dari situ sehingga perlu untuk di kanter terhadap kesemena-menaan itu. Diantaranya terjadinya tindak kejahatan, pencurian, dsb, bahkan sampai terhadap puncaknya itu menghilangkan nyawa salah satu RT di lingkungan dimana lahirnya FBR di Pedaengan. Yang ketika itu alm KH. Fadloli sedang berangkat haji.
_
TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber
: Fajri Husen
Jabatan
: Hubungan Masyarakat FBR (spesialis Juru Bicara)
Waktu
: Rabu, 02 September 2015
Tempat
: Mall Kota Casablanka, Jakarta
Dalam model perencanaan humas, ada yang namanya pengenalan situasi. Dari FBR sendiri, apakah ada upaya untuk mengenali situasi tentang organisasi dimata masyarakat? Atau memperkenalkan organisasi ke masyarakat? Ya, hal tersebut sudah dilakukan selama 14 tahun, perkenalan FBR kepada masyarakat dan Alhamdulillah sampai dengan sekarang anggota FBR terus bertambah, setiap satu bulan sekali kita adakan pembai’atan anggota baru yang ga banyak sih anggota barunya, paling 500-2000 orang anggota FBR yang baru per bulan, bahkan sampai lebih. Kalo dulu dilakukan seminggu sekali, Cuma sekarang sudah terlalu banyak dan menyebar hampir se-JaBoDeTaBek, jadi kita bikin satu bulan sekali. Dan Alhamdulillah minat masyarakat semakin besar kepada kita dan juga harapan masyarakat sangat besar kepada FBR terbukti dengan makin banyaknya gardu se-JaBoDeTaBek dan banyaknya anggota yang masuk. Tapi bukan berarti tanpa hambatan. Hambatan masih banyak terutama bagi orangorang yg belum begitu mengenal FBR, mereka hanya mengenal FBR melalui media yang kebanyakan mendiskriminasi FBR. Apalagi yang timbul hanya kekerasan-kekerasan yang dilakukan FBR. Sementara banyak kebaikan yang dikerjakan oleh FBR itu tidak dipernah, bahkan mungkin jarang masuk dalam media. Karna bagi media bad news is good news, jadi bagi mereka FBR itu lebih enak keburukannya ketimbang kebaikannya. Padahal setiap hari kita tuh melakukan kegiatan. Bahkan setiap minggu, setiap bulan, kita adakan kegiatan2 baik bersifat seremonial, pelatihan kewirausahaan, pelatihan-pelatihan kepemimpinan dan lain sebagainya. Kita selalu mengadakan itu. Tujuan organisasi sudah jelas ada dalam profil company. Apakah tujuan humas FBR? Dibidang kehumasan itu tujuannya sebagai penyampai pesan. Jadi, humas pusat hanya menyampaikan kepada korwil, nanti korwil menyampaikan kepada ketua gardu. Ketua gardu menyampaikan kepada anggotanya masing-masing. Jadi kalo dihitung silahkan aja dikali di FBR ini ada 15 korwil, 400 lebih gardu. Memang kita sistemnya berantai. Soalnya kalo humas cuma satu dipusat dan ngurusin se-
Jabodetabek ya susah. Sistem kehumasan kita, sama dengan sistem kehumasan yang ada di kapolda atau kapolri. Gitu. Yang bersifat universal. Apakah FBR berusaha mengenali masyarakat? Lalu apakah anggotaanggota yang masuk FBR dibatasi? Atau boleh siapa saja masuk FBR? Keanggotaan kita, kita batasi. Tapi tak terbatas. Ya, kita membatasi dalam artian orang-orang yang ingin memperbaiki hidupnya. Kemudian orang-orang yang ingin bermanfaat hidupnya. Dan orang-orang yang ingin berbuat baik. Udah itu aja. Tapi kan ga mudah kita berbuat baik. Pasti banyak halangannya. Karna orang tau kalau FBR itu banyak mantan preman. Kalo kita bukan preman, tapi “mantan preman”. Gatau kalo yang udah seneng sama preman mah biarin aja. Dia maunya preman. Media apakah yang dipakai FBR untuk mengkampanyekan pesan (menyebarkan informasi organisasi) kepada masyarakat? (koran, TV, radio, majalah, buku, kaset) Ada media kita. ForumBetawiRempug.co.id, ada medianya juga, ada suara kerempugan. Suara FBR. Dan banyak media-media lain yang setiap gardu mereka membuat media online sendiri. Termasuk buku juga banyak baik yang ditulis oleh yang dalam negeri maupun luar negeri ada. Apakah ada perencanaan anggaran dalam melakukan tugas-tugas humas FBR? Itulah uniknya FBR. Tidak ada anggaran dalam kehumasannya. Emang kaga ada anggaran. Itu dilakukan dengan keikhlasan. Apakah selalu mengadakan evaluasi setiap humas melakukan kegiatan? Kita melakukan evaluasi, kaya begini nih bertatap muka dengan adek-adek kita yang di HMI, dengan temen-temen IMM, KNPI, LSM temen-temen aktivis semuanya, kita selalu melakukan evaluasi, baik internal maupun eksternal. Jadi evaluasinya ada dua. Evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Gitu. Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam kelancaran organisasi FBR untuk mencapai tujuan organisasi? Saya kira faktor pendukung dan penghambat hampir sama disemua organisasi. Tidak ada organisasi yang enak. Hampir samalah. Cuma permasalahannya satu. Kita penghambatnya itu duit. Kita ga punya duit, jadi diperlukan orang-orang yang bener-bener ikhlas dalam menjalankan rencana ini. Karna kan di FBR ga ada gajinya. Ga ada yang gaji. Kita tuh orang-orang FBR termasuk humasnya, tidak punya pekerjaan tetap, tidak punya penghasilan tetap dan tidak punya gaji tetap. Tetapi, tetap punya pekerjaan, tetap punya gaji, tetap punya penghasilan.
