Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
2017
Peran Asuransi dalam Mewujudkan Kemaslahatan Manusia: Studi Implementasi Maqasid asy-Syariah dalam Asuransi *Ide dasar tulisan ini sudah saya tuangkan dalam buku “Asuransi dalam Perspektif Maqasid asy-Syariah”. Adapun maksud ditulis dalam artikel ini sebagai review.
Kuat Ismanto Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Pekalongan Jl. Kusumabangsa No. 9 Pekalongan, Jawa Tengah Indonesia Korespondensi:
[email protected] ------------------------------------------------------------------------------------------------------------Abstrak Tulisan ini mengkaji asuransi dari perspektif teori maqasid asy-syariah yang dikembangkan oleh Al-Ghazali dan Asy-Syatibi. Maqasid asy-syariah adalah teori modern terkait dengan kajian hukum Islam. Esensi dari teori ini mengkaji tujuan diciptakannya hukum menurut Islam. Karakteritik utama dari teori ini adalah mendasarkan pada kemaslahatan ketimbang tekstualitas hukum, sehingga tampak luwes dan tidak kaku. Tujuan hukum Islam adalah melindungi kemaslahatan manusia, yang berupa agama (ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-‘aql), keturunan (an-nasl), dan harta (al-maal). Hasil kajian ini menunjukkan bahwa asuransi ikut memiliki peran dalam mewujudkan kemaslahatan manusia sebagaimana termaktub dalam maqasid asy-syariah. Kemaslahatan itu berupa perlindungan asuransi terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan juga harta. Bahkan, derajatnya asuransi pada kebutuhan hajiyyah mendekati dharuriyyah. Untuk itu, pendekatan ini bisa dijadikan argumen dalam membolehkan masyarakat Muslim dalam berpartisipasi dalam asuransi. Kata Kunci: asuransi, perlindungan, maqasid asy-syariah 1. Pendahuluan Bagi masyarakat Muslim, asuransi menjadi perdebatan hukum atas kebolehannya (Billah, 1993). Meskipun asuransi syariah telah tumbuh dan berkembang, faktanya masyarakat Muslim tidak serta merta berpindah dan menggunakan asuransi syariah. Untuk itu, mencari solusi hukum menurut Islam masih relevan. Asuransi secara eksplisit juga tidak ditemukan dalam al-Qur‟an maupun al-Hadits. Secara konseptual, Mehr & Cammack (1981) ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
mendefinisikan asuransi sebagai suatu alat untuk mengurangi risiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung. Pengertian lain disampaikan oleh Mark R. Gree bahwa asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah objek
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu. Dari dua pengertian di atas, setidaknya ada empat unsur utama pembentuk asuransi, yaitu pihak tertanggung (insured), pihak penanggung (insure), suatu peristiwa (accident), dan kepentingan (interest). Pembahasan tentang asuransi dari sudut pandang Islam (hukum Islam) telah banyak dikaji oleh para penulis terdahulu. Hasil kajian tentang hukum asuransi tersebut, menghasilkan empat kelompok pendapat. Pertama, pendapat yang mengharamkan asuransi secara mutlak, dan apapun bentuknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqili, Yusuf Qardlawi dan Muhammad Bakhil al-Muthi. Alasan penolakan diantaranya, asuransi mengandung unsur judi, gharar, riba, serta tidak etis membisniskan kematian sebagai objek asuransi jiwa. Kedua, pendapat yang membolehkan asuransi konvensional, diantaranya didukung oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa‟, Muhammad Yusuf Musa, serta Abd. Rahman Isa. Argumen yang dikemukakan, bahwa tidak ada nash yang melarang asuransi, mengandung unsur saling menguntungkan, ada kesepatakan kedua belah pihak, dan termasuk akad syirkah (koperasi). Ketiga, asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan. Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah, yang alasannya sama dengan kelompok pertama dalam asuransi ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Keempat, kelompok yang mengganggap bahwa asuransi hukumnya syubhat, karena tidak ada dasarnya dalam al-Qur‟an maupun as-Sunnah (Zuhdi, 1994). Hadirnya lembaga asuransi syari‟ah (takaful), sebagai jawaban atas haramnya praktik asuransi konvensional, tidak serta merta menghilangkan praktik asuransi konvensional yang telah ada. Karena pada kenyataannya asuransi memiliki manfaat besar, terutama dalam dunia bisnis. Kondisi ini akan membawa dampak buruk bagi umat Islam, berupa kebingungan hukum. Masyarakat Muslim dihadapkan pada pilihan hukum yang mungkin sulit (debatable) untuk diikuti. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut (mendalam) untuk dicarikan jawaban yang lebih komprehensif, agar setidaknya mengeliminir kebingungan hukum atas persoalan asuransi dalam Islam. Dalam kajian ini, persoalan asuransi konvensional, yang masih diperdebatkan para ulama ditinjau dari sudut pandang teori Maqasid asySyari’ah. Ahmad Munif (2000: 104) menyatakan bahwa kelebihan pengembangan hukum Islam dengan pendekatan Maqasid asy-Syari’ah, dibandingkan dengan pendekatan yang lain, hukum Islam akan nampak lebih luwes dan fleksibel serta tidak kaku. Dengan pendekatan ini, akan menghasilkan hukum Islam yang kontekstual. Lebih lanjut, Fathurrahman Djamil (1999: 123) memandang bahwa untuk
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
