PENYUSUNAN ANGGARAN OPERASIONAL SEBAGAI ALAT PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA HOME INDUSTRY “JOGJACART” Vivian Angelia Ch. Rusiti Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta Intisari Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penyusunan anggaran operasional yang tepat bagi home industry JogjaCart dan melakukan analisis selisih anggaran sehingga dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan melakukan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Wawancara dilakukan dengan pemilik dan karyawan marketing pada JogjaCart. Observasi dilakukan selama waktu penelitian, yaitu dari periode Maret hingga Mei 2014. Data yang dikumpulkan adalah laporan keuangan JogjaCart periode 2011 – 2013. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) menganalisa informasi masa lalu, lingkungan eksternal yang diantisipasikan, dan SWOT; (2) menyusun perencanaan strategis dan perumusan strategi; (3) mengkomunikasikan tujuan, strategi pokok, dan program kepada seluruh karyawan JogjaCart; (4) memilih taktik, mengkoordinasi, dan mengawasi operasi; (5) menyusun usulan anggaran periode April 2014-Maret 2015; (6) mengkaji kembali usulan anggaran yang telah disusun dan melakukan revisi usulan anggaran periode April 2014 – Maret 2015; (7) menyetujui revisi usulan anggaran dan menyusun menjadi anggaran perusahaan periode April 2014 – Maret 2015; (8) revisi dan pengesahan anggaran perusahaan periode April 2014 – Maret 2015; (9) melakukan implementasi anggaran pada bulan April 2014; (10) melakukan evaluasi atas anggaran yang telah diimplementasikan pada bulan April 2014; (11) melakukan analisis atas selisih anggaran yang telah terealisasi pada bulan April 2014. Hasil analisis dari penelitian ini, yaitu: (1) Anggaran operasional yang disusun oleh JogjaCart telah sesuai dengan prosedur penyusunan anggaran yang baik untuk perusahaan kecil; (2) Anggaran operasional ini dapat diimplementasikan pada periode April 2014 sehingga menjadi alat perencanaan yang baik walaupun belum menjadi alat pengendalian yang baik bagi JogjaCart. Kata Kunci: Anggaran Operasional, Implementasi Anggaran, Evaluasi Anggaran.
1
I.
Pendahuluan Penyusunan anggaran merupakan suatu kegiatan yang penting dalam perusahaan. Anggaran dapat dijadikan pedoman untuk melakukan aktivitas perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan. Anggaran merupakan alat yang efektif bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan dan pengendalian atas aktivitas perusahaan. Dengan perencanaan yang baik, perusahaan dapat mengantisipasi kemungkinan akan timbulnya masalah yang dapat mengakibatkan penggunaan sumber daya kurang efektif dan efisien yang akhirnya dapat berujung pada kerugian perusahaan. Suatu perencanaan harus diikuti dengan pengendalian untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan perusahaan telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sebagai alat perencanaan, anggaran digunakan oleh manajemen perusahaan untuk merumuskan masalah serta potensi perusahaan lebih awal, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Di sisi lain, anggaran sebagai alat pengendalian digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengendalikan aktivitas perusahaan dengan cara membandingkan rencana yang ditetapkan sebelumnya dengan hasil yang dicapai. Dengan melakukan perbandingan antara anggaran dan realisasinya, perusahaan dapat mengidentifikasi sebab terjadinya penyimpangan dan kemudian melakukan tindakan korektif yang diperlukan atas penyimpangan tersebut. Anggaran operasional merupakan fase awal dari keseluruhan anggaran yang akan disusun oleh suatu perusahaan. Anggaran operasional mencakup aktivitas utama perusahaan pada suatu periode tertentu. Aktivitas utama perusahaan merupakan suatu kegiatan operasional yang harus dijalankan dengan sebaik mungkin oleh perusahaan karena merupakan pilar utama dari keberhasilan sebuah bisnis. Perencanaan dan pengendalian atas aktivitas operasional perusahaan sangatlah dibutuhkan. Perencanaan dan pengendalian yang baik tersebut dapat ditempuh melalui sebuah langkah awal, yaitu dengan melakukan penyusunan anggaran operasional. JogjaCart adalah sebuah home industry, termasuk dalam jenis usaha kecil yang bergerak dalam industri konveksi pakaian batik. JogjaCart menjual seluruh pakaiannya secara online melalui berbagai social media. Dalam menjalankan usahanya, pemilik JogjaCart memiliki beberapa rencana usaha yang masih berupa wacana dan tidak dituangkan secara tertulis. Rencana usaha yang berupa wacana tersebut dijalankan dengan mengikuti intuisi pemilik usaha. JogjaCart belum memiliki perencanaan dan pengendalian yang dituangkan dalam bentuk tulisan maupun kuantitatif secara rinci dan sistematis. Seiring berjalannya waktu, persaingan dalam industri konveksi pakaian batik semakin ketat membuat pemilik merasa membutuhkan sebuah perencanaan dan pengendalian melalui penyusunan anggaran. Anggaran operasional yang disusun secara tepat dapat membantu perusahaan untuk dapat melakukan perencanaan dan pengendalian atas kegiatan operasionalnya.
