PERAN BANK BTPN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA NASABAH MELALUI PROGRAM DAYA
NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelas Magister dalam Ilmu Manajemen
Oleh : Nama : Suci Winarta NIM : P 100110023
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
PERAN BANK BTPN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA NASABAH MELALUI PROGRAM DAYA Oleh Suci Winarta1, Rina Trisnawati2, Syamsudin3 1 Staf Bank BTPN 2 Staf Pengajar UMS Surakarta 3 Staf Pengajar UMS Surakarta ABSTRACT The purpose of this study to determine the effectiveness of program implementation DAYA bank as measured by the Bank's Customer Satisfaction Index (CSI), Net Promotar Score (NPS), the increase in turnover, repayment rate, an increase in credit scores and scale. The total sample of 30 respondents microentrepreneurs. Data collection by questionnaire. Based on the data analysis of this study concluded that the program provides empowerment programs such as business development training, buying and selling information and new business opportunities. Power bank Bank's Implementation program is very effective in measuring the increase debtors in improving customer satisfaction levels. Power training program with the debtor could obtain knowledge properly manage the business with the hope of growing the business with the debtor satisfied hike, giving advice regarding the Bank's banking products, increase turnover, smooth installment awake, the opportunity to get top up loan (additional ceiling) as well as increase its scale Keywords: Customer Satisfaction Index (CSI), Net Promotar Score (NPS), turnover, repayment rate, credit score and scale. A. Pendahuluan Program DAYA dilaksanakan oleh bank BTPN sebagai bentuk penyempurnaan/integrasi dari program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkelanjutan. Bank BTPN sebagai salah satu bank umum nasional, melaksanakan program implementasi dari CSR, dengan memberikan layanan kepada nasabah antara lain pusat informasi dan konsultasi kesehatan. Tujuan dari layanan ini adalah para nasabah/pensiunan dapat menjalani masa pensiun dengan sehat dan sejahtera. Tahun 2008 BTPN memperluas cakupan CSR dengan mengembangkan UPV (Unique Value Proposition) disebut Capacity to Growth sesuai dengan tanggung jawab moral (Payne, 2002) yaitu 1
2
program pemberdayaan usaha mikro melalui pusat informasi usaha, pelatihan dan pengembangan ketrampilan serta peluang usaha baru. Program ini diberikan bagi seluruh nasabah BTPN yang tergabung dalam Mitra Usaha Rakyat (BTPN‐MUR) yaitu usaha mikro yang mendapatkan fasilitas kredit usaha produktif dari bank PTPN. Manfaat yang dirasakan dari implementasi CSR ini bagi nasabah dan pengembangan usaha mikro sangat positif, karenanya pada 19 Juli 2011, bank BTPN mengeluarkan program DAYA yang merupakan program terintegrasi antara BTPN Pensiunan dengan BTPN MUR dalam memberikan kesempatan kepada semua stakeholder BTPN untuk berpartisipasi dalam misi memberdayakan jutaan mass market di Indonesia. Berdasarkan pencapaian program DAYA yang sudah dilaksanakan oleh bank BTPN sejak Juli 2011 untuk memberdayakan usaha mikro, bank BTPN mempunyai perbedaaan dengan bank lain yaitu Daya sebagai UVP (Uniqe Value Proposition) the best mass market bank. Dimana melalui Program Daya debitur bisa meningkatkan usaha dari sisi omzet, menjaga angsuran atau kewajiban tetap lancar serta peningkatan skala usaha melalui peningkatan pembiyaan besaran kredit. Program ini perlu diukur efektifitasnya dalam memberdayakan kelompok usaha mikro tersebut. Karenanya, bank BTPN memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memperkuat program DAYA terutama dalam meneliti implementasi dari program tersebut dan perlunya perbaikan berkelanjutan terhadap program DAYA. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil permasalahan berikut : “Bagaimana efektifitas implementasi program DAYA bank BTPN yang diukur dari Customer Satisfaction Index (CSI), Net Promotar Score (NPS), kenaikan omzet usaha, repayment rate, peningkatan nilai kredit dan skala usaha?” B. Tinjauan Pustaka Definisi mengenai CSR atau tanggungjawab social perusahaan sekarang ini sangat luas dan beragam. Definisi mengenai CSR atau
3