Kan kaya gini juga pekerjaan. Artinya kaya begini kan kita humas. Kita mungkin ga ada dimana-mana, tapi ada orang yang minta tolong jualin tanahnya. Nah, kita tolongin, kita dapet kelebihan kan wajar. Ini juga pekerjaan kita. Makanya, saya kalo ketemuan sama orang langsung gabung disatu tempat. Karna pertama untuk efesiensi waktu, kita ga berpindah-pindah. Kan Jakarta macet. Abis ketemu ade kita ketemu orang lagi di bawah. Jadi gabung aja satu tempat. Sambil menyelam kelelep gitu. (Tertawa) Apakah FBR menjalin kerja sama atau hubungan baik dengan organisasi atau departemen lain? Oh iya dong. Itu udah ada dalam bai’at kita. Itu udah pasti. Karna kan isi bai’at siap bekerja sama dengan TNI, Polri, etnis, suku, agama dan lain sebagainya. Itu nanti bisa diliat dijurnal FBR juga banyak kegiatan-kegiatan FBR. Itu wajib bagi anggota FBR. Setiap organisasi atau perusahaan tentu ingin memiliki citra baik / positif dimata masyarakatnya. Dan pasti FBR pun demikian. Citra seperti apakah lebih spesifiknya yang ingin FBR bangun? Citra FBR prinsipnya cuma tiga. Yang penting Allah redho, orang tua redho, guru redho. Yang laen bodo amat. Udah gitu aja. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh citra tersebut? Ya banyak. Ada pengajian, ye kan? Santuanan anak yatim, ada ziarah-ziara kubur, ziarah ke makam-makam ulama dan kemudian pelatihan-pelatihan, pelatiahn wirausaha dan sebagainya juga ada. Dan bakti sosial. Setiap organisasi atau perusahaan tidak akan lepas dari masalah (dalam kajian kehumasan disebut dengan krisis). Ada beberapa pemberitaan media massa yang mengatakan bahwa FBR adalah organisasi yang premanisme dan anarkis, dan nyaris dibubarkan. Bagaimana FBR menghadapi pemberitaan negatif seperti itu? Minallah. Kita serahkan semuanya kepada Allah. Kita tidak pernah menyerang tabloid atau menyerang pusat pemberitaan. Ga pernah. Kita percaya aja, anggep aja itu iklan, iklan gratis. Tapi kalo itu yang sifatnya syar’i, yang sifatnya keagamaan kita ambil sikap. Tapi kalo itu sifatnya keorganisasian, ya kita diemin aja. Banyak sikap yang sebenernya di ambil sikap, misalnya pemerntah ga sesuai dengan koridornya, kita ambil sikap. Media-media yang jadi profokator tentang agama kita ambil sikap. Tapi kalo sifatnya tentang FBR ya kita biarin aja. Dalam metode kehumasan ada beberapa langkah untuk menghadapi krisis. Ada mengidentifikasi masalah, menyusun tm untuk mengatasi masalah,
menganalisis masalah, menyusun rencana untuk mengatasi masalah, melakukan rencana yang telah disusun, terakhir evaluasi. apakah FBR melakukan metode tersebut saat menghadapi masalah? Ada. Kita tetep ada rencana dan strategi kedepan, kita juga harus pandai. Karna kan ya terus terang saja, saya ga bisa bahasa inggris, ga bisa bahasa arab, ga bisa bahasa yang lain, yang saya bisa cuma bahasa ibu. Ya artinya jika kita berbicara dengan seseorang, kualitas orang kan berbeda-beda, ya kita pakai bahasa ibu. Artinya yang dia bisa mengerti. beda dengan saat kita bicara dengan adek, ya bahasanya intelektual. Nah, kita kalo bicara sama warga FBR ya pake bahasa ibu. Artinya yang dia mengerti. Jarang ilmu komunikasi itu terkadang orang terlalu tinggi. Padahal komunikasi yang baik adalah bahasa ibu. Ya kita pake bahasa ibu. Bahasa yang dia mengerti. Adakah tim khusus yang dibentuk untuk menanggulangi krisis organisasi atau masalah-masalah organisasi yang dihadapi? Banyak. Makanya di FBR ada tim indik-indik, ada tim wara-wiri. Tim indik-indik itu bahasa ibu, yang bahasa inteletualnya itu tim investigasi. Sedangkan tim warawiri yang mondar-mandir. Ada jawara pendekar. Adakah strategi khusus pihak FBR untuk memperbaiki citra organisasi? Jadi strategi khusus kita lebih kepada kedalam ketimbang keluar karna kita tidak akan bisa merubah orang lain, tapi lebih mudah merubah diri sendiri. Dengan