PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK
Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN NOVIE KRISHNA AJI. Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional dalam rangka Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok. Dibawah bimbingan HARIANTO. Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia. Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh UU No. 7 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002. Ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh. Sejak krisis ekonomi hingga sekarang, kemampuan Indonesia untuk memenuhi sendiri kebutuhan pangan bagi penduduk terus menurun. Berdasarkan data FAO, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi lebih dari 210 juta jiwa, dalam periode 1993-2003, Indonesia harus mengimpor bahan pangan diantaranya beras rata-rata 1,7 juta ton, kedelai 890 ribu ton, jagung 900 ribu ton serta gula 600 ribu ton. Saat ini konsumsi per kapita Indonesia untuk komoditas sumber protein, vitamin dan mineral masih jauh di bawah negara-negara lain. Sedangkan untuk komoditas pangan pokok seperti beras, Indonesia kemungkinan menduduki peringkat pertama seluruh dunia. Ketidakseimbangan ini yang menyebabkan ketahanan pangan menjadi masalah yang kritis. Dengan tambahan berbagai masalah disekitar kegiatan on-farm, pertanian secara umum, kebijakan-kebijakan pemerintah dan isu-isu politik menyebabkan masalah ketahanan pangan menjadi semakin sulit. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam ketahanan pangan. Diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat sehingga masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya. Dengan menambah jenis pangan dalam pola konsumsi diharapkan konsumsi beras akan menurun. Dengan dicanangkannya program diversifikasi pangan, maka dituntut peningkatan peranan komoditas pangan lain dalam dalam mencapai swasembada pangan. Demi tercapainya angka anjuran kecukupan gizi, kita bisa memanfaatkan sumberdaya lokal yaitu ubi jalar. Alasan untuk mensosialisasikan ubi jalar adalah sebagai berikut 1) sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia; 2) mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga menguntungkan untuk diusahakan; 3) mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotik, serat makanan dan antioksidan) serta 4) potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk program diversifikasi pangan. Pelaksanaan program diversifikasi pangan belum seperti harapan, meskipun program tersebut telah dilaksanakan sejak Pemerintahan Orde Baru, ketergantungan masyarakat terhadap beras masih sangat tinggi. Dalam pelaksanaan program ketahanan pangan, pemerintah banyak menghadapi berbagai masalah. Usaha pemerintah dalam pengimplementasian konsep diversifikasi pangan membutuhkan berbagai strategi dan perangkat kebijakan yang tepat. Pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan harus dimulai lagi melalui perencanaan jangka panjang, tidak sporadis dan parsial. Dengan memanfaatkan
berbagai peluang yang ada (contoh pengadaan ubi jalar sebagai pangan lokal alternatif), masalah-masalah tersebut kemungkinan bisa diatasi. Prospek pengadaan ubi jalar sebagai pangan lokal alternatif cukup menjanjikan. Kelebihan ubi jalar dibandingkan dengan pangan pokok lain adalah mempunyai komponen gizi bermanfaat (karbohidrat dengan low glycemix index, serat oligosakarida, betakaroten dan vitamin E) yang lebih banyak serta potensi produksi yang cukup tinggi (produktivitas 12 ton/ha). Berdasarkan pernyataan dari Menteri Pertanian Anton Apriyantono, di dalam rencana penggunaan ubi jalar sebagai pangan alternatif, target jumlah produksi dan konsumsi yang diharapkan adalah sebesar 10-20 persen dari kebutuhan beras sebagai pangan pokok (2.000.000 ton). Walaupun prospek ubi jalar cukup menjanjikan tapi dalam segi produksi dan konsumsi ubi jalar mempunyai kecenderungan pola tren yang menurun. Hal inilah yang membuat rencana program diversifikasi pangan pokok dengan ubi jalar sebagai pangan alternatif menghadapi kendala yang cukup berarti. Jadi sebelum merumuskan kebijakan tentang program diversifikasi pangan pokok ini maka perlu dilihat bagaimana prospek produksi dan konsumsi ubi jalar di masa depan untuk digunakan sebagai input proses perencanaan strategi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ramalan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional di masa depan, menganalisis faktor-faktor apa yang berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional serta menganalisis implikasi faktor-faktor yang berpengaruh dengan hasil ramalan produksi dan konsumsi ubi jalar terhadap rencana program diversifikasi pangan pokok. Proses pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2007. Pengambilan data dilakukan di Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Republik Indonesia (DEPTAN RI), Direktorat Jendral Tanaman Pangan, dan Badan Ketahanan Pangan (BKP). Data yang digunakan sebagai input analisis adalah data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai metode peramalan Time Series serta metode peramalan Kausal dengan analisis Regresi Berganda. Berbagai macam metode peramalan Time Series dicoba karena peneliti tidak mempunyai justifikasi yang kuat untuk menentukan metode mana yang paling akurat untuk meramalkan produksi dan konsumsi ubi jalar. Metode kausal digunakan untuk menentukan faktor-faktor apakah yang berpengaruh nyata terhadap produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Dari hasil kedua metode tadi kemudian dianalisis bagaimanakah prospek ubi jalar sebagai pangan alternatif dan bagaimanakah implikasi keduanya terhadap skenario pencapaian target dan alternatif strategi untuk rencana program diversifikasi pangan pokok. Produksi kuartalan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola yang stasioner pada bagian non-seasonalnya sedangkan pada bagian seasonalnya berpola tidak stasioner. Produksi kuartalan ubi jalar fluktuasi tahunan dan musimannya mengikuti fluktuasi produksi padi dengan korelasi yang negatif. Metode peramalan yang akurat untuk meramalkan produksi ubi jalar adalah model SARIMA {ARIMA(1,0,1)(0,0,1)3}. Metode peramalan ini menghasilkan nilai MSE sebesar 4.776 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Selanjutnya konsumsi tahunan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola tren menurun. Fluktuasi tahunan konsumsi ubi jalar mengikuti fluktuasi konsumsi beras dengan korelasi yang negatif. Metode peramalan yang akurat untuk meramalkan konsumsi ubi jalar adalah model Tren Linear (Yt = 2.415 - 14,7 t).
Metode peramalan ini menghasilkan nilai MSE sebesar 21.835,30 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Peramalan sampai 10 tahun kedepan (tahun 2016) menunjukkan bahwa produksi (1.671.280 ton) dan konsumsi (1.653.014 ton) ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan. Persamaan regresi konsumsi ubi jalar menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras, hal ini dikarenakan kedua komoditi mempunyai sifat saling komplementer bukan subtitusi (peran pangan subtitusi beras dipegang oleh komoditas jagung dan ubi kayu). Lalu pada persamaan regresi produksi ubi jalar menunjukkan adanya hubungan negatif antara produksi ubi jalar dengan luas tanam padi, hal ini dikarenakan jika luas tanam padi meningkat maka luas tanam ubi jalar turun sehingga produksi ubi jalar juga akan menurun. Walaupun variabel luas tanam padi berkorelasi negatif dengan produksi ubi jalar tapi variabel itu tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan dua komoditas itu berbeda kebutuhan penggunaan lahannya. Skenario peningkatan produksi ubi jalar untuk mencapai target dilakukan dengan meningkatkan luas tanam ubi jalar sebesar 264.617,596 ha. Peningkatan luas tanam ubi dilakukan dengan melakukan konversi lahan padi ke lahan ubi sebesar 2 persen. Beberapa alternatif strategi yang bisa dilakukan antara lain pendekatan kewilayahan terpadu (sub terminal agribisnis) dengan konsep pengembangan agribisnis, lahan sawah yang kurang produktif dialihkan ke usaha budidaya ubi jalar, serta pemberdayaan lahan pasang surut sebagai lahan tambahan untuk menanam padi sehingga luas lahan padi untuk konversi lahan padi ke lahan ubi tidak berkurang. Sedangkan skenario peningkatan konsumsi ubi jalar untuk mencapai target dilakukan dengan meningkatkan konsumsi per kapita ubi jalar sebesar 8,479 kg atau sebesar 10 persen dari konsumsi per kapita ubi jalar tahun 2006 (tanpa mengurangi jumlah konsumsi beras). Alternatif strategi yang bisa dilakukan antara lain melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan; diversifikasi produk ubi jalar dengan pendirian industri tepung dan pasta ubi jalar; promosi, kampanye dan sosialisasi tentang manfaat ubi jalar secara komprehensif dan kontinyu; pemberian insentif untuk konsumsi pangan nonberas serta penghargaan ketahanan pangan bagi para masyarakat.
PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK
Oleh : NOVIE KRISHNA AJI A14104024
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional dalam rangka Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok Nama : Novie Krishna Aji NRP
: A14104024
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Harianto MS. NIP.131.430.801
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Hari/Tanggal Lulus : Kamis, 19 Juni 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA. SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG TELAH DINYATAKAN DALAM NASKAH DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA PADA BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, 19 Juni 2008
Novie Krishna Aji A14104024
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blora, pada tanggal 08 November 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan keluarga Bapak Kenang Munawar dan Ibu Endang Sriwati Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kedung Jenar, Blora dari tahun 1992 sampai tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 1 Blora pada tahun 1998 hingga selesai pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Blora dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional dalam Rangka Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai disusun salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis ramalan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional di masa mendatang, menganalisis faktor-faktor apa yang berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional, serta menganalisis implikasi faktor-faktor yang berpengaruh dengan hasil ramalan produksi dan konsumsi ubi jalar terhadap rencana program diversifikasi pangan pokok. Penulis berkeyakinan bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik diharapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik semua pihak khususnya bagi penulis maupun pihak-pihak pengambil keputusan terkait rencana program diversifikasi pangan pokok. Atas perhatian, saran, dan kritik yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, 19 Juni 2008
Novie Krishna Aji NRP. A14104024
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat, hidayah, dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, tidak lupa shalawat dan salam selalu penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yaitu: 1. Kedua orang tua tercinta, Kenang Munawar dan Endang Sriwati atas doa dan dukungan tiada henti. Happy dan Lucky adikku tersayang, terima kasih atas doa dan motivasinya. 2. Dr. Ir. Harianto MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, saran, dan kritik bagi penulis. 3.
Dr. Ir. Ratna W., MS selaku dosen penguji utama yang telah berkenan memberikan saran dan kritik pada penelitian ini.
4. Ir. Juniar A., MS selaku dosen penguji wakil departemen atas segala saran dan kritik pada penelitian ini. 5. Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan selama penulis kuliah. 6. Seluruh dosen pengajar dan pengelola Manajemen Agribisnis tanpa terkecuali terima kasih atas semua pengalaman dan ilmunya. 7. Semua pihak BPS dan Deptan Pusat Jakarta, terima kasih untuk seluruh informasi, data, bantuan, dan keramahan selama penulis melakukan penelitian.
8. Ipung, terima kasih atas semua pertanyaan, kritik dan saran yang telah diberikan ketika menjadi pembahas pada waktu seminar. 9. Wahid terima kasih atas koreksi terhadap format penulisan skripsi ini. 10. Nanien, Adisty, Yustika, Evan, Riyan teman-teman satu bimbingan skripsi. Alhamdulillah, bersama-sama kita bisa menyelesaikan skripsi kita. Good luck for everyone. 11. Menik, Lia, David, Rani, Chika, Aulia, yang selalu bersama-sama ramai meminta tanda tangan Bu Dwi Pembimbing Akademik. 12. Nung, Utari, Rudi, Dilla, Loci, Silmi, Rizal, Nova, Vera, yang sengaja atau tidak sengaja pernah ketemu ketika mencari data di BPS dan Deptan. 13. Yudha, Gilang, Derry, anak-anak kost Wisma Bu Nunung serta Iwan, Noe, dan anak-anak kost Gophis, terima kasih atas bantuan logistik, transportasi, dan akomodasinya selama penelitian. 14. Teman-teman main futsal AGB 41; Agung, Taufik, Agus, Ali, Gerry, Duta, Yudhi, Ucup, Fandi, Triyadi, bermain bola adalah hobi yang mengasyikkan. 15. Teman-teman
yang
telah
menjadikan
kuliah
menjadi
saat
paling
mengasyikkan, Uci, Sastrow, Tere, Dini, Cumee, Mela, Kendal’ers, Mita, Ine, Intan, Agnes, Acuy, Arisman, Aries, Yoga, Anggoy, Lukman, Saut dan semua anak AGB 41 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terima kasih atas persahabatannya, ilmu dan pengalaman selama kuliah di IPB. 16. Teman KKP Desa Tambi, Kecamatan Sliyeg, Indramayu: Imeh, Yulz, Ajie, Daru, dan temen-temen yang lain terima kasih atas kerjasamanya selama KKP 17. Teman sekamar, selorong, seasrama C2 TPB IPB, serta kost Wisma Sejuk, kalian membuat tahun pertama di IPB ini menjadi awal yang sempurna.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................. i DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 8 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 12 1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................ 12 1.5 Batasan Penelitian ............................................................................ 12 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1 Ketahanan Pangan dan Diversifikasi Pangan .................................... 2.2 Ubi Jalar ............................................................................................ 2.3 Permintaan, Penawaran, Elastisitas dan Keseimbangan ..................... 2.4 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 2.4.1 Studi Tentang Ubi Jalar ........................................................... 2.4.2 Studi Tentang Peramalan .........................................................
14 14 18 21 23 23 24
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 3.1.1 Metode Peramalan Time Series ................................................ 3.1.2 Metode Peramalan Kausal ....................................................... 3.1.3 Pemilihan Metode Peramalan .................................................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................
28 28 30 35 35 36
IV. METODE PENELITIAN ...................................................................... 4.1 Lokasi Penelitian ............................................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 4.3.1 Identifikasi Pola Data Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar .......... 4.3.2 Penerapan Metode-metode Peramalan Time series ................... 4.3.3 Pemilihan Metode yang Paling Tepat ....................................... 4.3.4 Analisis Metode Kausal ...........................................................
42 42 42 43 43 43 55 56
V. PERAMALAN TIME SERIES PRODUKSI UBI JALAR ........................ 63 5.1 Identifikasi Pola Data Produksi Ubi Jalar ........................................... 63 5.2 Penerapan Metode Peramalan Time Series untuk Produksi Ubi Jalar ........................................................................................... 67 5.2.1 Metode Winters ........................................................................ 68 5.2.2 Metode Dekomposisi ................................................................ 69 5.2.3 Metode Box-Jenkins (Seasonal Autoregressive Intregated Moving Average – SARIMA) ............................................................... 69
ii
5.3 Pemilihan Model Peramalan Time Series Terbaik untuk Produksi Ubi Jalar ............................................................................ 75 VI. PERAMALAN TIME SERIES KONSUMSI UBI JALAR ..................... 6.1 Identifikasi Pola Data Konsumsi Ubi Jalar ......................................... 6.2 Penerapan Metode Peramalan Time Series untuk Konsumsi Ubi Jalar ........................................................................................... 6.2.1 Metode Trend ........................................................................ 6.2.2 Metode Box-Jenkins (Autoregressive Intregated Moving Average – ARIMA) .................................................................. 6.3 Pemilihan Model Peramalan Time Series Terbaik untuk Konsumsi Ubi Jalar ...........................................................................
78 78 81 82 84 88
VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR DENGAN METODE KAUSAL ....................................... 91 7.1 Analisis Metode Kausal untuk Konsumsi Ubi Jalar ........................... 92 7.2 Analisis Metode Kausal untuk Produksi Ubi Jalar ............................. 96 VIII. IMPLIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DAN HASIL RAMALAN PRODUKSI - KONSUMSI UBI JALAR TERHADAP RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK ................................................ 103 8.1 Skenario dan Alternatif Strategi Pencapaian Target Produksi Ubi Jalar ........................................................................................... 105 8.2 Skenario dan Alternatif Strategi Pencapaian Target Konsumsi Ubi Jalar ........................................................................................... 107 IX. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 112 9.1 Kesimpulan ...................................................................................... 112 9.2 Saran ................................................................................................ 114 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 117 LAMPIRAN ................................................................................................ 120
DAFTAR TABEL Tabel.
Halaman
1.
Produksi, Konsumsi, dan Impor Komoditas Beras, Kedelai, Jagung serta Gula Tahun 2003 ..............................................................
2
2.
Perbandingan Konsumsi Pangan Indonesia dengan Negara Lain Tahun 2003 ...........................................................................................
3
3.
Perbandingan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar dengan Beras ..............
7
4.
Komponen Gizi dalam Berbagai Jenis Ubi Jalar .................................... 19
5.
Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model SARIMA Produksi Ubi Jalar ............................................................................................... 74
6.
Model Time Series Produksi Kuartalan Ubi Jalar dan Kriteria Pemilihan Model Terbaik ...................................................................... 75
7.
Hasil Analisis Tren Data Produksi Kuartalan Ubi Jalar .......................... 83
8.
Hasil Analisis Regresi Data Produksi Kuartalan Ubi Jalar ..................... 83
9.
Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model ARIMA Konsumsi Ubi Jalar ............................................................................................... 87
10. Model Time Series Konsumsi Tahunan Ubi Jalar dan Kriteria Pemilihan Model Terbaik ....................................................................... 89 11. Hasil Ramalan 10 Tahun Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar dengan Menggunakan Metode Peramalan Terbaik ............................................. 104
DAFTAR GAMBAR Gambar.
Halaman
1.
Kerangka Operasional Penelitian ........................................................... 41
2.
Aturan Membandingkan Uji Durbin-Watson dengan Tabel Durbin-Watson ..................................................................................... 61
3.
Plot Data Produksi Tahunan Dan Kuartalan Ubi Jalar Nasional (000 Ton) .............................................................................................. 64
4.
Plot Data Konsumsi Tahunan Ubi Jalar Nasional (000 Ton) .................. 79
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran.
Halaman
1.
Produksi, Luas Tanam, Produktivitas Kuartalan Ubi Jalar ..................... 121
2.
Produksi, Konsumsi Dan Konsumsi Perkapita Pertahun Ubi Jalar ......... 123
3.
Produksi, Luas Tanam, Produktivitas Kuartalan Padi ............................ 124
4.
Produksi, Konsumsi dan Konsumsi Perkapita Pertahun Beras ............... 126
5.
Plot ACF dan PACF Produksi Tahunan Ubi Jalar .................................. 127
6.
Plot ACF dan PACF Produksi Kuartalan Ubi Jalar ................................ 128
7.
Model Naive untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ...................................... 129
8.
Model Simple Average untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ...................... 131
9.
Model Simple Moving Average untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar .......... 133
10. Model Single Exponential Smoothing untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ...................................................................................................... 135 11. Plot Analisis Tren: Linear, Kuadratik, Eksponensial dan S-Curve untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ........................................................... 137 12. Hasil Ramalan Analisis Tren untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ............. 138 13. Analisis Regresi Linear, Kuadratik, Eksponensial, S-Curve untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ................................................................... 139 14. Model Double Exponential Smoothing (HOLT) untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ................................................................................... 140 15. Model BROWN untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ................................. 142 16. Model Winters Additive dan Multiplikative untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar .................................................................................... 143 17. Model Dekomposisi Additive dan Multiplikative untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ................................................................................... 147 18. Plot ACF dan PACF Data Diferencing Seasonal Produksi Kuartalan Ubi Jalar ............................................................................... 151 19. Model Awal SARIMA dan Alternatif Model SARIMA Lain untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar ........................................................... 152 20. Plot ACF dan PACF Konsumsi Tahunan Ubi Jalar ................................ 156 21. Model Naive – Simple Moving Average untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar ................................................................................................ 157 22. Model Simple Average untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar .................. 158 23. Model Single Exponential Smoothing untuk Konsumsi tahunan Ubi Jalar ................................................................................................ 159
vi
24. Plot Analisis Tren: Linear, Kuadratik, Eksponensial dan S-Curve untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar ....................................................... 160 25. Hasil Ramalan Analisis Tren untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar ......... 161 26. Analisis Regresi Linear, Kuadratik, Eksponensial, S-Curve untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar ................................................................ 162 27. Model Double Exponential Smoothing (HOLT) untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar .................................................................................. 163 28. Model BROWN untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar ............................ 164 29. Plot ACF dan PACF Data Diferencing Regular Konsumsi Tahunan Ubi Jalar .................................................................................. 165 30. Model Awal ARIMA dan Alternatif Model ARIMA Lain untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar ................................................................ 166 31. Hasil Perhitungan Metode Kausal untuk Konsumsi Ubi Jalar ................ 169 32. Hasil Perhitungan Metode Kausal untuk Produksi Ubi Jalar ................... 170
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia. Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dalam UU tersebut disebutkan pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Beberapa tahun terakhir, muncul kerisauan atas menurunnya kemampuan Indonesia untuk memenuhi sendiri kebutuhan pangan bagi rakyatnya. Ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh. Sejak krisis ekonomi hingga sekarang, kemampuan Indonesia untuk memenuhi sendiri kebutuhan pangan bagi penduduk terus menurun. Berdasarkan data FAO,
2
kenyataan yang ada menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi lebih dari 210 juta jiwa, dalam periode 1993-2003, Indonesia harus mengimpor bahan pangan diantaranya beras rata-rata 1,7 juta ton, kedelai 890 ribu ton, jagung 900 ribu ton serta gula 600 ribu ton (Tabel 1). Tabel 1. Produksi, Konsumsi, dan Impor Komoditas Beras, Kedelai, Jagung serta Gula Tahun 2003 Komoditas 1. Aspek Produksi a. Beras b. Kedelai c. Jagung d. Gula 2. Aspek Konsumsi a. Beras b. Kedelai c. Jagung d. Gula 3. Aspek Impor a. Beras b. Kedelai c. Jagung d. Gula
Volume ratarata tahun 1993-2002 (1000 ton)
Volume tahun 2003 (1000 ton)
Pertumbuhan rata-rata tahun 19932002 (%)
Pertumbuhan tahun 2002 terhadap tahun 2003 (%)
33.283,09 1.303,39 8.770,46 1.958,91
34.736,58 671,60 10.886,44 2.063,64
0,79 -9,21 5,00 1,02
1,14 -0,22 12,76 14,71
34.428,90 2.194,34 9.628,41 2.569,41
35.479,86 1.862,58 12.222,98 2.442,00
1,49 0,14 4,23 1,24
-1,77 -8,56 12,73 6,42
1.798,43 892,15 901,70 578,44
1.648,65 1.193,17 1.370,86 448,68
152,59 27,94 18,34 43,71
-10,13 -12,64 13,76 107,25
Sumber : FAO diolah, 2003
Melihat data FAO diatas, terlihat bahwa terjadi defisit untuk semua komoditas pangan tersebut yaitu rata-rata sebesar 1 juta ton. Defisit pangan ini diatasi dengan cara mengimpor. Kecuali untuk beras, persentase impor pangan komoditas jagung, kedelai dan gula terhadap jumlah kebutuhan sangat mengkhawatirkan, yaitu berkisar 15-65 persen. Untuk komoditas beras, walaupun persentase impor terhadap kebutuhannya kecil tapi persentase pertumbuhan ratarata impor itu sendiri setiap tahunnya sangat tinggi yaitu sebesar 150 persen. Sedangkan untuk komoditas yang lain, persentase pertumbuhan rata-rata impor itu sendiri setiap tahunnya berkisar antara 20-45 persen.
3
Tabel 2. Perbandingan Konsumsi Pangan Indonesia dengan Negara Lain Tahun 2003 Rata-rata konsumsi per kapita per tahun (kg) Keterangan Negara sdg Negara Negara Indonesia berkembang berkembang maju 141,08 65,68 11,48 14,56 37,09 20,08 12,79 15,16
No.
Komoditi
1. 2.
Beras Jagung
3.
Kedelai
7,83
1,95
0,90
4.
Ketela pohon
1,28 dunia 7 kg
59,98
20,87
0,04
0,06
5.
Gula
15,36
17,45
33,56
6. 7. 8. 9.
Ayam Daging Telur Susu
5,46 1,87 3,92 8,07
8,27 6,17 7,52 48,39
25,46 22,27 12,77 201,71
33,12 dunia 25,1 kg 30,77 26,11 13,51 218,78
10.
Ikan
20,52
13,94
23,95
29,20 dunia 16 kg
28,66
118,75
115,16
117,31 FAO 65,75 kg
49,19
55,38
86,97
103,42 FAO 65,75 kg
11. 12.
Sayursayuran Buahbuahan
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Rekomendasi Rekomendasi
Sumber : FAO, 2003 Dengan jumlah penduduk yang besar sekitar 216 juta jiwa pada tahun 2003 dan laju pertumbuhan 1,35 persen per tahun, maka kebutuhan pangan akan semakin besar di masa mendatang. Pada waktu ini, rata-rata konsumsi pangan per kapita per tahun rakyat Indonesia untuk beberapa pangan penting ada di Tabel 2. Data di Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan konsumsi pangan per kapita, Indonesia masih berada di kelas negara sedang berkembang. Terdapat perbedaan yang sangat mencolok jika dibandingkan negara berkembang dan negara maju. Konsumsi untuk komoditas sumber protein, vitamin dan mineral masih jauh di bawah negara-negara lain. Sedangkan untuk komoditas pangan pokok seperti beras, Indonesia kemungkinan menduduki peringkat pertama seluruh dunia. Ketidakseimbangan ini yang menyebabkan ketahanan pangan menjadi masalah yang kritis. Pangan yang konsumsinya masih rendah berpotensi meningkat dengan meningkatnya pendidikan, pengetahuan akan gizi dan kesejahteraan rakyat, yang
4
akan menuntut peningkatan penyediaan pangan yang amat besar. Kondisi di dunia menunjukkan bahwa peningkatan kebutuhan pangan terbesar akan terjadi di negara-negara sedang berkembang (85 persen) sedangkan peningkatan produksi pangan dunia akan bersumber dari negara-negara maju (60 persen)1. Hal ini akan secara nyata mempengaruhi pola pergerakan pangan dunia. Kedepan, akan terjadi lonjakan kebutuhan pangan yang amat besar. Apabila kemampuan produksi bahan pangan nasional tidak dapat mengikuti peningkatan kebutuhannya, maka Indonesia akan semakin tergantung pada impor yang berdampak membahayakan ketahanan nasional. Dengan tambahan berbagai masalah disekitar kegiatan onfarm, pertanian secara umum, kebijakan-kebijakan pemerintah dan isu-isu politik menyebabkan masalah ketahanan pangan menjadi semakin sulit. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam ketahanan pangan. Diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat sehingga masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya. Dengan menambah jenis pangan dalam pola konsumsi diharapkan konsumsi beras akan menurun. Dalam pelaksanaan program diversifikasi pangan ini, kestabilan produksi komoditi beras tetap harus diperhatikan. Dengan dicanangkannya program diversifikasi pangan, maka dituntut peningkatan peranan komoditas pangan lain dalam dalam mencapai swasembada pangan. Hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993 angka anjuran kecukupan gizi untuk energi sebesar 2.150 kkal dan untuk protein sebesar 46,2 gr. Demi tercapainya angka anjuran kecukupan gizi itu kita bisa memanfaatkan sumberdaya lokal yaitu ubi jalar. Pilihan untuk mensosialisasikan ubi jalar, bukan 1 : Per Pinstrup-Andersen, Rajul Pandya-Lorch, Mark Rosegrant Oct. 1999. World Food Prospect: Critical Issues For Early Twenty First Century. Food Policy Report. Dalam: Bayu Krisnamurthi, Oct. 2003. Perum Bulog dan Kebijakan Pangan Indonesia: Kendaraan Tanpa Tujuan?. Artikel. www.ekonomirakyat.org
5
pilihan tanpa alasan. Alasannya adalah sebagai berikut2 1) sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia; 2) mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga menguntungkan untuk diusahakan; 3) mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotik, serat makanan dan antioksidan) serta 4) potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk program diversifikasi pangan. Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan dapat berproduksi lebih dari 30 ton/Ha, tergantung dari bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya. Walaupun saat ini rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/Ha, tetapi hal itu masih lebih besar jika kita bandingkan dengan produktivitas gabah (± 4,5 ton/Ha) atau ubi kayu (± 8 ton/Ha), padahal masa panen dua komoditi itu lebih lama dari masa panen ubi jalar. Hal diatas menunjukkan bahwa potensi produksi ubi jalar sangat menjanjikan jika dibandingkan dengan pangan pokok yang lain. Jika petani membudidayakan ubi jalar dengan lebih serius (tidak sebagai budidaya usahatani sampingan) maka produktivitas ubi jalar bisa mencapai level yang lebih tinggi sehingga produksi ubi jalar nasional bisa meningkat. Berdasarkan komponen zat gizi, ubi jalar mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan beras, jagung, ubi kayu serta pangan pokok yang lain. Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54), artinya komoditi ini sangat cocok untuk penderita diabetes. Mengonsumsi ubi jalar tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan Glycemix index tinggi, seperti beras dan jagung. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar menjadi komoditas
2 : Rinrin Jamrianti. Maret 2007. Ubi Jalar Saatnya Menjadi Pilihan. Artikel. www.beritaiptek.com
6
bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu. Kandungan serat ini juga bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan prebiotik, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih. Manfaat yang lain yaitu kandungan karotenoid (betakaroten) pada ubi jalar yang dapat berfungsi sebagai antioksidan serta kombinasi betakaroten dan vitamin E dalam ubi jalar bekerja sama dalam menghalangi stroke dan serangan jantung. Dengan berbagai manfaat ubi jalar itu maka potensi konsumsi ubi jalar juga cukup menjanjikan. Jadi dalam rencana program diversifikasi pangan pokok ini, pemerintah perlu menentukan bagaimana caranya mensosialisasikan manfaat ubi jalar dan memasyarakatkan konsumsi ubi jalar itu sendiri. Berdasarkan data FAO, saat ini perbedaan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar dengan jumlah produksi dan konsumsi padi sangat mencolok (Tabel 3). Ubi jalar dijadikan tanaman pangan sampingan (pilihan terakhir) setelah beras, jagung dan kedelai. Berdasarkan pernyataan dari Menteri Pertanian Anton Apriyantono, di dalam rencana penggunaan ubi jalar sebagai pangan alternatif, target jumlah produksi dan konsumsi yang diharapkan adalah sebesar 10-20 persen dari kebutuhan beras sebagai pangan pokok (2.000.000 ton)3. Dengan kondisi seperti saat ini, usaha untuk mencapai target tersebut cukup sulit karena produksi dan konsumsi ubi jalar mempunyai kecenderungan tren menurun. Hal ini menyebabkan jika dilihat dari aspek jumlah produksi dan konsumsi, rencana diversifikasi pangan dengan menggunakan ubi jalar menghadapai masalah yang sulit. Perlu usaha yang sangat besar untuk meningkatkan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar secara bersamaan untuk bisa mencapai target yang diharapkan.
3 : Anton Apriyantono. Mei 2007. Kebijakan Perberasan–Difersifikasi Pangan Gagal Total. Artikel. www.beritaiptek.com
7
Tabel 3. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar dengan Beras Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tingkat Pertumbuhan
Ubi Jalar Produksi Konsumsi 2.017,52 2.015,01 1.847,49 1.837,41 1.935,04 1.929,16 1.665,55 1.658,79 1.828,00 1.820,57 1.749,00 1.740,95 1.771,64 1.758,44 1.991,48 1.980,84 1.901,80 1.896,80 1.856,97 1.844,97 1.854,24 1.841,24
Beras Produksi Konsumsi 34.084,70 33.207,55 32.934,50 33.657,69 32.840,88 35.187,14 33.927,88 36.082,06 34.615,97 35.715,54 33.657,35 35.944,61 34.343,63 36.117,42 34.736,58 35.479,86 34.887,06 35.586,93 34.927,46 35.608,54 35.123,43 35.598,77
- 13,828
243,814
- 14,353
281,373
Keterangan Produksi dan konsumsi ubi jalar mempunyai pola tren menurun Produksi dan konsumsi beras mempunyai pola tren meningkat walau persentasenya kecil
Sumber : FAO diolah, 2006 Salah satu cara agar ubi jalar dapat menggantikan beras, maka pengolahan umbi-umbian menjadi tepung adalah pilihan terbaik. Alasan yang mendasarinya adalah4 Pertama, tepung adalah produk yang praktis dari sisi penggunaan. Dalam bentuk tepung, produk bisa langsung diproses sebagai makanan instan atau sebagai bahan baku produk pangan lain. Kedua, teknologi pengolahan tepung sangat mudah dikuasai dengan biaya murah. Karena itu, para pelaku usaha skala kecil-menengah juga dapat terlibat dalam mengembangkan usaha ini. Ketiga, tepung mudah difortifikasi dengan nutrisi yang diperlukan. Dan keempat, masyarakat telah terbiasa mengonsumsi makanan yang berasal dari tepung. Dengan memanfaatkan ubi jalar sebagai bahan pangan alternatif diharapkan proporsi impor beras dapat dikurangi sehingga kestabilan produksi beras dapat tercapai serta ketahanan pangan tingkat nasional dan rumah tangga dapat terwujud.
4 : Muslimin Nasution. September 2006. Sinyal Darurat Beras, Apa Solusinya?. Artikel. www.kompas.com
8
1.2 Perumusan Masalah Dalam pelaksanaan program ketahanan pangan, pemerintah banyak menghadapi berbagai masalah. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan menyangkut beberapa aspek, yaitu: 1) ketersediaan pangan; 2) distribusi pangan; 3) konsumsi pangan; 4) pemberdayaan masyarakat dan 5) manajemen5. Masalah pokok dalam aspek ketersediaan pangan adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Lalu masalah dalam aspek distribusi pangan mencakup infrastruktur yang belum merata, memadai dan efisien. Masalah dalam konsumsi pangan meliputi belum berkembangnya produk pangan dan industri pangan berbasis sumberdaya lokal, serta budaya dan kebiasaan makan masyarakat yang terlalu tergantung pada pangan pokok beras. Kemudian masalah dalam pemberdayaan masyarakat antara lain masyarakat tidak mampu untuk mengatasi masalah kerawanan pangan dan gizi. Terakhir, masalah dalam aspek manajemen yaitu penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program yang kurang efektif karena keterbatasan data yang akurat dan konsisten serta lemahnya koordinasi antar berbagai pihak. Pelaksanaan program diversifikasi pangan belum seperti harapan, meskipun program
tersebut
telah
dilaksanakan
sejak
Pemerintahan
Orde
Baru,
ketergantungan masyarakat terhadap beras masih sangat tinggi. Secara umum, ada dua kendala dalam mewujudkan diversifikasi pangan yaitu teknologi dan nonteknologi6. Bangsa Indonesia dinilai suduh cukup maju untuk menyediakan bahan pangan pokok dan hasil olahannya selain beras seperti ubi, jagung melalui
5 : Ketahanan Pangan. 2003. lemlit.ugm.ac.id/Agro/download/white_paper.doc 6 : Prof. Dr. Ir. Benyamin Lakitan, M.Sc. April 2007. Diversifikasi Pangan. Artikel. www.ristek.go.id
9
teknologi. Tapi yang menjadi kendala utama adalah non-teknologi (sosialekonomi), karena masalah citra atau persepsi masyarakat bahwa mengkonsumsi bahan pangan selain beras dapat menurunkan status sosial mereka, sehingga ini membutuhkan upaya yang kuat dan waktu yang lama. Masalah dalam pengembangan diversifikasi pangan yang lain7 yaitu : 1. Pangan non-beras (jagung, sorgum dan umbi-umbian) adalah pangan inferior, tingkat konsumsinya akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya pendapatan. 2. Kebanyakan komoditas pangan non-beras tidak siap untuk dikonsumsi secara langsung. Misalnya seperti jagung harus diolah untuk dijadikan tepung jagung. 3. Untuk mendorong kembali ke menu makanan tradisional harus disesuaikan dengan perkembangan jaman. Misalnya sebagai pangan tambahan dalam menu makan pokok, lauk-pauk, sayur-buah saat ini sudah menjadi barang ekonomi yang harus dibeli. 4. Upaya diversifikasi pangan sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan
karena
pemerintah
terlalu
fokus
pada
upaya
untuk
mempertahankan stabilitas produksi beras (meskipun kurang berhasil). 5. Upaya diversifikasi pangan melalui kebijakan harga dan subsidi cukup sulit. Hal ini dikarenakan elastisitas silang beras ke non-beras (selain terigu) relatif kecil, kemungkinan konsumen untuk melakukan subtitusi pangan dari beras ke non-beras kecil. Selain itu, upaya untuk menyusun suatu “Standar Menu Nasional” tidak dimungkinkan karena tiap daerah punya pola produksi pangan dan susunan menu
7 : Supadi. Maret 2004. Pengembangan Diversifikasi Pangan: Masalah dan Upaya Mengatasinya. pse.litbang.deptan.go.id
10
yang khusus. Ini berarti bahwa penyusunan program perbaikan susunan makanan rakyat harus disesuaikan secara regional sesuai dengan ekologi pangan dan gizinya. Merubah kebiasaan masyarakat bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Dengan adanya berbagai masalah tersebut, usaha pemerintah dalam pengimplementasian konsep diversifikasi pangan membutuhkan berbagai strategi dan perangkat kebijakan yang tepat di setiap aspek tersebut. Pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan memang harus dimulai lagi melalui perencanaan jangka panjang, tidak sporadis dan parsial. Perlu adanya perencanaan ulang dalam perumusan kebijakan dan koreksi mulai dari awal di bidang diversifikasi pangan dan ketahanan pangan ini. Dengan memanfaatkan berbagai peluang yang ada (contoh pengadaan ubi jalar sebagai pangan lokal alternatif), masalah-masalah tersebut kemungkinan bisa diatasi. Prospek pengadaan ubi jalar sebagai pangan lokal alternatif cukup menjanjikan. Kelebihan ubi jalar dibandingkan dengan pangan pokok lain adalah mempunyai komponen gizi bermanfaat (karbohidrat dengan low glycemix index, serat oligosakarida, betakaroten dan vitamin E) yang lebih banyak serta potensi produksi yang cukup tinggi (produktivitas 12 ton/ha). Walaupun prospek ubi jalar cukup menjanjikan tapi dalam segi produksi dan konsumsi ubi jalar mempunyai kecenderungan pola tren yang menurun. Hal inilah yang membuat rencana program diversifikasi pangan pokok dengan ubi jalar sebagai pangan alternatif menghadapi kendala yang cukup berarti. Jadi sebelum merumuskan kebijakan tentang program diversifikasi pangan pokok ini maka perlu dilihat bagaimana prospek produksi dan konsumsi ubi jalar di masa depan untuk digunakan sebagai input proses perencanaan strategi.
