PENYUSUNAN MENU PORSI KECIL (SMALL PORTION MENU) UNTUK PASIEN DENGAN MALNUTRISI DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
IKA MEILATY
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ABSTRACT IKA MEILATY. Small Portion Menu Planning for Malnutrition Inpatient in Dr. Hasan Sadikin Bandung Hospital. Under Direction of M. Rizal M. Damanik and Yufrida Leni Fayakun. The objective of this research is to compile a menu with small portions for new patients with malnutrition. This research uses the quasi experiment design. The research was carried out in two stages, the preliminary research and advanced research. The subjects of the research was 57 new inpatients with malnutrition, 30 subjects in preliminary research and 27 subjects in advanced research. Results of the preliminary research showed the average consumption of the subjects was 817 kcal, and the percentage of the plate waste was 48,7%. The result of the menu planning is a five-day cycle with energy portion of 750, 1000, and 1300 kcal. The results of advanced research showed the average consumption of the subjects was 753 kcal with percentage of the remaining food was 20%. Independent sample t-test indicated, there was no significant difference in the amount of consumption of the preliminary subjects and advance subjects. Small portion menu can’t increase or decrease the average of energy consumption, but this menu can reduce plate waste about 28,7%. Key words: inpatient, malnutrition, menu planning, plate waste, small portion menu
RINGKASAN IKA MEILATY. Penyusunan Menu Porsi Kecil (Small Portion Menu) untuk Pasien dengan Malnutrisi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dibawah bimbingan M. RIZAL M. DAMANIK dan YUFRIDA LENI FAYAKUN Penelitian ini bertujuan untuk menyusun menu dengan porsi kecil (small portion menu) untuk pasien dengan malnutrisi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung, (2) mempelajari karakteristik dan identitas responden (jenis kelamin, usia, status gizi, dan kelas perawatan), (3) mengetahui rata-rata konsumsi energi dan sisa makanan pada pasien rawat inap baru dengan malnutrisi, (4) mengetahui penyusunan menu porsi kecil (small portion menu), (5) mengetahui rata-rata konsumsi energi dan sisa makanan pada pasien rawat inap baru dengan malnutrisi yang mengonsumsi menu porsi kecil (small portion menu), dan (6) mengetahui tanggapan pasien terhadap porsi menu yang disajikan. Desain penelitian ini adalah quasi experimental study. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu Penelitian Pendahuluan dan Penelitian Lanjutan. Penelitian Pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan data dasar penyusunan menu serta sebagai data kontrol. Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengevaluasi menu porsi kecil yang telah dibuat. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode purposive sampling dengan kriteria inklusi pasien baru di ruang rawat inap penyakit, memiliki riwayat asupan gizi yang rendah, memiliki status gizi malnutrisi berdasarkan hasil SGA (Subject Global Assessment) ahli gizi, mendapatkan makanan secara oral, dalam keadaan sadar dan dapat melakukan wawancara, kriteria ekslusinya adalah menggunakan NGT (Nasogastric Tube), mendapatkan diet cair, mengalami penurunan kesehatan drastis, dan dirawat kurang dari satu hari. Contoh yang diperoleh berjumlah 30 untuk penelitian pendahuluan dan 27 untuk penelitian lanjutan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi jumlah ketersediaan energi, konsumsi energi, sisa makanan dan persepsi menu. Sedangkan data sekunder meliputi karakteristik dan identitas responden, sejarah rumah sakit dan instalasi gizi, serta penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Data primer didapat melalui pengamatan dan wawancara menggunakan kuesioner. Data ketersediaan didapat dengan metode menimbang, data konsumsi didapat dengan metode menimbang dan Recall 24 jam, data sisa makanan didapat dengan metode menimbang, dan tanggapan menu didapat dengan wawancara dan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Nutrisurvey 2007, dan dianalisis secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16,0 for Windows. Tahapan pengolahan data dimulai dari pemasukan data (entry), pengkodean (coding), pengeditan data (editing), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis. Responden dalam penelitian ini adalah pasien penyakit dalam yang memiliki status gizi malnutrisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian pendahuluan (63,3%) dan penelitian lanjutan (66,7%) berjenis kelamin perempuan. Persentase terbesar responden pada penelitian pendahuluan (46,7%) dan penelitian lanjutan (44,4%) berada dalam kisaran usia 41-65 tahun atau dewasa tengah. Keadaan gizi responden pada penelitian pendahuluan sebagian besar adalah malnutrisi sedang (56,7%),
sedangkan pada penelitian lanjutan adalah malnutrisi berat (59,3%). Jenis penyakit yang paling banyak diderita responden pada penelitian pendahuluan adalah kanker dan kelainan darah (26,7%), sedangkan jenis penyakit pada penelitian lanjutan adalah gangguan pencernaan (25,9%). Lebih dari separuh responden pada penelitian pendahuluan (53,3%) dan penelitian lanjutan (81,5%) berasal dari kelas III. Rata-rata kebutuhan energi responden kontrol adalah 1618,1 kkal/hari dengan rata-rata kebutuhan basal sebesar 1139 kkal/hari. Ketersediaan energi makanan rumah sakit berkisar antara 1500-2100, dengan rata-rata 1525,6 kkal/hari. Berdasarkan perhitungan, konsumsi energi responden kontrol memiliki rata-rata sebesar 817,3 kkal. Rata-rata sisa makanan responden adalah 742,5 kkal, dengan persentase terhadap ketersediaan 48,7%. Berdasarkan uji statistik, tidak terdapat perbedaan jumlah konsumsi energi responden yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, status gizi, jenis penyakit, kelas perawatan, dan konsistensi makanan pokok. Penyusunan menu dilakukan berdasarkan hasil penelitian lanjutan. Menu disajikan dalam tiga pilihan porsi energi yaitu 750 kkal, 1000 kkal, dan 1300 kkal. Menu dibuat dalam siklus lima hari dengan konsistensi makanan dan jenis hidangan yang beragam. Rata-rata kebutuhan energi responden intervensi adalah 1515 kkal/hari dengan rata-rata kebutuhan basal sebesar 1141 kkal/hari. Ketersediaan energi menu porsi kecil memiliki rata-rata sebesar 891,8 kkal/hari. Jumlah konsumsi energi responden pada penelitian lanjutan adalah 753,4 kkal. Rata-rata (n=4) sisa makanan responden adalah 178,7 kkal, dengan persentase terhadap ketersediaan sebesar 20%. Berdasarkan uji statistik, tidak terdapat perbedaan jumlah konsumsi energi responden yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, status gizi, jenis penyakit, dan konsistensi makanan pokok. Namun terdapat perbedaan jumlah konsumsi energi responden pada kelompok kelas perawatan. Berdasarkan hasil independent sample t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) antara konsumsi energi responden pada penelitian pendahuluan dengan responden pada penelitian lanjutan. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tidak terdapat penurunan atau peningkatan yang nyata dari konsumsi energi responden setelah mengonsumsi menu porsi kecil. Sebagian besar responden (70,4%) menyatakan ukuran porsi yang disajikan pada menu porsi kecil telah sesuai yang diharapkan. Lebih dari separuh responden (66,7%) menyatakan ukuran antara makanan pokok dan lauk yang disediakan cukup proporsional. Sebanyak 85,2% responden menyatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan karena porsi menu yang disediakan. Jenis makanan yang paling banyak tersisa adalah makanan dengan konsistensi bubur, yaitu bubur ayam dan bubur cincang sapi. Sedangkan makanan yang paling sedikit tersisa adalah lontong isi. Menu porsi kecil yang dibuat tidak menaikkan atau menurunkan konsumsi energi pada pasien malnutrisi, namun menu ini dapat menurunkan sisa makanan rumah sakit sebesar 28,7%. Sebaiknya penelitian ini dilakukan lebih dari satu hari sehingga peningkatan atau penurunan konsumsi pasien dapat lebih terlihat. Konsistensi makanan yang dibuat dalam satu menu sebaiknya tidak berbedabeda.
PENYUSUNAN MENU PORSI KECIL (SMALL PORTION MENU) UNTUK PASIEN DENGAN MALNUTRISI DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
IKA MEILATY
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi : Penyusunan Menu Porsi Kecil (Small Portion Menu) untuk Pasien dengan Malnutrisi Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Nama
: Ika Meilaty
NIM
: I14080120
Menyetujui:
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD. NIP. 19640731 199003 1 001
Yufrida Leni Fayakun, DMN, MPH NIP. 19661224 199003 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penyusunan Menu Porsi Kecil (Small Portion Menu) untuk Pasien dengan Malnutrisi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung” yang merupakan syarat kelulusan sebagai Sarjana Gizi. Selama penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak baik bantuan moril dan materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD dan Yufrida Leni Fayakun, DMN. MPH selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan, arahan, kritik, motivasi, nasehat serta semangat dan dorongan untuk penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran, masukan dan motivasi kepada penulis 3. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan saran perbaikan dalam penyelesaian skripsi 4. Para pembahas seminar Nabilah Nabiha Zulfa, Albeta Putra Pratama, Nurayu Annisa, dan Imam Faqih atas saran dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. 5. Asep Ahmad Munawar, SKM, MKM selaku Kepala Instalasi Gizi RSHS beserta para staf Instalasi Gizi, Kepala Ruangan Fresia beserta staf dan para perawat. 6. Nurharyanti, S.St, Nurhalisah, AMG, dan Eka Sekarningsih, S.Gz. selaku ahli gizi ruangan penyakit dalam RSHS yang telah memberikan ilmu dan saran selama penelitian. 7. Para staff pantry serta teman-teman dari Santa Carolus yang selalu memberikan semangat dan membantu pelaksanaan penelitian. 8. Ibu, Ayah, dan Dora yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang, finansial dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman satu bimbingan, Indah Yulianti, Kartika, Ahmad Soleman, Eko Gunawan dan Oktavianus. 10. Teman-teman kosan dan para sahabat GM45 yang selalu memberikan motivasi dan mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi. 11. ELF, Exotic, Super Junior dan EXO.
ii
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Demi perbaikan ke arah yang lebih baik, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, menambah keragaman ilmu pengetahuan terutama mengenai menu porsi kecil untuk pasien rawat inap di rumah sakit.
Bogor, Maret 2013
Ika Meilaty
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak pertama dari pasangan Drs. Jami’at dan Emila Zola, S.Kep, Ners., dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Mei 1990. Menempuh pendidikan formal di TK Darul Hikam Rancaekek, SDN Kencana Indah 3 Rancaekek, SMP Islam Al-Ma’soem Sumedang, dan SMAN 24 Bandung. Aktif dalam beberapa kegiatan ekstrakulikuler selama sekolah seperti Pramuka, Dokter Cilik, dan Seni Degung. Penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008. Penulis merupakan penerima beasiswa PPA tahun 2009-2012. Aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Gizi IPB (HIMAGIZI) sebagai bendahara 2 pada tahun 2010 dan sebagai bendahara 1 pada tahun 2011. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti Nutrition Fair 2010, HUT HIMAGIZI 2010, HACCP 2010, Munas ILMAGI 2012, dan SENZASIONAL 2012. Penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, Brebes, Jawa Tengah pada tahun 2011. Pada tahun 2012, penulis melakukan Internship Dietetic di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum Pengantar Biokimia Gizi pada tahun 2010 dan 2012, serta Ilmu Bahan Makanan pada tahun 2012.
iv
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................................. 3 Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ........................................................ 4 Perencanaan Menu .......................................................................................... 4 Ukuran Porsi .................................................................................................... 7 Sisa Makanan Rumah Sakit ............................................................................. 8 Malnutrisi di Rumah Sakit ............................................................................... 10 Refeeding Syndrome...................................................................................... 11 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 15 METODE ........................................................................................................... 17 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 17 Desain Penelitian ........................................................................................... 17 Prosedur Penelitian ........................................................................................ 17 Jumlah dan Cara Pengambilan Responden ................................................... 18 Jenis dan Cara Pengambilan Data ................................................................. 20 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 21 Definisi Operasional ....................................................................................... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 25 Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin ............................. 25 Gambaran Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi RSHS ...................... 25 PENELITIAN PENDAHULUAN ...................................................................... 28 Karakteristik Responden Kontrol .................................................................... 28 Kebutuhan Energi Responden ....................................................................... 30 Ketersediaan Energi Makanan Rumah Sakit .................................................. 30 Konsumsi Energi Responden ......................................................................... 31
v
Sisa Makanan Responden Kontrol ................................................................. 33 Tanggapan Responden Kontrol terhadap Porsi Makanan .............................. 33 Penyusunan Menu dengan Porsi Kecil ........................................................... 34 PENELITIAN LANJUTAN ............................................................................... 38 Karakteristik Responden Intervensi ................................................................ 38 Kebutuhan Energi Responden Intervensi ....................................................... 40 Ketersediaan Energi Responden Intervensi ................................................... 41 Konsumsi Energi Responden Intervensi ......................................................... 41 Sisa Makanan Responden ............................................................................. 44 Tanggapan Responden Intervensi terhadap Porsi Makanan .......................... 44 Gambaran Sisa Makanan Menu Porsi Kecil ................................................... 45 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 50 Kesimpulan .................................................................................................... 50 Saran ............................................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 52 LAMPIRAN ........................................................................................................ 54
vi
DAFTAR TABEL Halaman 1 Aturan pemberian makan pada Refeeding Syndrome .................................... 13 2 Jenis dan kategori karakteristik responden .................................................... 21 3 Jadwal persiapan dan pengolahan bahan makanan ...................................... 26 4 Jadwal pengambilan dan pemberian makanan .............................................. 27 5 Sebaran responden kontrol berdasarkan jenis kelamin .................................. 28 6 Sebaran responden kontrol berdasarkan umur .............................................. 28 7 Sebaran responden kontrol berdasarkan kategori malnutrisi.......................... 28 8 Sebaran responden kontrol berdasarkan jenis penyakit ................................. 29 10 Sebaran responden kontrol berdasarkan konsistensi makanan ................... 29 11 Sebaran responden kontrol berdasarkan kelas perawatan........................... 30 12 Kebutuhan energi total responden kontrol.................................................... 30 13 Kebutuhan energi basal responden kontrol .................................................. 30 14 Rata-rata ketersediaan energi makanan rumah sakit ................................... 31 15 Rata-rata total konsumsi energi responden kontrol ...................................... 31 16 Rata-rata konsumsi makanan rumah sakit responden kontrol ...................... 32 17 Sebaran responden kontrol berdasarkan konsumsi makanan luar RS ......... 32 18 Rata-rata konsumsi makanan luar rumah sakit responden kontrol ............... 32 19 Rata-rata sisa makanan responden kontrol .................................................. 33 20 Pembagian energi setiap waktu makan dalam satuan penukar .................... 36 21 Siklus lima hari menu porsi kecil .................................................................. 38 22 Sebaran responden intervensi berdasarkan jenis kelamin ........................... 38 23 Sebaran responden intervensi berdasarkan umur ........................................ 39 24 Sebaran responden intervensi berdasarkan kategori malnutrisi ................... 39 25 Sebaran responden intervensi berdasarkan jenis penyakit .......................... 39 27 Sebaran responden intervensi berdasarkan kelas perawatan ...................... 40 28 Kebutuhan energi responden intervensi ....................................................... 40 29 Kebutuhan energi basal responden intervensi ............................................. 41 30 Rata-rata ketersediaan energi menu porsi kecil ........................................... 41 31 Konsumsi energi total responden intervensi ................................................. 41 32 Rata-rata konsumsi makanan rumah sakit responden intervensi ................. 42 33 Sebaran responden intervensi berdasarkan konsumsi makanan luar RS ..... 43 34 Rata-rata konsumsi makanan luar rumah sakit responden intervensi .......... 43
vii
35 Rata-rata sisa makanan responden intervensi ............................................. 44 36 Sebaran sisa makanan responden intervensi .............................................. 49
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor yang memengaruhi penyusunan small portion menu ................................................................................................. 16 2 Prosedur penelitian ......................................................................................... 19 3 Pengambilan responden penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan ....... 20
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kuesioner tanggapan terhadap porsi menu .................................................... 55 2 Formulir catatan asupan makan...................................................................... 56 3 Kandungan gizi menu porsi kecil berdasarkan Nutrisurvey dan satuan penukar ......................................................................................................... 57 4 Siklus Menu Makanan Diet RSUP Hasan Sadikin ........................................... 58 5 Siklus menu makanan non diet RSUP Hasan Sadikin..................................... 60 6 Formulir Informed Consent ............................................................................. 62
PENDAHULUAN Latar Belakang Malnutrisi adalah istilah yang luas yang digunakan untuk menggambarkan ketidakseimbangan gizi di banyak negara berkembang, dan di rumah sakit serta fasilitas perawatan lainnya. Malnutrisi yang ada pada pasien di rumah sakit adalah kombinasi kakeksia dan malnutrisi (ketidakcukupan konsumsi zat gizi) bukan hanya malnutrisi saja. Malnutrisi berhubungan dengan keadaan buruk pasien, termasuk infeksi dan komplikasi, kehilangan massa otot, gangguan pada penyembuhan luka, waktu rawat yang lebih lama, serta peningkatan angka kesakitan dan angka kematian (Barker 2011). Pasien rawat inap di rumah sakit dengan malnutrisi telah menjadi masalah dalam 40 tahun terakhir dan banyak studi yang menemukan bahwa 2540% pasien di rumah sakit menderita malnutrisi (William & Walton 2011). Prevalensi malnutrisi pasien saat masuk rumah sakit di Indonesia dilaporkan berkisar 20-60%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, RS Jamil Padang, dan RS Sanglah Denpasar didapatkan 74 pasien (28,2%) mengalami penurunan status gizi pada saat keluar rumah sakit dibandingkan pada saat masuk rumah sakit berdasarkan hasil Subject Global Assessment (SGA) (Susetyowati et al 2012). Pasien dengan malnutrisi perlu mendapatkan perhatian khusus dalam perawatan serta asuhan gizi. Pemberian makanan oral secara langsung dan dalam jumlah yang tidak sesuai pada pasien malnutrisi, terutama malnutrisi berat, sering menyebabkan diare, gagal jantung, dan komplikasi sistem syaraf (Stanga et al 2008). Asupan gizi yang tidak tepat pada pasien dengan malnutrisi dapat menyebabkan terjadinya refeeding syndrome. Refeeding syndrome adalah kondisi yang terjadi pada pasien gizi kurang atau pasien yang puasa dalam jangka waktu lama yang secara langsung dan mendadak mengonsumsi diet tinggi karbohidrat (Tripathy et al 2008). Gejala dari refeeding syndrome cukup bervariasi, tidak dapat diperkirakan, dapat terjadi tanpa diketahui, dan mungkin terjadi
lambat.
