43
BAB V PEMBAHASAN A.
Gambaran Umum Data Dari hasil penelitian, pada tabel 4.1 diketahui bahwa menu yang ada di
Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari ditambah menu ke 11 untuk setiap tanggal 31. Pada penelitian ini ada 2 menu yang tidak digunakan, yaitu menu 2 dan menu 7, karena pada saat pengambilan sampel, menu tersebut jatuh pada hari libur, sehingga tidak diambil data dalam penelitian sebelumnya, dan penelitian ini menggunakan data sekunder, hasil dari penelitian sebelumnya. Jumlah responden terbanyak adalah yang mendapat menu 8 yaitu 18 dari 91 responden (19,78%). B.
Analisis Data 1. Analisis Harga Sisa Makanan Lunak dan Zat Gizi yang hilang Dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa nilai zat gizi rata-rata yang diberikan sudah sesuai dengan komposisi pembagian zat gizi seimbang, yaitu untuk protein sebesar 10-15 %, lemak 20-30% dan hidrat arang sebesar 60-70 %. Sedangkan untuk rata-rata harga makanan lunak adalah Rp 20.269,22. Harga termahal adalah menu ke 8 yaitu Rp 23.951,53 (13,13%). Hal ini disebabkan pada menu 8 menggunakan lauk hewani daging sapi (untuk menu makan pagi, siang dan sore) yang berdasarkan harga kontrak, harganya lebih mahal 59% dibandingkan dengan harga lauk hewani lainnya. Harga rata-rata perporsi masakan lauk hewani daging sapi adalah
44
Rp 3.800,00
sedangkan
rata-rata lauk
hewani
lainnya
adalah
Rp 2.400,00. Dari tabel 4.3, dapat dilihat bahwa pencapaian nilai gizi makanan yang diberikan di rumah sakit terhadap standar makanan lunak rumah sakit sudah mencapai 100 % bahkan lebih. Kecuali untuk lemak, hanya tercapai 78,65% dari
standar karena pada realisasi pengolahan, tidak ada
penggunaan minyak dalam jumlah banyak (tidak ada yang di goreng). Kelebihan protein pada menu 9 dan 10 adalah karena pada menu 9 menggunakan sayuran capcay untuk makan siang, dimana pada sayuran ini menggunakan campuran bahan makanan sumber protein antara lain udang, baso ikan, dan ayam fillet dalam jumlah besar, yaitu mencapai ½ penukar hewani. Hal ini juga terjadi pada menu 10. Menu ini banyak menggunakan campuran bahan makanan sumber protein, misalnya pada makan pagi, ada tambahan kacang tolo pada lauk nabati (1/4 penukar nabati ) pada makan siang ada tambahan sumber protein hewani ayam pada sayuran siang yaitu soto bening (1/8 penukar protein hewani), dan pada makan sore ada tambahan nabati pada sayuran sup kacang merah (1/5 penukar protein nabati). Penggunaan campuran sumber protein menyebabkan nilai protein menjadi tinggi. Untuk hidrat arang hanya menu 6 yang jumlahnya lebih dari standar, karena pada menu 6 menggunakan bahan sumber karbohidrat untuk campuran, antara lain tepung beras dan tepung terigu (1/4 penukar karbohidrat) untuk campuran lauk nabati.
45
2. Identifikasi Sisa Makanan Lunak a.
Jumlah Sisa Makanan Lunak Tabel 4.4 menunjukkan bahwa persentase rata-rata kehilangan zat
gizi dibandingkan dengan zat gizi yang diberi adalah 27,4%, di atas standar minimal pelayanan yang menetapkan 20% untuk sisa makanan. Sisa ini lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian di RSUD Banjarnegara tahun 2002 yaitu sebesar 52% (Azizah, 2002). Untuk urutan sisa makanan dari yang terbanyak adalah makanan pokok (36,57%), Sayuran (31,04%), lauk nabati (28,14%), snack (19,85%), lauk hewani (19,52%) dan buah (4,49%). Hasil ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan penelitian sisa makanan di RSUD Dr Moewardi Surakarta yang dilakukan oleh Viorida, 2008 yang menyebutkan bahwa sisa makanan pokok (54,3%), lauk hewani (51,2%), lauk nabati (60,7%), sayur (58,4%) dan buah (42,9%). Sedangkan hasil penelitian di RS Cibinong menunjukkan sisa makanan pasien sebesar 37,75% makanan pokok, lauk nabati (30,1%) dan sayuran (51%). Tingginya sisa makanan berkontribusi pada terjadinya gizi buruk di rumah sakit dan terhadap biaya. Hasil penelitian dari 32 rumah sakit di Eropa, didapat sisa makanan 30 %, jauh lebih tinggi daripada pengaturan jasa makanan lain. Tingginya sisa ini disebabkan antara lain oleh kondisi klinis pasien, faktor makanan dan menu (kualitas makanan), akses pelayanan makanan, waktu makan yang tidak tepat, banyak terjadi interupsi atau gangguan seperti visite, lingkungan makan. (Williams.P, dkk).