11
Penentuan kebijakan dan strategi yang tepat membutuhkan suatu perencanaan yang tepat pula. Suatu pendekatan peramalan (kuantitatif dan kualitatif) bisa digunakan dalam tahap perencanaan untuk merumuskan satu perangkat strategi dan kebijakan. Dengan cara mengekstrapolasi pola hubungan data time series atau pola hubungan kausal dengan menggunakan metode peramalan yang tepat, maka hasil ramalan tersebut bisa dijadikan acuan dalam merumuskan kebijakan yang sesuai. Dalam hal rencana diversifikasi pangan melalui pemanfaatan komoditas ubi jalar sebagai substitusi komoditas pangan pokok beras, pendekatan peramalan yang bisa digunakan antara lain: peramalan jumlah produksi ubi jalar untuk beberapa tahun kedepan, peramalan tingkat konsumsi ubi jalar untuk beberapa tahun kedepan serta peramalan metode hubungan kausal antara variabel produksi atau konsumsi ubi jalar dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dikaji dalam penulisan penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah ramalan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional di masa depan? 2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional? 3. Bagaimana implikasi faktor-faktor yang berpengaruh dengan hasil ramalan produksi dan konsumsi ubi jalar terhadap rencana program diversifikasi pangan pokok?
12
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penulisan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis ramalan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional di masa depan. 2. Menganalisis faktor-faktor apa yang berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. 3. Menganalisis implikasi faktor-faktor yang berpengaruh dengan hasil ramalan produksi dan konsumsi ubi jalar terhadap rencana program diversifikasi pangan pokok.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi pemerintah, sebagai tambahan informasi untuk perumusan kebijakan, strategi dan keputusan terkait dengan rencana program diversifikasi pangan. 2. Bagi penulis, sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh selama bangku kuliah. 3. Bagi pembaca, sebagai tambahan info, literatur dan bahan penelitian, serta membuka wawasan dan acuan dalam penelitian lanjutan.
1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini hanya akan membahas dua aspek dari ketahanan-diversifikasi pangan, yaitu aspek ketersediaan pangan dan aspek konsumsi pangan. Di dalam rencana diversifikasi pangan pokok ini, kedua aspek tadi akan digambarkan dalam
13
bentuk
ramalan
produksi
dan
konsumsi ubi jalar,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produksi dan konsumsi itu serta implikasi keduanya terhadap strategi rencana program diversifikasi pangan pokok. Di dalam pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi ubi jalar, variabel yang digunakan hanya variabel produksi, luas panen, konsumsi dan konsumsi per kapita ubi jalar nasional. Variabel harga ubi jalar dan pendapatan tidak digunakan karena jumlah data time series untuk kedua variabel itu tidak mencukupi. Batasan lain dalam penelitian ini adalah penyebab ketidakberhasilan program diversifikasi pangan yang sudah berjalan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi program diversifikasi pangan tidak akan dianalisis. Jadi dalam penelitian ini program diversifikasi pangan yang sudah berjalan tidak akan dibahas secara detail. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan data, waktu dan biaya dari penulis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketahanan Pangan dan Diversifikasi Pangan Ketahanan pangan (food security) dikenal luas sebagai alat evaluasi kebijakan pangan. Konsep ketahanan pangan mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada tahun 1970-an ketersediaan pangan nasional dan regional menjadi inti konsep ketahanan pangan. Mulai 1980-an intinya beralih kepada akses pangan pada tingkat rumah tangga dan individu. Pada tahun 1990-an aspek kelestarian lingkungan masuk dalam konsep ini. Definisi ketahanan pangan selalu mengalami penyempurnaan8. Pada International Congress of Nutrition (ICN) di Roma tahun 1992, misalnya mendefinisikan ketahanan pangan rumah tangga sebagai kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Sidang Committee on Work Food Security tahun 1995 menambahkan persyaratan "Harus diterima oleh budaya setempat". Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia dan Rencana Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia pada tahun 1996 mempertegas definisinya. Ketahanan pangan terwujud apabila semua orang, setiap saat, memiliki akses secara fisik maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. World Food Summit yang dilaksanakan oleh FAO tahun 1996 tersebut menghasilkan deklarasi dan rencana aksi untuk mengurangi jumlah penduduk rawan pangan menjadi setengahnya pada tahun 2015. Tapi lima tahun sejak World Food Summit target tersebut tidak tercapai. Karena itu FAO
8 : Usep Sobar Sudrajat. September 2006. Membangun Ketahanan Pangan. Artikel. www.pikiranrakyat.com
15
menyelenggarakan Word Food Summit: Five Years Later di Roma di tahun 2002. Konferensi ini mengesahkan Deklarasi International Alliance Against Hunger. KTT ini mempertegas kembali komitmen dunia untuk menjamin keamanan pangan dan mengikis kemiskinan. Target pun direvisi, jumlah penduduk kelaparan dan kurang gizi harus dapat dikurangi sebanyak 24 juta setiap tahunnya sampai tahun 2015. Indonesia menerima konsep ketahanan pangan tersebut, yang dilegitimasi pada Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Definisi ketahanan pangan pada Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan berbunyi "Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau". Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) kecukupan ketersediaan pangan; 2) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun; 3) aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan serta 4) kualitas atau keamanan pangan. Dimensi yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya beli), dimensi kebutuhan gizi individu (dimensi gizi), dimensi waktu (setiap saat), dimensi keamanan pangan (kesehatan), dan dimensi sosial budaya. Jadi ketahanan pangan merupakan konsep yang kompleks yang terkait dengan mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi. Konsep ketahanan pangan dapat
16
diterapkan untuk menyatakan ketahanan pangan pada beberapa tingkatan, yaitu tingkatan global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu. UU Nomor 7 tahun 1996 ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Di PP tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan. Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga
menggarisbawahi untuk
mewujudkan ketahanan pangan dilakukan
pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi pangan. Diversifikasi
pangan
dapat
berjalan
baik
bila
dikaitkan
dengan
pembangunan agroindustri khususnya yang berlokasi di pedesaan, ini berarti pembangunan
agroindustri
tersebut
berbasis
usaha
pertanian
domestik.
Keterkaitan berbagai pihak untuk mewujudkan program ini, tentu sangat diperlukan mulai dari petani, peneliti, industri, pemerintah dan konsumen.
17
Diversifikasi dilakukan dengan mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan pangan lokal yang telah diteliti ke dalam industri. Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor pembangunan. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan. Menyadari hal tersebut di atas, Pemerintah pada tahun 2001 telah membentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) diketuai oleh Presiden RI dan Menteri Pertanian sebagai Ketua Harian DKP. DKP terdiri dari 13 Menteri termasuk Menteri Riset dan Teknologi dan 2 Kepala LPND. Dalam pelaksanaan sehari-hari, DKP dibantu oleh Badan Bimas Ketahanan Pangan Deptan, Tim Ahli Eselon I Menteri Terkait (termasuk Staf Ahli Bidang Pangan KRT), Tim Teknis dan Pokja. Usaha
menganeka-ragamkan
pangan
masyarakat sebenarnya
bukan
merupakan hal yang baru. Beberapa tonggak sejarah yang penting dalam usaha penganekaragaman pangan, pada tahun 1950-an telah dilakukan usaha melalui Panitia Perbaikan Makanan Rakyat, tahun 1963 dikembangkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, tahun 1974 dikeluarkan Inpres 14/1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR) yang kemudian disempurnakan dengen Inpres 20/1979, melanjutkan proses sebelumnya pada Pelita VI telah pula dikembangkan Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG). Usaha membangun ketahanan pangan pada umumnya dan keanekaragaman pangan khususnya saat ini diaktualisasikan kembali antara lain melalui Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang: Propenas, yang menetapkan Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman produksi
18
bahan pangan, segar maupun olahan, mengembangkan kelembagaan pangan yang menjamin
peningkatan
produksi
dan
konsurnsi
yang
lebih
beragam,
mengembangkan bisnis pangan, dan menjamin ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat.
2.2 Ubi Jalar Ubi jalar berasal dari benua Amerika. Para ahli botani menyebutkan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah (Sri, 1997). Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropik pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang, Indonesia. Pada tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Tanaman ini biasanya diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Varietas ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya cukup banyak. Di Indonesia penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan atau balai penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian (Balitkabi). Varietas unggul yang ada adalah Daya, Prambanan, Borobudur, Mendut dan Kalasan. Keunggulan varietas tersebut adalah 1) berdaya hasil tinggi (30 ton/ha); 2) berumur pendek
19
(genjah) antara 3-4 bulan; 3) rasa enak dan manis; 4) tahan terhadap hama penggerek ubi dan penyakit kudis; 5) kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100 gr; 6) keadaan syarat ubi relatif rendah (Hafsah, 2000). Ubi jalar populer di mancanegara sebagai bahan pangan yang kaya manfaat dan khasiat. Ubi jalar dihadirkan dalam bentuk tepung ubi jalar. Ubi jalar yang dikenal di tanah air berupa ubi merah, ubi putih dan ubi kuning. Jenis umbi famili Convolvuceae ini dikenal sebagai sumber karbohidrat yang mengandung betakaroten, vitamin E, Kalsium dan zat besi juga serat. Kini ubi jalar menjadi primadona di berbagai negara Amerika, Korea Selatan, Filipina, Taiwan dan Jepang. Riset yang dilakukan oleh Asosiasi Jantung Amerika, menunjukkan bahwa ubi jalar adalah bahan makanan bernutrisi tinggi, kandungan vitamin E dan betakaroten-nya merupakan bahan antioksidan yang bisa mencegah serangan jantung, stroke dan kanker. Tabel 4. Komponen Gizi dalam Berbagai Jenis Ubi Jalar No.
Kandungan Gizi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kalori (ka) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Air (gr) Serat kasar Kadar gula Beta karoten
Ubi Putih 120,0 1,0 0,7 27,9 68,5 0,9 0,4 31,4
Jumlah dalam Ubi Merah Ubi Kuning 120,0 106,0 1,0 1,1 0,7 0,4 27,9 32,3 68,5 1,2 1,4 0,4 0,3 174,2 -
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI, dalam Jamrianti, 2007
Daun 47,0 2,0 0,4 10,4 84,7 -
Di Indonesia sendiri penelitian mengenai ubi jalar pun semakin banyak dan berkembang. Komponen gizi dalam berbagai jenis ubi jalar bisa dilihat di Tabel 4. Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54), artinya komoditi ini sangat cocok untuk penderita diabetes. Mengonsumsi ubi jalar tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya
20
dengan sifat karbohidrat dengan Glycemix index tinggi, seperti beras dan jagung. Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang menyerap kelebihan lemak-kolesterol darah, sehingga kadarnya tetap aman terkendali. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu. Selain mencegah sembelit, oligosakarida memudahkan buang angin. Hanya pada orang yang sangat sensitif oligosakarida mengakibatkan kembung. Kandungan serat yang berfungsi sebagai komponen non-gizi ini, juga bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan prebiotik, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih. Kandungan karotenoid (betakaroten) pada ubi jalar, dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan yang tersimpan dalam ubi jalar merah mampu mengurangi laju perusakan sel oleh radikal bebas. Kombinasi betakaroten dan vitamin E dalam ubi jalar bekerja sama menghalangi stroke dan serangan jantung. Betakaroten-nya mencegah stroke sementara vitamin E mecegah terjadinya penyumbatan dalam saluran pembuluh darah, sehingga dapat mencegah munculnya serangan jantung. Saat ini telah muncul produk olahan dari ubi yaitu berupa tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar ini diproduksi oleh salah satu perusahaan yang telah berpengalaman di industri tepung terigu yaitu perusahaan Bogasari Flour Mills. Tepung ubi jalar ini bisa dipakai juga bersama tepung terigu, tepung beras atau tepung ketan untuk menghasilkan makanan sehat yang bergizi. Karena dibuat dengan pengawasan mutu yang tinggi maka kandungan gizi pada tepung ubi jalar ini tidak jauh berbeda dengan ubi jalar yang segar. Dengan tepung ubi jalar ini,
21
lebih banyak jenis makanan dan kue basah yang bisa disajikan. Dengan hadirnya produk tepung yang kaya manfaat ini maka bertambah peluang baru untuk program diversifikasi pangan pokok.
2.3 Permintaan, Penawaran, Elastisitas dan Keseimbangan Permintaan suatu komoditas menunjukkan jumlah komoditas yang ingin dibeli untuk setiap tingkat harga. Kenaikkan dan penurunan kuantitas yang diminta dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, pendapatan konsumen, harga komoditas subtitusi atau komplemen komoditas itu dan selera masyarakat. Harga barang dan barang komplemen mempunyai hubungan negatif dengan permintaan sedangkan harga barang subtitusi, pendapatan konsumen, dan selera mempunyai hubungan positif, ceteris paribus (Nicholson, 1999). Permintaan adalah keinginan akan produk-produk tertentu oleh suatu kemampuan dan keinginan untuk membelinya. Permintaan pasar akan suatu barang adalah jumlah keseluruhan yang diminta seluruh pembeli potensial tersebut. Menurut Lipsey et al. (1995), permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli oleh konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi tersebut. Penawaran suatu komoditas menunjukkan jumlah yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga tertentu. Kuantitas penawaran dipengaruhi oleh faktor harga komoditas yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi. Harga komoditas mempunyai hubungan positif dengan jumlah penawaran, sedangkan harga faktor produksi mempunyai hubungan negatif, ceteris paribus (Lipsey, 1995). Produksi
22
merupakan gambaran atas suatu hubungan antara masukan dan keluaran yang dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi. Keseimbangan pasar terjadi jika jumlah komoditi yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan penjual. Harga yang terjadi ketika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan disebut harga ekuilibrium. Elastisitas permintaan adalah ukuran reaksi jumlah yang diminta terhadap perubahan harga komoditas itu (Lipsey, 1995). Elastisitas penawaran adalah alat ukur ketanggapan kuantiatas yang ditawarkan terhadap perubahan haraga komoditas itu sendiri. Elastisitas pendapatan adalah derajat reaksi permintaan terhadap perubahan pendapatan. Elastisitas silang adalah besarnya reaksi permintaan terhadap perubahan harga dari komoditi lain. Permintaan atau penawaran elastis adalah ketika perubahan kuantitas yang diminta atau yang ditawarkan lebih besar daripada persentase perubahan harga (elastisitas permintaan atau penawaran > 1). Permintaan atau penawaran inelastis adalah ketika perubahan kuantitas yang diminta atau yang ditawarkan lebih kecil daripada persentase perubahan harga (elastisitas permintaan atau penawaran < 1). Permintaan atau penawaran akan menjadi lebih elastis dalam jangka panjang. Barang mewah cenderung mempunyai elastisitas pendapatan lebih besar jika dibandingkan dengan barang-barang pokok. Elastisitas silang positif terjadi untuk komoditas yang merupakan barang subtitusi antara satu barang dengan barang yang lainnya. Sedangkan untuk barang komplementer mempunyai elastisitas silang negatif.
23
2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian ini menggunakan beberapa acuan penelitian terdahulu sebagai pembanding dan pedoman untuk melakukan analisis. Penelitian terdahulu yang dipakai adalah studi tentang ubi jalar dan studi tentang peramalan. Beberapa penelitian terdahulu yang dipakai sebagai acuan bisa dilihat pada penjelasan di bawah ini.
2.4.1 Studi Tentang Ubi Jalar Penelitian tentang analisis kelayakan usaha agroindustri pengolahan tepung ubi jalar di Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dilakukan oleh Pramuji (2007). Hasil analisis aspek pasar dan bahan baku menunjukkan bahwa usaha pengolahan tepung ubi jalar tidak layak karena harga jual produk yang tinggi dan tidak adanya kontinuitas suplai. Berdasarkan analisis kelayakan finansial, usaha pengolahan tepung ubi jalar juga tidak layak karena nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP tidak memenuhi kriteria kelayakan investasi. Uji sensitivitas menunjukkan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap penurunan bahan baku sebesar 10 persen dan 40 persen. Pada alternatif penggunaan modal, kombinasi modal dari Pemda Bogor dan pinjaman bank lebih layak dibandingkan dengan penggunaan modal seluruhnya dari Pemda Bogor. Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2004) meneliti tentang analisis efisiensi pemasaran ubi jalar Cilembu di desa Cilembu, Sumedang, Jawa Barat. Pada analisis saluran pemasaran, pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan adalah pola Petani – Pedagang Bandar – Pedagang Pengecer – Konsumen, pola tersebut digunakan oleh sebesar 53,33 persen dari para
24
responden. Fungsi pemasaran yang dilakukan antara lain sebagi petani, pedagang bandar atau bandar besar, pedagang besar dan pedagang pengecer. Struktur pasar untuk petani dan pedagang bersifat pasar persaingan sempurna, sedangkan untuk pelaku pasar yang lain bersifat pasar oligopoli. Penentuan harga di tingkat petani dan pedagang adalah dengan menggunakan metode tawar menawar, tapi petani tetap sebagai penerima harga. Berdasarkan analisis marjin pemasaran, farmer share, dan rasio B/C maka pola saluran pemasaran yang tadi dijelaskan adalah yang paling efisien.
2.4.2 Studi Tentang Peramalan Penelitian tentang peramalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga beras IR II di lima kota besar Jawa-Bali dilakukan oleh Zacky (2007). Dalam penelitian ini selain menggunakan metode peramalan Time Series, penulis juga menggunakan metode peramalan Kausal. Analisis Regresi Berganda digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras IR II di tingkat konsumen. Harga beras IR II di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar memiliki kecenderungan tren meningkat dan mempunyai pola tidak stasioner. Peramalan model ARIMA baik untuk kota Yogyakarta dan Denpasar, model SARIMA baik di kota Jakarta sedangkan model Double Exponential Smoothing sesuai di kota Bandung dan Surabaya. Hasil pengujian model Regresi Berganda menunjukkan bahwa variabel harga gabah kering giling dan masuknya beras impor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peubah harga beras IR II tingkat konsumen di lima kota tersebut. Tiap kota mempunyai variabel-variabel yang signifikan terhadap harga beras IR II di tingkat konsumen.
25
Purwanto (2006) melakukan peramalan produksi dan konsumsi gula dan implikasinya terhadap pencapaian swasembada gula nasional. Peramalan dilakukan sampai tahun 2014 mendatang sesuai dengan program pemerintah. Analisis data digunakan dengan menggunakan metode ARIMA. Analisis implikasi terhadap pencapaian swasembada gula digunakan metode Kausal. Hasil peramalan menunjukkan target swasembada gula nasional pada tahun 2014 belum dapat tercapai. Pencapaian swasembada gula bisa dicapai dengan menggunakan dua skenario. Skenario pertama adalah peningkatan luas areal produksi menjadi 517.356 ha, peningkatan produktivitas menjadi 92,90 ton/ha. Dan peningkatan rendemen gula menjadi 11,02 persen. Sedangkan skenario kedua adalah luas areal adalah 465.164 ha, produktifitas 90 ton/ha dan rendemen 9 persen. Yuwanita (2006) melakukan analisis kemungkinan pencapaian swasembada kedelai nasional dengan metode peramalan Deret Waktu. Peramalan dilakukan dalam rentang waktu 2006-2010. Peramalan yang didapatkan dengan metode Time Series dibandingkan dengan hasil ramalan dari BPS. Pola data produksi dan konsumsi menunjukkan pola tidak stasioner dan punya tren meningkat. Hasil ramalan menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat berswasembada dalam pada tahun 2010. Swasembada diramalkan terjadi pada tahun 2015. Upaya yang bisa dilakukan
untuk
pencapaian
swasembada
adalah
produktifitas
pertahun
ditingkatkan 1,94 kali lebih besar dari peningkatan produktivitas rata-rata selama sepuluh tahun terakhir. Sedangkan luas areal panen harus ditingkatkan sebesar 1,24 kali lebih besar dari peningkatan luas areal selama 10 tahun terakhir. Penelitian yang lain dilakukan oleh Aldillah (2006) yang menganalisis peramalan permintaan dan penawaran jagung serta implikasi terhadap strategi
26
pengembangan agribisnis jagung. Peramalan menggunakan metode ARIMA untuk tahun 2006-2015. Hasil ramalan menunjukkan neraca jagung nasional selalu mengalami defisit hingga tahun 2015 tapi dengan nilai yang semakin mengecil. Analisis implikasi hasil peramalan dilakukan dengan analisi SWOT dan analisis strategi terpilih menggunakan analisis matrik QSPM. Penelitian mengenai peramalan produksi dan konsumsi beras serta implikasi terhadap pencapaian swasembada beras dilakukan oleh Farihah (2005). Metode yang digunakannya adalah metode Naive, metode Rata-rata Sederhana, model Trend, metode Rata-rata Bergerak Sederhana, metode Pemulusan Eksponensial Tunggal, metode Brown, Metode Holt, dan metode ARIMA. Data yang digunakan dalam penelitiannya adalah data produksi dan konsumsi beras. Hasil pengujian beberapa metode diperoleh metode ARIMA (1,1,1) sebagai metode terakurat. Hasil ramalan enam tahun yang akan datang menunjukkan data konsumsi yang cenderung meningkat dan data produksi yang cenderung berfluktuatif. Berdasarkan referensi penelitian terdahulu penelitian mengenai peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar dalam rangka rencana program diversifikasi pangan belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah penelitian ini menggunakan metode peramalan Time Series dan metode Kausal secara bersamaan. Metode peramalan Time Series digunakan untuk mengetahui ramalan untuk mencapai target produksi dan konsumsi ubi jalar. Sedangkan metode Kausal digunakan untuk menganalisis implikasi hasil ramalan terhadap rencana program diversifikasi pangan dan untuk mengetahui bagaimana cara untuk mencapai target produksi dan konsumsi ubi jalar berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perbedaan yang lain adalah
27
penelitian ini tidak membandingkan peramalan dengan hasil peramalan dari BPS, serta penentuan target produksi dan konsumsi ubi jalar tidak ditentukan ketika jumlah produksi sama dengan jumlah konsumsi nasional, tetapi berdasarkan suatu nilai yang telah ditentukan sebelumnya (target pada rencana program). Persamaannya penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menggunakan beberapa teknik peramalan Time Series dimana untuk selanjutnya dilakukan pemilihan teknik peramalan terakurat.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien (Makridakis et al., 1999). Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan, pola yang sistematis (Sugiarto dan Harijono, 2000). Assauri (1984), memberikan definisi peramalan sebagai suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi secara masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahan dapat diperkecil. Peramalan sangat penting penggunaannya dalam berbagai situasi perencanaan dan pengambilan keputusan. Menurut Assauri (1984), jika dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun maka peramalan dapat dibedakan menjadi peramalan jangka pendek dan peramalan jangka panjang. Menurut Firdaus (2006), metode paramalan dapat diklarifikasikan menjadi dua, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Peramalan kualitatif di dalam prosedurnya melibatkan pengalaman, judgement maupun opini dari sekelompok orang yang pakar di bidangnya. Termasuk di dalam metode ini antara lain teknik Sales-force Composite (agregasi ramalan dari setiap individu dalam suatu organisasi) dan teknik Delphi (mengumpulkan pendapat dari pakar secara iteratif). Peramalan kuantitatif sebaliknya melibatkan analisis statistik terhadap data-data yang lalu. Metode peramalan kuantitatif terbagi atas dua golongan: model Deret Waktu Satu Ragam (Time Series) dan model Kausal. Model deret waktu satu ragam fokus pada observasi terhadap urutan pola data secara kronologis suatu peubah tertentu, contoh: teknik Naif,
29
Perataan, Pemulusan, Dekomposisi, Tren, Metodologi Box Jenkin (ARIMASARIMA). Model Kausal fokus pada identifikasi dan determinasi hubungan antar variabel yang akan diramalkan. Jenis teknik yang tergolong dalam metode ini antara lain teknik Regresi, model Ekonometrika, dan Input-output. Menurut Assauri (1984), ada tiga langkah peramalan kuantitatif yang dianggap penting. Pertama, menganalisis data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi atau plot untuk dapat menemukan pola dari data tersebut. Kedua, menentukan metode peramalan yang digunakan sehingga dapat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan atau metode yang menghasilkan penyimpangan
terkecil.
Ketiga,
memproyeksi
data
yang
lalu
dengan
menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan. Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan adalah identifikasi dan pemahaman pola data historis (Hanke et al., 2003). Komponen pola data dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu : 1. Trend (kecenderungan), komponen jangka panjang yang mendasari kenaikan atau penurunan data time series. Jika tidak ada kecenderungan meningkat atau menurun, polanya disebut stasioner atau horizontal. 2. Season (musiman), terjadi jika suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman dan fluktuasi data yang terjadi kurang dari satu tahun dan berulang pada tahun-tahun berikutnya. 3. Cycle (siklus), terjadi jika datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang serta fluktuasi yang terjadi lebih dari setahun di sekitar garis tren. 4. Irregular (random), komponen yang pola datanya tidak terdefinisi.
30
3.1.1 Metode Peramalan Time Series Metode Time Series merupakan metode yang mengasumsikan nilai dari suatu peubah pada masa datang mengikuti pola data peubah tersebut pada waktu sebelumnya (Firdaus, 2006). Metode ini didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan data deret waktu. Teknik-teknik yang digunakan dalam peramalan Time Series terdiri dari: 1. Metode Naive Model Naive menyatakan bahwa keadaan sekarang merupakan penjelas yang baik untuk masa yang akan datang. Metode ini menganggap bahwa di masa depan suatu sistem cenderung mempertahankan momentum (enggan berubah) dari masa silam (Mulyono, 2000). Model ini sangat sederhana, dimana menganggap nilai data aktual terakhir dijadikan ramalan untuk periode berikutnya. Metode ini cocok untuk pola data horizontal dan relatif konstan serta di metode ini hanya mampu menghasilkan ramalan satu periode ke depan. 2. Metode Rata-rata Sederhana (Simple Average) Teknik ini menggunakan rata-rata semua pengamatan historis yang relevan sebagai ramalan periode mendatang. Teknik ini tidak terlalu memperhatikan fluktuasi (tren dan musiman) dari deret waktu, cocok untuk data stasioner. Kekurangan dari metode ini adalah hanya mampu meramal satu periode kedepan serta kurang praktis karena peramal harus menyimpan seluruh data historisnya. Setiap penyusunan ramalan periode yang baru akan menggunakan data yang semakin banyak (Hanke et al., 2003).
31
3. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average) Teknik ini meramal periode yang akan datang menggunakan metode rataan, mengeluarkan nilai dari periode yang lama dan memasukkan nilai dari periode terbaru dari sekelompok data yang jumlahnya konstan. Kelebihan teknik ini adalah fleksibel dengan jumlah data yang dimasukkan ke dalam nilai rataan sehingga dapat divariasikan sesuai dengan pola datanya. Teknik ini sangat cocok untuk data stasioner yang cenderung bergerak tidak menaik dan menurun (Makridakis et al., 1999). 4. Metode Trend Metode ini menggambarkan pergerakan jangka panjang di dalam deret waktu yang sering kali dijelaskan sebagai kurva halus atau garis lurus. Metode ini menunjukkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal menggunakan analisis Regresi. Pola data yang mengandung unsur musiman dapat dimasukkan dalam model ini. Metode Tren terdiri dari model Tren Linear, Tren Kuadratik, Tren Eksponensial, dan Tren S-Curve. 5. Metode Pemulusan Smoothing)
Eksponensial
Tunggal
(Singgle
Exponential
Metode ini secara terus menerus merevisi nilai ramalan dengan mempertimbangkan
perubahan
atau
fluktuasi
data
terakhir
untuk
menghilangkan komponen random. Metode ini merevisi hasil ramalan secara kontinyu dengan menggunakan informasi terbaru. Makridakis et al., (1999) menjelaskan
bahwa
metode
Pemulusan
Eksponensial
menunjukkan
pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua. Teknik ini sangat cocok untuk pola data stasioner dan tidak efektif untuk menangani peramalan yang pola datanya memiliki komponen tren dan
32
musiman. Teknik ini hanya menyimpan data terakhir, ramalan terakhir dan konstanta pemulusan ( ) sehingga dapat mengurangi masalah penyimpanan data. 6. Metode Doubel Exponential Smoothing – HOLT Metode ini mempunyai dua konstanta pemulusan. Metode ini memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi masa lalu. Metode ini akurat jika diterapkan pada deret data yang mempunyai unsur tren yang konsisten, data dengan faktor musiman dan data stasioner. Metode ini tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai tren dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret data asli. 7. Metode Doubel Exponential Smoothing with Linear Trend – BROWN Metode ini cocok untuk peramalan data dengan pola data tren linear. Metode ini menetapkan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pemulusan. Pemulusan tahap satu tujuannya untuk menghilangkan sebagian dari random sedangkan pemulusan tahap dua tujuannya untuk menghilangkan tren. 8. Metode Dekomposisi Dekomposisi
adalah
salah
satu
pendekatan
yang
berupaya
mengidentifikasi faktor komponen yang mempengaruhi setiap nilai pada deret. Setiap komponen diidentifikasi secara terpisah. Proyeksi setiap komponen kemudian dapat dikombinasikan yang menghasilkan nilai ramalan masa depan deret waktu. Teknik ini digunakan hanya sekedar menampilkan pertumbuhan dan penurunan suatu deret, atau untuk menyesuaikan deret
33
dengan cara menghilangkan satu atau beberapa komponen. Secara umum teknik dekomposisi dibagi menjadi dua macam yaitu Dekomposisi Aditif dan Dekomposisi Multiplikatif. 9. Metode Winters Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan tren linear dan pola musiman. Metode ini memiliki kelebihan antara lain mudah dan cepat dalam meng-update ramalan ketika data baru diperoleh. Kelemahannya metode ini yaitu tidak memperhitungkan komponen siklus sehingga ramalan kurang akurat. Model Winters terdiri atas model Multiplikatif (untuk data yang fluktuasinya proposional terhadap trend) dan model Aditif (untuk data yang fluktuasinya relatif konstan). Metode ini menggunakan tiga parameter yaitu , , (Gaynor, 1994). 10. Metode Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA) Metode
ini
mengacu
pada
himpunan
prosedur
untuk
mengidentifikasikan, mencocokkan dan memeriksa model ARIMA dengan data deret waktu. Peramalan mengikuti langsung dari bentuk model disesuaikan (Hanke et al., 2003). Metode Autoregressive Intregated Moving Average (ARIMA) merupakan metode gabungan dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Model AR menggambarkan bahwa variabel dependen dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode yang sebelumnya, perbedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Yt) itu sendiri sedangkan pada model MA adalah nilai residual ( t) pada periode sebelumnya. Perbedaan antara ARIMA
34
dan SARIMA adalah bahwa dalam SARIMA (Seasonal Autoregressive Intregated Moving Average) ditambahkan komponen seasonal pada penghitungannya. Dalam model ARIMA-SARIMA ada empat prosedur yang harus dilakukan agar menghasilkan model yang baik (Gaynor, 1994), yaitu : a. Identifikasi Tahap ini bertujuan untuk menentukan apakah deret data stasioner atau tidak. Jika deret data tidak stasioner maka perlu dilakukan proses differencing sehingga model dapat diidentifikasi. Model sementara yang diperoleh dapat berupa model AR, MA dan mixed model. Prosedur identifikasi biasanya dilakukan dengan mempelajari pola dari fungsi autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). b. Estimasi Parameter Model Pada tahap ini kita menghitung nilai estimasi awal untuk parameterparameter dari model sementara kemudian dengan menggunakan program komputer melalui proses iterasi untuk memperoleh nilai estimasi akhir yang meminimumkan jumlah kuadrat galat (sum square error). c. Diagnostic checking Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk menguji kecukupan dan kedekatan model dengan data. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan dengan menguji signifikansi dan hubungan antara parameter. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima atau tidak memenuhi syarat, maka model dapat diperbaiki dengan mengulangi langkah-langkah sebelumnya.
35
d. Peramalan Model yang telah memadai dapat diintegrasikan (tren dimasukkan kembali kedalam model) dan nilai ramalan untuk beberapa periode ke depan dapat diperoleh.
3.1.2 Metode Peramalan Kausal Metode ini didasarkan pada penggunaan analisis pola hubungan sebab akibat yang bersifat konstan antara variabel yang akan diramal dengan satu atau beberapa variabel lain yang mempengaruhinya (Assauri, 1984). Metode ini mencoba mengajukan variabel lain yang berkaitan dengan rangkaian data dan mengembangkan suatu model yang menyatakan adanya saling ketergantungan fungsional diantara semua variabel tersebut (Makridakis, et al, 1994). Salah satu dari metode Kausal adalah Regresi Berganda. Dalam analisis Regresi pola hubungan antar variabel diekspresikan dalam sebuah persamaan yang diduga berdasarkan data sampel. Regresi Berganda mempunyai satu variabel tidak bebas (Y) dan lebih dari satu variabel bebas (X).
3.1.3 Pemilihan Metode Peramalan Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), beberapa kriteria yang dijadikan sebagai pedoman dalam memilih teknik peramalan yang sesuai antara lain akurasi, jangkauan peramalan, biaya, dan kemudahan dalam penerapan. Ukuran akurasi yang sering digunakan adalah Mean Square Error (MSE). Teknik ini mengevaluasi akurasi peramalan dengan mengkuadratkan nilai error, hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah observasi. Pendekatan ini membebankan
36
kesalahan peramalan yang besar karena errornya dikuadratkan (Hanke et al., 2003). Tapi hal ini tidak menjadi masalah karena berbagai ukuran keakuratan menghasilkan hasil yang konsisten ketika digunakan untuk mengevaluasi metode peramalan yang berbeda. Metode yang memberikan MSE yang lebih kecil dipertimbangkan sebagai model yang lebih baik karena hal itu berarti bahwa di masa lalu model dapat menirukan kenyataan secara lebih baik. Ukuran akurasi model yang lain antara lain Root Mean Square Error (RMSE), Mean Absolut Error (MAE) dan Mean Absolut Persentage Error (MAPE). Peramal harus menyadari bahwa mereka menghadapi situasi, persoalan dan keputusan yang berbeda-beda dimana tidak setiap metode peramalan dapat dikembangkan. Pertimbangan yang cermat dalam memilih metode peramalan diperlukan agar ramalan dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Sebagai negara yang pernah berswasembada beras pada tahun 1984-1986, kondisi bangsa Indonesia saat ini bisa dikatakan mengalami kemunduran yang cukup parah di bidang ketahanan pangan. Berdasarkan data FAO, saat ini konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia (139 kg/kapita/tahun) menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Ketergantungan terhadap beras sebagai pangan pokok menyebabkan pemenuhan kebutuhan akan beras harus dipenuhi melalui impor beras. Jika hal ini masih terus saja berlanjut, Indonesia bisa mengalami kondisi kerawanan pangan yang serius. Saat ini pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan ketahanan pangan baik tingkat nasional maupun rumah tangga.