memahami persoalan-persoalan fikih kontemporer diperlukan pengetahuan tentang Maqasid asySyari’ah. Pada perkembangan berikutnya, kajian ini merupakan kajian utama dalam usul fiqh, sehingga kajian tentang Maqasid asySyari’ah identik dengan istilah fisafat hukum Islam. Konsep Maqasid asy-Syari’ah dikembangkan awal oleh Al-Ghazali dalam al-Mustasfa min Ilm al-Ushul. Dalam kajian yang lebih komprehensif diformulasikan oleh Asy-Syatibi dalam al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syari’ah. Definisi sederhana Maqasid asy-syariah adalah tujuan atau rahasia yang ditetapkan oleh Syari’ (pembuat hukum) pada setiap hukum dari hukum-hukum syari‟ah (Wahbah az-Zuhaili II, 1986: 1017). Menurut „Alal al-Fasi (tt: 3) Maqasid asy-Syariah adalah tujuan akhir yang ingin dicapai oleh syari‟ah dan rahasia-rahasia dibalik setiap ketetapan hukum syari‟ah. Abdul Wahab Khalaf (1978: 197) menyimpulkan bahwa tujuan syari‟ah adalah untuk membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Secara global tujuan syariah adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, baik di dunia maupun di akhirat, sebagai mana termaktub dalam surat al-Anbiya‟ ayat 107 yang merupakan landasan dasar keuniversalan Islam. Konsekuensinya, hukum Islam berlaku kapanpun dan dimanapun (shalih li kulli zaman wa makan). Menurut Ismail Muhammad Syah (1992: 66-67) dalam menetapkan hukum Islam adalah untuk ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
melindungi lima aspek pokok, yang disebut dengan al-kulliyah al-khams. Kelima aspek pokok tersebut meliputi perlindungan agama (hifd ad-din), jiwa (hifd an-nafs), akal (hifd al-aql), keturunan (hifd an-nasl), dan harta (hifd al-maal). Kajian difokuskan pada bahasan asuransi dari sudut pandang teori Maqasid asy-Syari’ah. Maqasid Syari’ah adalah salah satu bentuk model ijtihad yang menekankan pada maslahah sebagai pertimbangan hukum. Menurut M. Salam Madkur (1984: 42-45) metode ini merupakan suatu kajian penalaran hukum Islam dengan metode istilahi. Metode istilahi merupakan kajian hukum Islam yang ditunjukkan secara jelas oleh al-Qur‟an dan as-Sunnah, baik secara khusus maupun global, serta adanya masalah yang ada kesamaannya. Oleh Yusuf Qardlawi (1987: 150) dalam menghadapi masalah kontemporer yang tidak disinggung oleh al-Qur‟an dan asSunnah, penetapan hukumnya dilakukan berdasarkan maslahah. Tulisan ini difoukskan pada kajian asuransi dari sudut pandang maqasid asy-syariah. Tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam untuk melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (al-kulliyah alkhams). Pentingnya maqasid asysyariah sebagai pendekatan, hukum akan tampak luwes, sehingga hukum Islam bisa shalih likulli zaman wa makan. Kajian ini memberi warna baru dalam kajian hukum Islam, akan memberi kepastian bagi masyarakat dalam hukum asuransi, mendorong perkembangan laju ekonomi.
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
2. Literatur Review Kajian tentang asuransi dari sudut pandang Islam (hukum Islam) bukanlah yang pertama dilakukan oleh penulis, namun telah banyak dilakukan oleh para peneliti maupun penulis terdahulu. Untuk menyebut tulisan dari luar, diantaranya Mohd Ma‟shum Billah (2001) Principles and Practics of Takaful and Insurance Compared. Tulisan ini membandingkan prinsip-prinsip asuransi syari‟ah dan konvensioanl. Muhammad bin Ahmad ash-Shalih (1407) at-Takaful al-Ijtima’i fi asySyari’ah al-Islamiyyah wa Dauruhu fi Himayah al-Maal al-‘Am wa al-Khas. Tulisan ini menitik beratkan bahasannya tentang asuransi sosial, sehingga cenderung sependapat dengan yang membolehkan asuransi sosial. Demikian halnya, Muhammad Syauqi al-Banjari (1984) al-Islam wa atTa’min, yang membahas asuransi dalam kerangka hukum Islam. Masih sama dengan bahasan sebelumnya, Husin Hamid Hasan (tt) Hukm asySyari’ah al-Islamiyyah fi al-Uqud atTa’min, membahas asuransi dari sisi akad-akadnya. Dalam kerangka fikih, terutama kehalalan dan keharamannya, Isa Abduh (tt) atTa’min baina Hilli wa at-Tahrim, juga berpendapat serupa. Wahbah azZuhaili (1409) dalam kitab fikih alFikih al-Islam wa ‘Adilatuhu dalam bab at-Ta’min, juga membahas asuransi dari sudut pandang fikih. Afzalurrahman (1996) dalam Doktrin Ekonomi Islam membahas sejarah kemunculan asuransi dalam Islam, serta akad dan kesesuaiannya asuransi dengan ajaran Islam. Buku lainnya yang ditulis oleh Muhammad ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
Muslehudin (1999) Menggugat Asuransi Modern, yang menekankan kebolehan asuransi dalam bisnis menurut Islam. M. Nejatullah ashShiddiqie (1987) Asuransi di dalam Islam, menekankan manfaat dan pentingnya ausransi dalam masyarakat, sehingga tidak perlu lagi diragukan. Selain itu, juga menjawab pendapat yang mengatakan bahwa asuransi haram hukumnya. Kajian dalam negeri telah dikembangkan oleh Ahmad Azhar Basyir (1996) dalam Jurnal Ulumul Qur’an yang berjudul “Takaful sebagai Alternatif Asuransi Islam”. Tulisan ini secara khusus membahas asuransi syar‟iah (takaful), terutama teknik operasional asuransi jiwa maupun kerugian. Warkum Sumitro (1996) dalam Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (BMUI) dan Takaful di Indonesia, juga masih sangat umum dalam membahas takaful, terkait pengertian prinsip serta menyampaikan hal-hal yang dilarang dalam asuransi konvensional. Paparan tentang sejarah asuransi, konsep teori maupun praktik disampaikan oleh AM. Hasan Ali (2004) dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis. Terkahir, bahasan yang cukup luas secara konsep dan teknik operasional dibahas oleh M. Syakir Sula (2004) dalam Asuransi Syari’ah: Konsep dan Sistem Operasional. Syakir Sula telah sepakat bahwa asuransi syari‟ah telah memiliki bentuknya yang utuh dan berbeda dengan asuransi konvensional pada umumnya. Diantara kajian asuransi dalam Islam, khususnya terkait hukum