memperbaiki citra sendiri, kita ngga perlu orang lain tau. Ternyata emang bener kan? selama 14 tahun organisasi kita masih tetap ada. Tetap eksis. Orang lain mau ngomong apa, ya bodo amat. Kebanyakan orang ketika dia dihina kemudian marah sehingga melakukan tindakan-tindkan anarkis sehingga berbalik kepada dirinya. Bagi kita, apa yang harus kita sikapi dan apa yang tidak perlu disikapi. Suatu saat, jika kita harus bertindak kita akan bertindak. Namun, kita memperbaiki diri kita dulu, anggota-anggota FBR, karna kita tidak akan bisa merobah orang lain tapi diri kita ga berobah, ya Alhamdulillah sampe dengan sekarang ya begini. Gitu. Galak harus tetep galak, marah tetep marah. Tapi marah yang bagaimana dulu? galak yang bagaimana? Orang Nabi Ibrahim juga anarkis kok. Patung bapaknya diruntuhin, yang bikin bapaknya. Dia tebangin tuh patungpatung berhala. Iya kan? Tapi, FBR itu bukan org betawi aja ya? FBR itu bukan cuma satu etnis, bahkan bukan cuma satu agama, yang penting satu rempug. Kita ini bukan organisasi keagamaan, kita itu organisasi kedaerahan. Jadi siapapun orang bisa jadi orang betawi, bisa jadi orang FBR, bisa jadi orang Betawi. Jangankan orang dalam negeri, orang Arab banyak, orang Cina banyak yang jadi anggota FBR. Buka aja di websitenya.
Dulu kan FBR selalu banyak konflik. Bagaimana sih itu bisa terjadi? Misalnya dengan Madura. Apapun yang kita lakukan, anarkis atau apapun, kita lakukan untuk manfaat bersama, khususnya warga Betawi, bukan buat FBR. Semua orang menikmati apa yang dilakukan oleh FBR. Ketika sesuatu berlebihan, maka orang akan mencari tempat yang kosong untuk pemerataan. Ketika itu, masa itu kan orang Madura merasa lebih hebat, baik agamanya kan merasa lebih jago. Karena dia terkenal dengan galaknya, orang di anggap takut sama dia. Ketika sudah mencapai titik kulnimasi, ya hukum alam yang terjadi. Ya makanya sekarang semuanya mengalami enaknya. Tapi pernah ga FBR dipuji? Media meliput FBR berantem, padahal sebenrnya, kalo kita ribut, ributnya sama siapa? sebetulnya FBR itu memberantas preman. Tapi, bukannya emang banyak preman yang masuk ya? Memang, kan saya bilang mantan preman. Tapi kan org nge-judge nya tetep preman. Tau ga kiayi di Kampung? ada orang bader, disuruh solat ga pernah mau “apa lu ngapain lu solat, udah bader, preman”. Sekarang siapa yang ngedidik mereka? Yang ngajak ngobrol mereka? Orang sadar itu bukan dipanggil, diajak ngobrol. Siapa yang melakukan? Apa kita digaji? Dibayar sama pemerintah? Gak. Pemerintah sebenernya hutang gaji triliunan sama FBR. Kalo diitung dari kerja kita. Apa kita pernah dibayar? Ngga. Ketua umum FBR itu orang UIN. KH. Luthfi, dia anak UIN. cumloudnya tinggi, cerdas, pinter. Ente harus bangga dong. Dan banyak anak UIN anggota FBR yang jadi anggota dewan. Dosen ente tuh, Bang Ajiz, anggota FBR. Banyak orang UIN yang anggota FBR dan kita di FBR nih menaungi semua aktifis-aktifis, seperti HMI, PMII,IMM. Jadi kalo mereka ada masalah, larinya ke kita. Seringkali kita kumpul-kumpul sama aktivis, ada yang seminggu sekali, sebulan sekali, ada juga yang dadakan. Makanya, ini semuanya minallah. Artinya kita orang kampung, pendidikan juga ga tinggi-tinggi amat. Kaya juga kagak. Kita ngga punya, tapi kita bisa mengontrol orang sekian banyak. Ratusan ribu orang. Ibarat kata, kita komando. Semuanya itu minallah. Jendral aja belom tentu bisa mampu, lain barang lain pimpinan. Kalo kita ga cocok semuanya. Makanya itu tadi, ridho Allah, ridho org tua, ridho guru. Seribu orang bisa menjatohkan kita, kalo Allah sayang, ga akan jatoh. Seribu orang bisa dukung kita, tapi kalo Allah jatohin pasti abis. Orang media mau bilang apa kek, FBR tukang berantem, biarin. FBR anarkis, biarin. Bang, kalo humas FBR mulai dibentuk dari kapan ya? Humas FBR dibentuknya sejak FBR ada, karena awal FBR ini dulu hanya di Cakung saja dan waktu itu FBR belum punya gardu, kemudian dibentuk humas