2
JogjaCart sebagai sebuah home industry kecil belum memiliki sebuah struktur organisasi yang jelas. Dengan mempertimbangkan kondisi ini, penyusunan anggaran partisipatif “bottom-up” akan sulit untuk diterapkan dalam JogjaCart. Pendekatan proses penyusunan anggaran yang akan diterapkan pada home industry ini adalah anggaran “top-down” dimana anggaran disusun oleh manajer senior untuk level yang lebih rendah. Penyusunan anggaran operasional hingga pelaksanaan anggaran ini akan berhasil apabila pemilik mampu mengkomunikasikan tujuan, strategi, dan program yang mendasari penganggaran tersebut kepada seluruh karyawan dengan baik dan menanamkan “sense of commitment” kepada pelaksana anggaran. Dengan mempertimbangkan berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan anggaran dan kondisi perusahaan yang belum memiliki anggaran, peneliti tertarik untuk membantu perusahaan untuk menyusun sebuah anggaran operasional yang dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Judul penelitian ini adalah “Penyusunan Anggaran Operasional sebagai Alat Perencanaan dan Pengendalian pada Home Industry JogjaCart”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang disusun dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penyusunan anggaran operasional yang tepat bagi home industry JogjaCart yang dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian? 2. Berapa besarnya jumlah yang dianggarkan dalam penyusunan anggaran operasional bagi home industry JogjaCart? 3. Apakah anggaran dari rumusan masalah kedua dapat diterapkan sebagai alat perencanaan dan pengendalian bagi home industry JogjaCart? Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penyusunan anggaran operasional yang tepat bagi home industry JogjaCart dan melakukan analisis selisih anggaran sehingga dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemilik usaha untuk memiliki suatu alat perencanaan dan pengendalian yang baik melalui penyusunan anggaran, dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi pembaca mengenai penyusunan dan pelaksanaan anggaran operasional serta analisis selisih anggaran pada suatu unit usaha, dan menambah pengetahuan bagi peneliti dengan menerapkan teori yang diperoleh dengan kondisi praktek di lapangan, terutama pada home industry JogjaCart. II.
Anggaran Operasional sebagai Alat Perencanaan dan Pengendalian Menurut Supriyono (2000:40), Anggaran adalah suatu rencana terinci yang disusun secara sistematis dan dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang, untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.
3
Menurut Mulyadi (2001: 522-513), karakteristik anggaran yang baik yaitu: (1)Anggaran disusun berdasarkan program, (2) Anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat pertanggungjawaban yang dibentuk dalam organisasi perusahaan, (3) Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian. Fungsi-fungsi anggaran menurut Nafarin (2004: 20-21) yaitu: (1) Fungsi perencanaan, (2) Fungsi Pelaksanaan, dan (3) Fungsi Pengawasan. Agar anggaran dapat memanfaatkan keunggulannya sebaik mungkin dan menekan keterbatasan sekecil mungkin maka anggaran yang baik memerlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut: (1) Adanya organisasi perusahaan yang sehat, dan (2) Adanya sistem akuntansi yang memadai. Sistem akuntansi yang memadai. JogjaCart merupakan sebuah home industry yang berukuran kecil dan sangat sederhana. JogjaCart belum memiliki sebuah struktur organisasi yang jelas dan tidak membagi kegiatan operasionalnya secara khusus ke dalam pusat-pusat pertanggungjawaban. Dengan mempertimbangkan kondisi ini, tidak setiap aspek dari landasan teori yang dipaparkan sebelumnya dapat diterapkan oleh JogjaCart. Dengan kondisi home industry yang kecil dan sederhana, teori akan kembali disesuaikan agar dapat diterapkan pada JogjaCart. Anggaran operasional yang akan disusun pada JogjaCart menggunakan pendekatan “top-down” dimana anggaran akan disusun oleh