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
Islam dilakukan oleh Rispler-Chaim (1991), Albahi (1963) sosiologi hukum Islam, Klingmuller (1969), AdDasuqi, (1967), Billah (1998), Siddiqi (1985), Mankabady (1989), Ali (1989), Sulaiman (1993) normatif hukum Islam, Az-Zarqa‟ (1994) pespektif syariah dan ekonomi, As-Sayid (1998) pespektif normatif, Al-Ghadyan (1999), Muslehuddin (2000), Abduh (2005), Kwon (2007), Hasanah (2011). Dari kelesuruhan kajian ini, tidak menggunakan maqasid asysyariah sebagai pendekatan kajian, tapi lebih tampak normatif, historis, rigid, dan atomistik. Kajian yang telah dilakukan oleh para peneliti maupun penulis yang telah dipaparkan diatas lebih banyak membahas tetang kehalalan dan keharaman asuransi. Lebih menekankan sisi hukum Islamnya (fikih). Sebagian penulis juga sudah secara utuh memaparkan tentang asuransi syari‟ah (takaful) itu sendiri, sehingga menurut penulis belum ada kajian asuransi yang difokuskan dari sudut pandang Maqasid as-Syari’ah. Dengan demikian kajian ini memiliki perbedaan pendekatan pembahasan dengan kajian sebelumnya. Oleh karena itu penelitian ini akan lebih memperkaya kajian tentang asuransi yang telah ada. 3. Pendekatan Kajian Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (Library Research) karena tema kajian utama penelitian bersumber dari literatur. Pembahasan diawali dari pemaparan konsep maupun tema umum tentang asuransi maupun Maqasid asySyari’ah, yang kemudian semaksimal ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
mungkin ditemukan filosofinya. Kajian dilakukan dengan pendekatan filosofis, yaitu menganalisis persoalan asuransi dengan pendekatan filsafat hukum Islam, Maqasid asy-Syariah. Sumber utama kajian ini adalah buku-buku terkait konsep asuransi pada umumnya dan kitab terkait konsep Maqasid asySyari’ah, yaitu karya al-Ghazali (1322) al-Mustasfa min Ilm Ushul dan asySyatibi (tt) al-Muwafaqat fi Ushul asySyari’ah serta kitab fikih dan ushul fikih lainnya, seperti Al-Fasi (tt) Maqasid asy-Syari’ah al-Islamiyyah wa Makarimuha, Fathurrahman Djamil (1995) Filsafat Hukum Islam, dan Abdul Wahab Khalaf (1979) Ilmu Ushul Fiqh. Berkaitan dengan asuransi konvensional, karya Mehr & Cammack Dasar-dasar Asuransi (1981) dan Manajemen Asuransi (1981) sebagai rujukan utama. Berkaitan dengan karya tentang asuransi yang ditulis dari sudut pandang Islam, diantaranya M. Nejatullah ashShiddiqie (1987) dalam Asuransi di dalam Islam, Muhammad Muslehudin (1999) dalam buku Menggugat Asuransi Modern, M. Syakir Sula (2004) Asuransi Syari’ah: Konsep dan Sistem Operasional. Kuat Ismanto (2009) Asuransi Syariah: Tinjauan Asasasas Hukum Islam. Analisis data dilakukan secara deskriptif analitis, dimana peneliti memaparkan tema utama kemudian dianalisa dari sudut pandang Maqasid asy-Syari’ah. Pola analisis deduksi dan induksi tetap dijalankan. Induksi dijalankan ketika didapati data-data umum kemudian diidentifikasi dan disimpulkan sehingga menjadi kesimpulan umum, yaitu tentang
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
filosofi asuransi dan Maqasid asySyari’ah. Sebaliknya, deduksi dijalankan ketika konsep Maqasid asySyari’ah yang merupakan penyimpulan dari dalil nash dicari relevansinya untuk diterapkan dalam asuransi. 4. Teori Maqasid asy-Syariah dan Asuransi Syariah Teori maqasid asy-syariah ini telah dikembangkan oleh para ulama seperti al-Ghazali, asy-Syatibi (2004). Ibnu Ashur (2006) termasuk ulama yang mengembangkan teori tersebut. Maqasid asy-syariah sebagai sebuah pendekatan telah dilakukan oleh Auda (2008). Demikian halnya dengan Kamali (2008) dan Attia (2007), Chapra, Khan & Al Shaikh-Ali (2008). Secara khusus, Mohammad & Shahwan (2013) Kameel Mydin Meera & Larbani (2006), Ahmed (2011), Lahsasna (2013) Darus, Yusoff, Naim, Milianna, Amran, & Purwanto (2013) Dar (2004) menerapkannya dalam bidang ekonomi dan perbankan syariah. Demikian halnya dengan Abozaid & Dusuki (2007, April), Sani (2016) menerapkan dalam bidang perbankan dan Keuangan Islam. Adapun Çizakça (2007) mengaitkannya dalam bidang demokrasi dan perkembangan ekonomi. Bahkan Saifuddeen, Rahman, Isa, & Baharuddin, (2014) menerapkannya dalam bidang ilmu Biomethics. Kamarulzaman & Saifuddeen (2010) Menerapkan dalam bidang kesehatan. Sulayman (2014) menerapkannya dalam dunnia pendidikan. Dari uraian diatas, maka tulisan ini akan menfokuskan kajian ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
