perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SURAKARTA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN
Skripsi
Oleh: ENIK PURWANTININGSIH K6407025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA NOVEMBER 2012
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Enik Purwantiningsih
NIM
: K6407025
Jurusan/Program Studi
: PIPS/PPKn
menyatakan
bahwa
PENYELESAIAN DALAM
skripsi
saya
SENGKETA
MELINDUNGI
yang
berjudul
KONSUMEN
(BPSK)
HAK-
SURAKARTA ini
benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012 Yang membuat pernyataan
Enik Purwantiningsih
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SURAKARTA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN
Oleh:
ENIK PURWANTININGSIH K6407025
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Enik Purwantiningsih. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, 2) Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam melindungi Hak-hak konsumen. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Strategi penelitiannya menggunakan strategi tunggal terpancang. Sumber data diperoleh dari informan, peristiwa/aktivitas serta dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menyusun data penelitian adalah dengan teknik wawancara, observasi serta analisis dokumen. Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, 4) penarikan kesimpulan/verifikasi. Adapun prosedur penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) tahap persiapan, 2) tahap pengumpulan data, 3) tahap analisis data, 4) tahap penyusunan laporan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak konsumen dapat dilihat dari sistem hukumnya yaitu: a) substansi hukum, pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk undang-undang maupun peraturan dibawahnya guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja masyarakat yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki. b) struktur hukum atau pranata hukum, guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka dibentuk aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara maksimal hal ini disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya sarana dan prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia. c) budaya hukum, tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. 2) Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen meliputi: a) memberikan konsultasi kepada konsumen, b) pengawasan klausula baku, c) menyelesaikan sengketa konsumen dengan 3 macam cara yaitu mediasi, arbitrase, dan konsiliasi.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Enik Purwantiningsih. The Role of Consumer Dispute Settlement Council (BPSK) in Protecting the Consumer Rights. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Surakarta Sebelas Maret University, 2012. The objectives of research are to find out: 1) the factors causing the infringement of consumer rights, 2) the role of Surakarta consumer dispute settlement council (BPSK) in protecting the consumer rights. This research used a descriptive qualitative method. The research strategy was a single strategy. The data was obtained from informant, place/activity as document. The sampling technique purposive sampling. Techniques of collecting data used was to obtain and to organize the data of research were interview, observation as well as document analysis. To validate the data, the data triangulation was used. Meanwhile technique of analyzing data used was an interactive model of analysis with the following stages: 1) data collection, 2) data reduction, 3) data display, 4) conclusion drawing/verification. The procedure of research included: 1) preparation, 2) data collection, 3) data analysis, and 4) research report writing stages. Based on the result of research, it could be concluded that: 1) the factors causing the infringement of consumer rights be seen from the legal system, namely: a) law substance, Indonesian gonerment has some laws regulations to protect consumenr rights, but not many people know about these regulations, only a few of them know about the consumer rights, b) law structure, to protect the consumer rights that ar Consumer Dispute Sttlement Council, but this has not worked maximally because of the lack of fund, facilities and human recources, c) law culture, the businessman are still lack of lawawareness where as it is clearly stated on the law that there are some responsibilities that have to be fulfilled by the businessmen. 2) The role of Surakarta Consumer Dispute Settlement (BPSK) in protecting the consumer right included: a) counseling the consumer, b) standard clause supervision, c) resolving the consumer dispute in three ways: mediation, arbitrage, and consiliation.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO ...Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q. S. Al-Insyirah Ayat 5) ...Kebahagiaan akan tumbuh berkembang manakala bisa membantu orang lain. Namun bilamana tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman, harus disirami tiap hari dengan sikap dan tindakan memberi (J. Donald Walters) ...Tidak ada kegagalan selama kita menikmati prosesnya. (Hitam Putih)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi yang tersusun dengan penuh kesungguhan ini, penulis persembahkan kepada : 1. Bapak, ibu dan keluarga tercinta atas doanya 2. Mas Feby Irawan atas motivasinya 3. Elis atas kebersamaan selama ini 4. Teman-teman FKIP PPKn angkatan 2007 5. Almamater
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim. Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak kendala yang dihadapi penulis dalam penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kendala yang timbul dapat teratasi, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini. 2. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui ijin atas permohonan penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Sri Haryati, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. 4. Dra. Ch Baroroh, M. Si. selaku Pembimbing I yang telah memberikan persetujuan, pengarahan, bimbingan dan petunjuk serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 5. Drs. Utomo, M. Pd. selaku Pembimbing II yang tiada henti-hentinya memberikan pengarahan, dorongan, motivasi, bimbingan teknis dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak
dan
Ibu
Kewarganegaraan
Dosen yang
Program telah
Studi
memberikan
Pendidikan bekal
Pancasila
pengetahuan
penyusunan skripsi ini. 7. Segenap staf di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta.
commit to user x
dan untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan mencurahkan segala kemampuan dengan harapan agar memenuhi persyaratan sebagai suatu karya ilmiah
yang bermanfaat. Namun mengingat adanya keterbatasan
pengetahuan, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Surakarta,
Oktober 2012
Penulis
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN .............................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................
vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii HALAMAN MOTTO ...................................................................................... viii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
5
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
6
LANDASAN TEORI .....................................................................
7
A. Tinjauan Pustaka .....................................................................
7
1. Tinjauan Umum Hak Warga Negara ...................................
7
a. Pengertian Hak ................................................................
7
b. Pengertian Warga Negara ................................................
7
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945.....
8
2. Tinjauan Umum Hak-hak Konsumen................................... 10 a. Pengertian Konsumen .................................................... 10 b. Hak dan Kewajiban Konsumen ..................................... 14
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Hak Konsumen Merupakan Hak Warga Negara ........... 18 d. Pelanggaran Hak Konsumen .................... ..................... 21 e. Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman ............. 22 3. Tinjauan Umum Pelaku Usaha ............................................ 24 a. Pengertian Pelaku Usaha ................................................. 24 b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha .................................. 25 4. Penyelesaian Sengketa Konsumen ....................................... 26 a. Pengertian Sengketa Konsumen ....................................... 26 b. Penyelesaian Sengketa Konsumen ................................... 27 5. Tinjauan Umum Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ............................................................................ 31 a. Pengertian Peran .............................................................. 31 b. Pengertian BPSK ............................................................ 31 c. Syarat Anggota BPSK .................................................... 32 d. Tugas dan Wewenang BPSK........................................... 34 e. Peran BPSK ..................................................................... 35 B. Kerangka Berpikir ....................................................................... 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 41 A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 41 1. Tempat Penelitian ................................................................ 41 2. Waktu Penelitian ................................................................. 41 B. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................ 42 1. Bentuk Penelitian ................................................................. 42 2. Strategi Penelitian ................................................................ 43 C. Sumber Data ............................................................................ 43 1. Informan ............................................................................. 44 2. Tempat dan Peristiwa .......................................................... 45 3. Dokumen ............................................................................ 45 D. Teknik Sampling ..................................................................... 46 E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 46 1. Wawancara ......................................................................... 47
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Observasi ............................................................................ 48 3. Analisis Dokumen .............................................................. 48 F. Validitas Data .......................................................................... 49 G. Analisis Data ........................................................................... 50 1. Pengumpulan Data .............................................................. 51 2. Reduksi Data ...................................................................... 51 3. Penyajian Data .................................................................... 51 4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi ............................... 51 H. Prosedur Penelitian .................................................................. 52 1. Persiapan ............................................................................. 52 2. Pengumpulan Data .............................................................. 53 3. Analisis Data ...................................................................... 53 4. Penyusunan Laporan Penelitian ......................................... 53 BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 54 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................... 54 1. Gambaran Umum BPSK Surakarta ..................................... 54 a. Sejarah Berdirinya BPSK Surakarta ................................ 54 b. Maksud dan Tujuan BPSK Surakarta .............................. 54 c. Sasaran BPSK Surakarta.................................................. 55 d. Manfaat BPSK Surakarta ................................................ 55 e. Sarana dan Prasarana BPSK Surakarta ............................ 56 g. Pembiayaan...................................................................... 56 2. Tata Kerja BPSK Surakarta ................................................ 57 a. Stuktur Organisasi BPSK Surakarta ............................... 57 b. Kesekretariatan BPSK Surakarta .................................... 59 c. Kegiatan Anggota BPSK Surakarta ................................ 60 B. Deskripsi Hasil Penelitian ....................................................... 61 1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Hak Konsumen ........................................................................... 61 2. Peran BPSK Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen ........................................................................... 68
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Temuan Studi ........................................................................... 76 BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ............................... 79 A. Kesimpulan .............................................................................. 79 B. Implikasi .................................................................................. 80 C. Saran ........................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 82 DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 85
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Pengaduan Konsumen di BPSK Surakarta Tahun 2011........ 4 Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................ 41 Tabel 3. Jumlah Pengaduan Konsumen di BPSK Surakarta Bulan Januari Sampai Bulan Maret 2012 ................................................................... 71
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir .............................................................. 40 Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif ....................................................... 52 Gambar 3. Struktur Organisasi BPSK Surakarta ............................................. 58
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Informan ........................................................................ 85 Lampiran 2. Pedoman Wawancara ............................................................... 88 Lampiran 3. Catatan Lapangan ..................................................................... 90 Lampiran 4. Trianggulasi Data ..................................................................... 116 Lampiran 5. Trianggulasi Metode ................................................................. 118 Lampiran 6. Foto Penelitian .......................................................................... 120 Lampiran 7. Formulir Pengaduan BPSK Surakarta ...................................... 124 Lampiran 8. Rekapitulasi Pengaduan BPSK Surakarta Tahun 2011 ........... 128 Lampiran 9. Kalender Kegiatan dan Jadwal Sidang BPSK Surakarta Tahun 2011 ......................................................................................... 129 Lampiran 10. Rekapitulasi Penanganan Kasus BPSK Surakarta tahun 2011. 137 Lampiran 11. Daftar Inventaris BPSK Surakarta ............................................ 141 Lampiran 12. Laporan Keuangan BPSK Surakarta Tahun 2011 .................... 143 Lampiran 13. Keputusan Presiden No. 32 tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Banjarmasin, Kota Cirebon, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Tanjung Pinang serta Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah .................................................. 144 Lampiran 14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ................................................................................. 147 Lampiran 15. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ............................................................................... 165 Lampiran 16. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan Skripsi ....................................................................................... 166 Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Rektor UNS .......................................................................................... 167 Lampiran 18. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Ketua BPSK Surakarta ........................................................................ 168
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 19. Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian kepada BAPPEDA Surakarta................................................................ 169 Lampiran 20. Surat Ijin Penelitian/Survay dari BAPPEDA Surakarta ........... 170 Lampiran 21. Surat Keterangan Penelitian dari BPSK Surakarta.................. 171
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjaga keberlangsungan kehidupannya mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga. Kebutuhan tersebut terdiri dari beberapa macam kebutuhan baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier, tetapi kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh diri sendiri. Manusia pasti akan membutuhkan manusia yang lainnya guna memenuhi kebutuhan tersebut karena tidak mungkin dapat membuat atau memproduksi semua kebutuhan tersebut secara pribadi. Kebutuhan manusia akan terus bertambah dan berbeda dari waktu ke waktu, yang dalam pemenuhan tersebut manusia menggunakan atau memakai barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh manusia lain yang biasa dikenal dengan produsen atau pelaku usaha. Konsumen tidak akan bisa memenuhi semua kebutuhannya tanpa pelaku usaha atau produsen, begitu juga sebaliknya pelaku usaha atau produsen tidak akan dapat bertahan apabila tidak ada konsumen yang bersedia memakai atau menggunakan barang yang telah dihasilkan. Perkembangan dunia usaha pada saat ini terus mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga banyak menghasilkan berbagai macam variasi barang dan/atau jasa yang dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh konsumen. Keadaan tersebut disatu sisi akan membawa manfaat atau kegunaan yang besar kepada konsumen karena kebutuhan akan barang dan/atau jasa dapat terpenuhi dan akan memberikan banyak pilihan kepada konsumen sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Setiap manusia dalam kondisi apapun akan menjadi konsumen atau pemakai dalam suatu barang dan/atau jasa tertentu. Namun, kondisi yang demikian dapat mengakibatkan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat digunakan sebagai obyek bisnis oleh pelaku usaha atau produsen dengan berbagai cara antara lain melalui iklan, promosi, dan perjanjian-perjanjian yang dapat merugikan konsumen. Kondisi
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
konsumen yang demikian pada umumnya masih lemah sehingga menyebabkan banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Berikut data pelanggaran yang dihimpun oleh YLKI pada tahun 2011 : Pelanggaran terhadap konsumen yang masuk ke YLKI per November 2011 ada 469 pengaduan. Adapun enam besar komuditas yang paling tinggi diadukan konsumen adalah sebagai berikut : perbankan 98 pengaduan, perumahan 67 pengaduan, jasa telekomunikasi 64 pengaduan, listrik 53 pengaduan, air minum 35 pengaduan dan transportasi 30 pengaduan. (Sudaryatmo, 2011:http://ylki.or.id) Kedudukan konsumen berada didalam posisi yang lemah seperti yang diungkapkan Sudaryatmo (1996: 91) yang keberlangsungan roda perekonomian, konsumen menduduki posisi yang cukup penting. Namun ironisnya, sabagai salah satu pelaku ekonomi, kedudukan konsumen sangat lemah dalam ha Perserikatan
Bangsa-Bangsa
. dengan
Resolusi
No.39/248
Tahun
1985 tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection) juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yaitu : Perlindungan konsumen dari bahaya bagi kesehatan dan keamanan; promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial; tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi; pendidikan konsumen; tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; kebebasan membentuk organisasi konsumen untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. (Happy Susanto, 2008: 26). Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negaranya, hal
pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi i asas
perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali. Baik laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, orang kota atau desa, orang asli atau keturunan dan pelaku usaha atau konsumen. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Apabila kehidupan seorang terganggu atau diganggu oleh pihak lain maka alatalat negara akan turun tangan untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut, penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dari warga negara dan hak semua orang yang merupakan hak dasar secara menyeluruh. (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008: 50). Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa konsumen merupakan bagian dari warga negara, sedangkan warga negara mempunyai hak yang harus dilindungi oleh negara, seperti yang diungkapkan oleh Assiddiqie dalam Winarno (2009: 98) : Hak warga negara merupakan kewajiban negara terhadap rakyatnya. Hakhak warga negara wajib diakui (recognized), wajib dihormati (respected), dilindungi (protected), dan difasilitasi (fasilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Negara didirikan dan dibentuk memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya. Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha perlu untuk mendapatkan perlindungan. Upaya perlindungan terhadap konsumen tersebut diwujudkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa upaya perlindungan konsumen merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan masyarakat yang diharapkan masyarakat khususnya konsumen yang dirugikan akan merasa terlindungi tanpa mengabaikan kepentingan dari pelaku usaha. Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha yang tidak seimbang tersebut tidak menutup kemungkinan menimbulkan perselisihan antara keduanya. Perselisihan yang terjadi biasanya akan berdampak bagi kerugian konsumen. Salah satu wujud dari penyelenggaraan perlindungan hak-hak konsumen seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Konsumen yang bermasalah terhadap produk yang dikonsumsi akan dapat memperoleh haknya secara lebih mudah melalui peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
-hak Konsumen Gerakan dan P If a problem does arise they can seek help from YLKI (a consumer protection organisation), or through the institusion of consumer protection dispute Artinya : jika masalah muncul, mereka dapat mencari bantuan dari YLKI atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. (RAR Murni - jurnal.pdii.lipi.go.id) Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2008. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta merupakan salah satu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Indonesia yang belum lama terbentuk telah mendapat banyak pengaduan dari konsumen dalam berbagai bidang. Data pengaduan yang telah dihimpun Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta pada tahun 2011 adalah sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah Pengaduan Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Pada Tahun 2011. No
Jenis
Jumlah
1.