Gejala
terjadi
karena
perubahan
pada
elekrolit
serum
mempengaruhi membran sel merusak fungsi syaraf, jantung, dan sel otot rangka (Khan et al 2010). Pasien dengan asupan makanan dan gizi yang kurang selama lebih dari lima hari dapat mengalami refeeding syndrome dengan resiko sedang jika pasien diberikan makanan baik oral, enteral, maupun parenteral tidak sesuai dengan
2
kebutuhan dan kemampuan tubuhnya (NHS 2011). Asupan makanan, terutama karbohidrat, yang terlalu banyak dan tiba-tiba setelah masa starvasi dapat menyebabkan pertukaran metabolisme lemak menjadi metabolisme karbohidrat dan menyebabkan refeeding syndrome. Oleh karena itu, makanan rumah sakit yang disediakan dalam porsi yang cukup besar mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya refeeding syndrome. Sisa makanan pasien juga cukup menjadi masalah di rumah sakit. Sisa makanan di rumah sakit selalu lebih banyak dari pada di instansi pelayanan lain. Restoran, kantin sekolah, dan kafetaria kantor umumnya menghasilkan sisa makanan kurang dari 15%, sementara rumah sakit dapat menghasilkan dua sampai tiga kali lebih banyak sisa makanan (William & Walton 2011). Penelitian Djuhariah (1986) di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa sebanyak 19,5% pasien di ruang rawat inap meninggalkan sisa makanan melebihi 25%. Sementara penelitian yang dilakukan Haerani (2012) di rumah sakit yang sama menunjukkan sisa makanan lunak masih tinggi, yaitu 31,2%, di atas Standar Pelayanan Minimum Menkes RI (20%). Banyaknya sisa makanan umumnya berkaitan dengan banyaknya jumlah energi yang disediakan. Jumlah energi makanan rumah sakit umumnya berkisar antara 1500-2100 kkal. Nilai tersebut dibuat berdasarkan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) orang dewasa sehat. Orang sakit umumnya mengalami penurunan nafsu makan sehingga tidak menghabiskan makanannya, khususnya pada pasien dengan malnutrisi. Pasien dengan malnutrisi umumnya mengalami penurunan berat badan sehingga kebutuhan energi individunya akan lebih kecil dari AKG orang dewasa sehat. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan, sehingga jika diberikan porsi makanan dalam jumlah energi untuk orang normal, sisa makanan akan tinggi. Sampai saat ini diperkirakan belum terdapat rumah sakit yang menyediakan standar energi khusus untuk pasien dengan malnutrisi. Standar energi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pasien malnutrisi perlu dibuat untuk mencegah terjadinya refeeding syndrome serta mengurangi sisa makanan pasien. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk membuat menu dengan kandungan energi yang lebih kecil dari standar sebagai upaya pencegahan masalah yang terjadi pada pasien malnutrisi.
3
Tujuan Tujuan Umum: Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menyusun menu dengan porsi kecil (small portion menu) untuk pasien dengan malnutrisi dan dampaknya pada sisa makanan. Tujuan Khusus: 1. Mengetahui penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung 2. Mempelajari karakteristik dan identitas pasien malnutrisi (jenis kelamin, usia, status gizi, dan kelas perawatan) 3. Mengetahui rata-rata kebutuhan energi, ketersediaan energi, konsumsi energi pada pasien malnutrisi. 4. Mengetahui jumlah sisa makanan pada pasien malnutrisi. 5. Mempelajari penyusunan menu porsi kecil (small portion menu) 6. Mengetahui perbedaan konsumsi energi pasien yang diberi makanan standar dengan konsumsi energi pasien yang diberi menu porsi kecil. 7. Mengetahui tanggapan responden terhadap menu porsi kecil. 8. Mengetahui sisa makanan pada menu porsi kecil. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dari penyusunan menu porsi kecil untuk pasien malnutrisi, serta memberikan gambaran sisa makanan dan tanggapan terhadap makanan rumah sakit dari pasien malnutrisi.
TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Pelayanan jasa makanan rumah sakit dibuat untuk pasien, staf, dan pengunjung. Menu yang disediakan adalah menu lengkap dengan harga tetap (Table d’hote) dan batasan secara medis sesuai tipe diet yang diperbolehkan (Vintila et al
2005). Penyelenggaraan makanan di rumah sakit merupakan
kegiatan pengadaan makana bagi pasien dan pegawai rumah sakit. Menurut Depkes (2006), penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi klien atau konsumen yang membutuhkannya. Sasaran
penyelenggaraan
makanan
rumah
sakit
adalah
konsumen/pasien maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan makanan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, peralatan; sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian
bahan
makanan,persiapan
makanan, bahan
penerimaan
makanan,
dan
serta
penyimpanan
pengolahan
makanan
bahan dan
pendistribusian makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu makanan dan kepuasan konsumen (Depkes 2006). Perencanaan Menu Langkah awal dari penyelenggaraan makanan adalah perencanaan menu. Menu adalah kumpulan beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan untuk seseorang atau kelompok orang untuk setiap kali makan. Menu tersebut disajikan sebagai hidangan pagi, siang atau malam. Perencanaan menu adalah kegiatan
yang
penyelenggaraan
sangat
penting
makanan
yang
(Critical
merupakan
Focal
Point).
penentu Faktor
keberhasilan utama
penyusunan menu ini adalah melakukan standarisasi resep (Yahya 1994).
dalam
5
Fungsi standar resep adalah : •
Mendapatkan makanan yang berkualitas baik dalam jumlah/ porsi makanan yang banyak.
•
Mengetahui kandungan gizi tiap porsi masakan.
•
Mengetahui unit-cost tiap porsi masakan.
•
Memperoleh hasil masakan yang konsisten pada tiap pemasak.
•
Mempermudah proses penyusunan menu.
•
Mempermudah proses pengolahan masakan. Menurut Depkes (2006), Perencanaan menu adalah suatu kegiatan
penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen/pasien, dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit (misalnya 10 hari/seminggu). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu, yaitu: 1. Populasi
yang
akan
dilayani,
termasuk
kebiasaan
makan
dan
preferensinya terhadap makanan; 2. Kebutuhan gizi individu maupun kelompok populasi; 3. Pengetahuan yang luas mengenai aneka ragam makanan, kombinasi makanan yang dapat diterima, persiapan dan teknik penyajian makanan. Menurut Moehyi (1992), penyusunan menu dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga harus memperhatikan faktor-faktor berikut ini: 1. Kebutuhan gizi penerima makanan 2. Kebiasaan makan penerima makanan 3. Masakan harus bervariasi 4. Biaya yang tersedia 5. Iklim dan musim 6. Peralatan untuk mengolah makanan 7. Ketentuan-ketentuan lain yang berlaku pada institusi. Berdasarkan Depkes (2006), langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan menu adalah: 1. Bentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari ahli gizi/dietisien, kepala masak (chief cook), dokter spesialis gizi klinik, dan lain-lain. 2. Kumpulkan tanggapan/keluhan konsumen mengenai menu dengan cara menyebarkan kuesioner. 3. Buat rincian macam dan jumlah konsumen yang akan dilayani.
6
4. Kumpulkan data peralatan dan perlengkapan dapur yang tersedia. 5. Sesuaikan penyusunan menu dengan macam dan jumlah tenaga. 6. Perhatikan kebiasaan makan daerah setempat, musim, iklim dan pasar. 7. Tetapkan siklus menu yang akan dipakai. 8. Tetapkan standar porsi. 9. Susun menu dengan cara: a) Kumpulkan berbagai jenis hidangan, kelompokkan berdasarkan jenis makanan (kelompok lauk hewani, kelompok nabati, kelompok sayuran, kelompok buah) sehingga memungkinkan variasi yang lebih banyak. b) Susun pola menu dan master menu yang memuat garis besar frekuensi penggunaan bahan makanan harian dengan siklus menu yang berlaku. c) Masukkan hidangan hewani yang serasi warna, komposisi, konsistensi bentuk dan variasinya; kemudian lauk nabati, sayur, buah dan snack. d) Siapkan formulir penilaian yang meliputi pola menu kombinasi warna, tekstur, konsistensi, rasa, aroma, ukuran, bentuk potongan, temperatur makanan, pengulangan menu penyajian dan sanitasi. e) Nilai menu dengan beberapa penilaian objektif. f)
Lakukan pre-test untuk mengetahui tanggapan konsumen/pasien.
g) Buat perbaikan menu dan selanjutnya menu siap untuk diusulkan kepada pengambil keputusan. Berdasarkan Yahya (1994), prosedur perencanaan menu terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap persiapan adalah: a) Penyebaran kuesioner mengenai menu yang sudah dilaksanakan (Kuesioner Pra Menu Baru). Titik berat dari kuesioner ini adalah mendapatkan data masakan apa yang menjadi masakan favorit atau kesukaan pasien. b) Bentuk Tim Penyusun Menu yang terdiri dari unsur staf Gizi, unsur ahli gizi, dan unsur Unit Pengolahan Makanan. c) Pengumpulan data yang diperlukan :
Peraturan pemberian makanan sesuai dengan kelas perawatan.
Standar diit
Siklus menu yang digunakan (7, 10 hari atau 2 minggu).(menentukan banyaknya resep masakan yang harus disediakan).
Pola menu standar yaitu menu baku yang disusun sesuai siklus menu.
7
Pola menu pilihan adalah pilihan menu yang ditawarkan pada pasien terutama kelas I sampai VIP.
Buku-buku resep, majalah dan sebagainya.
d) Membuat standar resep. Resep harus dibuat dalam jumlah banyak yaitu jumlah
yang
diperkirakan
mewakili
jumlah
porsi
masakan
yang
diselenggarakan di rumah sakit. Berdasarkan pengalaman pembuatan standar resep di RSIJ dan meneliti buku-buku resep masakan diit, diperoleh kesepakatan contoh untuk lauk hewani sebesar 180 Kalori (makanan biasa) dan 150 Kalori (makanan diit). Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan adalah: a) Membuat master menu dengan penentuan masakan berdasarkan warna, komposisi, bentuk dan variasi. b) Uji coba menu hidangan dengan menggunakan Form Penilaian Menu Masakan oleh para panelis yang terdiri dari perawat, dokter dan direksi. c) Menu diperbaiki dan menu siap untuk digunakan. Pada tahap evaluasi dilakukan Penyebaran kuesioner mengenai menu yang akan dilaksanakan (Questionaire Post Menu Baru), fokusnya adalah mendapatkan data tentang daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan. Penyebaran kuesioner ini juga merupakan salah satu cara pengawasan mutu makanan secara periodik. Ukuran Porsi Ukuran porsi mengindikasikan berat makanan dari resep, yang akan disajikan dalam menu makanan lengkap. Ukuran porsi umumnya dinyatakan dalam berat (gram) atau volume (ml) dan dapat dinyatakan pula dengan ukuran rumah tangga (URT) atau satuan penyajian. Ketika mendefinisikan ukuran porsi dari resep, penting untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: •
Ukuran porsi harus terlihat menarik di atas piring, berhubungan dengan komponen lain dalam keseluruhan makanan lengkap
•
Ukuran porsi harus memuaskan nafsu makan pasien
•
Ukuran porsi harus memenuhi rekomendasi penawaran khusus, tetapi ini seharusnya tidak membahayakan pasien.
•
Pilihan ukuran porsi yang berbeda untuk pasien dapat dengan beberapa cara Beberapa studi menunjukkan bahwa banyak pasien di rumah sakit yang
tidak memakan semua makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Hal tersebut
8
dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah nafsu makan. Makanan dengan ukuran porsi yang kecil dan kandungan energi yang tinggi, dapat mendukung asupan oral pasien yang memiliki nafsu makan rendah. Hal tersebut dapat memastikan pasien tidak kesusahan dengan makanan lengkap porsi besar dan akan memakan yang disajikan, serta meningkatkan asupan energi dan zat gizi. Perlakuan tersebut juga dapat mengurangi sisa makanan, tetapi tidak tepat untuk semua kelompok pasien, contohnya pasien yang membutuhkan diet sehat dan seimbang (Donneley 2008). Leidy et al (2010) menyebutkan bahwa makanan dalam jumlah besar yang disediakan untuk manula akan menurunkan nafsu makan, sedangkan pengurangan ukuran porsi akan berpotensi meningkatkan nafsu makan dan menyebabkan peningkatan konsumsi makanan. Pada studi lain, pengurangan ukuran porsi dari makanan lengkap menyebabkan pengurangan konsumsi makanan tanpa adanya peningkatan pada nafsu makan, dinyatakan bahwa pengurangan ukuran porsi mungkin tidak menguntungkan. Tetapi, pada studistudi lain, ukuran makanan lengkap berkurang bersamaan dengan peningkatan kepadatan energi. Dengan menggunakan desain tersebut, makanan tinggi energi dengan porsi kecil menghasilkan 14% energi lebih banyak daripada makanan dengan jumlah yang besar. Makanan tinggi energi dengan porsi kecil mendorong peningkatan sebanyak 25% dalam konsumsi makanan dibandingkan dengan makanan porsi besar. Hal tersebut menyatakan bahwa perubahan ukuran porsi bersamaan dengan kandungan makanan lainnya mungkin merupakan strategi yang potensial untuk membangkitkan kembali keseimbangan energi pada orang dewasa. Sisa Makanan Rumah Sakit Sisa makanan di rumah sakit menunjukkan pada makanan yang disajikan yang tidak dimakan oleh pasien. Sisa makanan yang tinggi berkontribusi pada komplikasi yang berhubungan dengan malnutrisi di rumah sakit, serta keuangan dan harga lingkungan. Sisa makanan secara khusus diukur dengan menimbang makanan atau dengan perkiraan visual dari jumlah makanan yang tersisa pada piring, hasilnya disajikan dalam persentase dengan berat makanan yang disediakan, atau dengan menghitung protein, energi atau keuangan dari sisa makanan. Dari 32 studi pada rumah sakit menunjukkan rata-rata sisa makanan 30% per berat (range: 6-65%), lebih tinggi daripada di pelayanan makanan lain (Williams & Walton 2011).