tanggungjawab social perusahaan sekarang ini sangat luas dan beragam. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), CSR didefinisikan sebagai komitmen yang berkelanjutan dari bisnis untuk bersikap etis dan membantu pertumbuhan ekonomi sekaligus memperbaiki kualitas kehidupan dari para pekerja beserta keluarganya sebagaimana layaknya komunitas lokal dan sosial secara luas (SWA Sembada, 2005). Menurut Hopkins (2003) pengertian : “CSR is concerned with treating the stakeholders of the firm ethically or in a responsible manner”. Hopkins memaparkan bahwa CSR berkaitan dengan bagaimana memperlakukan para stakeholder perusahaan secara etis atau dengan cara yang bertanggung jawab. Konsep CSR melibatkan tanggungjawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat serta komunitas setempat (local). Kemitraan ini tidaklah bersifat statis dan pasif. Kemitraan ini merupakan tanggungjawab bersama secara sosial antar stakeholders. Pertanggung‐ jawaban sosial perusahaan diungkapkan dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting yang berisi pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya didalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Global Reporting Initiative (2008), ditemukan peningkatan yang signifikan jumlah perusahaan yang mengungkapkan CSR dalam laporan keungannya yaitu dari sekitar 300 perusahaan pada tahun 1996, dan sejumlah 3100 perusahaan pada tahun 2008 (Swa, 2010). Selain itu, survei juga menunjukkan bahwa pelaporan CSR lebih banyak dilakukan sebagai pengungkapan sukarela dan tidak wajib. Oleh karena itu, bentuk pelaporan keberlanjutan dan format bervariasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Menurut Suharto (2006), konsep CSR sebagai sebuah tanggung jawab sosial perusahaan, kini semakin diterima dengan luas. Walaupun ada
4
beberapa pihak yang menganggapnya masih kontroversial, dimana mereka beragumen bahwa perusahaan sebagaai pencari laba telah membayar sejumlah uang berupa pajak kepada negara untuk disalurkan kepada publik dalam rangka peningkatan kesejahteraan, (Fitria, 2010). Sementara, pihak yang berseberangan menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari individu yang terlibat didalamnya, seperti pemilik dan karyawan. Oleh karena itu, sudah bukan saatnya perusahaan hanya memikirkan keuntungan finansial semata, tetapi juga harus memperdulikan hak dan kepentingan publik, khususnya yang berada di sekitar perusahaan. Secara umum CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yag dilakukan oleh perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis dan memenuhi seluruh aspek ekonomi, social dan lingkungan dengan baik demi pembangunan yang berkelanjutan (Wibisono, 2007). Dari sisi filosofi konvensional, terdapat beberapa teori yang melatarbelakangi pelaksanaan CSR dalam perusahaan, yaitu: 1. Teori Kapitalisme Milton Friedman (1967) Apabila perusahaan melakukan aktivitas CSR di luar kepentingan para pemegang sahamnya, maka itu menyalahi tujuan perusahaan. Satu‐ satunya kewajiban perusahan dan termasuk CSR didalamnya adalah memberikan kemakmuran kepada pemegang saham. Aktivitas donasi dibolehkan jika dirasa dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. 2. Teori Kontrak Sosial Perusahaan hanya dapat berusaha dengan baik jika ia didukung oleh masyarakat sekitarnya (Moir, 2001). Sehingga dalam hal ini perusahaan akan dianggap sebagai institusi social yang harus berkontribusi kepada lingkungan sosialnya 3. Teori Instrumen CSR dipandang sebagai alat strategi untuk mencapai tujuan perusahaan. Sehingga menurut teori ini perusahaan dalam melakukan
5
aktivitas CSRnya memiliki tujuan tertentu seperti menciptakan reputasi positif, kehumasan atau manfaat sejenis lainnya (Burke dan Logsdon, 1996). 4. Teori Legitimasi Perusahaan akan melakukan aktivitas CSR dikarenakan adanya tekanan sosial, politik dan ekonomi dari luar perusahaan. Sehingga perusahaan akan menyeimbangkan tuntutan tersebut dengan melakukan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang diharuskan oleh peraturan (Deegan, 2002). 5. Teori Stakeholder Aktivitas CSR menurut teori ini dilakukan untuk mengakomodasi keinginan dan kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholder) sehingga perusahaan dapat beraktivitas dengsn baik dengan seluruh dukungan pemangku kepentingan tersebut (Clarkson, 1995).