Perbankan dan Keuangan
2.
Leasing
7
3.
Barang Peralatan rumah Tangga
1
4.
Jasa Telekomunikasi
2
5.
Rumah Sakit
1
6.
Money Changer
1
7.
Property
1
8.
Jasa Pelayanan Listrik Negara
-
9.
Jasa air Bersih
-
10.
Jasa Perparkiran
-
11.
Property
1
Jumlah Total
251
264
Sumber : Data BPSK Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diharapkan mampu memberikan
perlindungan
konsumen
baik
dengan
melalui
konsultasi
perlindungan konsumen maupun menjembatani sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan sebagai langkah guna melindungi hak-hak konsumen, tetapi masih banyak kasus pelanggaran hak konsumen yang terjadi. Hal ini dikarenakan bahwa memberantas pelanggaran hak konsumen sampai tuntas
bukan merupakan hal
yang mudah,
terlebih
perkembangan informasi dan teknologi yang semakin maju tidak dibarengi dengan kemajuan kesadaran konsumen akan haknya. Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul
Peran Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam Melindungi Hak-hak
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas dan untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Faktor apa yang menyebabkan hak-hak konsumen dilanggar oleh pelaku usaha ? 2. Bagaimana peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen ?
C. Tujuan Penelitian Sebuah Penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian tersebut. Adapun Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan hak-hak konsumen dilanggar oleh pelaku usaha. 2. Untuk mengetahui peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun praktis. Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang adanya perlindungan terhadap konsumen. b. Sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan kepada semua pihak yang terkait dengan peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam melindungi hakhak konsumen. b. Memberikan masukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan
pemerintah untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam melindungi konsumen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Umum Hak Warga Negara a. Pengertian Hak Pengertian hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
untuk berbuat sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, (Tim Penyusun, 2007: 381). Sedangkan pengertian hak menurut Srijanti dkk (2006: 78) setelah melaksanakan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya sebagai
James W. Nickel dalam Azyumari Azra (2003: 199) menyatakan bahwa hak mempunyai unsur-
demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu dengan instansi. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia atau sebagai warga negara yang seharusnya diperoleh setelah melaksanakan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya sebagai warga negara.
b. Pengertian Warga Negara Istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen (bahasa Inggris) yang mempunyai arti sebagai berikut : 1) Warga negara; 2) Petunjuk dari sebuah kota; 3) Sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air; 4) Bawahan atau kawula.
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
(Wijianto dan Winarno, 2010: 24) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 menyatakan bahwa, menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undangMenurut As Hikam masih dalam Wijianto dan Winarno (2010: 24) citizen artinya adalah anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu Sedangkan dalam Winarno (2007: 47), menyebutkan bahwa : Warga mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara. Kita juga sering mendengar kata-kata seperti warga desa, warga kota, warga masyarakat, warga bangsa, dan warga dunia. Warga diartikan sebagai anggota atau peserta. Jadi, warga negara secara sederhana diartikan sebagai anggota dari suatu negara. Azyumari Azra (2003: 73), menyatakan bahwa : Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur dari suatu negara. Istilah ini dahulu biasa disebut dengan hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama untuk kepentingan bersama. Jadi warga negara adalah orang-orang Indonesia asli maupun orangorang dari bangsa lain yang telah disahkan oleh undang-undang yang merupakan bagian dari suatu negara.
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 ampai (Winarno, 2007: 58). Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi :
-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
. Pasal ini menunjukkan asas keadilan sosial dan kerakyatan. 2) Hak membela negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 berbunyi :
etiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
3) Hak berpendapat. Pasal 28 UUD 1945, yaitu kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang 4) Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 berbunyi : berarti bahwa bangsa Indonesia percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ayat (2) berbunyi :
kaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
5) Pasal 30 ayat (1) UUD 1945, yaitu hak dan kewajiban dalam membela negara. Dinyatakan bahwa,
-tiap warga negara berhak dan wajib
iku 6) Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945, yaitu hak untuk mendapatkan pengajaran, ayat (1) menerangkan bahwa .
Adapun
mengusahakan
dan
-tiap warga negara berhak ayat
(2)
dijelaskan
menyelenggarakan
bahwa
suatu
sistem
7) Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal 32 UUD 1945 ayat (1) menyatakan bahwa memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan
menjamin
kebebasan
masyarkat
dalam
memelihara
dan
mengembangkan nilai8) Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat (1) berbunyi ayat (2) berbunyi
-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
ayat (3) berbunyi kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
ayat (4)
berbunyi demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan , dan
diatur dalam undang9) Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Dalam Pasal 34 UUD 1945 dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Selain mempunyai hak, warga negara juga memiliki kewajiban. Menurut Winarno (2009: 97) kewajiban warga negara itu meliputi : 1) Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yaitu kewajiban warga negara untuk mentaati hukum dan pemerintahan 2) Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan kewajiban warga negara untuk membela negara 3) Pasal 31 ayat 2 yaitu kewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah. 2. Tinjauan Umum Hak-hak Konsumen a. Pengertian Konsumen Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 22) istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata
Consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap or Pengertian konsumen berdasarkan hukum Amerika dan Eropa dalam Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2004: 7)
pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Menurut John F. Kennedy dalam Yusuf Shofie (2003: 13) menyatakan bahwa : Secara definisi (by definition) konsumen adalah kita semua; mereka adalah kelompok ekonomis (economics group) dalam perekonomian (economy) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan masalah-masalah ekonomi yang bersifat perdata dan publik (public and private economic decision). Kata Kennedy mereka satu satunya kelompok penting dalam perekonomian yang secara efektif tidak terorganisir serta pandangan-pandangan mereka sering tidak didengar. Menurut Analisis Colin Scott dan Julia Black masih dalam Yusuf Shofie (2003: 13) menyatakan bahwa, (citizen), terkait dengan partisipasi aktif setiap orang perseorangan dalam kehidupan sosial dan politik (participation of individuals in social and political life) Menurut Yusuf Shofie (2002: 14) menya
onsumen
adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau
Dalam buku yang lain Yusuf Shofie (2000: 195) menyatakan Konsumen adalah mereka yang memperoleh barang atau jasa untuk keperluan
Az. Nasution dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 25), menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yaitu : 1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu; 2) Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial); 3) Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial). Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa, pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 27) unsur-unsur dari definisi konsumen menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tersebut
pemakai, barang dan/atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain, dan barang
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Setiap Orang Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa.
Istilah orang sebetulnya
menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual atau juga termasuk badan hukum. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, tetapi konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas dari pada badan hukum. 2) Pemakai Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang nekankan konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer) digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. 3) Barang dan/atau Jasa Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 9 tahun 1999 mengartikan barang sebagai setiap benda baik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai,
dipergunakaan,
atau
dimanfaatkan
oleh
konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 4) Yang Tersedia dalam Masyarakat Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia dipasaran. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. 5) Bagi Kepentingan diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan. 6) Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan Pengertian konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen diberbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit menetapkan batasan-batasan seperti itu. Jadi konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang dan/atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau makhluk hidup lain dan tidak untuk memproduksi barang dan/atau jasa tersebut atau tidak untuk memperdagangkan kembali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
b. Hak dan Kewajiban Konsumen 1) Hak Konsumen Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan hak yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. Hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika serikat J.F. Kennedy didepan kongres pada tanggal 15 maret 1962, yaitu : a) Hak memperoleh keamanan; b) Hak memilih; c) Hak mendapat informasi; d) Hak untuk didengar. (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 38) Empat hak dasar tersebut diakui secara internasional, dalam perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak
hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak
mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang 31) Disamping
itu,
Masyarakat
Eropa
(Europese
Ekonomische
Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen, yaitu : a) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid); b) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische belangen); c) Hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding); d) Hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming); e) Hak untuk didengar (recht om te worden gehord). (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 39)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Dengan demikian, secara keseluruhan pada dasarnya dikenal sepuluh macam hak konsumen. Menurut Ahmadi Miru (2011: 104) hak tersebut adalah : Hak atas keamanan dan keselamatan, hak untuk memperoleh informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, hak untuk memperoleh ganti kerugian, hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, hak memperoleh lingkungan yang bersih dan sehat, hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a)
Hak Atas Keamanan dan Keselamatan Dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian baik secara fisik maupun psikis apabila mengkonsumsi suatu produk.
b) Hak Untuk Memperoleh Informasi Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut konsumen dapat memilih produk yang diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut diantaranya adalah mengenai manfaat atau kegunaan produk, tanggal kadaluwarsa, serta identitas dari produsen produk tersebut. Informasi tersebut dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada label yang melekat pada produk, maupun melalui iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun elektronik. c)
Hak Untuk Memilih Dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini pula
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
konsumen berhak untuk memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya. d) Hak Untuk Didengar Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. e)
Hak Untuk Memperoleh Kebutuhan Hidup Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh terutama kebutuhan dasar (barang dan jasa) untuk mempertahankan hidupnya (secara layak).
f)
Hak Untuk Memperoleh Ganti Kerugian Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hal ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian). Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik diselesaikan secara damai (diluar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.
g) Hak Untuk Memperoleh Pendidikan Konsumen Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan. h) Hak Memperoleh Lingkungan yang Bersih dan Sehat Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap orang. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang sekarang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. i)
Hak untuk Mendapatkan Barang Sesuai dengan Nilai Tukar yang Diberikannya Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya.