9
Sisa makanan lebih rendah di rumah sakit yang menggunakan sistem pengantaran makanan besar dibandingkan dengan pengantaran makanan individu. Alasan tingginya sisa makanan dapat dihubungkan dengan kondisi klinis pasien, makanan dan beberapa isu tentang makanan (seperti makanan kualitas rendah, ukuran porsi yang tidak sesuai, dan pilihan menu yang terbatas), beberapa isu pelayanan (termasuk kesulitan mengakses makanan dan sistem pemesanan yang kompleks), dan faktor-faktor lingkungan (seperti waktu makan yang tidak sesuai, gangguan, dan lingkungan rumah sakit yang kurang menyenangkan) (Williams & Walton 2011). Terdapat dua cara utama untuk mengukur sisa makanan, yaitu dengan menimbang (weighing) atau melihat (visual estimation). Teknik menimbang meliputi pengumpulan semua sisa makanan dan mencatat baik total jumlah sisa untuk satu populasi (misalnya semua makanan dari ruang rawat inap), atau total makanan yang tersisa pada setiap piring individu, atau berat dari setiap komponen makanan pada setiap piring. Sistem tersebut diperlukan ketika data akan dianalisis atau dihitung menjadi kandungan nutrisi. Metode menimbang adalah metode yang paling akurat, namun membutuhkan sumber yang signifikan dan waktu yang cukup, oleh karena itu sulit untuk melakukan tanpa mengganggu atau menghambat kerja pelayanan makanan. Tetapi metode ini telah banyak digunakan pada berbagai studi. Teknik visual estimation atau dengan melihat menggunakan skala untuk mengukur perkiraan proporsi makanan yang tersisa. Terdapat beberapa skala yang berbeda yang digunakan. Skala yang paling banyak digunakan adalah 7point scale (semua sisa, dimakan satu suap, ¾, ½, ¼, tersisa satu suap, tidak ada sisa) dan skala Comstock (semua sisa, termakan satu suap, ¾, ½, ¼, tidak ada sisa). Skala lain yang digunakan adalah 5-point scale (semua sisa, ¾, ½, ¼ atau kurang, tidak ada atau hampir tidak ada), 4-point scale (semua sisa, ½, ¼, tidak ada sisa) dan 3-point scale (semua sisa, 50%, <50%). Hasil dari perhitungan dan perkiraan sisa makanan umumnya ditampilkan dalam bentuk persentase dari berat makanan yang tidak dimakan. Tetapi pada beberapa studi hasil ditampilkan dalam nilai energi atau protein dari makanan, atau bahkan nilai keuangan (harga) dari sisa makanan. Perhitungan sisa makanan di rumah sakit umumnya ditampilkan dalam bentuk nilai energi atau nilai protein.
10
Banyaknya sisa makanan bervariasi sesuai jenis makanan. Beberapa studi menemukan bahwa sisa makanan di pagi hari lebih sedikit daripada sisa makanan pada waktu makan lain. Hanya beberapa studi yang melaporkan sisa makanan aktual, terlihat lebih banyak sisa makanan berupa sayuran daripada makanan berupa daging. Frakes et al dalam William dan Walton (2011) menyatakan lebih dari 40% sayuran yang disajikan tidak dimakan. Hal ini memperlihatkan secara umum sayuran kurang disukai oleh pasien. Malnutrisi di Rumah Sakit Malnutrisi adalah istilah umum yang menunjuk pada gizi kurang dan gizi lebih.
Gizi
kurang
dikarenakan
asupan
makanan
yang
tidak
cukup,
ketidakseimbangan diet, defisiensi dari zat gizi spesifik, dan gizi lebih dikarenakan kelebihan konsumsi makanan (The Patients Association 2011). Malnutrisi adalah istilah yang luas yang digunakan untuk menggambarkan ketidakseimbangan gizi, yaitu gizi lebih yang sering ditemukan di dunia berkembang dan gizi kurang yang ditemukan di banyak negara berkembang, dan di rumah sakit serta fasilitas perawatan. Malnutrisi yang ada pada pasien di rumah sakit adalah kombinasi kakeksia dan malnutrisi (ketidakcukupan konsumsi zat gizi) bukan hanya malnutrisi saja. Malnutrisi berhubungan dengan keadaan buruk pasien, termasuk infeksi dan komplikasi, kehilangan massa otot, gangguan pada penyembuhan luka, waktu rawat yang lebih lama, serta peningkatan angka kesakitan dan angka kematian (Barker 2011). Dewasa ini, definisi malnutrisi telah diklarifikasi oleh European Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN) untuk menyoroti perbedaan antara kakeksia, sarkopenia (kehilangan fungsi dan massa otot) dan malnutrisi. Malnutrisi yang ada pada pasien di rumah sakit adalah kombinasi kakeksia dan malnutrisi (ketidakcukupan konsumsi zat gizi) bukan hanya malnutrisi saja. Oleh karena itu dalam konteks ini, definisi malnutrisi menunjukkan pada interaksi kompleks antara penyakit dasar, perubahan metabolik karena penyakit, dan kekurangan ketersediaan zat gizi (karena kurangnya asupan, absorpsi yang lemah, peningkatan kehilangan atau kombinasinya) yang mana merupakan kombinasi kakeksia dan malnutrisi (Barker et al 2011). Gizi kurang dapat menyebabkan efek buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan serta terhadap kualitas hidup pasien. Pasien mungkin akan memiliki kemampuan melawan infeksi yang rendah, menjadi lemah dan depresi,
11
penurunan kemampuan penyembuhan luka, penurunan kekuatan otot, dan kelelahan (The Patients Association 2011). Refeeding Syndrome Refeeding syndrome adalah kondisi yang terjadi pada pasien gizi kurang atau pasien yang puasa dalam jangka waktu lama yang secara langsung dan mendadak mengonsumsi diet tinggi karbohidrat (Tripathy et al 2008). Gejala dari refeeding syndrome cukup bervariasi, tidak dapat diperkirakan, dapat terjadi tanpa diketahui, dan mungkin terjadi lambat. Gejala terjadi karena perubahan pada elekrolit serum mempengaruhi membran sel merusak fungsi syaraf, jantung, dan sel otot rangka (Khan et al 2010). Menurut Nutrition Support Consultant (2002), refeeding syndrome menunjukkan komplikasi metabolik yang terjadi ketika memberi makan pada pasien malnutrisi. Komplikasi ini akan diperburuk dengan pemberian makan yang berlebihan
atau
dengan
kekenyangan
yang
berlebihan.
Hipofosfatemia
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala yang sering terjadi dari yang ringan sampai yang berat adalah mual, muntah, lesu sampai gangguan pernafasan, gagal jantung, hipotensi, aritmia, delirium, koma, dan kematian. Penurunan kesehatan dapat terjadi sangat cepat jika penyebabnya tidak dipastikan dan tidak dilakukan tindakan yang sesuai. Konsentrasi albumin serum yang rendah adalah penanda yang penting untuk hipofosfatemia, meskipun albumin bukan marker gizi (Khan et al 2010). Pada masa kelaparan dengan asupan karbohidrat yang kurang, sekresi insulin dikurangi. Lipolisis dan pemecahan protein tubuh terjadi untuk menghasilkan energi. Hal tersebut menghasilkan kehilangan cadangan elektrolit intraselular terutama fosfat. Kadar serum akan tetap normal meskipun terjadi deplesi cadangan tubuh yang berat dikarenakan perubahan pada fosfat intraselular. Dalam kondisi ini, pemberian makanan yang tiba-tiba secara agresif dengan banyak karbohidrat menyebabkan gelombang insulin dengan akibat terjadi perubahan intraselular pada elektrolit terutama kalium dan fosfat. Study Keys et al (1947) dalam O’Connor & Goldin (2011), memonitor efek-efek dari refeeding pada individu yang menjalankan 6 bulan masa kelaparan. Selama masa kelaparan, konsentrasi insulin menurun dan kadar glukagon meningkat, hal tersebut menyebabkan konversi yang cepat dari cadangan glikogen menjadi glukosa, sehingga terlalu banyak menggunakan cadangan glikogen di otot dan hati. Ketika glukosa terbatas, glukosa dibuat melalui
12
glukoneogenesis
dengan
menggunakan
lemak
dan
protein.
Tetapi,
glukoneogenesis mempunyai batasan kapasitas untuk mendukung kebutuhan energi tubuh. Oleh karena itu, selama periode dengan insulin serum rendah, jaringan adiposa mengeluarkan asam lemak dan gliserol, menghasilkan energi dengan bentuk keton (O’Connor & Goldin 2011). Kadar fosfat serum dibawah 1,5 meq/l (kadar normal 3-5 meq/l) dapat menyebabkan komplikasi klinis dari RFS yaitu termasuk rabdomiolisis, disfungsi leukosit, gangguan pernafasan, gagal jantung, hipotensi, aritmia, ayan, koma, dan kematian mendadak. Gejala awal dari hipofosfatemia tidak spesifik dan mungkin tidak dapat dirasakan. Oleh karena itu perhatian dari sindrom ini dan kewaspadaan yang tinggi wajib dilakukan lebih awal, dan manajemen yang efektif untuk kondisi yang berpotensi mengancam jiwa (Tripathy et al 2008). Lingkungan anabolik mengakibatkan manifestasi dari defisiensi tiamin (ensepalopati, konfusi, gagal jantung), fosfat (defisiensi hasil produk fosforilasi seperti ATP yang menyebabkan lemah otot, efek hematologi), kalium (aritmia, kematian mendadak), natrium dan retensi air (gagal jantung kongestif). Selain akibat dari hipofosfatemia, kadar kalium dan magnesium yang rendah mengarah ke aritmia, konstipasi, dan paralytic ileus, fasikulasi, paraestesia, konfusi, manifestasi neurologi, dan gangguan kemampuan ginjal. Pasien dengan asupan nutrisi kurang selama lebih dari lima hari memiliki resiko RFS. Pasien dengan malnutrisi berat memiliki resiko sangat tinggi untuk terjadinya RFS. Berdasarkan NHS (2011), pasien dengan resiko RFS dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Pasien dengan resiko sedang
Asupan nutrisi sangat sedikit selama lebih dari lima hari
b. Pasien dengan resiko tinggi Memiliki satu atau lebih dari tanda-tanda berikut:
IMT <16
Kehilangan berat badan >15% dalam 3-6 bulan terakhir
Asupan nutrisi sangat sedikit atau tidak ada selama lebih dari 10 hari
Asupan K+, PO4, atau Mg rendah sebelum pemberian makan
Atau dua atau lebih dari tanda-tanda berikut:
IMT <18,5
Kehilangan berat badan >10% dalam 3-6 bulan terakhir
13
Asupan nutrisi sangat sedikit atau tidak ada selama lebih dari lima hari
Memiliki sejarah penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan seperti insulin, kemo, antasid, diuretik.
c. Pasien dengan resiko sangat tinggi
IMT <14
Asupan nutrisi sangat kurang >15 hari
Kadar elektrolit rendah
Pencegahan merupakan manajemen yang baik untuk mengatasi refeeding syndrome. Tiga faktor dasar: indentifikasi lebih awal pada individu dengan resiko tinggi, monitoring selama pemberian makanan, dan peraturan pemberian makanan yang sesuai (Khan et al 2011). Menurut Tripathy et al (2008), enteral atau parenteral feeding harus dimulai dengan pengurangan ratarata kalori (25-50% dari kebutuhan kalori harian). Asupan karbohidrat harus dibatasi. Serum fosfat, magnesium, kalsium, kalium, natrium, urea dan kreatinin harus diukur dan suplementasi harus dilakukan sesuai kebutuhan. Terdapat banyak cara pemberian makan pada pasien dengan resiko RFS. Tidak ada diantaranya yang berdasarkan bukti-bukti. Berdasarkan Khan et al (2011), berikut adalah cara pemberian makan bagi pasien dengan resiko RFS. Tabel 1 Aturan pemberian makan pada Refeeding Syndrome Hari Hari 1
Asupan Kalori 10 kkal/kg/hari Untuk kasus ekstrim 2 (IMT<14 kg/m atau tidak makan > 15 hari) 5 kkal/kg/hari Karbohidrat: 50-60% Lemak 30-40% Protein 15-20%
Hari 2-4
Ditingkatkan 5 kkal/kg/hari Jika tidak dapat ditolerir makan tetap menggunakan batasan minimum
Hari 5-7
20-30 kkal/kg/hari
Hari 8-10
30 kkal/kg/hari atau naikkan sampai kebutuhan total
Suplemen Profilatik suplemen 2PO4 : 0,5-0,8 mmol/kg/hari + K : 1-3 mmol/kg/hari 2+ Mg : 0,3-0,4 mmol/kg/hari + Na : <1 mmol/kg/hari (terbatas) Cairan IV dibatasi, mempertahankan “zero balance” Tiamin IV + Vit B kompleks 30 menit sebelum makan Cek biokimia tubuh dan koreksi ketidaknormalannya Tiamin + Vit B kompleks secara oral atau IV sampai hari ketiga Monitoring sesuai kebutuhan Cek elektrolit, fungsi ginjal dan hati, mineral Cairan: pertahankan “zero balance” Pertimbangkan suplementasi zat besi pada hari ketujuh Monitor sesuai kebutuhan
14
Berdasarkan NHS (2011), manajemen RFS berdasrkan pada derajat resiko. Idealnya, semua pasien dengan resiko RFS seharusnya diidentifikasi oleh ahli gizi sebelum bantuan nutrisi diberikan. a. Pasien dengan resiko sedang Asupan nutrisi diberikan maksimal 50% dari kebutuhan dalam dua hari pertama. Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit, vitamin dan mineral dari hari pertama. Peningkatan kalori hanya jika hasil kondisi klinis memperbolehkan. b. Pasien dengan resiko tinggi
Asupan nutrisi dimulai dengan maksimal 10 kkal/kg. Pasien dengan resiko sangat tinggi diberikan hanya 5 kkal/kg.
Dalam 10 hari pertama pemberian makanan, sesegera mungkin diberikan: - Tiamin 200-300 mg/d - Vitamin B - Multivitamin dan mineral lengkap.
KERANGKA PEMIKIRAN Pasien yang baru dirawat di rumah sakit, sebagian besar belum mendapatkan asuhan gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan penyakit yang diderita. Diantara pasien-pasien tersebut terdapat pasien yang mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada pasien dapat menyebabkan beberapa masalah yang berhubungan dengan konsumsi energi pasien tersebut. Makanan yang disediakan dari rumah sakit disajikan berdasarkan AKG orang dewasa sehat, sehingga adakalanya makanan tersebut kurang sesuai dengan
kebutuhan
pasien
dengan
malnutrisi.
Ketika
pasien
malnutrisi
mengonsumsi makanan terlalu banyak maka pasien dapat mengalami resiko refeeding syndrome, sedangkan jika pasien mengonsumsi makanan terlalu sedikit maka sisa makanan rumah sakit akan tinggi. Oleh karena itu perlu dibuat makanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien malnutrisi yaitu menu porsi kecil. Konsumsi energi pasien malnutrisi dapat dipengaruhi oleh kebutuhan energi pasien, serta dipengaruhi pula oleh banyaknya makanan yang disediakan. Tinggi atau rendahnya konsumsi pasien dapat menyebabkan tinggi atau rendahnya sisa makanan, dan menggambarkan tanggapan pasien terhadap makanan yang diberikan. Konsumsi energi pasien, sisa makanan serta tanggapan pasien merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan menu porsi kecil. Menu porsi kecil yang dibuat diberikan pada pasien malnutrisi, dan dapat dievaluasi berdasarkan konsumsi energi, sisa makanan, serta tanggapan pasien terhadap menu ini. Secara ringkas faktor-faktor yang berhubungan dengan penyusunan menu porsi kecil digambarkan pada Gambar 1.
16
Ketersediaan Makanan RS
Malnutrisi
Konsumsi Makanan Rumah Sakit
Small portion menu Refeeding syndrome
Sisa Makanan
Kebutuhan Energi Metabolisme basal Tanggapan terhadap porsi menu
Ket :
: Variabel yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor yang memengaruhi penyusunan small portion menu
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung,
Jawa
Barat.