untuk menentukan nama-nama gardu masing-masing Daerah.jadi, ya seusia FBR lah 14 tahun. Berarti tidak ada pergantian pengurusnya ya? Jubir masih Bang Fajri dari dulu dan humas pusat masih Bang Jun dari dulu? Bang Jun itu belum lama, baru naik pasca dua tahun almarhum Fadloli meninggal, karena kesibukan saya, jadi saya serahkan sedikit kepada dia, tapi sekarang saya ambil alih lagi berkenaan dengan situasi politik yang ada di Indonesia dan juga situasi politik yang ada di Jakarta. Karena humas dianggap penting dalam menyampaikan pesan-pesan FBR. Jadi langsung saya ambil alih lagi. Tapi Bang Jun masih tetap humas kan? Bang Jun tetap humas, tapi internal aja Kalo progam kerja humas yang udah pasti dan terjadwal ada ga Bang? Kita ga pernah, yah yang terjadwal banget ada bulanan, mingguan, gitu kan Menghadiri rapat-rapat ketua gardu, rapat korwil, kemudian kegiatan-kegiatan Bamus dan kegiatan internal lain. Dan kadang-kadang juga acara yang tidak dijadwalkan. Jadi, ya acara-acara yang kagak dijadwalkan juga jadi karena kita ini kan fleksibel. Kita bukan organisasi seperti Muhammadiyah, NU dan lain sebagainya yang apa namanya terfokus dengan schedule. Kita kan organisasi kemasyarakatan yang memang masyarakat. Jadi ya, jangankan siang hari, malem haripun kita harus hadir kalo ada kegiatan. Kalo misalnya ada ya, tapi sih sekarang-sekarang ini udah mulai sepi ya. Terakhir kasus anarkis di MOI. Nah, itu apa karena pergantian ketua atau ada faktor lainnya? Faktor di MOI itu bukan anarkis itu hanya spontanitas dimana ketidak perdulian daripada pengusaha-pengusaha yang ada di MOI. Kalo kita lihat dengan banyaknya jumlah perekonomian yang ada disitu, tidak sebanding dengan ketenaga kerjaan yang direkrut oleh mereka. Masih banyak masyarakat yang tidak terbagi. Kurang rata gitu ya? Ya kurang rata, padahal ada Undang-undang no 22 no 25 undang-undang Daerah semestinya mereka kalo berbagi dengan masarakat tidak akan terjadi peristiwa itu. Dan peristiwa di MOI itu adalah peristiwa yang terjadi selama 5 menit, beda dengan tawuran yang terjadi di Johar. Namun media membesar-besarkannya. Jadi ya terkadang kita selalu dilihat dari sisi negatifnya aja gitu ya dan kita sebenarnya taat pada hukum. Yang bersalah, kalo harus diselesaikan kepada pihak pidana ya kita ke pihak kepolisian. Selain itu juga kita melakukan pembinaan. Tapi, dengan
peristiwa itu, ada sisi baiknya juga yaitu kita bisa menjalin hubungan baik dengan pihak MOI. Dan udah damai juga ya? Bukan damai sih, kan ini kita tidak membuat kesalahan. Kalo damai itu kan berarti ada pihak yang salah dan tidak. Tapi ini merupakan eksidental lah seperti itu. Lalu kalo misalnya ada peristiwa semacam itu, apa yang dilakukan oleh humas? Kita kalo seperti itu, yang menangani korwil. Itu tanggung jawab korwil karna itu kejadiannya di jakarta Utara dan yang bertanggung jawab adalah korwil Jakarta Utara, Karena kan kita juga dalam komunikasinya gak semata-mata langsung dari anggota bisa langsung ngomong sama humas atau sama pimpinan atas lah, tapi lewatin kepala korwil dulu biar ga ada yang ngerasa sok kenal dan semuanya sama rata. Humas hanya memberikan pengarahan dan pembinaan dalam rapatrapat korwil atau ketua gardu. Bang Fajri atau Bang Jun biasanya selaku humas gitu kan pasti hal yang dilakukan keluar? Secara keorganisasan kita beberapa kali diminta sama kapolda untuk sharing bareng-bareng kesana, seperti kemaren korwil kita juga melakukan hubungan baik dengan siapapun. Jadi, kita lebih kepada pendekatan yang kalo bahasa Betawinya yang enak lah gitu. Banyak hal yang terkadang yang kita lakukan yang kita kerjakan diluar dari apa yang diberitakan. Jadi ya, itulah FBR yang selalu keliatan sisi negatifnya dibanding sisi positifnya.