j)
Hak untuk Mendapatkan Upaya Penyelesaian Hukum yang Patut Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan melalui jalur hukum. Sepuluh hak konsumen diatas yang merupakan himpunan dari
berbagai pendapat hampir semuanya sama dengan hak-hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut : 1) Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8) Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya; 9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Bagaimanapun rumusan hak-hak konsumen diatas baik dari pendapat para ahli maupun yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar ada beberapa prinsip atau tujuan yang ingin dicapai yaitu hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian atau kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha, hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar dan hak untuk memperoleh penyelesaian konsumen secara patut terhadap masalah yang dihadapi oleh konsumen. 2) Kewajiban Konsumen Pasal
5
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban konsumen antara lain adalah : 1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; 2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. c. Hak Konsumen Merupakan Hak Warga Negara Dasar hukum dari perlindungan warga negara secara umum dan secara khusus terhadap konsumen sebenarnya dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa: "Negara melindungi segenap bangsa Indonesia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah komitmen moral yang berdimensi kemanusiaan. Komitmen moral ini harus dijabarkan lebih luas oleh pemerintah untuk memenuhi tuntutan perlindungan hak setiap warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Sekali lagi, bukan hanya perlindungan dan penegakan hak dalam lingkup hak-hak di bidang politik dan keamanan secara sempit. Sebagaimana dinyatakan di atas salah satu aspek yang hingga kini belum tersentuh secara memadai oleh perlindungan dan penegakan hak adalah aspek pembangunan di bidang ekonomi, baik secara luas maupun secara khusus di bidang konsumen. Pembangunan ekonomi mencakup berbagai sektor pembangunan yang saling terkait. Salah satu bentuk keterkaitan tersebut, pembangunan di bidang ekonomi sangat berkaitan dengan persoalan hak. Bila kita mengkhususkan lagi, maka dimensi ekonomi yang masih kurang tersentuh selama ini baik dalam kajian teoritis apalagi dalam praktik adalah perlindungan konsumen dari perspektif hak. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan ekonomi merupakan kegiatan manusia yang bersifat asasi, yakni menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup yang sangat mendasar bagi manusia. Dalam kaitan ini, konsumen adalah manusia yang mengonsumsi barang dan jasa. Dengan demikian bila soal pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang manusia menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, maka tepatlah bila kita katakan bahwa perlindungan konsumen adalah bagian dari hak asasi manusia. Pengabaian terhadap perlindungan konsumen dengan sendirinya bermakna pelanggaran terhadap hak asasi manusia, baik dalam tataran masyarakat secara keseluruhan maupun manusia secara individu. (Ahkam Jayadi, 2008: http.//gerakankonsumen.blogspot.com) Sinai Deuth (1994) menyatakan, . Artinya, Menurut beberapa pengujian substantif atas hak asasi manusia, hakhak konsumen dapat diakui sebagai hak asasi manusia. Sedangkan Menurut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Shaoping Gan (2008)
Consumers are not God, but ordinary citizens who Artinya, Konsumen
bukan Tuhan, tetapi warga negara biasa yang memiliki hak asasi manusia dan berhak oleh hukum untuk pilihan bebas. Abdul Halim Barkatullah dalam jurnal hukum No. 2 Vol 14 April -hak Konsumen dalam Transaksi E-
menyatakan bahwa,
ak-hak konsumen dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan penjabaran dari pasalpasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-U Disamping
Undang-Undang
Perlindungan
konsumen,
berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat kaidah yang menyangkut hubungan dan masalah konsumen sekalipun peraturan perundangundangan tersebut tidak khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya dapat diartikan dasar bagi perlindungan konsumen. Susanti Adi Nugroho (2011 : 69) menyatakan bahwa peraturan tersebut adalah : 1) untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indone 2) Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa, -tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi
Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008 hukum lainnya terdapat pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi Sesungguhnya apabila kehidupan seorang terganggu atau diganggu oleh pihak lain, maka alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. Penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dasar bagi warga negara dan hak semua orang yang merupakan hak dasar secara menyeluruh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun secara langsung didalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menyebut istilah konsumen tetapi secara tidak langsung pelindungan konsumen didalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut telah diatur didalam pembukaan maupun didalam pasal-pasalnya.
d. Pelanggaran Hak Konsumen Pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia merupakan suatu hal yang sering di jumpai sehari-hari. Beberapa sebab terjadinya pelanggaran hak konsumen adalah kelemahan konsumen. Posisi konsumen sebagai pihak yang lemah juga diakui secara internasional seperti yang dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 2) sebagaimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum PBB, No. A/RES/39/258 tahun 1985 tentang Guidelines for Consumer Protection, yang menyatakan bahwa : Taking into account the interets and needs of consumer in all countries, particulary those in developing countries, recognized that consumers often face imbalances in economics terms, educational levels, and barganing power, and bearing in mind that consumers should have the right of acces to non-bazard-ous products, as well as the right of access to promote just, equitable and sustinable economic and social development. Artinya : Dengan mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan konsumen di semua negara, khususnya di negara-negara berkembang, diakui bahwa konsumen sering menghadapi ketidakseimbangan dalam hal ekonomi, tingkat pendidikan, dan daya tawar, dan mengingat bahwa konsumen harus memiliki hak akses ke produk yang tidak berbahaya, serta hak atas akses untuk mempromosikan adil, pembangunan ekonomi dan sosial yang adil dan berkelanjutan. Sedangkan menurut Ahmadi Miru (2011: 2) menyatakan bahwa, aktor
yang
mempengaruhi
kelemahan
konsumen
sehingga
banyak
menimbulkan pelanggaran terhadap konsumen adalah konsumen kurang kritis
Pelanggaran
yang dilami konsumen selama ini banyak disebabkan
karena konsumen kurang kritis terhadap barang atau jasa yang ditawarkan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
sehingga kerugian yang dialami konsumen tidak hanya kerugian secara finansial saja, akan tetapi juga dapat merugikan kesehatan atau keselamatan hidup konsumen itu sendiri. Hal itu akan semakin diperparah dengan barang atau jasa yang beredar dalam masyarakat tidak menggunakan merk secara teratur, terutama jika terjadi pemalsuan-pemalsuan merk tertentu yang memungkinkan suatu merk dipergunakan pada beberapa barang yang sejenis tetapi dengan kualitas yang berbeda, sehingga diantara barang-barang tersebut mungkin akan mengakibatkan kerugian pada konsumen yang kurang kritis. Sedangkan menurut Abdul Halim Barkatullah (2009: 19) menyatakan bahwa secara umum posisi konsumen berada didalam posisi tawar yang lemah, yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah sebagai berikut : 1) Dalam masyarakat modern, pelaku usaha menawarkan berbagai jenis produk baru hasil kemajuan teknologi dan manajemen. 2) Terdapat perubahan-perubahan mendasar dalam pasar konsumen, dimana konsumen sering tidak memiliki posisi tawar untuk melakukan evaluasi yang memadai terhadap produk barang dan jasa yang diterimanya. Konsumen hampir-hampir tidak dapat memahami sepenuhnya penggunaan produk-produk canggih. 3) Metode periklanan modern melakukan disinformasi kepada konsumen daripada memberikan informasi secara obyektif. 4) Pada dasarnya kedudukan konsumen ada didalam posisi yang lemah, karena kesulitan dalam memperoleh informasi yang memadai. e. Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum . (Ashibly, 2001: http://ashibly.blogspot.com) Dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Substansi Hukum Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturanperaturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan. 2) Struktur Hukum atau Pranata Hukum Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undangundang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundangundangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfingsikan hukum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka. 3) Budaya Hukum Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.
3. Tinjauan Umum Pelaku Usaha a. Pengertian Pelaku Usaha Dalam menjalankan kegiatan ekonomi atau kegiatan perdagangan, konsumen tidak dapat dipisahkan dengan pelaku usaha. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa : Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun besama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Istilah pelaku usaha yang dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 3 diatas meliputi berbagai bentuk atau jenis usaha, maka sebaiknya ditentukan urutanurutan yang seharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Menurut Ahmadi Miru (2011: 23), urutan tersebut adalah sebagai berikut : 1) yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili didalam negeri dan berdomisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan; 2) apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi diluar negeri, maka yang digugat adalah impotirnya, karena UUPK tidak mencakup pelaku usaha diluar negeri; dan 3) apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut. Urutan-urutan diatas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu produk mengalami cacat pada saat diproduksi, karena kemungkinan barang mengalami kecacatan pada saat sudah berada diluar kontrol atau diluar kesalahan produsen yang membuat barang tersebut.
b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 1) Hak Pelaku Usaha Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak yang harus dilindungi seperti halnya konsumen. Hak-hak pelaku usaha menurut Pasal 6 UndangUndang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah : a) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; c) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e) hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
2) Kewajiban Pelaku Usaha Selain hak-hak diatas pelaku usaha juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi kepada konsumen. Kewajiban pelaku usaha yang termuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah : a) beritikad baik dalam melakukan usahanya; b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif; d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 4. Penyelesaian Sengketa Konsumen a. Pengertian Sengketa Konsumen A. Z. Nasution dalam Susanti Adi Nugroho (2011: 95) menyatakan ku usaha (baik dalam hukum publik atau hukum privat) tentang produk barang tertentu yang dikonsumsi konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan
sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen, yang ruang lingkupnya mencakup semua
Peraturan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta No : 034/PER/II/IX/2011/BPSK.Ska tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Konsumen Pasal I yang dimaksud dengan Sengketa Konsumen yaitu,
kerusakan,
pencemaran
dan/atau
yang
menderita
kerugian
akibat
mengko Jadi sengketa konsumen adalah sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen yang berkaitan dengan produk barang tertentu yang dikonsumsi konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan produsen/pelaku usaha yang ruang lingkupnya mencakup semua hukum, baik keperdataan, pidana, maupun dalam lingkup administrasi negara.
b. Penyelesaian Sengketa Konsumen Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa : 1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum. 2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. 3) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang. 4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanyaa dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengketa. Secara umum penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui 2 cara, yaitu melalui proses litigasi maupun dengan proses non litigasi dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Dalam penyelesaian kasus perdata di Pengadilan Negeri, pihak konsumen yang diberikan hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 adalah : a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan; b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi itu adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; d) Pemerintah dan/atau instansi terkait jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan keruian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit. Pada umunya proses penyelesaian sengketa melalui litigasi kurang disukai oleh konsumen, Susanti Adi Nugroho (2011: 127) menyebutkan beberapa alasan, antara lain adalah : a) Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umunya lambat. Proses pemeriksaan bersifat sangat formal dan teknis. Sifat formal dan teknis pada lembaga peradilan sering mengakibatkan penyelesaian sengketa yang berlarut-larut, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Apalagi dalam sengketa bisnis, dituntut suatu penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya yang murah. b) Para pihak menganggap bahwa biaya perkara sangat mahal, apalagi dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa. Semakin lama penyelesaian
suatu
perkara akan
semakin
besar
biaya
yang
dikeluarkan. Orang yang berperkara dipengadilan harus mengerahkan segala sumber daya, waktu dan pikiran. c) Pengadilan sering dianggap kurang tanggap dan kurang responsif dalam menyelesaikan perkara. Hal itu disebabkan karena pengadilan dianggap kurang tanggap membela dan melindungi kepentingan serta kebutuhan para pihak yang berperkara dan masyarakat menganggap pengadilan sering berlaku secara tidak adil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
d) Sering putusan pengadilan tidak dapat menyelesaikan masalah dan memuaskan para pihak. Hal itu disebabkan karena dalam suatu putusan ada pihak yang merasa menang dan kalah tersebut tidak akan memberikan kedamaian pada salah satu pihak, melainkan akan menumbuhan bibit dendam, permusuhan dan kebencian. e) Kemampuan hakim yang bersikap generalis, para hakim dianggap hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, hanya pengetahuan dibidang hukum saja, sehingga akan sulit menyelesaikan sengketa atau perkara yang mengandung kompleksitas diberbagai bidang. 2) Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses non litigasi Dengan maraknya kegiatan bisnis tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa antara para pihak yang terlbat, dimana penyelesaiannya dilakukan melalui proses peradilan (litigasi). Proses ini membutuhkan waktu yang lama, namun alasan yang sering mengemuka dipilihnya penyelesaian alternatif karena ingin memangkas birokrasi perkara, biaya, dan waktu sehingga relatif lebih cepat dengan biaya yang relatif lebih murah, lebih dapat
menjaga
harmoni
sosial
dengan
mengembangkan
budaya
musyawarah. Melalui proses non litigasi diharapkan tidak terjadi prinsip lose-win tetapi win-win. Faktor penting yang berkaitan dengan pelaksanaan sengketa diluar pengadilan juga mempunyai kadar yang berbeda-beda. Menurut Susanti Adi Nugroho (2011: 100) kadar tersebut adalah : a) Apakah partisipasi dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan wajib dilakukan oleh para pihak atau yang bersifat sukarela; b) Apakah putusan ddibuat para pihak sendiri atau pihak ketiga; c) Apakah prosedur yang digunakan bersifat formal atau tidak formal; d) Apakah para pihak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para pihak sendiri yang tampil; e) Apakah dasar untuk menjatuhkan putusan adalah aturan hukum atau ada kriteria lain; f) Apakah putusan dapat dieksekusi secara hukum atau tidak. Selanjutnya Susanti Adi Nugroho (2011: 101) juga menyatakan bahwa tidak semua model penyelesaian sengketa diluar pengadilan baik untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
para pihak yang bersengketa. Suatu penyelesaian sengketa alternatif yang baik setidak-tidaknya haruslah memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : a) Haruslah efisien dari segi waktu; b) Haruslah hemat biaya; c) Haruslah dapat diakses oleh para pihak, misalnya tempatnya jangan terlalu jauh; d) Haruslah melindungi hak-hak dari para pihak yang bersengketa; e) Haruslah dapat menghasilkan putusan yang adil dan jujur; f) Badan atau orang yang menyelesaikan sengketa haruslah terpercaya dimasyarakat dan para pihak yang bersengketa; g) Putusannya harus final dan mengikat; h) Putusannya haruslah dapat bahkan mudah dieksekusi; i) Putusannya haruslah sesuai dengan perasaan keadilan dari komunitas dimanapenyelesaian sengketa dilaksanakan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen membentuk suatu lembaga baru dalam hukum perlindungan konsumen sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi atau diluar pengadilan, badan tersebut disebut dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebenarnya dibentuk untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan sederhana. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha atau produsen, biasanya
nominalnya
kecil sehingga
tidak
mungkin
mengajukan
sengketanya dipengadilan karena tidak sebanding antara biaya perkara dengan besarnya kerugian yang akan dituntut. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen sendiri
pada
dasarnya adanya
kecenderungan masyarakat yang segan untuk beracaradi pengadilan karena posisi konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diharapkan akan mengurangi beban tumpukan perkara di pengadilan. (Susanti Adi Nugroho, 2011: 75)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
5. Tinjauan Umum Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen a. Pengertian Peran Menurut Soejono Soekanto (1990: 268 aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menj Sedangkan W. J. S Poerwadarminta (1987: 735) sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya suatu h Jadi yang dimaksud dengan peran adalah sesuatu yang menjadi bagian penting yang merupakan aspek dinamis untuk memenuhi hak dan kewajian.