Pemilihan
tempat
penelitian
dilakukan
dengan
pertimbangan RSUP Hasan Sadikin merupakan rumah sakit tipe A rujukan nasional khususnya Jawa Barat, dan sebagian besar pasien baru yang masuk mengalami malnutrisi. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai bulan Oktober 2012. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang tergabung ke dalam penelitian Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin yang berjudul “Pengaruh Small Portion Menu Terhadap Asupan Makan dan Klinis pada Pasien dengan Resiko Refeeding Syndrome di RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung”. Desain penelitian ini adalah quacy experiment dengan dua kelompok responden, yaitu responden kontrol dan responden intervensi. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan sebagai dasar penyusunan menu porsi kecil, serta sebagai data kontrol untuk dibandingkan dengan data hasil pada penelitian lanjutan. Data yang diambil adalah data ketersediaan rumah sakit, konsumsi energi pasien, sisa makanan, serta tanggapan pasien terhadap menu yang disajikan. Responden kontrol diberikan makanan standar yang disediakan oleh rumah sakit. Makanan yang tersisa pada piring responden ditimbang, dan kemudian
dilakukan
pengecekan dengan melakukan
Recall
1x24 jam.
Pengecekan ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan, karena dikhawatirkan makanan yang disajikan dikonsumsi oleh keluarga pasien, serta untuk mengetahui ada atau tidak makanan dari luar rumah sakit yang dikonsumsi pasien. Setelah mendapatkan data dari penelitian pendahuluan, kemudian dilakukan penyusunan menu yang dilakukan oleh tim. Hal-hal yang dilakukan pada penyusunan menu adalah menentukan standar makanan sehari, menentukan standar porsi energi tiap waktu makan, menentukan bahan
18
makanan yang dapat digunakan, dan menentukan jenis makanan. Menu yang telah dibuat kemudian akan diberikan kepada responden pada penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan dilakukan untuk mendapatkan data-data sebagai bahan evaluasi menu porsi kecil dengan membandingkan data intervensi dengan data kontrol. Data dan prosedur pada penelitian lanjutan sama dengan prosedur yang dilakukan pada penelitian pendahuluan, namun responden intervensi mendapatkan makanan porsi kecil yang telah dibuat. Secara ringkas prosedur penelitian ditampilkan pada Gambar 2. Jumlah dan Cara Pengambilan Responden Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap di ruang rawat penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Hasan Sadikin Bandung. Subyek adalah pasien di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam yang memenuhi kriteria. Pengambilan subyek dilakukan dalam waktu 10 hari. Subyek diambil dengan metode purposive sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Pasien baru di ruang rawat inap penyakit dalam; 2. Memiliki riwayat asupan gizi yang rendah selama >5 hari; 3. Memiliki resiko malnutrisi sedang dan berat berdasarkan hasil SGA ahli gizi; 4. Mendapatkan makanan secara oral 5. Dalam keadaan sadar dan dapat melakukan wawancara. 6. Menyetujui dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi dari subyek adalah sebagai berikut: 1. Pasien dengan NGT; 2. Pasien dengan diet cair; 3. Pasien dengan penurunan kesehatan drastis; dan 4. Pasien yang dirawat kurang dari satu hari
19
Responden Kontrol
Makanan Standar RS
Kebutuhan energi Ketersediaan energi makanan RS Konsumsi energi Tanggapan Responden
PENELITIAN PENDAHULUAN
Penyusunan Menu Porsi Kecil
Porsi energi ditentukan oleh ahli gizi
Standar Energi Sehari Siklus Menu Jenis Makanan
Responden Intervensi
Makanan Porsi Kecil
Kebutuhan energi Ketersediaan energi makanan RS Konsumsi energi Tanggapan Responden
PENELITIAN LANJUTAN
Gambar 2 Prosedur penelitian
20
Pasien Rawat Inap Penyakit Dalam
Kriteria: Pasien baru Asupan gizi rendah Malnutrisi Dapat diwawancara
Calon Responden Pasien dengan data lengkap dan tidak memiliki kriteria eksklusi Responden
Gambar 3 Pengambilan responden penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan Jenis dan Cara Pengambilan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer didapat melalui pengamatan dan wawancara menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi jumlah ketersediaan energi, konsumsi energi sisa makanan, dan tanggapan menu. Data Kebutuhan energi responden dihitung oleh ahli gizi yang disesuaikan dengan penyakit, aktivitas dan masalah gizi pasien. Data ketersediaan energi yang diberikan kepada pasien didapat dengan menimbang makanan (food weighing method) sebelum disajikan kepada pasien selama satu hari yaitu makan pagi, snack pagi, makan siang, snack siang, dan makan sore. Data konsumsi energi subyek meliputi data konsumsi makanan rumah sakit dan data konsumsi luar rumah sakit. Data konsumsi makanan rumah sakit didapat dengan mengamati dan menimbang sisa makanan pada piring responden. Konsumsi diperoleh dengan menghitung berat awal yang disediakan (ketersediaan) dikurangi dengan berat sisa makanan jika ada. Jika tidak ada makanan yang tersisa maka nilai data konsumsi sama dengan nilai data ketersediaan. Data tersebut akan diklarifikasi kembali ke pasien dengan cara Recall 24 jam (mengingat kembali).
21
Data konsumsi makanan luar rumah sakit didapat dengan cara recall 24 jam (mengingat kembali) kepada responden. Data sisa makanan didapat dengan menimbang makanan yang tidak dimakan pada piring responden. Tanggapan menu meliputi tanggapan responden terhadap porsi menu yang disediakan dan tanggapan menu secara keseluruhan. Tanggapan porsi menu didapat dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung. Tanggapan keseluruhan menu didapat dengan wawancara langsung kepada responden tentang menu yang disajikan. Data sekunder meliputi karakteristik dan identitas responden, sejarah rumah sakit dan instalasi gizi, serta penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Keadaan umum instalasi gizi diperoleh dari bagian instalasi gizi rumah sakit. Data penyelenggaraan makanan di rumah sakit diperoleh dari instalasi gizi dan pengamatan langsung. Data karakteristik dan identitas responden didapat dari data rekam medik dari perawat. Data berat badan dan tinggi badan diperoleh dari form SGA ahli gizi. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, umur, kelas perawatan, status gizi berdasarkan tingkat malnutrisi, jenis penyakit, dan diet yang diberikan (jenis diet dan konsistensi makanan) diolah dengan melakukan pengelompokkan atau pengkategorian. Berikut pengkategorian data disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan kategori karakteristik responden No. 1.
Jenis Data Jenis Kelamin
2.
Umur
3.
Kelas Perawatan
4.
Status Gizi (Subject Global Assessment)
Kategori Laki-laki Perempuan Usia dewasa (19-49 tahun) Usia dewasa setengah tua (50-64 tahun) c. Usia lanjut (>65 tahun) (WNPG 2004) a. Kelas 1 b. Kelas 2 c. Kelas 3 a. Malnutrisi sedang b. Malnutrisi berat a. b. a. b.
22
No. 5.
Jenis Data Diet yang diberikan Jenis Diet
6.
Kategori
Konsistensi makanan pokok
Jenis Penyakit
a. b. a. b. c. d. a. b. c. d. e. f. g.
Makanan non diet Makanan diet Saring Lunak Tim Biasa Gangguan pernafasan Jantung & Hipertensi Ginjal Hati Gangguan pencernaan Diabetes Melitus Kanker & Kelainan Darah
Kebutuhan energi basal dihitung menggunakan rumus Miflin yang digunakan oleh rumah sakit. Berikut rumus yang digunakan dalam perhitungan: Perempuan Laki-laki
AMB = 10(BB) + 6,25 (TB) - 5 (U) - 161 AMB = 10(BB) + 6,25 (TB) - 5 (U) + 5
Ketersediaan energi diolah dengan mengkonversi berat makanan yang disediakan menjadi energi dengan menggunakan perangkat lunak Nutrisurvey 2007. Konsumsi makanan rumah sakit diperoleh dengan mengurangi berat awal (ketersediaan) dengan berat sisa makanan. Hasil pengurangan tersebut akan dikonversi ke energi dengan menggunakan perangkat lunak Nutrisurvey 2007. Konsumsi makanan luar rumah sakit diperoleh dengan mengkonversi berat makanan luar hasil recall 24 jam menjadi energi dengan perangkat lunak Nutrisurvey 2007 dan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Sisa makanan responden dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu sisa sedikit (<20%) dan sisa banyak (>20%) (Menkes 2008). Sisa makanan dihitung dengan membandingkan sisa makanan dengan ketersediaan awal yang kemudian dibuat dalam persentase. Tanggapan terhadap porsi menu dinyatakan dengan jumlah terbanyak dari pilihan jawaban pada kuesioner. Analisis Data Data yang telah diperoleh dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Uji beda independent sample t-test (uji-t tidak berpasangan)
23
digunakan untuk membandingkan perbedaan konsumsi energi pada setiap karakteristik yang memiliki dua kelompok, dan membandingkan perbedaan konsumsi energi antara responden pada penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Uji one way ANOVA digunakan untuk membandingkan perbedaan konsumsi energi pada setiap karakteristik yang memiliki lebih dari dua kelompok. Definisi Operasional Responden adalah pasien rawat inap di ruang penyakit dalam yang baru dirawat, memiliki status gizi malnutrisi, dan dapat diwawancara. Responden kontrol adalah responden pada penelitian pendahuluan yang diberi makanan standar dari rumah sakit Responden intervensi adalah responden pada penelitian lanjutan yang diberi makanan dengan porsi kecil. Data Penelitian adalah data-data yang diambil dan digunakan dalam penelitian, yaitu data ketersediaan energi, kebutuhan energi, konsumsi energi, sisa maknan, dan tanggapan responden. Malnutrisi adalah keadaan gizi pasien dengan riwayat asupan energi rendah yang berisiko terhadap penurunan berat badan berdasarkan SGA dari ahli gizi. Small portion menu adalah menu dengan ukuran porsi yang disesuaikan dengan rata-rata kemampuan makan dan kebutuhan basal pasien malnutrisi. Makanan rumah sakit adalah makanan yang disediakan dari rumah sakit dengan jumlah sesuai standar rumah sakit Makanan luar rumah sakit adalah makanan yang dibawa dan dikonsumsi sendiri oleh responden selain makanan yang diberikan dari rumah sakit Sisa makanan adalah berat (gram) makanan yang masih dapat dimakan oleh pasien namun tidak dimakan dan ditinggalkan di tempat makan. Ketersediaan energi adalah jumlah energi dalam menu makanan yang disediakan untuk pasien rawat inap di RSUP Dr.Hasan Sadikin pada hari perawatan yang ditentukan. Konsumsi energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi oleh pasien rawat inap, baik makanan rumah sakit maupun makanan dari luar rumah sakit, di RSUP Dr.Hasan Sadikin pada hari perawatan yang ditentukan. Tanggapan menu adalah pendapat pasien terhadap makanan yang disajikan
24
Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan
menu,
pembelian,
penyimpanan
bahan
makanan,
pengolahan bahan makanan, pemorsian, distribusi, penyajian, dan pengolahan sisa makan Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun menu makanan untuk responden agar sebagian besar kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi Siklus menu adalah perputaran menu atau hidangan yang akan disajikan rumah sakit dalam jangka waktu tertentu Menu adalah kumpulan beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan untuk pasien.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin adalah Rumah Sakit Rujukan puncak untuk propinsi Jawa Barat dan sebagai Rumah Sakit kelas A, dan berlokasi di Jl. Pasteur No. 38 Bandung. Pelayanan gizi Rumah Sakit yaitu pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, meupun mengoreksi
kelainan
metabolisme,
dalam
rangka
upaya
preventif,
kuratif,rehabilitative, dan promotif. Gambaran Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi RSHS Penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan sadikin terdiri dari beberapa kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkannya. Sasaran dari kegiatan ini adalah konsumen yang terdiri dari pasien rawat inap, pegawai dinas khusus, dan dokter jaga. Bentuk penyelenggaraan makanan yang dilakukan adalah sistem swakelola dan semi outsourcing, yaitu instalasi gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan penyelenggaraan makanan (Depkes 2006). Penyelenggaraan makanan secara swakelola dilakukan bagi pasien rawat inap kelas I, II, dan III. Sementara penyelenggaraan makanan secara semi outsourcing adalah Paviliun Anggrek dan Paviliun Parahyangan. Menu makanan yang disajikan dibedakan berdasarkan konsistensi makanan dan jenis diet. Berdasarkan konsistensi makanan, makanan yang disediakan adalah makanan biasa, lunak, saring, dan cair. Jenis diet yang disediakan adalah Diet Jantung (DJ), Diet Rendah Garam (RG), Diet Rendah Protein (RP), Diet Hati (DH), Diet Rendah Lemak (RL), Diet Lambung, Diet Diabetes Melitus (DM), dan Diet Rendah Serat.
Perencanaan Menu
26
Penyusunan menu dilakukan oleh Tim menu yang terdiri dari bagian perencanaan, pengolahan dan pelayanan makanan. Penyusunan menu minimal dilakukan dua kali dalam satu tahun. Siklus menu yang digunakan di RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah siklus menu 10+1. Menu digunakan selama 10 hari dan akan kembali ke menu ke-1 pada hari ke 11 dan seterusnya. Bulan dengan 31 hari akan menggunakan menu ke-11 pada tanggal 31. Pergantian menu dilakukan dalam waktu 6 bulan untuk menghindari rasa bosan pasien. Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan Pemesanan bahan makanan dilakukan berdasarkan data taksiran kebutuhan bahan makanan. Taksiran kebutuhan makanan segar dilakukan setiap hari, sementara bahan makanan lain dan formula untuk 10 hari sekali dan bahan makanan kering untuk periode 30 hari. Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan dilakukan oleh PPBNM (Panitia Penerima Barang Non Medis) secara konvensional mulai pukul 07.00 WIB. Bahan makanan yang diterima oleh PPBNM akan diserahkan ke unit perbekalan dan dilakukan cek ulang untuk menjamin kuantitas dan kualitas sesuai order dan spesifikasi bahan makanan. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, bahan segera dibawa ke ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin. Apabila bahan makanan akan langsung digunakan, setelah ditimbang dan diawasi oleh bagian penyimpanan bahan makanan setempat dibawa ke ruang persiapan bahan makanan sesuai bon permintaan. Persiapan Bahan Makanan Persiapan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin terbagi tiga kelompok, yaitu persiapan bahan makanan hewani, nabati, sayuran, dan buah. Pengolahan Bahan Makanan Kegiatan pengolahan bahan makanan dilakukan setiap hari dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 3 Jadwal persiapan dan pengolahan bahan makanan Waktu Makan
Waktu Pengolahan
Pagi
05.00 – 07.00
Siang
07.00 – 11.00
Sore
12.00 – 17.00
27
Pendistribusian Makanan Pendistribusian makanan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Ruang Penyakit Dalam menggunakan sistem tidak terpusat (desentralisasi), yaitu makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke dapur ruang perawatan pasien, dalam jumlah besar, untuk selanjutnya disajikan dalam alat makan masing-masing pasien sesuai dengan permintaan makanan. Sebelum pendistribusian makanan dilakukan, petugas ruangan harus membuat daftar permintaan makanan pasien (DPMP). Daftar tersebut berisi nama, nomor rekam medik pasien, macam diet, dan kelas perawatan. Jumlah makanan yang diminta dibuat sesuai dengan jumlah pasien yang dirawat dan macam diet yang ditentukan oleh dokter. Jika ada perubahan diet maka petugas dari ruangan memberikan informasi ke instalasi gizi pusat melalui telepon atau dengan formulir yang sudah disediakan. Makanan pasien diambil ke Instalasi Gizi oleh petugas gizi ruangan sesuai waktu makan berdasarkan DPMP. Jadwal pengambilan makanan yang ditetapkan adalah sebagai berikut: Tabel 4 Jadwal pengambilan dan pemberian makanan Waktu Makan
Waktu Pengambilan
Makan pagi
07.00 – 08.00
Snack pagi
09.30 – 10.30
Makan siang
11.30 – 13.00
Snack siang
14.30 – 15.30
Makan sore
17.30 – 19.00
Makanan pasien dibawa dari instalasi gizi ke dapur ruangan dengan kereta makan yang tertutup (troli) oleh petugas ruangan. Pemorsian dilakukan di dapur setiap ruang perawatan. Pramusaji melakukan pemorsian sesuai dengan etiket atau kartu pasien yang menyatakan diet pasien. Menu dan porsi makanan untuk kelas I, II, dan III tidak dibedakan, yang menjadi pembeda adalah tempat penyajian makanan. Makanan untuk kelas III disajikan dalam plato tertutup. Makanan untuk kelas II disajikan pada plato dan piring yang ditutup dengan tudung saji. Makanan untuk kelas I disajikan pada piring porselen yang kemudian ditutup dengan tudung saji.