Tapi kalo misalnya ada korban dari peristiwa-peristiwa semacam itu, apakah ada permintaan maaf dari FBR? Jadi, kita ini, FBR ini berbeda dengan organisasi yang lain. Gitu. Jadi kita itu kemandirian di tingkat gardu dan kemandirian di tingkat korwil itu sangat-sangat mandiri. makanya di FBR kalo anggotanya kurang dari 200 dia ngga boleh bikin gardu. Jadi misalnya kemaren anak-anak Jakarta Utara, cuma anak-anak yang disekitar MOI aja kejadiannya. Ga ada yang dari Cakung atau dari tempat yang lain, karena di FBR sifatnya bukan mobilisasi tapi emantisipasi. Beda dengan ormas lain kaya ya ga usah disebutlah, contohnya yang lain lah ya kan mereka ngumpulin orang dulu yang banyak. Kita ngga, kita cuma spontanitas. misalnya saya disin nih, kemudian saya dicelakain orang. Ga usah jauh-jauh, disebalah rumah udah serebu orang yang ngumpul disini.
TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber
: H. Junaedi ABD
Jabatan
: Hubungan Masyarakat FBR
Waktu
: Kamis, 10 September 2015
Tempat
: Markas Besar FBR, Jakarta
Apakah humas FBR mengenali situasi organisasi di mata masyarakat? Yah, humas perannannya itu, kita beri penjelasan tentang keberadaan FBR itu apa, fungsi dan peranannya apa dan apa yang diinginkan masyarakat tentang FBR. Jadi, itu selalu. Bahkan saya bukan lagi dari kegiatan kerja dari silsilah semua pengurus, anggota wajib juga menyampaikan hal itu. Karena mereka sudah di bai’at. Mereka sudah di bai’at dengan 9 butir dan mereka harus menjelaskan itu. Mereka harus sampaikan itu. Jadi bukan menjelaskan “nih saya jagoan”. Bukan. Jelaskan yang sudah diketahui setelah mereka di bai’at. Lalu apa yang harus mereka lakukan, lalu apa yang harus mereka perbuat. Jadi, kalau mereka kurang lengkap, mereka kan pasti minta pertemuan secara akbar, dalam bentuk pengajian, silaturahmi atau kegiatan-kegiatan lainnya kita harus hadir, kan dan menjelaskan semuanya itu. Biasanya dari situ lah anggota selalu bertambah. Oh jadi karena sebelumnya selalu melakukan kegiatan pengajian dengan orang-orang non FBR, jadi mereka tertarik untuk masuk? Iya Terus kalo misalnya humas melakukan kegiatan itu ada evaluasinya ngga? Ada tiga bulan sekali kepada pimpinan pusat dan juga kepada korwil dan juga gardu. Selalu saya bertanya “bagaimana hasil kerja saya?” “Ada ga yang buat kamu tidak berkembang?” Atau “ada ga yang membuat kamu terseinggung?” Yang pasti mereka nyebutnya “ngga ada”, biasanya begitu. Tapi saya menganggap pasti ada. Tetap saya mengontroli bahasa mereka “tidak ada”. Ketidak adaan itu lah berarti itu diri saya. Jadi bukan berarti saya senyum atas dianggapnya tidak masalah. saya membalikan hal itu kepada diri saya, berarti saya tidak ada. Berarti saya harus banyak kerja. Jadi tidak diposisi itu. Oh berarti saya saat ini belum terjawab. Makanya kalo bahasa di Malaysia bilang kalau orang bertanya jangan kau bilang tidak ada, jawablah walaupun kamu tidak tau dia pergi kemana. Jangan dijawab tidak tau, karena nanti orang tidak akan nanya lagi. Jawablah sebisa kita agar orang bertanya lagi pada kita. Nah itu lah yang sedang saya lakukan.