b. Pengertian Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku . Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Badan Penyelesaian Konsumen dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Kon Sengketa Konsumen yang selanjutnya disingkat BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 126) menyatakan bahwa (small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara Dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Cepat Waktu penyelesaian yang diperlukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk menyelesaikan sengketa konsumen relatif cepat, yakni selambat-lambatnya dalam waktu 21 hari kerja sejak diterimanya pengaduan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
atau gugatan dengan lengkap dan benar sudah terbit putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 2) Sederhana Berbeda dengan di Pengadilan Negeri, yang dalam proses penyelesaian sengketa mengenai adanya gugatan atau intervensi jawaban, replik, duplik, kesimpulan dan lainnya. Maka Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen cukup sederhana yaitu konsumen menyampaikan pengaduannya, pelaku usaha menyampaikan jawabannya, selanjutnya majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara damai, musyawarah, kekeluargaan dalam rangka memperoleh putusan yang bersifat win-win solution. 3) Mudah Penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak dipungut biaya, baik kepada konsumen maupun kepada pelaku usaha (biaya administrasi berupa surat panggilan, pengetikan, dan lainnya). Jadi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen yang diharapkan dapat menyelesaikan perkara secara cepat, sederhana, dan murah.
c. Syarat Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Pasal 49 angka 2 Undang-Undang Pelindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Penyelesaian sengketa Konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5)
warga negara Republik Indonesia; berbadan sehat; berkelakuan baik; tidak pernah dihukum karena kejahatan; memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perlindungan konsumen; 6) berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Selain persyaratan umum, untuk menjadi anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen juga ada syarat khusus seperti yang terdapat pada Pasal 7 ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/MDAG/PER/3/2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Badan Penyelesaian Konsumen dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu : 1) diutamakan bertempat tinggal diwilayah kabupaten/kota setempat untuk Provinsi DKI Jakarta bertempat tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi; 2) diutamakan berpendidikan paling rendah strata 1 (S1) dari lembaga pendidikan yang terakreditasi; 3) calon yang berasal dari unsur pemerintah berpangkat paling rendah Penata/golongan III/c dan diutamakan yang tidak menjabat dalam jabatan struktural; dan 4) calon yang berasal dari unsur konsumen dan pelaku usaha tidak sedang menjadi pengurus salah satu partai politik. Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen mengatur bahwa calon anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk setiap unsur harus melengkapi dokumen sebagai berikut : 1) daftar riwayat hidup; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan menunjukkan aslinya; 3) fotokopi ijasah pendidikan terakhir yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang; 4) surat keterangan kesehatan dari dokter rumah sakit atau puskesmas; 5) surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kepolisian setempat; 6) fotokopi keputusan kenaikan pangkat terakhir bagi calon yang berasal dari unsur pemerintah; 7) fotokopi Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen (TDLPK) bagi calon anggota BPSK yang berasal dari unsur konsumen yang mewakili LPKSM; 8) surat pernyataan bermaterai cukup bahwa berpengalaman dibidang perlindungan konsumen; 9) surat pernyataan bermaterai cukup bahwa tidak sedang menjadi pengurus partai politik;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
10) surat pengusulan calon anggota BPSK dari lembaga/instansi yang diwakilinya; dan 11) pas foto terakhir ukuran 4X6 sebanyak 2 (dua) lembar.
pimpinan
d. Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam melaksanakan fungsinya untuk menjamin dan menegakkan hak-hak konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diberi tugas dan wewenang. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 52 jo. SK. Memperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah : a.
melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi, atau arbritasi atau konsiliasi; b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; e. menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini; i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimnana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen; j. mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak konsumen; l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
e. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Peran
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Konsumen
dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen di Indonesia merupakan ujung tombak dilapangan untuk memberikan perlindungan terhadap hak konsumen yang telah dirugikan. Perlindungan yang diberikan oleh lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tersebut kepada konsumen adalah melalui penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dan juga berperan melakukan pengawasan terhadap setiap perjanjian atau dokumen yang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen. (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2010: 61) Hal senada juga dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 83), bahwa ada dua peran strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu : 1) BPSK berperan sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. 2) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha. Dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Setiap konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan masalahnya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen baik secara langsung atau diwakili oleh ahli warisnya. Pengaduan yang disampaikan oleh ahli warisnya dapat dilakukan apabila konsumen yang bersangkutan dalam keadaan sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum dewasa atau warga negara asing. Pengaduan tersebut dapat disampaikan secara lisan atau tulisan kepada sekretariat di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di kota atau kabupaten tempat domisili konsumen atau di kota atau kabupaten terdekat dengan domisili konsumen. Dengan adanya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen maka penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
murah. Cepat karena dalam undang-undang menentukan dalam tenggang waktu 21 hari kerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen wajib memberikan putusannya. Mudah karena prosedur administratif dan proses pengambilan keputusan yang sederhana. Murah terletak pada biaya perkara yang terjangkau. Penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
diselenggarakan
semata-mata
untuk
mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. (Susanti Adi Nugroho, 2011: 100) Proses penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk mendapatkan kesepakatan dari pelaku usaha mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi serta tidak terjadinya kesalahan yang sama maka didalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dicantumkan bahwa : a) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum. b) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. c) Penyelesian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang. d) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Celina Tri Siwi Kristayanti (2008: 199) mengutip Pasal 54 ayat 4 Jo. Pasal 26 sampai dengan Pasal 36 Surat Keputusan Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 menyatakan terdapat tiga cara persidangan di Badan
konsiliasi, Persidangan dengan cara mediasi, persidangan dengan cara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
a)
Persidangan dengan cara konsiliasi Inisiatif salah satu pihak atau para pihak yang membawa sengketa konsumen ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ditangani oleh Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bersikap pasif dalam persidangan dengan cara konsiliasi. Sebagai perantara antara pihak yang bersengketa, majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bertugas (Pasal 28 Surat Keputusan Menperidag No. 350/MPP/Kep/12/2001) : (1) Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; (2) Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan; (3) Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; (4) Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha, perihal peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen. Prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi ada dua (Pasal 29 Surat Keputusan Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001) : (1) Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak. (2) Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
b) Persidangan dengan cara mediasi Cara mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak, sama halnya dengan
cara konsiliasi.
Keaktifan majelis
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai perantara dan penasehat penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara mediasi terlihat dari tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu : (1) Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; (2) Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
(3) Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; (4) Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; (5) Secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen. Prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi ada
dua
(Pasal
31
Surat
Keputusan
menperindag
No.
350/MPP/Kep/12/2001) ; (1) Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan
majelis
Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen
bertindak aktif sebagai mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upaya-upaya lain dalam meyelesaikan sengketa. (2) Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. c) Persidangan dengan cara arbitrase Pada persidangan dengan cara ini para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada majelis
Badan
Penyelesaian
Sengketa Konsumen untuk
memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. Proses pemilihan majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara arbitrase ditempuh melalui dua tahap (Pasal 32 Surat keputusan Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001) : (1) Para pihak memilih arbitor dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. (2) Arbitor yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbitor ketiga dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dari unsur pemerintah sebagai Ketua Majelis Badan Penyelesaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Sengketa Konsumen, jadi unsur pemerintah selalu dipilih untuk menjadi ketua majelis. 2) Pengawasan terhadap Pencantuman Klausula Baku Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yang dimaks
Setiap aturan
atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
Dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen mempunyai peran untuk mengawasi klausula baku yang dibuat oleh semua pelaku usaha, termasuk klausula baku yang dikeluarkan oleh PT PLN (Persero), PT Telkom (Persero), bank-bank milik pemerintah maupun swasta, perusahaan leasing atau pembiayaan, dan lain-lain.
B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir adalah acuan didalam melaksanakan penelitian, kerangka berpikir berisi jawaban dari rumusan masalah berdasarkan kajian teori. Sehingga dari kajian teori diatas dapat dibuat kerangka berpikir sebagai berikut : Manusia didalam kehidupannya akan selalu berhadapan dengan apa yang dinamakan kebutuhan, dalam memenuhi kebutuhan pasti setiap orang melakukan suatu hubungan atau interaksi, produsen yang biasa dikenal dengan pelaku usaha berusaha menyediakan barang dan/atau jasa guna mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin, konsumen selaku pengguna barang dan/atau jasa juga membutuhkan kualitas yang baik dan pelayanan yang memuaskan dari para pelaku usaha. Banyaknya kelemahan dari pihak konsumen tidak jarang menimbulkan suatu hal yang sangat merugikan pihak konsumen. Guna melindungi hak-hak konsumen tersebut, sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka dibentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
konsumen yang merasa hak-hak mereka dilanggar oleh pelaku usaha. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah pengadilan khusus konsumen yang diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses pencari keadilan dari konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha dapat berjalan secara cepat, sederhana, dan murah. Diharapkan dengan kehadiran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat menjembatani perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha sehingga dapat memberikan keuntungan antara kedua belah pihak tanpa merugikan satu dengan yang lainnya. Berikut ini skema pemikiran untuk memudahkan dalam memahami penelitian yang dikembangkan penulis secara sistematis :
BPSK
Konsumen
Pelaku Usaha
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Suatu penelitian memerlukan tempat penelitian yang dijadikan obyek untuk memperoleh data yang berguna untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang berada di Jalan Yosodipuro No. 164 Surakarta. Tempat ini peneliti pilih dengan pertimbangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta adalah satu-satunya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berada di Solo Raya. Dengan menggunakan pertimbangan tersebut diatas, diharapkan peneliti akan memperoleh data yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 2. Waktu Penelitian Setelah peneliti menentukan lokasi penelitian, maka langkah selanjutnya adalah menentukan jadwal kegiatan penelitian. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan September 2011. Secara terperinci jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian Tahun 2011 No
Kegiatan
Sept
OktNov
1.
Pengajuan Judul
2.
Penyusunan Proposal
3.
Ijin Penelitian
4.
Pengumpulan Data
5.
Analisis Data
6.