37
Berbagai macam kebijakan dan keputusan telah diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini, walaupun belum menghasilkan dampak yang signifikan. Salah satu upaya alternatif yang ditempuh agar ketergantungan beras bisa dikurangi serta pencapaian pola pangan yang memenuhi persyaratan nutrisi adalah dikembangkannya diversifikasi pangan. Penanaman dan pemanfaatan sumber pangan lokal terutama pangan non-beras selayaknya menjadi bagian integral dari upaya memperkokoh ketahanan pangan melalui kemandirian pangan. Sebenarnya begitu banyak jenis umbi-umbian lain selain gandum yang bisa tumbuh dengan baik di Indonesia dan bisa menjadi alternatif menuju ketahanan pangan. Tidak seperti beras, umbi-umbian dapat tumbuh dengan baik di hampir seluruh wilayah di Indonesia, bahkan dapat ditanam di lantai hutan sebagai tanaman sela. Sebagai gambaran jika satu persen lantai hutan Indonesia ditanami ubi kayu berpotensi menghasilkan 20 juta ton ubi kayu segar atau setara 7 juta ton tepung ubi kayu. Biaya investasi untuk mengembangkan lahan sehingga siap ditanami umbiumbian jauh lebih kecil dibandingkan dengan investasi pembukaan lahan untuk padi4. Ubi jalar merupakan salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Alternatif untuk menjadikan ubi jalar sebagai substitusi beras menghadapi kendala dalam hal kesediaan masyarakat untuk mengganti pola konsumsi mereka. Selain itu jumlah produksi masih jauh dari target untuk pengadaan ubi jalar sebagai pangan pokok alternatif. Ditambah dengan masalah-masalah yang lain maka perumusan kebijakan dibidang ini sangatlah rumit. Pemerintah harus bisa mengeluarkan kebijakan, strategi dan keputusan yang tepat untuk mengatasi
4 : Muslimin Nasution. September 2006. Sinyal Darurat Beras, Apa Solusinya?. Artikel. www.kompas.com
38
masalah-masalah tersebut. Sebagai tahap awal pemerintah butuh adanya informasi mengenai perkembangan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar merupakan suatu kegiatan yang memperkirakan produksi dan konsumsi ubi jalar untuk beberapa tahun yang akan datang. Peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar bisa dijadikan sebagai salah satu input dalam perencanaan dan pengambilan keputusan oleh pemerintah. Langkah awal pembahasan dalam skripsi ini adalah mengidentifikasi pola data produksi dan konsumsi ubi jalar dengan cara memplot data tersebut dalam bentuk plot volume produksi dan konsumsi untuk tiap tahun. Penentuan akan adanya suatu pola tren akan dilakukan dengan analisa nilai koefisien autokorelasi. Berdasarkan plot data tersebut, kemudian dilakukan penerapan metode peramalan kuantitatif Time Series. Penentuan metode peramalan ditentukan oleh jenis data input. Jika data yang digunakan adalah data tahunan maka metode Time Series yang digunakan antara lain metode Naive, metode Trend, metode Simple Average, metode Simple Moving Average, metode Single Exponential Smoothing, metode Double Exponential Smoothing satu parameter dari Brown, dan metode Double Exponential Smoothing dua parameter dari Holt. Jika data berupa data kuartalan maka selain metode-metode diatas juga ditambah metode Winters, metode Dekomposisi, dan metode ARIMA-SARIMA. Jadi hampir semua metode peramalan digunakan dalam pembahasan peramalan produksi ubi jalar ini. Hal ini dikarenakan penulis tidak mempunyai justifikasi yang kuat untuk menentukan model peramalan mana yang paling baik dan akurat. Langkah selanjutnya adalah penentuan metode peramalan Time Series terbaik. Untuk mendapatkan hasil ramalan yang baik dan akurat dilakukan
39
pemilihan teknik peramalan berdasarkan nilai Mean Square Error (MSE) terkecil. Semakin kecil nilai MSE maka ramalan akan semakin baik karena mendekati nilai aktualnya. Pemilihan alat ukur ini dikarenakan alat ukur keakuratan ini paling umum digunakan di penelitian-penelitian, alat ukur ini sudah tersedia di software program yang akan digunakan, serta alat ukur ini mudah dihitung dan diinterpretasikan. Adanya kekurangan pada penggunaan MSE (bias error yang besar) tidak menjadi masalah karena berbagai ukuran keakuratan menghasilkan hasil yang konsisten ketika digunakan untuk mengevaluasi metode peramalan yang berbeda. Kriteria pemilihan model terbaik yang lain adalah kesesuaian model dengan pola data input serta tren hasil ramalan model. Langkah ketiga yang dilakukan adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Kemudian hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan variabel produksi dan konsumsi ubi jalar diidentifikasi. Pada tahap ini digunakan analisis Regresi Berganda, pendekatan peramalan metode Kausal. Model yang didapatkan kemudian diuji kelayakannya dengan menggunakan beberapa uji diskriptif, uji statistik dan uji diagnostik. Hubungan-hubungan saling terkait antar variabel lalu digunakan untuk merumuskan saran kebijakan untuk pemerintah pada bab pembahasan yang terakhir. Tahap terakhir adalah menganalisis implikasi hasil ramalan dengan faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar. Dengan menggunakan metode ramalan terbaik tadi, selanjutnya akan dicari pada tahun berapa ramalan produksi dan konsumsi untuk tahun-tahun mendatang bisa mencapai sasaran level produksi dan konsumsi target ubi jalar nasional.
40
Sedangkan berdasarkan hasil pembahasan metode Kausal bisa diperoleh berbagai faktor yang mempengaruhi konsumsi dan produksi ubi jalar. Faktor-faktor tersebut bisa digunakan untuk acuan pengambilan keputusan pemerintah. Dengan menggunakan faktor-faktor tersebut, kemudian dibuat suatu skenario pencapaian target produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Hasil ramalan akan memberikan informasi yang relevan untuk penyusunan rencana dan pengambilan keputusan dalam hal pelaksanaan diversifikasi pangan dengan menggunakan ubi jalar sebagai pangan substitusi beras. Penelitian ini menggunakan alur pemikiran seperti pada gambar berikut.
41
Pemenuhan konsumsi pangan pokok masyarakat
Impor beras, jagung, kedelai
Masalah kerawanan pangan dan ketahanan pangan Program Diversivikasi Pangan
Belum berhasil
Perlu perencanaan ulang program diversifikasi pangan
Rencana alternatif pengadaan ubi jalar sebagai komoditas substitusi pangan pokok beras
Kendala ketersediaan pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen
Perlu pendekatan peramalan (kuantitatif) produksi dan konsumsi ubi jalar untuk perencanaan program Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi ubi jalar Metode Peramalan Kausal (Analisis Regresi Berganda)
Identifikasi pola data produksi dan konsumsi nasional ubi jalar Metode Peramalan Time Series a. Metode Naive b. Metode Trend c. Metode Simple Average d. Metode Simple Moving Average e. Metode Single Exponential Smoothing f. Metode Brown g. Metode Holt h. Metode Winters i. Metode Dekomposisi j. ARIMA-SARIMA
Peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar Hasil dan implikasi terhadap pencapaian target produksi dan konsumsi ubi jalar
Pemilihan metode peramalan terbaik Keterangan : : Dianalisis : Tidak dianalisis
Gambar 1. Kerangka Operasional Penelitian
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Proses pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2007. Lokasi pengambilan data penelitian ini adalah di Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Jakarta terdapat Kantor Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Republik Indonesia (DEPTAN RI), Direktorat Jendral Tanaman Pangan, dan Badan Ketahanan Pangan (BKP).
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan sebagai input analisis adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan meliputi data produksi dan konsumsi nasional ubi jalar, data luas panen nasional ubi jalar dan beras, data produktivitas nasional ubi jalar dan beras, serta data tingkat konsumsi per kapita per tahun ubi jalar dan beras. Data yang akan diolah memiliki rentang waktu selama 25-40 tahun terakhir. Data yang digunakan berupa data kuartal untuk data produksi, luas panen, dan produktivitas ubi jalar dan beras serta data tahunan untuk data konsumsi dan konsumsi per kapita ubi jalar dan beras. Data-data kuantitatif tersebut digunakan sebagai input alat analisis data yang dipakai dalam penelitian. Sumber utama data dalam penelitian ini berasal dari Badan Ketahanan Pangan, BPS, Ditjen Tanaman Pangan dan FAO sedangkan informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian bisa diperoleh dari buku-buku literatur, jurnal, media massa maupun media elektronika (internet).
43
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data menggunakan program Microsoft Excel, Minitab Versi 14, SPSS dan program QSB. Program tersebut dipilih karena dapat membantu menghasilkan metode terbaik untuk peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar, adanya kemudahan dalam penggunaan serta output komputer yang disajikan lebih lengkap.
4.3.1 Identifikasi Pola Data Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Tahap pertama dari proses pengolahan data adalah menyajikan serial data produksi dan konsumsi ubi jalar kuartalan dan tahunan dalam plot jumlah produksi dan konsumsi terhadap waktu serta menganalisa nilai koefisien autokorelasi. Pola data diidentifikasi dengan analisa visual terhadap grafik (plot data) perkembangan produksi dan konsumsi dari waktu ke waktu. Dengan melakukan plot data dan analisis autokorelasi, maka akan diduga pola data sementara sehingga pola data stasioner, tren, musiman atau siklik dapat diketahui. Tujuan membuat plot data adalah sebagai pertimbangan awal untuk pemilihan metode peramalan kuantitatif terbaik. Identifikasi plot data dan analisa nilai koefisien autokorelasi dilakukan dengan menggunakan program Minitab Versi 14.
4.3.2 Penerapan Metode-metode Peramalan Time Series Tahap kedua pengolahan data adalah menerapkan metode-metode peramalan Time Series. Dalam penelitian ini metode Time Series yang digunakan, yaitu metode Naive, metode Trend, metode Simple Average, metode Simple Moving Average, metode Single Exponential Smoothing, metode Double
44
Exponential Smoothing dengan tren linear dari Brown, metode Double Exponential Smoothing dua parameter dari Holt, metode Winters, metode Dekomposisi dan metode ARIMA-SARIMA. 1. Metode Naive Metode ini identik dengan metode Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average) dengan ordo t=1. Nilai data aktual terakhir dijadikan ramalan untuk periode berikutnya. t+1
= Yt
Dimana: t+1
Yt
= nilai ramalan variabel untuk satu periode ke depan = nilai aktual variabel pada periode ke-t
Untuk mempermudah melakukan peramalan digunakan program Microsoft Excel. 2. Metode Trend Metode ini diterapkan dengan bantuan program Minitab Versi 14. Metode Trend yang akan dicoba adalah metode Trend Linear, Trend Kuadratik, Trend Pertumbuhan Eksponensial, dan S-Curve model. Persamaan ramalan produksi dengan model Trend adalah sebagai berikut: a. Trend Linear :
t=
b. Trend Kuadratik :
a + b(t) + ε t t=
a + b1(t) + b2(t)2 + ε t
c. Pertumbuhan Eksponensial : n d. S-Curve model : n
Yt
a + b(t) + ε t
L −1 = a + b(t) + ε t Yt
Dimana : t
t=
= nilai ramalan variabel pada periode ke-t = nilai aktual variabel pada periode ke-t
45
a, b dan c = koefisien model
εt
= error pada periode ke-t
L
= upper limit
3. Metode Simple Average Metode ini diterapkan dengan bantuan program Microsoft Excel. Pendekatan yang digunakan adalah ramalan merupakan perhitungan kumulatif nilai rataan dari seluruh data masa lalu yang dimiliki. Persamaannya adalah : t t+1 =
Yi
i =1
t
Dimana : t+1
= nilai ramalan variabel untuk satu periode ke depan
Yi
= nilai aktual variabel pada periode ke-i
t
= periode ke-t
4. Metode Simple Moving Average Langkah kerja dalam mengaplikasikan metode ini adalah sebagai berikut : a. Menentukan ordo dan bobot rata-rata bergerak Ordo dari rata-rata bergerak adalah jumlah data masa lalu yang dimasukkan ke dalam rataan. Aplikasi metode ini pada setiap data emiten terpilih menggunakan ordo yang menghasilkan nilai kesalahan paling kecil. Pemilihan ordo terbaik dilakukan dengan cara coba-coba. b. Menerapkan persamaan metode peramalan Untuk metode Rata-rata Bergerak Sederhana persamaan umumnya (Makridakis et al., 1999) adalah :
46
t t+1
=
Yi
i =t − N +1
N
Dimana : t+1
= nilai ramalan variabel untuk satu periode ke depan
Yi
= nilai aktual variabel pada periode ke-i
N
= ordo dari rata-rata bergerak
t
= periode ke-t
Metode ini diterapkan dengan bantuan program Minitab versi 14.
5. Metode Single Exponential Smoothing Metode yang secara terus menerus merevisi nilai ramalan yang mempertimbangkan fluktuasi data terakhir. Metode ini diterapkan dengan menggunakan program Minitab Versi 14. Persamaan metode Pemulusan Eksponensial Tunggal sebagai berikut (Gaynor, 1994) : t+1
= Yt + (1 – )
t+1
=
t
t+1
=
t
+ (Yt - t) t
+ (εt )
Dimana : t
Yt t+1
εt
= nilai ramalan variabel pada periode ke-t = nilai aktual variabel pada periode ke-t = nilai ramalan variabel untuk satu periode ke depan = error pada periode ke-t = pembobot
Nilai awal ditentukan melalui rata-rata seluruh data historis. Rumusnya : t=
S0 = a =
Y 1 + Y 2 + .... + Yn − 1 + Yn n
47
6. Metode Double Exponential Smoothing dari Holt Metode ini diterapkan dengan menggunakan program program Minitab Versi 14. Pada metode ini ramalan tidak menggunakan perhitungan pemulusan berganda secara langsung, tetapi menghaluskan nilai trend dengan konstanta yang berbeda dari konstanta yang digunakan pada serial data. Update intersep
At = Yt + (1 – )(At-1 + Tt-1)
Update slope
Tt = (At – At-1) + (1 – )bt-1 t+m
= At + Tt (m)
Dimana : Yt
= nilai aktual variabel pada periode ke-t
At
= nilai pemulusan intersep pada periode ke-t
At-1 = nilai pemulusan intersep pada periode ke- (t-1) Tt
= nilai pemulusan trend pada periode ke-t
Tt-1
= nilai pemulusan trend pada periode ke- (t-1) = pembobotan pemulusan untuk intersep = pembobotan pemulusan untuk slope
t+m
m
= ramalan variabel pada periode ke- (t+m) = jumlah periode ke depan
7. Metode Double Exponential Smoothing dengan tren linear dari Brown Metode ini diterapkan dengan menggunakan program QSB. Persamaan metode ini (Gaynor, 1994) adalah : t+m
= At + Tt (m)
Smoothing tahap 1
St = Yt + (1 – )St-1
Smoothing tahap 2
St(2) = S1 + (1 – )St-1(2)
Update intersep
at = 2St – St(2)
Update slope
bt =
α 1−α
( St – St(2) )
48
Dimana : St St
= pelicinan tahap 1 (2)
= pelicinan tahap 2 = pembobotan pemulusan
at
= nilai pemulusan intersep pada periode ke-t
bt
= nilai pemulusan trend pada periode ke-t
Yt
= nilai aktual variabel pada periode ke-t
t+m
= ramalan variabel pada periode ke- (t+m)
8. Metode Winters Teknik ini menghasilkan ramalan yang lebih cocok dan tepat untuk pola data historis yang memiliki pola trend linear dan pola musiman. Metode ini diterapkan dengan menggunakan program Minitab versi 14. Dan penentuan parameternya ditentukan dengan bantuan program QSB. Persamaan-persamaan dalam teknik ini adalah : St
= (Yt/It-L) + (1- ) (St-1 + Tt-1)
Tt
= (St – St-1) + (1- )Tt-1
It
= (Yt/St) + (1- )It-L t+m
= (St + Tt-L+m)
Dimana : t+m
= ramalan variabel untuk m periode ke depan
Yt
= nilai aktual variabel pada periode ke-t
L
= banyaknya periode dalam satu putaran musim
St
= pelicinan terhadap desseasonalized data pada periode ke-t
Tt
= pelicinan terhadap dugaan trend pada periode ke-t
It
= pelicinan terhadap dugaan musim pada periode ke-t
It-L
= pelicinan terhadap dugaan musim pada periode ke-t telah dikurangi oleh banyaknya periode dalam satu putaran musim = koefisien pelicinan untuk St = koefisien pelicinan untuk trend
49
= koefisien pelicinan untuk musiman
9. Metode Dekomposisi Teknik Dekomposisi berupaya memisahkan berbagai komponen yang mempengaruhi pola perilaku deret data. Pemisahan bertujuan untuk membantu pemahaman atas deret data sehingga dapat dicapai keakuratan peramalan yang lebih baik. Komponen yang mempengaruhi deret data dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu trend, musiman, siklus dan error. Secara umum persamaannya adalah : Yt = fungsi (St, Tt, Ct) dan Rt Bila variasi musiman data historis menurun atau meningkat, fungsi data historis dapat berbentuk Multiplikatif sebagai berikut : Yt = St . Tt . Ct . Rt Sedangkan jika data historis konstan, fungsinya dapat berupa Aditif, yaitu : Yt = St + Tt + Ct + Rt Dimana : Yt = nilai aktual variabel pada periode ke-t St
= komponen musiman pada periode ke-t
Tt = komponen trend pada periode ke-t Ct = komponen siklus pada periode ke-t Rt = komponen error pada periode ke-t
10. Metode ARIMA - SARIMA Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), ARIMA terbagi atas model AR (Autoregressive), MA (Moving Average), ARMA (Autoregressive Moving Average), dan ARIMA (Autoregressive Intregated Moving Average). Persamaan untuk model-model tersebut adalah :
50
a. Model AR (p) Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + … + bp Yt-p +
t
Dimana : Yt
= nilai variabel series yang stasioner
Yt-1...Yt-p
= nilai sebelumnya
b0, b1,…bq = konstanta dan koefisien model = error
t
p
= bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3,… dst)
b. Model MA (q) Yt = a0 +
t
– a1
t-1
– a2
t-2
- … - aq
t-q
Dimana : Yt
= nilai variabel series yang stasioner = error
t t-1…
t-q
= error masa lalu
a0, a1,…aq = konstanta dan koefisien model q
= bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3,… dst)
c. Model ARMA (p, q) Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + … + bp Yt-p +
t
– a1
t-1
– a2
t-2
- … - aq
Dimana : Yt
= nilai variabel series yang stasioner
Yt-1...Yt-p
= nilai sebelumnya
t-1…
t-q
= error masa lalu
b0, b1, bq, a0, a1, aq = konstanta dan koefisien model t
p dan q
= error = bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3,… dst)
d. Model ARIMA (p, d, q)
t-q
51
Deret data dapat dijadikan stasioner dengan melakukan proses differencing. Jumlah berapa kali dilakukan differencing (d) menunjukkan tingkat differensiasi model. Misalkan Yt tidak stasioner, kemudian distasionerkan dengan proses differencing Zt = Yt – Yt-1. Jika model menggunakan suatu simbol alternatif yaitu Backward Shif Operator (B), maka model umum ARIMA (p, d, q) dapat ditulis sebagai berikut : ARIMA (p, d, q) = b(B) (1 – B)d Yt = b0 + a(B)
t
Dimana : p
= ordo/derajat AR
q
= ordo/derajat MA
d
= ordo/derajat differencing
b(B) = 1 – b1B – b2B2 - … - bpBp a(B) = 1 – a1B – a2B2 - … - aqBq Untuk pola data yang mempunyai unsur musiman, secara khusus dapat digunakan model Seasonal ARIMA (SARIMA). Apabila data produksi dan konsumsi ubi jalar nasional berupa data musiman, maka model SARIMA akan digunakan untuk pembahasan. Unsur musiman dapat dihilangkan dengan menggunakan seasonal differencing. Bentuk seasonal differencing adalah sebagai berikut : Zt = Yt – Yt-12 = (1 – B12)Yt Dengan demikian, secara umum notasi model ARIMA yang diperluas dengan menggunakan unsur musiman adalah sebagai berikut :
SARIMA (p,d,q)(P,D,Q)L
52
Dimana : (p,d,q) = ordo/derajat AR, MA dan differencing bagian non-seasonal (P,D,Q) = ordo/derajat AR, MA dan differencing bagian seasonal L
= banyaknya periode dalam 1 tahun (musim) Tahap-tahap dalam peramalan ARIMA - SARIMA adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi model Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut : 1) Menentukan serial data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data dianggap stasioner jika pada plot ACF menunjukkan nilai autokorelasi time lag dua atau tiga periode tidak berbeda nyata dari nol. Jika data tidak stasioner maka dilakukan differencing. Rumus nilai autokorelasi adalah sebagai berikut : n−k
(Y − Y )(Y
t + k
t
Ik =
i =1
n i =1
−Y
)
(Yt − Y )2
Dimana : Ik
= koefisien autokorelasi pada waktu lampau k
Yt
= nilai aktual variabel pada periode ke-t
Yt+k = nilai aktual variabel pada periode ke-t+k Y
= rataan nilai dari data deret waktu Untuk melihat ada unsur tren atau musiman dalam deret data produksi
dan konsumsi ubi jalar dilakukan dengan mempelajari plot autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Koefisien autokorelasi perlu diuji untuk menentukan apakah secara statistik nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak (Sugiarto dan Harijono, 2000). Identifikasi pola data melalui koefisien korelasi berdasarkan :
53
• Apabila nilai koefisien ACF pada time lag dua atau tiga periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah stasioner.
• Apabila nilai koefisien ACF pada beberapa time lag pertama secara berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut menunjukkan pola tren.
• Apabila nilai koefisien ACF pada beberapa time lag yang mempunyai jarak yang sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut menunjukkan pola musiman. 2) Setelah data bersifat stasioner, nilai-nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dibandingkan dengan distribusi untuk berbagai model ARIMA yang sesuai. Untuk mengidentifikasi derajat proses atau ordo (nilai p dan q) dapat dilihat dengan menghitung jumlah koefisien autokorelasi (untuk MA) dan autokorelasi parsial (untuk AR) yang secara signifikan berbeda dari nol. b. Estimasi dan pengujian model Tahap ini adalah penafsiran dan pengujian model. Ada dua cara untuk mendapatkan parameter model ARIMA, yaitu : 1) Secara trial and error (mencoba-coba), yaitu menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih nilai-nilai tersebut yang meminimumkan kuadrat nilai sisa. 2) Perbaikan secara iteratif, yaitu memilih taksiran awal dan kemudian mempergunakan komputer untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.
54
Kemudian tahap ini dilanjutkan dengan menguji kelayakan model beserta parameter yang telah dipilih. Pengujian dapat dilakukan dengan menghitung koefisien autokorelasi dari nilai kesalahan. Model layak jika koefisien auotokorelasi nilai kesalahan bersifat random dan secara signifikan tidak berbeda dari nol. Apabila pada nilai sisa masih terdapat pola-pola tertentu, maka diperlukan permodelan kembali pada tahap 1 sampai diperoleh nilai sisa yang random. c. Diagnostic Checking Pada tahap ini dilaksanakan berbagai tes diagnostik dalam mencocokkan kebaikan dari model. Jika model tidak sesuai, tes juga dapat dilakukan dengan mencari cara untuk mendapatkan model yang lebih baik. Untuk mendapatkan suatu model yang baik, dapat dilakukan dengan kondisi sebagai berikut : 1) Proses iteratif harus konvergen, ini berarti proses dapat berhenti ketika tidak ada perkiraan-perkiraan dalam parameter (dengan perubahan relatif kurang dari 0.001). 2) Kondisi data observasi stasioner harus terpenuhi. 3) Residual harus acak dan menyebar normal. 4) Semua perkiraan parameter harus mantap berbeda dari nol (dengan t-rasio perbandingan yang signifikan). 5) Model harus ringkas dengan bentuk yang paling sederhana (prinsip parsimony).
6) Model mempunyai nilai MSE terkecil. d. Peramalan dengan model
55
1) Setelah model yang sesuai diperoleh, kita dapat membuat peramalan untuk satu atau beberapa periode yang akan datang. Dalam estimasi ini interval keyakinan dapat ditentukan. Pada umumnya semakin jauh peramalan maka interval keyakinannya semakin besar. Peramalan dan interval dihitung dengan metode Box-Jenkins. 2) Dengan semakin banyak data yang tersedia, model yang sama dapat digunakan untuk mengubah peramalan dengan cara memilih waktu awal yang lain. 3) Jika suatu deret waktu kelihatannya berubah sepanjang waktu maka parameter model tersebut mungkin membutuhkan perhitungan ulang atau keseluruhan model mungkin harus diperbaiki. Pada penelitian ini penerapan metode peramalan ARIMA-SARIMA menggunakan program Minitab versi 14.
4.3.3 Pemilihan Metode yang Paling Tepat Pada penelitian ini pemilihan metode peramalan kuantitatif terakurat dilakukan dengan cara membandingkan nilai MSE tiap metode peramalan, kesesuaian pola data dengan metode peramalan, tren hasil ramalan serta prinsip Parsimony. Penelitian ini mengunakan ukuran akurasi MSE karena paling mudah
dan sudah umum. Rumus nilai error peramalan pada periode ke-t adalah : t=
Yt –
Dimana : = error pada periode ke-t
t
Yt = nilai aktual variabel pada periode ke-t t
= nilai ramalan variabel pada periode ke-t
t
56
Metode peramalan yang memiliki nilai MSE paling kecil mengandung pengertian bahwa semakin kecil nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya (forecasting power semakin kuat). Nilai MSE dirumuskan sebagi berikut : n
MSE =
(ε )
2
i =1
t
n
Dimana : n
= jumlah periode
εt
= error pada periode ke-t Tolok ukur lain yang digunakan pada kriteria kesesuaian model dengan pola
data adalah model harus sesuai dengan pola data input yang akan dibahas nantinya. Kemudian untuk kriteria tren ramalan, tolok ukur yang baik untuk model terpilih adalah model peramalan yang mempunyai tren meningkat. Pemilihan tolok ukur ini dikarenakan hal ini mempermudah untuk pembahasan tentang implikasi strategi pencapaian jumlah produksi agar bisa sesuai target yang telah ditetapkan.
4.3.4 Analisis Metode Kausal Metode peramalan Kausal ini menggunakan pendekatan analisis Regresi Berganda. Pada pembahasan metode Kausal ini dibuat dua buah persamaan yaitu persamaan produksi ubi jalar nasional dan persamaan konsumsi ubi jalar nasional. Jadi pada analisis Regresi Berganda ini ada dua variabel dependen (Y) yang digunakan, yaitu kuantitas produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Sedangkan variabel independennya (X) yaitu luas panen ubi jalar, luas panen padi dan
57
dummy musiman untuk persamaan produksi ubi jalar nasional. Kemudian untuk persamaan konsumsi ubi jalar nasional variabel independen yang digunakan antara lain konsumsi per kapita per tahun ubi jalar dan volume konsumsi beras nasional. Persamaan Regresi Berganda untuk produksi ubi jalar nasional adalah :
PUt = p0 + p1 LTUt + p2 LTPt + p3 Dt + kt Dimana : PUt = produksi ubi jalar nasional (ribu ton) pada periode ke-t LTUt = luas tanam ubi jalar (ha) pada periode ke-t LTPt = luas tanam padi (ha) pada periode ke-t Dt
= dummy musiman (D1 = 1, jika produksi pada kuartal pertama; D2 = 1, jika produksi pada kuartal kedua)
p0
= intersep
p1
= pengaruh luas tanam ubi jalar terhadap produksi ubi jalar nasional
p2
= pengaruh luas tanam padi terhadap produksi ubi jalar nasional
p3
= pengaruh dummy musiman terhadap produksi ubi jalar nasional
ta
= error untuk persamaan produksi ubi jalar nasional Sedangkan persamaan Regresi Berganda untuk konsumsi ubi jalar nasional
adalah :
KUt = k0 + k1 KpKUt + k2 KBt + kt Dimana : KUt
= konsumsi ubi jalar nasional (ribu ton) pada periode ke-t
KpKUt = konsumsi per kapita per tahun ubi jalar (kg) pada periode ke-t KBt
= konsumsi beras nasional (ribu ton) pada periode ke-t
k0
= intersep
k1
= pengaruh konsumsi per kapita per tahun ubi jalar terhadap konsumsi ubi jalar nasional
k2
= pengaruh konsumsi beras nasional terhadap konsumsi ubi jalar nasional
58
kt
= error untuk persamaan konsumsi ubi jalar nasional Asumsi Ordinary Least Square (OLS) pada metode analisis Regresi
Berganda adalah sebagai berikut :
•
Model linear dalam parameter, tidak terdapat autokorelasi
•
Error bersifat random, menyebar normal dengan mean nol
•
Tidak multikolinearitas diantara variabel independen
•
Ragam error konstan (homoskedastisitas)
Validasi model regresi dugaan dilakukan melalui dua cara, yaitu uji diskriptif dan uji statistik (inverensi). Uji diskriptif dilakukan dengan melihat koefisien determinasi atau goodness of fit (R2). Jika koefisien determinasi tinggi maka dapat dikatakan model cocok dengan data. R2 menunjukkan seberapa besar variasi data dapat dijelaskan oleh model. SStot
=
SSreg
(Yt - Y )2 =
(
+ t
R2 =
- Y )2 + SS SS
SSerror (Yt –
t)
reg tot
Dimana : SStot
= jumlah kuadrat total
SSreg = jumlah kuadrat regresi SSerror = jumlah kuadrat error Yt t
= nilai aktual variabel pada periode t = nilai ramalan variabel pada periode t
Y
= nilai rata-rata variabel
R2
= koefisien determinasi Uji statistik ada dua macam, yaitu uji F dan Uji T. Uji F digunakan untuk
menguji signifikansi model. Fhit menyebar F dengan derajat bebas pembilang (v1)
59
= k dan derajat bebas penyebut (v2) = n-k-1 dengan taraf nyata . Hipotesa yang dipakai pada Uji F adalah sebagai berikut: H0 :
1
=
2
=
3
=0
model tidak signifikan
H1 : minimal ada satu Jika Fhit > F
(v1,v2)
0
model signifikan
atau P-value < taraf nyata
(0,05) maka kesimpulannya tolak
H0, dapat dikatakan bahwa model sudah signifikan atau semua variabel independen secara bersama-sama signifikan terhadap variabel dependen. Uji T digunakan untuk menguji signifikansi variabel independen. Thit menyebar T dengan derajat bebas (v) = n-k-1 dengan taraf nyata . Hipotesa yang dipakai pada Uji T adalah sebagai berikut: H0 :
j
=0
H1 :
j
0
Jika Thit > T
,v
parameter tidak signifikan parameter signifikan
atau P-value parameter < taraf nyata
(0,05) maka dapat dikatakan
variabel independen (parameter) itu sudah signifikan. Berikut ini adalah rumus dari Fhit dan Thit. SS
reg
DF
Fhit =
reg
SS
=
error
MS MS
reg
bj − βj SEbj
dan
Thit =
DF
= derajat bebas error
error
DF
error
Dimana : Fhit
= nilai F yang akan dicari
Thit
= nilai T yang akan dicari
SS
= jumlah kuadrat regresi
reg
DF
= derajat bebas regresi
SS
= jumlah kuadrat error
reg
error
error
MS MS
= Mean kuadrat regresi
reg
error
= Mean kuadrat error
bj = koefisien regresi model untuk variabel ke-j
60
j
= koefisien regresi populasi untuk
SEbj = Standar error koefisien regresi
variabel ke-j
model
Hubungan linear antara dua atau beberapa variabel bebas disebut multikolinieritas. Kekuatan multikolinearitas diukur melalui Variance Inflation Faktor (VIF). Rumus dari VIF adalah sebagai berikut :
VIF =
σ2 1 atau Var(b ) = VIF 1 x1i (1 − rx21x 2 )
Dimana : VIF
= Variance Inflation Faktor
rx21x 2
= korelasi variabel bebas X1 dan X2
2
= penyimpangan dalam populasi
x1, x2 = variabel bebas i
= 1, 2, 3,...., N (banyaknya observasi)
Jika VIF > 5 maka model ada dugaan ada masalah multikolinearitas (Nachrowi, 2006). Autokorelasi adalah suatu kondisi ketika error pada model mempunyai suatu
pola tertentu jika diplotkan ke dalam suatu grafik. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi pada model dilakukan uji Durbin-Watson. Uji ini dilandasi oleh
model error yang mempunyai korelasi seperti berikut :
ε t = ε t −1 + vt Dimana :
εt ε t −1
= error pada waktu ke-t = error pada waktu ke- (t-1) = koefisien otokorelasi lag-1
vt
= error yang independen dan berdistribusi normal dengan nilai tengah = 0 dan varian
2
Jika
= 0, maka dapat disimpulkan tidak ada serial korelasi di dalam
residual. Jadi uji ini menggunakan hipotesa sebagai berikut : H0 :
=0
H1 :
0
tidak ada korelasi ada korelasi
Statistik Durbin-Watson didefinisikan sebagai berikut : n
DW =
t =2
(ε t − ε t −1 )2 n t =1
εt2
Dimana :
εt ε t −1
= error pada waktu ke- (t-1)
n
= banyaknya observasi
= error pada waktu ke-t
Karena
adalah nilai koefisien autokorelasi yang mempunyai nilai -1
maka nilai statistik DW, yaitu 0 1. Jika DW bernilai 2, maka
d
0,
4. Kisaran nilai itu mengartikan bahwa :
akan bernilai 0, yang berarti tidak ada autokorelasi.
2. Jika DW bernilai 0, maka
akan bernilai 1, yang berarti ada autokorelasi
positif. 3. Jika DW bernilai 4, maka
akan bernilai -1, yang berarti ada autokorelasi
negatif.
Korelasi positif
0
Tidak tahu Tidak ada korelasi
dL
dU
Tidak tahu
4-dU
4-dL
Korelasi positif
4
Gambar 2. Aturan Membandingkan Uji Durbin-Watson dengan Tabel DurbinWatson
Statistik d menyebar Durbin-Watson dengan n, , dan k (banyak slope) tertentu. Dari tabel Durbin-Watson didapatkan nilai dU dan dL. Nilai-nilai ini digunakan sebagai pembanding uji DW dengan aturan sebagai berikut (Gambar 2) : 1. Bila DW < dL, berarti ada korelasi positif atau kecenderungannya 2. Bila dL DW
= 1.
dU, maka tidak dapat diambil kesimpulan apa-apa.
3. Bila dU < DW < 4 - dU, berarti tidak ada korelasi positif atau negatif. 4. Bila 4 - dU DW
4 - dL, maka tidak dapat diambil kesimpulan apa-apa.
5. Bila DW > 4 – dL, berarti ada korelasi negatif. Heteroskedastisitas adalah adanya varian variabel yang tidak konstan. Cara
untuk mendeteksi heteroskedastisitas digunakan metode Park Gleyser. Dengan menggunakan metode ini, gejala heteroskedastisitas akan ditunjukkan oleh koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap nilai absolut residunya (Suliyanto, 2005). Jika nilai probabilitasnya >
(0,05) atau thit < ttabel,
maka dapat dipastikan model tidak mengandung unsur heteroskedastisitas. Dengan menggunakan program Minitab, semua perhitungan tadi (R2, Fhit, Thit, VIF, dan uji Durbin-Watson) sudah dihitung oleh program komputer. Sedangkan untuk metode Park Gleyser akan diolah menggunakan program SPSS.
V.
PERAMALAN TIME SERIES PRODUKSI UBI JALAR
Data yang digunakan untuk meramalkan jumlah produksi ubi jalar adalah data kuartalan produksi ubi jalar nasional. Data diolah dengan menggunakan beberapa metode peramalan untuk menentukan ramalan produksinya di beberapa tahun kedepan. Semua metode peramalan digunakan dalam pembahasan peramalan produksi ubi jalar ini. Hal ini dikarenakan penulis tidak mempunyai justifikasi yang kuat untuk menentukan model peramalan mana yang paling baik dan akurat. Selanjutnya dalam pemilihan metode peramalan terbaik, kesesuaian metode peramalan dengan jenis dan pola data tetap diperhatikan sebagai salah satu faktor utama.
5.1 Identifikasi Pola Data Produksi Ubi Jalar Data produksi ubi jalar yang akan diidentifikasi pola datanya adalah data produksi kuartalan nasional mulai dari tahun 1987 – 2006. Dengan penggunaan data kuartalan ini diharapkan faktor musiman pada produksi ubi jalar bisa diidentifikasi. Selain data produksi kuartalan ubi jalar, pada pembahasan ini data produksi tahunan ubi jalar juga akan diidentifikasi. Hal ini bertujuan agar pola tren atau siklus jangka panjang produksi ubi jalar bisa diidentifikasi lebih teliti, tujuan lainnya adalah sebagai pembanding tren pola produksi ubi jalar antar dua data tersebut. Data tahunan produksi ubi jalar yang digunakan adalah data tahunan produksi ubi jalar mulai dari tahun 1965 – 2006. Pada pembahasan penerapan metode peramalan, input data yang digunakan hanya data produksi kuartalan karena diharapkan dengan data tersebut hasil ramalan bisa lebih akurat (adanya
64
faktor musiman). Plot data produksi kuartalan dan data produksi tahunan ubi jalar nasional dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Plot Data Produksi Tahunan dan Kuartalan Ubi Jalar Nasional (000 ton) Plot data produksi tahunan menunjukkan produksi ubi jalar nasional mempunyai pola tren menurun. Dari plot data produksi tahunan dapat dilihat bahwa pada tahun 1965 produksi ubi jalar mencapai jumlah paling tinggi yaitu sebesar 2.651,20 ribu ton. Jumlah produksi yang sangat tinggi disebabkan pada saat itu ubi jalar baru pertama kalinya masuk ke Indonesia, respon masyarakat
65
terhadap komoditas ini sangat baik sehingga Indonesia bisa menjadi penghasil ubi jalar terbesar nomer empat di dunia. Penyebab yang lain adalah saat itu terjadi krisis ekonomi yang cukup parah sehingga biaya produksi usahatani meningkat, produksi usahatani beralih ke produksi umbi-umbian karena berbiaya rendah. Pada tahun-tahun berikutnya produksi ubi jalar mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu menurun sebesar 2 persen setiap tahunnya. Hal ini penyebabnya adalah pada tahun 1965-1970 ketika krisis mulai membaik, pemerintah sudah mulai mendorong peningkatan produksi beras dan kampanye beras. Hal ini menyebabkan produksi ubi jalar disampingkan. Mulai saat itu luas areal tanam ubi jalar semakin berkurang, oleh karena itu tahun-tahun berikutnya produksi ubi jalar cenderung mempunyai tren menurun. Pada tahun 1982 dan 1999 produksi ubi jalar mencapai titik terendahnya yaitu berkisar 1.660 ribu ton. Pada tahun itu jumlah produksi ubi mengalami persentase penurunan yang paling besar yaitu sebesar 15-19 persen. Produksi ubi jalar mencapai titik terendah pada tahun itu dikarenakan saat itu produksi usahatani dipusatkan pada produksi beras agar Indonesia mampu berswasembada beras pada saat itu. Plot data tahunan menunjukkan bahwa produksi ubi jalar tidak menunjukkan pola siklik. Jadi berdasarkan plot data produksi tahunan, produksi ubi jalar mempunyai tren yang menurun, hal ini dikarenakan usahatani ubi jalar dijadikan sebagai usaha sampingan dan luas areal tanam ubi jalar yang semakin menurun. Pergerakan naik turunnya jumlah produksi ubi jalar dipengaruhi langsung oleh jumlah produksi beras karena kedua komoditi saling bersubtitusi, jadi jumlah produksi kedua komoditi saling berkorelasi negatif.