pemilik bersama dengan karyawan marketing kepada karyawan di bawahnya. Anggaran yang disusun dapat berhasil apabila pemilik dapat mengkomunikasikannya dengan baik kepada seluruh karyawan dan menanamkan “sense of commitment” kepada para pelaksana anggaran. Anggaran yang disusun oleh JogjaCart mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait di dalamnya, termasuk sumber daya yang digunakan. Sumber daya yang digunakan untuk program telah dialokasikan ke dalam anggaran. JogjaCart memiliki beberapa program baru yang akan dijalankan selama periode anggaran dan untuk jangka panjang sehingga penyusunan anggaran disesuaikan dengan program tersebut. III. Gambaran Umum Perusahaan JogjaCart adalah sebuah home industry yang bergerak di bidang konveksi pakaian batik, khususnya pakaian batik wanita. JogjaCart berdomisili di Jalan Kemetiran Kidul 6B, Yogyakarta. JogjaCart didirikan dan dijalankan oleh seorang pemilik yang bernama Karmila Wijayanti pada bulan Agustus 2009. Pada awal usahanya, pemilik tidak memproduksi pakaian batik sendiri melainkan mengadakan persediaan dengan cara membeli pakaian batik dari peritel kecil di pasar tradisional kemudian menjualnya ke konsumen. Pada saat itu,
4
Facebook merupakan social media yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai situs pencarian teman dan tidak sedikit juga masyarakat yang menggunakan Facebook sebagai media pemasaran produk. Dengan melihat peluang ini, pemilik merasa percaya diri untuk dapat mengembangkan JogjaCart sebagai fashion online shop yang menjual pakaian batik. Saat ini JogjaCart hanya memiliki lima orang karyawan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Walaupun belum memiliki struktur organisasi yang jelas, namun JogjaCart memiliki pembagian tugas dan wewenang yang jelas sehingga pelaksanaannya teratur. Berikut adalah struktur organisasi yang dimiliki JogjaCart:
JogjaCart memiliki dua jenis produk yang dijual kepada konsumen dengan wadah pemasaran social media yang sama, yaitu Batik Reguler yang dibeli JogjaCart dari supplier, dan Batik Premium yang diproduksi sendiri oleh JogjaCart. Beberapa strategi yang dimiliki oleh JogjaCart adalah fashionable, inovatif, dan custom design order. JogjaCart memiliki beberapa program, yaitu (1) Membuat persyaratan yang lebih ketat namun tetap memudahkan bagi para reseller JogjaCart, (2) Melakukan promosi dan branding secara serentak dan terus menerus melalui social media, (3) Membuat program sale dan special promo rutin, dan (4) Memaksimalkan kapasitas produksi sesuai dengan target penjualan. Adapun beberapa taktik penjualan yang digunakan JogjaCart agar programprogram yang disusun dapat mencapai tujuannya, yaitu: (1) Menggunakan social media baru yang saat ini sering digunakan konsumen untuk melakukan transaksi pembelian secara online, contohnya Instagram, dan (2) Melakukan branding agar JogjaCart lebih dikenal oleh masyarakat dengan cara: (a) endorse, (b) paid promote, dan (c) Shout out For Shout out/SFS. IV. Analisis Data Penyusunan anggaran yang dilakukan oleh JogjaCart disesuaikan dengan kondisi bentuk usahanya yang merupakan sebuah home industry kecil. Anggaran
5
operasional JogjaCart disusun secara “top-down” dimana anggaran disusun oleh pemilik JogjaCart bersama dengan karyawan marketing kepada karyawan di bawahnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi home industry yang kecil dan JogjaCart juga tidak memiliki komite anggaran khusus. Seluruh anggaran operasional yang disusun oleh pemilik JogjaCart juga akan dipertanggungjawabkan oleh pemilik itu sendiri. Pemilik akan melakukan implementasi anggaran, evaluasi atas anggaran yang telah terealisasi, dan menganalisis selisih anggaran. Anggaran akan dievaluasi setiap akhir bulan karena pemilik butuh mengambil tindakan korektif dengan segera apabila terjadi selisih anggaran yang material. Anggaran operasional pada JogjaCart disusun untuk periode April 2014 sampai dengan Maret 2015. Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang mulai dilakukan peneliti pada awal tahun 2014. Anggaran operasional yang disusun pada JogjaCart telah sesuai dengan prosedur penyusunan anggaran yang baik. JogjaCart telah menganalisa informasi masa lalu, lingkungan eksternal yang diantisipasikan; menyusun perumusan strategi dan perencanaan strategis; mengkomunikasikan tujuan, strategi pokok, dan program kepada seluruh karyawan; memilih taktik yang dibutuhkan oleh JogjaCart dalam menghadapi persaingan bisnis; serta mengkoordinasi dan mengawasi operasi. Anggaran operasional yang disusun oleh JogjaCart telah memenuhi karakteristik sebagai sebuah anggaran yang baik (untuk perusahaan kecil), yaitu: (1) Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan anggaran, (2) Anggaran merupakan blue print yang akan dilaksanakan perusahaan di masa yang akan datang, (3) Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi internal, (4) Anggaran sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding hasil sesungguhnya, (5) Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian, dan (6) Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi pemilik dan karyawan terhadap program secara lebih terencana. JogjaCart memiliki beberapa prosedur yang dibutuhkan untuk menyusun anggaran operasional. Metode penyusunan anggaran yang dilakukan oleh JogjaCart adalah metode a posteriori, dimana jumlah laba akan ditetapkan setelah proses perencanaan termasuk penyusunan anggaran operasional selesai. Prosedur penyusunan anggaran operasional JogjaCart dimulai dari menyusun Anggaran Penjualan, kemudian dilanjutkan dengan Anggaran Produksi, Anggaran Biaya Bahan Baku, Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung, Anggaran Biaya Overhead, Anggaran Biaya Pemasaran, Anggaran Biaya Administrasi dan Umum, serta Anggaran Laba. Penjualan merupakan titik tolak penyusunan anggaran operasional dari JogjaCart. Anggaran penjualan merupakan dasar dari penyusunan anggaran operasional lainnya. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menyusun anggaran penjualan adalah dengan membuat prediksi penjualan. Prediksi
6
penjualan memerlukan data historis perusahaan yang disesuaikan dengan kondisi serta tujuan pencapaian perusahaan saat itu. Data historis penjualan yang dimiliki oleh JogjaCart dari tahun 2011 sampai tahun 2013 adalah sebagai berikut. Tabel 4.1 Anggaran Penjualan JogjaCart periode 2011-2013 Bulan Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
2011 (Rp) 7,827,300 7,163,875 5,718,500 7,347,835 9,561,100 10,542,950 11,987,850 12,316,950 6,973,300 9,859,050 12,586,650 13,807,000 115,692,350
2012 (Rp) 20,623,850 22,846,190 16,658,400 18,896,400 17,558,900 11,969,050 14,805,840 15,763,405 10,980,000 11,098,855 6,639,950 6,118,660 173,656,020
2013 (Rp) 13,369,400 14,863,190 15,844,050 22,260,800 17,727,455 19,885,820 21,718,780 19,505,365 25,528,215 37,099,930 18,943,875 23,909,140 250,656,020
JogjaCart memiliki rata-rata pertumbuhan penjualan yang baik dari tahun ke tahun, yaitu sekitar 47,23%. JogjaCart mencoba menggunakan metode least square untuk metode kuantitatif dan menggunakan target pertumbuhan penjualan untuk metode kualitatif. Dari kedua metode yang digunakan untuk menghitung prediksi penjualan, JogjaCart memutuskan untuk menggunakan metode kualitatif dengan target pertumbuhan penjualan. Anggaran Penjualan dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.5 Pertumbuhan Penjualan 2011-2014 Tahun
Nilai Penjualan
2011 2012 2013 2014
115,692,350 173,656,020 250,656,020 461,207,077
Pertumbuhan Penjualan (%) 50.36 44.09 85
Setelah menyusun anggaran penjualan, unit volume penjualan akan diperoleh dan digunakan sebagai dasar perhitungan anggaran produksi. JogjaCart memiliki kebijakan untuk persediaan akhir, yaitu kurang lebih 20% sampai 30% dari volume penjualan periode berikutnya. Anggaran Produksi dapat dilihat pada Tabel 4.8 pada skripsi. Setelah memperoleh jumlah unit yang akan diproduksi, langkah berikutnya adalah mengalikan jumlah unit tersebut dengan kebutuhan per unit produksi dan harga beli. Perhitungan ini dilakukan untuk produk Batik Premium saja. Untuk produk batik Reguler, JogjaCart memiliki kebijakan untuk mengurangi produknya