Penyusunan Laporan
commit to user 41
Des
Tahun 2012 Jan-
Apr-
Jun-
Mar
Mei
Sept
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam suatu penelitian, karena bentuk dari penelitian tersebut turun menunjang penelitian yang sedang dilaksanakan. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dan jenis data yang diperlukan, maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif karena memaparkan obyek yang diteliti (orang, lembaga atau lainnya) berdasarkan fakta. Menurut Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong (2010: 3), m pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
Karakteristik dari penelitian kualitatif yaitu: a. Data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari laboratorium atau penelitian yang terkontrol; b. Pengalian data dilakukan secara alamiah, melakukan kunjungan pada situasi-situasi alami subyek; c. Untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori-kategori jawaban, periset wajib mengembangkan situasi dialogis sebagai situasi imiah. (Agus Salim, 2006: 4) Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini penulis berusaha menyajikan data deskriptif berupa hasil wawancara dengan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang terdiri dari unsur pemerintah, unsur konsumen dan unsur pelaku usaha, selain itu juga dengan konsumen, dan dokumen yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Pelaksanaan dari penelitian ini direncanakan tidak hanya terbatas pada pengumpulan data semata, melainkan juga dilakukan proses penganalisisan data dan diakhiri dengan penafsiran kesimpulan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2. Strategi Penelitian Dalam melaksanakan penelitian sangatlah tergantung pada penelitian yang dipilih agar masalah yang diteliti mampu diungkapkan dan dapat dipecahkan dengan akurat. Dalam penelitian deskriptif ada 4 macam strategi penelitian yang dapat digunakan untuk menyusun penelitian, yaitu: a. Tunggal terpancang Studi yang memusatkan pada variabel yang telah ditentukan terlebih dahulu atau dengan istilah kemudian hanya menggunakan satu lokasi penelitian. b. Ganda terpancang Sedang strategi penelitian ganda terpancang yang membedakan hanya lokasi penelitian, dimana ada dua lokasi yang digunakan. c. Tunggal holistik Studi yang mengarahkan pada subyeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspek atau dengan istilah (Atnografi Grounded) d. Ganda holistik Studi yang mengarahkan pada dua subyeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspek atau dengan istilah (Atnografi Grounded) (H.B. Sutopo, 2002: 10) Dalam peneltian ini penulis memilih strategi tunggal terpancang dengan bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Maksud dari strategi tunggal terpancang dalam penelitian ini yaitu tunggal yang artinya bahwa hanya ada satu lokasi yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta. Sedangkan terpancang artinya hanya pada satu tujuan untuk mengetahui peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen. Sehingga dengan demikian kegiatan pengumpulan data lebih terarah (terpancang) pada permasalahan yang ditentukan.
C. Sumber Data Menurut Lofland yang dikutuip oleh Lexy J. Moleong (2010: 157) menyatakan bahwa,
n kualitatif ialah kata-
kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainBerdasar pendapat tersebut dapat diambil pengertian bahwa dalam penelitian kualitatif sumber data dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sedangkan pengertian sumber data primer dan sekunder menurut Sugiono (2010: 308-309),
rimer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
Menurut H.B. Sutopo (2002: 50), Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa, atau aktivitas, tempat atau
Berdasarkan pendapat diatas, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah: 1. Informan Pengertian informan adalah individu yang memiliki informasi. Menurut H.B. Sutopo (2002: dan narasumber disini memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia lebih bisa memilih
dengan hal tersebut sumber data yang berupa manusia didalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan. Informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun informan yang diwawancarai antara lain : a. Angggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta 1) Ketua selaku anggota dari unsur pemerintah : Dra. Sri Wahyuni, MM 2) Wakil ketua selaku anggota dari unsur pelaku usaha : Bambang Ary Wibowo, SH 3) Unsur konsumen : Dra. Aniek Tri Maharni 4) Kepala sekretariat : Tuti Budi Rahayu, SH b. Konsumen 1) Anton 2) Heny 3) Tentrem
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
4) Suryanto 5) Muspriyanto 6) Etik 7) Desi 8) Ning 9) Yossy Selengkapnya tentang data informan ini dapat dilihat di lampiran 1
2. Tempat dan Peristiwa Sumber data lain yang tidak dapat dipisahkan dari sumber data di atas adalah tempat dan peristiwa. Tempat yang dimaksud disini adalah lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta. Adapun peristiwa permasalahan yang diteliti yaitu mengenai peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak Konsumen.
3. Dokumen Menurut Sugiyono (2010: 329), Dokumen merupakan catatan peristiwa
tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah: a. Rekapitulasi pengaduan di BPSK Surakarta pada tahun 2011 (lihat lampiran 8) b. Kalender kegiatan atau jadwal sidang di BPSK Surakarta pada tahun 2011 (lihat lampiran 9) c. Data rekapitulasi penanganan kasus di BPSK Surakarta pada tahun 2011 (Lihat lampiran 10) d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lihat lampiran 14)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
D. Teknik Sampling Dalam penelitian kualitatif, sampel ditujukan oleh peneliti sendiri dengan pertimbangan bahwa sampel ini menguasai masalah yang diteliti, dapat dipercaya dan data-datanya bersifat obyektif. Sampling pada penelitian kualitatif digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Hal ini sesuai dengan pendapat Lexy J. Moleong (2010: 224) yang mengatakan bahwa sampel memiliki fungsi, antara lain: Untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber bangunan. 2. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang akan muncul . Dalam penelitian kualitatif Teknik pengambilan sampel ada beberapa cara, yaitu : Purposive Sampling dan Snowball Sampling a) Purposive Sampling Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. b) Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. (Sugiyono, 2010: 123) Berdasarkan uraian diatas, maka teknik pengumpulan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Purposive Sampling,
dengan
kecenderungan peneliti untuk memilih informan dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang akurat. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang terdiri dari unsur pemerintah, unsur konsumen, unsur pelaku usaha, kepala sekretariat BPSK serta dari pihak konsumen yang mengadu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan
data
adalah
cara
yang digunakan
untuk
mendapatkan data dalam suatu penelitian. Data sangat diperlukan dalam penelitian guna mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data yang akan digunakan dalam penelitian kualitatif serta untuk membuktikan kebenaran suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
peristiwa. Sehingga untuk mendapatkan data yang akurat, jelas, dan terperinci serta dapat dipertanggungjawabkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Interview atau wawancara Lexy J. Moleong (2010: percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
Menurut Sugiyono
(2010: 319), macam-macam wawancara adalah
sebagai berikut : a. Wawancara terstruktur (Structured interview) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. b. Wawancara semistruktur (Semistrukture Interview) Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. c. Wawancara tak berstruktur (unstructured interview) Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Berdasarkan
pendapat
diatas
maka
penulis
menggunakan
jenis
wawancara semistruktur, dikarenakan dalam melakukan wawancara penulis membuat kerangka pokok-pokok pertanyaan terlebih dahulu sebagai panduan wawancara, hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar pokok-pokok yang telah direncanakan dapat tercakup seluruhnya dan hasil wawancara dapat mencapai sasaran. Selain itu juga untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana sumber wawancara diminta pendapat dan idenya. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran 2 Kemudian yang menjadi subyek responden wawancara ialah: a. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang terdiri dari ketua BPSK sekaligus dari unsur pemerintah yaitu Dra. Sri wahyuni, MM, wakil ketua sekaligus dari unsur pelaku usaha yaitu Bambang Ary Wibowo,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
SH, unsur konsumen yaitu Dra. Aniek Tri Maharni serta kepala sekretariat yaitu Tuti Budi Rahayu, SH. b. Konsumen yang mengadu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yaitu Anton, Heny, Tentrem, Suryanto, Muspriyanto, Etik, Desi, Ning, dan Yossy. 2. Observasi Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010: 203 merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai
Macam-macam observasi yaitu : a. Observasi Berperanserta Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. b. Observasi Nonpartisipan Dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. (Sugiyono, 2010: 204) Dalam penelitian ini macam observasi yang digunakan adalah observasi nonpartisipan, yaitu peneliti datang ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta untuk melihat dan mencatat data yang ada hubungannya dengan data penelitian secara nyata dan mendalam mengenai peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak Konsumen. Selain itu peneliti juga mengambil foto kegiatan waktu persidangan penyelesaian sengketa konsumen. Selanjutnya foto penelitian dapat dilihat pada lampiran 6.
3.
Analisis Dokumen
yang sangat penting artinya dalam penelitian kualitatif terutama bila sasaran kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi di masa -data dokumenter harus relevan dengan objek penelitian. Dapat berupa laporan-laporan, artikel-artikel dan gambar di media masa, dokumen, dan lainnya yang mampu mendukung data yang diperlukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Menurut Sugiyono (2010: berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental Dalam teknik dokumentasi peneliti melakukan telaah kepustakaan dan content analysis. Menurut H.B Sutopo (2002: 69) berpendapat bahwa, dokumen disebut juga content analysis dan yang dimaksud bahwa peneliti bukan hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip tetapi
Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah formulir pengaduan di BPSK, rekapitulasi pengaduan di BPSK tahun 2011, kalender kegiatan atau jadwal sidang BPSK tahun 2011, rekapitulasi penanganan kasus di BPSK tahun 2011.
F. Validitas Data Suatu penelitian untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh, maka validitas
datanya dapat dilakukan dengan cara trianggulasi. Pengertian
trianggulasi menurut Sugiyono adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
Patton menyebutkan bahwa ada 4 macam teknik trianggulasi yaitu: a, Trianggulasi Metode, Trianggulasi Penelitian dan Trianggulasi -82) Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Trianggulasi data, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. 2. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seseorang peneliti dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. 3. Trianggulasi peneliti, hasil peneliti baik data atau kesimpulan mengenai bagian atau keseluruhannya bisa di uji validitasnya dari beberapa peneliti. 4. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Dalam penelitian ini kesahihan data diperoleh dengan menggunakan Trianggulasi data dan Trianggulasi metode. Dalam trianggulasi data, sumber data yang digunakan adalah ketua sekaligus anggota dari unsur pemerintah BPSK Surakarta, wakil ketua sekaligus anggota dari unsur pelaku usaha, anggota BPSK dari unsur konsumen, kepala sekretariat BPSK Surakarta dan konsumen yang mengadu di BPSK Surakarta. Trianggulasi data dapat dilihat di lampiran 4. Sedangkan trianggulasi metode yang dipergunakan untuk memperoleh data yang sejenis dilakukan melalui berbagai teknik pengumpulan data dalam bentuk wawancara, observasi dan analisis dokumen. Trianggulasi metode dapat dilihat di lampiran 5. Adapun
alasan
memilih
menggunakan
Trianggulasi
Data
dan
Trianggulasi Metode adalah untuk menutup kemungkinan apabila ada kekurangan data dari salah satu sumber atau salah satu metode maka dapat dilengkapi dengan data dari sumber atau metode lain. G. Analisis Data Lexy J. Moleong (2004: 280) menyatakan bahwa proses mengorganisasikan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
Sedangkan menurut Sugiyono (2010: 335) analisis data yaitu: Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun
komponen
utama
dalam
proses
analisis
ini
pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
commit to user
meliputi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
1. Pengumpulan Data Pengumpulan
data
merupakan
kegiatan
yang
digunakan
untuk
memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara, dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi teratur. 2. Reduksi Data
dari proses analisis, yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa seh 3. Penyajian Data Alur penting dari kegiatan analisis data adalah penyajian data. Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 17), sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
Penyajian data merupakan rakitan dari organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data dapat berupa matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kegiatan dan tabel. Semuanya dirakit secara teratur guna mempermudah pemahaman informasi. 4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Penarikan kesimpulan diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupa pengulangan dengan melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 19) menyatakan, ikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan, dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil salah satu komponen saja. Penarikan kesimpulan merupakan hasil dari suatu proses penelitian yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena merupakan satu kesatuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
Pengumpulan data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulankesimpulan Penarikan/Verifikasi
(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 2007: 20) Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif
H. Prosedur Penelitian Menurut H.B. Sutopo (2002: 187-190) kegiatan penelitian direncanakan
penyusunan Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Persiapan Tahap ini terbagi menjadi dua kegiatan meliputi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
a. Mengurus perizinan penelitian. b. Menyusun protokol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data dan menyusun jadwal kegiatan penelitian. 2.