Studi Pendahuluan yang Dilakukan Industri perbankan di Indonesia saat ini tumbuh cukup pesat, ditambah dengan masalah pengungkapan praktik CSR dan lebih intens, Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi semakin menonjol dalam akuntansi sosial dan tata kelola perusahaan. Tingkat partisipasi perusahaan dalam CSR dapat dijelaskan ke dalam berbagai motivasi seperti motivasi accruistic strategis (Lanros, 2001; Udayasankar, 2007), motif ekonomi (Hillman dan Keim, 2001), motif moral (Payne, 2002), reaksi konsumen (Mc William dan Siegel , 2010), mengurangi risiko bisnis perusahaan (Bourin dan Savarina, 2004). Untuk alasan ini, CSR telah mengisyaratkan kepada perusahaan bahwa partisipasi mereka dalam CSR akan direspon oleh publik sehingga terdorong untuk meningkatkan kinerja. Penerapan CSR pada industri perbankan juga telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Trisnawati (2011) melakukan analisis pengungkapan CSR pada 27 bank konvensional di Indonesia. Dimensi yang diteliti mencakup (1) Profile and organization strategy (2) Economics scope (3) Environmental
6
scope dan (4) Social scope. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya terdapat 2 bank yang tidak mengungkapkan CSR. Pada dimensi sosial, yang merupakan dimensi implementasi CSR, Hasil penelitian menunjukkan semua bank melaporkannya, namun kebanyaknnya hanya dalam lingkup yang sangat terbatas. Implementasi CSR lebih kepada kegiatan‐kegiatan yang `seremonial` seperti donor darah, khitanan masal, jalan sehat dan hal‐hal lain yang lebih menonjolkan citra organisasi. Selanjutnya Fitria (2010), melakukan penelitian terhadap 3 bank konvensional dan 3 bank syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan CSR bank konvensional lebih baik dibandingkan bank syariah. Menurut Afda Maulihazmi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Kegiatan Corporate Responsibility Bank Rakyat Indonesia BRI (Persero) melalui Program BRI Pesat (Peduli Pasar rakyat), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang dan tujuan diadakannya kegiatan CSR melalui BRI‐Pesat oleh BRI adalah untuk menyadarkan seluruh elemen pasar tradisional agar mau dan mampu meningkatkan daya saingnya terhadap pasar modern, mengenai pemaknaan CSR melalui program tersebut ternyata dimaknai sama oleh pihak pihak yang bekerja sama dengan BRI tersebut yakni sebagai kegiatan sosial yang diharapkan mampu meningkatkan daya saing pasar tradisional, serta model manajemen startegis perusahaan yang meliputi analisis lingkungan, formulasi strategi, serta adanya evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan CSR melalu program BRI‐Pesat. Terkait penelitian mitra sebelumnya, Pada akhir 2011, bank BTPN (bekerjasama dengan Manajemen Bisnis Institut pertanian Bogor‐MBIPB) telah melakukan survey terhadap 316 responden yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mengukur keberhasilan program DAYA . Indikatornya diukur dengan Customer Satisfaction Index. Hasilnya adalah: kegiatan yang dilaksanakan seperti di pusat informasi, dialog interaktif dan layanan kesehatan telah memberikan kepuasan sebesar 87.06% pada triwulan1,skor
7