66
Plot data produksi kuartalan juga menunjukkan bahwa jumlah produksi yang rendah terjadi di tahun 1987 dan 1999. Hal ini sesuai dengan data tahunan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dari plot data kuartalan tersebut dapat dilihat bahwa variasi musimannya rendah. Plot data tersebut juga menunjukkan bahwa dalam setahun produksi ubi jalar mencapai level tertinggi di kuartal kedua dan level terendahnya pada kuartal pertama. Hal ini dikarenakan pada kuartal pertama, saat itu terjadi curah hujan tertinggi sehingga petani lebih memilih untuk menanam padi daripada ubi jalar untuk masa tanam pertamanya. Sedangkan pada kuartal kedua, curah hujan mulai berkurang sehingga petani beralih menanam ubi dengan sistem sawah kering (tegalan). Jadi berdasarkan data produksi kuartalan ubi jalar dapat diambil kesimpulan bahwa produksi ubi jalar masih berhubungan dengan produksi padi dalam hal masa tanam tiap musimnya, ubi jalar mencapai produksi terendahnya pada saat musim hujan ketika masa tanam utama adalah padi dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan plot ACF dan PACF data produksi tahunan ubi jalar (Lampiran 5), maka dapat diidentifikasi bahwa data produksi tahunan ubi jalar adalah data yang mempunyai pola tren menurun. Data produksi ubi jalar tahunan adalah data yang tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan oleh bahwa ACF berpola dying down dimana pada lag 1-3 nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2) sedangkan plot PACF menunjukkan pola yang cut off dimana hanya lag pertama saja yang nilai koefisien korelasinya signifikan. Data ini menggambarkan bahwa produksi tahunan ubi jalar yang menurun secara lambat karena sifatnya hanya sebagai usaha sampingan saja.
67
Pola data tren menurun ini ditunjukkan juga oleh data produksi kuartalan ubi jalar nasional. Tren menurun itu bisa dilihat dari gambar analisis Tren Linear produksi ubi jalar tahunan (Lampiran 2). Jika dilihat dari plot ACF dan PACF produksi kuartalan (Lampiran 6), data produksi ubi jalar nasional cenderung berpola stasioner pada bagian non-seasonalnya. Plot ACF dan PACF tersebut menunjukkan bahwa ACF berpola cut off pada lag-lag awal non-seasonal serta nilai koefisien korelasi yang tidak signifikan (t < 2) pada lag-lag tersebut. Sedangkan pada lag-lag seasonal plot ACF menunjukkan bahwa data produksi kuartalan itu tidak stasioner karena nilai koefisien korelasinya untuk lag-lag musimannya signifikan (t pada lag 3, 6 dan 9 > 2). Jadi ada perbedaan kestasioneran data tahunan dan data kuartalan produksi ubi jalar. Pada data tahunan menunjukkan data produksi tidak stasioner dan mempunyai tren menurun. Sedangkan pada data kuartalan menunjukkan pola stasioner pada bagian non-musimannya sedangkan pada bagian seasonal-nya tidak stasioner selain itu bisa diidentifikasi bahwa variasi musimannya tidak tinggi.
5.2 Penerapan Metode Peramalan Time Series untuk Produksi Ubi Jalar Input data yang akan digunakan untuk pembahasan ini adalah data produksi kuartalan ubi jalar nasional (satuan ribu ton). Rentang waktu data yang digunakan adalah data produksi ubi jalar tahun 1987 sampai dengan tahun 2006. Pada pembahasan sebelumnya telah dapat diidentifikasi bahwa data kuartalan produksi merupakan data yang stasioner untuk bagian non-seasonalnya. Hal ini memudahkan dalam penerapan metode peramalan karena dengan data kuartal ini semua metode peramalan bisa dicoba. Dengan demikian tiap metode peramalan
68
tadi bisa dibandingkan keakuratannya sehingga bisa didapatkan model yang paling tepat untuk menggambarkan produksi ubi jalar di masa yang akan datang. Metode peramalan yang digunakan adalah mulai dari metode yang paling sederhana (Model Naive) sampai dengan model yang paling rumit (SARIMA). Tingkat keakuratan tiap model peramalan akan diukur dengan besarnya nilai Mean Square Error (MSE). Pada tahap akhir, dari tiap model peramalan tersebut akan dipilih salah satu model terbaik. Dalam pembahasan peramalan Time Series produksi ubi jalar ini hanya akan ditampilkan hasil ramalan dari dua atau tiga metode peramalan yang mempunyai nilai MSE yang lebih kecil daripada metode peramalan yang lain. Metode-metode peramalan itu adalah metode Winters, metode Dekomposisi, dan metode SARIMA. Hasil perhitungan metode peramalan yang lain (metode Naif, Rataan, Pemulusan, dll.) bisa dilihat di Lampiran 7 – 15. Berikut ini adalah pembahasan ramalan produksi ubi jalar dari model peramalan Time Series metode Winters, metode Dekomposisi, dan metode SARIMA :
5.2.1 Metode Winters Metode ini cukup rumit karena menggunakan tiga parameter pemulusan ( , dan ). Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan tren linear dan pola musiman sehingga bisa digunakan untuk meramalkan produksi kuartal ubi jalar ini. Tabel hasil ramalan dan perhitungan dengan metode ini ada di Lampiran 16. Besarnya nilai parameter
,
dan
ditentukan berdasarkan
parameter optimal program QSB yaitu sebesar 0,05; 0,05; dan 0,30. Perhitungan ramalan produksi ubi jalar dilakukan dengan menggunakan dua jenis model
69
Winters yaitu Winters Additive dan Winters Multiplicative. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa metode Winters Additive lebih akurat dibandingkan Winters Multiplicative dengan MSE sebesar 6.436,47 sedangkan Winters Multiplicative MSE-nya sebesar 6.462,85. Winters Additive lebih akurat dikarenakan adanya kecocokan antara alat analisis dengan data yang ada (fluktuasi atau variasi musiman data tidak terlalu tinggi).
5.2.2 Metode Dekomposisi Teknik Dekomposisi berupaya memisahkan berbagai komponen yang mempengaruhi pola perilaku deret data seperti tren, musiman, siklus dan error. Metode ini cocok untuk semua jenis data khususnya data yang mengandung pola musiman sehingga metode ini bisa diterapkan untuk data produksi ubi jalar. Metode ini juga ada dua jenis yaitu metode Dekomposisi Multiplicative dan metode Dekomposisi Additive. Hasil perhitungan ramalan dengan menggunakan metode Dekomposisi Multiplicative dan Dekomposisi Additive ada di Lampiran 17. Hasil perhitungan itu menunjukkan bahwa model Dekomposisi Additive (MSE = 5.124,914) lebih akurat dibandingkan dengan Dekomposisi Multiplicative (MSE = 5.212,243). Dekomposisi Additive lebih akurat karena fluktuasi atau variasi musiman data tidak terlalu tinggi.
5.2.3 Metode Box-Jenkins (Seasonal Autoregressive Intregated Moving Average – SARIMA) Metode SARIMA adalah perkembangan dari metode ARIMA, hanya saja selain komponen regresi dan rataan bergerak, di SARIMA juga ditambahkan komponen musiman. Metode ini digunakan untuk menentukan model ramalan
70
produksi ubi jalar karena data produksi ubi jalar merupakan data musiman sehingga model ini cocok. Pada pembahasan ini akan dijelaskan secara rinci tiap prosedur penentuan model SARIMA mulai dari tahap identifikasi sampai dengan tahap peramalan. Prosedur penetuan model SARIMA untuk data produksi ubi jalar adalah sebagai berikut : 1) Tahap Identifikasi Pada tahap ini akan diidentifikasi pola datanya apakah sudah stasioner atau belum. Jika data belum stasioner maka perlu dilakukan pembedaan (differencing) terhadap data awal. Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa data kuartalan produksi ubi jalar adalah data musiman yang stasioner pada bagian non-seasonal sedangkan pada bagian seasonal-nya belum stasioner. Bagian non-seasonal dikatakan sudah stasioner karena di lag 1 dan 2 pada plot ACF dan PACF nilai koefisien korelasinya tidak signifikan (t < 2) atau bisa dikatakan pada lag-lag itu sudah cut off. Karena bagian nonseasonal sudah stasioner maka tidak perlu dilakukan pembedaan regular. Lalu pada bagian seasonal dikatakan belum stasioner karena pada lag-lag musiman (lag 3, 6 dan 9) nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2) dan nilai tersebut menurun lambat (dying down) pada lag-lag tersebut. Karena bagian seasonal belum stasioner maka perlu dilakukan pembedaan seasonal terhadap data awal. Gambar plot ACF-PACF data awal bisa dilihat di Lampiran 6. Setelah dilakukan pembedaan seasonal (Lampiran 1) maka selanjutnya dilakukan identifikasi plot ACF-PACF data hasil differencing tersebut. Plot ACF-PACF data hasil differencing seasonal ada di Lampiran 18. Pada plot
71
ACF differencing seasonal bisa dilihat bahwa pada lag-lag awal bagian nonmusiman sudah stasioner dimana hanya pada lag pertama yang nilai korelasinya signifikan (t > 2). Sehingga pada lag bagian non-musiman itu menunjukkan bahwa bagian non-musiman berpola cut off. Lalu untuk bagian musiman juga dapat dikatakan sudah berpola cut off, karena pada lag-lag musiman (lag 3) nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2) lalu menurun secara signifikan pada lag ke-6. Kemudian jika dilihat dari plot PACF differencing seasonal maka dapat dikatakan PACF berpola dying down baik untuk bagian musiman dan non-musiman. Hal ini dikarenakan nilai koefisien korelasinya menurun secara lambat pada lag-lag 1 dan 2 serta pada lag L+2 atau kurang. Setelah pola ACF-PACF dan kestasioneritasan data diidentifikasi maka langkah selanjutnya adalah penentuan jenis model SARIMA serta penentuan orde untuk bagian autoregresi (p dan P) dan orde untuk bagian rataan bergerak (q dan Q). Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat ditentukan bahwa model SARIMA yang cocok untuk data produksi ubi jalar adalah model moving average. Hal ini dikarenakan pada bagian musiman dan non-musiman pola ACF-nya adalah cut off sedangkan pola PACF-nya dying down. Kemudian orde untuk moving average itu adalah satu (model MA(1)), hal ini dikarenakan pada plot ACF data differencing seasonal menunjukkan hanya pada lag 1 dan lag 3 yang nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2). 2) Tahap Estimasi Pada tahap ini model tentatif SARIMA dibentuk dan tiap parameter diestimasi nilai awalnya. Kemudian dari model tentatif itu diperoleh nilai
72
estimasi akhir dengan MSE yang paling kecil. Bentuk umum dari model tentatif SARIMA adalah ARIMA(p,d,q)(P,D,Q)L. Dimana p-Q adalah orde AR nonseasonal-seasonal, q-Q adalah orde MA nonseasonal-seasonal, d-D adalah derajat differencing nonseasonal-seasonal dan L adalah lag musiman. Berdasarkan pembahasan-pembahasan sebelumnya didapatkan bahwa lag musiman untuk data produksi ubi jalar adalah tiga (L = 3), data produksi ubi jalar di-differencing seasonal sebanyak satu kali (d = 0 dan D = 1), orde MA musiman dan non-musiman adalah 1 (q dan Q = 1), serta orde AR musiman dan non-musiman adalah 0 (p dan P = 0). Jadi model tentatif SARIMA produksi kuartalan ubi jalar adalah sebagai berikut : Model Tentatif : ARIMA(0,0,1)(0,1,1)3 Selanjutnya model tersebut diestimasi tiap parameternya dengan bantuan progam Minitab dan hasilnya bisa dilihat di Lampiran 19. Hasil ramalan menunjukkan bahwa MSE model tentatif sebesar 4.866. Nilai MSE ini lebih kecil jika dibandingkan dengan metode time series yang lain. Kemudian parameter-parameter yang ada juga signifikan baik MA ataupun SMA (p-value < 0,05). Jadi karena kedua parameter ini dinilai signifikan berbeda dari nol maka kedua parameter ini akan tetap dipertahankan untuk tahap selanjutnya. 3) Tahap Pemeriksaan (Diagnosis Checking) Sebelum menggunakan model untuk peramalan, model hendaknya diperiksa kecukupannya. Kriteria yang akan digunakan antara lain residual acak, MSE kecil, proses iterasi konvergen, syarat invertibilitas dan stasioneritas terpenuhi, parameter-parameternya harus signifikan, dan model
73
sebaiknya berbentuk sederhana (prinsip parsimony). Pada tahap ini juga dicoba beberapa alternatif bentuk model SARIMA yang lain. Model yang paling banyak memenuhi kriteria yang akan dipilih untuk peramalan produksi ubi jalar. Uji diagnosis pertama untuk model tentatif adalah uji nilai MSE. Pada pembahasan sebelumnya nilai MSE model awal cukup kecil, hal ini masih perlu dibandingkan dengan MSE model alternatif yang lain. Selanjutnya untuk proses iterasi harus konvergen, model tentatif telah memenuhi syarat itu. Iterasi yang konvergen bisa dilihat dari hasil perhitungan program Minitab yaitu dengan adanya kalimat “ relative change in each estimate less than 0,001” . Lalu residual model tentatif sudah berpola acak, hal ini bisa dilihat dari plot ACF-PACF residual yang sudah stasioner dan Statistik Ljung-Box yang signifikan (p-value > 0,05). Parameter-parameter di model tentatif juga sudah signifikan, hal ini ditunjukkan oleh Uji T (p-value < 0,05). Syarat invertibilitas juga sudah terpenuhi karena nilai koefisien parameter MA kurang dari satu ([koef MA dan koef SMA] < 1), model tentatif juga bisa dikatakan sederhana karena hanya menggunakan satu parameter dan orde tiap parameter bernilai satu (q dan Q = 1). Langkah berikutnya adalah membandingkan model tentatif dengan alternatif model yang lain. Syarat model alternatif yang akan dicoba adalah model ini minimal mempunyai orde MA dan SMA sebesar satu, keputusan ini berdasarkan pembahasan sebelumnya bahwa sebaiknya parameter MA dan SMA harus tetap ada. Hasil ramalan model SARIMA alternatif yang lain bisa
74
dilihat di Lampiran 19. Berikut ini adalah tabel perbandingan tes diagnosis model tentatif dengan model alternatif yang lain. Tabel 5. Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model SARIMA Produksi Ubi Jalar Model SARIMA (0,0,1)(0,1,1)3 (1,0,1)(0,1,1)3 (0,0,1)(1,1,1)3 (0,0,2)(0,1,1)3 (0,0,1)(0,1,2)3 (1,0,1)(1,1,1)3 (0,0,2)(0,1,2)3
MSE 4.866 4.776 4.939 4.780 4.881 4.774 4.811
Iterasi Konvergen
Invertibilitas Stasioneritas
Error Random
-
Parameter Signifikan
Parsimo ny
-
--
Berdasarkan tabel perbandingan diatas, penulis mengambil keputusan untuk memilih model baru ARIMA (1,0,1)(0,1,1)3 sebagai model SARIMA terbaik dan model ini yang akan digunakan untuk meramalkan produksi kuartalan ubi jalar. Hal ini dikarenakan model awal ini nilai MSE paling kecil jika dengan model yang lain. Serta model mempunyai kelebihan yaitu cukup sederhana dan memenuhi semua kritria uji diagnosis. 4) Tahap Peramalan Dengan menggunakan model yang telah didapat sebelumnya yaitu ARIMA (0,0,1)(0,1,1)3, maka dengan bantuan program komputer ramalan produksi kuartalan ubi jalar bisa diketahui. Hasil ramalan produksi ubi jalar dengan model SARIMA terbaik bisa dilihat di Lampiran 19. Rentang waktu peramalan adalah 10 tahun, pemilihan rentang waktu ini disebabkan adanya asumsi bahwa pada saat itu persiapan pelaksanaan rencana program diversifikasi beras dengan menggunakan ubi jalar sebagai subtitusi pangan sudah matang. Hasil ramalan menunjukkan bahwa produksi ubi jalar masih berfluktuasi, jumlah produksi cenderung menurun tapi dengan persentase
75
penurunan yang kecil, jumlah produksi terbesar terjadi di kuartal kedua, serta jumlah produksi tidak pernah mencapai dua juta ton dalam setahun.
5.3 Pemilihan Model Peramalan Time Series Terbaik untuk Produksi Ubi Jalar Tabel 6. Model Time Series Produksi Kuartalan Ubi Jalar dan Kriteria Pemilihan Model Terbaik No.
Model Time Series
MSE
1. 2. 3. 4.
Model Naive Model Simple Average Model Simple Moving Average Model Tren a. Tren Linear b. Tren Kuadratik c. Tren Eksponensial d. Tren S-curve Model Single Eksponential Smoothing Model Double Eksponential Smoothing – HOLT Model BROWN Model Winters a. Winters Additive b. Winters Multiplicative Model Dekomposisi a. Dekomposisi Additive b. Dekomposisi Multiplicative Model SARIMA - ARIMA (1,0,1)(0,1,1)3
15.527,84 8.935,56 8.593,52
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kesesuaian model-pola data
Tren hasil ramalan Konstan Konstan Konstan
7.134,71 7.117,64 7.159,99 7.803,53
Turun Turun Turun Turun
7.850,74
Konstan
11.636,70
Naik
9.118,00
Turun
6.436,47 6.462,85
Naik Naik
5.124,914 5.212,243
Turun Turun
4.776,00
Turun
Pemilihan model Time Series terbaik menggunakan kriteria antara lain nilai MSE terkecil, kesesuaian model dengan pola data input dan tren produksi hasil ramalan. Tolok ukur yang digunakan pada kriteria kesesuaian model dengan pola data adalah model harus sesuai dengan pola data input yang stasioner dan ada unsur musiman. Kemudian untuk kriteria tren ramalan, tolok ukur yang baik untuk model terpilih adalah model peramalan yang mempunyai tren meningkat. Pemilihan tolok ukur ini dikarenakan hal ini mempermudah untuk pembahasan selanjutnya tentang implikasi strategi pencapaian jumlah produksi agar bisa sesuai
76
target yang telah ditetapkan. Berdasarkan kriteria model Time Series terbaik tadi semua hasil model Time Series yang telah dibahas sebelumnya diringkas dalam Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 bisa dilihat bahwa model SARIMA dan model Dekomposisi mempunyai nilai MSE paling kecil dan sudah memenuhi kriteria model terbaik jika dibandingkan dengan model peramalan yang lain. Nilai MSE model SARIMA menunjukkan angka yang jauh lebih kecil daripada model Dekomposisi, tapi hal itu diimbangi oleh tingkat kerumitan model SARIMA itu sendiri. Model Dekomposisi lebih sederhana, itulah kelebihannya jika dibandingkan dengan model SARIMA. Lalu penulis mengambil keputusan untuk memilih model SARIMA sebagai model terbaik untuk meramalkan produksi kuartalan ubi jalar. Pertimbangan yang digunakan adalah karena semua kerumitan model SARIMA tidak akan menjadi masalah karena sudah ada bantuan program komputer untuk mengolah data input produksi ubi jalar agar menghasilkan ramalan yang akurat untuk beberapa periode kedepan. Bahkan nilai MSE yang kecil itulah yang menjadi faktor pemilihan model yang penting, hal ini karena dalam proses perencanaan suatu strategi, semua data input dan berbagai pilihan yang tersedia haruslah tepat, akurat, valid, reliabel dan tidak bias. Disinilah letak fungsi peramalan yang akurat sebagai input data dalam suatu proses perencanaan strategi, dengan peramalan akurat maka segala alternatif kebijakan bisa dilaksanakan karena mempunyai landasan yang kuat. Hasil ramalan dengan metode SARIMA sebagai model terpilih bisa dilihat di Lampiran 19. Hasil ramalan dengan menggunakan metode SARIMA menunjukkan bahwa produksi ubi jalar mempunyai pola tren yang menurun.
77
Dalam rentang waktu 10 tahun (tahun 2016), produksi ubi jalar hanya bisa mencapai jumlah sebesar 1.671.280 ton (kuartal I = 529.917 ton; kuartal II = 641.971 ton; kuartal III = 499.392 ton). Jumlah produksi sebesar itu jauh dari target yang diharapkan (2.000.000 ton), jadi pemerintah perlu usaha yang cukup besar untuk meningkatkan jumlah produksi ubi jalar saat ini agar bisa mencapai target sepuluh tahun mendatang. Pada pembahasan selanjutnya hasil ramalan produksi kuartalan ubi jalar ini akan dicocokkan dengan hasil ramalan konsumsi tahunan ubi jalar untuk melihat prospek rencana program diversifikasi pangan beras dengan menggunakan ubi jalar sebagai pangan subtitusi.
VI. PERAMALAN TIME SERIES KONSUMSI UBI JALAR
Data yang digunakan untuk meramalkan jumlah konsumsi ubi jalar adalah data tahunan konsumsi ubi jalar nasional. Input data diolah dengan menggunakan beberapa metode peramalan untuk menentukan ramalan konsumsinya di beberapa tahun kedepan. Hanya ada beberapa metode peramalan yang digunakan dalam pembahasan peramalan konsumsi ubi jalar ini. Hal ini dikarenakan sifat input data konsumsi itu sendiri yang berupa data tahunan sehingga tidak ada unsur musiman. Data yang ada disesuaikan dengan metode-metode peramalan yang tidak memperhitungkan variasi musiman dengan cara menggunakan metode coba-coba. Penulis tidak mempunyai justifikasi yang kuat untuk menentukan metode peramalan mana yang terbaik. Pada tahap selanjutnya dalam pemilihan metode peramalan terbaik, kesesuaian metode peramalan dengan jenis dan pola data tetap diperhatikan sebagai salah satu faktor pilihan utama.
6.1 Identifikasi Pola Data Konsumsi Ubi Jalar Data konsumsi ubi jalar yang akan diidentifikasi pola datanya adalah data konsumsi tahunan nasional mulai dari tahun 1965 – 2006. Pada pembahasan ini data konsumsi tahunan ubi jalar akan diidentifikasi pola datanya agar pola tren atau siklus jangka panjang konsumsi ubi jalar bisa diidentifikasi lebih teliti. Berbeda dengan pembahasan sebelumnya tentang identifikasi plot produksi ubi jalar, pembahasan kali ini tidak menggunakan data kuartalan konsumsi ubi jalar. Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah data konsumsi kuartalan ubi jalar. Plot data konsumsi tahunan ubi jalar nasional dapat dilihat pada Gambar 4.
79
Gambar 4. Plot Data Konsumsi Tahunan Ubi Jalar Nasional (000 ton) Jika plot data konsumsi itu dibandingkan dengan plot data produksi, maka dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi ubi jalar serupa dengan jumlah produksi ubi jalar. Berdasarkan data Food Balance Sheet FAO, komoditas ubi jalar variasi stoknya selalu nol serta tidak ada yang digunakan untuk ekspor atau impor. Hal ini menyebabkan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar hampir sama (kedua plot mempunyai pola karakteristik yang sama). Jumlah produksi sama dengan jumlah konsumsi terjadi pada tahun 1965 sampai dengan tahun 1988. Pada tahun berikutnya jumlah produksi dan konsumsi berbeda, walaupun perbedaannya sangat kecil. Persamaan jumlah produksi dan konsumsi berakibat pada pola tren dan fluktuasi tahunan yang akan diidentifikasi diantara keduanya hampir sama. Dari plot data konsumsi tahunan dapat dilihat bahwa pada tahun 1965 konsumsi ubi jalar mencapai jumlah paling tinggi yaitu sebesar 2.651,20 ribu ton. Lalu produksi ubi jalar mengalami penurunan yang cukup tajam pada tahun-tahun berikutnya yaitu menurun sebesar 2 persen setiap tahunnya. Pada tahun 1982 dan 1999 produksi ubi jalar mencapai titik terendahnya yaitu berkisar 1.660 ribu ton.
80
Jumlah konsumsi yang tinggi di tahun 1965 disebabkan saat itu adalah masa perkenalan ubi jalar sebagai tanaman pangan untuk konsumsi pokok, masyarakat langsung tertarik karena harganya yang murah dan rasanya yang enak. Selain itu krisis ekonomi yang parah membatasi daya beli masyarakat, sehingga mereka cenderung untuk memilih ubi jalar sebagai makanan pokok sehari-hari. Jumlah konsumsi yang mencapai titik terendah di tahun 1982 dan 1999 disebabkan oleh produksi padi sangat berlebih pada saat itu (swasembada beras), harga beras turun sehingga beras menjadi makanan pokok yang tak tergantikan. Plot data konsumsi tahunan juga menunjukkan bahwa konsumsi ubi jalar tidak menunjukkan pola siklik sama dengan data produksi tahunan. Jadi berdasarkan plot data konsumsi tahunan, konsumsi ubi jalar bergerak searah dengan produksi ubi jalar. Keduanya mempunyai fluktuasi tahunan yang sama, sama-sama tidak menunjukkan pola siklik serta sama-sama mempunyai tren yang menurun. Hal ini dikarenakan konsumsi ubi jalar dijadikan sebagai pangan pokok alternatif setelah beras. Pergerakan naik turunnya jumlah konsumsi ubi jalar dipengaruhi langsung oleh jumlah konsumsi beras karena kedua komoditi saling bersubtitusi, jadi jumlah konsumsi kedua komoditi saling berkorelasi negatif. Berdasarkan plot ACF dan PACF data konsumsi tahunan ubi jalar (Lampiran 20), maka data konsumsi tahunan ubi jalar adalah data yang mempunyai pola tren menurun atau tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan oleh bahwa ACF berpola dying down dimana pada lag 1-3 nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2) serta plot PACF menunjukkan pola yang cut off dimana hanya lag pertama saja yang nilai koefisien korelasinya signifikan. Data ini
81
menggambarkan bahwa konsumsi tahunan ubi jalar yang menurun secara lambat karena sifatnya hanya sebagai makanan pokok alternatif saja setelah beras.
6.2 Penerapan Metode Peramalan Time Series untuk Konsumsi Ubi Jalar Input data yang akan diolah adalah data konsumsi tahunan ubi jalar nasional (satuan ribu ton). Rentang waktu data yang digunakan adalah data konsumsi ubi jalar tahun 1965 sampai dengan tahun 2006. Pada pembahasan sebelumnya telah dapat diidentifikasi bahwa data konsumsi tahunan merupakan data yang tidak stasioner, mempunyai pola tren menurun serta tidak ada unsur musiman. Hal ini membatasi pilihan metode paramalan yang akan diterapkan karena dengan data tahunan ini hanya ada beberapa metode peramalan bisa dicoba. Walaupun demikian metode-metode peramalan itu cukup untuk bisa meramalkan konsumsi ubi jalar serta tetap bisa dibandingkan keakuratannya untuk mendapatkan model yang paling akurat untuk menggambarkan konsumsi ubi jalar di masa yang akan datang. Sama seperti peramalan produksi ubi jalar, metode peramalan yang digunakan adalah mulai dari metode yang paling sederhana (Model Naive) sampai dengan model yang rumit (ARIMA). Metode-metode yang akan digunakan untuk meramalkan jumlah konsumsi ubi jalar antara lain metode Naive, metode Trend, metode Simple Average, metode Simple Moving Average, metode Single Exponential Smoothing, metode Double Exponential Smoothing dengan tren linear dari Brown, dan metode Double Exponential Smoothing dua parameter dari Holt, dan metode ARIMA. Metode Winters, Dekomposisi dan SARIMA tidak bisa digunakan karena data input konsumsi tahunan ubi jalar tidak mengandung
82
unsur musiman. Sedangkan metode-metode yang seharusnya hanya cocok untuk data stasioner (model Naive, Simple Average, Simple Moving Average dan Single Exponential Smoothing) tetap digunakan karena metode-metode ini hanya digunakan sebagai pembanding dengan metode yang lain. Selanjutnya tingkat keakuratan tiap model peramalan juga akan diukur dengan besarnya nilai Mean Square Error (MSE). Setelah pengukuran tingkat keakuratan, tahap selanjutnya adalah dari tiap model peramalan tersebut akan dipilih salah satu model terbaik. Kriteria pemilihan model terbaik yang digunakan juga sama dengan kriteria untuk peramalan produksi ubi jalar, yaitu tingkat keakuratan (nilai MSE terkecil), kesesuaian model dengan pola data, dan tren hasil ramalan dari tiap model itu. Dalam pembahasan peramalan Time Series konsumsi ubi jalar ini hanya akan ditampilkan hasil ramalan dari dua atau tiga metode peramalan yang mempunyai nilai MSE yang lebih kecil daripada metode peramalan yang lain. Metode-metode peramalan itu adalah metode Tren dan metode ARIMA. Hasil perhitungan metode peramalan yang lain (metode Naif, Rataan, Pemulusan, dll.) bisa dilihat di Lampiran 21, 22, 23, 27 dan 28. Berikut ini adalah hasil perhitungan metode peramalan Tren dan metode ARIMA konsumsi ubi jalar :
6.2.1 Metode Trend Model ini sangat sesuai dengan data input karena data konsumsi mempunyai unsur tren yang cukup kuat. Gambar plot model Tren, persamaan regresi dan hasil ramalannya dapat dilihat di Lampiran 24. Model Tren yang dicoba menghasilkan nilai MSE yang hampir sama. Tapi model yang mempuyai tingkat keakuratan
83
paling baik diantara keempat model Tren tersebut adalah model Tren Kuadratik (MSE = 21.829,8). Tabel 9 di bawah ini adalah tabel perbandingan analisis Tren ketiga model tersebut. Tabel 7. Hasil Analisis Tren Data Produksi Kuartalan Ubi Jalar No.
Model Tren
Persamaan
1. 2. 3. 4.
Linear Kuadratik Eksponensial S-Curve
Yt = 2.415,43 - 14,6618 t Yt = 2.421,05 - 15,4284t + 0,0178284 t2 Yt = 2.424,92 (0,993054 t) Yt = (104) / (-5,79534 + 9,86292(1,00339 t))
Tren Ramalan Turun Turun Turun Turun
MSE 21.835,3 21.829,8 21.875,4 22.160,7
Kemudian jika dianalis dengan analisis Regresi, maka model regresi paling baik adalah model Regresi Linear dengan R-sq = 59,1%. Model Kuadratik juga menghasilkan nilai R-sq yang sama, tapi model ini koefisien variabel t-nya tidak signifikan sehingga model Tren Linear dipilih sebagai model Tren terbaik. Hasil analisis Regresi ini sesuai dengan hasil analisis Tren yang menghasilkan Tren Kuadratik sebagai model terakurat, hanya saja koefisien variabel t dan t2 untuk model ini tidak signifikan. Hasil analisis Regresi menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R-sq) cukup besar, hal ini menggambarkan model sudah dapat menjelaskan variasi data. Tabel 10 adalah tabel perbandingan analisis Regresi model-model tersebut. Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Data Produksi Kuartalan Ubi Jalar No.
Model Regresi
1. 2.
Linear Kuadratik
3.
Eksponensial
4.
S-Curve
Persamaan
R-sq
Yt = 2.415 - 14,7 t Yt = 2.421 - 15,4 t + 0,018 t2 Ln Yt = 7,79 - 0,00697 t Ln(8000/Yt-1) = 0,835 + 0,00947 t
59,1% 59,1% 58,3% 58,7%
Signifikan Signifikansi si Uji F Uji T ya Var. t ya ya Var. t tidak Var. t2 tidak ya Var. t ya ya
Var. t
ya
84
6.2.2 Metode Box-Jenkins (Autoregressive Intregated Moving Average – ARIMA) Metode ARIMA terdiri dari komponen regresi dan rataan bergerak tapi tidak mengandung komponen musiman. Metode ini digunakan untuk menentukan model ramalan konsumsi ubi jalar karena data konsumsi ubi jalar merupakan data tahunan sehingga model ini cocok. Pada pembahasan ini akan dijelaskan secara rinci tiap prosedur penentuan model ARIMA mulai dari tahap identifikasi sampai dengan tahap peramalan. Prosedur penetuan model ARIMA untuk data konsumsi ubi jalar adalah sebagai berikut : 1) Tahap Identifikasi Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa data konsumsi ubi jalar adalah data tahunan yang tidak stasioner dan mempunyai tren menurun. Data konsumsi dikatakan tidak stasioner karena plot ACF berpola dying down. Gambar plot ACF-PACF data awal bisa dilihat di Lampiran 20. ACF dikategorikan berpola dying down karena pada plot ACF nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2) pada lag 1-3, tapi nilai koefisien itu tidak menurun dengan cepat untuk lag-lag berikutnya. Sedangkan pada plot PACF nilai koefisien korelasinya menurun dengan cepat di lag pertama (pola cut off). Karena data konsumsi ubi tidak stasioner maka perlu dilakukan pembedaan regular tingkat pertama. Setelah dilakukan pembedaan reguler tingkat pertama (Lampiran 2) maka selanjutnya dilakukan identifikasi plot ACF-PACF data hasil differencing tersebut. Plot ACF-PACF data hasil differencing data awal ada di Lampiran 29. Pada plot ACF differencing bisa dilihat bahwa pada lag-lag
85
awal berpola cut off dimana pada lag pertama nilai korelasinya signifikan (t > 2) dan pada lag berikutnya nilai korelasinya menurun dengan cepat. Kemudian jika dilihat dari plot PACF differencing maka dapat dikatakan PACF berpola dying down. Hal ini dikarenakan nilai koefisien korelasinya menurun secara lambat pada lag 1 dan 2 dan mempunyai pola dumped sine wave. Lag pertama pada plot PACF differencing nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2). Setelah pola ACF-PACF dan kestasioneritasan data diidentifikasi maka langkah selanjutnya adalah penentuan jenis model ARIMA serta penentuan orde untuk bagian autoregresi (p) dan orde untuk bagian rataan bergerak (q). Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat ditentukan bahwa model ARIMA yang cocok untuk data konsumsi ubi jalar adalah model moving average. Hal ini dikarenakan pola ACF-nya adalah cut off sedangkan pola PACF-nya dying down. Kemudian orde untuk moving average itu adalah satu (model MA(1)), hal ini dikarenakan pada plot ACF data differencing menunjukkan hanya pada lag pertama yang nilai koefisien korelasinya signifikan (t > 2). 2) Tahap Estimasi Bentuk umum dari model tentatif ARIMA adalah ARIMA(p,d,q). dimana p adalah orde AR, q adalah orde MA, d adalah derajat differencing. Berdasarkan pembahasan-pembahasan sebelumnya didapatkan bahwa data konsumsi ubi jalar di-differencing sebanyak satu kali (d = 1), orde MA adalah 0 (q = 0), serta orde AR adalah 1 (p = 1). Jadi model tentatif ARIMA konsumsi tahunan ubi jalar adalah sebagai berikut :
86
Model Tentatif : ARIMA (0,1,1) Selanjutnya model tersebut diestimasi tiap parameternya dengan bantuan progam Minitab dan hasilnya bisa dilihat di Lampiran 30. Hasil ramalan menunjukkan bahwa MSE model tentatif sebesar 21.376. Nilai MSE ini lebih kecil jika dibandingkan dengan metode time series yang lain. Kemudian parameter MA di model ini juga signifikan (p-value < 0,05). Jadi karena parameter ini dinilai signifikan berbeda dari nol maka sebaiknya parameter ini tetap dipertahankan untuk tahap selanjutnya. 3) Tahap Pemeriksaan (Diagnosis Checking) Kriteria yang akan digunakan pada tahap ini sama seperti saat peramalan produksi ubi jalar yaitu residual acak, MSE kecil, proses iterasi konvergen, syarat invertibilitas dan stasioneritas terpenuhi, parameterparameternya harus signifikan, dan model sebaiknya berbentuk sederhana (prinsip parsimony). Pada tahap ini juga dicoba beberapa alternatif bentuk model ARIMA yang lain. Model yang paling banyak memenuhi kriteria yang akan dipilih untuk peramalan konsumsi ubi jalar. Uji diagnosis pertama untuk model tentatif adalah uji nilai MSE. Pada pembahasan sebelumnya nilai MSE model awal cukup kecil, hal ini masih perlu dibandingkan dengan MSE model alternatif yang lain. Selanjutnya untuk proses iterasi harus konvergen, model tentatif telah memenuhi syarat itu. Hal ini ditunjukkan pada hasil perhitungan program Minitab ada tulisan “ relative change in each estimate less than 0,001” . Lalu residual model tentatif sudah berpola acak, hal ini bisa dilihat dari plot ACF-PACF residual yang sudah stasioner dan Statistik Ljung-Box yang signifikan (p-value >
87
0,05). Parameter MA di model tentatif juga sudah signifikan, hal ini ditunjukkan oleh Uji T (p-value < 0,05). Syarat stasioneritas tidak terpenuhi karena nilai koefisien parameter MA kurang lebih dari satu ([koef MA] > 1), model tentatif juga bisa dikatakan sederhana karena hanya menggunakan satu parameter MA dan orde parameter sebesar satu (p = 1). Langkah berikutnya adalah membandingkan model tentatif dengan alternatif model yang lain. Syarat model alternatif yang akan dicoba adalah model ini minimal mempunyai orde MA sebesar satu, keputusan ini berdasarkan pembahasan sebelumnya bahwa sebaiknya parameter MA tetap harus ada. Hasil ramalan model ARIMA alternatif yang lain bisa dilihat di lampiran 30. Berikut ini adalah tabel perbandingan tes diagnosis model tentatif dengan model alternatif yang lain. Tabel 9. Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model ARIMA Konsumsi Ubi Jalar Model ARIMA (0,1,1) (1,1,1) (0,1,2) (2,1,1) (1,1,2)
MSE 21.376 21.112 23.020 23.657 23.795
Iterasi Konvergen -
Invertibilitas Stasioneritas -
-
Error Random
Parameter Signifikan -
Parsimony
-
Berdasarkan tabel perbandingan diatas, penulis mengambil keputusan untuk tetap memilih model awal ARIMA (0,1,1) sebagai model ARIMA terbaik dan model ini yang akan digunakan untuk meramalkan konsumsi tahunan ubi jalar. Hal ini dikarenakan model awal ini nilai MSE-nya tidak berbeda jauh dengan model yang lain. Model ini dibandingkan dengan model yang lain mempunyai kelebihan yaitu lebih sederhana, parameternya signifikan, dan proses iterasinya konvergen.