46
b.
Nilai Gizi Sisa Makanan Lunak 1) Analisis zat gizi yang hilang menurut jenis makanan Berdasarkan jenis makanan, pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata kehilangan zat gizi makro masih tinggi yaitu 28,42%, yang terdiri dari : Energi : 598,74 Kal Protein : 18,91 gr Lemak : 14,26 gr HA : 96,82 gr Kehilangan energi terbesar adalah dari jenis makanan pokok yaitu 368,08 Kalori (61,53%). Dilihat dari zat gizinya, maka kehilangan paling banyak adalah dari jenis hidrat arang yaitu 96,82 gr (64%). 2) Rata-rata zat Gizi Yang Hilang Menurut Waktu Makan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa kehilangan zat gizi paling banyak adalah pada waktu makan siang (38,13%) sejalan dengan harga sisa tertinggi, dan yang paling sedikit adalah waktu makan sore (30,67%). Sedangkan untuk makan pagi sebesar 31,19%. Hasil ini lebih tinggi daripada penelitian sisa makanan yang dilakukan di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta yaitu sisa makan siang 20,33%, makan sore 22,4% dan makan pagi 23,8% (Djamaluddin, 2002).
47
Penelitian yang dilakukan pada orang tua di tempat fasilitas perawatan di Australia oleh CA Nowson, menyebutkan bahwa rata-rata energi terbuang adalah 17%, dan 16% adalah makanan utama. Kehilangan energi untuk makan pagi adalah 8%, makan siang 22% dan makan malam sebanyak 25%. Kehilangan saat makan siang adalah sebesar 226,04 Kal; Protein sebesar 6,89 gr; Lemak sebesar 5,5 gr dan Hidrat arang sebesar 36,92 gr. Rata-rata kehilangan zat gizi dari 3 waktu makan adalah Energi sebesar 199,58 kal (sd=27,4) ; Protein : 6,3 gr (sd=0,95) ; Lemak : 4,75 gr (sd=1,52) ; dan Hidrat Arang sebesar 32,27 gr (sd=4,03). Sejalan dengan harga sisa makanan terbuang berdasarkan waktu makan, kehilangan zat gizi terendah adalah pada waktu makan sore, dimana periode waktu makan sore lebih panjang dibandingkan makan pagi dan makan siang. Penelitian Ethan A. Bergman terhadap makan siang anak sekolah dasar menyebutkan bahwa lamanya periode waktu makan akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Waktu makan yang diteliti adalah pada saat makan siang, dengan periode waktu 20 menit dan 30 menit. Ternyata periode waktu makan yang lama memberikan sisa makanan lebih sedikit (27,2%) dibandingkan dengan periode waktu makan yang lebih sebentar (43,15%).