87.76% pada triwulan 2, skor 87.72% pada triwulan 3 dan skor 87.80 pada triwulan 4. Untuk pelaksanaan program‐program dari DAYA tumbuh usaha pada BTPN MUR tahun 2011 menghasilkan nilai Customer Satisfaction Index untuk program pelatihan usaha sebesar 78.48%, program informasi bisnis 73.65% dan peluang usaha baru sebesar 78.13%. Kesemuanya diatas target skor 60%. C. Metode Penelitian Penelitian dirancang kualitatif dan kuantitatif untuk formulasikan model pemberdayaan ekonomi usaha mikro dan pra sejahtera sejahtera produktif melalui program DAYA bank BTPN. Jumlah populasi adalah 347 nasabah usaha mikro dan pra sejahtera produktif yang telah menikmati program DAYA tumbuh usaha. Jumlah sampel 30 responden secara proportional cluster sampling. Indikator yang digunakan untuk menilai efektifitas implementasi program DAYA bank BTPN adalah : 1. Customer Satisfaction Index (CSI) merupakan indeks untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut‐atribut yang diukur. Pengukuran ini diukur menggunakan kuesioner. Persepsi nasabah diukur dengan skala 1‐5 yang mencakup: pemahaman terhadap materi pelatihan, kemampuan fasilitator, kepuasan terhadap pelayanan kantor cabang dan kepuasan terhadap isi program pelatihan, rekomendasi terhadap nasabah baru. 2. Net Promoters Score merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kesetiaan (loyalitas) nasabah kepada bank BTPN, di mana nasabah memberikan nilai yang mencerminkan tingkat keinginan mereka untuk merekomendasikan bank BTPN kepada keluarga atau teman, berdasarkan pengalaman mereka. Pengukuran ini sudah dilaksanakan oleh Area Daya Specialist (ADS) bank BTPN. Skor diperoleh dari nilai rekomendasi dari peserta pelatihan terhadap peserta baru.
8
Jumlah skor jawaban responden NPS = Skor tertinggi yaitu 4 3. Kenaikan omzet usaha merupakan perubahan naik atau turun omset sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. Diukur dari perubahan penjualan (sales) responden sebelum mengikuti pelatihan program DAYA dan sesudah mengikutinya. Kenaikan omzet usaha = penjualan setelah pelatihan – penjulan sebelum pelatihan 4. Repayment rate adalah tingkat pengembalian pinjaman. Diukur dari tingkat keterlambatan responden membayar pinjaman. Jika tepat waktu maka repayment rate terjaga. Repayment rate dibagi dalam 3 kategori: ‐
Lancar
: Nasabah membayar kewajiban tepat waktu
‐
Kurang lancar : Tunggakan nasabah atas kewajiban antara 1‐90 hari
‐
Tidak lancar : Tunggakan nasabah atas kewajiban > 90 hari
5. Peningkatan nilai kredit merupakan nilai plafon yang diterima nasabah dari awal memperoleh pinjaman sampai sekarang. Diukur dari kenaikan jumlah (Rp) penerimaan kredit yaitu sejak pertama kali memperoleh kredit dari bank BTPN hingga sekarang. Peningkatan nilai kredit = plafon kredit nasabah saat ini – plafond kredit pertama kali pinjaman 6. Peningkatan skala usaha merupakan peningkatan kualitas dan kuantitas usaha yang dijalankan menjadi lebih baik. Diukur dari kepesertaan responden yaitu nasabah Usaha Mikro menjadi Nasabah Usaha Kecil/Menengah. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Terdapat 3 jenis Program Pelatihan Tumbuh Usaha yang diberikan kepada debitur sebagai berikut :
9