28
PENELITIAN PENDAHULUAN Karakteristik Responden Kontrol Jenis Kelamin Sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan dengan
persentase sebesar 63,3%. Responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 36,7%. Tabel 5 Sebaran responden kontrol berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
11
36,7
Perempuan
19
63,3
Total
30
100
Umur Sebanyak 46,7% responden termasuk dalam kategori dewasa (19-49 tahun). Responden yang tergolong ke dalam kategori setengah tua (50-64 tahun) sebesar 30% dan usia lanjut (>65 tahun) sebesar 23,3%. Tabel 6 Sebaran responden kontrol berdasarkan umur Kelompok umur Usia Dewasa (19-49 tahun)
n 14
% 46,7
Usia Setengah tua (50-64 tahun)
9
30
Usia Lanjut (>65 tahun)
7
23,3
Total
30
100
Status Gizi Berdasarkan
kategori
malnutrisi,
lebih
dari
setengah
responden
mengalami malnutrisi sedang dengan persentase 56,7%. Responden yang tergolong malnutrisi berat sebesar 43,3%. Tabel 7 Sebaran responden kontrol berdasarkan kategori malnutrisi Kategori Malnutrisi Sedang
N 17
% 56,7
Berat
13
43,3
Total
30
100
Jenis Penyakit Jenis penyakit responden akan menentukan diet yang diberikan. Jenis penyakit digolongkan menjadi 7 kelompok. Sebesar 26,7% responden menderita
29
penyakit kanker dan kelainan darah. Responden yang menderita penyakit jantung-hipertensi
dan
penyakit
ginjal
masing-masing
sebesar
16,7%.
Responden dengan gangguan pernafasan dan penyakit hati masing-masing sebesar 13,3%. Sebesar 10% responden menderita gangguan pencernaan dan sebesar 3,3% menderita diabetes melitus. Tabel 8 Sebaran responden kontrol berdasarkan jenis penyakit
Gangguan pernapasan
Jenis Penyakit
n 4
% 13,3
Jantung & Hipertensi
5
16,7
Ginjal
5
16,7
Hati
4
13,3
Gangguan pencernaan
3
10,0
Diabetes Melitus
1
3,3
Kanker & Kelainan Darah
8
26,7
Total
30
100,0
Konsistensi Makanan Konsistensi makanan adalah bentuk modifikasi dari tekstur makanan pokok yang disajikan. Setengah dari responden (50%) mendapatkan makanan dengan konsistensi saring. Sebanyak 23,3% responden mendapatkan makanan dengan konsistensi biasa. Responden yang mendapatkan makanan dengan konsistensi lunak sebesar 26,7%. Tabel 9 Sebaran responden kontrol berdasarkan konsistensi makanan Konsistensi Makanan Biasa
n 7
% 23,3
Lunak
8
26,7
Saring
15
50
Total
30
100
Kelas Perawatan Kelas perawatan dapat menggambarkan keadaan ekonomi responden secara kasar dan mungkin berpengaruh terhadap konsumsi pasien. Jenis makanan pada setiap kelas perawatan tidak berbeda. Sebagian besar responden berasal dari kelas III dengan persentase 53,3%. Responden yang berasal dari kelas I dan kelas II masing-masing sebesar 16,7% dan 30%.
30
Tabel 10 Sebaran responden kontrol berdasarkan kelas perawatan Kelas Perawatan 1
N 5
% 16,7
2
9
30
3
16
53,3
Total
30
100
Kebutuhan Energi Responden Kebutuhan Energi Total Kebutuhan energi adalah banyaknya energi yang dibutuhkan seseorang unttuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat (Almatsier 2004). Nilai kebutuhan energi total dihitung berdasarkan angka kebutuhan basal dan fakor lain yaitu faktor aktivitas dan faktor stres. Rata-rata kebutuhan energi responden adalah 1618,1 kkal/hari. Kebutuhan energi tertinggi sebesar 2200 kkal/hari dan terendah sebesar 1283,8 kkal/hari. Tabel 11 Kebutuhan energi total responden kontrol Kebutuhan Energi (kkal/hari) Rata-rata
1618,1
Tertinggi
2200
Terendah
1283,8
Kebutuhan Energi Basal Kebutuhan energi basal adalah kebutuhan energi minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital (Imeri & Dureha 2012). Kebutuhan energi basal dihitung berdasarkan berat badan, tinggi badan, dan usia, serta dibedakan antar jenis kelamin. Rata-rata kebutuhan basal responden sebesar 1139 kkal/hari. Nilai kebutuhan basal tertinggi sebesar 1547,5 kkal/hari, dan nilai terendah sebesar 791,5 kkal/hari. Tabel 12 Kebutuhan energi basal responden kontrol Kebutuhan Energi Basal (kkal/hari) Rata-rata
1139
Tertinggi
1547,5
Terendah
791,5
Ketersediaan Energi Makanan Rumah Sakit Ketersediaan
energi
makanan
rumah
sakit
diperoleh
dengan
menjumlahkan kandungan energi pada setiap makanan yang akan diberikan kepada responden, kemudian dirata-ratakan. Rata-rata ketersediaan energi
31
makanan rumah sakit sebesar 1525,6 kkal/hari. Ketersediaan energi tertinggi sebesar 2127,3 kkal/hari dan ketersediaan terendah adalah 1230,9 kkal/hari. Tabel 13 Rata-rata ketersediaan energi makanan rumah sakit Ketersediaan Energi (kkal/hari) Rata-rata
1525,6
Tertinggi
2127,3
Terendah
1230,9
Konsumsi Energi Responden Konsumsi energi yang dihitung adalah konsumsi energi secara oral yaitu konsumsi makanan rumah sakit dan makanan dari luar rumah sakit. Rata-rata konsumsi total energi responden adalah 817,3 kkal/hari. Konsumsi energi tertinggi sebesar 1412,5 kkal/hari dan terendah sebesar 222,7 kkal/hari. Tabel 14 Rata-rata total konsumsi energi responden kontrol Konsumsi Energi (kkal/hari) Rata-rata
817,3
Tertinggi
1412,5
Terendah
222,7
Berdasarkan hasil independent sample t-test, tidak ada perbedaan nyata antara konsumsi responden laki-laki dan perempuan. Uji tersebut juga menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
konsumsi
kelompok responden malnutrisi sedang dengan kelompok responden malnutrisi berat (p>0,05). Berdasarkan uji one way ANOVA, tidak terdapat perbedaan konsumsi yang signifikan pada setiap kelompok umur (p>0,05). Uji ini juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada konsumsi energi responden yang dikelompokkan baik berdasarkan jenis penyakit, konsistensi makanan pokok, dan kelas perawatan (p>0,05). Konsumsi Makanan Rumah Sakit Konsumsi makanan rumah sakit adalah besar energi makanan rumah sakit yang dimakan oleh responden. Rata-rata konsumsi makanan rumah sakit responden adalah 783,1 kkal/hari. Konsumsi energi tertinggi sebesar 1412,5 kkal/hari dan terendah sebesar 222,7 kkal/hari. Makanan rumah sakit yang dikonsumsi ± 51,3% dari makanan yang disediakan oleh rumah sakit.
32
Tabel 15 Rata-rata konsumsi makanan rumah sakit responden kontrol Konsumsi Energi (kkal/hari) Rata-rata
783,1
Tertinggi
1412,5
Terendah
222,7
Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit Sebesar 33,3% responden mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Makanan yang dikonsumsi adalah buah-buahan, seperti apel, jeruk, melon, pepaya, dan pisang; biskuit; madu; dan sari kurma. Hanya satu pasien memakan nasi padang dari luar dan memakan sedikit makanan dari rumah sakit. Alasan pasien mengonsumsi makanan dari luar adalah tidak menyukai makanan dari rumah sakit. Pasien tersebut mendapatkan diet jantung, sehingga makanan yang diberikan dari rumah sakit kurang enak, karena diet tersebut tidak menggunakan garam dalam pengolahan makanannya. Pasien kemudian diberikan penyuluhan oleh ahli gizi untuk tidak mengonsumsi makanan dari luar, terutama nasi padang yang umumnya mengandung banyak lemak dari santan. Rata-rata (n=10) konsumsi energi dari luar rumah sakit adalah sebesar 102,6 kkal. Konsumsi luar rumah sakit berkontribusi sebesar 12,5% terhadap total konsumsi responden. Tabel 16 Sebaran responden kontrol berdasarkan konsumsi makanan luar RS Konsumsi Makanan Luar RS
n
%
Tidak
20
66,7
Ya
10
33,3
Total
30
100
Tabel 17 Rata-rata konsumsi makanan luar rumah sakit responden kontrol Konsumsi Energi (kkal/hari) Rata-rata
102,6
Tertinggi
224,4
Terendah
26,8
Konsumsi terhadap Kebutuhan Basal Berdasarkan NHS (2011), pemberian makan pada pasien malnutrisi sebaiknya diberikan 50% dari kebutuhan total. Angka tersebut kurang lebih adalah sesuai dengan kebutuhan basal. Berdasarkan paired sample t-test, terdapat perbedaan yang signifikan antara kebutuhan basal responden dengan
33
konsumsi energi responden (p<0,05). Hal tersebut menjelaskan bahwa jumlah energi yang diasup oleh responden tidak sesuai dengan kebutuhan energi basal yang diperlukan. Ketidaksesuaian kebutuhan basal dengan konsumsi energi, baik lebih atau kurang, dapat menyebabkan masalah. Jika responden dengan malnutrisi mengonsumsi makanan yang lebih besar dari kebutuhan basal, responden mungkin dapat mengalami resiko refeeding syndrome. Namun, ketika konsumsi energi lebih kecil dari kebutuhan basal, responden tidak akan mendapatkan energi yang cukup untuk metabolisme, sehingga penyakit yang diderita responden mungkin akan bertambah parah. Sisa Makanan Responden Kontrol Rata-rata sisa makanan responden adalah 742,5 kkal. Sisa makanan responden tertinggi adalah 1713,1 kkal, dan sisa makanan terendah adalah 107,3 kkal. Persentase sisa makanan terhadap ketersediaan rata-rata adalah 48,7%. Sisa makanan yang tersisa lebih banyak dari standar pelayanan minimum rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (2008) yaitu kurang dari 20%. Tabel 18 Rata-rata sisa makanan responden kontrol Sisa makanan (kkal) Rata-rata
742,5
Tertinggi
1713,1
Terendah
107,3
Tanggapan Responden Kontrol terhadap Porsi Makanan Sebesar 50% responden menganggap makanan yang disediakan dari rumah sakit telah sesuai dengan porsi yang diinginkan oleh responden, dan 50% responden menyatakan tidak sesuai. Dari 50% responden yang menyatakan tidak sesuai, sebesar 80% responden menyatakan porsi makanan dari rumah sakit terlalu banyak. Responden menyatakan porsi makanan yang terlalu banyak merupakan alasan untuk tidak menghabiskan makanan. Sebesar 66,7% responden menyatakan ukuran porsi makanan pokok dengan lauk yang disediakan cukup proporsional. Namun, terdapat 33,3% responden yang menyatakan ukuran makanan pokok, terutama bubur saring, terlalu banyak bila dibandingkan dengan lauknya. Bubur nasi yang disediakan terlihat terlalu banyak dan penuh.
34
Sebagian besar responden (63,3%) menyatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan ketika melihat porsi makanan yang disediakan rumah sakit. Terdapat sebesar 33,4% responden mengalami penurunan nafsu makan karena melihat porsi makanan yang banyak dan penuh. Beberapa responden menyatakan tidak nafsu makan ketika melihat bubur yang terlihat penuh di dalam piring. Penyusunan Menu dengan Porsi Kecil Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, dapat ditemukan beberapa keadaan yang menyatakan ukuran porsi makanan dari rumah sakit tidak sesuai untuk pasien dengan malnutrisi. Pasien dengan malnutrisi yang beresiko refeeding syndrome sebaiknya diberi asupan 50% dari kebutuhan energi totalnya (NHS 2011), yang kemudian ditingkatkan sesuai kemampuan sampai dapat memenuhi kebutuhan normal. Konsumsi responden pada penelitian pendahuluan tidak sesuai dengan kebutuhan basalnya. Konsumsi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan resiko refeeding syndrome, sedangkan konsumsi yang terlalu rendah dapat memperparah kondisi gizi. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, makanan yang dikonsumsi oleh pasien hanya 51,3% dari ketersediaan. Makanan yang tersisa adalah 48,7%. Sisa makanan yang tersisa lebih banyak dari standar pelayanan minimum rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (2008) yaitu kurang dari 20%. Setengah dari total responden menyatakan makanan yang disajikan tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan beberapa responden menyatakan porsi makanan yang disajikan terlalu banyak. Orang sakit umumnya mengalami penurunan nafsu makan sehingga tidak menghabiskan
makanannya.
Responden
pada
penelitian
pendahuluan
menyatakan mengalami penurunan nafsu makan karena mual. Beck (1995) menyatakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makan bagi orang sakit untuk pasien dengan selera makan kurang diberikan hidangan dengan porsi kecil-kecil. Oleh karena itu, dibuat menu dengan porsi yang lebih kecil. Penyusunan menu dimulai dengan menentukan standar energi yang akan disediakan. Donnelley (2008) menyatakan pilihan ukuran porsi makanan yang berbeda perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi yang berbeda pada setiap individu. Menu porsi kecil dibuat menjadi tiga pilihan porsi energi yang akan disesuaikan dengan kebutuhan pasien, yaitu 750 kkal, 1000
35
kkal, dan 1300 kkal. Standar tersebut dibuat berdasarkan konsumsi energi dan kebutuhan basal responden pada penelitian pendahuluan, serta berdasarkan NHS (2011) yang menyatakan bahwa pasien dengan resiko Refeeding syndrome sebaiknya diberikan asupan energi sebesar 50% dari kebutuhan total. Konsumsi energi dari makanan rumah sakit menggambarkan tentang kemampuan makan pasien secara oral. Jumlah konsumsi terendah adalah 222,7 kkal. Angka tersebut tidak dapat dijadikan batas terendah untuk ukuran porsi energi yang dibuat. Hal ini dikarenakan jumlah konsumsi pasien tersebut terlalu kecil dan sulit untuk dibagi ke dalam tiga kali makan. Oleh karena itu pasien dengan kemampuan makan rendah (<500 kkal) akan diberikan makanan cair. Karena kondisi tersebut, penentuan porsi energi terendah dilakukan dengan mempertimbangkan rata-rata konsumsi energi pasien. Rata-rata konsumsi energi pasien adalah 783,1 kkal. Jumlah energi tersebut lebih mudah dibagi ke dalam tiga kali makan sehingga angka tersebut diperkirakan dapat menjadi ukuran energi terendah untuk menu porsi kecil. Kebutuhan energi basal pasien menggambarkan batas terendah jumlah energi yang perlu dikonsumsi oleh pasien untuk mempertahankan fungsi vital. Ukuran porsi energi yang dibuat harus dapat memenuhi kebutuhan energi basal pasien.
Kebutuhan energi basal terendah berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan adalah 791,5 kkal. Nilai ini mendekati nilai konsumsi energi ratarata pasien pada penelitian pendahuluan yaitu 783,1 kkal. Oleh karena itu ditetapkan ukuran porsi energi terendah untuk menu porsi kecil adalah 783,1 kkal atau 791,5 kkal, yang selanjutnya diambil nilai 750 kkal untuk lebih mempermudah perhitungan dalam penyusunan menu. Berdasarkan NHS (2011), pasien dengan resiko Refeeding syndrome sebaiknya diberikan asupan energi sebesar 50% dari kebutuhan total. Kebutuhan total tertinggi pada responden kontrol adalah 2200 kkal, sehingga asupan energi yang diperlukan pada tahap awal pemberian makanan adalah 1100 kkal. Angka ini kemudian digenapkan menjadi 1000 kkal dan dijadikan standar porsi energi berikutnya setelah angka 750 kkal. Ketersediaan energi yang disediakan rumah sakit untuk makanan saring (Bubur TD2) adalah 1230,9 kkal, sedangkan untuk makanan lain selain bubur saring adalah sekitar 1500-2100 kkal. Nilai ketersediaan energi terendah adalah ±1500 kkal, sehingga perlu dibuat ukuran porsi energi kurang dari 1500 kkal. Sementara standar porsi energi yang telah dibuat adalah 750 kkal dan 1000 kkal.