Alhamdulillah itu berkembang, pertanyaan-pertanyaan, walaupun mungkin jawabannya tidak pas tapi saya juga seneng ditanya. Selama ini kerja humas selalu mengontrol. Kadang-kadang kalau saya habis pidato, abis sambutan turun kebawah , trus nanya ke orang “tadi ngomong gua gimana?” ya kan? “keras ga?” gitu kan. “keras bang” “emang gua batu” (tertawa), maksudnya disini harus tegas. Supaya anggota ngerti bahwa FBR itu ada pimpinannya, FBR ada pendidikannya, FBR ada gurunya ada arahannya. Ibarat kebo ada pecutnya. Jadi saya merasa seneng bang. kaya kemren anggota FBR bikin KTA 4 bulan sama pengurusnya ga dijadi-jadiin kan. Bukannya ga djadiin, tapi lagi nunggu yang lain. Sehingga anggota yang pertama itu mungkin merasa ga di hargain karena kelamaan. Sehingga terjadilah demo kecil diketuanya. Akhirnya ketuanya harus bolak balik ke pusat supaya jadi dan tidakknya. Kita kan kalo bikin KTA harus bai’at dulu baru dikasih, kalo belom di bai’at ga kita kasih. Jadi KTA itu diberikan setelah mereka di bai’at. Baru mereka berhak memegang KTA FBR. Kalo mereka belum bai’at mereka bukan FBR. Orang islam itu kan sebelum shalat bersyahadat dulu. Udah syahadat baru dia udah islam. Setelah islampun dia masih harus banyak-banyak mengucapkan syahadat. Begitu. Jadi, kalo kata Allah dalam ayat Al-Quran fabi ayyi ala irobbikuma tukadziban soalnya berbicara itu berulang-ulang, jangan sampai kita meninggalkan nikmat itu. Nah itu yang terjadi. Akhirnya saya harus datang kesana menjelaskan bahwa kesalahan ketua gardu itu juga kesalahan dari semuanya. Jadi kita ngga teken dia. kitapun mengakui walaupun kita harus menelan pait. Tapi kita harus menyelamatkan kerempugan. Walaupun kesalahan ada dibawah, jadi pusatlah yang menyelamatkan kerempugan itu. Lanjut. Ehem, eum kalo faktor pendukung dan penghambat dalam kelancaran organisasi FBR? Faktor pendukung nya udah jelas tadi ya, keikhlasan. Kerempugan itu. Berawal dari mereka mulai masuk di bai’at. Maka itu mendukung. Menghambat, yang menghambat karena mereka tidak masuk FBR tidak melalui bai’at. Ya kan kalo ada yang tiba-tiba mereka di bai’at mereka duduknya dimana tau kan? Ini menghambat pemahaman FBR. Menghambat kerempugan sehingga akhirnya mereka tidak memahami pimpinan. Tidak memahami aturan-aturan apa yang harus mereka lakukan dan batasannya apa. Ini menghambat. Nah jadi, yang tadinya harus ditanya keikhlasan menjawab ikhlas mereka tidak menjawab itu karena mereka tidak mendengar. Nah itu menghambat. Jadi setelah mereka masuk FBR tidak melalui bai’at itu menghambat. Makanya di FBR itu wajib bai’at itu, supaya mereka tau tata krama, aturan. Kalau mereka mengerti itu mereka akan selamat. Selama ini terjadi gesekan diantara mereka, karena mereka tidak memahami dan mendalami itu sehingga
mereka merasa anggota harus sama dengan pimpinan. Ngga dong. FBR kan udah bilang tidak ada yang tidak penting di FBR karena ketua juga butuh anggota, anggota juga butuh pimpinan. Jadi semuanya sama-sama penting. Yang menghambat ya mereka masuk tidak melalui bai’at, kalo melalui bai’at ya insya Allah mereka akan mematuhi aturan-aturan dan mereka akan mengerti batasan-batasan dan visi misinya. Itu yang harus mereka camkan. Dengan itu insya Allah mereka akan lebih berkembang bahkn mereka bisa jadi memimpin FBR, bukan hanya di kampungnya bahkan dimanapun mereka hidup Papua atau Kalimantan, mereka akan hidup, karena mereka sudah belajar dari kerempugan yang tergaris dari aturan-aturan butir baia’t itu sndiri. Mereka akan bisa hidup dimana-dimana. Saya begitu, saya dimana aja bisa hidup karna saya memahami ini. Saya bisa berdagang. Jadi dmanapun saya hidup, karena saya punya modal dagang saya ga harus kerja diperusahaan. Ya saya dagang. Jadi kalo punya modal sendiri itu kita bisa hidup dengan modal bekal sebelumnya. Kalo ngga dia punya