7
secara perlahan yang kemudian kembali disesuaikan dengan tren musim penjualan. Anggaran Biaya Bahan Baku dapat dilihat pada Tabel 4.9 pada skripsi. Perhitungan gaji karyawan berdasar jumlah hari kerja diberlakukan bagi karyawan Pattern Maker, Cutting, dan Finishing dengan jumlah nominal yang berbeda untuk setiap karyawan. Dalam satu bulan, JogjaCart memiliki jumlah hari kerja efektif sebanyak 22 hari yang kemudian dikalikan dengan jumlah gaji per hari untuk setiap karyawan. Perhitungan gaji karyawan berdasar jumlah unit yang diproduksi diberlakukan bagi karyawan sewing. Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung dapat dilihat pada Tabel 4.10 pada skripsi. Salah satu komponen biaya overhead yaitu alat jahit diperoleh dengan cara mengalikan nilai penjualan Batik Premium dengan 1.5%. Persentase ini diperoleh dari biaya untuk alat jahit yang memberikan kontribusi sekitar 1.5% dari harga jual produk. BOP Tak Langsung tidak dianggarkan secara rutin karena barang tersebut biasanya dibeli dalam jumlah banyak dan tidak cepat habis dalam satu periode. Biaya depresiasi mesin yang dianggarkan termasuk biaya overhead yang dibebankan setiap bulan dengan metode tarif tunggal dan dengan umur ekonomis lima tahun. Selain itu, biaya sewa gedung termasuk dalam biaya overhead yang dianggarkan karena pemilik membagi biaya sewa dengan sama rata pada bagian overhead, pemasaran, serta administrasi dan umum. Anggaran Biaya Overhead dapat dilihat pada Tabel 4.11 pada skripsi. JogjaCart memiliki komponen biaya pemasaran yang banyak dalam angaran biaya pemasaran karena pemilik melakukan fokus branding pada periode anggaran. Biaya pemasaran yang dianggarkan cenderung bersifat tetap dan ada beberapa komponen biaya tidak rutin yang dianggarkan sesuai kebutuhan. Anggaran Biaya Pemasaran dapat dilihat pada Tabel 4.11 pada skripsi. Biaya administrasi dan umum rutin yang dikeluarkan oleh JogjaCart adalah biaya listrik dan biaya sewa gedung. Kedua biaya ini merupakan biaya tetap yang dianggarkan rutin untuk setiap periode. Anggaran Biaya Administrasi dan Umum dapat dilihat pada Tabel 4.12 pada skripsi. Laba yang dianggarkan akan diperoleh ketika seluruh anggaran operasional telah disusun. Hal ini tentunya dengan mempertimbangkan kebijakan laba yang diharapkan oleh JogjaCart yaitu sekitar 25% hingga 35% dari total penjualan. Anggaran Laba dapat dilihat pada Tabel 4.13 pada skripsi. Anggaran operasional JogjaCart periode April 2014 sampai dengan Maret 2015 berhasil disusun setelah melakukan berbagai prosedur penyusunan anggaran. Anggaran operasional JogjaCart periode April 2014 – Maret 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:
8
Tabel 4.6 Anggaran Operasional Periode April 2014 – Maret 2015 Keterangan Anggaran Penjualan Anggaran Produksi Anggaran Pembelian Bahan Baku Batik Premium Anggaran Pembelian Sediaan Batik Reguler Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung Anggaran Biaya Overhead Anggaran Biaya Pemasaran Anggaran Biaya Administrasi dan Umum Anggaran Laba
Jumlah Rp 460,584,831,2654 unit Rp 110,472,750,Rp 34,700,000,Rp 60,259,999,Rp 14,269,082,Rp 48,519,996,Rp 8,199,996,Rp 190,708,008,-
Setelah menyusun usulan anggaran operasional, JogjaCart kembali melakukan penyesuaian atas anggaran yang telah disusun. JogjaCart kemudian melakukan revisi anggaran sampai pada akhirnya anggaran operasional sepakat untuk diimplementasikan untuk satu periode anggaran ke depan, yaitu April 2014 sampai dengan Maret 2015. Implementasi anggaran yang dilakukan oleh JogjaCart hanya diterapkan pada bulan April 2014. Tabel 4.16 Realisasi Anggaran Periode April 2014 Keterangan Realisasi Penjualan Realisasi Produksi Realisasi Pembelian Bahan Baku Batik Premium Realisasi Pembelian Sediaan Batik Reguler Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung Realisasi Biaya Overhead Realisasi Biaya Pemasaran Realisasi Biaya Administrasi dan Umum Realisasi Laba