88
4) Tahap Peramalan Dengan menggunakan model terbaik yang telah didapat sebelumnya yaitu ARIMA (0,1,1) maka dengan bantuan program komputer ramalan konsumsi tahunan ubi jalar bisa diketahui. Hasil ramalan konsumsi tahunan ubi jalar dengan model ARIMA terbaik bisa dilihat di Lampiran 30. Rentang waktu peramalan adalah 10 tahun, pemilihan rentang waktu ini disebabkan adanya asumsi bahwa pada saat itu persiapan pelaksanaan rencana program diversifikasi beras dengan menggunakan ubi jalar sebagai subtitusi pangan sudah matang. Hasil ramalan menunjukkan bahwa jumlah konsumsi cenderung menurun tapi dengan tingkat penurunan yang kecil.
6.3 Pemilihan Model Peramalan Time Series Terbaik untuk Konsumsi Ubi Jalar Kriteria yang sama dengan pembahasan ramalan produksi digunakan dalam pemilihan model Time Series konsumsi terbaik yaitu nilai MSE terkecil, kesesuaian model dengan pola data input dan tren produksi hasil ramalan. Tolok ukur yang digunakan pada kriteria kesesuaian model dengan pola data adalah model harus sesuai dengan pola data input yang tidak stasioner, punya tren dan tidak ada unsur musiman. Kemudian untuk kriteria tren ramalan, tolok ukur yang baik untuk model terpilih adalah model peramalan yang mempunyai tren meningkat. Berdasarkan kriteria model Time Series terbaik tadi semua hasil model Time Series yang telah dibahas sebelumnya diringkas dalam Tabel 12.
89
Tabel 10. Model Time Series Konsumsi Tahunan Ubi Jalar dan Kriteria Pemilihan Model Terbaik No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
Model Time Series Model Naive Model Simple Average Model Simple Moving Average Model Tren a. Tren Linear b. Tren Kuadratik c. Tren Eksponensial d. Tren S-Curve Model Single Eksponential Smoothing Model Double Eksponential Smoothing – HOLT Model BROWN Model ARIMA - ARIMA (0,1,1)
MSE 36.717,55 59.104,97 36.717,60
Kesesuaian model-pola data -
21.835,30 21.829,80 21.875,40 22.160,70 27.439,40
Tren hasil ramalan Konstan Konstan Konstan Turun Turun Turun Turun
-
Konstan
29.333,70
Turun
30.786,00
Turun
21.376,00
Turun
Berdasarkan Tabel 12 bisa dilihat bahwa model-model yang seharusnya hanya sesuai dengan data stasioner (model Naive, model Rataan dan model Eksponensial Sederhana) menghasilkan nilai MSE yang sangat besar jika digunakan untuk meramalkan data konsumsi yang mempunyai unsur tren. Hal ini menunjukkan ketidakcocokannya dengan data input konsumsi ubi jalar. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa model ARIMA dan model Tren mempunyai nilai MSE paling kecil dan sudah memenuhi kriteria model terbaik jika dibandingkan dengan model peramalan yang lain. Jadi model Time Series terbaik yang dipilih adalah model Tren Linear. Jika dibandingkan dengan model ARIMA maka model Tren Linear lebih tepat untuk dipilih karena model Tren Linear lebih sederhana serta nilai MSE diantara keduanya tidak terlalu berbeda. Jadi model Tren Linear terpilih untuk meramalkan konsumsi tahunan ubi jalar. Hasil ramalan dengan metode Tren Linear sebagai model terpilih bisa dilihat di Lampiran 25. Hasil ramalan dengan menggunakan metode Tren Linear menunjukkan bahwa konsumsi ubi jalar mempunyai pola tren yang menurun.
90
Dalam rentang waktu 10 tahun (tahun 2016), konsumsi ubi jalar hanya bisa mencapai jumlah sebesar 1.653.014 ton. Jumlah konsumsi sebesar itu jauh dari target yang diharapkan (2.000.000 ton), jadi pemerintah perlu usaha yang cukup besar untuk meningkatkan jumlah konsumsi ubi jalar saat ini agar bisa mencapai target sepuluh tahun mendatang. Dalam pembahasan selanjutnya hasil ramalan konsumsi tahunan ubi jalar ini akan dicocokkan dengan hasil ramalan produksi ubi jalar yang sudah didapatkan pada pembahasan sebelumnya untuk melihat prospek rencana program diversifikasi pangan beras dengan menggunakan ubi jalar sebagai pangan subtitusi.
VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR DENGAN METODE KAUSAL Metode Peramalan Kausal ini menggunakan pendekatan analisis Regresi Berganda. Pada pembahasan metode Kausal ini akan dibuat dua buah persamaan yaitu persamaan produksi ubi jalar nasional dan persamaan konsumsi ubi jalar nasional. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar ditentukan berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya tentang identifikasi pola produksi dan konsumsi ubi jalar. Jadi hal-hal yang menyebabkan fluktuasi tahunan atau musiman jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar akan dijadikan variabel independen dalam persamaan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Metode Kausal analisis Regresi Berganda ini akan membahas variabelvariabel apa yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Pembahasan yang lain adalah dilakukan uji validasi persamaan produksi dan konsumsi ubi jalar meliputi uji diskriptif (R-sq) dan uji statistik (Uji F dan Uji T). Selain itu juga akan dibahas tentang uji diagnostik seperti ada tidaknya autokorelasi, multikolinearitas serta heteroskedastisitas. Jika uji diskriptif, statistik dan diagnosis sudah dianalisis serta variabel yang signifikan sudah diketahui, maka persamaan produksi dan konsumsi ubi jalar serta variabel-variabel yang mempengaruhinya tersebut akan dianalisis lebih lanjut dalam pembahasan selanjutnya. Dalam pembahasan itu akan dianalisis implikasi antara ramalan produksi dan konsumsi ubi jalar dengan persamaan produksi dan konsumsi ubi jalar serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
92
7.1 Analisis Metode Kausal untuk Konsumsi Ubi Jalar Berdasarkan pembahasan pada identifikasi pola data konsumsi ubi jalar, dapat diidentifikasi bahwa fluktuasi tahunan konsumsi ubi jalar serupa dengan fluktuasi tahunan produksi ubi jalar. Naik turunnya jumlah konsumsi ubi jalar dipengaruhi oleh jumlah konsumsi beras. Hal ini dikarenakan ubi merupakan pangan subtitusi beras, ubi hanya dijadikan sebagai pangan pokok sampingan. Hal itu menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ubi berkorelasi negatif dengan jumlah konsumsi beras. Kemudian hal ini dijadikan sebagai hipotesa awal korelasi antara konsumsi ubi dan konsumsi beras dalam merumuskan persamaan konsumsi ubi jalar nasional. Variabel yang digunakan untuk menggambarkan jumlah konsumsi ubi adalah konsumsi per kapita ubi per tahun. Pemilihan variabel ini bertujuan agar persamaan menjadi lebih akurat karena variabel itu lebih spesifik menggambarkan konsumsi ubi serta agar hubungan antar variabel dalam model bisa dianalisis. Jadi pada persamaan konsumsi ubi jalar yang dianalisis akan digunakan variabel konsumsi per kapita per tahun ubi jalar (kg) dan variabel jumlah konsumsi beras nasional (ribu ton) sebagai variabel independen atau prediktor. Sedangkan variabel dependen atau responnya akan digunakan variabel konsumsi ubi jalar nasional (ribu ton). Dengan menggunakan program Minitab, persamaan regresi linear konsumsi ubi jalar dengan variabel prediktor konsumsi per kapita per tahun ubi jalar dan jumlah konsumsi beras bisa diperoleh. Hasil perhitungan persamaan konsumsi ubi jalar dengan menggunakan analisis Regresi bisa dilihat di Lampiran 31.
93
Persamaan regresi konsumsi ubi jalar yang berhasil dirumuskan adalah sebagai berikut : KUt = 404 + 94,6 KpKUt + 0,0223 KBt Keterangan : KUt
= Konsumsi ubi jalar nasional (ribu ton) pada periode ke-t
KpKUt = Konsumsi per kapita per tahun ubi jalar (kg) pada periode ke-t KBt
= Konsumsi beras nasional (ribu ton) pada periode ke-t Persamaan tersebut menggambarkan bahwa ada hubungan positif antara
konsumsi per kapita ubi jalar per tahun dengan konsumsi ubi jalar nasional. Hubungan positif antara konsumsi ubi jalar nasional dan konsumsi per kapita ubi jalar disebabkan variabel konsumsi per kapita ubi jalar menunjukkan seberapa banyak ubi jalar yang dikonsumsi setiap orang. Jadi jika jumlah orang yang mengkonsumsi ubi jalar dan banyaknya ubi jalar yang dikonsumsi meningkat maka total konsumsi ubi jalar nasional akan meningkat juga. Variabel konsumsi beras nasional juga berhubungan positif dengan konsumsi ubi jalar nasional. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang beranggapan kedua variabel itu berhubungan negatif. Persamaan regresi menunjukkan bahwa besar pengaruh konsumsi beras nasional terhadap konsumsi ubi jalar nasional sebesar 0,0223. Besarnya pengaruh konsumsi beras nasional terhadap konsumsi ubi jalar bisa dikatakan sangat kecil hal ini menunjukkan bahwa ubi jalar tidak bisa menggantikan beras sebagai pangan pokok. Hubungan positif antara kedua variabel ini disebabkan oleh fungsi ubi jalar dalam makanan pokok masyarakat sehari hari adalah sebagai pangan pokok pelengkap (komplementer) bukan sebagai pangan subtitusi. Peran pangan pokok subtitusi dipegang oleh komoditas jagung dan ubi kayu. Hal ini berdasarkan data FAO
94
menunjukkan bahwa jumlah konsumsi kedua komoditas itu hampir sama dengan jumlah konsumsi beras di tahun 2003 (konsumsi ubi kayu nasional sebesar 18,5 juta ton, konsumsi jagung nasional sebesar 10,5 juta ton dan konsumsi beras nasional sebesar 34,7 juta ton). Walaupun hasil perhitungan menunjukkan bahwa hubungan antara ubi jalar dan beras adalah bukan barang subtitusi (komplementer) tapi hal ini masih perlu dilakukan analisis lanjutan yang lebih mendalam. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan analisis Kausal konsumsi ubi jalar pada penelitian ini dimana analisis tersebut tidak memperhitungkan variabel harga ubi jalar dan pendapatan. Dalam dunia riil, variabel harga ubi jalar dan pendapatan adalah variabel ekonomi yang sangat mempengaruhi jumlah konsumsi ubi jalar. Jadi penulis menyarankan agar perlunya penelitian lanjutan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi jalar nasional dengan menggunakan variabel independen tambahan yaitu harga ubi jalar dan pendapatan. Persamaan regresi konsumsi ubi jalar dapat dikatakan sudah valid. Hal ini dikarenakan semua kriteria uji diskriptif, uji statistik dan uji diagnostik telah dipenuhinya. Dalam uji diskriptif, persamaan konsumsi ubi jalar nasional sudah layak karena nilai R-sq sangat tinggi yaitu sebesar 94,5 persen. R-sq menunjukkan bahwa 94,5 persen variasi data konsumsi ubi jalar sudah dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 5,5 persen lainnya dijelaskan oleh komponen error. Lalu untuk uji statistik, model dugaan juga sudah memenuhi kriteria uji F dan uji T. Dengan statistik uji Fhit = 372,1 dan pada tabel sebaran F, F0,05(2,42) bernilai sebesar 3,23; jadi karena Fhit > Ftabel maka kesimpulannya tolak H0, dapat dikatakan bahwa model konsumsi ubi jalar sudah signifikan. Bila dilihat dari P-
95
value, hasil perhitungan menunjukkan bahwa P-value bernilai 0,000. Jadi karena P-value < taraf nyata
(0,05) maka model dikatakan sudah signifikan. Jadi
kesimpulannya berdasarkan uji F, model sudah signifikan atau semua variabel independen (konsumsi beras nasional dan konsumsi ubi jalar per kapita per tahun) secara bersama-sama signifikan terhadap variabel dependen (konsumsi ubi jalar nasional). Kemudian untuk uji T, menunjukkan bahwa Thit dari tiap parameter bernilai 18,83 dan 6,79. Jika dibandingkan dengan nilai T0,05(43) = 1,645 pada tabel sebaran T, maka Thit tiap parameter > Ttabel jadi kesimpulannya tolak H0, atau dapat dikatakan bahwa tiap parameter sudah signifikan. Bila dilihat dari P-value, hasil perhitungan menunjukkan bahwa P-value dari tiap parameter bernilai 0,000. Jadi karena P-value tiap parameter < taraf nyata
(0,05) maka tiap parameter
dikatakan sudah signifikan. Jadi kesimpulannya berdasarkan uji T, variabel konsumsi per kapita ubi jalar per tahun dan konsumsi beras nasional sudah signifikan atau tiap variabel independen (konsumsi beras nasional dan konsumsi ubi jalar per kapita per tahun) secara individu signifikan terhadap variabel dependen (konsumsi ubi jalar nasional). Pengujian model selanjutnya adalah uji diagnostik. Uji diagnostik yang dilakukan
adalah
menguji
ada
tidaknya
multikolinearitas,
autokorelasi,
heteroskedastisitas dan error menyebar normal pada model. Multikolinearitas diuji melalui uji VIF, autokorelasi melalui uji Durbin-Watson, heteroskedastisitas diuji melalui uji Park Gleyser serta error menyebar normal diuji melalui uji grafis. Berdasarkan hasil perhitungan, bisa dilihat bahwa nilai VIF kedua variabel independen sebesar 4,2. Nilai VIF ini bisa dikatakan kecil (< 5) sehingga dapat
96
dipastikan bahwa tidak ada mulikolinearitas diantara kedua variabel independen itu. Lalu di hasil perhitungan juga bisa dilihat bahwa nilai statistik Durbin Watson adalah sebesar 1,00645. Berdasarkan tabel Durbin Watson, untuk n = 46,
= 5%,
dan k = 2, nilai dU = 1.615 dan dL = 1.430, jadi karena dL < dhit = 1,00645 < dU maka tidak dapat dipastikan bahwa dalam model ada autokorelasi. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode Park Gleyser, hasil perhitungan menunjukkan tiap variabel independen mempunyai varian yang konstan (homoskedastisitas). Hal ini bisa dilihat dari nilai absolut residualnya yang tidak signifikan (p-value variabel dependen > nilai ). Kemudian jika dilihat dari normal plot residual (Lampiran 31), bisa dilihat bahwa plot residual mengikuti plot sebaran normal (garis) sehingga bisa dipastikan bahwa model konsumsi ubi jalar memenuhi asumsi OLS yaitu error menyebar normal. Berdasarkan semua uji model yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa model sudah layak dan dalam model regresi konsumsi ubi jalar ada dua faktor yang berpengaruh nyata, faktor itu adalah jumlah konsumsi per kapita per tahun ubi jalar dan jumlah konsumsi beras nasional. Kedua faktor itu berhubungan positif dengan variabel konsumsi nasional ubi jalar. Pada tahap pembahasan
selanjutnya
tentang implikasi peramalan
dan faktor yang
berpengaruh, maka kedua faktor tadi akan digunakan dalam perumusan skenario peningkatan jumlah konsumsi ubi jalar.
7.2 Analisis Metode Kausal untuk Produksi Ubi jalar Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang identifikasi pola data produksi ubi jalar, dapat diidentifikasi bahwa fluktuasi tahunan dan musiman
97
produksi ubi jalar dipengaruhi oleh jumlah produksi padi. Ubi merupakan tanaman produksi sampingan bagi para petani, ubi hanya dijadikan sebagai usaha sampingan setelah padi. Menurunnya jumlah produksi ubi jalar disebabkan jumlah areal tanamnya yang semakin menurun. Lahan tanam ubi yang semakin menurun disebabkan oleh meningkatnya lahan tanam padi. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi ubi berkorelasi negatif dengan jumlah produksi padi. Selain itu luas tanam padi juga berkorelasi negatif dengan jumlah produksi ubi. Kemudian hal diatas dijadikan sebagai hipotesa awal korelasi antara produksi ubi dan produksi padi dalam merumuskan persamaan produksi ubi jalar nasional. Variabel yang digunakan untuk menggambarkan jumlah produksi ubi adalah luas tanam ubi dan luas tanam padi. Pemilihan variabel ini bertujuan agar persamaan menjadi lebih akurat karena variabel itu lebih spesifik menggambarkan produksi ubi. Selain kedua variabel diatas juga akan ditambahkan variabel dummy musiman, hal ini dikarenakan pada pembahasan sebelumnya dapat diidentifikasi bahwa ada unsur musiman di dalam data produksi ubi jalar nasional. Jadi pada persamaan produksi ubi jalar yang akan dianalisis menggunakan variabel luas tanam ubi jalar (ha), variabel luas tanam padi (ha) dan variabel dummy musiman sebagai variabel independen atau prediktor. Sedangkan variabel dependen atau responnya akan digunakan variabel produksi ubi jalar nasional (ribu ton). Dengan menggunakan program Minitab, persamaan Regresi Linear produksi ubi jalar dengan variabel prediktor luas tanam ubi jalar, jumlah luas tanam padi dan dummy musiman bisa diperoleh. Hasil perhitungan persamaan produksi ubi jalar dengan menggunakan analisis Regresi (persamaan I) bisa dilihat
98
di Lampiran 32. Persamaan yang didapatkan menggambarkan bahwa produksi ubi jalar mencapai jumlah tertinggi di kuartal kedua, hal ini sesuai dengan pembahasan di bab sebelumnya. Lalu pada hasil perhitungan bisa dilihat bahwa ketiga variabel independen mempunyai nilai yang signifikan berdasarkan uji T. Dari uji F juga menunjukkan bahwa ketiga variabel itu secara bersama-sama signifikan terhadap model. Lalu jika dilihat dari goodness of fit, model mempunyai tingkat keakuratan yang sangat baik yaitu dengan nilai R-sq sebesar 94,2 persen. Tapi ketika dilakukan uji diagnostik, dalam model produksi ubi jalar ini terdapat multikolinearitas yang cukup tinggi diantara variabel independennya. Agar model menjadi akurat, valid dan reliabel maka masalah multikolinearitas harus diatasi. Salah satu cara untuk menghilangkan multikolinearitas adalah dengan membuat persamaan baru dengan menghilangkan salah satu variabel yang diduga mengandung kolinearitas yang tinggi. Persamaan produksi ubi jalar baru (persamaan II) ada di Lampiran 32. Persamaan ubi jalar yang baru dibuat dengan menghilangkan variabel dummy musiman dari model produksi ubi jalar nasional. Di bawah ini adalah model produksi ubi jalar baru yang berhasil didapatkan. PUt = 138 + 7,66 LTUt - 0,00230 LTPt Keterangan : PUt = Produksi ubi jalar nasional (ribu ton) pada periode ke-t LTUt = Luas tanam ubi jalar (ha) pada periode ke-t LTPt = Luas tanam padi (ha) pada periode ke-t Persamaan tersebut menggambarkan bahwa ada hubungan positif antara produksi ubi jalar dengan luas tanam ubi jalar. Hal ini sesuai dengan hipotesa awal yang beranggapan bahwa jika luas tanam ubi naik maka seharusnya produksi ubi jalar
99
juga naik. Besar pengaruh variabel luas tanam ubi jalar terhadap variabel jumlah produksi ubi jalar adalah sebesar 7,66. Lalu variabel luas tanam padi berhubungan negatif dengan produksi ubi jalar nasional. Hal ini juga sesuai dengan hipotesis awal yang beranggapan kedua variabel itu berhubungan negatif. Persamaan regresi menunjukkan bahwa besar pengaruh luas tanam padi terhadap konsumsi ubi jalar nasional sebesar 0,00230. Besar pengaruh variabel luas tanam padi ini bisa dikatakan sangat kecil. Hubungan negatif antara kedua variabel ini disebabkan oleh adanya konversi penggunaan lahan untuk tanam ubi ke lahan untuk tanam padi. Jadi berdasarkan data Deptan, luas lahan ubi mengalami tren penurunan dikarenakan luas tanam padi yang mengalami selalu meningkat setiap tahunnya. Besarnya pengaruh luas tanam padi terhadap produksi ubi jalar bisa dikatakan sangat kecil, hal ini menunjukkan bahwa petani-petani Indonesia menganggap bahwa produksi ubi jalar hanya dijadikan usaha sampingan setelah produksi padi. Persamaan regresi produksi ubi jalar di atas dapat dikatakan sudah valid. Hal ini dikarenakan hampir semua kriteria uji diskriptif, uji statistik dan uji diagnostik telah dipenuhinya. Dalam uji diskriptif, persamaan produksi ubi jalar nasional sudah layak karena nilai R-sq cukup tinggi yaitu sebesar 91,4 persen. Rsq menunjukkan bahwa 91,4 persen variasi data produksi ubi jalar sudah dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 8,6 persen lainnya dijelaskan oleh komponen error. Lalu untuk uji statistik, model dugaan juga sudah memenuhi kriteria uji F dan uji T. Pada Uji F, dengan statistik uji Fhit sebesar 304,54 dan dari tabel sebaran F; F0,05(2,57) bernilai sebesar 2,84. Maka Fhit > Ftabel sehingga kesimpulannya model
100
produksi ubi jalar sudah signifikan. Bila dilihat dari P-value, hasil perhitungan menunjukkan bahwa P-value bernilai 0,000. Jadi karena P-value < taraf nyata (0,05) maka model dikatakan sudah signifikan atau semua variabel independen (luas tanam ubi dan luas tanam padi) secara bersama-sama signifikan terhadap variabel dependen (produksi ubi jalar nasional). Kemudian untuk uji T, dengan statistik uji Thit dari tiap parameter bernilai 24,19 dan -0,93 dan dari tabel sebaran T; T0,05(57) bernilai 1,645. Jadi karena Thit parameter luas tanam ubi > Ttabel maka kesimpulannya tolak H0, dapat dikatakan bahwa parameter luas tanam ubi sudah signifikan. Sedangkan pada parameter luas tanam padi, Thit parameter luas tanam padi < Ttabel maka dapat dikatakan bahwa parameter luas tanam padi tidak signifikan. Bila dilihat dari P-value, hasil perhitungan menunjukkan bahwa P-value dari tiap parameter bernilai 0,000 dan 0,358. Jadi karena P-value parameter luas tanam ubi < taraf nyata
(0,05) maka
parameter luas tanam ubi dikatakan sudah signifikan sedangkan pada parameter luas tanam padi dikatakan tidak signifikan. Jadi kesimpulannya berdasarkan uji T, variabel luas tanam padi belum signifikan sedangkan variabel luas tanam ubi sudah signifikan atau hanya variabel luas tanam ubi yang secara individu signifikan terhadap variabel produksi ubi jalar nasional. Pengujian model selanjutnya adalah uji diagnostik. Sama seperti pembahasan sebelumnya uji diagnostik yang dilakukan adalah menguji ada tidaknya multikolinearitas, autokorelasi dan sebaran error pada model. Alat uji yang digunakan juga sama dengan pembahasan pada model kausal konsumsi ubi jalar. Berdasarkan hasil perhitungan, bisa dilihat bahwa nilai VIF kedua variabel independen sebesar 1,0. Nilai VIF ini bisa dikatakan sangat kecil (= 1) sehingga
101
dapat dipastikan bahwa tidak ada mulikolinearitas diantara kedua variabel independen itu. Lalu di hasil perhitungan juga bisa dilihat bahwa nilai statistik Durbin Watson adalah sebesar 0,727565. Berdasarkan tabel Durbin Watson, untuk n = 60,
= 5%, dan k = 2, nilai dU = 1.652 dan dL = 1.514, jadi karena dhit =
0,727565 < dL maka dapat dipastikan bahwa dalam model terdapat hubungan autokorelasi (residual cenderung berkorelasi positif atau kecenderungan
= 1).
Pada model produksi ubi jalar tidak dilakukan tindakan perbaikan untuk menghilangkan
autokorelasi.
Hal
ini
dikarenakan
adanya
kekhawatiran
munculnya masalah baru yaitu bias spesifikasi pada model. Model yang ada tetap dipertahankan untuk memudahkan interpretasi perumusan skenario pencapaian target produksi ubi jalar pada pembahasan selanjutnya. Pada perhitungan metode Park Gleyser menunjukkan tiap variabel independen mempunyai varian yang konstan (homoskedastisitas). Hal ini bisa dilihat dari
nilai absolut residualnya yang tidak signifikan (p-value variabel
dependen > nilai ). Kemudian jika dilihat dari normal plot residual (Lampiran 32), bisa dilihat bahwa plot residual mengikuti plot sebaran normal (garis) sehingga bisa dipastikan bahwa model produksi ubi jalar memenuhi asumsi OLS yaitu error menyebar normal. Jadi kesimpulannya dalam model regresi produksi ubi jalar hanya ada satu faktor yang berpengaruh nyata, faktor itu adalah luas tanam ubi jalar. Faktor luas tanam ubi jalar berhubungan positif dengan variabel produksi nasional ubi jalar. Faktor luas tanam padi tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar disebabkan proses budidaya dua jenis komoditas itu menggunakan dua jenis lahan yang berbeda. Ubi ditanam pada lahan tegalan pada musim kemarau, sedangkan
102
padi ditanam pada lahan sawah pada musim hujan. Jadi tidak ada hubungan saling berpengaruh antara penggunaan lahan padi (sawah) dengan lahan ubi jalar (tegalan). Pada tahap pembahasan selanjutnya tentang implikasi peramalan dan faktor yang berpengaruh, dalam perumusan skenario peningkatan jumlah produksi ubi jalar maka skenario yang akan dilakukan adalah meningkatkan luas tanam ubi jalar.
VIII. IMPLIKASI FAKTOR YANG BERPENGARUH DAN HASIL RAMALAN PRODUKSI - KONSUMSI TERHADAP RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Pada pembahasan ini, hasil analisis peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar akan dicocokkan dengan hasil analisis metode Kausal produksi dan konsumsi ubi jalar. Dari hasil analisis peramalan diperoleh model peramalan yang tepat dan hasil ramalan atau tren produksi dan konsumsi ubi jalar di masa yang akan datang. Lalu dari analsis metode Kausal diperoleh model regresi produksi dan konsumsi yang paling valid serta faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi dan konsumsi ubi jalar nasional. Selanjutnya hasil pencocokan kedua analisis tersebut bisa diketahui sejauh mana produksi dan konsumsi ubi jalar bisa memenuhi target untuk menjadi pangan pokok subtitusi beras. Jika masih belum memenuhi target maka dengan menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi dan konsumsi akan dilakukan beberapa skenario untuk meningkatkan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar tersebut. Berdasarkan pembahasan tersebut kemudian bisa dirumuskan saran alternatif strategi untuk pelaksanaan rencana penggunaan ubi jalar sebagai pangan subtitusi beras dalam rangka diversifikasi pangan pokok. Berikut ini adalah pembahasan dari tiap langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada analisis peramalan produksi ubi jalar, metode peramalan yang paling baik adalah metode peramalan SARIMA. Model SARIMA yang diperoleh adalah model ARIMA (1,0,1)(0,1,1)3. Model tersebut menghasilkan tren ramalan yang terus menurun untuk produksi ubi jalar nasional. Hasil ramalan menunjukkan bahwa produksi ubi jalar untuk tahun 2016 adalah sebesar 1.671.280 ton. Jumlah produksi ini jauh dari target yang diharapkan yaitu jumlah produksi ubi jalar
104
mencapai 2 juta ton. Pada analisis peramalan konsumsi ubi jalar, metode peramalan yang paling akurat adalah model Tren Linear (Yt = 2.415 - 14,7 t). Hasil ramalan dengan model ini juga menunjukkan pola tren yang menurun. Hasil ramalan konsumsi ubi jalar untuk tahun 2016 adalah sebesar 1.653.014 ton. Jumlah konsumsi ubi jalar ini juga jauh dari target konsumsi ubi jalar yaitu sebesar 10 persen kebutuhan beras sebagai pangan pokok (2 juta ton). Tabel 11. Hasil Ramalan 10 Tahun Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar dengan Menggunakan Metode Peramalan Terbaik Metode Peramalan Terbaik Ramalan Tahun (ton) : 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produksi Ubi Jalar ARIMA (1,0,1)(0,1,1)3
Konsumsi Ubi Jalar Yt = 2.415 - 14,7 t
1.811.565 1.792.328 1.777.604 1.762.369 1.747.193 1.732.009 1.716.827 1.701.644 1.686.463 1.671.280
1.784.971 1.770.308 1.755.647 1.740.985 1.726.323 1.711.662 1.697.998 1.682.337 1.667,676 1.653,014
Hasil ramalan produksi dan konsumsi ubi jalar (Tabel 11) menggambarkan bahwa dalam rentang waktu 10 tahun dari sekarang dengan asumsi persiapan rencana strategi diversifikasi pangan sudah mantap, jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar tidak akan bisa mencapai target jika tidak ada usaha tambahan dari pemerintah untuk meningkatkan produksi dan konsumsi ubi jalar. Hasil ramalan produksi dan konsumsi ubi jalar juga menunjukkan bahwa jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar tidak jauh berbeda. Kondisi ini menggambarkan bahwa ubi jalar adalah jenis komoditas yang mudah diserap pasar. Hal ini memberikan keuntungan bagi rencana diversifikasi pangan pokok karena tidak ada kekhawatiran adanya surplus atau defisit produksi-konsumsi ubi jalar
105
sehingga kestabilan harga dan suplai bisa terjamin. Hasil ramalan yang menunjukkan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar saat ini yang jauh dari target menyebabkan adanya keraguan apakah program diversifikasi pangan ini akan berhasil. Perlu usaha yang sangat besar untuk meningkatkan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar, akan tetapi hal ini dipermudah oleh adanya kenyataan bahwa jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar yang hampir selalu sama. Sehingga hanya perlu menggerakkan satu sisi saja untuk mencapai target lalu sisi yang lain akan mengikuti.
8.1 Skenario dan Alternatif Strategi Pencapaian Target Produksi Ubi Jalar Pada analisis Kausal dengan metode Regresi Linear diperoleh faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi adalah luas tanam ubi jalar. Jadi untuk memenuhi target produksi ubi jalar akan dilakukan skenario peningkatan jumlah produksi ubi jalar dengan cara meningkatkan luas tanam ubi jalar. Berdasarkan model regresi produksi ubi jalar ( PUt = 138 + 7,66 LTUt - 0,00230 LTPt), pada skenario peningkatan produksi ubi jalar akan diperlukan luas tanam ubi jalar sebesar 264.617,596 ha untuk mencapai target produksi sebesar 2 juta ton. Perhitungan ini menggunakan asumsi luas tanam ubi yang digunakan adalah lahan baru (tidak mengurangi luas tanam padi) dimana luas tanam padi yang digunakan adalah luas tanam pada tahun 2006 sebesar 11.786.430 ha. Dengan menggunakan skenario itu maka dengan luas tanam ubi sebesar 176.507 ha pada tahun 2006 maka perlu dilakukan peningkatan luas tanam ubi sebesar 50 persen untuk mencapai target produksi ubi jalar itu. Hal ini dirasakan cukup sulit karena saat ini lahan yang berfungsi sebagai areal pertanian sangat
106
sedikit sekali, sehingga membuka lahan baru sebagai areal tanam baru untuk ubi tidak memungkinkan. Alternatif peningkatan lahan ubi yang lain adalah mengkonversi areal tanam padi menjadi areal tanam untuk ubi. Hal ini cukup memungkinkan karena areal seluas 260 ribu ha itu hanya 2 persen dari luas lahan untuk tanaman padi di tahun 2006. Tingkat konversi sebesar 2 persen itu dipastikan tidak akan mengganggu kestabilan produksi padi. Alternatif peningkatan produksi ubi dengan cara konversi lahan padi ke ubi harus tetap memperhatikan kelangsungan produksi padi sehingga kestabilan suplai beras tetap terjaga dan ketahanan pangan bisa tercapai. Beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menjalankan skenario ini antara lain sebagai berikut : 1. Pengembangan usaha pertanian dengan pendekatan kewilayahan terpadu (sub terminal agribisnis) dengan konsep pengembangan agribisnis. 2. Pengamanan lahan sawah di daerah irigasi berproduktivitas tinggi agar kemandirian beras nasional dapat diamankan, sedangkan lahan sawah yang kurang produktif dialihkan ke usaha budidaya ubi jalar. 3. Pemberdayaan lahan pasang surut sebagai lahan tambahan untuk menanam padi, sehingga luas lahan padi untuk konversi lahan padi ke lahan ubi tidak berkurang. Penambahan luas lahan ubi juga bisa dilakukan dengan menggunakan ubi sebagai tanaman sela di hutan. Strategi pertama yaitu adalah pengembangan sub terminal agribisnis. Pendekatan strategi ini akan meningkatkan kelayakan dalam pengembangan skala ekonomi, sehingga akan lebih meningkatkan efisiensi dan nilai tambah serta mendukung pembangunan pedesaan dan perekonomian daerah. Selain itu strategi ini sesuai dengan konsep ketahanan pangan pada UU No. 7 tahun 1996, yaitu
107
program diversifikasi pangan harus mengoptimalkan semua potensi sumber daya lokal. Adanya kecenderungan bahwa konsep sentralisasi produksi agribisnis yang tidak berhasil bisa diatasi dengan manajemen proses yang lebih teratur dan sinergis antar sub sistem agribisnis. Pada strategi kedua dan ketiga yaitu dengan pengalihan sebagian lahan produksi padi untuk produksi ubi jalar, bertujuan agar pemanfaatan lahan pertanian yang sudah ada menjadi lebih efisien dan efektif. Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah lahan untuk pertanian. Dengan mengimplikasikan kedua strategi ini maka ketersediaan produksi beras bisa tetap terjaga serta produksi ubi jalar bisa meningkat sehingga target produksi ubi jalar untuk rencana program diversifikasi pangan bisa tercapai.
8.2 Skenario dan Alternatif Strategi Pencapaian Target Konsumsi Ubi Jalar Pada analisis Kausal konsumsi ubi jalar dengan metode Regresi Linear diperoleh faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi adalah jumlah konsumsi per kapita per tahun ubi jalar dan jumlah konsumsi beras nasional. Jadi untuk memenuhi target konsumsi ubi jalar akan dilakukan skenario peningkatan jumlah konsumsi ubi jalar dengan cara meningkatkan konsumsi per kapita per tahun ubi jalar. Variabel konsumsi beras nasional tidak akan diubah jumlahnya karena adanya asumsi bahwa jumlah konsumsi beras saat ini adalah jumlah yang optimal, jika konsumsi beras ditambah maka program diversifikasi tak akan berjalan karena ketergantungan beras tidak akan berkurang. Sedangkan jika konsumsi beras dikurangi maka akan butuh usaha yang sangat besar dari pemerintah karena beras sebagai makanan pokok sudah jadi budaya. Dengan
108
beberapa alasan tadi maka dalam skenario peningkatan jumlah konsumsi ubi variabel yang akan diubah-ubah hanya konsumsi per kapita ubi. Berdasarkan model regresi konsumsi ubi jalar ( KUt = 404 + 94,6 KpKUt + 0,0223 KBt), pada skenario peningkatan konsumsi ubi jalar akan diperlukan konsumsi per kapita per tahun ubi jalar sebesar 8,479 kg untuk mencapai target konsumsi sebesar 2 juta ton. Perhitungan ini menggunakan asumsi konsumsi per kapita ubi yang digunakan adalah konsumsi per kapita ubi baru (tidak mengurangi konsumsi per kapita beras) dimana konsumsi beras yang digunakan adalah konsumsi beras nasional pada tahun 2006 sebesar 35,5 juta ton. Dengan menggunakan skenario itu maka dengan konsumsi perkapita ubi sebesar 7,65 kg pada tahun 2006 maka perlu dilakukan peningkatan konsumsi perkapita ubi sebesar 10 persen untuk mencapai target konsumsi ubi jalar itu. Hal ini dirasakan cukup mudah karena jumlah konsumsi perkapita sebesar itu pernah dicapai pada tahun 90-an ditambah lagi saat ini sudah ada produk olahan ubi berupa tepung ubi jalar sehingga ada peluang baru dalam usaha peningkatan konsumsi ubi jalar. Dalam perancangan strategi untuk pelaksanaan skenario ini sebaiknya menempatkan ubi jalar sebagai pangan pokok komplementer, bukan sebagai pangan pokok subtitusi beras. Hal ini ditentukan berdasarkan model regresi konsumsi yang telah diperoleh dimana korelasi antara variabel konsumsi beras dengan konsumsi ubi adalah positif. Dengan menempatkan ubi sebagai pangan pokok komplementer maka hal ini tidak akan bertentangan dengan kebiasaan masyarakat yang telah terlanjur ‘suka’ dengan nasi, sehingga implementasi progam menjadi lebih mudah.