Pengumpulan Data
Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi: a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, dan mencatat serta menyimpan dokumen. b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul. c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan. 3. Analisis Data Tahap ini terbagi menjadi empat kegiatan meliputi: a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian. b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check kan dengan temuan di lapangan. c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang dianggap lebih ahli. d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Penyusunan Laporan Penelitian Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi: a. Penyusunan laporan awal. b. Review laporan: dengan melakukan pengecekan ulang laporan yang telah tersusun bilamana terdapat kekeliruan atau kesalahan untuk kemudian dilakukan perbaikan laporan. c. Penyusunan laporan akhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta a. Sejarah Berdirinya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disebut juga BPSK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berdasarkan keamanan, keselamatan,
pada manfaat, keadilan, keseimbangan,
serta kepastian hukum. Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2008 (dapat dilihat di lampiran 13) dan baru pada tahun 2011 secara resmi berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
33/M-DAG/KEP/1/2011
tanggal
13
Januari
2011
ditetapkan
pengangkatan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta. Sebuah proses yang cukup panjang dari seleksi calon anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang diselenggarakan pada tahun 2005 dan baru secara resmi dilantik pada tanggal 10 Mei 2011 oleh Wali Kota Surakarta atas nama Menteri Perdagangan Republik Indonesia.
b. Maksud dan Tujuan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Maksud dan tujuan utama dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta adalah menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Pada prinsipnya dalam proses penyelesaian sengketa konsumen diusahakan pendekatan yang ditempuh dengan cara damai. Perundingan dilakukan secara kekeluargaan atau musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai teknik maupun penyelesaian sengketa konsumen, demikian juga bentuk dan jumlah ganti rugi, sehingga keputusan dapat diambil dalam bentuk win-win solution (Pola penyelesaian yang menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam sengketa)
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
yang diharapkan dapat memuaskan para pihak yang bersengketa, hal ini berbeda dengan keputusan peradilan umum dalam bentuk win lose solution (Pola penyelesaian yang hanya menguntungkan satu pihak saja dan pihak yang lainnya dirugikan).
c. Sasaran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Sasaran utama dalam penyelesaian sengketa konsumen adalah sengketa konsumen di wilayah Surakarta. Akan tetapi karena undang-undang mengamanatkan untuk tidak menolak pengaduan karena tidak semua kota atau kabupaten ada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta juga melayani pengaduan konsumen disekitar Kota Surakarta. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak membatasi pengaduan yang disampaikan oleh konsumen, tetapi tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain : 1) Konsumen yang dapat mengadukan gugatan adalah konsumen akhir. 2) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya dapat menerima pengaduan sepihak, yaitu dari konsumen. 3) Yang dapat diadukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah pelaku usaha, baik perorangan, badan usaha berbentuk badan hukum maupun bukan termasuk BUMD dan BUMN. 4) Konsumen yang dirugikan akibat dari barang atau jasa yang sah untuk diperdagangkan. 5) Konsumen yang dirugikan akibat perbuatan pelaku usaha yang melanggar rambu-rambu perbuatan yang dilarang Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. 6) Tuntutan ganti rugi yang dapat dikabulkan adalah kerugian nyata material.
d. Manfaat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Dengan adanya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta, maka ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara lain adalah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
1) Masyarakat sebagai konsumen akan mendapat perlindungan hukum atas hak-haknya untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha. 2) Dengan pengawasan pencantuman klausula baku maka pelaku usaha tidak dapat melakukan usahanya tanpa memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang barang dan/atau jasa yang ditawarkan. 3) Konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha dapat menyelesaikan sengketanya diluar peradilan umum dalam waktu yang singkat dan biaya yang murah. 4) Dengan berkonsultasi kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen masyarakat akan menjadi konsumen yang cerdas.
e. Sarana
dan
Prasarana
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Konsumen
Surakarta Perlengkapan penunjang kegiatan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta selain menggunakan perlengkapan bantuan dari Kementrian Perdagangan Perdagangan Republik Indonesia juga disediakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, baik berstatus hak milik sepenuhnya maupun pinjam pakai. Adapun gedung atau ruang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta masih meminjam salah satu ruangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta yang berukuran 4 X 8 meter persegi, dan digunakan untuk ruang serba guna antara lain untuk sekretariat, mediasi, sidang, pengaduan, konsultasi, rapat, dan sebagainya. Untuk daftar inventarisnya dapat dilihat dilampiran 11
f. Pembiayaan Tahun anggaran 2011 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta disediakan dana sebesar Rp 75.000.000,00 (APBD Disperindag). Sedangkan untuk tahun 2012 disediakan dana Rp 200.000.000,00 (APBD Hibah) tetapi sampai bulan Februari dana tersebut belum turun. Dana tersebut digunakan untuk operasional Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
lain melengkapi perlengkapan buku administrasi, alat tulis kantor, foto copy, rapat-rapat, perjalanan dinas dan honorarium. Untuk rincian biaya atau laporan keuangan dapat dilihat dilampiran 12
2. Tata Kerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta a. Struktur Organisasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta terdiri dari satu ketua, satu wakil ketua, dan tujuh anggota. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya dibantu oleh personil dari staf Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota
Surakarta
yang
dipandang
mampu
melaksanakan
tugas-tugas
kesekretariatan. Struktur
organisasi
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Konsumen
Sengketa
Konsumen
Surakarta adalah sebagai berikut : 1) Ketua
: Dra. Sri Wahyuni, MM
2) Wakil Ketua
: Bambang Ari Wibowo, SH
3) Anggota
:
a) Ir. Linda Kurniawati b) Supartono, SH c) Drs. Mulyanto Utomo, M. Si d) Ir. Andhi Hartono e) Kelik Wardiono, SH, MH f) Josep Purwadi, SH, M. Hum g) Dra. Aniek Tri Maharni 4) Kepala Sekretariat : Tuti Budi Rahayu, SH Struktur
organisasi
Badan
Penyelesaian
Surakarta secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
KETUA
Majelis
Wakil Ketua
Sekretariat Kepala
Ketua TU Anggota
Anggota
Anggota
Konsultasi dan pengaduan Kepaniteraan
Gambar 3. Stuktur Organisasi BPSK Surakarta Untuk
melaksanakan
tugas
dan
fungsinya,
anggota
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dipecah lagi menjadi tiga unsur, yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha. Masingmasing anggota dari tiap-tiap unsur adalah sebagai berikut : 1) Unsur Pemerintah a) Dra. Sri Wahyuni, MM b) Supartono, SH c) Ir. Linda Kurniawati 2) Unsur Konsumen a) Kelik Wardiono, SH, MH b) Dra. Aniek Tri Maharni c) Josep Purwadi, SH, M. Hum 3) Unsur Pelaku Usaha a) Bambang Ary Wibowo, SH b) Drs. Mulyanto Utomo, M. Si c) Ir. Andhi Hartono
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
b. Kesekretariatan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta merupakan suatu lembaga dimana para pencari keadilan berusaha untuk mendapatkan keadilan yang sesuai dengan hak dan kewajibannya. Sebagai penunjang Badan Penyelesaian
Sengketa
Konsumen
Surakarta
mempunyai
bidang
kesekretariatan yang terdiri dari : 1) Bidang Ketatausahaan Kegiatan kesekretariatan yang meliputi kegiatan administrasi telah dilaksanakan antara lain kegiatan pengagendaan surat, pencatatan data, pengadministrasian keuangan, surat menyurat dan pengarsipan. Selain itu, bidang ketatausahaan juga membantu anggota majelis dalam penyusunan anggaran dan penyusunan laporan. Dari pengagendaan dan pencatatan surat sejak Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terbentuk pada bulan Mei tahun 2011 hingga akhir tahun 2011 tercatat jumlah surat yang masuk sebanyak 34 surat dan surat keluar 63 surat. Sedangkan kegiatan yang bersifat bukan administratif dilakukan juga dengan melayani kebutuhan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. 2) Bidang Pengaduan dan Konsultasi Bidang pengaduan dan konsultasi telah melaksanakan tugasnya melayani pengaduan dengan menyediakan formulir pengaduan dan melakukan pencatatan dan apabila dipandang perlu juga menindaklanjuti aduan tersebut. (Untuk formulir pengaduan dapat dilihat dilampiran 7). Tindak lanjut aduan dapat berupa penyelesaian melalui majelis badan Penyelesaian Sengketa Konsumen maupun pengecekan lapangan untuk memperoleh kebenaran data. Sedangkan pelayanan konsultasi diberikan kepada setiap konsumen yang memerlukan. Untuk rekapitulasi pengaduan pada tahun 2011 dapat dilihat dilampiran 8. 3) Bidang Kepaniteraan Panitera pada badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta telah
melaksanakan
tugasnya
dengan
commit to user
membantu
Majelis
Badan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam menyelesaikan sidang penyelesaian sengketa konsumen, baik melalui mediasi maupun arbitrase. Tugas yang telah dilakukan panitera yaitu : a) Mencatat jalannya proses penyelesaian sengketa konsumen dengan mengatur jadwal sidang. (Untuk jadwal sidang dan kalender kegiatan pada tahun 2011 dapat dilihat dilampiran 9) b) Mencatat sengketa kedalam buku register sengketa. c) Menyiapkan administrasi persidangan mulai dari penetapan hingga persidangan selesai. d) Menyiapkan panggilan dan memanggil kepada para pihak yang bersengketa. e) Menyiapkan berkas sengketa untuk persidangan. f) Menyimpan berkas sengketa. g) Membuat berita acara persidangan. h) Membantu majelis dalam membuat putusan. i) Membantu kelancaran jalannya persidangan.
c. Kegiatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Untuk kelancaran jalannya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen telah seringkali dilakukan rapat koordinasi, baik yang bersifat rutin maupun dalam waktu-waktu tertentu. Dalam kegiatan rapat koordinasi pada tahun 2011 yang dibahas antara lain : 1) Pemilihan ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Telah disepakati bahwa ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta adalah Dra. Sri Wahyuni, MM 2) Penyusunan program kerja Karena badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta belum lama dibentuk dan belum banyak dikenal oleh masyarakat, maka kegiatan ditekankan pada sosialisasi dan penyelesaian sengketa. Namun, karena tidak tersedianya anggaran sosialisasi maka sosialisasi dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak khususnya media massa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
3) Pembuatan website Telah terwujud website Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu www.bpsksolo.com dan email
[email protected] 4) Pembahasan kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Berhubung Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta belum memiliki kantor dan hingga sekarang masih menjadi satu di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, maka telah mengusulkan kepada Walikota Surakarta untuk mendapatkan kantor sendiri. 5) Pembahasan Personil Sekretariatan Sambil menunggu penetapan dari Menteri Perdagangan RI, maka telah ditetapkan sekretariat sementara untuk membantu kelancaran tugas anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 6) Pembahasan Peraturan Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen 7) Pembahasan kelengkapan formulir pengaduan 8) Pembahasan tentang fiat eksekusi oleh pengadilan 9) Pembahasan rencana kerja sama dengan stakeholder (khususnya Pengadilan dan Polres) 10) Pembahasan penanganan kasus yang berasal dari luar daerah 11) Pembahasan tentang pengawasan klausula baku 12) Pembahasan perubahan anggaran 13) Pembahasan sosialisasi diwilayah kecamatan 14) Pembahasan penyusunan anggaran tahun 2012 15) Setiap akhir bulan diadakan rapat evaluasi
B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Hak-hak Konsumen Pelanggaran hak konsumen jika terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan kedudukan konsumen akan semakin sulit. Banyak faktor yang menyebabkan hak-hak konsumen dilanggar oleh pelaku usaha, pelanggaran hakhak konsumen di Indonesia merupakan suatu hal yang sering di jumpai seharihari, beberapa sebab terjadinya pelanggaran hak konsumen adalah kedudukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
konsumen yang lebih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha seperti yang dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 2) sebagaimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum PBB, No. A/RES/39/258 tahun 1985 tentang Guidelines for Consumer Protection, yang menyatakan bahwa Dengan mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan konsumen di semua negara, khususnya di negaranegara
berkembang,
diakui
bahwa
konsumen
sering
menghadapi
ketidakseimbangan dalam hal ekonomi, tingkat pendidikan, dan daya tawar, dan mengingat bahwa konsumen harus memiliki hak akses ke produk yang tidak berbahaya, serta hak atas akses untuk mempromosikan adil, pembangunan ekonomi dan sosial yang adil dan berkelanjutan
Faktor-faktor yang
menyebabkan pelanggaran terhadap hak konsumen bisa disebabkan karena sistem hukum yang berlaku belum efektif. Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya p
Substansi Hukum, Struktur
Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum Mengenai faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap hakhak konsumen khususnya yang ditangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta akan dikaji berdasarkan Teori Sistem Hukum yang dikemukakan oleh Lawrence Meir Friedman adalah sebagai berikut : a. Substansi Hukum Teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta antara lain adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen 3) Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Banjarmasin, Kota Cirebon, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Tanjung Pinang serta Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. 4) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Tugas dan Wewenang BPSK. 5) Keputusan
Menteri
Perdagangan
Republik
Indonesia
No.