pada implementasi Maqasid asysyariah dalam bidang asuransi. 4.1. Teori Maqasid asy-Syariah Secara konseptual, Maqasid asy-syariah adalah tujuan atau rahasia yang ditetapkan oleh Syari’ (pembuat hukum) pada setiap hukum dari hukum-hukum syari‟ah (Wahbah azZuhaili II, 1986: 1017). „Alal al-Fasi (tt: 3) mendefinisikan Maqasid asy-syariah sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai oleh syari‟ah dan rahasiarahasia dibalik setiap ketetapan hukum syari‟ah. Abdul Wahab Khalaf (1978: 197) menyimpulkan bahwa tujuan syari‟ah adalah untuk membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat (maslahah). Maqasid asy-syariah adalah tujuan atau rahasia yang ditetapkan oleh Syari’ (pembuat hukum) pada setiap hukum dari hukum-hukum syari‟ah (Wahbah az-Zuhaili II, 1986: 1017). Menurut „Alal al-Fasi (tt: 3) Maqasid asy-syariah adalah tujuan akhir yang ingin dicapai oleh syari‟ah dan rahasia-rahasia dibalik setiap ketetapan hukum syari‟ah. Abdul Wahab Khalaf (1978: 197) menyimpulkan bahwa tujuan syari‟ah adalah untuk membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Konsep Maqasid asysrariah merupakan lanjutan dari konsep maslahah. Maslahah, menurut syara‟ dibagi menjadi tiga, yaitu maslahah mu’tabarah (didukung oleh syara‟), maslahah mulghah (ditolak syara‟), maslahah mursalah (tidak didukung dan tidak pula ditolak syara‟, namun didukung oleh sekumpulan makna nash (al-Qur‟an dan al-Hadits).
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
Asy-Syatibi (tt: 199) menegaskan bahwa pembuatan syari‟ah atau hukum Islam sematamata dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat sekaligus. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Allah menciptakan hukum untuk mewujudkan dan melindungi maslahah dharuriyyah, hajiyah, dan tahsiniyyah. Perwujudan hajiyyah adalah terpeliharanya kebutuhan esensial manusia, yaitu memelihara agama jiwa, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Pemeliharaan tersebut bisa dilakukan melalui dua aspek, pertama ijabiyyah, yaitu aspek relisasi atau perwujudan. Kedua, aspek salbiyah, yaitu pemeliharaan atau perlindungan. Misal, realisasi agama melalui pelaksanaan rukun Islam, dan pemeliharaannya melalui pemberantasan orang-orang yang akan menghancurkan agama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa makna tertinggi dari Maqasid asy-Syariah adalah perlindungan (hifd). Pembebanan hukum syari‟at melekat dengan maksud-maksudnya pada makhluk. Maksud-maksud syari‟at tersebut dapat diklasifikasikan kepada tiga macam, yaitu dharuriyyat, hajjiyyat, dan tahsiniyyat. 4.2. Konsep Asuransi Syariah Kata „asuransi‟ berasal dari bahasa Belanda assurantie, tetapi di dalam bahasa hukum Belanda dipakai kata verzekering (Mehr dan Cammack. 1981: 9). Dalam bahasa Inggris disebut insurance (Echols dan Hassan Syadiliy, 1990: 326). Kata tersebut kemudian disalin dalam bahasa Indonesia dengan kata „pertanggungan‟ (KBBI, 1996: 63). Dari peristilahan assurantie kemudian ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
timbul istilah assuradeur bagi penanggung, dan geassureerde bagi tertanggung (Projodikoro, 1981: 1). Dalam bahasa Arab, asuransi digunakan istilah at-ta’min (Dahlan dkk, 1996: 138) penanggungnya disebut dengan mu’ammin, dan tertanggung disebut dengan mu’amman lahu atau sering juga disebut dengan musta’min (Yafie, 1994: 205). Mehr dan Cammack (1981) mendefinisikan asuransi sebagai alat sosial untuk mengurangi risiko dan menggabungkan sejumlah yang memadai unit-unit yang terbuka terhadap risiko, sehingga kerugian individual mereka secara kolektif dapat diramalkan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh semua mereka yang bergabung itu. Perkembangan ekonomi modern telah muncul istilah asuransi syariah. Kerangka kerja dari asuransi ini adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI, dalam Fatwa DSN No. 21/DSNMUI/IX/2001 “Usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”. Dari uraian mengenai rumusan definisi asuransi diatas, maka paling tidak ada tiga unsur pokok penting berkenaan dengan asuransi, yaitu; pertama pihak penjamin (verzekeraar), yaitu pihak yang berjanji akan membayar uang kepada pihak terjamin. Pembayaran tersebut baik dilaksanakan secara sekaligus atau bahkan dengan berangsur-angsur. Pembayaran tersebut dilakukan bila terlaksana unsur ketiga (Mehr dan Cammack, 1998: 4). Kedua, pihak terjamin (verzekerde), yaitu pihak yang berjanji akan membayar premi kepada pihak penjamin. Sama halnya dengan pembayaran klaim asuransi dapat dilakukan secara sekaligus maupun berangsur-angsur. Sedangkan unsur yang ketiga adalah suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi, yang disebut dengan risiko (Projodikoro, 1981: 4). 5. Perwujudan Maqasid asySyariah dalam Asuransi Hakikat dari teori maqasid asysyariah adalah bahwa tujuan dari hukum Islam adalah maslahah (kemaslahatan). Ada lima aspek yang dilindungi oleh syara’, yang dikenal dengan al-kuliyyah al-khams, meliputi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (al-Ghazali, 1322: 287). Perlindungan syariah terhadap lima aspek dimaksud, bisa dari segi perwujudan (ijabiyah) maupun ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
pencegahan (salbiyah). Keterkaitan kelima aspek diatas dengan asuransi dibahas secara berurutan sebagai berikut. 5.1.
Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Agama Muhammad Utsman Najati (2008: 30) mengatakan bahwa secara fitrah, manusia memiliki kesiapan (potensi) untuk mengenal dan beriman kepada Allah. Manusia berpotensi untuk bertauhid, mendekatkan diri kepada Allah, kembali kepada-Nya dan meminta pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi kesulitan. Wujud terlaksananya Islam bagi umat Islam adalah apabila ia mampu menjalankan rukun Islam dengan baik, yang terdiri dari membaca dua kalimat syahadat, menjalankan sholat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, serta menjalankan ibadah puasa. Contoh perlindungan asuransi terhadap pelaksanaan agama adalah dalam bidang pelaksanaan ibadah haji, terutama pelaksanaan wukuf di „Arafah. Rasulullah SAW bersabda bahwa al-hajj ‘arafah, yang bisa dipahami bahwa esensi haji adalah wukuf di„Arafah. Wukuf merupakan salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan untuk sampai pada taraf kesempurnaan, jika tidak terlaksana maka tidak sah. Wujud perlindungan asuransi dalam hal agama adalah mewujudkan kesempurnaan ibadah manusia. Sebagai contoh risiko orang dalam menjalankan ibadah haji, terutama pada saat wukuf di „Arafah. Bentuk asuransi yang bisa menangani
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
risiko tersebut adalah asuransi manasik haji, meskipun produk ini belum ada perusahaan asuransi yang menanganinya. Keempat, perlindungan asuransi dalam kemaslahatan jiwa adalah terhindarnya dari bahaya yang mengancam kesehatan maupun kematian seseorang. Wujud dari asuransi ini adalah asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan. Fungsi asuransi ini adalah mengkover biaya kesehatan seseorang yang sakit akibat suatu peristiwa yang tidak dikehendaki dan menimbulkan kerugian padanya. Bentuk produk asuransi yang bisa menangani permasalahan ini bisa dinamakan asuransi manasik haji, meskipun produk ini belum dilaunching oleh perusahaan asuransi. 5.2. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Jiwa Perwujudan kemaslahatan jiwa sebagai aspek positif (ijabiyah) diwujudkan melalui perkawinan yang bertujuan untuk melestarikan keturunan. Perlindungan jiwa pada level dharuriyyah dapat dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan untuk mempertahankan hidup. Perwujudan kemaslahatan jiwa juga bisa dilakukan melalui aspek negatif (salbiyah). Cara kerjanya melalui penolakan maupun mencegahan dari hal-hal yang akan merusak raga yang pada gilirannya merusak jiwa. Peranan asuransi dalam perlindungan kemaslahatan jiwa terletak pada hal-hal yang menyebabkan terancamnya jiwa, kerusakan anggota badan yang menyebabkan kecacatan ataupun ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
kematian seseorang. Peranan asuransi pada kemaslahatan jiwa ini lebih ditekankan pada aspek negatif (salbiyah), yaitu sebuah upaya pencegahan, pelestarian, atau perlindungan. Produk asuransi yang bisa menangani persoalan ini adalah asuransi kecelakaan, Jasa Raharja misalnya. Dari uaraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan asuransi memiliki peranan penting terhadap keberlangsungan hidup manusia. Asuransi melindungi aspek kehidupan manusia, khususnya dalam bidang kesehatan. Hal ini berarti memiliki kesamaan dari tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam (maqasd asy-syariah) atau setidaknya ikut mewujudkan kemaslahatan jiwa manusia. 5.2. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Akal Salah satu upaya untuk melindungi akal adalah Allah melarang muslim untuk minum minuman keras atau beralkohol. Diantara ayat-ayat yang mengandung makna penghormatan terhadap akal adalah surat ar-ra‟du ayat 3-4, an-nahl ayat 10-12, ar-rum ayat 24 dan 28, dan al-ankabut ayat 34-35. Nilai kemaslahatan akal itu terletak pada tetap terjaganya akal dari kerusakan sehingga berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun asuransi tidak secara spesifik melindungi kemaslahatan akal, akan tetapi asuransi ini membantu seseorang untuk menjaga keberadaan akal dari kerusakan akal. Asuransi berperan mewujudkan tujuan syariah, yaitu