1. Pelatihan untuk Mengembangkan Usaha a. Bang Handal, Kiat praktis mengembangkan usaha dan modal. b. Kak Citra, pelatihan kepada debitur agar usahanya lebih dikenal dan bisa menarik calon pembeli. c. Kak Laris, kiat praktis meningkatkan penjualan. 2. Informasi Jual‐Beli Bank BTPN memberikan informasi atau iklan usaha debitur secara gratis, sehingga usaha debitur akan lebih dikenal oleh masyarakat luas. Hal ini dengan harapan akan membantu peningkatan sales atau omzet. Selain itu debitur juga memperoleh informasi mengenai harga jual dan harga beli suatu komoditi sesuai dengan jenis usaha yang dikelola sdengan demikian debitur bisa memantau perkembangan harga di pasaran. 3. Peluang Usaha Baru (PUB) Memberikan informasi kepada debitur untuk menambah pendapatan melalui program Pulsamu dan Asuransimu, artinya debitur diberikan pengetahuan tentang pengembangan usaha (diversifikasi usaha) Gambaran tentang distribusi dari 30 responden diperoleh dari data diri atau identitas responden meliputi jenis kelamin, jenis usaha, besarnya plafond pinjaman dan besarnya omset perbulan yang disajikan berikut : 1. Dalam responden penelitian ini dari 30 debitur yang memiliki jenis kelamin laki laki sejumlah 16 atau 53 % dan sisanya adalah perempuan. Kenyataan yang ada dapat diketahui bahwa kebanyakan kaum lak‐laki mendominasi menjadi pengusaha mikro pengelola usaha baik yang berlokasi di pasar maupun di pedesaan. 2. Sejumlah 21 orang atau 70 % adalah sebagai pedagang atau memiliki usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan, diikuti usaha jasa sebanyak 7 orang atau 23 % dan 2 orang atau 7 % jenis usaha yang dikelola pengusaha mikro adalah industri kecil.
10
3. Responden paling banyak memiliki plafond pinjaman kurang atau sama dengan 25 juta rupiah adalah 13 orang atau 43 %, 10 orang atau 33 % memiliki plafond pinjaman antara 25 juta rupiah sampai dengan 50 juta rupiah, 3 orang atau 10 % memiliki plafond pinjaman antara 50 juta rupiah sampai dengan 100 juta rupiah, sisanya responden memiliki plafond diatas 100 juta rupiah. Namun rata rata Plafond pinjaman di bank BTPN responden yang kami teliti mayoritas mikro yakni di atas 70 % dari total responden, penentuan plafond pinjaman dilihat kemampuan debitur dalam mengangsur kewajiban dengan menganalisa kredit yang benar. 4. Omzet/penjualan responden mencapai kisaran 10 juta sampai 100 juta per bulan, di mana besar omzet responden mencerminkan kemampuannya dalam memenuhi kewajiban. Berdasarkan Tabel 4.4. dapat diketahui dari 30 responden paling banyak memiliki omset per bulan antara 25 juta rupiah sampai dengan 100 jura rupiah adalah 13 orang atau 43 %, 10 orang atau 33 % memiliki omset per bulan antara 10 juta rupiah sampai dengan 25 juta rupiah, 4 orang atau 14 % memiliki omset per bulan di atas 100 juta rupiah, sisanya responden memiliki omset per bulan kurang dari 10 juta rupiah. E. Hasil Analisis Data 1. Customer Satisfaction Index (CSI) Berdasarkan hasil analisis dapat dijelaskan bahwa yang mempersepsikan mengenai program DAYA terdiri dari responden yang merasa sangat puas yaitu 10 orang atau 33,3%. merasakan puas yaitu sebesar 24 orang atau 81,3 % dan 6 orang atau 18,7 % menyatakan tidak puas. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa secara umum responden merasa puas dengan program DAYA berdasarkan indikator CSI 2. Net Promotor Score Berdasarkan hasil analisis CSI diketahui bahwa sebagian besar jumlah responden yang menyatakan sangat puas atau bahkan sangat puas