ilmu lain, misalnya ilmu fateha ya dia ngajar. Jadi asal punya bekal dimanapun kita bisa hidup dan diakui oleh orang dan diorangin. Ada orang yang ga diorangin contohnya kampung pulo, di gusur aja tanpa di bayar. Itu namanya ga diorangin. Kalo mereka diorangin kan mikir-mikir juga. Kesitu yang kita mau dorong. Makanya setelah yang dulu ribut-ribut dengan gojek itu setelah FBR masuk udah ngga ribut lagi. Karena kita kan “ayo cari makan sama sama”, karena emang lagi girohnya gojek. Tar juga kalo udah ga jamannya ilang. Tapi kalo faktor dari luar ada ga? Misalnya peberitaan negatif itu menghambat ga sih? Eeuuu kalo pemberitaan seperti itu sih kita ga merasa terhambat, karena kan kita udah besar. Paling kita Cuma saling memperbaiki. Itu kita anggap sebagai kontrol aja, kalo ada insiden kita anggap emang toh FBR kan selalu masuk tuh beberapa ribu yang masuk FBR, nih liat KTA (memperlihatkan contoh KTA FBR yang baru masuk). Pemberitaan itu ngga mempengaruhi apa-apa. Jadi FBR selalu bertambah dan bertambah. Dari semua golongan. Tapi ini kebanyakan laki-laki ya? Tidak sedikit juga perempuan, ada tuh satu gardu itu mayoritas isinya perempuan semua. Disini, di Jakarta. Paling kalo kita dateng di godain (tertawa). Ada nih perempuan. Jadi buat FBR, bukannya menghambat (pemberitaan negatif tadi) tapi pembelajaran. Bagaimana kita bisa mengontrol perbaikan mental, memperbaiki diri, memperbaiki sikap dan memperbaiki akhlak. Bahwa ada yang kita suka tapi ada juga masyarakat yang tidak suka itu wajar. Tidak semuanya satu rumah itu bisa rukun. Jadi kita harus bisa mengakui bahwa ada yang ga suka. Tidak pernah
kita merasa dihambat, tapi anggota yang tidak di bai’at lah yang penghambat mereka menjadi duri dan pelawan dalam kerempugan. Karena mereka tidak tau rempug, tidak tau dasar. Tapi insya Allah kalo mereka semua di bai’at mau dia Betawi atau bukan, akan ikut aturan. Yang penting setelah di bai’at dia paham. Ada dua sudut pandang yang bisa dilihat dari FBR. Kalo melihat FBR dari ribut dari ketidak rempugan, maka itu akan ribut dan tidak rempug. Karena kita melihatnyadari ribut dan tidak rempug. Kita harus pandai melihat. Nih orang luar nih ya. Tapi jika kita melihat FBR dari yang taklim, yang menyantuni, yang mebantu, mencari ekonomi yang baik, kita akan melihat FBR itu besar. Tapi kan sebenarnya sebagian masyarakat ada yang menilai kalau FBR itu anarkis atau premanis Itu karena mereka melihatnya dari sudut pandang anarkis dan kita akui itu ada. Tapi kan itu sebagai pelajaran. Toh kita juga sudah ambil tindakan, kalau mereka melihatnya anarkis, kita tidak pernah membantah itu dalam kejadian. Tapi kan kita sudah menguruskannya pada pihak-pihak yang berwajib pengurus hukum dan keadilan. Kan gitu. Jadi kita jangan fokus pada anarkisnya, tapi lihat pada penyelesaiannya menyelesaikan konfliknya. Coba kejadian di MOI, kan tidak berlanjut pada sebuah serangan dan bombardirnya. Tapi penyelesaian yang kita lihat sekarang. Walaupun kita harus menanggung hukuman, memang harus kamu tanggung karena kamu sudah berbuat salah daam rempug. Dan kamu menjadi pahlawan dalam diri kamu karena kamu tahu perbuatan kamu salah dan kamu juga harus mengakui kesalahan itu. Jadi pandangan kita itu bukan menghujat dan menghukum, tapi pandangan kita itu mendidik sebagaimana yang kamu lakukan ini kan belajar. Mungkin yang kamu lihat itu “uuuhh anggotanya berantem gimana pimpinannya nih? Gimana humasnya nih?” toh kan orang kantornya juga sama seperti kalian berjilbab, toh ketemu saya juga agamisnya juga ada. Jadi kan bingung, karena memandangnya dari sana, yang terjadi ketakutan. Tapi jika kamu memandangnya dari majlis rempug, gemar, dari kerempugan yang besar. Kita akan sejuk dibawanya. Akan siap mental kita ketemu FBR. “wah ada FBR, dateng ah. FBR mah bae bae” itu karena kita ngelihat dari sisi baiknya. Kita akan berani masuk ke tengah-tengah FBR. Tapi kalo ngeliatnya dari goloknya, duh ngeliatnya juga udah takut gua juga takut. Kan gitu. Jadi bagaimana memandang pemahaman pandangan tentang kerempugan. Jadi kalo kita melihatnya dari anarkis, kita akan memandangnya anarkis. Tapi apa ada pegajaran-pengajaran mereka untuk... Ya pasti adalah kan ada lapesda sebagai pendidikan sumber daya manusia. Ada. Dan itu kita turun. Kan ada majlis rempug. Majlis-majlis ini yang akan