33/M-
DAG/KEP/1/2011 tentang Pengangkatan Anggota BPSK Surakarta. 6) Peraturan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Surakarta No. 034/PER/II/IX/2011/BPSK.Ska tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Konsumen. 7) Keputusan Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Surakarta No. 035/KEP/III/IX/2011/BPSK.Ska tentang Kode Etik Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Surakarta. Kode Etik Anggota BPSK. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Ari Wibowo, SH yang menyatakan bahwa : Banyak dasar hukum yang digunakan dalam rangka perlindungan terhadap konsumen, yang didalamnya termuat hak-hak apa saja yang dimiliki oleh konsumen, tetapi dari sekitar 200 juta penduduk Indonesia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
yang paham akan adanya Undang-Undang Perlindungan hanya sekitar 30%, dan yang memahami akan hak-haknya hanya 11Lapangan 2) Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Suryanto yang menyatakan bahwa, mengenai hak-hak yang saya miliki, yang saya tau kewajiban saya adalah
Hal senada juga diungkapkan oleh Oleh Ibu Henny salah satu konsumen yang datang ke BPSK Surakarta yang menyatakan bari bahwa
ke kantor polisi, dari pihak kepolisian saya diberitahu adanya BPSK sehingga
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa substansi hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen sudah banyak dimuat dalam produk undang-undang mapun didalam aturan dibawahnya. Namun demikian, walaupun produk undang-undang sudah ada yaitu Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang sekitar 13 tahun sudah berlaku tetapi masyarakat belum banyak yang tahu akan adanya produk undang-undang tersebut apalagi yang paham akan hak-hak yang konsumen miliki.
b. Struktur Hukum atau Pranata Hukum Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar akibat kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha maka pemerintah mengeluarkan suatu produk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dalam Pasal 45 ayat 1 menyatakan ap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
Surakarta merupakan salah satu dari beberapa kabupaten atau kota di Indonesia yang dibentuk suatu badan guna menyelesaikan sengketa konsumen yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang dibentuk pada 10 Mei 2011. Dalam penyelesaian sengketa konsumen tersebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta belum berjalan secara maksimal seperti yang diungkapkan oleh Bapak Bambang Ari Wibowo, SH adalah sebagai berikut : Yang pertama adalah anggaran, pada tahun 2011 anggaran yang diberikan oleh APBD adalah 75 juta, tetapi pada kenyataannya anggaran tersebut tidak cair secara keseluruhan, yang cair tidak sampai 60 juta. Untuk tahun 2012 anggaran yang direncanakan adalah 200 juta tetapi sampai hari ini juga belum cair. Yang kedua adalah sarana dan prasarana, ruangan BPSK tidak tersedia, BPSK hanya memiliki satu ruangan saja yang digunakan untuk berbagai kegiatan baik, sidang, pengaduan, konsultasi, rapat. (Catatan lapangan 2) Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni, Hambatan yang paling utama adalah ketersediaan dana, untuk foto copy saja kadang kita harus mengambil dari kantong sendiri. Sarana dan prasarana juga belum memadai, dapat dilihat Lapangan 3) Hal tersebut juga semakin diperkuat dengan keterangan yang diberikan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH yang menyatakan bahwa : Yang utama adalah dana, anggota BPSK sampai sekarang hanya diberi honor 300 ribu setipa bulan, dalam beberapa bulan ini saja honor tersebut belum juga keluar. Ada juga hambatan dari sarana dan prasarana, dapat dilihat sendiri kantor dari BPSK keadaannya seperti apa, fasilitasnyapun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
juga kurang memadai. Kurangnya sekretariat juga menjadi hambatan, sekretariat yang hanya satu orang merangkap beberapa pekerjaan. (Catatan lapangan 4) Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pranata hukum atau struktur hukum dalam menyelesaikan sengketa konsumen guna melindungi hak-hak konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta belum berjalan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor penghambat antara lain adalah kurangnya ketersediaan dana, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan kurangnya sumber daya manusia guna mendukung kinerja di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta.
c. Budaya Hukum Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Dari teori diatas dikemukakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Dalam hal ini jika dikaitkan dengan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen maka dapat dikatakan bahwa pelaku usaha kurang mentaati terhadap aturan-aturan yang dikeluarkan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri Wahyuni, MM adalah, Pelaku usaha tidak memberikan informasi yang jelas terhadap produk yang mereka keluarkan, misal ada beberapa produk makanan yang tidak memenuhi standar, tidak ada tanggal kadaluarsa dan sebagainya padahal itu diwajibkan harus ada dalam setiap produk (Catatan Lapangan 1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Hal senada diungkapkan oleh Ibu Dra Aniek Tri Maharni, yaitu: Selama ini pelaku usaha menggunakan kesempatan bahwa konsumen memang sedang butuh, pelaku usaha mengetahui bahwa konsumen sedang butuh maka mereka membujuk konsumen agar mau meminjam dana. Sedangkan pembuatan aturan terkadang tidak sesuai dengan ketentuan, misal huruf dalam perjanjian kecil-kecil sehingga konsumen enggan untuk membacanya. Pelaku usaha kebanyakan juga tidak memberikan informasi yang jelas kepada konsumen, misal iklan yang disajikan tidak jelas atau tidak detail atau menimbulkan anggapan lain, contoh : mendapat bonus setelah pemakaian sekian, tetapi tidak dijelaskan bonus itu sampai berapa hari dan berapa jumlahnya. (Catatan lapangan 3) Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Ibu Tuti Budi Rahayu, SH yang menyatakan : Pelaku usaha yang tidak memberikan informasi yang jelas pada iklan yang mereka buat, mereka membuat iklan dengan tersembunyi atau tidak ada keterbukaan dalam informasinya. Padahal informasi ini sangat penting bagi konsumen yang akan menggunakan produk mereka, jika berbahaya maka yang lebih banyak dirugikan pasti juga konsumen sendiri. (Catatan lapangan 4) Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum dari pelaku usaha dapat dikatakan rendah, didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
kenyataannya pelaku usaha yang terlibat dalam sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta kurang memberikan informasi yang jelas terhadap konsumen. Berdasarkan hasil-hasil temuan dan berdasarkan teori yang digunakan untuk mengukur faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Substansi hukum : Pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk undang-undang
maupun
peraturan
dibawahnya
guna
mewujudkan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja masyarakat yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki. b. Struktur hukum atau pranata hukum : Guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka dibentuk aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara maksimal hal ini disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya sarana dan prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia. c. Budaya hukum : tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.
2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen Perlindungan terhadap konsumen menjadi hal yang penting mengingat perkembangan perekonomian semakin pesat yang mengakibatkan munculnya variasi produk barang dan jasa. Hal demikian juga mengakibatkan pada kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen sering kali hanya menjadi obyek aktivitas bisnis pelaku usaha dan kedudukan konsumen masih lemah. Banyak kasus bisa ditemui di lapangan, betapa banyak konsumen yang dirugikan dan dicurangi bahkan terancam kesehatan serta jiwanya akibat perbuatan pelaku usaha. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peran dari lembaga pemerintah yang berperan untuk melindungi hak-hak konsumen. Lembaga yang ditunjuk tersebut salah satunya adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang mempunyai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bertujuan memberikan perlindungan kepada konsumen. Adapun tugas dan wewenang dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 52 jo. SK.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Memperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah : d. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi, atau arbritasi atau konsiliasi; e. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; f. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; g. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; h. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; i. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; j. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; k. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini; i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimnana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen; j. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak konsumen; l. Memberitahukan
putusan
kepada pelaku
usaha pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen; m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. Dengan merujuk pada Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 54 ayat 1 UndangUndang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 jo. Pasal 2 SK. Menperindag
Nomor
350/MPP/Kep/12/2001,
peran
utama
dari
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu : sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan, sedangkan pada butir e, butir f, butir g, butir h, butir i, butir k, butir i, dan butir m pada tugas dan wewenang dalam Undang-Undang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 sebenarnya telah terserap dalam fungssi utama Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Tugas
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen pada butir b dapat dipandang sebagai upaya sosialisasi baik terhadap konsumen maupun pelaku usaha. Adapun tugas pada butir c tidak selalu terkait dengan adanya sengketa konsumen. (Yusuf Shofie, 2003:21) Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2010: 61) menyebutkan bahwa : Perlindungan yang diberikan oleh lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tersebut kepada konsumen adalah melalui penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dan juga berperan melakukan pengawasan terhadap setiap perjanjian atau dokumen yang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen. Hal senada juga dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 83), bahwa ada dua peran strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu : 1) BPSK berperan sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. 2) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha. Dari penjelasan tersebut maka peran utama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen adalah sebagai berikut : a. Memberikan Konsultasi Kepada Konsumen Konsumen yang merasa haknya dilanggar atau mereka yang merasa membutuhkan informasi tentang perlindungan konsumen, maka konsumen dipersilahkan untuk datang ke BPSK Surakarta. Langkah ini dilakukan guna mewujudkan konsumen yang cerdas, jika konsumen cerdas maka konsumen akan menjadi kritis sehingga pelanggaran terhadap hak konsumen tidak terulang kembali. Dalam konsultasi konsumen juga dapat menentukan langkah berikutnya apakah akan maju ke langkah berikutnya atau tidak dan menetukan apa saja yang perlu disiapkan jika konsumen akan bersengketa. Data konsumen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
yang datang untuk mengadu atau berkonsultasi pada bulan Januari sampai Maret tahun 2012 adalah sebagai berikut : Tabel 3. Jumlah Pengaduan Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Pada Tahun 2012. No
Jenis
Jumlah
1.
Perbankan dan Keuangan
4
2.
Leasing
5
3.
Jasa Pelayanan Listrik Negara
1
4.
Jasa Telekomunikasi
1
5.
Jasa air Bersih
1
6.
Jasa Perparkiran
1
7.
Property
3
Jumlah Total
16
Sumber : Data BPSK Surakarta Berikut hasil wawancara dengan Ibu Tuti budi Rahyu, SH selaku kepala sekretariat BPSK Surakarta : BPSK memberikan konsultasi kepada konsumen yang datang kesini baik yang hanya ingin konsultasi atau melakukan pengaduan, karena pada saat konsultasi dapat memberikan dampak yang positif bagi konsumen itu sendiri, konsumen dapat memutuskan mereka akan maju atau tidak, selain itu konsumen juga akan mengetahui segala sesuatu yang perlu dipersiapkan misalnya alat bukti dan lainnya. Kesalahan yang konsumen perbuat juga akan tampak pada saat konsultasi. (Catatan Lapangan 4). Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Anik Tri Maharni selaku anggota BPSK Surakarta dari unsur konsumen yaitu : Siapapun berhak konsultasi di BPSK, karena disini BPSK akan menjelaskan apa saja yang harus disiapkan oleh konsumen sebagai alat bukti yang nanti akan diperlukan pada saat persidangan. Selain itu BPSK juga akan menjelaskan apa saja yang menjadi hak-hak yang konsumen miliki, jadi nanti konsumen akan tahu apa yang harus dibawa dan diajukan. (Catatan Lapangan 3) Hal serupa juga diungkapkan oleh Etik salah satu konsumen yang mengadu ke BPSK yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Pada awalnya saya datang kesini untuk konsultasi terlebih dahulu, awalnya saya datang ke kantor polisi dan diberi saran untuk datang kesini. Disini saya berkonsultasi dan diberi pengarahan oleh anggota BPSK. Saya diberi penjelasan bahwa saya berhak untuk melakukan pengaduan dan menuntut semua kerugian yang saya derita dan mengambil kembali barang saya. (Catatan Lapangan 10) Pemberian konsultasi kepada konsumen yang datang ke BPSK Surakarta ini ternyata membawa dampak positif terhadap konsumen. Konsumen akan lebih mengerti akan kesalahan yang mereka perbuat selain itu konsumen sebagai warga negara juga akan mengetahui hak dan kewajiban yang mereka miliki. Dengan demikian diharapkan jika konsumen sudah memahami kesalahan dan paham hak-hak mereka maka kesalahan tidak akan terulang kembali.