11
Hasil analisis berdasarkan responden yang menjawab puas dan sangat puas, lebih dari 50% responden dalam hal ini adalah peserta pelatihan Program Daya telah merekomendasikan ke nasabah baru. 3. Kenaikan omzet usaha Omzet atau penjualan dari 30 responden mayoritas mengalami kenaikan rata‐rata 8 % dari sebelum mengikuti pelatihan Program Daya bank BTPN, hanya ada 7 atau 23,3 % responden yang tidak mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan jenis usaha yang dikelola responden bersifat musiman dan harga produk dipasaran mempunyai harga yang cukup stabil. 4. Repayment Rate Dampak dari pelatihan tersebut dari 30 responden yang termasuk kategori angsuran atau kewajibannya kurang lancar sebelum dilakukan pelatihan sebanyak 5 responden atau 16,7 %, namun setelah mengikuti pelatihan responden yang menunggak menjadi 2 orang atau 6,7%. Hal ini menunjukkan bahwa program DAYA dapat mengurangi tunggakan angsuran pada bank BTPN 5. Peningkatan Nilai Kredit (Top up) Peningkatan nilai kredit diukur dari kenaikan jumlah (Rp) penerimaan Plafond kredit dari awal memperoleh pinjaman dari bank BTPN hingga sekarang. Diketahui kenaikan plafond kredit atau top up didasarkan pada ketepatan angsuran dan juga kenaikan omzet penjualan, dari 30 responden sebagian besar berhak memperoleh fasilitas tambahan plafond kredit, besarnya fasilitas tambahan plafond kredit rata‐rata 10 % bahkan ada hanya mencapai 50 % dari plafond kredit awal, namun ada 3 debitur dari responden tidak berhak memperoleh fasilitas tambahan plafond kredit dikarenakan sebelum mengikuti pelatihan sudah menunggak angsuran dan setelah mengikuti pelatihan belum menam‐ pakkan kenaikan omzet penjualan.
12
6. Peningkatan Skala Usaha Peningkatan skala usaha diukur dari kepesertaan responden yaitu responden usaha mikro menjadi usaha kecil atau menengah. Diketahui peningkatan skala usaha didasarkan pada jumlah omzet, tenaga kerja yang dikelola dan manejemen usahanya. Dari 30 responden diperoleh sebanyak 6 atau 20 % debitur yang skala usahanya naik dari pengusaha mikro ke pengusaha kecil, dan sebanyak 3 atau 10 % usaha kecil naik ke pengusaha menengah. Denagan demikian dari 30 responden debitur yang mengalami kenaikan skala usaha sebanyak 9 atau 30 %. F. Penutup Program Daya bank BTPN merupakan pemberdayaan mass market yang berkelanjutan dan terukur, dimana berdasarkan hasil analisis penelitian pelatihan program Daya Bank BTPN dapat disimpulkan bahwa program ini tidak dimiliki oleh bank lain, sehingga Program Daya ini yang membedakan Bank BTPN dengan bank lain. Program daya memberikan program pemberdayaan berupa pelatihan pengembangan usaha, informasi jual‐beli dan peluang usaha baru. Implementasi Program Daya bank BTPN sangat efektif dalam mengukur peningkatan debitur dalam meningkatkan tingkat kepuasan nasabah, karena debitur bank BTPN membeli produk kredit berarti membeli produk PaketMu, artinya debitur selain memperoleh fasilitas pinjaman berupa dana tetapi juga mendapatkan Asuransi Jiwa Kredit dan Pelatihan Program Daya. Dengan mengikuti pelatihan Program Daya debitur bisa memperoleh ilmu mengelola usaha dengan baik dengan harapan usaha tumbuh dengan kenaikan debitur puas, memberikan rekomendasi perihal produk bank BTPN, kenaikan omzet, kelancaran angsuran terjaga, kesempatan memperoleh top up pinjaman (tambahan plafond) serta kenaikan skala usahanya