109
Jadi program diversifikasi ini bertujuan tidak untuk mengganti beras sebagai makanan pokok akan tetapi menganekaragamkan makanan pokok dengan menggunakan ubi sebagai pangan pokok alternatif. Dengan semakin beragamnya makanan pokok diharapkan ketergantungan dengan beras bisa dikurangi sehingga ketahanan pangan bisa tercapai. Berikut ini adalah beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan konsumsi per kapita ubi jalar : 1. Melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan, untuk meningkatkan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif. 2. Diversifikasi produk ubi jalar dengan pendirian industri tepung dan pasta ubi jalar. 3. Promosi, kampanye dan sosialisasi tentang manfaat ubi jalar oleh berbagai pihak secara komprehensif dan kontinyu, serta disertai dengan penyediaan dan kemudahan untuk mendapatkan bahan pangan non-beras, harga yang bersaing serta ketersediaan yang kontinyu. 4. Pemberian insentif untuk konsumsi pangan non-beras bagi para masyarakat serta penghargaan ketahanan pangan. Pada strategi pertama dan kedua yaitu tentang pengidustrialisasian ubi jalar, arah dari strategi ini adalah komersialisasi usaha ubi jalar. Pendirian industri yang menggunakan bahan baku dasar ubi jalar, akan menjadi peluang yang cukup baik bagi dunia usaha di Indonesia. Selain mendukung dan menyukseskan program diversifikasi pangan, juga mendatangkan keuntungan bagi pelakunya, serta membuka lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat sekitarnya.
Pada
pelaksanaan alternatif strategi ini peran pemerintah sangat vital yaitu sebagai
110
pengontrol kegiatan. Pemerintah sebaiknya mengeluarkan kebijakan yang bersifat pull in (contoh: penyediaan iklim usaha kondusif), bukan kebijakan yang bersifat push up (contoh: pemberian subsidi). Hal ini dikarenakan komoditas ubi jalar ini mempunyai elastisitas silang yang kecil terhadap komoditas beras (pengalihan konsumsi beras ke ubi sangat sulit), perlu insentif material yang sangat besar untuk mengganti konsumsi beras ke konsumsi ubi. Karena selama ini kekurangan produk ubi jalar dibandingkan dengan beras adalah ketidak-mampuannya untuk dikonsumsi secara langsung, maka dalam strategi industrialisasi ubi jalar ini sebaiknya diversifikasi produk ubi jalar tidak hanya sebatas produk intermediate saja (tepung dan pasta ubi jalar), akan tetapi sampai pada diversifikasi produk jadi (siap makan) ubi jalar. Jadi perlu adanya penelitian dan kreativitas dari peneliti dan masyarakat untuk bisa membuat pangan non-beras yang langsung siap konsumsi. Selanjutnya pada strategi ketiga tentang kampanye, sosialisasi, promosi produk ubi jalar, pemerintah sebaiknya dalam melaksanakan kegiatan itu tetap memperhatikan pola produksi pangan dan susunan menu tiap daerah. Pola pangan daerah diusahakan agar tetap terjaga, karena program diversifikasi pangan ini bertujuan untuk menganekaragamkan pangan pokok masyarakat. Terakhir pada strategi keempat tentang pemberian insentif untuk konsumsi pangan non-beras, strategi ini bermaksud untuk memberikan insentif sosial (bukan insentif meterial). Hal ini dikarenakan insentif material tidak akan berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi jalar yang mempunyai elastisitas silang yang kecil terhadap konsumsi beras. Jadi insentif sosial itu bisa berupa pemberian penghargaan ketahanan pangan bagi suatu wilayah pemerintahan (propinsi, kota
111
atau kabupaten), organisasi, individu, atau pihak yang berjasa terhadap usaha pencapaian ketahanan pangan.
IX.
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Produksi kuartalan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola yang stasioner pada bagian non-seasonalnya sedangkan pada bagian seasonalnya berpola tidak stasioner. Produksi kuartalan ubi jalar fluktuasi tahunan dan musimannya mengikuti fluktuasi produksi padi dengan korelasi yang negatif. Metode peramalan yang akurat untuk meramalkan produksi ubi jalar adalah model
SARIMA
{ARIMA(1,0,1)(0,0,1)3}.
Metode
peramalan
ini
menghasilkan nilai MSE sebesar 4.776, mempunyai tren ramalan yang menurun, dan pada tahun 2016 produksi ubi jalar hanya bisa mencapai jumlah sebesar 1.671.280 ton (tidak bisa memenuhi target produksi pada rencana program diversifikasi pangan pokok). 2. Konsumsi tahunan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola tren menurun yang kuat. Fluktuasi tahunan konsumsi ubi jalar mengikuti fluktuasi konsumsi beras dengan korelasi yang negatif. Jumlah konsumsi ubi jalar hampir selalu sama dengan jumlah produksi ubi jalar. Metode peramalan yang akurat untuk meramalkan konsumsi ubi jalar adalah model Tren Linear (Yt = 2.415 - 14,7 t). Metode peramalan ini menghasilkan nilai MSE sebesar 21.835,30, mempunyai tren ramalan yang menurun dan pada tahun 2016 konsumsi ubi jalar hanya bisa mencapai jumlah sebesar 1.653.014 ton (tidak bisa memenuhi target konsumsi rencana program diversifikasi pangan pokok).
113
3. Persamaan regresi untuk konsumsi ubi jalar adalah
KUt = 404 + 94,6 KpKUt
+ 0,0223 KBt. Persamaan itu menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras, hal ini dikarenakan kedua komoditi mempunyai sifat saling komplementer bukan subtitusi. Persamaan itu sangat baik karena mempunyai nilai R-sq sebesar 94,5 persen, variabel independen secara bersama-sama signifikan terhadap model, tiap variabel yang signifikan (variabel konsumsi perkapita ubi jalar dan konsumsi beras nasional), tidak ada multikolinearitas, homoskedastisitas, tidak ada autokorelasi, serta error yang menyebar normal. 4. Persamaan regresi yang valid untuk produksi ubi jalar adalah
PUt = 138 +
7,66 LTUt - 0,00230 LTPt. Persamaan itu dikatakan valid karena mempunyai nilai R-sq sebesar 91,4 persen; variabel independen secara bersama-sama signifikan terhadap model, hanya satu variabel yang signifikan (variabel luas tanam ubi), tidak ada multikolinearitas, homoskedastisitas, ada autokorelasi, serta error yang menyebar normal. Persamaan itu menunjukkan adanya hubungan yang positif antara luas tanam ubi jalar dengan produksi ubi jalar. Hubungan negatif terjadi antara produksi ubi jalar dengan luas tanam padi karena jika luas tanam padi meningkat maka luas tanam ubi jalar turun sehingga produksi ubi jalar juga akan menurun. Walaupun variabel luas tanam padi berkorelasi negatif dengan produksi ubi jalar tapi variabel itu tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan dua komoditas itu berbeda kebutuhan penggunaan lahannya. 5. Skenario peningkatan produksi ubi jalar untuk mencapai target (2 juta ton) dilakukan dengan meningkatkan luas tanam ubi jalar sebesar 264.617,596 ha.
114
Peningkatan luas tanam ubi dilakukan dengan melakukan konversi lahan padi ke lahan ubi sebesar 2 persen. Beberapa alternatif strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan luas tanam ubi jalar antara lain pendekatan kewilayahan terpadu (sub terminal agribisnis) dengan konsep pengembangan agribisnis, lahan sawah yang kurang produktif dialihkan ke usaha budidaya ubi jalar, serta pemberdayaan lahan pasang surut sebagai lahan tambahan untuk menanam padi sehingga luas lahan padi untuk konversi lahan padi ke lahan ubi tidak berkurang. 6. Skenario peningkatan konsumsi ubi jalar untuk mencapai target (2 juta ton) dilakukan dengan meningkatkan konsumsi per kapita ubi jalar sebesar 8,479 kg jadi perlu dilakukan peningkatan konsumsi per kapita ubi sebesar 10 persen (tanpa mengurangi jumlah konsumsi beras) untuk mencapai target konsumsi ubi jalar tersebut. Alternatif strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan konsumsi perkapita ubi jalar antara lain melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan; diversifikasi produk ubi jalar dengan pendirian industri tepung dan pasta ubi jalar; promosi, kampanye dan sosialisasi tentang manfaat ubi jalar secara komprehensif dan kontinyu; pemberian insentif untuk konsumsi pangan nonberas serta penghargaan ketahanan pangan bagi para masyarakat.
9.2 Saran Beberapa saran sebagai tindak lanjut dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi pemerintah dalam pelaksanaan program diversifikasi pangan pokok ini perlu memposisikan ubi jalar sebagai pangan pokok komplementer beras,
115
bukan sebagai pangan pokok subtitusi. Peningkatan jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar perlu dilakukan secara simultan dengan memperhatikan kestabilan produksi dan konsumsi beras. Lalu pemerintah harus serius dalam rencana program diversifikasi pangan pokok ini karena saat ini tren produksi dan konsumsi ubi jalar berpola menurun. 2. Pemerintah perlu melakukan perencanaan ulang program diversifikasi dan ketahanan pangan dengan menggunakan input data yang valid dan reliabel sehingga dengan data tersebut bisa diperoleh ramalan yang akurat tentang jumlah produksi dan konsumsi pangan pokok seperti beras atau komoditas subtitusinya. Dari ramalan yang akurat tersebut kemudian pemerintah bisa merumuskan beberapa strategi yang tepat. 3. Pemerintah sebaiknya berperan sebagai pengontrol kegiatan alternatif strategi industrialisasi ubi jalar dengan mengeluarkan kebijakan yang bersifat pull in (contoh: penyediaan iklim usaha kondusif), bukan kebijakan yang bersifat push up (contoh: pemberian subsidi). 4. Pada alternatif strategi kampanye, sosialisasi, promosi produk ubi jalar, pemerintah sebaiknya tetap memperhatikan pola produksi pangan dan susunan menu tiap daerah agar tetap terjaga. 5. Pada alternatif strategi pemberian insentif untuk konsumsi pangan non-beras, sebaiknya pemerintah memberikan insentif sosial (bukan insentif meterial) yang bisa berupa pemberian penghargaan ketahanan pangan bagi suatu wilayah pemerintahan (propinsi, kota atau kabupaten), organisasi, individu, atau pihak yang berjasa terhadap usaha pencapaian ketahanan pangan.
116
6. Perlunya penelitian lanjutan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi jalar nasional dengan menggunakan variabel independen harga ubi jalar dan pendapatan. 7. Perlunya penelitian lanjutan tentang optimalisasi jumlah produksi dan konsumsi ubi jalar untuk rencana program diversifikasi pangan pokok ini. Jumlah produksi dan konsumsi optimal ubi jalar inilah yang untuk selanjutnya dijadikan target pencapaian jumlah produksi dan konsumsi program diversifikasi pangan pokok dengan menggunakan komoditas ubi jalar.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1996. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Kantor Menteri Negara Pangan RI. Anonim, 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan. Anonim, 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan. Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan. Badan Pusat Statistik, 2006. Survei Pertanian Produk Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Aldillah, Rizma. 2006. Analisis Peramalan Permintaan dan Penawaran Jagung Nasional serta Implikasi terhadap Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Assauri, Sofyan. 1984. Teknik dan Metoda Peramalan Penerapannya dalam Ekonomi dan Dunia Usaha. Edisi I. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Farihah, S.S. 2005. Analisa Peramalan Produksi dan Konsumsi Beras Serta Implikasi Terhadap Pencapaian Swasembada Beras di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Firdaus, Arif Maulana. 2004. Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar Cilembu (Kasus Desa Cilembu, Kec. Pamulihan, Kab. Sumedang, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. Bogor : Institut Pertanian Bogor Press. Gaynor, PE dan Kirkpatrick RC.1994. Introduction to Time Series Modelling & Forecasting in Bussines & Economic. Singapore. Mc Graw Hill. Gujarati, Damoder. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zein, Penerjemah. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari Basic Econometrics.
118
Hafsah, M.J. 2004. Prospek Bisnis Ubi Jalar. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Jaya. Hanke, et al. 2003. Peramalan Bisnis. Edisi ke tujuh. Anantur P, Penerjemah. Jakarta : Prehalindo. Terjemahan dari Bussiness Forecasting. Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Edisi ke sepuluh. Jaka Wasana dan Kirbrandoko, Penerjemah. Jakarta : Binarupa Aksara. Terjemahan dari Economics 10th edition. Makridakis, Spyros, Steven C. Wheel Wright, & Victor E. Mc Gee.1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid 1. Edisi Kedua. Hari Suminto, Penerjemah. Jakarta : Binarupa Aksara. Terjemahan dari Forecasting Methods & Aplications. Mulyono, Sri. 2000. Peramalan Bisnis Ekonometrika. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE. Nachrowi D Nachrowi dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Jakarta : Erlangga. Pramuji, Indra. 2007. Analisis Usaha Agroindustri Ubi Jalar (Studi Kasus pada Agroindustri Unit Pengolahan Tepung Ubi Jalar di Desa Giri Mulya, Kec. Cibungbulang, Kab. Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Purwanto, Eko Bambang. 2006. Analisis Peramalan Konsumsi dan Produksi Gula serta Implikasinya Terhadap Pencapaian Swasembada Gula di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sri, 1997. Palawija: Budidaya dan Analisis Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Sugiarto dan Harijono. 2000. Peramalan Bisnis. Jakarta : Gramedia. Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Jakarta : Ghalia Indonesia.
119
Yuwanita, Rhena. 2006. Analisis Kemungkinan Pencapaian Swasembada Kedelai Nasional dengan Metode Peramalan Deret Waktu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Zacky, Akhmad. 2007. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Beberapa Kota Besar di Pulau Jawa dan Bali. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
121
Lampiran 1. Produksi, Luas Tanam, Produktivitas Kuartalan Ubi Jalar Tahun
Periode
t
1987
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Luas tanam (ha) 64,20 81,62 83,26 67,81 83,32 96,69 74,82 74,74 90,62 63,81 72,40 72,52 66,35 80,14 67,83 65,87 80,61 83,31 79,31 73,32 71,46 64,07 73,20 59,90 62,21 83,46 83,00 67,09 79,34 65,25 66,70 78,90 49,84 56,38 75,03 70,68 61,74 59,22 51,28 60,27 80,79 53,21 54,90 78,43 47,71 60,87 68,89
Produktivitas (ton/ha) 8,978 8,627 8,797 8,627 8,554 8,903 9,125 9,424 9,240 9,317 9,119 9,883 9,466 9,539 9,534 9,452 9,251 9,636 9,097 9,277 9,606 9,383 9,093 9,656 9,579 9,450 9,475 9,606 9,417 9,593 9,314 9,413 9,704 9,237 9,556 9,865 9,736 9,458 9,834 9,555 9,118 9,682 9,615 9,565 9,875 9,975 9,671
Produksi (000 ton) 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13 666,26
Diff Seasnl (Zts) * * * 8,62 8,71 128,45 97,74 -8,51 -23,51 -88,26 -44,06 -120,57 33,59 104,26 -70,10 -5,50 -18,74 156,07 98,93 -65,53 -116,23 -120,31 -14,61 -108,11 -5,27 123,14 207,97 48,48 -41,58 -160,40 -23,19 -4,48 -142,36 -100,46 -25,61 213,63 80,40 -156,90 -193,00 -25,29 176,46 10,96 -48,04 13,52 -44,09 79,31 -83,88
122
Tahun
Periode
t
2002 2003
Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
2004 2005 2006
Luas tanam (ha) 47,52 59,76 78,76 58,94 61,41 69,31 53,83 56,15 68,72 53,46 54,24 70,10 52,17
Produktivitas (ton/ha) 10,486 9,898 9,969 10,432 10,525 9,991 10,458 10,557 10,151 10,598 10,726 10,071 10,860
Produksi (000 ton) 498,25 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
Diff Seasnl (Zts) 27,14 -15,61 118,85 116,60 54,85 -92,65 -51,87 -53,56 5,14 3,58 -11,08 8,31 0,03
123
Lampiran 2. Produksi, Konsumsi Dan Konsumsi Perkapita Pertahun Ubi Jalar Tahun
t
1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Produksi (000 ton) 2.651,20 2.475,60 2.143,50 2.364,30 2.260,18 2.175,32 2.211,36 2.066,33 2.386,76 2.469,21 2.432,61 2.381,21 2.460,36 2.082,80 2.194,41 2.078,77 2.093,57 1.675,66 2.213,03 2.156,53 2.161,49 2.090,57 2.012,85 2.158,63 2.224,35 1.971,47 2.039,21 2.171,04 2.088,20 1.845,18 2.171,03 2.017,52 1.847,49 1.935,04 1.665,55 1.828,00 1.749,00 1.771,64 1.991,48 1.901,80 1.856,97 1.854,24
Konsumsi (000 ton) 2.651,20 2.475,60 2.143,50 2.364,30 2.260,18 2.175,32 2.211,36 2.066,33 2.386,76 2.469,21 2.432,61 2.381,21 2.460,36 2.082,80 2.194,41 2.078,77 2.093,57 1.675,65 2.213,01 2.156,53 2.161,49 2.090,56 2.012,84 2.158,63 2.224,24 1.971,15 2.038,31 2.166,34 2.080,48 1.841,04 2.166,45 2.015,01 1.837,41 1.929,16 1.658,79 1.820,57 1.740,95 1.758,44 1.980,84 1.896,80 1.844,97 1.841,24
Diff Reglr (Ztreg) * -175,60 -332,10 220,80 -104,12 -84,86 36,04 -145,03 320,43 82,45 -36,60 -51,40 79,15 -377,56 111,61 -115,64 14,80 -417,92 537,36 -56,48 4,96 -70,93 -77,72 145,79 65,61 -253,09 67,16 128,03 -85,86 -239,44 325,41 -151,44 -177,60 91,75 -270,37 161,78 -79,62 17,49 222,40 -84,04 -51,83 -3,73
Konsumsi perkapita pertahun (kg) 22,39 20,42 17,28 18,59 17,36 16,31 16,21 14,80 16,71 16,90 16,29 15,59 15,75 13,04 13,44 12,18 12,02 9,41 12,19 11,64 11,44 10,86 10,26 10,80 10,94 9,53 9,68 10,13 9,57 8,33 9,67 8,86 7,96 8,24 6,99 7,57 7,14 7,12 7,92 7,82 7,66 7,65
124
Lampiran 3. Produksi, Luas Tanam, Produktivitas Kuartalan Padi Tahun
Periode
t
1987
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Luas tanam (ha) 5.119,58 3.075,47 1.727,55 4.941,76 3.257,10 1.939,30 5.400,93 3.168,23 1.962,05 5.291,32 3.179,58 2.031,46 5.173,18 3.225,47 1.882,87 5.695,93 3.445,18 1.962,22 5.851,81 3.189,34 1.971,64 5.612,16 3.192,97 1.928,70 5.497,79 3.653,23 2.287,74 6.022,26 3.355,75 2.191,71 6.087,30 3.220,12 1.833,17 5.153,74 3.780,31 2.796,28 5.963,14 3.633,44 2.366,63 5.875,02 3.638,67 2.279,79 5.579,64 3.708,69 2.211,67 5.494,43 3.795,45
Produktivitas (ton/ha) 4,023 4,083 4,011 4,029 4,248 4,090 4,211 4,353 4,177 4,263 4,401 4,249 4,299 4,471 4,264 4,307 4,495 4,190 4,368 4,523 4,154 4,322 4,484 4,183 4,279 4,510 4,259 4,375 4,560 4,314 4,393 4,563 4,332 4,219 4,197 4,158 4,233 4,288 4,244 4,348 4,512 4,357 4,328 4,493 4,363 4,421 4,542
Produksi (000 ton) 20.594 12.556 6.928 19.908 13.837 7.931 22.741 13.790 8.195 22.555 13.992 8.632 22.239 14.421 8.028 24.532 15.486 8.222 25.563 14.427 8.191 24.258 14.316 8.067 23.524 16.476 9.744 26.345 15.302 9.454 26.742 14.694 7.941 21.744 15.866 11.626 25.240 15.581 10.045 25.547 16.419 9.933 24.148 16.664 9.649 24.293 17.237
125
Tahun 2003 2004 2005 2006
Periode
t
Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Luas tanam (ha) 2.231,28 5.227,00 4.029,98 2.231,05 5.767,31 3.918,05 2.237,62 5.509,15 3.962,30 2.367,61 5.699,09 3.940,83 2.146,51
Produktivitas (ton/ha) 4,463 4,477 4,619 4,535 4,495 4,635 4,471 4,506 4,669 4,572 4,549 4,714 4,636
Produksi (000 ton) 9.959 23.404 18.616 10.117 25.925 18.159 10.005 24.826 18.501 10.824 25.925 18.578 9.952
126
Lampiran 4. Produksi, Konsumsi dan Konsumsi Perkapita Pertahun Beras Tahun
t
1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Produksi (000 ton) 8.654,32 9.104,55 8.819,07 11.447,59 12.019,47 12.893,78 13.466,73 12.935,53 14.333,50 14.989,50 14.900,25 15.541,73 15.572,54 17.189,66 17.530,53 19.777,82 21.860,38 22.400,33 23.547,11 25.437,01 26.034,97 26.497,75 26.732,15 27.798,01 29.831,96 30.134,23 29.807,06 32.176,09 32.136,79 31.109,88 33.179,34 34.084,70 32.934,50 32.840,88 33.927,88 34.615,97 33.657,35 34.343,63 34.736,58 34.887,06 34.927,46 35.123,43
Konsumsi (000 ton) 9.160,21 9.829,01 10.200,89 11.140,66 12.537,27 13.259,22 14.355,38 14.920,42 15.218,75 15.638,10 16.738,47 17.184,79 17.494,89 18.155,86 19.810,68 20.092,55 21.494,85 23.080,14 23.211,10 24.125,36 25.512,37 25.385,23 27.291,03 28.375,73 29.499,01 30.306,22 30.418,83 31.030,72 31.712,35 32.301,80 34.362,86 33.207,55 33.657,69 35.187,14 36.082,06 35.715,54 35.944,61 36.117,42 35.479,86 35.586,93 35.608,54 35.598,77
Konsumsi perkapita pertahun (kg) 78,72 82,80 84,20 87,44 96,66 99,87 105,73 109,26 107,31 107,89 113,63 114,09 113,58 114,69 121,05 121,80 123,85 131,12 128,22 130,43 138,09 132,14 140,66 143,40 146,50 147,98 146,40 145,77 147,32 147,03 146,46 146,35 147,16 152,66 150,21 148,91 148,93 145,75 141,08 141,23 141,36 141,27
127
Lampiran 5. Plot ACF dan PACF Produksi Tahunan Ubi Jalar
Autocorrelation Function: Prod tahunan
Partial Autocorrelation Function: Prod tahunan
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
ACF 0,574382 0,481892 0,475367 0,380592 0,262670 0,234124 0,181518 0,271555 0,241603 0,175305 0,143404
T 3,72 2,42 2,11 1,54 1,01 0,88 0,67 0,99 0,86 0,61 0,50
LBQ 14,87 25,60 36,31 43,35 46,80 49,61 51,35 55,36 58,63 60,40 61,63
PACF 0,574382 0,226802 0,206228 0,013308 -0,091056 -0,000505 -0,019067 0,227798 0,047374 -0,063044 -0,098148
T 3,72 1,47 1,34 0,09 -0,59 -0,00 -0,12 1,48 0,31 -0,41 -0,64
128
Lampiran 6. Plot ACF dan PACF Produksi Kuartalan Ubi Jalar
Autocorrelation Function: Prod Kuartal
Partial Autocorrelation Function: Prod Kuartal
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
ACF 0,056131 -0,094352 0,485676 -0,077416 0,004609 0,386385 -0,171928 0,020674 0,535927 -0,049382 -0,010757 0,318963 -0,157878 0,049767 0,281766
T 0,43 -0,73 3,72 -0,49 0,03 2,44 -0,99 0,12 3,04 -0,24 -0,05 1,58 -0,75 0,23 1,33
LBQ 0,20 0,77 16,16 16,56 16,56 26,85 28,92 28,95 49,90 50,08 50,09 57,98 59,95 60,15 66,71
PACF 0,056131 -0,097811 0,503367 -0,232877 0,232950 0,073107 -0,133857 0,112063 0,360834 -0,016269 0,018839 -0,074979 -0,071482 0,049919 -0,004776
T 0,43 -0,76 3,90 -1,80 1,80 0,57 -1,04 0,87 2,80 -0,13 0,15 -0,58 -0,55 0,39 -0,04
129
Lampiran 7. Model Naive untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Yt 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13 666,26 498,25
t 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13 666,26
t 127,69 28,33 -147,40 127,78 148,06 -178,11 21,53 133,06 -242,85 65,73 56,56 -88,70 136,40 -117,80 -24,11 123,17 57,01 -81,24 -41,30 6,31 -85,32 64,40 -87,18 17,52 192,81 -2,36 -141,98 102,75 -121,18 -4,76 121,46 -259,06 37,14 196,31 -19,81 -96,09 -40,99 -55,93 71,62 160,76 -221,42 12,62 222,32 -279,03 136,02 59,13 -168,01
130
Tahun 2003 2004 2005 2006
2007 2008 2009 2010 2011
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Yt 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
t t 498,25 93,27 591,52 193,59 785,11 -170,26 614,85 31,52 646,37 46,09 692,46 -129,48 562,98 29,83 592,81 104,79 697,60 -131,05 566,56 15,18 581,73 124,18 705,91 -139,32 MSE 15.527,84 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59 566,59
131
Lampiran 8. Model Simple Average untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Yt 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13 666,26 498,25
t 576,38 640,22 670,95 649,46 662,13 695,25 693,46 694,81 710,65 699,03 695,50 697,27 691,95 697,13 693,77 689,32 692,64 698,75 699,95 698,96 698,37 693,95 692,72 687,95 684,27 688,29 691,92 690,23 692,19 689,98 687,76 689,48 683,24 678,46 679,56 680,06 677,92 674,82 670,45 668,09 669,76 666,08 662,86 664,85 660,54 659,38 659,53
t 127,69 92,17 -85,95 63,32 198,72 -12,51 10,81 142,52 -116,16 -38,82 21,27 -69,21 72,52 -50,46 -71,20 56,42 110,10 22,74 -19,75 -12,45 -97,18 -28,36 -114,31 -92,03 104,46 98,08 -47,53 56,92 -66,22 -68,77 54,91 -205,87 -162,49 38,59 17,68 -78,91 -117,76 -170,59 -94,59 68,54 -154,55 -138,26 87,28 -193,74 -53,41 6,88 -161,27
132
Tahun 2003 2004 2005 2006
2007 2008 2009 2010 2011
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Yt 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
t 656,17 654,85 657,45 656,62 656,42 657,10 655,36 654,22 654,99 643,33 652,21 653,12 MSE 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67 651,67
t -64,64 130,26 -42,61 -10,25 36,04 -94,12 -62,55 43,39 -88,44 -61,60 53,71 -86,52 8.935,56
133
Lampiran 9. Model Simple Moving Average untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Yt 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13
FITS * * * 670,95 673,82 676,73 719,54 752,12 749,29 741,45 712,03 697,34 657,15 668,35 703,10 679,74 677,90 671,66 723,68 756,66 734,81 696,07 655,97 651,10 615,06 613,30 654,35 723,67 739,83 725,97 672,51 664,78 663,28 615,83 582,34 573,81 645,02 671,82 619,52 555,18 546,75 605,57 609,23 593,21 597,72 583,02
RESI
* * * -85,95 38,96 184,12 -36,80 -47,85 88,05 -146,97 -51,82 19,43 -29,08 96,12 -56,43 -57,17 67,83 131,08 -2,18 -76,46 -48,30 -94,88 9,62 -72,70 -19,14 175,43 132,02 -79,27 7,32 -100,00 -51,30 77,89 -179,67 -95,08 134,72 123,43 -43,87 -111,66 -115,28 20,68 189,87 -90,37 -81,41 156,93 -126,61 24,11
134
Tahun 2003 2004 2005 2006
2007 2008 2009 2010 2011
Mei - Ags Sep - Des Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
47 48 t 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
666,26 498,25 Yt 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
609,46 581,50 FITS 590,55 585,34 624,96 663,83 682,11 651,23 633,94 616,08 617,80 618,99 615,30 618,07 MSE 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08 618,08
56,80 -83,25 RESI 0,97 199,77 -10,11 -17,46 10,35 -88,25 -41,13 81,52 -51,24 -37,26 90,61 -51,48 8.593,52
135
Lampiran 10. Model Single Exponential Smoothing untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Yt 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13 666,26
FITS 685,21 675,59 678,11 682,91 674,25 677,66 693,86 692,87 693,88 706,56 696,65 693,43 695,50 689,53 696,16 691,78 685,67 690,98 700,86 702,68 700,69 699,44 690,75 688,53 678,79 671,47 681,83 691,08 686,95 692,27 686,41 680,65 686,13 668,22 655,19 660,66 663,89 658,34 649,66 636,81 631,42 640,72 629,62 620,62 632,07 617,84 616,89
RESI -108,83 28,48 54,29 -97,91 38,53 183,19 -11,12 11,40 143,46 -112,08 -36,44 23,34 -67,43 74,94 -49,49 -69,21 60,07 111,77 20,64 -22,48 -14,18 -98,25 -25,16 -110,13 -82,87 117,27 104,54 -46,68 60,20 -66,30 -65,20 62,03 -202,52 -147,47 61,88 36,59 -62,74 -98,18 -145,42 -60,95 105,20 -125,52 -101,80 129,52 -160,96 -10,71 49,37
136
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
2007 2008 2009 2010 2011
Periode Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Smoothing Constant Alpha ( ) = 0,08841
Yt 498,25 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
FITS 621,26 610,38 608,72 624,31 623,47 625,50 631,42 625,37 622,49 629,13 623,60 619,90 627,50 MSE 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12 622,12
RESI -123,01 -18,86 176,40 -9,46 22,90 66,96 -68,44 -32,56 75,11 -62,57 -41,87 86,01 -60,91 7.850,74
137
Lampiran 11. Plot Analisis Tren: Linear, Kuadratik, Eksponensial dan S-Curve untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar "# &! '
$ #%
% (!
&! '
5 6!7 + , (2
% ((!3
!
!
!
! !
&! '
) % ! $ #% (! *
!
%
+ , $ #% (!((
&! ' 2 (( 3 4 2
% (2
((!33
!
!
!
! !
! + , .#! /! -/! ! -0 1 !
-!
138
Lampiran 12. Hasil Ramalan Analisis Tren untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar 1. Fitted Trend Equation (Linear) Yt = 709,225 - 1,88691*t Accuracy Measures MAPE 10,92 MAD 69,39 MSD 7134,71 Forecasts Period Forecast 61 594,123 62 592,236 63 590,349 64 588,463 65 586,576 66 584,689 67 582,802 68 580,915 69 579,028 70 577,141 71 575,254 72 573,367 73 571,480 74 569,594 75 567,707
3. Fitted Trend Equation (Kuadratik) Yt = 718,938 - 2,82694*t + 0,0154104*t**2 Accuracy Measures MAPE 10,93 MAD 69,48 MSD 7117,64 Forecasts Period Forecast 61 603,837 62 602,906 63 602,005 64 601,135 65 600,296 66 599,488 67 598,711 68 597,964 69 597,248 70 596,563 71 595,909 72 595,286 73 594,694 74 594,132 75 593,601
2. Fitted Trend Equation (Eksponsial) Yt = 705,676 * (0,997073**t) Accuracy Measures MAPE 10,78 MAD 69,11 MSD 7159,99 Forecasts Period Forecast 61 590,134 62 588,406 63 586,684 64 584,967 65 583,255 66 581,548 67 579,845 68 578,148 69 576,456 70 574,769 71 573,086 72 571,409 73 569,736 74 568,069 75 566,406 4. Fitted Trend Equation (S-Curve) Yt = (10**4) / (16,6901 3,84777*(0,943536**t)) Accuracy Measures MAPE 11,10 MAD 71,84 MSD 7803,53 Forecasts Period Forecast 61 603,412 62 603,170 63 602,942 64 602,727 65 602,525 66 602,333 67 602,153 68 601,983 69 601,823 70 601,672 71 601,529 72 601,395 73 601,268 74 601,149 75 601,036
139
Lampiran 13. Analisis Regresi Linear, Kuadratik, Eksponensial, S-Curve untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar 1. Linear Regression Analysis: Yt versus t; D1; D2
2. Exponential Regression Analysis: Ln Yt versus t; D1; D2
The regression equation is Yt = 698 - 1,93 t - 35,7 D1 + 71,7 D2
The regression equation is Ln Yt = 6,53 - 0,00298 t - 0,0426 D1 + 0,121 D2
Predictor Coef SE Coef T Constant 698,42 24,08 29,00 t -1,9265 0,5539 -3,48 D1 -35,66 23,50 -1,52 D2 71,70 23,48 3,05 S = 74,2254
R-Sq = 37,3%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 3 183625 Residual Error 56 308527 Total 59 492153
P 0,000 0,001 0,135 0,003
Predictor Coef Constant 6,53451 t -0,0029786 D1 -0,04257 D2 0,12083
SE Coef T P 0,03741 174,67 0,000 0,0008605 -3,46 0,001 0,03650 -1,17 0,248 0,03647 3,31 0,002
R-Sq(adj) = 34,0%
S = 0,115305
R-Sq = 37,3%
R-Sq(adj) = 33,9%
MS F P 61208 11,11 0,000 5509
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 0,44199 0,14733 11,08 0,000 Residual Error 56 0,74453 0,01330 Total 59 1,18652
3. Quadratic Regression Analysis: Yt versus t; t*t; D1; D2
4. Regression Analysis: Ln(3000/Yt-1) versus t; D1; D2
The regression equation is Yt = 708 - 2,88 t + 0,0157 t*t - 35,7 D1 + 71,7 D2
The regression equation is Ln(3000/Yt-1) = 1,21 + 0,00380 t + 0,0587 D1 - 0,151 D2
Predictor Coef SE Coef T Constant 708,30 33,21 21,33 t -2,883 2,266 -1,27 t*t 0,01569 0,03600 0,44 D1 -35,66 23,67 -1,51 D2 71,72 23,65 3,03 S = 74,7682
R-Sq = 37,5%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 4 184687 Residual Error 55 307466 Total 59 492153
P 0,000 0,208 0,665 0,138 0,004
Predictor Coef SE Coef T Constant 1,20564 0,04766 25,30 t 0,003802 0,001096 3,47 D1 0,05871 0,04650 1,26 D2 -0,15062 0,04646 -3,24
R-Sq(adj) = 33,0% MS 46172 5590
F 8,26
P 0,000
S = 0,146891
R-Sq = 37,3%
P 0,000 0,001 0,212 0,002
R-Sq(adj) = 33,9%
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 0,71753 0,23918 11,08 0,000 Residual Error 56 1,20831 0,02158 Total 59 1,92583
140
Lampiran 14. Model Double Exponential Smoothing (HOLT) untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Yt 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13 666,26
LEVE 644,52 719,02 707,96 634,74 684,53 795,16 729,02 716,20 792,98 673,69 667,18 699,38 657,43 724,82 678,80 645,84 708,62 768,35 741,80 705,90 695,63 639,07 656,42 609,57 601,91 717,52 761,49 691,39 727,02 666,43 639,65 703,84 569,66 539,74 648,75 679,41 632,33 588,57 536,96 560,73 668,98 575,30 546,22 671,58 549,18 584,73 635,09
TREN 98,42 -50,15 6,33 4,61 5,59 7,87 6,26 5,85 7,39 4,64 4,40 5,00 3,98 5,36 4,24 3,44 4,72 5,92 5,21 4,32 4,00 2,69 3,01 1,93 1,72 4,19 5,05 3,42 4,12 2,72 2,08 3,42 0,44 -0,22 2,15 2,77 1,69 0,70 -0,43 0,09 2,44 0,35 -0,28 2,44 -0,27 0,51 1,59
FITS 753,48 742,94 668,87 714,29 639,35 690,12 803,03 735,28 722,05 800,37 678,33 671,58 704,38 661,41 730,18 683,04 649,27 713,34 774,26 747,01 710,22 699,64 641,76 659,43 611,50 603,63 721,71 766,54 694,81 731,13 669,15 641,73 707,26 570,10 539,52 650,90 682,18 634,01 589,28 536,52 560,82 671,42 575,66 545,94 674,02 548,91 585,24
RESI -177,10 -38,87 63,53 -129,29 73,43 170,73 -120,29 -31,01 115,29 -205,89 -18,12 45,19 -76,31 103,06 -83,51 -60,47 96,46 89,40 -52,76 -66,81 -23,71 -98,45 23,84 -81,03 -15,58 185,10 64,67 -122,14 52,34 -105,16 -47,94 100,94 -223,65 -49,35 177,54 46,34 -81,03 -73,85 -85,04 39,34 175,80 -156,22 -47,84 204,20 -202,91 58,22 81,02
141
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
2007 2008 2009 2010 2011
Periode Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Yt 498,25 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
Smoothing Constant Alpha (level) = 0,615266 Gamma (trend) = 0,021686
LEVE 551,51 576,03 704,78 650,63 648,71 676,30 607,47 598,74 659,78 603,14 590,20 661,51 603,82
TREN -0,26 0,28 3,07 1,83 1,74 2,31 0,76 0,56 1,87 0,60 0,31 1,85 0,55
FITS 636,68 551,25 576,31 707,84 652,45 650,46 678,60 608,23 599,30 661,65 603,74 590,51 663,36 MSE 604,37 604,93 605,48 606,04 606,59 607,15 607,70 608,26 608,81 609,36 609,92 610,47 611,03 611,58 612,14
RESI -138,43 40,27 208,80 -92,99 -6,08 42,01 -115,62 -15,42 98,30 -95,09 -22,01 115,41 -96,77 11.636,7
142
Lampiran 15. Model BROWN untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar
#
"$ # ! # ! " !# "$ ! %$ "
$
! % " #
#! $ $ ## $ !"# # !" ! "
$
! % #" # ## # #$ # # # #! #% "
! % !! ! $$ $ # # $# $! #"
# $
% " ! % $" $ $# $ $$ $ $ $ $! $% "
" "$
# " $ " $%! % ! $ $ %# # %# %
# $
! % "
! "
!" " " $"" """ !" ! " $" # " $" $!" # " " " " $ " " " " $" "" #"" " %" %" $"" %#" " " $"" " % " # " " " " " " #$" " " #$" ! " #" #"" !#" $" " " # " # " #" " ! " " $ " %!" ! " "" " " % " %"
!" !% $% " $ $ " # # $#
!"