b. Pengawasan Klausula Baku Didalam melakukan transaksi yang dilakukan antara pelaku usaha dengan konsumen sering kali disertai dengan perjanjian-perjanjian atau klausula baku yang isi dari klausula baku tersebut sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh pelaku usaha tanpa melalui perundingan terlebih dahulu antara kedua belah pihak yakni pelaku uasaha dengan konsumen. Pada umumnya pelaku usaha telah menyiapkan terlebih dahulu perjanjian tersebut yang diberlakukan pada mereka dalam sebuah formulir yang dicetak dan diberikan kepada konsumen untuk menyetujui tanpa memberikan kesempatan kepada konsumen untuk mempelajari perjanjian yang telah diberikan tersebut. Oleh karena itu BPSK berperan untuk mengawasi kluasula baku tersebut seperti
berperan mengawasi klausula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha, apabila klausula baku tersebut mengandung unsur yang merugikan konsumen
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH selaku kepala sekretariatan BPSK Surakarta yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
BPSK bisa mengawasi klausula baku baik diminta atau tidak, baik ada maupun tidak ada laporan, misalnya melihat klausula baku yang tidak sesuai maka BPSK bisa langsung terjun kelapangan untuk memberikan peringatan, apabila peringatan tidak diindahkan maka BPSK juga bisa memberikan sanksi kepada pelaku usaha. Sanksi tersebut bisa berupa merekomendasi kepada pihak yang mengeluarkan ijin kepada pelaku usaha bahwa klausula tersebut tidak layak untuk dikeluarkan. (Catatan lapangan 4) Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni selaku anggota BPSK Surakarta dari unsur konsumen yaitu : Pelaku usaha dalam hal mengeluarkan produk baik barang maupun jasa ada hal yang bisa saja tidak benar atau melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu BPSK juga berperan untuk mengawasi hal tersebut, contoh : Rumah sakit mengenakan biaya bocking untuk merawat padahal itu tidak diperbolehkan, leasing yang seharusnya hanya memberikan kredit kendaraan bermotor tetapi ada yang memberikan pinjaman berupa uang, contoh lain misalnya yang sekarang baru BPSK tangani yaitu pengawasan terhadap kalusula baku tentang perpakiran, didalam kartu parkir biasanya dimuat kalimat barang yang hilang ditanggung sendiri, ini sebenarnya tidak boleh karena akan merugikan konsumen. Oleh sebab itu BPSK berhak untuk melakukan pengawasan terhadap hal-hal tersebut guna memberikan perlindungan terhadap konsumen. (Catatan Lapangan 3) Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan adanya peran BPSK maka diharapkan agar pelaku usaha lebih berhati-hati dalam pembuatan klausula baku sehingga kecurangan-kecurangan yang dibuat oleh pelaku usaha dapat diminimalisir dan hak-hak konsumen tidak semakin dilanggar oleh pelaku usaha. c. Menyelesaikan Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa dirugikan maka akan dapat menuntut hak-hak mereka kepada pelaku usaha yang telah hilang tersebut dengan cara menyelesaikan sengketa konsumen di BPSK. BPSK hanya menangani kasus perdata saja yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami oleh konsumen atas kesalahan atau kelalaian pelaku usaha. Keputusan BPSK bersifat final dan mengikat atau dengan kata lain wajib dan harus dipatuhi oleh Para Pihak yang bersengketa. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
BPSK Surakarta terdapat 3 macam pilihan yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Konsiliasi a) BPSK membentuk sebuah badan sebagai pasif fasilitator. b) BPSK membiarkan yang bermasalah untuk menyelesaikan masalah mereka cecara menyeluruh oleh mereka sendiri untuk bentuk dan jumlah kompensasi. c) Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan dinyatakan sebagai persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK d) Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja. 2) Mediasi a) BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif untuk memberikan petunjuk, nasehat dan saran kepada yang bermasalah. b) Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan permasalahan mereka secara menyeluruh untuk bentuk dan jumlah kompensasinya. c) Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK. d) Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja. 3) Arbitrasi a) Yang bermasalah memilih anggota BPSK sebagai arbiter dalam menyelesaikan masalah konsumen. b) Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan tersebut menyelesaikan permasalahan mereka. c) BPSK membuat sebuah penyelesaian final yang mengikat. d) Penyelesaian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling lama. e) Ketika kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua belah pihak dapat mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam 14 hari setelah penyelesaian di informasikan. Berikut ini hasil wawancara yang diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH selaku staf kesekretariatan BPSK Surakarta :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
BPSK Surakarta juga mempunyai peran dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan 3 macam pilihan cara yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Untuk mediasi BPSK hanya berperan sebagai mediator bukan sebagai penentu keputusan, sedangkan untuk konsiliasi dan arbitrase BPSK lebih berperan sebagai penentu keputusan. Kami memang selalu berusaha menyelesaikan semua permasalahan atau sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen secara damai. Di BPSK itu tidak ada menang-kalah, yang ada adalah win-win solutions (Catatan Lapangan 4) Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni selaku anggota BPSK dari unsur konsumen : BPSK mempunyai peran untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan pelaku usaha baik itu berupa barang maupun jasa dengan mengutamakan perdamaian atau win-win solution agar salah satu pihak tidak ada yang dirugikan tetapi menguntungkan kedua belah pihak, yang dapat ditempuh melalui tiga pilihan cara, yaitu mediasi, arbitrasi, dan konsolidasi. Dari pihak BPSK lebih mengutamakan jalan mediasi terlebih dahulu agar dapat diselesaikan secara damai tanpa harus naik ke majelis. (Catatan lapangan 3) Hal serupa juga diungkapkan oleh Henny salah satu konsumen yang mengadu ke BPSK Surakarta yaitu : Dari pihak BPSK memberikan tiga pilihan kepada saya yaitu mediasi, arbitrasi, dan konsoliasi. Pada awalnya saya memilih mediasi untuk menyelesaikan masalah ini, pinginyakan dapat diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu namun ternyata belum dapat diselesaikan ya sudah saya naik majelis saja agar masalah ini cepat selesai. (Catatan Lapangan 6) Berdasarkan
hasil
wawancara
diatas
maka
peneliti
dapat
menyimpulkan bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen BPSK Surakarta memberikan tiga macam pilihan yang sesuai dengan UndangUndang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrasi. BPSK sendiri lebih menyarankan agar penyelesaian sengketa konsumen dapat diselesaikan secara damai dengan cara kekeluargaan tanpa harus naik ke majelis. Sedangkan untuk penyelesaian sengketa konsumen sejak dilantik sampai akhir tahun 2011 BPSK Surakarta telah menangani 16 kasus dengan hasil sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
1) Diputus dengan mediasi ada 3 kasus. 2) Diputus dengan cara arbitrase ada 4 kasus. 3) Dalam proses ada 3 kasus. 4) Selesai sebelum sidang ada 2 kasus. 5) Tidak dapat diselesaikan ada 3 kasus. Tidak dapat diselesaikan disini dikarenakan teradu tidak memenuhi panggilan dan teradu tidak bersedia diselesaikan di BPSK karena dalam perjanjian kredit telah disepakati apabila terjadi sengketa akan diselesaikan di pengadilan negeri, dan yang terakhir disebabkan tidak lengkapnya data yang dibutuhkan. Untuk rekapitulasi penanganan kasus dapat dilihat dilampiran 10. Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK Surakarta diharapkan mampu mengembalikan hak-hak konsumen yang telah dilanggar oleh pelaku usaha tanpa memberikan kerugian bagi salah satu pihak tetapi justru memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak agar masalah dapat diselesaikan dengan cepat, adil, mengutamakan musyawarah, dan tepat.
C. Temuan Studi Dalam subbab ini peneliti menganalisis informasi yang berhasil dikumpulkan dilapangan sesuai dengan rumusan masalah dan selanjutnya dikaitkan dengan teori yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang dihubungkan dengan kajian teori maka peneliti menemukan hal-hal yang penting sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Terhadap Hak-hak Konsumen Sistem hukum dapat berjalan secara maksimal menurut Lawrence Meir Friedman bergantung pada hukum, dan budaya hukum
Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran hak-
hak konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta meliputi : a. Substansi hukum : Pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk undang-undang
maupun
peraturan
dibawahnya
guna
mewujudkan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja masyarakat yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki. b. Struktur hukum atau pranata hukum : Guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka dibentuk aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara maksimal hal ini disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya sarana dan prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia. c. Budaya hukum : tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Berdasarkan teori tentang sistem hukum dan hasil dari penelitian dapat disimpulkan
bahwa
sistem
hukum
yang
berlaku
khususnya
mengenai
perlindungan konsumen belum dapat berjalan secara maksimal sehingga masih banyak pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dapat ditemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen selain dari faktor diatas dapat juga berasal dari konsumen itu sendiri yaitu konsumen tidak melaksanakan kewajibannya sebagai konsumen sesuai dengan perjanjian yang disepakati dengan pelaku usaha sehingga menyebabkan konsumen berada didalam posisi yang lemah.
2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen Guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yeng dilanggar oleh pelaku usaha maka pemerintah mengeluarkan suatu produk Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomr 8 Tahun 1999 yang didalam aturan tersebut dibentuk suatu badan yang berada di kabupaten atau kota yang diberi nama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diberikan peran yang didasarkan pada tugas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
dan tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta mempunyai beberapa peran yang antara lain adalah
memberikan konsultasi dengan
konsumen, pengawasan terhadap
pencantuman klausula baku, dan menyelesaikan sengketa konsumen melalui 3 cara yaitu mediasi, arbitrasi, dan mediasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Susanti Adi Nugroho (2011:83), menyatakan bahwa ada dua peran strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu : 1) BPSK berperan sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. 2) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dilapangan dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik suatu kesimpulan guna menjawab perumusan masalah. Adapun kesimpulan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak konsumen yaitu : a. Substansi hukum : Pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk undang-undang
maupun
peraturan
dibawahnya
guna
mewujudkan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja masyarakat yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki. b. Struktur hukum atau pranata hukum : Guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka dibentuk aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara maksimal hal ini disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya sarana dan prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia. c. Budaya hukum : tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. 2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen antara lain adalah : a. Memberikan konsultasi kepada konsumen, langkah ini ditempuh guna mewujudkan konsumen yang kritis dan cerdas. b. Pengawasan terhadap klausula baku, dilakukan sebagai upaya pengawasan terhadap perjanjian-perjanjian yang secara sepihak dibuat oleh pelaku usaha guna mencegah pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
c. Menyelesaikan sengketa konsumen melalui tiga pilihan cara yaitu mediasi, arbitrasi, dan konsiliasi.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan diatas, ditambah dengan berbagai fenomena yang dibahas dalam penelitian ini, maka implikasi yang ditimbulkan adalah sebagai berikut : 1. Pelanggaran terhadap hak konsumen dapat disebabkan karena sistem hukum yang berlaku dimasyarakat belum berjalan secara maksimal. Oleh karena itu kita sebagai konsumen harus mengetahui tentang aturan-aturan yang ada dan memahami isinya agar pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dapat diminimalisir. 2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen dilakukan dengan berbagai cara. Oleh karena itu peran tersebut harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar konsumen menjadi konsumen yang cerdas dan pelanggaran terhadap hak mereka dapat diminimalisir.
C. Saran 1. Bagi Konsumen a. Perlu meningkatkan pemahaman akan hak-hak yang konsumen miliki. b. Jadilah konsumen yang kritis dan cerdas, meneliti barang sebelum membeli dan meneliti setiap akan melakukan penandatanganan perjanjian dengan pelaku usaha. c. Apabila konsumen sudah terikat perjanjian dengan pelaku usaha, semaksimal mungkin lakukan kewajiban sesuai dengan perjanjian sehingga tidak menimbulkan sengketa dengan pelaku usaha. 2. Bagi Pelaku Usaha a. Berikanlah informasi yang jelas terhadap produk barang dan/atau jasa yang telah diproduksi sehingga konsumen akan mudah memahami dan berikanlah penjelasan pada setiap perjanjian yang akan dilaksanakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
b. Apabila terjadi sengketa dengan konsumen lakukan penyelesaian sengketa secara patut dan mengikuti proses persidangan dengan baik. 3. Bagi BPSK a. Berkaitan dengan pelayanan terhadap masyarakat, BPSK hendaknya mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan yang ada. b. Perlu adanya tambahan sumber daya manusia lagi terutama bidang kesekretariatan agar kinerjanya lebih optimal. c. Perlu adanya sosialisasi yang lebih lanjut dari pihak Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sendiri agar keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat diketahui oleh masyarakat secara luas. 4. Bagi Pemerintah a. Pemerintah seharusnya memberikan sumber dana dan tempat yang layak kepada BPSK agar program kerja BPSK lebih optimal dan perlindungan konsumen dapat ditegakkan. b. Pemerintah juga harus memberikan sosialisasi produk Undang-Undang Perlindungan Konsumen terhadap masyarakat luas agar masyarakat tahu akan hak dan kewajiban yang dimiliki selain itu konsumen juga akan mengetahui kemana konsumen akan memperjuangkan hak mereka apabila terjadi pelanggaran hak konsumen.
commit to user