Jumlah Rp 36,437,440,201 unit Rp 9,254,925,Rp 9,472,500,Rp 3,688,000,Rp 825,000,Rp 3,229,333,Rp 652,833,Rp 9,314,849,-
Setelah menyusun anggaran operasional dan melakukan implementasi anggaran, tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi anggaran atas anggaran yang telah terealisasi. Implementasi anggaran dilakukan pada bulan April 2014, oleh sebab itu evaluasi anggaran juga akan dilakukan untuk anggaran pada bulan April 2014. Dalam mengimplementasikan anggaran, selisih anggaran merupakan hal yang sering terjadi karena terdapat perbedaan antara anggaran dan realisasinya. Biasanya perusahaan menetapkan standar mengenai batas toleransi terjadinya selisih anggaran. JogjaCart menetapkan kebijakan mengenai batas toleransi selisih anggaran yaitu sebesar 10%, baik selisih positif maupun selisih negatif. Apabila selisih anggaran yang terjadi lebih dari 10%, maka JogjaCart akan mengidentifikasi sebab terjadinya dan melakukan tindakan korektif atas selisih tersebut. Apabila selisih anggaran yang terjadi kurang dari 10%, selisih
9
tersebut dianggap tidak material namun JogjaCart akan mengidentifikasi sebab terjadinya tanpa melakukan tindakan korektif atas selisih tersebut. Tabel 4.17 Realisasi Penjualan Periode April 2014 Produk
Anggaran
Realisasi
Batik Premium Batik Reguler Total
25,085,249 7,769,119 32,854,368
25,932,705 10,504,735 36,437,440
Selisih Total 847,456 2,735,616 3,583,072
% 3.38 35.21 10.91
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih penjualan yang positif yaitu sebesar 10.91%. Selisih ini merupakan selisih laba (favorable varians) yaitu sebesar Rp 3,583,072,- karena realisasi penjualan lebih tinggi dari anggaran. Selisih ini merupakan selisih laba material yang melebihi batas toleransi selisih anggaran sebesar 10%. Anggaran penjualan yang disusun oleh JogjaCart sudah cukup baik namun kurang cermat dalam beberapa hal terutama untuk anggaran penjualan Batik Reguler. Terdapat kemungkinan bahwa karyawan marketing kurang cermat untuk mempertimbangkan semua kondisi yang dihadapi JogjaCart selama periode anggaran. Tabel 4.18 Realisasi Produksi Batik Premium Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Unit Produksi
170 unit
201 unit
Selisih Total % -31 unit -23.40
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih selisih produksi yang negatif yaitu sebesar 23.40%. Selisih ini merupakan selisih rugi (unfavorable varians) yaitu sebanyak 31 unit produk karena realisasi produksi yang lebih tinggi daripada anggaran. Selisih ini merupakan selisih rugi material yang melebihi batas toleransi selisih anggaran sebesar 10%. Hal ini dapat menunjukkan kemungkinan telah terjadinya peningkatan produktivitas untuk memenuhi permintaan dari konsumen. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah perusahaan mencadangkan persediaan akhir yang lebih banyak daripada yang dianggarkan. Selisih rugi produksi ini harus ditinjau kembali dengan menganalisis selisih anggaran biaya bahan baku Batik Premium yang berkaitan dengan produksi. JogjaCart harus mengambil tindakan korektif atas selisih rugi produksi yang terjadi. Tabel 4.19 Realisasi Pembelian Bahan Baku untuk Batik Premium Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Kain
7,076,250
9,254,925
Selisih Total % -2,178,675 -30.79
10
Tabel 4.20 Realisasi Pembelian Sediaan Batik Reguler Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Batik Reguler
8,100,000
9,472,500
Selisih Total % -1,372,500 -16.94