" #
!" !# ! %" % " " #
# %
$ $ #! # "#$ $ ! " ! ## ! # " % $ ! %# $ " $ $ " $ %%" $# % " "% # !$ # " ! #$ $## % % % "$ " #! " % % " " % ! !
$# " $! #% % % %# % % ! ! # % % $ !!% # % ! %$% !% "$ !! $ !! ! % " ! #$$ ! # % "# % ! " !" %!! ! "$ ! $$ $ ! !# $ # #%" $! "#! % #$% $ % $$ " #$ #$ %! !%" # !# $ ## # ! # $# $ " " # ! " !$! # % $ # # # # # " $ # ! #" % #! $ # ## # ! #"% # % % #" %$"
" #" "%$ % % #! $ #$ #" $ " $ $# % % $# % ! " #% #% #! #! #! # # # # # #
$ !%$ " " % # $ $!! !$ " # ! #$% !
# #
$ $ $
$ $ # " # #
%" ! !!" " $ # !% $$ # %# # ##! $ "! !" " %$%$! !"$ ! $ " " ! " $ % " !$# # $ !" #### ! %$# "$% ! # ! ! # % " # # %%
" $! % %% # #!#%% $$ !" ! " "% # "% ! #% %! "%%# # " % "$# %! ! % % %$$ " # # #" !! #"# # %% !" ! %%%! ! #$" # ! " # " $!$ $! $ # " "% $ # $ !!$# " "! "!
# $
! % " # $ &
' !
%
&( '
%
!
)
'" !%%! %
'
" #% # $ !% % ""
!" % ! #% " " %#
! ! # #"! " " %# " %$# "! # ! %$ %% "! $ " !% # # "" ## $ " ! # % ! ! " " % ! ! #$ " ! % $ "! # " % !$" !" $ % $% # " # " $ $ !# $" ! # "#" % $ !% %% $% % % # "! % ! $! ! "! % " $ $%! % " $ # #% ! $ # ! % " # " #% $ %$ "% # % # " $ " $ "$" "% # % ! # $$ % ! " ! " #$ "% % "% # # "! "! #"
* '
# %" " $!# $$ #% !% # $ % ! " $! #% ! !!! %%!" % ! # ! "% # # ! %!# " %$ ! # % "!% " # $" $% # #!#$ ! $ ! % "%"" #! ! "" !$ # $ % " % " !# # %! # "$ # ! #"% !! %"" % $# ! $ " " !" #"!$ ! !" # #%$ $ "# "" #% $! # %" ""% #! !#" ! $% % ! $ ! "## # !" ! $"! %$ ! % % # ## !$ #% % # ! " # % $ #" #
%"""""#
143
Lampiran 16. Model Winters Additive dan Multiplikative untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar A. Model Winters Additive Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Yt 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13
LEVE 640,47 645,77 655,81 660,22 665,15 679,45 688,24 692,04 701,76 704,42 705,76 707,49 711,96 719,01 717,55 721,24 726,11 733,68 741,98 742,86 743,14 743,78 744,48 740,04 740,97 748,35 756,26 759,90 763,58 761,74 763,79 766,81 759,00 756,02 757,49 763,23 765,59 759,19 754,03 754,92 759,68 756,92 755,45 759,82 755,98 759,18
TREN 5,38 5,37 5,61 5,55 5,52 5,95 6,10 5,98 6,17 5,99 5,76 5,56 5,50 5,58 5,23 5,15 5,14 5,26 5,41 5,19 4,94 4,72 4,52 4,08 3,92 4,09 4,28 4,25 4,22 3,92 3,83 3,78 3,21 2,90 2,82 2,97 2,94 2,47 2,09 2,03 2,17 1,92 1,75 1,88 1,60 1,68
SEAS -52,57 59,27 14,54 -59,36 55,78 64,60 -43,21 42,71 85,89 -63,23 16,23 62,91 -69,43 25,00 22,77 -78,20 23,39 36,66 -60,88 -2,43 8,67 -85,39 -25,36 -42,42 -103,29 -5,64 -20,66 -106,95 -8,88 -55,19 -117,64 -13,46 -121,25 -152,93 -21,55 -104,67 -156,38 -74,79 -148,21 -163,19 -59,27 -176,26 -182,52 -44,39 -208,85 -173,38
FITS 593,70 705,53 639,09 608,85 725,04 685,21 626,04 750,11 762,62 664,73 753,12 797,42 649,83 733,70 787,49 653,35 751,39 754,02 660,74 770,78 784,70 687,19 746,07 757,67 658,72 719,53 710,02 657,25 758,51 747,14 658,71 758,74 715,40 644,57 745,46 639,07 613,27 746,98 656,99 599,74 682,16 613,64 595,66 697,93 585,44 575,06
RESI -17,32 -1,46 93,31 -23,85 -12,26 175,64 56,70 -45,84 74,72 -70,25 -92,91 -80,65 -21,76 30,77 -140,82 -30,78 -5,66 48,73 60,76 -90,58 -98,19 -86,00 -80,48 -179,27 -62,80 69,21 76,35 -12,85 -11,36 -121,17 -37,50 -16,07 -231,79 -123,82 -28,40 58,17 -12,12 -186,82 -152,75 -23,88 54,46 -98,44 -67,84 52,21 -114,33 32,07
144
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
2007 2008 2009 2010 2011
Periode Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Yt 666,26 498,25 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
LEVE 758,35 757,26 758,99 764,59 769,86 774,00 773,51 774,88 775,40 775,60 777,01 777,09 777,89 779,14
TREN 1,55 1,42 1,43 1,64 1,82 1,94 1,82 1,80 1,73 1,66 1,64 1,57 1,53 1,51
SEAS -58,70 -223,90 -171,61 -34,94 -203,23 -158,41 -48,77 -205,83 -165,67 -57,54 -207,22 -174,58 -61,87 -208,82
FITS RESI 716,47 -50,21 551,05 -52,80 585,30 6,22 701,72 83,39 542,34 72,51 600,08 46,29 741,01 -48,55 572,10 -9,12 618,26 -25,45 728,36 -30,76 571,42 -4,86 612,98 -31,25 721,12 -15,21 572,21 -5,62 MSE 6.436,47 606,08 720,29 574,86 610,62 724,83 579,40 615,16 729,37 583,94 619,70 733,91 588,48 624,24 738,45 593,02
TREN 5,37 5,36 5,61 5,54 5,51 5,94 6,11 5,99 6,16 5,98 5,75 5,57 5,52 5,58 5,26
SEAS 0,92 1,09 1,02 0,91 1,09 1,09 0,93 1,07 1,12 0,91 1,03 1,09 0,90 1,04 1,03
FITS 596,12 705,18 636,80 609,00 726,75 683,84 623,75 754,08 763,91 661,57 756,46 799,51 647,36 736,63 790,29
B. Model Winters Multiplicative Tahun 1987 1988 1989 1990 1991
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Yt 576,38 704,07 732,40 585,00 712,78 860,85 682,74 704,27 837,34 594,48 660,21 716,77 628,07 764,47 646,67
LEVE 640,27 645,59 655,84 660,14 665,04 679,23 688,42 692,23 701,58 704,15 705,61 707,68 712,19 719,06 718,06
RESI -19,74 -1,11 95,60 -24,00 -13,97 177,01 58,99 -49,81 73,43 -67,09 -96,25 -82,74 -19,29 27,84 -143,62
145
Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
2007
Periode Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
t 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
61 62 63
Yt 622,57 745,73 802,74 721,50 680,20 686,51 601,19 665,59 578,40 595,92 788,73 786,37 644,40 747,15 625,97 621,21 742,67 483,61 520,75 717,06 697,24 601,15 560,16 504,24 575,86 736,62 515,20 527,82 750,14 471,11 607,13 666,26 498,25 591,52 785,11 614,85 646,37 692,46 562,98 592,81 697,60 566,56 581,73 705,91 566,59
LEVE 721,74 726,52 733,92 742,83 743,75 744,17 744,60 745,23 740,84 741,49 748,94 757,08 760,86 764,52 762,54 764,49 767,49 758,82 754,81 756,26 762,57 764,96 758,28 751,91 752,49 757,52 753,62 751,24 755,79 750,28 753,98 752,97 750,90 752,70 758,59 765,48 770,41 769,77 771,18 771,51 771,58 773,07 772,85 773,57 774,87
TREN 5,18 5,16 5,27 5,45 5,22 4,98 4,76 4,55 4,10 3,93 4,11 4,31 4,28 4,25 3,94 3,84 3,80 3,17 2,82 2,75 2,92 2,90 2,42 1,98 1,91 2,07 1,77 1,56 1,71 1,35 1,47 1,34 1,17 1,20 1,44 1,71 1,87 1,75 1,73 1,66 1,58 1,58 1,49 1,45 1,44
SEAS 0,89 1,03 1,05 0,91 1,00 1,01 0,88 0,97 0,94 0,86 0,99 0,97 0,85 0,99 0,93 0,84 0,98 0,84 0,80 0,97 0,86 0,79 0,90 0,80 0,78 0,92 0,77 0,76 0,94 0,73 0,77 0,93 0,71 0,78 0,96 0,74 0,80 0,94 0,73 0,79 0,93 0,73 0,78 0,92 0,73
FITS RESI 650,91 -28,34 754,11 -8,38 756,25 46,49 656,93 64,58 773,80 -93,60 787,65 -101,14 684,34 -83,15 748,04 -82,45 759,45 -181,05 656,78 -60,86 720,61 68,12 710,32 76,05 653,47 -9,07 759,51 -12,36 747,16 -121,19 655,23 -34,02 759,13 -16,46 714,67 -231,06 641,74 -120,99 743,93 -26,87 637,42 59,82 609,72 -8,57 746,20 -186,04 655,85 -151,61 598,07 -22,21 680,37 56,25 611,24 -96,04 592,90 -65,08 694,86 55,28 582,05 -110,94 571,40 35,73 713,05 -46,79 547,81 -49,56 581,89 9,63 698,24 86,87 537,66 77,19 596,39 49,99 740,47 -48,01 567,97 -4,99 615,12 -22,31 727,58 -29,98 567,74 -1,18 610,12 -28,39 720,10 -14,19 568,77 -2,18 MSE 6.462,85 603,30 719,21 571,21
146
2008 2009 2010 2011
Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des Jan - Apr Mei - Ags Sep - Des
64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Smoothing Constant Alpha (level) = 0,05 Gamma (trend) = 0,05 Delta (seasonal) = 0,30
606,66 723,20 574,37 610,01 727,19 577,54 613,37 731,19 580,71 616,72 735,18 583,87
147
Lampiran 17. Model Dekomposisi Additive dan Multiplikative untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar Yt = 720,264 - 2,88149t + 0,0156848t*t
A. Dekomposisi Additive Tahun
Periode
t
Yt
CMAt
(Sn* )t
5
6=4-5
IMT (Snt) 7 -46,598
8=4-7
Dugaan (Tr) 9
10=9+7
11=4-10
622,977
717,398
670,800
-94,421 -69,666
Dt
t
t
1
2
3
4
1987
Jan - Apr
1
576,38
Mei - Ags
2
704,07
670,949
33,121
59,172
644,898
714,564
773,736
Sep - Des
3
732,40
673,823
58,574
-12,574
744,971
711,761
699,187
33,210
Jan - Apr
4
585,00
676,727
-91,726
-46,598
631,599
708,989
662,391
-77,390
719,543
-6,761
59,172
653,610
706,249
765,421
-52,639 169,880
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Mei - Ags
5
712,78
Sep - Des
6
860,85
752,122
108,724
-12,574
873,420
703,540
690,966
Jan - Apr
7
682,74
749,286
-66,547
-46,598
729,337
700,862
654,264
28,475
Mei - Ags
8
704,27
741,449
-37,177
59,172
645,100
698,216
757,388
-53,116
Sep - Des
9
837,34
712,030
125,305
-12,574
849,909
695,601
683,027
154,308
Jan - Apr
10
594,48
697,344
-102,861
-46,598
641,081
693,018
646,420
-51,937
Mei - Ags
11
660,21
657,155
3,058
59,172
601,041
690,466
749,638
-89,425
Sep - Des
12
716,77
668,350
48,420
-12,574
729,344
687,945
675,371
41,399
Jan - Apr
13
628,07
703,103
-75,035
-46,598
674,666
685,456
638,858
-10,790
Mei - Ags
14
764,47
679,737
84,734
59,172
705,299
682,998
742,170
22,301
Sep - Des
15
646,67
677,903
-31,230
-12,574
659,247
680,571
667,997
-21,324
Jan - Apr
16
622,57
671,657
-49,091
-46,598
669,164
678,176
631,578
-9,012
Mei - Ags
17
745,73
723,679
22,053
59,172
686,560
675,812
734,984
10,748
756,655
46,083
-12,574
815,312
673,479
660,905
141,833 96,916 -47,879
Sep - Des
18
802,74
Jan - Apr
19
721,50
734,812
-13,316
-46,598
768,094
671,178
624,580
Mei - Ags
20
680,20
696,068
-15,867
59,172
621,029
668,908
728,080
655,965
30,543
-12,574
699,082
666,670
654,096
32,412 -16,678
Sep - Des
21
686,51
Jan - Apr
22
601,19
651,094
-49,907
-46,598
647,785
664,463
617,865
Mei - Ags
23
665,59
615,059
50,528
59,172
606,415
662,287
721,459
-55,872
Sep - Des
24
578,40
613,304
-34,900
-12,574
590,978
660,143
647,569
-69,165
Jan - Apr
25
595,92
654,352
-58,432
-46,598
642,518
658,030
611,432
-15,512
Mei - Ags
26
788,73
723,676
65,057
59,172
729,561
655,949
715,121
73,612
Sep - Des
27
786,37
739,835
46,539
-12,574
798,948
653,898
641,324
145,050
Jan - Apr
28
644,40
725,973
-81,576
-46,598
690,995
651,879
605,281
39,116
Mei - Ags
29
747,15
672,505
74,642
59,172
687,975
649,892
709,064
38,083
Sep - Des
30
625,97
664,776
-38,804
-12,574
638,546
647,936
635,362
-9,390
Jan - Apr
31
621,21
663,284
-42,076
-46,598
667,806
646,011
599,413
21,795
Mei - Ags
32
742,67
615,831
126,840
59,172
683,499
644,118
703,290
39,381
Sep - Des
33
483,61
582,344
-98,731
-12,574
496,187
642,256
629,682
-146,069
573,805
-53,057
-46,598
567,346
640,425
593,827
-73,079 19,257 72,957
Jan - Apr
34
520,75
Mei - Ags
35
717,06
645,015
72,040
59,172
657,883
638,626
697,798
Sep - Des
36
697,24
671,815
25,426
-12,574
709,815
636,858
624,284
Jan - Apr
37
601,15
619,517
-18,369
-46,598
647,746
635,122
588,524
12,624
Mei - Ags
38
560,16
555,182
4,980
59,172
500,990
633,417
692,589
-132,427 -114,932
Sep - Des
39
504,24
546,754
-42,517
-12,574
516,811
631,743
619,169
Jan - Apr
40
575,86
605,574
-29,712
-46,598
622,460
630,100
583,502
-7,640
Mei - Ags
41
736,62
609,229
127,394
59,172
677,451
628,489
687,661
48,962
Sep - Des
42
515,20
593,215
-78,013
-12,574
527,776
626,910
614,336
-99,134
Jan - Apr
43
527,82
597,721
-69,901
-46,598
574,418
625,362
578,764
-50,944
Mei - Ags
44
750,14
583,023
167,117
59,172
690,968
623,845
683,017
67,123
Sep - Des
45
471,11
609,460
-138,350
-12,574
483,684
622,359
609,785
-138,675
Jan - Apr
46
607,13
581,500
25,631
-46,598
653,729
620,905
574,307
32,824
148
Tahun
Periode
t
Yt
CMAt
2002
Mei - Ags
47
666,26
590,547
75,712
Sep - Des
48
498,25
585,345
-87,093
Jan - Apr
49
591,52
624,961
-33,438
Mei - Ags
50
785,11
663,826
121,283
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
(Sn* )t
IMT (Snt)
Dt
Dugaan (Tr)
t
59,172
607,087
619,482
678,654
-12,395
-12,574
510,826
618,091
605,517
-107,265
-46,598
638,121
616,731
570,133
21,390
59,172
725,937
615,402
674,574
110,535
t
Sep - Des
51
614,85
682,107
-67,261
-12,574
627,420
614,105
601,531
13,315
Jan - Apr
52
646,37
651,223
-4,856
-46,598
692,965
612,839
566,241
80,126
Mei - Ags
53
692,46
633,934
58,522
59,172
633,284
611,604
670,776
21,680
Sep - Des
54
562,98
616,082
-53,103
-12,574
575,553
610,401
597,827
-34,848
617,798
-24,988
-46,598
639,408
609,229
562,631
30,179 30,343
Jan - Apr
55
592,81
Mei - Ags
56
697,60
618,990
78,614
59,172
638,432
608,089
667,261
Sep - Des
57
566,56
615,297
-48,742
-12,574
579,129
606,980
594,406
-27,851 22,428
Jan - Apr
58
581,73
618,067
-36,335
-46,598
628,330
605,902
559,304
Mei - Ags
59
705,91
618,079
87,835
59,172
646,742
604,855
664,027
41,887
Sep - Des
60
566,59
-12,574
579,166
603,840
591,266
-24,674
MSE
5.124,91
Jan - Apr
61
-46,598
602,857
556,259
Mei - Ags
62
59,172
601,905
661,077
Sep - Des
63
-12,574
600,984
588,410
Jan - Apr
64
-46,598
600,094
553,496
Mei - Ags
65
59,172
599,236
658,408
Sep - Des
66
-12,574
598,409
585,835
Jan - Apr
67
-46,598
597,614
551,016
Mei - Ags
68
59,172
596,850
656,022
Sep - Des
69
-12,574
596,117
583,543
Jan - Apr
70
-46,598
595,416
548,818
Mei - Ags
71
59,172
594,746
653,918
Sep - Des
72
-12,574
594,107
581,533
Jan - Apr
73
-46,598
593,500
546,902
Mei - Ags
74
59,172
592,924
652,096
Sep - Des
75
-12,574
592,380
579,806
IMT Dekomposisi Additive Triwulan 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata IMT
1
-91,726 -66,547 -102,861 -75,035 -49,091 -13,316 -49,907 -58,432 -81,576 -42,076 -53,057 -18,369 -29,712 -69,901 25,631 -33,438 -4,856 -24,988 -36,335 -46,084 -46,598
2 33,121 -6,761 -37,177 3,058 84,734 22,053 -15,867 50,528 65,057 74,642 126,840 72,040 4,980 127,394 167,117 75,712 121,283 58,522 78,614 87,835 59,686 59,172
3 58,574 108,724 125,305 48,420 -31,230 46,083 30,543 -34,900 46,539 -38,804 -98,731 25,426 -42,517 -78,013 -138,350 -87,093 -67,261 -53,103 -48,742 -12,059 -12,574
Jumlah
1,543 0,000
149
Yt = 722,479 - 2,98518t + 0,0165043t*t
B. Dekomposisi Multiplicative Tahun
Periode
t
8=4/7
Dugaan (Tr) 9
10=9*7
11=4-10
0,931
619,264
719,510
669,683
-93,304
1,049
1,095
642,852
716,574
784,812
-80,742
673,823
1,087
0,974
751,860
713,672
695,198
37,199
585,00
676,727
0,864
0,931
628,528
710,802
661,578
-76,577
719,543
0,991
1,095
650,807
707,965
775,383
-62,601 173,938
Yt
CMAt
(Sn* )t
5
6=4/5
1
2
3
4
1987
Jan - Apr
1
576,38
Mei - Ags
2
704,07
670,949
Sep - Des
3
732,40
Jan - Apr
4
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
IMT (Snt) 7
Dt
t
t
Mei - Ags
5
712,78
Sep - Des
6
860,85
752,122
1,145
0,974
883,722
705,162
686,908
Jan - Apr
7
682,74
749,286
0,911
0,931
733,538
702,391
653,749
28,990
Mei - Ags
8
704,27
741,449
0,950
1,095
643,037
699,654
766,281
-62,009
Sep - Des
9
837,34
712,030
1,176
0,974
859,586
696,949
678,908
158,427
Jan - Apr
10
594,48
697,344
0,852
0,931
638,715
694,277
646,197
-51,714
Mei - Ags
11
660,21
657,155
1,005
1,095
602,809
691,639
757,502
-97,289
Sep - Des
12
716,77
668,350
1,072
0,974
735,818
689,033
671,197
45,573
Jan - Apr
13
628,07
703,103
0,893
0,931
674,799
686,461
638,922
-10,854
Mei - Ags
14
764,47
679,737
1,125
1,095
698,002
683,921
749,049
15,422
Sep - Des
15
646,67
677,903
0,954
0,974
663,858
681,414
663,775
-17,102 -9,357
Jan - Apr
16
622,57
671,657
0,927
0,931
668,888
678,941
631,923
Mei - Ags
17
745,73
723,679
1,030
1,095
680,892
676,500
740,922
4,810
Sep - Des
18
802,74
756,655
1,061
0,974
824,070
674,093
656,643
146,095
Jan - Apr
19
721,50
734,812
0,982
0,931
775,179
671,718
625,200
96,296
Mei - Ags
20
680,20
696,068
0,977
1,095
621,059
669,377
733,120
-52,919
655,965
1,047
0,974
704,751
667,068
649,800
36,708
618,755
-17,568
Sep - Des
21
686,51
Jan - Apr
22
601,19
651,094
0,923
0,931
645,918
664,793
615,059
1,082
1,095
607,715
662,550
725,643
-60,056 -64,843 -16,665
Mei - Ags
23
665,59
Sep - Des
24
578,40
613,304
0,943
0,974
593,775
660,341
643,247
Jan - Apr
25
595,92
654,352
0,911
0,931
640,259
658,164
612,585
Mei - Ags
26
788,73
723,676
1,090
1,095
720,154
656,021
718,493
70,240
Sep - Des
27
786,37
739,835
1,063
0,974
807,271
653,910
636,983
149,391
Jan - Apr
28
644,40
725,973
0,888
0,931
692,343
651,833
606,692
37,705
Mei - Ags
29
747,15
672,505
1,111
1,095
682,184
649,789
711,667
35,480
Sep - Des
30
625,97
664,776
0,942
0,974
642,607
647,777
631,008
-5,036
Jan - Apr
31
621,21
663,284
0,937
0,931
667,429
645,799
601,076
20,132
Mei - Ags
32
742,67
615,831
1,206
1,095
678,097
643,853
705,166
37,505
Sep - Des
33
483,61
582,344
0,830
0,974
496,465
641,941
625,324
-141,711
Jan - Apr
34
520,75
573,805
0,908
0,931
559,494
640,062
595,736
-74,988
Mei - Ags
35
717,06
645,015
1,112
1,095
654,708
638,215
698,991
18,064
Sep - Des
36
697,24
671,815
1,038
0,974
715,770
636,402
619,928
77,313
Jan - Apr
37
601,15
619,517
0,970
0,931
645,876
634,621
590,672
10,476
Mei - Ags
38
560,16
555,182
1,009
1,095
511,457
632,874
693,141
-132,979
546,754
0,922
0,974
517,637
631,160
614,822
-110,585 -10,023
Sep - Des
39
504,24
Jan - Apr
40
575,86
605,574
0,951
0,931
618,709
629,478
585,885
Mei - Ags
41
736,62
609,229
1,209
1,095
672,575
627,830
687,617
49,006
Sep - Des
42
515,20
593,215
0,868
0,974
528,893
626,215
610,005
-94,803 -53,555
Jan - Apr
43
527,82
597,721
0,883
0,931
567,092
624,632
581,375
Mei - Ags
44
750,14
583,023
1,287
1,095
684,917
623,083
682,418
67,722
Sep - Des
45
471,11
609,460
0,773
0,974
483,629
621,567
605,477
-134,367
Jan - Apr
46
607,13
581,500
1,044
0,931
652,304
620,084
577,142
29,989
Mei - Ags
47
666,26
590,547
1,128
1,095
608,329
618,633
677,544
-11,285
Sep - Des
48
498,25
585,345
0,851
0,974
511,493
617,216
601,239
-102,987
Jan - Apr
49
591,52
624,961
0,946
0,931
635,535
615,832
573,184
18,339
150
50
785,11
663,826
1,183
1,095
716,845
614,480
672,996
112,113
Sep - Des
51
614,85
682,107
0,901
0,974
631,185
613,162
597,290
17,556
Jan - Apr
52
646,37
651,223
0,993
0,931
694,460
611,877
569,503
76,864
Mei - Ags
53
692,46
633,934
1,092
1,095
632,248
610,625
668,774
23,682
Sep - Des
54
562,98
616,082
0,914
0,974
577,940
609,406
593,631
-30,652 26,711
2007
2008
2009
2010
2011
(Sn* )t
t
Mei - Ags
2006
CMAt
Dugaan (Tr)
2003
2005
Yt
Dt
Periode
2004
t
IMT (Snt)
Tahun
t
Jan - Apr
55
592,81
617,798
0,960
0,931
636,918
608,219
566,099
Mei - Ags
56
697,60
618,990
1,127
1,095
636,949
607,066
664,876
32,728
Sep - Des
57
566,56
615,297
0,921
0,974
581,611
605,946
590,260
-23,705 18,761
Jan - Apr
58
581,73
618,067
0,941
0,931
625,016
604,859
562,971
Mei - Ags
59
705,91
618,079
1,142
1,095
644,536
603,805
661,304
44,610
Sep - Des
60
566,59
0,974
581,649
602,783
587,179
-20,587
MSE
5.212,24
Jan - Apr
61
0,931
601,795
560,120
Mei - Ags
62
1,095
600,840
658,057
Sep - Des
63
0,974
599,918
584,388
Jan - Apr
64
0,931
599,029
557,545
Mei - Ags
65
1,095
598,173
655,136
Sep - Des
66
0,974
597,350
581,887
Jan - Apr
67
0,931
596,560
555,247
Mei - Ags
68
1,095
595,802
652,539
Sep - Des
69
0,974
595,078
579,674
Jan - Apr
70
0,931
594,387
553,225
Mei - Ags
71
1,095
593,729
650,269
Sep - Des
72
0,974
593,104
577,751
Jan - Apr
73
0,931
592,512
551,479
Mei - Ags
74
1,095
591,953
648,324
Sep - Des
75
0,974
591,427
576,117
IMT Dekomposisi Multiplicative Triwulan 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata IMT
1 0,864 0,911 0,852 0,893 0,927 0,982 0,923 0,911 0,888 0,937 0,908 0,970 0,951 0,883 1,044 0,946 0,993 0,960 0,941 0,931 0,931
2 1,049 0,991 0,950 1,005 1,125 1,030 0,977 1,082 1,090 1,111 1,206 1,112 1,009 1,209 1,287 1,128 1,183 1,092 1,127 1,142 1,095 1,095
3 1,087 1,145 1,176 1,072 0,954 1,061 1,047 0,943 1,063 0,942 0,830 1,038 0,922 0,868 0,773 0,851 0,901 0,914 0,921 0,974 0,974
Jumlah
3,000 3,000
151
Lampiran 18. Plot ACF dan PACF Data Diferencing Seasonal Produksi Kuartalan Ubi Jalar
Autocorrelation Function: Zts Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
ACF 0,308398 -0,262502 -0,449922 -0,075421 0,095966 -0,231154 -0,208880 0,079490 0,381060 0,244343 -0,151817 -0,186984 0,012164 0,125566
T 2,33 -1,82 -2,95 -0,43 0,55 -1,31 -1,15 0,43 2,05 1,23 -0,74 -0,91 0,06 0,60
LBQ 5,71 9,93 22,53 22,89 23,49 27,01 29,95 30,38 40,55 44,83 46,51 49,12 49,13 50,37
Partial Autocorrelation Function: Zts Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
PACF 0,308398 -0,395198 -0,281699 0,118119 -0,153565 -0,526645 0,036995 0,045515 -0,103652 0,055615 -0,063946 -0,040220 0,111749 0,001060
T 2,33 -2,98 -2,13 0,89 -1,16 -3,98 0,28 0,34 -0,78 0,42 -0,48 -0,30 0,84 0,01
152
Lampiran 19. Model Awal SARIMA dan Alternatif Model SARIMA Lain untuk Produksi Kuartal Ubi Jalar 1. ARIMA (0,0,1)(0,1,1)3 – Model Awal
2. ARIMA (1,0,1)(0,1,1)3 – Model Terbaik
Estimates at each iteration
Estimates at each iteration
Iteration SSE 0 463707 1 386467 2 329826 3 290086 4 268165 5 265431 6 265180 7 265153 8 265150 9 265150 10 265150 Relative change in than 0,0010
Parameters 0,100 0,100 -2,683 0,016 0,250 -2,851 -0,060 0,400 -3,116 -0,136 0,550 -3,526 -0,242 0,700 -4,297 -0,324 0,708 -4,733 -0,349 0,707 -4,752 -0,357 0,707 -4,741 -0,359 0,707 -4,737 -0,360 0,707 -4,735 -0,361 0,707 -4,734 each estimate less
Final Estimates of Parameters
Type MA 1 SMA 3 Constant
Coef -0,3606 0,7065 -4,734
SE Coef 0,1267 0,0964 3,946
T -2,85 7,33 -1,20
P 0,006 0,000 0,235
Differencing: 0 regular, 1 seasonal of order 3 Number of observations: Original series 60, after differencing 57 Residuals:SS = 262739 (backforecasts excluded) MS = 4866 DF = 54 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 14,0 24,9 33,5 36,8 DF 9 21 33 45 P-Value 0,124 0,250 0,445 0,804
Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 584,291 692,511 546,689 575,569 687,776 541,955 570,834 683,042 537,220 566,100 678,307 532,486 561,365 673,573 527,751
95 Percent Limits Lower Upper 447,547 721,035 547,149 837,872 401,328 692,050 424,769 726,368 536,284 839,269 390,462 693,447 414,116 727,552 525,657 840,426 379,836 694,605 403,679 728,521 515,243 841,372 369,422 695,550 393,435 729,295 505,021 842,125 359,199 696,304
Itrn SSE 0 435322 0,100 1 371144 0,132 2 362700 -0,008 3 353028 -0,145 4 341101 -0,279 5 326140 -0,410 6 305741 -0,534 7 273369 -0,609 8 256913 -0,534 9 256052 -0,485 10 256047 -0,483 11 256047 -0,483 Relative change in than 0,0010
Parameters 0,100 0,100 -2,415 0,068 0,250 -2,467 -0,082 0,266 -2,903 -0,232 0,288 -3,353 -0,382 0,320 -3,830 -0,532 0,367 -4,356 -0,682 0,440 -4,982 -0,813 0,590 -5,890 -0,808 0,740 -6,931 -0,800 0,759 -7,479 -0,801 0,760 -7,507 -0,801 0,761 -7,508 each estimate less
Final Estimates of Parameters
Type AR 1 MA 1 SMA 3 Constant
Coef -0,4835 -0,8006 0,7605 -7,508
SE Coef 0,2350 0,1634 0,0921 4,085
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 10,5 19,8 26,3 29,2 DF 8 20 32 44 P-Value 0,230 0,469 0,750 0,958
Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 580,320 685,171 546,074 569,855 682,723 539,750 565,405 677,367 534,832 560,275 672,339 529,755 555,222 667,275 524,696
95 Percent Limits Lower Upper 444,845 715,795 543,046 827,296 402,439 689,709 420,070 719,641 532,839 832,607 389,843 689,657 411,754 719,056 523,412 831,321 380,806 688,858 402,389 718,162 514,185 830,493 371,539 687,972 393,269 717,176 505,057 829,492 362,417 686,975
4. ARIMA (0,0,2)(0,1,1)3
Estimates at each iteration
Estimates at each iteration
SSE Parameters 507293 0,100 0,100 0,100 360292 -0,050 -0,049 0,249 340627 0,057 -0,069 0,399 318629 0,145 -0,099 0,549 286399 0,159 -0,170 0,699
-2,415 -2,924 -2,721 -2,662 -3,189
P 0,045 0,000 0,000 0,072
Differencing: 0 regular, 1 seasonal of order 3 Number of observations: Original series 60, after differencing 57 Residuals: SS = 253109 (backforecasts excluded) MS = 4776 DF = 53
3. ARIMA (0,0,1)(1,1,1)3 Itrn 0 1 2 3 4
T -2,06 -4,90 8,26 -1,84
Itrn 0 1 2 3 4
SSE 441360 358528 311296 279074 259997
0,100 -0,050 -0,137 -0,207 -0,271
Parameters 0,100 0,100 0,186 0,229 0,201 0,379 0,206 0,529 0,206 0,679
-2,683 -2,941 -3,200 -3,567 -4,230
153
5 268310 0,009 6 264551 -0,075 7 264465 -0,074 8 264454 -0,072 9 264452 -0,071 10 264451 -0,070 11 264451 -0,070 12 264451 -0,070 13 264451 -0,070 Relative change in than 0,0010
-0,260 0,679 -4,257 -0,329 0,672 -4,971 -0,343 0,675 -5,029 -0,348 0,675 -5,020 -0,350 0,676 -5,012 -0,351 0,676 -5,009 -0,351 0,676 -5,008 -0,351 0,676 -5,007 -0,351 0,676 -5,007 each estimate less
Final Estimates of Parameters
Type SAR 3 MA 1 SMA 3 Constant
Coef -0,0701 -0,3513 0,6759 -5,007
SE Coef 0,1926 0,1284 0,1428 4,159
T -0,36 -2,74 4,73 -1,20
P 0,717 0,008 0,000 0,234
Differencing: 0 regular, 1 seasonal of order 3 Number of observations: Original series 60, after differencing 57 Residuals: SS = 261772 (backforecasts excluded) MS = 4939 DF = 53 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 13,6 24,9 33,9 37,5 DF 8 20 32 44 P-Value 0,094 0,206 0,375 0,745 Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 586,455 693,127 546,586 577,136 689,016 542,981 572,782 684,298 538,227 568,081 679,622 533,553 563,403 674,942 528,874
95 Percent Limits Lower Upper 448,681 724,229 547,101 839,154 400,559 692,612 426,974 727,298 538,351 839,681 392,316 693,645 416,319 729,246 527,133 841,462 381,062 695,391 405,479 730,682 516,362 842,881 370,293 696,813 394,894 731,912 505,797 844,088 359,728 698,019
5 256939 -0,309 0,211 0,761 -5,110 6 256825 -0,303 0,226 0,756 -5,154 7 256816 -0,303 0,230 0,757 -5,166 8 256815 -0,303 0,232 0,757 -5,172 9 256815 -0,303 0,233 0,757 -5,174 10 256815 -0,303 0,233 0,757 -5,175 Unable to reduce sum of squares any further
Final Estimates of Parameters
Type MA 1 MA 2 SMA 3 Constant
Coef -0,3032 0,2331 0,7574 -5,175
SE Coef 0,1338 0,1355 0,0932 2,620
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 9,1 19,5 28,0 31,2 DF 8 20 32 44 P-Value 0,338 0,489 0,672 0,927
Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 574,476 683,907 544,148 568,864 681,785 538,973 563,689 676,610 533,798 558,513 671,435 528,622 553,338 666,260 523,447
95 Percent Limits Lower Upper 438,934 710,019 542,273 825,541 399,034 689,263 420,069 717,659 532,657 830,914 389,648 688,298 410,784 716,593 523,381 829,839 380,377 687,218 401,607 715,420 514,212 828,658 371,213 686,032 392,529 714,147 505,142 827,377 362,147 684,747
6. ARIMA (1,0,1)(1,1,1)3
Estimates at each iteration
Estimates at each iteration
SSE 445961 370118 318420 287643 273183 268608 266177 264731 263862 263340 263027 262841 262731 262667 262630 262609 262597
0,100 0,047 -0,031 -0,181 -0,321 -0,363 -0,372 -0,370 -0,364 -0,357 -0,351 -0,345 -0,340 -0,337 -0,334 -0,332 -0,330
Parameters 0,100 0,100 0,250 0,210 0,400 0,291 0,506 0,261 0,582 0,177 0,641 0,098 0,685 0,033 0,721 -0,017 0,749 -0,056 0,772 -0,085 0,789 -0,107 0,802 -0,124 0,813 -0,137 0,820 -0,147 0,826 -0,155 0,831 -0,160 0,834 -0,165
-2,683 -3,008 -3,937 -4,741 -4,945 -4,878 -4,782 -4,701 -4,641 -4,598 -4,565 -4,540 -4,521 -4,506 -4,494 -4,485 -4,479
P 0,028 0,091 0,000 0,053
Differencing: 0 regular, 1 seasonal of order 3 Number of observations: Original series 60, after differencing 57 Residuals: SS = 253361 (backforecasts excluded) MS = 4780 DF = 53
