Penyusunan Kebijakan Responsif Gender Bivitri Susanti (
[email protected])
Lembaga Administrasi Negara, 15 Maret 2017
Kebijakan Responsif Gender • Kebijakan yang mempertimbangkan dengan cermat dan mengatasi situasi, peran, kebutuhan, dan kepentingan yang berbeda-beda dari gender yang berbeda-beda.
3 kelemahan pembuatan kebijakan responsif gender 1. Kurang pemahaman mengenai “analisis gender” 2. Belum ada alat yang efektif untuk mengukur muatan kebijakan 3. Dampak jarang diukur secara efektif
3 titik perhatian untuk kebijakan responsif gender
•Proses perumusan •Muatan atau isi •Dampak pelaksanaan atau implementasi
Dalam proses perumusan 1. Mengidentifikasi tujuan dari kebijakan/program/kegiatan. 2. Menyajikan data pembuka wawasan yang terpilah menurut jenis kelamin. 3. Menganalisis sumber terjadinya kesenjangan gender (gender gap). 4. Mengidentifikasi permasalahan gender (gender issues) di internal instansi. 5. Mengidentifikasi permasalahan gender (gender issues) di eksternal instansi.
Bagaimana dengan dalam hal muatan dan dampak? Ada dua hal yang harus diperhatikan: 1. Kebijakan responsif gender berbeda dengan kebijakan afirmatif, meskipun tujuannya sama, yaitu keadilan gender. 2. Analisis gender tidak bisa berdiri sendiri justru karena gender adalah soal relasi sosial.
Responsif gender tidak sama dengan kebijakan afirmatif untuk perempuan Kebijakan afirmatif: Kebijakan responsif gender • mendorong keadilan gender • Mengakui keberbedaan (difference) dan mengakui dengan memberikan kesetaraan (equality). perlakuan khusus sementara • Untuk menghasilkan situasi yang setara, kebijakan yang berlaku untuk semua memasukkan aspek-aspek situasi, peran, kebutuhan, dan kepentingan yang berbeda-beda dari gender yang berbeda.
Responsif gender tidak sama dengan kebijakan afirmatif untuk perempuan Tujuan: Keadilan Gender Kebijakan Responsif Gender
Kebijakan afirmatif
Gender sebagai relasi sosial
Analisis gender tidak bisa berdiri sendiri justru karena gender adalah soal relasi sosial. Aspek-aspek lain yang secara bersamaan berpengaruh: • Umur • Budaya (etnis, agama) • Status ekonomi (“kelas”)
Contoh dampak dari aspek-aspek lain • Budaya dapat melahirkan pandangan bahwa ranah privat lebih cocok untuk perempuan, sedangkan ranah publik untuk laki-laki. Misalnya: dalam politik, aparatur negara. • Ekonomi dapat menimbulkan keterbatasan pilihan dalam lapangan pekerjaan. Misalnya: harus bekerja di pabrik dengan giliran kerja malam hari.
Pertanyaan kunci dalam memeriksa muatan kebijakan 1. Dari segi hak dasar: Apakah ada hak-hak dasar yang dilanggar (bisa menggunakan panduan dari Komnas Perempuan). 2. Dari segi perkiraan dampak: • Apakah isi kebijakan mempunyai dampak yang berbeda terhadap gender yang berbeda? • Apakah ada faktor-faktor lain yang berpengaruh? seperti budaya setempat, kondisi ekonomi dan lapangan pekerjaan yang dominan di wilayah tempat kebijakan diterapkan
Faktor non-hukum dalam hukum Selalu ada faktor non-hukum yang membuat orang berperilaku tertentu di hadapan hukum (Bob dan Ann Seidman, 1994)
Alat periksa
Contoh pertanyaan
R: Rule/ Peraturan Apakah ada hak-hak dasar yang dilanggar? O: Opportunity/ Kesempatan
Apakah ada kesempatan yang berbeda untuk gender yang berbeda dan dengan umur dan kelas yang berbeda-beda?
C: Capacity/ Kemampuan
Apakah ada kesenjangan kemampuan yang berbeda antara lelaki dan perempuan dan dengan umur dan kelas yang berbeda-beda dalam wilayah kebijakan?
C: Communication Apakah ada akses informasi yang setara bagi lelaki dan perempuan dan dengan umur dan /Komunikasi kelas yang berbeda-beda? I : Interest/ Kepentingan
Apa saja kepentingan yang berbeda-beda antara lelaki dan perempuan dan dengan umur dan kelas yang berbeda-beda di wilayah kebijakan? Bagaimana dengan faktor kepentingan ekonomi dan sosial?
P: Process/ Proses
Apakah ada akses yang setara bagi lelaki dan perempuan dan dengan umur dan kelas yang berbeda-bedadalam proses pembuatan kebijakan di wilayah kebijakan?
I: Ideology/ Nilai dan Sikap
Bagaimana pandangan budaya di wilayah kebijakan mengenai peran gender?
Gender +Umur +Budaya +Kelas