36
Rentang energi antara 1000 kkal dan 1500 kkal dirasa cukup besar. Oleh karena itu dibuat porsi energi sebesar 1300 kkal, dengan rentang energi antara setiap ukuran porsi adalah ±200 kkal, sehingga ukuran porsi energi yang disediakan untuk menu porsi kecil adalah 750 kkal, 1000 kkal, dan 1300 kkal. Menu makanan dibuat ke dalam siklus lima hari. Menu yang disajikan akan kembali ke menu kesatu pada hari keenam, dan menu kedua pada hari ketujuh, dan seterusnya. Siklus lima hari dibuat berdasarkan pemberian makan pada pasien dengan resiko Refeeding syndrome. NHS (2011) menyatakan pasien dengan resiko refeeding syndrome tingkat sedang diberikan asupan gizi 50% dari kebutuhan selama 2 hari. Pemberian makan dengan porsi kecil ini terdiri dari tiga tahapan yaitu 750 kkal, 1000 kkal, dan 1300 kkal. Pasien diharapkan akan mampu mengonsumsi makanan biasa dalam waktu lima hari. Langkah selanjutnya adalah menentukan pembagian energi pada setiap waktu makan. Waktu makan terdiri dari tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan. Energi untuk makanan selingan untuk setiap pilihan porsi adalah 100 kkal untuk dua kali makanan selingan. Pembagian energi untuk setiap waktu makan dihitung dengan menggunakan satuan penukar. Berikut pembagian energi setiap pilihan porsi energi untuk setiap waktu makan. Tabel 19 Pembagian energi setiap waktu makan dalam satuan penukar Waktu Pagi
Jenis
750 kkal
1000 kkal
1300 kkal
KH
0,5P
0,5P
0,5P
PH
0,5P
0,5P
0,5P
PN
0,5P
0,5P
0,5P
S
0,25P
0,25P
0,25P
M
1P
1P
1P
Selingan
B/G
1P
1P
1P
Siang
KH
0,5P
1P
1,5P
PH
0,5P
0,5P
1P
PN
0,5P
0,5P
1P
S
0,25P
0,25P
0,25P
M
1P
1,5P
1,5P
Selingan
B/G
1P
1P
1P
Sore
KH
0,5P
1P
1,5P
PH
0,5P
0,5P
1P
PN
0,5P
0,5P
1P
S
0,25P
0,25P
0,25P
M Keterangan : P = Satuan Penukar KH = Karbohidrat PH = Protein Hewani
1P 1,5P PN = Protein Nabati M = Minyak B = Buah
1,5P S = Sayur G = Gula
37
Pembagian energi kedalam setiap waktu makan tersebut digunakan sebagai standar untuk menentukan bahan makanan dan jenis hidangan yang akan dibuat. Standar tersebut dapat mempermudah proses penyusunan menu, perhitungan energi setiap hidangan, dan perhitungan kebutuhan bahan makanan yang akan digunakan. Bahan makanan yang digunakan dapat diganti dengan makanan sejenis untuk mendapatkan jenis hidangan lain, contohnya bahan makanan jenis karbohidrat yaitu beras/nasi dapat diganti dengan kentang sehingga didapat jenis hidangan baru dengan bahan utama kentang namun energi yang dihasilkan sama dengan hidangan dengan bahan beras/nasi. Moehyi (1992) menyatakan bahwa konsistensi makanan menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan, contohnya makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberi rangsang yang lebih lambat terhadap indera kita. Berdasarkan pernyataan tersebut, konsistensi makanan memiliki pengaruh pada konsumsi pasien. Hasil pada penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa konsistensi makanan tidak berpengaruh terhadap konsumsi. Oleh karena itu dalam siklus lima hari yang dibuat, terdiri dari makanan dengan konsistensi makanan yang berbeda-beda. Makanan yang dibuat adalah makanan dalam bentuk one dish meal atau makanan sepinggan. Makanan disajikan dalam satu piring dikarenakan ukuran porsi makanan yang lebih kecil dibandingkan porsi makanan dengan standar makanan rumah sakit pada umumnya. Jika makanan disajikan dalam satu piring, makanan tidak akan terlihat sangat sedikit dan terlihat menarik. Jenis hidangan yang dibuat untuk makan pagi ditentukan dengan mempertimbangkan jenis-jenis hidangan yang umum dikonsumsi pada waktu makan pagi di daerah Jawa Barat, seperti bubur dan lontong. Jenis hidangan untuk makan siang dan makan malam dibuat bervariasi agar pasien tidak bosan. Bahan makanan yang digunakan adalah bahan makanan yang memenuhi prasyarat standar makanan biasa dan lunak. Jenis hidangan yang terdapat pada siklus lima hari menu porsi kecil ditunjukkan pada Tabel 21. Terdapat beberapa jenis hidangan yang terbatas untuk beberapa jenis penyakit. Pasien dengan diet rendah protein seperti pada pasien dengan penyakit ginjal, tidak dianjurkan mengonsumsi tempe, tahu dan kacangkacangan, sehingga hidangan yang menggunakan bahan tersebut akan diganti, misalnya dengan protein hewani.
38
Tabel 20 Siklus lima hari menu porsi kecil Menu ke
Pagi
Siang
Malam
I
Bubur ayam
Bihun goreng
Nasi Tim ayam
II
Lontong isi + kuah bening
Kentang tutup
Nasi Bakmoy
III
Nasi uduk
Lontong kari
Nasi telur
IV
Bubur cincang sapi
Baso tahu kuah
Nasi campur
V
Nasi Goreng keju
Nasi Bali
Nasi Bakar
Menu yang telah dibuat akan diberikan kepada pasien responden dengan kriteria sama
dengan pasien responden pada
penelitian
pendahuluan.
Berdasarkan Depkes (2006) dan Yahya (1994), menu yang telah dibuat seharusnya diuji coba kepada panelis terlatih yang terdiri dari dokter, perawat, serta direksi dengan menggunakan form penilaian menu masakan yang meliputi pola menu kombinasi warna, tekstur, konsistensi, rasa, aroma, ukuran, bentuk, potongan, temperatur makanan, pengulangan menu penyajian dan sanitasi. Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu. Oleh karena itu menu langsung diberikan kepada pasien responden. Pilihan porsi energi yang akan disajikan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan responden, dan hal tersebut ditentukan oleh ahli gizi. Porsi energi akan ditingkatkan jika responden mampu menghabiskan makanan yang diberikan.
Makanan diberikan kepada pasien sampai pasien mampu
mengonsumsi makanan biasa. PENELITIAN LANJUTAN Karakteristik Responden Intervensi Jenis Kelamin Total responden intervensi adalah 27 orang. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan dengan persentase 66,7%. Jumlah responden dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebesar 33,3%. Tabel 21 Sebaran responden intervensi berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
9
33,3
Perempuan
18
66,7
Total
27
100
Umur Sebesar 55,6% responden tergolong ke dalam kategori dewasa (19-49 tahun). Responden yang termasuk ke dalam kategori setengah tua (50-64 tahun)
39
dan usia lanjut (>65 tahun) masing-masing sebesar 33,3% dan 11,1%. Berdasarkan independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan signifikan antara umur responden kontrol dan responden intervensi (p>0,05). Tabel 22 Sebaran responden intervensi berdasarkan umur Kelompok umur
n
%
Usia Setengah tua (50-64 tahun)
15 9
55,6 33,3
Usia Lanjut (>65 tahun)
3
11,1
Total
27
100
Usia Dewasa (19-49 tahun)
Status Gizi Berdasarkan
kategori
malnutrisi,
lebih
dari
setengah
responden
mengalami malnutrisi berat dengan persentase 59,3%. Responden yang tergolong malnutrisi sedang sebesar 40,7%. Hal tersebut berkebalikan dengan keadaan gizi pada responden pendahuluan yang lebih dari setengah responden mengalami malnutrisi sedang. Tabel 23 Sebaran responden intervensi berdasarkan kategori malnutrisi Kategori Malnutrisi Sedang
n 11
% 40,7
Berat
16
59,3
Total
27
100
Jenis Penyakit Jenis penyakit responden akan menentukan diet yang diberikan. Jenis penyakit digolongkan menjadi 7 kelompok. Sebesar 25,9% responden menderita gangguan pencernaan dan sebesar 22,2% responden menderita penyakit kanker dan kelainan darah. Tabel 24 Sebaran responden intervensi berdasarkan jenis penyakit Jenis Penyakit Gangguan pencernaan
n 7
% 25,9
Kanker & Kelainan Darah
6
22,2
Ginjal
5
18,5
Gangguan pernapasan
3
11,1
Jantung & Hipertensi
3
11,1
Hati
2
7,4
Diabetes Melitus
1
3,7
Total
27
100,0
40
Responden lain menderita penyakit ginjal, gangguan pernapasan, jantung dan hipertensi, hati, serta diabetes melitus. Jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh responden pada penelitian pendahuluan adalah kanker dan kelainan darah, sedangkan pada responden intervensi adalah gangguan pencernaan. Kelas Perawatan Sebagian besar responden berasal dari kelas 3 dengan persentase 81,5%. Responden pada penelitian pendahuluan juga memiliki sebaran terbanyak pada kelas 3. Tabel 25 Sebaran responden intervensi berdasarkan kelas perawatan Kelas Perawatan 1
n 3
% 11,1
2
2
7,4
3
22
81,5
Total
27
100
Kebutuhan Energi Responden Intervensi Kebutuhan Energi Total Rata-rata kebutuhan energi responden adalah 1515 kkal/hari. Kebutuhan energi tertinggi sebesar 1953 kkal/hari dan terendah sebesar 1100 kkal/hari. Rata-rata kebutuhan total pada responden kontrol adalah 1618,1 kkal/hari. Berdasarkan hasil independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kebutuhan kelompok kontrol dengan kelompok intervensi (p>0,05). Tabel 26 Kebutuhan energi responden intervensi Kebutuhan Energi Total (kkal/hari) Rata-rata
1515
Tertinggi
1953
Terendah
1176
Kebutuhan Energi Basal Rata-rata kebutuhan basal responden intervensi sebesar 1141 kkal/hari. Nilai kebutuhan basal tertinggi sebesar 1585 kkal/hari, dan nilai terendah sebesar 836,5 kkal/hari. Sementara responden kontrol memiliki rata-rata kebutuhan basal sebesar 1139 kkal/hari. Berdasarkan hasil independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kebutuhan energi basal kelompok kontrol dengan kelompok intervensi (p>0,05).
41
Tabel 27 Kebutuhan energi basal responden intervensi Kebutuhan Energi Basal (kkal/hari) Rata-rata
1141,0
Tertinggi
1585,0
Terendah
836,5
Ketersediaan Energi Responden Intervensi Pilihan porsi energi yang diberikan adalah 750 kkal, 1000 kkal, dan 1300 kkal. Penentuan pemilihan porsi energi dilakukan oleh ahli gizi berdasarkan ketentuan pemberian makan pasien malnutrisi, yaitu sebesar 50% kebutuhan total (NHS 2011). Rata-rata ketersediaan energi makanan rumah sakit sebesar 891,8 kkal/hari. Ketersediaan energi tertinggi sebesar 1301,9 kkal dan ketersediaan terendah adalah 766,5 kkal. Pilihan ukuran porsi energi yang akan diberikan, ditentukan oleh ahli gizi berdasarkan kebutuhan energi serta kemampuan makan responden. Responden pada penelitian lanjutan berjumlah 27 responden. Sebanyak 20 responden mendapatkan makanan dengan porsi energi 750 kkal, dan 7 responden mendapatkan makanan dengan porsi energi 1000 kkal. Tabel 28 Rata-rata ketersediaan energi menu porsi kecil Ketersediaan Energi (kkal/hari) Rata-rata
891,8
Tertinggi
1301,9
Terendah
766,5
Konsumsi Energi Responden Intervensi Konsumsi energi yang dihitung adalah konsumsi energi secara oral yaitu konsumsi makanan rumah sakit dan makanan dari luar rumah sakit. Rata-rata konsumsi energi responden adalah 753,4 kkal/hari. Konsumsi energi tertinggi sebesar 1251,9 kkal/hari dan terendah sebesar 229,9 kkal/hari. Responden dengan nilai konsumsi rendah (<500 kkal) akan dimonitor serta ditentukan diet selanjutnya, yaitu akan diberikan makanan cair atau tetap diberikan makanan porsi kecil. Tabel 29 Konsumsi energi total responden intervensi Konsumsi Energi Total (kkal) Rata-rata
753,4
Tertinggi
1251,9
Terendah
229,9
42
Berdasarkan independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan jumlah konsumsi energi yang signifikan antara kelompok responden laki-laki dan perempuan (p>0,05). Uji ini juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan jumlah konsumsi energi antara kelompok responden malnutrisi sedang dengan kelompok responden malnutrisi berat (p>0,05). Berdasarkan uji one way ANOVA, tidak terdapat perbedaan signifikan jumlah konsumsi energi pada setiap kelompok umur (p>0,05). Uji ini juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada konsumsi energi responden yang dikelompokan berdasarkan jenis penyakit dan order diet, sedangkan pada kelompok kelas perawatan terdapat perbedaan jumlah konsumsi (p<0,05). Berdasarkan uji Post Hoc kelompok yang memiliki perbedaan jumlah konsumsi adalah kelompok kelas 2 dan kelas 3. Perbedaan tersebut dikarenakan jumlah pasien dari kelas 2 hanya 2 orang dan mengalami penurunan nafsu makan, sedangkan pasien dari kelas 3 berjumlah 22 orang dengan konsumsi yang bervariasi dan cenderung lebih tinggi daripada konsumsi responden kelas 2. Konsumsi Makanan Rumah Sakit Rata-rata konsumsi makanan rumah sakit responden adalah 713,1 kkal/hari. Konsumsi energi tertinggi sebesar 1251,9 kkal/hari dan terendah sebesar 229,9 kkal/hari. Tabel 30 Rata-rata konsumsi makanan rumah sakit responden intervensi Konsumsi Energi (kkal/hari) Rata-rata
713,1
Tertinggi
1251,5
Terendah
229,9
Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit Sebagian besar responden (85,2%) tidak mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Responden yang mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebesar 14,8%. Makanan dari luar rumah sakit yang dikonsumsi umumnya adalah buah-buahan, seperti jeruk, pepaya, dan anggur. Terdapat responden yang
mengonsumsi
gorengan,
susu,
teh,
dan
biskuit.
Alasan
pasien
mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah masih merasa lapar. Ratarata (n=4) konsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 206,3 kkal, konsumsi tertinggi sebesar 344,7 kkal dan terendah sebesar 124,9 kkal.