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
melindungi akal dari kemusnahan sebagai salah satu aspek maqasid asysyariah. Bentuk asuransi yang ada pada perlindungan kemaslahatan akal adalah masuk kategori asuransi jiwa. Oleh karena itu prinsip indemnitas tidak masuk dalam pembahasan tentang perlindungan akal. Aspek ijabiyah manusia kaitannya dengan akal adalah dengan belajar atau menuntut ilmu. Proses belajar yang pada umumnya di Indonesia dilakukan secara formal, yaitu melalui sekolah maupun perguruan tinggi tidak menutup kemungkinan membutuhkan dana yang banyak. Tidak jarang seseorang tidak mampu membiayainya secara serentak. Pada umumnya seorang siswa mendapatkan biaya dari orang tuanya atau walinya, akan tetapi karena suatu hal, mungkin meninggal, lanjut usia, pensiun, PHK, sehingga orang tua tersebut tidak mampu kembali membiayai putra/inya sebagaimana mestinya. Kondisi ini tentu menghambat seseorang untuk mencapai keinginannya yaitu melanjutkan belajar (sekolah) atau bahkan ke perguruan tinggi, dengan demikian akal tidak berkembang dengan baik. Disinilah letak asuransi memainkan perannya sebagai penyandang dana pendidikan. Perlindungan asuransi dalam bidang kemaslahatan akal adalah dalam aspek ijabiyah. Islam sangat menghargai akal seseorang dan melarang orang untuk melukai. Larangan itu berupa minum minuman keras atau bahkan makanan yang haram. Sebagai misal ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
asuransi dana pendidikan dari sekolah dasar sampai dengan pendidikan. Asuransi ini akan mengkover kebutuhan sesorang akan kebutuhan dana pendidikan pada masa yang akan datang. Sebab tidak semua orang bisa dipastikan memiliki dana yang cukup untuk membiayai pendidikan anaknya. Contoh produk asuransi yang melindungi kemaslahatan akal adalah asuransi takaful dana siswa atau asuransi beasiswa. Takaful ini bertujuan untuk perorarangan yang ditujukan kepada mereka yang bermaksud menyediakan dana pendidikan bagi putra-putrinya, misalnya sampai sarjana. 5.3. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Keturunan Makna penting dari perlindungan keturunan adalah tetap terjaganya keturunan dari keadaan lemah maupun kepunahan. Keturunan merupakan bagian dari maslahah dharuriyah yang harus dilindungi. Salah satu uapaya yang bisa dilakukan, terutama di zaman modern ini adalah mengikuti program asuransi. Ilustrasi yang bisa disampaikan sebagai berikut. Jika orang tua meninggal, sementara ia meninggalkan keluarga, istri, dan anak yang masih kecil tentu ini menjadi problem. Bisa saja anak yang masih usia sekolah tersebut tidak bisa melanjutkan sekolah karena penyandan dana telah tiada. Atau kondisi yang lebih buruk lagi ia tidak mampu menjalankan kehidupan yang lebih layak secara ekonomi. Kerangka ini semua berjalan sebagai aspek positif syariah yang harus diwujudkan. Kemaslahatan
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
keturunan dalam Islam sangat perlu dijaga. Islam mengajarkan kepada seseorang untuk khawatir bila kemudian hari meninggalkan keturunan dalam kondisi lemah dan menyulitkan bagi orang lain. Atas dasar ini ada upaya yang bisa dilakukan untuk mengeliminir kekhawatiran tersebut dengan ikut program asuransi. Sesungguhnya syariah melindungi keturunan sebagaimana termaktub dalam maqasid asy-syariah, yaitu hifdz an-nasl. Hal ini memiliki kesamaan makna asuransi yaitu melindungi, jadi fungsi asuransi adalah melindungi keturunan sebagaimana dilindungi oleh syariah. Dengan demikian asuransi memiliki fungsi untuk mewujudkan tujuna maqasid asy-syariah. Contoh asuransi pada perlindungan kemaslahatan keturunan adalah takaful dana pendidikan. Asuransi ini memberikan pendidikan terbaik hingga tingkat perguruan tinggi melalui perencanaan dana pendidikan di Takaful Dana Pendidikan (Fulnadi). Artinya bahwa asuransi membantu ahli waris untuk melanjutkan kehidupannya menjadi lebih baik dengan menopang biaya pendidikan. 5.4.
Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Harta Harta merupakan salah satu aspek maqasid asy-syariah yang harus dilindungi oleh syariah. Meskipun pada dasarnya harta milik Allah tetapi manusia memiliki hak kepemilikan dan kewajiban untuk mengelolanya dengan baik. Aturan ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
main dalam bidang ekonomi dalam Islam diatur dalam fikih muamalat. Islam menghalankan umatnya untuk menjalankan bisnis dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu bentuk perekonomian seperti jual beli, rahn, mudharabah, musyarakah, dan lain-lainnya menjadi halal. Kegiatan-kegiatan ini termasuk aspek positif (ijabiyyah). Berkaitan dengan aspek negatif (salbiyah) Islam melarang jual beli yang mengandung unsur riba, tagrir (spekulasi tinggi), tadlis (penipuan), maisir (judi). Salah satu ayat yang melarang aktivitas bisnis dengan cara yang tidak benar misalnya surat al-Baqarah ayat 275. Perlindungan asuransi pada kemaslahatan harta terletak pada aspek negatif (ijabiyyah) tidak pada aspek positif (ijabiyyah) yaitu usaha perwujudannya. Asuransi yang menangani pada permasalahan ini adalah asuransi kerugian. Maksud dari asuransi ini adalah memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Aspek salbiyah dari kemaslahatan harta adalah Islam melarang pencurian, perampokan, dll. Agar harta terhindar dari hal yang demikian maka hendaknya seseorang mengikuti program asuransi untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Sebagai misal seseorang bisa mengambil asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan mobil, dll. Contoh asuransi yang melindungi kemaslahatan harta adalah asuransi takaful umum. Pada
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
dasarnya semua produk takaful umum ditujukan untuk melindungi harta. Contohnya takaful kebakaran (fire insurance) dan takaful pengangkutan (cargo insurance). Takaful kebakaran berupa perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan sebagai akibat terjadinya kebakaran yang disebabkan percikan api, sambaran petir, ledakan dan kejatuhan pesawat terbang berikut risiko yang ditimbulkannya. Selain itu juga dapat diperluas dengan tambahan jaminan yang lebih luas. 6. Penutup Pembahasan ini disimpulkan sebagai berikut. Pertama, asuransi adalah persoalan kontemporer yang belum ditemukan hukumnya, baik dalam al-Qur‟an maupun as-Sunnah. Oleh karena itu perlu upaya sungguh-sungguh menemukan hukumnya sehingga bisa dijadikan pegangan umat Islam tetang status hukumnya. Upaya itu tidak hanya sekedar ijtihad klinis tentang kehalalan dan keharamannya, tetapi ditinjau dari sudut pandang filsafat hukum Islam, seperti maqasid asysyariah. Implementasi teori maqasid asy-syariah memberi warna baru dalam pembahasan asuransi. Ada titik temu antara tujuan ditetapkannya syariah dengan maksud diadakannya asuransi. Keduanya bertemu dalam upaya melindungi kepentingan manusia dalam bentuk agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Peranan asuransi dalam melindungi al-kulliyah al-khams bisa berupa ijabiyah ------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
(perwujudan), bisa juga berupa salbiyah (pencegahan/penolakan). Sehingga secara filosofis bahwa maksud dan tujuan seorang muslim dalam mengikuti program asuransi dengan niatan melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Daftar Pustaka Abduh, I. (2005). al-Tamin bayn al-Hill wa'l Tahrim. Cairo, Dar al-I'tisam. Abozaid, A., & Dusuki, A. W. (2007, April). The challenges of realizing maqasid al-shariah in Islamic Banking and Finance. In IIUM International Conference on Islamic Banking and Finance, IIUM Institute of Islamic Banking and Finance (pp. 23-25). Ad-Dasuqi, Mhd. as-sayyid (1967). At-ta'min xwa-mauqif assart'a minhu. Dar at-tahrir liltab'wan-nasr. Afzalurrahman. (1996). Doktrin Ekonomi Islam. terj. M. Nastangin. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. Ahmed, H. (2011). Maqasid alShari‟ah and Islamic financial products: a framework for assessment. ISRA International journal of Islamic finance, 3(1), 149160. Albahi, M. (1963). Nidzam at-Ta’min fi Huda Ahkam al-Islami wa Dharururah al-Mujtami’ al-Mu’asir. Kairo: Maktabah Wahbah. al-Banjari, M. S. 1984. al-Islam wa atTa’min. Akadz: Saudi Arabiyyah. Al-Fasi, „A. (tt). Maqasid asy-Syari’ah al-Islamiyyah wa Makarimuha. t.tp: Maktabah al-Wihdah alIslamiyyah.
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
Al-Ghadyan, A. A. (1999). Insurance: The Islamic Perspective and Its Development in Saudi Arabia. Arab Law Quarterly, 14(4), 332-338. Al-Ghazali. (1322H). Al-Mustasfa min Ilm al-Ushul. Bandung: Mizan. Ali, AM. H. (2004). Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Kencana. Ali, K. M. M. (1989). Principles and Practices of Insurance under Islamic Framework. Insurance Journal, 29-38. Al-Shatibi, A. I. I. (2004). alMuwafaqat fî Usûl alSharî‟ah. Beirut: Dar al-Ma’rifah. ash-Shalih, M. bin Ahmad. (1407H). at-Takaful al-Ijtima’i fi asy-Syari’ah al-Islamiyyah wa Dauruhu fi Himayah al-Maal al-‘Am wa alKhas. t.tp. Universitas Islam Imam bin Saud. ash-Shiddiqie, M. N. (1987). Asuransi di dalam Islam. terj. Ta‟lim Musafir. Bandung: Penerbit Pustaka. Ashur, M. A. T. I. (2006). Ibn Ashur: Treatise on Maqasid al-Shariah. IIIT. As-Sayid, Muhammad Zaki. (1998). Nadhariah at-Ta’min fi al-Fiqh alIslamy. Beirut: Dar al-Manar. Asy-Syatibi, Abu Ishaq. tt. AlMuwafaqat fi Ushul asy-Syari’ah. Tahqiq Abdullah Daraz. Kairo: ar-Rahmaniyyah. Attia, G. (2007). Towards realization of the higher intents of Islamic law: Maqasid al-shariah: A Functional approach. London & Washington: The International Institute of Islamic Thought.