Dari Tabel 4.19 dan Tabel 4.20 di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih pembelian bahan baku yang negatif yaitu sebesar 30.79% atau sebesar Rp 2,178,5675 dan selisih pembelian sediaan Batik Reguler yang negatif yaitu 16.94% atau sebesar Rp 1,372,500. Kedua selisih ini merupakan selisih rugi (unfavorable varians) karena realisasi pembelian bahan baku dan pembelian sediaan Batik Reguler yang lebih tinggi dari anggaran. Selisih ini merupakan selisih rugi material yang melebihi batas toleransi selisih anggaran sebesar 10%. JogjaCart perlu melakukan tindakan korektif atas selisih rugi yang terjadi. Selisih ini merupakan selisih rugi material yang melebihi batas toleransi selisih anggaran sebesar 10%. JogjaCart perlu melakukan tindakan korektif atas selisih rugi yang terjadi. Selisih biaya yang material terjadi pada pembelian bahan baku kain yaitu sebesar 30.79% atau sebesar Rp 2,178,675,-. Apabila dibandingkan dengan selisih rugi produksi yang terjadi sebesar 23.4% dan selisih rugi bahan baku kain sebesar 30.79%, terdapat selisih di antara kedua selisih tersebut sebesar 7.39%. JogjaCart menyatakan bahwa peningkatan jumlah pembelian bahan baku kain ini terutama dikarenakan jumlah persediaan akhir yang ingin dicadangkan lebih besar pada saat anggaran diimplementasikan. Kemungkinan lain penyebab terjadinya selisih dikarenakan adanya kesalahan produksi yang dilakukan oleh JogjaCart, peningkatan jumlah unit bahan baku yang diproduksi, dan kenaikan harga beberapa bahan baku yang dapat dilihat pada bagian lampiran. Selisih biaya material lain terjadi pada pembelian sediaan Batik Reguler pada supplier yaitu sebesar 16.94% atau sebesar Rp 1,372,500,-. Selisih ini terjadi karena JogjaCart melakukan pembelian sediaan Batik Reguler melebihi anggaran. Kemungkinan terjadinya peningkatan pembelian ini dikarenakan JogjaCart ingin menyesuaikan jumlah permintaan Batik Reguler yang tinggi. Tabel 4.21 Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Pattern Maker
880,000
Cutting Sewing
Selisih Total
%
758,000
122,000
13.86
770,000
647,500
122,500
15.91
1,700,000
1,845,000
-145,000
-8.53
Finishing
550,000
437,500
112,500
20.45
Total
3,900,000
3,688,000
212,000
5.44
11
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih biaya tenaga kerja langsung yang positif yaitu sebesar 5.44%. Selisih ini merupakan selisih laba (favorable varians) yang tidak material yaitu sebesar Rp 212,000,- karena realisasi biaya tenaga kerja langsung yang lebih rendah dari anggaran. Tabel 4.22 Realisasi Biaya Overhead Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Alat jahit
376,279
Biaya sewa gedung
Selisih Total
%
415,500
-39,221
-10.42
333,333
333,333
0
0.00
Depresiasi mesin
41,667
41,667
0
0.00
BOP tak langsung
75,000
35,000
40,000
53.33
Total
826,279
825,000
779
0.09
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih biaya bahan baku yang negatif yaitu sebesar 0.09%. Selisih ini merupakan selisih laba (favorable varians) yang tidak material yaitu sebesar Rp 779,- karena realisasi biaya overhead yang lebih tinggi dari anggaran. Selisih anggaran yang terjadi pada total biaya overhead merupakan selisih laba yang tidak material, namun di dalamnya terdapat selisih biaya yang material dan memerlukan tindakan korektif. Tabel 4.23 Realisasi Biaya Pemasaran Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Karyawan Model Fotografer Paid Promote Internet Kertas ATK Biaya sewa Total
1,000,000 100,000 500,000 500,000 330,000 30,000 100,000 333,333 2,893,333
1,000,000 100,000 510,000 687,000 330,000 0 169,000 333,333 3,129,333
Selisih Total % 0 0.00 0 0.00 -10,000 -2.00 -187,000 -37.40 0 0.00 30,000 100.00 -69,000 -69.00 0 0.00 -236,000 -8.16
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih biaya pemasaran yang negatif yaitu sebesar 8.16%. Selisih ini merupakan selisih rugi (unfavorable varians) yang tidak material yaitu sebesar Rp 236,000,karena realisasi biaya pemasaran yang lebih tinggi dari anggaran. Selisih anggaran yang terjadi pada total biaya pemasaran merupakan selisih laba yang tidak material, namun di dalamnya terdapat selisih biaya yang material.Selisih biaya material yang terjadi pada komponen biaya pemasaran memerlukan tindakan korektif dari JogjaCart.