43
Tabel 31 Sebaran responden intervensi berdasarkan konsumsi makanan luar RS Konsumsi Makanan Luar RS
n
%
Ya
4
14,8
Tidak
23
85,2
Total
27
100
Tabel 32 Rata-rata konsumsi makanan luar rumah sakit responden intervensi Konsumsi Energi (kkal/hari) Rata-rata
206,3
Tertinggi
344,7
Terendah
124,9
Responden mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit dengan alasan porsi makanan yang diberikan rumah sakit kurang. Porsi menu yang diberikan pada awal perawatan adalah 750 kkal atau 1000 kkal. Ahli gizi kemudian memonitor dan mengevaluasi konsumsi energi sehari untuk merancang kembali diet yang akan diberikan selanjutnya. Evaluasi juga dilakukan dengan melihat tanda-tanda klinis pasien. Hasil evaluasi tersebut akan dijadikan dasar penentuan untuk meningkatkan atau tidak porsi energi yang akan diberikan, yaitu menjadi 1000 kkal, 1300 kkal atau makanan biasa dari rumah sakit (1800 – 2100 kkal). Ahli gizi juga memberikan pengarahan untuk mengurangi konsumsi makanan dari luar rumah sakit, serta memberikan penyuluhan tentang makanan yang sebaiknya dikonsumsi oleh pasien. Terdapat responden yang menyatakan buah yang diberikan terlalu sedikit dan jarang, sehingga responden mengonsumsi buah-buahan dari luar rumah sakit. Buah pada menu porsi kecil, diberikan pada saat selingan dengan porsi energi 50 kkal atau sebesar satu satuan penukar. Jenis buah yang diberikan adalah melon, jeruk, semangka, dan pepaya. Konsumsi Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Berdasarkan hasil independent sample t-test tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsumsi energi kelompok kontrol dengan kelompok intervensi (p>0,05). Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tidak terdapat penurunan atau peningkatan yang nyata dari konsumsi energi responden setelah mengonsumsi menu porsi kecil, sehingga standar makanan yang telah disusun dapat memenuhi konsumsi pasien yang beresiko refeeding syndrome. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pernyataan pada studi yang dilakukan oleh Rolls et al. (2006) dalam Freedman dan Brochado (2010) yang menyatakan
44
pengurangan ukuran porsi dapat menurunkan asupan energi sebesar 10%. Ketidaksesuaian dengan literatur mungkin dikarenakan pada studi Rolls et al (2006), responden yang digunakan adalah responden dengan obesitas. Konsumsi energi yang dibandingkan adalah konsumsi responden obesitas tanpa adanya pembatasan makanan dengan konsumsi responden ketika ukuran porsi telah dikurangi. Konsumsi responden dengan obesitas umumnya lebih tinggi dari pada konsumsi orang normal. Oleh karena itu penurunan konsumsi energi dapat terlihat. Menu porsi kecil pada penelitian ini dibuat dengan mengecilkan ukuran porsi dan ukuran energi. Pengurangan energi dilakukan untuk mencegah kasus refeeding syndrome pada pasien malnutrisi. Oleh karena itu ketika konsumsi responden yang mengonsumsi makanan porsi besar dibandingkan dengan yang mengonsumsi makanan dengan porsi kecil, tidak terlihat adanya perbedaan baik berupa peningkatan maupun penurunan pada konsumsi energi responden pada penelitian
lanjutan.
Kondisi
tersebut
juga
mungkin
dapat
dikarenakan
kemampuan makan pasien pada awal pemberian masih rendah. Sisa Makanan Responden Rata-rata sisa makanan responden adalah 178,7 kkal. Sisa makanan responden tertinggi adalah 595,5 kkal, dan sisa makanan terendah adalah 0,0 kkal. Persentase sisa makanan terhadap ketersediaan menu porsi kecil adalah 20,0%. Sisa makanan yang tersisa tepat dengan standar pelayanan minimum rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (2008) yaitu kurang dari 20%. Sisa makanan pada penelitian pendahuluan sebesar 48,7%. Menu porsi kecil ini berhasil menurunkan sisa makanan rumah sakit sebesar 28%. Tabel 33 Rata-rata sisa makanan responden intervensi Sisa makanan (kkal) Rata-rata
178,7
Tertinggi
595,5
Terendah
0,0
Tanggapan Responden Intervensi terhadap Porsi Makanan Total responden penelitian lanjutan adalah 27 orang. Sebesar 70,4% responden menyatakan menu porsi kecil yang disediakan telah sesuai dengan yang diharapkan. Dari 29,6% (n=4) responden yang menyatakan tidak sesuai dengan yang diharapkan, setengah responden (50%) menyatakan bahwa porsi makanan yang disediakan termasuk sedikit. Meskipun porsi yang diberikan lebih
45
kecil dari pada porsi biasa, namun terdapat 50% responden menyatakan porsi yang diberikan banyak. Sebesar 66,7% responden menyatakan ukuran antara makanan pokok dan lauk yang disediakan cukup proporsional. Namun terdapat 33,3% yang menyatakan tidak proporsional. Beberapa menu yang disajikan merupakan menu yang menggabungkan makanan pokok dan makanan lauk, sehingga mungkin responden tidak dapat membedakan kesesuaian porsi makanan pokok dan lauk. Sebanyak 85,2% responden menyatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan karena porsi menu yang disediakan. Responden menyatakan penurunan nafsu makan yang dialami dikarenakan rasa mual. Leidy et al (2010) menyebutkan bahwa makanan dalam jumlah besar yang disediakan untuk manula akan menurunkan nafsu makan, sedangkan pengurangan ukuran porsi akan berpotensi meningkatkan nafsu makan dan menyebabkan peningkatan konsumsi makanan. Gambaran Sisa Makanan Menu Porsi Kecil Berdasarkan
Donneley
(2008),
pengurangan
ukuran
porsi
dan
meningkatkan energi dan kaya zat gizi pada makanan lengkap dapat mendukung asupan oral pasien yang memiliki nafsu makan rendah. Hal tersebut dapat memastikan pasien tidak kewalahan dengan makanan lengkap porsi besar dan akan memakan yang disajikan, dan meningkatkan asupan energi dan zat gizi. Perlakuan tersebut juga dapat mengurangi sisa makanan, tetapi tidak tepat untuk semua kelompok pasien, respondennya pasien yang membutuhkan diet sehat dan seimbang. Menu porsi kecil terdiri dari 15 menu makanan utama dan 3 menu makanan selingan. Menu makanan utama yang disajikan terdiri dari menu dengan konsistensi yang berbeda-beda, yaitu saring, lunak, dan biasa. Jenis makanan berupa bubur umumnya tidak dihabiskan oleh responden. Berdasarkan penelitian Yuliana (1999), pasien yang diberikan makanan lunak berupa bubur sebanyak 300 g menyatakan tidak suka, terutama jika bubur diberikan pada pagi hari dengan alasan porsi bubur yang diberikan terlalu banyak. Yuliana (1999) juga menyatakan faktor yang diduga menyebabkan rendahnya persepsi responden terhadap porsi bubur pada menu pagi yaitu sebelum masuk rumah sakit, responden tidak terbiasa makan pagi dalam jumlah banyak.
46
Berbeda dengan penelitian Yuliana (1999), jumlah bubur yang diberikan pada penelitian lanjutan adalah 200 g. Meskipun jumlah bubur yang disajikan lebih sedikit, responden masih menyisakan cukup banyak dari bubur. Alasan responden adalah bubur yang disajikan terlihat banyak, sehingga responden merasa malas dan kenyang. Menu makanan dengan konsistensi lunak, selain bubur, cukup disukai oleh responden. Makanan lunak seperti pure kentang dan nasi tim yang disajikan sebagian besar dihabiskan oleh responden. Hidangan tersebut disajikan dalam satu piring ukuran sedang dan tidak terlihat penuh, sehingga responden cukup tertarik untuk memakan hidangan tersebut. Makanan dengan konsistensi nasi biasa sebagian besar dihabiskan oleh responden. Berikut penjelasan setiap menu berdasarkan penyajian dan makanan yang tersisa. Bubur Ayam Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 18 kali penyajian kepada responden, sebesar 61,1% responden tidak menghabiskan bubur ayam dengan sisa banyak (>20%). Responden yang menghabiskan dan menyisakan bubur ayam dengan jumlah sedikit sebesar 38,9%. Responden menyatakan bubur yang disajikan terlihat sangat banyak sehingga timbul rasa tidak senang ketika melihat makanan. Beberapa responden menyatakan tidak ada nafsu makan ketika menu yang disajikan adalah bubur. Bihun Goreng Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 21 kali penyajian kepada responden, sebesar 52,4% responden meninggalkan sisa sedikit dari bihun goreng. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 47,6%. Beberapa responden menyatakan bihun yang disediakan terlalu banyak dan membuat cepat kenyang. Responden juga menyatakan bihun goreng yang disediakan membuat cepat haus. Nasi Tim Ayam Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 20 kali penyajian kepada responden, sebesar 65% responden menyisakan nasi tim ayam dengan sisa sedikit. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 35%. Sebagian besar responden menyukai nasi tim ayam yang disajikan. Responden menyatakan porsi yang disajikan sesuai dengan keinginan dan terlihat menarik.
47
Lontong Isi Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 16 kali penyajian kepada responden, sebesar 87,5% responden menghabiskan lontong isi. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 12,5%. Sebagian besar responden menyatakan porsi lontong terlalu kecil, sehingga responden tidak menganggap makanan ini sebagai makanan utama. Terdapat responden yang menyatakan tidak mendapatkan makan pagi dan hanya mendapatkan snack berupa lontong isi. Kentang Tutup Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 13 kali penyajian kepada responden, sebesar 76,9% responden menghabiskan kentang tutup. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 23,1%. Responden menyatakan tidak terbiasa memakan kentang sebagai makanan utama. Namun, karena ukuran porsi yang kecil dan bentuk yang cukup menarik responden menghabiskan makanannya. Nasi Bakmoy Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 16 kali penyajian kepada responden, sebesar 56,3% responden menghabiskan nasi bakmoy. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 43,8%. Responden menyatakan ukuran porsi nasi bakmoy telah sesuai dengan yang diharapkan. Nasi Uduk Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 16 kali penyajian kepada responden, sebesar 56,3% responden menghabiskan nasi uduk. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 43,8%. Responden umumnya menyukai nasi uduk yang disajikan. Lontong Kari Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 16 kali penyajian kepada responden, sebesar 68,8% responden meninggalkan sisa sedikit dari lontong kari. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 31,3%. Responden menyatakan porsi lontong kari telah sesuai, tetapi lontong yang disajikan agak keras. Nasi Telur Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 16 kali penyajian kepada responden, sebesar 66,7% responden meninggalkan sisa sedikit dari nasi telur.
48
Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 33,3%. Responden menyatakan ukuran porsi yang diberikan telah sesuai. Beberapa responden menyatakan tidak suka dengan campuran ikan teri dengan nasi. Terdapat responden yang menyatakan tidak mendapatkan makan siang, tetapi makanan selingan seperti risoles. Bubur Cincang Sapi Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 20 kali penyajian kepada responden, sebesar 65% responden tidak menghabiskan bubur cincang sapi dengan sisa banyak (>25%). Responden yang meninggalkan sisa sedikit sebesar 35%. Responden menyatakan bubur yang disajikan terlihat banyak dan penuh. Responden juga menyatakan lauk yang diberikan tidak sesuai dengan jumlah bubur. Baso Tahu Kuah Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 15 kali penyajian kepada responden, sebesar 60% responden meninggalkan sisa sedikit dari baso tahu kuah. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 40%. Beberapa responden menyatakan ukuran porsi baso tahu kuah terlalu sedikit dan tidak sesuai untuk orang sakit. Responden yang tidak menghabiskan makanan menyatakan baso tahu terlalu keras. Nasi Campur Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 16 kali penyajian kepada responden, sebesar 56,3% responden meninggalkan sisa sedikit dari nasi campur. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 43,8%. Responden menyatakan porsi yang disediakan telah sesuai, namun daging yang disajikan keras. Nasi Goreng Keju Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 11 kali penyajian kepada responden, sebesar 72,7% responden meninggalkan sisa sedikit dari nasi goreng keju. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 27,3%. Responden umumnya menyukai nasi goreng keju yang disajikan. Porsi nasi goreng keju dianggap terlalu sedikit. Responden menyatakan nasi goreng terlalu keras dan menyebabkan cepat haus. Nasi Bali Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 12 kali penyajian kepada responden, sebesar 75% responden meninggalkan sisa sedikit dari nasi bali.
49
Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 25%. Ukuran porsi nasi bali sudah sesuai dan terlihat menarik. Nasi Bakar Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 15 kali penyajian kepada responden, sebesar 66,7% responden meninggalkan sisa sedikit dari nasi bakar. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 33,3%. Bubur Saring TD2 Berdasarkan hasil dari penelitian lanjutan, dari 37 kali penyajian kepada responden, sebesar 56,8% responden meninggalkan sisa sedikit dari bubur TD2. Responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan sisa banyak sebesar 43,2%. Responden yang tidak menghabiskan bubur TD2 menyatakan kinca yang diberikan kurang dan merasa bosan mengonsumsi bubur TD2. Responden umumnya cepat merasa bosan karena bubur TD2 disajikan sehari tiga kali dan tidak ada alternatif hidangan lain untuk menggantikan bubur TD2. Tabel 34 Sebaran sisa makanan responden intervensi Nama
Sisa Makanan
Makanan
<= 20%
>20%
Total
n
%
n
%
n
%
Bubur ayam
7
38,9
11
61,1
18
100,0
Bihun goreng
11
52,4
10
47,6
21
100,0
Nasi tim ayam
13
65,0
7
35,0
20
100,0
Lontong isi
14
87,5
2
12,5
16
100,0
Kentang tutup
10
76,9
3
23,1
13
100,0
Nasi Bakmoy
9
56,3
7
43,8
16
100,0
Nasi Uduk
9
56,3
7
43,8
16
100,0
Lontong kari
11
68,8
5
31,3
16
100,0
Nastel
12
66,7
6
33,3
18
100,0
bubur sapi
7
35,0
13
65,0
20
100,0
Baso tahu kuah
9
60,0
6
40,0
15
100,0
Nasi campur
9
56,3
7
43,8
16
100,0
Nasi goreng keju
8
72,7
3
27,3
11
100,0
Nasi Bali
9
75,0
3
25,0
12
100,0
Nasi Bakar
10
66,7
5
33,3
15
100,0
Bubur TD2
21
56,8
16
43,2
37
100,0
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bentuk penyelenggaraan makanan yang dilakukan adalah sistem swakelola dan semi outsourcing. Siklus menu yang digunakan di RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah siklus menu 10+1. Taksiran kebutuhan makanan segar dilakukan setiap hari, sementara bahan makanan lain dan formula untuk 10 hari sekali dan bahan makanan kering untuk periode 30 hari. Pendistribusian makanan menggunakan sistem tidak terpusat (desentralisasi). Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Responden dalam penelitian ini adalah pasien penyakit dalam yang memiliki status gizi malnutrisi. Sebagian besar responden pada penelitian pendahuluan (63,3%) dan penelitian lanjutan (66,7%) berjenis kelamin perempuan. Persentase terbesar responden pada penelitian pendahuluan (46,7%) dan penelitian lanjutan (44,4%) berada dalam kisaran usia 19-49 tahun atau usia dewasa. Keadaan gizi responden pada penelitian pendahuluan sebagian besar adalah malnutrisi sedang (56,7%), sedangkan pada penelitian lanjutan adalah malnutrisi berat (59,3%). Jenis penyakit yang paling banyak diderita responden pada penelitian pendahuluan adalah kanker dan kelainan darah (26,7%), sedangkan jenis penyakit pada penelitian lanjutan adalah gangguan pencernaan (25,9%). Lebih dari separuh responden pada penelitian pendahuluan (53,3%) dan penelitian lanjutan (81,5%) berasal dari kelas III. Rata-rata kebutuhan energi responden kontrol adalah 1618,1 kkal/hari dan responden intervensi adalah 1515 kkal/hari. Rata-rata kebutuhan basal responden kontrol sebesar 1139 kkal/hari dan responden intervensi sebesar 1141 kkal/hari. Rata-rata ketersediaan energi makanan rumah sakit sebesar 1525,6 kkal/hari, sedangkan rata-rata ketersediaan energi menu porsi kecil sebesar 891,8 kkal/hari. Rata-rata jumlah konsumsi energi responden kontrol adalah 817,3 kkal dan responden intervensi adalah 753,4 kkal. Rata-rata sisa makanan responden kontrol adalah 742,5 kkal, dengan persentase terhadap ketersediaan 48,7%, sedangkan pada responden intervensi adalah 178,7 kkal, dengan persentase terhadap ketersediaan sebesar 20%. Penyusunan menu dilakukan berdasarkan hasil penelitian lanjutan. Menu disajikan dalam tiga pilihan porsi energi yaitu 750 kkal, 1000 kkal, dan 1300 kkal. Menu dibuat dalam siklus lima hari dengan konsistensi makanan dan jenis hidangan yang beragam.