5. ARIMA (0,0,1)(0,1,2)3 Itrn 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
T -2,27 1,72 8,13 -1,97
Itrn SSE Parameters 0 475807 0,100 0,100 0,100 0,100 -2,173 1 351993 0,156 -0,050 0,044 0,249 -2,453 2 337218 0,021 0,033 -0,106 0,357 -2,695 3 321079-0,110 0,109 -0,256 0,471 -2,952 4 304329-0,237 0,150 -0,406 0,567 -3,389 5 288162-0,361 0,135 -0,556 0,624 -4,171 6 272044-0,482 0,073 -0,706 0,657 -5,372 7 255456-0,577 -0,068-0,856 0,684 -7,545 8 251822-0,539 -0,176-0,858 0,687 -8,754 9 251779-0,548 -0,189-0,866 0,687 -9,017 10 251778-0,550 -0,191-0,868 0,687-9,067 11 251778-0,551 -0,191-0,868 0,686-9,075 Unable to reduce sum of squares any further
Final Estimates of Parameters
154
17 262590 -0,329 0,836 -0,168 -4,474 18 262587 -0,328 0,838 -0,170 -4,470 19 262585 -0,327 0,840 -0,172 -4,467 20 262583 -0,326 0,841 -0,173 -4,465 21 262583 -0,326 0,842 -0,174 -4,463 22 262582 -0,326 0,842 -0,175 -4,462 23 262582 -0,325 0,843 -0,176 -4,461 24 262582 -0,325 0,843 -0,176 -4,460 25 262582 -0,325 0,843 -0,177 -4,460 ** Convergence criterion not met after 25 iterations **
Final Estimates of Parameters
Type MA 1 SMA 3 SMA 6 Constant
Coef -0,3250 0,8432 -0,1766 -4,460
SE Coef 0,1295 0,1349 0,1377 4,159
T -2,51 6,25 -1,28 -1,07
P 0,015 0,000 0,205 0,288
Differencing: 0 regular, 1 seasonal of order 3 Number of observations: Original series 60, after differencing 57 Residuals: SS = 258714 (backforecasts excluded) MS = 4881 DF = 53 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 12,4 24,6 34,7 39,3 DF 8 20 32 44 P-Value 0,135 0,219 0,341 0,675
Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 594,103 696,133 548,892 582,704 692,353 548,395 579,330 687,894 543,935 574,870 683,434 539,475 570,411 678,974 535,016
95 Percent Limits Lower Upper 457,136 731,069 552,114 840,151 404,874 692,911 437,093 728,315 546,575 838,132 402,616 694,173 426,567 732,094 534,411 841,376 390,452 697,418 414,738 735,002 522,616 844,252 378,657 700,294 403,234 737,587 511,141 846,808 367,182 702,849
7. ARIMA (0,0,2)(0,1,2)3 Estimates at each iteration
Itrn SSE 0 423215 0,100 1 333917-0,011 2 289099-0,113 3 269358-0,231 4 262454-0,278 5 259335-0,294 6 257394-0,305 7 256094-0,314 8 255304-0,321 9 254876-0,326 10 254662-0,329 11 254559-0,331 12 254511-0,332 13 254489-0,332 14 254479-0,332 15 254474-0,332
0,100 0,172 0,215 0,250 0,247 0,251 0,252 0,249 0,245 0,241 0,239 0,237 0,236 0,235 0,234 0,234
Parameters 0,100 0,100 -2,683 0,250 0,228 -3,140 0,400 0,300 -4,180 0,550 0,255 -5,167 0,666 0,148 -5,335 0,734 0,068 -5,308 0,775 0,009 -5,257 0,801-0,037 -5,185 0,821-0,073 -5,108 0,837-0,101 -5,040 0,848-0,121 -4,988 0,857-0,135 -4,951 0,863-0,144 -4,925 0,867-0,151 -4,908 0,870-0,155 -4,895 0,872-0,158 -4,887
Type AR 1 SAR 3 MA 1 SMA 3 Constant
Coef -0,5505 -0,1912 -0,8682 0,6864 -9,075
SE Coef 0,2031 0,1971 0,1358 0,1336 5,421
T -2,71 -0,97 -6,39 5,14 -1,67
P 0,009 0,336 0,000 0,000 0,100
Differencing: 0 regular, 1 seasonal of order 3 Number of observations: Original series 60, after differencing 57 Residuals: SS = 248231 (backforecasts excluded) MS = 4774 DF = 52 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 8,9 18,7 25,8 29,2 DF 7 19 31 43 P-Value 0,263 0,477 0,733 0,946
Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 589,923 684,826 545,833 573,743 687,827 541,294 572,446 680,596 536,752 566,597 676,260 531,694 561,903 671,214 526,821
95 Percent Limits Lower Upper 454,476 725,370 542,710 826,942 401,757 689,910 426,654 720,833 540,725 834,929 394,188 688,400 420,328 724,564 527,940 833,252 383,934 689,571 408,920 724,275 518,328 834,193 373,684 689,704 399,269 724,538 508,280 834,148 363,796 689,845
8. Hasil ramalan produksi Ubi jalar menggunakan model SARIMA terbaik Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Forecast 580,320 685,171 546,074 569,855 682,723 539,750 565,405 677,367 534,832 560,275 672,339 529,755
95 Percent Limits Lower Upper 444,845 715,795 543,046 827,296 402,439 689,709 420,070 719,641 532,839 832,607 389,843 689,657 411,754 719,056 523,412 831,321 380,806 688,858 402,389 718,162 514,185 830,493 371,539 687,972
155
16 254472-0,333 17 254471-0,333 18 254471-0,333 19 254471-0,333 20 254471-0,333 21 254471-0,333 22 254471-0,333 Relative change than 0,0010
0,233 0,873-0,160 -4,881 0,233 0,874-0,161 -4,878 0,233 0,875-0,162 -4,875 0,233 0,875-0,163 -4,873 0,233 0,875-0,163 -4,872 0,232 0,875-0,164 -4,871 0,232 0,875 -0,164-4,871 in each estimate less
Final Estimates of Parameters
Type MA 1 MA 2 SMA 3 SMA 6 Constant
Coef -0,3326 0,2324 0,8754 -0,1637 -4,871
SE Coef 0,1414 0,1361 0,1499 0,1506 3,012
T -2,35 1,71 5,84 -1,09 -1,62
P 0,023 0,094 0,000 0,282 0,112
Differencing: 0 regular, 1 seasonal of order 3 Number of observations: Original series 60, after differencing 57 Residuals: SS = 250165 (backforecasts excluded) MS = 4811 DF = 52 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 8,7 20,8 31,6 35,8 DF 7 19 31 43 P-Value 0,277 0,348 0,434 0,775
Forecasts from period 60 Period 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 585,108 688,638 543,471 577,810 688,948 543,080 573,286 683,355 538,210 568,415 678,484 533,339 563,544 673,613 528,468
95 Percent Limits Lower Upper 449,134 721,081 545,339 831,937 396,729 690,214 430,092 725,527 541,124 836,773 395,203 690,958 420,302 726,269 529,816 836,893 384,401 692,018 409,691 727,139 519,225 837,742 373,820 692,858 399,280 727,808 508,832 838,394 363,436 693,500
73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
555,222 667,275 524,696 550,160 662,214 519,635 545,100 657,153 514,574 540,039 652,092 509,513 534,978 647,032 504,453 529,917 641,971 499,392
393,269 505,057 362,417 384,233 496,030 353,391 375,293 487,095 344,457 366,438 478,246 335,610 357,665 469,478 326,843 348,969 460,786 318,152
717,176 829,492 686,975 716,087 828,398 685,879 714,907 827,212 684,691 713,639 825,939 683,417 712,291 824,585 682,062 710,866 823,155 680,631
156
Lampiran 20. Plot ACF dan PACF Konsumsi Tahunan Ubi Jalar
Autocorrelation Function: Kons Tahunan
Partial Autocorrelation Function: Kons Tahunan
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
ACF 0,581894 0,489241 0,482894 0,389083 0,271105 0,242050 0,188851 0,274582 0,243667 0,175631 0,144910
T 3,77 2,45 2,13 1,56 1,03 0,89 0,69 0,99 0,85 0,61 0,50
LBQ 15,26 26,32 37,37 44,73 48,40 51,41 53,29 57,39 60,72 62,50 63,75
PACF 0,581894 0,227761 0,208128 0,013664 -0,092043 -0,000168 -0,019942 0,225041 0,044131 -0,067109 -0,095399
T 3,77 1,48 1,35 0,09 -0,60 -0,00 -0,13 1,46 0,29 -0,43 -0,62
157
Lampiran 21. Model Naive – Simple Moving Average untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar Tahun 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
2007 2008 2009 2010 2011
43 44 45 46 47
Yt 2.651,20 2.475,60 2.143,50 2.364,30 2.260,18 2.175,32 2.211,36 2.066,33 2.386,76 2.469,21 2.432,61 2.381,21 2.460,36 2.082,80 2.194,41 2.078,77 2.093,57 1.675,65 2.213,01 2.156,53 2.161,49 2.090,56 2.012,84 2.158,63 2.224,24 1.971,15 2.038,31 2.166,34 2.080,48 1.841,04 2.166,45 2.015,01 1.837,41 1.929,16 1.658,79 1.820,57 1.740,95 1.758,44 1.980,84 1.896,80 1.844,97 1.841,24
t 2.651,20 2.475,60 2.143,50 2.364,30 2.260,18 2.175,32 2.211,36 2.066,33 2.386,76 2.469,21 2.432,61 2.381,21 2.460,36 2.082,80 2.194,41 2.078,77 2.093,57 1.675,65 2.213,01 2.156,53 2.161,49 2.090,56 2.012,84 2.158,63 2.224,24 1.971,15 2.038,31 2.166,34 2.080,48 1.841,04 2.166,45 2.015,01 1.837,41 1.929,16 1.658,79 1.820,57 1.740,95 1.758,44 1.980,84 1.896,80 1.844,97 MSE 1.841,24 1.841,24 1.841,24 1.841,24 1.841,24
t -175,60 -332,10 220,80 -104,12 -84,86 36,04 -145,03 320,43 82,45 -36,60 -51,40 79,15 -377,56 111,61 -115,64 14,80 -417,92 537,36 -56,48 4,96 -70,93 -77,72 145,79 65,61 -253,09 67,16 128,03 -85,86 -239,44 325,41 -151,44 -177,60 91,75 -270,37 161,78 -79,62 17,49 222,40 -84,04 -51,83 -3,73 36.717,55
158
Lampiran 22. Model Simple Average untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar Tahun 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
2007 2008 2009 2010 2011
43 44 45 46 47
Yt 2.651,20 2.475,60 2.143,50 2.364,30 2.260,18 2.175,32 2.211,36 2.066,33 2.386,76 2.469,21 2.432,61 2.381,21 2.460,36 2.082,80 2.194,41 2.078,77 2.093,57 1.675,65 2.213,01 2.156,53 2.161,49 2.090,56 2.012,84 2.158,63 2.224,24 1.971,15 2.038,31 2.166,34 2.080,48 1.841,04 2.166,45 2.015,01 1.837,41 1.929,16 1.658,79 1.820,57 1.740,95 1.758,44 1.980,84 1.896,80 1.844,97 1.841,24
t
t
2.651,20 -175,60 2.563,40 -419,90 2.423,43 -59,13 2.408,65 -148,47 2.378,96 -203,64 2.345,02 -133,66 2.325,92 -259,59 2.293,47 93,29 2.303,84 165,37 2.320,38 112,23 2.330,58 50,63 2.334,80 125,56 2.344,46 -261,66 2.325,77 -131,36 2.317,01 -238,24 2.302,12 -208,55 2.289,85 -614,20 2.255,73 -42,72 2.253,48 -96,95 2.248,63 -87,14 2.244,48 -153,92 2.237,49 -224,65 2.227,72 -69,09 2.224,84 -0,60 2.224,82 -253,67 2.215,06 -176,75 2.208,51 -42,17 2.207,01 -126,53 2.202,65 -361,61 2.190,59 -24,14 2.189,81 -174,80 2.184,35 -346,94 2.173,84 -244,68 2.166,64 -507,85 2.152,13 -331,56 2.142,92 -401,97 2.132,06 -373,62 2.122,22 -141,38 2.118,60 -221,80 2.113,05 -268,09 2.106,52 -265,28 MSE 59.104,97 2.100,20 2.100,20 2.100,20 2.100,20 2.100,20
159
Lampiran 23. Model Single Exponential Smoothing untuk Konsumsi tahunan Ubi Jalar Tahun 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
2007 2008 2009 2010 2011
43 44 45 46 47
Yt 2.651,20 2.475,60 2.143,50 2.364,30 2.260,18 2.175,32 2.211,36 2.066,33 2.386,76 2.469,21 2.432,61 2.381,21 2.460,36 2.082,80 2.194,41 2.078,77 2.093,57 1.675,65 2.213,01 2.156,53 2.161,49 2.090,56 2.012,84 2.158,63 2.224,24 1.971,15 2.038,31 2.166,34 2.080,48 1.841,04 2.166,45 2.015,01 1.837,41 1.929,16 1.658,79 1.820,57 1.740,95 1.758,44 1.980,84 1.896,80 1.844,97 1.841,24
Smoothing Constant
FITS 2.459,96 2.537,74 2.512,47 2.362,40 2.363,17 2.321,29 2.261,92 2.241,36 2.170,17 2.258,26 2.344,06 2.380,07 2.380,54 2.413,00 2.278,70 2.244,42 2.177,05 2.143,10 1.952,98 2.058,74 2.098,51 2.124,13 2.110,47 2.070,76 2.106,50 2.154,39 2.079,86 2.062,96 2.105,01 2.095,03 1.991,73 2.062,79 2.043,36 1.959,60 1.947,22 1.829,91 1.826,11 1.791,47 1.778,04 1.860,52 1.875,28 1.862,95 MSE 1.854,12 1.854,12 1.854,12 1.854,12 1.854,12
RESI 191,24 -62,14 -368,97 1,90 -102,99 -145,97 -50,56 -175,03 216,59 210,95 88,55 1,14 79,83 -330,20 -84,29 -165,65 -83,48 -467,45 260,03 97,79 62,98 -33,57 -97,63 87,87 117,74 -183,24 -41,55 103,38 -24,53 -253,99 174,72 -47,78 -205,95 -30,44 -288,43 -9,34 -85,16 -33,04 202,80 36,28 -30,31 -21,71 27.439,40
Alpha (level) = 0,406715
160
Lampiran 24. Plot Analisis Tren: Linear, Kuadratik, Eksponensial dan S-Curve untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar "# &! '
$ #%
%
&! '
(!
5 6!7 + , (2
% ((!3 !
!
!
!
!
!
&! '
) % ! $ #% (! *
% (!((
&! ' 2 (( 3 4 2
+ , $ #% *
% (2
((!33
!
!
!
! !
! + , .#! /! -/! ! -0 1 !
-!
161
Lampiran 25. Hasil Ramalan Analisis Tren untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar 1. Fitted Trend Equation (Linear) Yt = 2415,43 - 14,6618*t Accuracy Measures MAPE 5,7 MAD 117,9 MSD 21835,3 Forecasts Period Forecast 43 1784,97 44 1770,31 45 1755,65 46 1740,99 47 1726,32 48 1711,66 49 1697,00 50 1682,34 51 1667,68 52 1653,01
2. Fitted Trend Equation (Kuadratik) Yt = 2421,05 - 15,4284*t + 0,0178284*t**2 Accuracy Measures MAPE 5,7 MAD 117,7 MSD 21829,8 Forecasts Period Forecast 43 1790,59 44 1776,72 45 1762,87 46 1749,07 47 1735,30
3. Fitted Trend Equation (Eksponensial) Yt = 2424,92 * (0,993054**t)
4. Fitted Trend Equation (S-Curve) Yt = (10**4) / (-5,79534 + 9,86292*(1,00339**t))
Accuracy Measures MAPE 5,7 MAD 118,7 MSD 21875,4
Accuracy Measures MAPE 5,8 MAD 119,0 MSD 22160,7
Forecasts Period Forecast 43 1796,95 44 1784,47 45 1772,08 46 1759,77 47 1747,55
Forecasts Period Forecast 43 1794,62 44 1782,30 45 1770,12 46 1758,06 47 1746,12
162
Lampiran 26. Analisis Regresi Linear, Kuadratik, Eksponensial, S-Curve untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar 1. Linear Regression Analysis: Yt versus t The regression equation is Yt = 2415 - 14,7 t Predictor Coef SE Coef T P Constant 2415,43 47,58 50,77 0,000 t -14,662 1,928 -7,61 0,000 S = 151,417
R-Sq = 59,1%
R-Sq(adj) = 58,1%
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1326466 1326466 57,86 0,000 Residual Error 40 917081 22927 Total 41 2243546
3. Quadratic Regression Analysis: Yt versus t; t*t The regression equation is Yt = 2421 - 15,4 t + 0,018 t*t Predictor Constant t t*t
Coef SE Coef T 2421,05 74,50 32,50 -15,428 7,991 -1,93 0,0178 0,1802 0,10
S = 153,326
R-Sq = 59,1%
P 0,000 0,061 0,922
R-Sq(adj) = 57,0%
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 2 1326696 663348 28,22 0,000 Residual Error 39 916850 23509 Total 41 2243546
2.
Exponential Regression Analysis: Ln Yt versus t
The regression equation is Ln Yt = 7,79 - 0,00697 t Predictor Coef Constant 7,79355 t -0,0069699 S = 0,0731478
SE Coef 0,02298 0,0009312
R-Sq = 58,3%
T 339,10 -7,48
P 0,000 0,000
R-Sq(adj) = 57,3%
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0,29976 0,29976 56,02 0,000 Residual Error 40 0,21402 0,00535 Total 41 0,51378 4.
S-Curve Regression Analysis: Ln(8000/Yt-1) versus t
The regression equation is Ln(8000/Yt-1) = 0,835 + 0,00947 t Predictor Coef SE Coef T P Constant 0,83466 0,03101 26,91 0,000 t 0,009467 0,001257 7,53 0,000 S = 0,0987102
R-Sq = 58,7%
R-Sq(adj) = 57,6%
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0,55301 0,55301 56,76 0,000 Residual Error 40 0,38975 0,00974 Total 41 0,94276
163
Lampiran 27. Model Double Exponential Smoothing (HOLT) untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar Tahun 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
2007 2008 2009 2010 2011
43 44 45 46 47
Yt 2.651,20 2.475,60 2.143,50 2.364,30 2.260,18 2.175,32 2.211,36 2.066,33 2.386,76 2.469,21 2.432,61 2.381,21 2.460,36 2.082,80 2.194,41 2.078,77 2.093,57 1.675,65 2.213,01 2.156,53 2.161,49 2.090,56 2.012,84 2.158,63 2.224,24 1.971,15 2.038,31 2.166,34 2.080,48 1.841,04 2.166,45 2.015,01 1.837,41 1.929,16 1.658,79 1.820,57 1.740,95 1.758,44 1.980,84 1.896,80 1.844,97 1.841,24
LEVE 2.637,69 2.452,50 2.248,43 2.313,15 2.263,68 2.189,90 2.190,89 2.092,49 2.280,01 2.398,44 2.412,64 2.382,47 2.427,08 2.183,67 2.180,55 2.100,80 2.085,17 1.794,47 2.067,30 2.118,60 2.139,19 2.097,74 2.031,28 2.109,58 2.180,49 2.030,83 2.027,97 2.114,95 2.085,01 1.911,59 2.077,67 2.028,80 1.891,47 1.909,49 1.730,67 1.783,04 1.746,08 1.746,24 1.898,80 1.891,61 1.854,01 1.839,35
TREN -235,28 23,38 -46,15 -41,89 -42,18 -43,39 -41,69 -43,87 -34,98 -29,09 -27,43 -27,53 -24,76 -33,16 -32,01 -33,84 -33,14 -43,03 -30,90 -27,74 -25,89 -26,49 -28,02 -23,94 -20,30 -25,26 -24,40 -20,13 -20,50 -26,38 -18,98 -20,13 -24,63 -23,00 -28,98 -25,86 -26,28 -25,27 -18,44 -18,01 -18,76 -18,60
FITS 2.608,40 2.402,41 2.475,87 2.202,28 2.271,26 2.221,50 2.146,50 2.149,20 2.048,62 2.245,03 2.369,35 2.385,21 2.354,94 2.402,32 2.150,51 2.148,55 2.066,96 2.052,03 1.751,44 2.036,39 2.090,86 2.113,30 2.071,25 2.003,26 2.085,64 2.160,19 2.005,57 2.003,57 2.094,83 2.064,51 1.885,21 2.058,68 2.008,66 1.866,84 1.886,49 1.701,70 1.757,19 1.719,79 1.720,97 1.880,37 1.873,61 1.835,25 MSE 1.820,75 1.802,15 1.783,55 1.764,95 1.746,35
RESI 42,80 73,19 -332,37 162,02 -11,08 -46,18 64,86 -82,87 338,14 224,18 63,26 -4,00 105,42 -319,52 43,90 -69,78 26,61 -376,38 461,57 120,14 70,63 -22,75 -58,42 155,37 138,60 -189,04 32,75 162,77 -14,35 -223,47 281,24 -43,67 -171,25 62,32 -227,70 118,88 -16,24 38,65 259,87 16,44 -28,64 5,99 29.333,70
Smoothing Constant : Alpha (level) = 0,68431 dan Gamma (tren) = 0,038402
164
Lampiran 28. Model BROWN untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar
# #$ # $$ # $ ## " # ## #" # ! #$ % #$ # ! #$ " #"! # %$ #" % #"%$
# $
! % " # $
! % #" # ## # #$ # # # #! #% "
# # # # # #$ #$! #$ ! #$"$ # # ! # # !$ # ! # % # $! # # ##!! ## % # # # ! # # # " # ! # $ # $ # # # # # # #" $ #"!! #" #"$ #"#$ % % %$ % !%# %" %"$ !% !!
## # # #"% #" # % ###$ % #" ! # #"!" !$ # #" ! %#% % !# $ ! %! !% !$ !$
# $
! % $" $ $# $ $$ $ $ $
# # $ # # # % # # $! # % #$% #$ #$ #$ #$$# #$#! #$ # %$ # $ # $ # % ##% ## ! ## ##$# ### ## ##" # !% # % # % # # $ # # # # " #"! #" #"$# #"#" #"" %!! % $ %
" !
# # %% #$ % #$ # $ ##! ## # ##"" ## ##%# # " # % ## ### # $ # # % #" #" # #"$% #"$ #" #"$ #"! #" #"#$ #" #" % % #"# #""% %$! %#! ! $ !"% % $$ %# !" !"$ !" !%
% !% ! !% ## $ % # %# # ## ## !" %#%! !! #$ # %# $ $ $ " % !% #! # $ #" %$ #$% $ ! $ #% " % ! # %% # !% % % "! % $ % " % " " ! % !!% % $" # " # # " % % % #" # "$#
""" $ $ % % """" % ! ! % % % " ## ##! # % "" $ !% # $ # " "#" $ " %%% $$! % $ #$# "! $ "" #% $$ $ % " ! $# " !# ## "% %!" " # $ # "$ # " #! ! %% ! # " ! # # % #" # % ! ! # " " "%% # # "$ $ " ! #!!! $ "
$ # &
'
$" $%%
&( '
" !
)
'
" %
'
* '
%"""""#
165
Lampiran 29. Plot ACF dan PACF Data Diferencing Regular Konsumsi Tahunan Ubi Jalar
Autocorrelation Function: Zt Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
ACF -0,433254 -0,001930 0,058804 0,028551 -0,112666 0,030123 -0,190987 0,096009 -0,001278 -0,019948
T -2,77 -0,01 0,32 0,16 -0,61 0,16 -1,03 0,50 -0,01 -0,10
LBQ 8,27 8,27 8,43 8,47 9,09 9,14 11,03 11,52 11,52 11,55
Partial Autocorrelation Function: Zt Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PACF -0,433254 -0,233462 -0,056477 0,046728 -0,081349 -0,073560 -0,308265 -0,193521 -0,103353 -0,063201
T -2,77 -1,49 -0,36 0,30 -0,52 -0,47 -1,97 -1,24 -0,66 -0,40
166
Lampiran 30. Model Awal ARIMA dan Alternatif Model untuk Konsumsi Tahunan Ubi Jalar 1. ARIMA (0,1,1) – Model Awal dan model terbaik Estimates at each iteration
Iteration SSE Parameters 0 1373874 0,100 -19,655 1 1243801 0,250 -19,508 2 1156632 0,400 -18,760 3 1104628 0,550 -17,279 4 1087071 0,627 -16,229 5 1075773 0,683 -15,801 6 1064042 0,735 -15,522 7 1047003 0,793 -15,321 8 1014021 0,869 -15,148 9 939142 0,982 -14,883 10 935536 0,984 -14,303 11 932687 0,992 -14,155 12 932372 0,991 -13,925 13 930284 0,997 -13,852 14 930165 0,996 -13,783 15 929507 0,997 -13,675 16 927901 1,001 -13,578 17 926844 1,002 -13,469 18 923880 1,007 -13,343 19 921393 1,010 -13,218 20 915883 1,018 -13,068 21 913337 1,021 -13,005 22 912502 1,022 -13,001 Relative change in each estimate less than 0,0010
Final Estimates of Parameters
Type MA 1 Constant
Coef 1,0216 -13,001
SE Coef 0,1041 2,787
T 9,82 -4,67
P 0,000 0,000
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 42, after differencing 41 Residuals: SS = 833669 (backforecasts excluded) MS = 21376 DF = 39 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 15,7 29,3 42,5 * DF 10 22 34 * P-Value 0,109 0,138 0,150 *
ARIMA Lain
2. ARIMA (1,1,1) Estimates at each iteration
Iteration SSE Parameters 0 1489419 0,100 0,100 -17,690 1 1212733 -0,050 0,250 -20,845 2 1162092 0,013 0,400 -18,822 3 1108518 0,024 0,550 -17,070 4 1077811 0,072 0,677 -15,133 5 1023377 0,184 0,827 -12,990 6 929930 0,284 0,977 -11,152 7 909704 0,203 0,991 -11,727 8 906530 0,183 0,992 -11,560 9 901389 0,186 1,003 -11,319 10 899444 0,182 1,003 -11,131 11 885630 0,197 1,022 -10,630 12 882690 0,189 1,025 -10,629 13 878713 0,189 1,032 -10,527 14 877096 0,180 1,031 -10,687 Unable to reduce sum of squares any further
Final Estimates of Parameters
Type AR 1 MA 1 Constant
Coef 0,1804 1,0314 -10,687
SE Coef 0,1559 0,0787 1,761
T 1,16 13,11 -6,07
P 0,254 0,000 0,000
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 42, after differencing 41 Residuals: SS = 802267 (backforecasts excluded) MS = 21112 DF = 38 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 10,4 22,4 34,6 * DF 9 21 33 * P-Value 0,316 0,377 0,391 * Forecasts from period 42 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper 43 1821,95 1537,10 2106,80 44 1807,78 1519,79 2095,78 45 1794,54 1506,55 2082,54 46 1781,46 1493,32 2069,60 47 1768,42 1480,08 2056,75
Forecasts from period 42 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper 43 1822,15 1535,52 2108,77 44 1809,14 1522,46 2095,83 45 1796,14 1509,39 2082,90 46 1783,14 1496,32 2069,96 47 1770,14 1483,25 2057,03
3. ARIMA (0,1,2)
4. ARIMA (2,1,1) Model: Yt
Estimates at each iteration
Iteration 0 1 2 3 4 5 6
SSE 1377154 1239633 1144016 1081362 1027160 932360 927169
Parameters 0,100 0,100 -19,655 0,250 0,126 -18,921 0,400 0,121 -17,838 0,550 0,102 -16,600 0,660 0,129 -15,731 0,753 0,217 -15,288 0,782 0,183 -14,539
Estimates at each iteration
Itrn SSE 0 1500746 0,100 1 1299571 -0,050 2 1225598 0,009 3 1135341 -0,141 4 1107417 -0,217 5 1104680 -0,204 6 1102688 -0,153
Parameters 0,100 0,100 -15,724 0,017 0,134 -21,409 -0,002 0,284 -19,942 -0,065 0,308 -22,228 -0,113 0,355 -22,493 -0,116 0,398 -21,568 -0,094 0,459 -20,105
167
7 8 9 10 Unable to further
926033 0,785 0,188 926006 0,783 0,188 925972 0,783 0,190 925955 0,782 0,190 reduce sum of squares
Final Estimates of Parameters
Type MA 1 MA 2 Constant
Coef 0,7821 0,1901 -14,352
SE Coef 0,1691 0,1690 2,554
-14,563 -14,369 -14,394 -14,352 any
T 4,62 1,12 -5,62
P 0,000 0,268 0,000
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 42, after differencing 41 Residuals: SS = 874750 (backforecasts excluded) MS = 23020 DF = 38 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 12,2 23,8 37,4 * DF 9 21 33 * P-Value 0,203 0,305 0,275 *
Forecasts from period 42 Period 43 44 45 46 47
Forecast 1805,54 1786,52 1772,17 1757,82 1743,47
95 Percent Limits Lower Upper 1508,11 2102,98 1482,10 2090,94 1467,64 2076,70 1453,17 2062,46 1438,71 2048,22
5. ARIMA (1,1,2) Estimates at each iteration
Iteration SSE Parameters 0 1503400 0,100 0,100 0,100 -17,690 1 1205938 -0,048 0,250 0,156 -19,609 2 1103626 -0,096 0,400 0,156 -18,655 3 1087306 0,021 0,550 0,096 -16,415 4 1073874 0,153 0,700 0,022 -14,102 5 1058132 0,289 0,850 -0,059 -11,791 6 1037482 0,425 1,000 -0,145 -9,514 7 1009758 0,556 1,150 -0,233 -7,307 8 976029 0,673 1,300 -0,318 -5,354 9 935079 0,541 1,295 -0,314 -6,655 10 931497 0,512 1,294 -0,314 -7,075 11 930204 0,494 1,292 -0,312 -7,335 12 929687 0,483 1,290 -0,310 -7,491 13 929446 0,476 1,288 -0,309 -7,589 14 929303 0,471 1,287 -0,307 -7,654 15 929196 0,467 1,285 -0,305 -7,700 16 929103 0,464 1,283 -0,303 -7,736 17 929015 0,462 1,281 -0,301 -7,767 18 928929 0,460 1,279 -0,299 -7,795 19 928844 0,458 1,277 -0,297 -7,822 20 928759 0,456 1,275 -0,295 -7,847 21 928675 0,454 1,273 -0,293 -7,873 22 928592 0,452 1,271 -0,291 -7,898 23 928509 0,451 1,269 -0,290 -7,923 24 928427 0,449 1,267 -0,288 -7,948 25 928346 0,447 1,265 -0,286 -7,973 ** Convergence criterion not met after 25 iterations **
7 1095115 -0,055 -0,040 0,566 8 1067488 0,084 0,040 0,716 9 1010386 0,211 0,118 0,866 10 937721 0,223 0,116 0,966 11 925301 0,185 0,068 0,972 12 923584 0,169 0,050 0,971 13 922983 0,164 0,043 0,974 14 922983 0,164 0,043 0,974 Relative change in each estimate than 0,0010
Final Estimates of Parameters
Type AR 1 AR 2 MA 1 Constant
Coef 0,1641 0,0432 0,9736 -11,599
SE Coef 0,1773 0,1767 0,1380 2,166
-17,564 -14,104 -10,900 -10,467 -11,283 -11,452 -11,601 -11,599 less
T 0,93 0,24 7,06 -5,35
P 0,361 0,808 0,000 0,000
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 42, after differencing 41 Residuals: SS = 875307 (backforecasts excluded) MS = 23657 DF = 37 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 11,5 23,5 37,7 * DF 8 20 32 * P-Value 0,173 0,264 0,223 *
Forecasts from period 42 Period 43 44 45 46 47
Forecast 1801,38 1783,08 1766,75 1751,69 1736,91
95 Percent Limits Lower Upper 1499,85 2102,90 1476,13 2090,02 1458,31 2075,20 1442,85 2060,52 1427,85 2045,97
6. Hasil ramalan konsumsi ubi jalar menggunakan model ARIMA terbaik Forecasts from period 42 Period 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Forecast 1822,15 1809,14 1796,14 1783,14 1770,14 1757,14 1744,14 1731,14 1718,14 1705,13
95 Percent Limits Lower Upper 1535,52 2108,77 1522,46 2095,83 1509,39 2082,90 1496,32 2069,96 1483,25 2057,03 1470,18 2044,09 1457,12 2031,16 1444,05 2018,23 1430,98 2005,29 1417,91 1992,36
168
Final Estimates of Parameters
Type AR 1 MA 1 MA 2 Constant
Coef 0,4473 1,2651 -0,2856 -7,973
SE Coef 0,1663 0,0858 0,1310 1,432
T 2,69 14,75 -2,18 -5,57
P 0,011 0,000 0,036 0,000
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 42, after differencing 41 Residuals: SS = 880418 (backforecasts excluded) MS = 23795 DF = 37 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 11,9 23,8 38,1 * DF 8 20 32 * P-Value 0,157 0,252 0,213 *
Forecasts from period 42 Period 43 44 45 46 47
95 Percent Limits Forecast Lower Upper 1805,32 1502,92 2107,73 1787,60 1480,22 2094,98 1771,70 1462,77 2080,63 1756,61 1447,04 2066,19 1741,89 1431,95 2051,84
169
Lampiran 31. Hasil Perhitungan Metode Kausal untuk Konsumsi Ubi Jalar Regression Analysis: Kons Ubi versus Kons/kap Ubi; Kons Brs The regression equation is
Kons Ubi = 404 + 94,6 Kons/kap Ubi + 0,0223 Kons Brs Predictor Constant Kons/kap Ubi Kons Brs
Coef 404,3 94,618 0,022262
S = 105,525
R-Sq = 94,5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 2 43 45
SE Coef 140,8 5,024 0,003280
SS 8289446 478830 8768276
/#
8# 9 3
P 0,006 0,000 0,000
VIF 4,2 4,2
R-Sq(adj) = 94,3% MS 4144723 11136
Durbin-Watson statistic = 1,00645
2
T 2,87 18,83 6,79
F 372,21
P 0,000
170
Lampiran 32. Hasil Perhitungan Metode Kausal untuk Produksi Ubi Jalar 1. Persamaan I Regression Analysis: Prod Ubi versus Luas Ubi; Luas Padi; D1; D2 The regression equation is Prod Ubi = 21,5 + 7,81 Luas Ubi + 0,0486 Luas Padi - 180 D1 - 71,1 D2 Predictor Constant Luas Ubi Luas Padi D1 D2
Coef 21,49 7,8145 0,04857 -180,46 -71,14
S = 22,7850
SE Coef 32,67 0,3024 0,01028 35,76 16,77
R-Sq = 94,2%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 4 463599 Residual Error 55 28554 Total 59 492153
T 0,66 25,84 4,72 -5,05 -4,24
P 0,513 0,000 0,000 0,000 0,000
VIF 1,3 25,1 32,8 7,2
R-Sq(adj) = 93,8% MS 115900 519
F 223,25
P 0,000
Durbin-Watson statistic = 1,12261
2. Persamaan II Regression Analysis: Prod Ubi versus Luas Ubi; Luas Padi The regression equation is Prod Ubi = 138 + 7,66 Luas Ubi - 0,00230 Luas Padi Predictor Constant Luas Ubi Luas Padi
Coef 137,84 7,6624 -0,002300
S = 27,1822
SE Coef 25,09 0,3168 0,002480
R-Sq = 91,4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 2 450037 Residual Error 57 42116 Total 59 492153
T 5,49 24,19 -0,93
/#
%9 3
VIF 1,0 1,0
R-Sq(adj) = 91,1% MS 225018 739
Durbin-Watson statistic = 0,745445
2
P 0,000 0,000 0,358
F 304,54
P 0,000