12
Tabel 4.24 Realisasi Biaya Administrasi dan Umum Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Biaya sewa gedung
333,333
Biaya listrik Total
Selisih Total
%
333,333
0
0.00
350,000
319,500
30,500
8.71
683,333
652,833
30,500
4.46
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih biaya administrasi dan umum yang positif yaitu sebesar 4.46%. Selisih ini merupakan selisih laba (favorable varians) yang tidak material yaitu sebesar Rp 30,500,- karena realisasi biaya administrasi dan umum yang lebih rendah dari anggaran. JogjaCart menyatakan bahwa biaya administrasi dan umum tidak membutuhkan tindakan korektif karena selisih yang terjadi masih dalam batas toleransi selisih anggaran yang ditetapkan. Tabel 4.25 Realisasi Laba Periode April 2014 Keterangan
Anggaran
Realisasi
Penjualan
32,854,368
Pembelian Bahan Baku
Selish Total
%
36,437,440
3,583,072
10.91
7,076,250
9,254,925
-2,178,675
-30.79
Pembelian Sediaan
8,100,000
9,472,500
-1,372,500
-16.94
Biaya Tenaga Kerja Langsung
3,900,000
3,688,000
212,000
5.44
Biaya Overhead
826,279
825,000
1,279
0.15
Biaya Pemasaran
2,893,333
3,129,333
-236,000
-8.16
683,333
652,833
30,500
4.46
9,375,173
9,414,849
39,676
0.42
Biaya Administrasi dan Umum Laba usaha
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bulan April 2014 telah terjadi selisih laba usaha yang positif yaitu sebesar 0.42%. Selisih ini merupakan selisih laba (favorable varians) yang tidak material yaitu sebesar Rp 39,676,- karena realisasi laba usaha yang lebih tinggi dari laba usaha yang dianggarkan. Walaupun selisih positif anggaran laba ini tidak material, hal ini dapat dikaji lebih lanjut oleh JogjaCart. Hal ini dikarenakan realisasi penjualan yang lebih tinggi dari anggaran dan JogjaCart tidak berhasil untuk mengendalikan biaya operasional sesuai anggaran sehingga pencapaian laba tidak terlalu memuaskan. Anggaran operasional yang disusun oleh JogjaCart merupakan sebuah rencana keuangan yang disusun secara sistematis dan diukur dalam satuan moneter. Rencana keuangan yang disusun ini telah menjadi panduan bagi JogjaCart untuk melakukan kegiatan operasional. Walaupun demikian, JogjaCart
13
masih membutuhkan kecermatan yang lebih dalam untuk menyusun anggaran agar anggaran dapat alat perencanaan yang baik. Anggaran operasional yang disusun oleh JogjaCart belum cukup berhasil untuk dijadikan sebagai alat pengendalian yang baik karena masih banyak terdapat selisih anggaran. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya komitmen dari pelaksana anggaran untuk mengimplementasikan anggaran. Walaupun demikian, JogjaCart betul-betul mengidentifikasi sebab terjadinya selisih pada anggaran saat evaluasi anggaran. Setelah berhasil mengidentifikasi sebab terjadinya selisih anggaran, JogjaCart melakukan tindakan korektif sebagai bentuk pengendaliannya. V. Penutup Anggaran operasional yang disusun oleh JogjaCart telah sesuai dengan prosedur penyusunan anggaran yang baik untuk perusahaan kecil. Anggaran operasional disusun secara top-down oleh pemilik bersama dengan karyawan marketing kepada karyawan di bawahnya. Anggaran operasional yang telah disusun kemudian dikomunikasikan kepada seluruh karyawan JogjaCart. Besarnya jumlah yang dianggarkan untuk anggaran operasional JogjaCart periode April 2014 – Maret 2015 telah terlampir pada Tabel 4.6. Anggaran operasional yang disusun JogjaCart telah diimplementasikan pada periode April 2014 dan telah dilakukan evaluasi anggaran pada akhir periode April 2014. Realisasi anggaran operasional periode April 2014 telah terlampir pada Tabel 4.15. Selisih anggaran yang terjadi mungkin dikarenakan kurangnya kecermatan dari karyawan marketing dan pemilik JogjaCart dalam menyusun anggaran serta kurangnya konsistensi dari para pelaksana anggaran. Walaupun demikian, anggaran operasional ini tidak memerlukan revisi karena anggaran sudah realistis untuk dicapai. Dalam prakteknya, realisasi anggaran tidak sama dengan anggaran yang telah disusun. Hal ini dikarenakan terdapat selisih anggaran yang terjadi saat implementasi anggaran, baik selisih laba maupun selisih rugi. Dari keadaan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat beberapa kemungkinan yang mengakibatkan terjadinya selisih anggaran. Kemungkinan pertama yaitu anggaran yang disusun belum baik, namun para pelaksana anggaran telah baik dalam melaksanakan anggaran. Kemungkinan kedua yaitu anggaran yang disusun telah baik, namun anggaran tersebut dilaksanakan kurang baik oleh para pelaksana anggaran.
14
Daftar Pustaka
Anthony, Robert N. dan Vijay Govindarajan, (2003), Sistem Pengendalian Manajemen, Buku 2, Salemba Empat, Jakarta. Hansen dan Mowen, (2005), Management Accounting, Edisi Ketujuh, Buku 2, Salemba Empat, Jakarta. Mulyadi, (2001), Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat, dan Rekayasa, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta. Nafarin, M., (2004), Penganggaran Perusahaan, Edisi revisi, Salemba Empat, Jakarta. Rudianto, (2009), Penganggaran, Erlangga, Jakarta. Shim, Jae K. dan Joel G. Siegel, (2000), Budgeting, Erlangga, Jakarta. Supriyono, (2000), Sistem Pengendalian Manajemen, Edisi Pertama, Buku 2, BPFE, Yogyakarta.
15