48
3) Analisis Zat Gizi Yang Hilang menurut Menu Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa nilai zat gizi yang hilang rata-rata hampir sama, kecuali nilai ekstrim yang tinggi terdapat pada menu 4 yaitu untuk Energi : 783,81 Kal (15,38%) Protein :
dan
23,85 gr (14,85%) karena persentase rata-rata sisa
makanan yang tidak termakan paling besar ada di menu 4 yaitu sekitar 37,22%. Tetapi untuk Lemak tertinggi ada di menu 11 yaitu sebesar 22,34 gr (18,20%) karena menu 11 banyak menggunakan minyak dalam pengolahannya. ( menu terlampir). Sedangkan kehilangan zat gizi terendah ada di menu 10 karena sisa makanan pada menu 10 juga paling sedikit yaitu sekitar 5,38% . c. Harga Sisa Makanan Lunak 1) Harga Sisa Makanan Lunak Menurut Jenis Makanan Total harga sisa makanan yang didapat dari
91 orang
responden adalah Rp 400.156,00 (tabel 4.8). Berdasarkan jenis makanan, harga sisa makanan lunak tertinggi ada di jenis lauk hewani yaitu Rp 134.584,00 karena harga perporsi lauk hewani menurut harga kontrak mahal, antara Rp 1.200 – Rp 4.000,00 perporsi hidangan. Tetapi jika dilihat dari persentase sisa makanan lunak berdasarkan jenis, sisa terbanyak adalah dari jenis makanan pokok yaitu mencapai 37,25%. Lauk hewani hanya bersisa 19,28% atau ada di urutan ke 5 dari 6 jenis kelompok sisa makanan. Selain itu, harga sisa makanan dari jenis sayuran juga tinggi yaitu Rp 115.076,00. Hal ini juga disebabkan karena harga sayuran di
49
RS Hasan Sadikin mahal, antara Rp 700,00 untuk porsi makan pagi sampai Rp 2.300,00 untuk porsi makan siang atau sore, dan untuk persentase sisa, sayuran ada di urutan ke dua terbanyak, yaitu 35,11%. Sedangkan untuk harga sisa buah, sangat kecil yaitu Rp 7.667,00 karena pasien kelas 3 menggunakan buah-buahan yang harga kontraknya murah, seperti pisang. Selain itu, secara persentase sisa, buah adalah jenis makanan yang sisanya paling sedikit, yaitu 7,85%. Penyebab terjadinya sisa makanan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asep Ahmad Munawar pada bulan April 2011 menyebutkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sisa makanan lunak di RS Hasan Sadikin antara lain penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, konsistensi dan cara penyajian, cita rasa masakan yang meliputi rasa, aroma, bumbu, tekstur, tingkat kematangan, dan suhu masakan, serta faktor pelayanan yang meliputi ketepatan waktu penyajian dan keramahan petugas penyaji makanan di ruangan. Dari faktor-faktor tadi, yang paling dominan dalam hubungannya dengan terjadinya sisa makanan adalah penampilan makanan.
50
2) Harga Sisa Makanan Lunak Menurut Waktu Makan Dari tabel 4.9 terlihat bahwa dari 3 waktu makan (pagi, siang dan sore), harga sisa makanan tertinggi adalah pada waktu makan siang yaitu Rp 162.143,00 (40,52%) dan yang terendah adalah makan sore yaitu Rp 100.625,00 (25,15%). Rata-rata harga yang didapat untuk 3 kali waktu makan adalah Rp 133.385,00 dengan standar deviasi 30.954, sehingga didapat rentang harga antara Rp 102.432,00 – 164.339,00. Untuk makan sore, sisa harga dibawah standar deviasi, artinya makan sore hanya tersisa sedikit, tapi untuk makan pagi dan siang masih banyak yang tersisa. Penyebab sisa makanan tinggi pada waktu makan siang disebabkan karena tingginya waktu visite oleh dokter maupun tenaga kesehatan lainnya pada siang hari, terutama pada pasien kelas 3 gakin di RS Hasan Sadikin yang merupakan rumah sakit pendidikan juga. Sedangkan penyebab sisa makanan tinggi pada makan pagi adalah karena pasien sudah mendapat makanan dari luar rumah sakit. 3) Harga Rata-rata Sisa Makanan Lunak Menurut Menu Harga rata-rata yang didapat menurut tabel 4.10 adalah Rp 4.107,00 per pasien perhari. Tanpa melihat menu dan faktorfaktor yang bisa berpengaruh terhadap sisa, harga ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian
harga sisa makanan yang
dilakukan di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta
pada
bulan Mei 2010 yaitu Rp 4.183,00 per pasien per hari. Harga sisa
51
tertinggi ada di menu 8 yaitu Rp 6.123,00. Ini disebabkan antara lain karena harga menu 8 paling mahal, dan persentasi sisa makanan pada menu 8 adalah nomer 2 tertinggi, yaitu 25,56% , setelah menu 4 yaitu 28,53%, sehingga hal ini menyebabkan ratarata harga sisa termahal ada di menu 8. Bila dihitung sebagai biaya kerugian produksi dari makanan selama sebulan adalah sebesar Rp 123.210,00 per pasien. Hal ini jelas merupakan sesuatu yang inefisien atau pemborosan biaya. 4) Persentase besarnya rata-rata harga sisa makanan terhadap harga makanan Tabel 4.11 menggambarkan bahwa secara keseluruhan ratarata harga sisa makanan masih tinggi, yaitu 20,26%. Harga sisa makanan tertinggi ada di menu 4 dan 8, karena dari hasil penelitian didapat bahwa : a) Sisa makanan terbanyak ada di menu 4 dan 8 yaitu 28,53% dan 25,56%. b) Jumlah responden terbanyak juga ada di menu 4 dan 8, masingmasing adalah 16 orang (17,58%) dan 18 orang (19,78%). c) Harga menu 8 adalah yang termahal. d) Walaupun harga menu 4 adalah yang termurah, tapi secara persentase jumlah sisa, menu 4 adalah yang paling banyak bersisa (28,53%).
52
3. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan Sisa makanan Berdasarkan teori, sisa makanan dapat disebabkan oleh banyak faktor, dimana salah satunya adalah umur. Dalam penelitian ini, digunakan t-test independent dengan mengkategorikan umur menjadi dua kelompok yaitu umur 15-40 tahun dan umur 41-90 tahun (dalam skala interval) dan data sisa makanan dalam ukuran numerik. Menurut Khairun Nida dalam penelitian skripsinya, pasien berusia 41-90 tahun, kemungkinan menyisakan makanan 0,4 kali lebih banyak dibandingkan dengan yang berusia di bawahnya. Suatu
penelitian
yang
dilakukan
di
Montreal
Amerika
Serikat
menyebutkan bahwa pada orang berusia 55-94 tahun dengan kasus dimensia, dapat menghabiskan makanan bila diberikan dengan sistem decentralized bulk food portioning, yaitu makanan yang diberikan di porsi di ruang makan secara desentralisasi. (Shanstein, Bryna). Hasil uji statistik ini, ternyata didapat bahwa p sign adalah 0,243 lebih besar daripada Į = 0,05.
Artinya bahwa tidak ada perbedaan rata-rata sisa
makanan dalam dua kelompok umur tersebut, sehingga Ho diterima, atau tidak ada hubungan antara kelompok umur dengan terjadinya sisa makanan. 4. Hubungan Antara Lama Rawat dengan Sisa Makanan Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain lama perawatan. Pasien yang menjalani rawat inap dalam waktu yang cukup lama, seringkali tidak menghabiskan makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Menurut Moehyi (1999), pasien dengan masa rawat lama, cenderung sudah hafal menu makanan yang disajikan, rasa masakan dan sebagainya.
53
Penelitian Jay Kandiah menyebutkan, sisa makanan dipengaruhi antara lain oleh diet, jenis kelamin, diagnosis penyakit dan lama tinggal pasien. Penelitian ini dilakukan selama 4 hari terhadap 346 pasien di rumah sakit, dengan lama rawat antara 3,63 – 4,7 hari. Hasilnya adalah sisa makanan meningkat sebanyak 14,1% untuk setiap hari pasien dirawat, tetapi untuk pasien diabetes, sisa makanan menurun sebanyak 61,2%. Dalam
penelitian
ini,
digunakan
t-test
independent
dengan
mengkategorikan umur menjadi dua kelompok lama rawat yaitu 10 hari dan > 10 hari (sesuai dengan siklus menu yang berlaku di RS Hasan Sadikin). Hasil uji statistik ini, ternyata didapat bahwa p sign adalah 0,177 lebih besar daripada Į = 0,05.
Artinya bahwa tidak ada perbedaan rata-rata sisa
makanan dalam dua kelompoklama hari rawat tersebut, sehingga Ho diterima, atau tidak ada hubungan antara kelompok lama hari rawat dengan terjadinya sisa makanan.