melakukan pembinaan mental keimanan dan Quran. Dan itu yang terbina saat ni. Makanya dalam FBR itu yang terfardukan ada dua, yang pertama bersalawat kepada Baginda Rasul dan taati Allah dan pimpinan. Yang kedua bina dirimu dengan banyak melakukan santunan, berinfaq dan menyayangi keluarga. Insya Allah dengan berinfak kepada anak yatim dan duafa insya Allah kita akan menjadi orang yang sholeh menjadi rempug yang baik tergantung orang melihat saja, kalo mereka melihat anarkis ya anarkis, kalo melihat yang baik pasti ketemu sama yang baik. Yang penting buat FBR jaga kerempugan untuk menciptakan jawara yang sesungguhnya. Tapi apa dari humas FBR ada usaha atau strategi khusus untuk memperbaiki citra dari keanarkisan tersebut agar orang-orang kenal FBR juga baik? Kalo pencitraan, kita tidak perlu lagi pencitraan. Udah besar. Pake baju item juga orang pasti bilang itu FBR. Lagipula apa sih pencitraan? Kan pembelaan yah? bahwa dia udah salah mauna dibilang bener. FBR tidak begitu, FBR mengakui. Kalo kita salah ya kita salah dan beri kesempatan untuk saya membina dia agar bisa baik. Kalo dalam pembinaan dia tidak bisa baik ya saya pecat dia dari FBR. Untuk apa? Hanya merusak. Jadi kalo kita lihat itu orang FBR itu baik, jadi ya kita tidak perlu menjelaskan. Kita hanya menjelaskan kepada orang tentang FBR itu apa, kerempugan itu apa. Kalo anarkis, yang namanya permulaan .... lihat anak kecil galak ga? Kan anak kecil itu kan maunya diakui keberadaan dia, manja, gua jagoaan “bantem bantem bantem”. Coba ga di ladenin? Nangis ga? artinya seperti itu. Ada namanya tadi FBR permulaan. “Nih gue. Temen gue banyak” , tapi kita akui itu sedang mencari jati diri dalam mengenali kerempugan. Kenapa mereka begitu? karena mereka merasa diusik, mereka merasa diganggu oleh orang-orang yang iseng dan usil tentang keberadaan mereka. Kadang-kadang mereka ini musuh abadi sbeelum FBR, setelah dia masuk FBR jadi kebawa-bawa sama FBR, jadi dia sebelum masuk FBR udah ribut dia, pas udah masuk FBR berantem nya jadi bawa-bawa organisasi padahal masalah pribadi. Padahal kan FBR selalu membina dan itu kita buktikan. Ada di Cipulir adek abang nih berantem. Eh saat abangna masuk FBR dan adeknya masuk PP, jadi ribut antar organisasi, padahal sebenernya masalah pribadi adek-abang dari jaman di kamar tidur. Tapi setelah tau FBR ada bimbingan akhirnya adek-abang itu dua-duanya masuk FBR, karena mereka tau di FBR itu ada pendidikan, pembinaan, pengangkatan ekonomi. Banyak kok yang masuk agama yang non-islam juga. Mereka seneng di FBR karena kerempugannya. Tapi kan ada bahasanya makan ga makan kumpul. Kalo
Gambar 1
Humas FBR, Fajri Husen ikut andil dalam Pembentukan Forum Penanggulangan Anarkis Bersama Bakesbangpol
Gambar 2
Humas FBR, Fajri Husen dalam Acara I’tikaf Kubro & Santunan 1000 Yatim (salah satu bentuk kegiatan membangun citra positif)
Sekret Forum Betawi Rempug (FBR), Pedaengan Cakung Jakarta Timur.
Makam KH. Ahmad Fadhloli El-Munir di depan Pondok Pesantren Markas Besar Forum Betawi Rempug (FBR), Pedaengan Cakung Jakarta Timur.
Bersama Ketua FBR, KH Luthfi Hakim
Bersama Ustadz Ahmad Zakarsy, Wakil Ketua Umum FBR
Bersama Pak Fajri Husen, Humas FBR Spesialis Juru Bicara
Bersama Mpok Marfu’ah, Pengurus Tata Usaha Kantor Pusat FBR
Bersama Bang Hj.Junaedi, Humas Pusat FBR