13
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa debitur merasa puas atas produk PaketMu, dimana debitur selain memperoleh fasilitas pinjaman juga memperoleh asuransi jiwa kredit serta Pelatihan Program Daya. Disarankan materi atau modul pelatihan perlu dikembangkan dengan mengikuti perkembangan ekonomi terkini agar debitur bisa tumbuh dan berkembang. Untuk pemberdayaan berupa Peluang Usaha Baru, agar ditambahkan untuk skala usaha yang lebih besar (skala menengah) misalnya usaha franchcise. Agar lebih efektif pelaksanaan pelatihan program daya, peserta dikelompokkan berdasarkan jenis usaha maupun skala usahanya DAFTAR PUSTAKA Afda Maulihazmi. 2012. “Kegiatan Corporate Social Responsibility Bank Rakyat Indonesia BRI (Persero) Melalui Program “BRI Pesat” (Peduli Pasar Rakyat)”. Undergraduate Theses from JBPTUNPADFIKOM Amy J. Hillman and Gerald D. Keim. 2001. “Shareholder Value, Stakeholder Management, and Social Issues: What’s the Bottom Line?”. Strategic Management Journal. Vol 22 No. 2. pp 125‐139. As'ad, M. 2007. Psikologi Industri, Seri Umum. Sumber Daya Manusia. Edisi 4. Liberty, Yogyakarta. Bank BTPN. 2012, “Jurnal Program Daya”. Bank BTPN. Jakarta. Burke, L. and Logsdon, J. M. 1996. 'How Corporate Social Responsibility Pays Off', LRP, Vol 29 No 4, p495‐502 Chambers, 1995, “People‐centered, participatory, empowering, and subtainable”. Clarkson, B. E. M. 1995. “A stakeholder framework for analysing and evaluating corporate social performance”. Academy of Management Review, 92‐117. Deegan, C 2002, “Introduction: The legitimizing effect of social and environmental disclosure – a theoretical foundation”, Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol.15, no. 3, pp. 282‐311. Kotler, Philip. 2010. Marketing Management, Pearson Prentice Hall, New York. Makalah SWA Sembada No. 26/XXI/19 Desember 2005.
14
Makalah SWA Sembada No. 15/XXVI/15‐28 Juli 2010. Mathis, R dan Jackson, W. 2008. Human Resources Development (Track MBA series/terjemahan). Prestasi Pustaka. Jakarta. Michael Hopkins. 2003. The Planetary Bargaun, Corporate Sosial Responsibility Matters. London: Earthscan Publications Ltd. Muhammad Yunus, 2007, “Bank Kaum Miskin”. PT. Cipta Lintas Wacana. Jakarta. Payne, Adrian. 2002, The Essence of Service Marketing, Andy Offset, Yogyakarta. Sen dan Bhattacharya. 2001. “Does Doing Good Always Lead to Doing Better? Consumer Reaction to Corporate Sosial Responsibility”. Journal of Marketing Research. Vol XXXVIII. Pp 225‐243. Simamora, Henry. 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE, Yogyakarta. Simanjuntak, Payaman, J. 2005. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Suharto, Edi. 2006. ”Kebijakan Sosial”, Makalah Seminar. Bandung. Udayasankar, Khrisna. 2007. “Corporate Social Responsibility and Firm Size”. Journal of Business Ethics (2008) 83:167–175. Wibisono. 2007. Memebedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Media Grapka. Surabaya. Williams, A., Siegel, D. S. & Wright, P. M. 2006. Corporate Social responsibility: Strategic implications. Journal of Management Studies, 43 (1), 1‐18