51
Berdasarkan hasil uji statistik tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsumsi energi responden pada penelitian pendahuluan dengan responden pada penelitian lanjutan. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tidak terdapat penurunan atau peningkatan yang nyata dari konsumsi energi responden setelah mengonsumsi menu porsi kecil. Sebagian besar responden (70,4%) menyatakan ukuran porsi yang disajikan pada menu porsi kecil telah sesuai yang diharapkan. Lebih dari separuh responden (66,7%) menyatakan ukuran antara makanan pokok dan lauk yang disediakan cukup proporsional. Sebanyak 85,2% responden menyatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan karena porsi menu yang disediakan. Beberapa jenis makanan dapat diterima dengan baik oleh pasien, namun terdapat jenis makanan yang tidak biasa dimakan sebagai makanan utama seperti kentang tutup dan baso tahu kuah. Jenis makanan yang paling banyak tersisa adalah makanan dengan konsistensi bubur, yaitu bubur ayam dan bubur cincang sapi. Sedangkan makanan yang paling sedikit tersisa adalah lontong isi, namun pasien menganggap lontong isi yang disajikan adalah makanan selingan. Saran Sebaiknya penelitian dilakukan lebih dari satu hari, sehingga peningkatan atau penurunan konsumsi pasien dapat dilaporkan. Hal tersebut mungkin dapat lebih memperlihatkan efek menu porsi kecil terhadap konsumsi pasien malnutrisi. Konsistensi makanan yang dibuat dalam satu menu sebaiknya tidak berbeda-beda, sehingga konsumsi, sisa makanan, dan tanggapan pasien terhadap makanan porsi kecil dengan tekstur tertentu (baik saring, lunak, biasa) dapat dipastikan. Perbedaan jumlah konsumsi dan sisa makanan antar makanan dengan tekstur yang berbeda juga dapat terlihat. Penelitian ini juga sebaiknya dilakukan pada anak-anak yang lebih rentan terkena resiko malnutrisi.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Barker LA, Gout BS, Crowe TC. 2011. Hospital malnutrition: prevalence, identification and impact on patients and the healthcare system. Int. J. Environ. Res. Public Health. 2011(8): 514-527. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1990. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pangan dan Gizi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan. Djuriah E. 1986. Evaluasi pelayanan gizi rumah sakit rawat inap di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung [Skripsi]. Jakarta: FKM UI. Donnelley RR. 2008. Food in Hospital. Skotlandia: The Scottish Government. Freedman MR, Brochado C. 2010. Reducing portion size reduces food intake and plate waste. Obesity. 18: 1864 – 1866. Haerani Y. 2012. Analisis biaya sisa makanan lunak dan zat gizi yang hilang pada pasien dewasa kelas 3 di RSUD Hasan Sadikin Bandung [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hearing SD. 2004. Refeeding syndrome : is underdiagnosed and undertreated, but treatable. BMJ. 328(9): 908. Imeri B, Dureha DK. 2012. The relationship between basal metabolic rate, lean body mass and femurs bone mineral density of national level basketball players of India. HealthMED. 6(6): 1974-1978. Khan LUR, Ahmed J, Khan S, MacFie J. 2010. Refeeding Syndrome: A Literature Review. Gastroenterology Research and Practice. 2011. Leidy HJ, Apolzan JW, Mattes RD, Campbell WW. 2010. Food form and portion size affect postprandial appetite sensations and hormonal responses in healthy, nonobese, older adults. Obesity. 2010(18): 293-299. [Menkes] Menteri Kesehatan. 2008. Standar Pelayanan Minimum Rumah Sakit. perpustakaan.depkes.go.id [5 Februari 2012] NHS. 2011. Guidelines for the prevention and management of re-feeding syndrome in adults. www.ruh.nhs.uk [8 Agustus 2012] O’Connor G, Goldin J. 2011. The refeeding syndrome and glukosa load. Int J Eat Disord. 2011(44): 182–185.
53
Rolls BJ, Roe LS, Meengs JS, Wall DE. 2004. Increasing the portion size of a sandwich increases energy intake. J Am Diet Assoc. 104: 367–372. Stanga Z et al. 2008. Nutrirtion in clinical practice-the refeeding syndrome: illustrative cases and guidelines for prevention and treatment. European Journal of Clinical Nutrition. 62: 687-694. Subandriyo VU. 1993. Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit. Diktat yang tidak dipublikasikan. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sullivan CF. 1985. Management of Medical Food Service. New Jersey: Avi Publishing Company. Susetyowati, Hadi H, Hakimi M, Asdie AH. 2012. Pengembangan metode skrining gizi untuk pasien dewasa rawat inap. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 8(4): 188-194. The Patients Association. 2011. Malnutrition in the community and hospital setting. www.patients-association.com [5 Mei 2012] Tripathy S, Mishra P, Dash SC. 2008. Refeeding syndrome. Indian J Crit Care Med. 12(3): 132-134. Vintila I, Chicos St., Turcescu A. 2005. Menu planning in hospital catering. Agroalimentary Processes and Technologies. 9(2): 373-376. Williams PG, Walton K. 2011. Plate waste in hospitals and strategies for change. e-SPEN, The European E-journal of Clinical Nutrition and Metabolism. 6(6): e235-e241. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Prosiding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Yahya G. 1994. Sistem pelayanan gizi di rumah sakit. Cermin Dunia Kedokteran. 91: 91-96. Yuliana R.1999. Efisiensi konsumsi makanan lunak pasien rawat inap di Rumah Sakit TNI-AD Salak Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Kuesioner tanggapan terhadap porsi menu No. Responden: No. Kamar : KUESIONER RESPON PORSI MENU Berilah tanda silang (X) untuk jawaban dari masing-masing pertanyaan sesuai dengan pendapat anda 1. Ukuran porsi yang disajikan rumah sakit telah sesuai dengan ukuran porsi yang anda harapkan 1) Sangat Tidak Setuju 2) Tidak Setuju 3) Setuju 4) Sangat Setuju 2. Jika tidak sesuai, ukuran porsi yang disediakan menurut pendapat anda 1) Terlalu Sedikit 2) Sedikit 3) Banyak 4) Terlalu Banyak 3. Besar porsi antara makanan pokok dan lauknya terlihat proporsional 1) Sangat Tidak Setuju 2) Tidak Setuju 3) Setuju 4) Sangat Setuju 4. Ukuran porsi yang disajikan mengurangi nafsu makan anda 1) Sangat Tidak Setuju 2) Tidak Setuju 3) Setuju 4) Sangat Setuju
Komentar : ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
56
Lampiran 2 Formulir catatan asupan makan FORMULIR CATATAN ASUPAN MAKAN (WEIGH METHOD) – D Nama
:
Km/Bed
:
Tgl Masuk
:
Diet
:
Hari
:
TANGGAL
WAKT U MAKA N
BERAT (g) NAMA MASAKAN
PAGI
SNAC K
SIAN G
SNAC K
SORE
TOTAL
Aw al
Sis a
Konsu msi
KETERAN GAN
57
Lampiran 3 Kandungan gizi menu porsi kecil berdasarkan Nutrisurvey dan satuan penukar 750 kkal
1000 kkal
1300 kkal
NS
SP
NS
SP
NS
SP
Bubur ayam
254,4
241,25
254,4
241,25
254,4
241,25
Bihun goreng
201,8
203,7
297,1
285,4
384,2
383,75
Nasi tim ayam
276,2
217,5
449,3
345
619,7
512,5
210
195
210
195
210
195
Kentang tutup
294,7
223,5
445,5
335,8
318,5
406,7
Nasi Bakmoy
210,1
180
318,8
282,5
527,7
460
Nasi Uduk
243,1
242,5
243,1
242,5
243,1
242,5
Lontong kari
208,6
187,5
298,8
275
481
435
Nastel
204,9
212,5
312,3
325
413,8
412,5
Bubur sapi
264,8
262,5
264,8
262,5
264,8
262,5
Baso tahu kuah
178,1
135
223,1
180
313,1
282,5
Nasi campur
255,3
234,8
460,6
432,1
687
563,4
Nasi goreng keju
219,1
221,25
380,9
377,5
380,9
377,5
Nasi Bali
265,9
215
356,1
302,5
431,5
392,5
Nasi Bakar
213,4
200
303,6
287,5
440,9
402,5
Lontong isi
58
Lampiran 4 Siklus Menu Makanan Diet RSUP Hasan Sadikin Me nu 1
PAGI * Bistik cincang (S-RG) * Frikadel tahu kukus (SRP) * Tumis labu siam wortel (S-RG)
SIANG * Ayam bb kuning (S-RG) * Tempe gr tumis (SRP,DH,DSP, RG) * Tumis tahu (DH,DSP) * Sup sayuran (SDM,RP,RG) (wortel,buncis,kentang)
2
3
* Ayam panggang bb ungkep * Tempe bb tomat (SRP,DH,DSP, RG) * Tahu bb tomat (DH,DSP) * Cah oyong wortel (SRP,RG)
* Tumis tahu (S-RP,RG)
* Rollade tahu (S-RP)
* Sayur gurih (S-DM,RG)
* Sayur kimlo * Lalap : kol,tomat (DMN)
* Sayur lodeh (DM) * Lalap : pecay (DMN) * Ikan asam manis (S-RG)
* Ayam bumbu kecap
* Tumis tahu (Diit L-RP L)
* Gadon tahu (S-RP, RG) * Asem-asem buncis (RSer, RPurin) * Tumis caisin (DM N) * Oseng labu siam (Rser, Rpurin)
* Tahu gr (S-RP) (B) * Tahu ungkep (S-RP) (L) * Sup sayuran (Bkol,kapri,wortel) * Lalap : ketimun,tomat (DM N)
* Gepuk (S-RG) * Frikadel tahu panggang (S-RP,RG) * Sayur asem bening (SRG) * Lalap : ketimun, tomat (DM N)
* Opor telur (S-RG) * Tahu bacem (S-RP, RG) * Cah wortel, jagung semi * Lalap : ketimun, kol (DM N) * Bistik cincang
* Tahu telur kukus
* Ayam fillet bumbu kuning * Tempe gr (SRP,DH,DSP)
* Cah wortel, labu siam
* Tahu ungkep (DH,DSP)
* cincang bb terik (B/L) * Oseng tempe (SRP,DH,DSP)
* Tumis labu siam
6
* Bistik cincang
* Semur telur (L)
* Oseng tahu (DH,DSP)
5
* Daging bb ungkep (S-RG)
* Cah wortel (RP,RG)
* Tumis wortel (L)
4
SORE * Daging bb tomat (SRG) * Tahu bacem (S-RP, RG) * Bobor bayam (SRP,Rpurin,RG) * Acar ketimun wortel (RP,Rpurin) * Lalap : ketimun,tomat (DMN)
* Opor daging
* Semur tahu (S-RP,RG)
* Sup wortel, buncis * Lalap : ketimun,tomat (DM N) * Cincang ayam bumbu ungkep (B/L) * kac merah tumis (DM,RG)
* Tumis buncis wortel
* Oseng tahu (S-RP)
* Telur bumbu tomat
* Oseng tahu (S-RP) * Sayur kerry wortel,buncis (RP) * Sayur kerry wor,bun,kent (RG) * Lalap : ketimun,kol (DM) * Bistik cincang
* Sayur gurih
* Oseng tahu (S-RP) * Sayur kerry wortel,buncis (RP) * Sayur kerry wor,bun,kent (RG)
* Tumis caisin (DM N)
* Lalap : ketimun,kol
59
Me nu 7
PAGI * Semur cincang * Tahu bumbu kuning (SRP) * Cah oyong wortel
8
SIANG * Fillet ikan goreng bb kuning * Tim tahu (S-RP) * Oseng labu siam * Lalap : ketimun,tomat (DM N)
* Daging bumbu tomat (V,I,II)
* Ayam bb Kecap
* Tempe goreng (B)
* Tahu gr (B) (S-RP)
* ungkeb tempe (L)
* Tahu tumis(L) (S-RP)
* Tahu bacem(DH.DSP) * Tumis Kacang Panjang(S-RP)
*Sayur Kimlo (S-RP)
SORE * Bistik ayam * Tahu schottel (S-RP) * Cah bunga kol,kapri,wortel (S-RP) * Cah kapri, wortel (RP) * Lalap : ketimun,tomat (DM N) * Cincang bb kuning *Tahu ungkeb(B/L)(SRP) * Acar Ketimun.wortel(RP)
* Sup Wortel.Soun(RP)
* Bobor Bayam(s-RP) * Tumis bunga kol(DM N)
* Opor Ayam
* Terik daging
* Semur Telur
* Tahu telur kukus(S-RP)
* Pepes tahu (S-RP)
* Orak-arik buncis(S-RP)
* Tahu bacem (S-RP) *Bening bayam labu siam(S-RP)
* Tumis buncis (RP)
* Tumis labu siam (RP)
* Tumis Wortel (RP/RG) 9
* Cah labu siam.wortel * Lalap: kol.tomat (DM N)
* Tumis oyong (DM N) 10
* Besengek Daging
* Fillet ayam bb kecap * Frikadel tahu kukus (SRP)
* Gepuk (S-RG) * tahu gr/ungkep(B)(SRP,RG) * tahu ungkep(L)(RG)
* Oseng tahu siam (RP)
* Sayur kerri (S-RP, RG) * Acar kuning wortel.ketimun(RP)
* Terik telur (Menu 11 pa)
* Lapis daging
* Tahu telur kukus(S-RP)
* Tahu gr(B) (S-RP)
* Cah wortel buncis
* Tahu tumis(L) (S-RP) * Sayur sup wortel.buncis.kentang(SRP) * Sayur kerri wortel.buncis(RP)
* Tumis tahu (S-RP) *Oseng Kac panjang (SRP)
11
* Sup sayuran (S-RG) * Ayam fillet bb kuning (B/L) * Oseng tahu(S-RP) * Sup bunga kol.kapri(RP) * Sup oyong.misoa (SRP)
60
Lampiran 5 Siklus menu makanan non diet RSUP Hasan Sadikin Menu
PAGI
1
ayam fillet bumbu kuning
Fuyunghai
ca ayam fillet kc polong
tahu bacem
aduk-aduk tahu tempe
tumis tahu cina
sayur lodeh
kimlo
daging bb terik
ikan bb pesmol
rolade tahu cina kukus
oseng tempe
urap/bobor bayam
sayur asem jakarta/sayur asem bening
daging bb semur
singgang aya boiler
SG ati/Semur ati
tempe bacem ca jagung semi,wortel,soun
rempa tempe/terik tempe
tahu telur kukus
angsio tahu
sup cocktail
telur semur bb jawa
fillet ikan rica-rica/fillet ikan as manis
ayam fillet saos jamur
tahu cina bb opor tumis labu siam, buncis, jg pipil,udang
tumis tahu, soun sayur asem jakarta/sayur asem bening
oseng tempe kc merah
dadar telur bb kari
crispy chicken steak
fillet ikan bb acar
oseng tempe tumis pecay, wortel, jamur kuping
tahu cina bb kuning orak-arik sayuran
tempe bacem sup sayuran (kentang, wortel, buncis)
bistik daging
Telur penyet/bb terik
opor ayam
oseng tahu, soun
tempe gr tepung/bacem
kari sayuran
sup sosis ayam
bacem tahu ca pecay, jagung semi, udang
fillet ayam bb terik
sg kentang hati/ hati bb kecap
opor telur
2
3
4
5
6
7
8
Ca Sayur (kapri,jamur kuping,wortel,bg kol, jg semi, bakso) nasi goreng, udang, bakso,telur/roti isi margarin jam pindekas
10
SORE
lodeh
tumis kacang merah ca labu siam, wortel, udang
tahu panggang isi cinc
daging bb terik
ca daging sukini perkedel kentang kornet pgg
frikadel cincang saos
oseng tempe, buncis sop oyong, wortel, bakso, tetelan 9
SIANG
sayur campur
tahu cina bb terik bening bayam, jagung manis
rolade tahu
soup cocktail buncis
lodeh
oseng sosis ayam+fillet ayam
ayam goreng/semur ayam
cah sukiyaki
tahu cina bb opor
tumis tahu cina
acar kuning
cap cay kuah
semur tahu bening bayam labu siam
Gepuk
ayam pgg bb bali/kecap
telur ceplok bb bali/tomat
krecek kac tolo, tempe
oseng tahu cabe ijo
tempe bb kuning
61
Menu
PAGI ca wortel, bunga kol, pecay, fillet ayam
SIANG soto bening
SORE sup kacang merah
62
Lampiran 6 Formulir Informed Consent