------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
Auda, J. (2008). Maqasid al-Shariah as philosophy of Islamic law: a systems approach. IIIT. Az-Zarqa‟, Musthafa Ahmad. (1994). Nidham at-Tamin: Haqiqatuhu wa ar-Ra’yu asy-Syar’iy Fihi. Beirut: Mu‟assasah al-Risalah. az-Zuhaili, Wahbah. 1409. al-Fikih alIslam wa ‘Adilatuh. Beirut: Dar alFikr. Basyir, Ahmad Azhar. 1996. “Takaful sebagai Alternatif Asuransi Islam” dalam Jurnal Ulumul Qur’an. No. 2 Vol VII. Billah, M. (1993). Life Insurance-An Islamic View. Arab LQ, 8, 315. Billah, M. M. (1998). Islamic insurance: Its origins and development. Arab Law Quarterly, 13(4), 386-422. Billah, M. (2001). Principles and Practcis of Takaful and Insurance Compared. Kuala Lumpur: IIUM. Chapra, M. U., Khan, S., & Al ShaikhAli, A. (2008). The Islamic vision of development in the light of maqasid al-Shariah (Vol. 15). Iiit. Çizakça, M. (2007). Democracy, economic development and maqasid al-Shariah. Review of Islamic Economics, 11(1), 101-118. Dahlan dkk, Aziz, H. (editor). (1996). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. Dar, H. A. (2004). On making human development more humane. International Journal of Social Economics, 31(11/12), 10711088. Darus, F., Yusoff, H., Naim, A., Milianna, D., Mohamed Zain, M., Amran, A., ... & Purwanto, Y. (2013). Islamic Corporate Social Responsibility (i-CSR)
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
Framework from the Perspective of Maqasid al-Syariah and Maslahah. Issues in Social & Environmental Accounting, 7(2). Djamil, F. (1995). Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Djamil, F. (1997). Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah. Set. 1. Jakarta: Logos Publishing House. Echols, J. M. dan Syadiliy, H. (1990). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia. Hasan, H. H. (tt). Hukm asy-Syari’ah al-Islamiyyah fi al-Uqud at-Ta’min. Arab Saudi: Dar al-„I‟tisham. Hasanah, U. (2011). Insurance and Islamic Law. Indonesian J. Int'l L., 9, 124. Ismanto, K. (2009). Asuransi Syari’ah: Tinjauan Asas-asas Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kamali, M. H. (2008). Maqasid alShariah made simple (Vol. 13). Iiit. Kamarulzaman, A., & Saifuddeen, S. M. (2010). Islam and harm reduction. International Journal of Drug Policy, 21(2), 115-118. Kameel Mydin Meera, A., & Larbani, M. (2006). Part I: Seigniorage of fiat money and the maqasid alShari'ah: the unattainableness of the maqasid. Humanomics, 22(1), 17-33. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1996). Jakarta: Balai Pustaka. Khalaf, A. W. (1979). Ilmu Ushul Fiqh. Cet. 8. Kuwait: Dar al-Qalam. Klingmuller, E. (1969). The concept and development of Insurance in Islamic Countries. Islamic culture, 43, 27-37. Kwon, W. J. (2007). Islamic principle and Takaful insurance: re------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017
evaluation.Journal of Insurance Regulation, 26(1), 53. Lahsasna, A. (2013). Maqasid alShari'ah in Islamic finance. Kuala Lumpur: IBFIM. Madzkur, M. S. (1984). Al-Ijtihad fi atTasyri’ al-Islam. Cet 1. t.tp: Dar anNahdhah al-„Arabiyyah. Mankabady, S. (1989). Insurance and Islamic law: The Islamic insurance company. Arab Law Quarterly, 199-205. Mehr & Cammack. (1981). Manajemen Asuransi. Penyadur A. Hasyimi. Jakarta: Balai Aksara. Mehr dan Cammack. (1981). Dasardasar Asuransi, penyadur A. Hasyimi. Jakarta: Balai Aksara. Mohammad, M. O., & Shahwan, S. (2013). The objective of Islamic economic and Islamic banking in light of Maqasid Al-Shariah: A critical review. Middle-East Journal of Scientific Research, 13, 75-84. Muslehuddin, M. (2000). Insurance and Islamic law. Adam Publishers. Muslehudin, M. (1999). Menggugat Asuransi Modern. Yogyakarta: Penerbit Lentera. Projodikoro, W. (1981). Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: PT. Intermasa. Rispler-Chaim, V. (1991). Insurance and Semi-Insurance Transactions in Islamic History Until the 19th Century. Journal of the Economic and Social History of the Orient/Journal de l'histoire economique et sociale de l'Orient, 142-158. Saifuddeen, S. M., Rahman, N. N. A., Isa, N. M., & Baharuddin, A. (2014). Maqasid al-Shariah as a complementary framework to
Asuransi dalam Kajian Maqasid asy-Syariah
conventional bioethics. Science and engineering ethics, 20(2), 317327. Sani, M. D. A Conceptual Model of Measuring Performance Efficiency of Islamic Banks: Objectives of Islamic Law (Maqasid al-shariah) Approach. (Accessed 15 October 2016). Siddiqi, M. N. (1985). Insurance in an Islamic Economy (Vol. 10). Islamic Foundation, Limited. Sula, M. S. (2004). Asuransi Syari’ah: Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: PT. Gema Insani Press. Sulaiman. (1993). at-Ta’min wa Ahkamuhu. Beirut: Dar al‟Awasim al-Mutahida. Sulayman, H. I. (2014). Values-Based Curriculum Model: A Practical Application of Integrated „Maqasid Al-Sharia‟for Wholeness Development of Mankind. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 123, 477-484. Sumitro, W. (1996). Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (BMUI dan Takaful di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yafie, A. (1994). Menggagas Fiqh Sosial. Bandung: Mizan. Zuhdi, M. (1994). Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV. Haji Mas Agung.
------------------------------Strong Cosulting www.kuatismanto.com
2017