PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA’IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh : FATCUR ROHMAN 111 11 070 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2016
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Mengajak kepada kebaikan adalah baik, tetapi memaksa orang lain kepada suatu yang kita anggap baik adalah tidak baik” KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus).
PERSEMBAHAN 1. Kedua orang tua tersayang Bapak Fahrurrozi dan Ibu Casmiatun yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, dukungan serta doanya sehingga skripsi ini akhirnya selesai. 2. Kakakku Ahmad Arifudin yang selalu mendukung dan membimbing setiap langkahku. 3. Eka Pradita Agna L yang selalu memberikan semangat dan dukungan . 4. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga. 5. Sahabat-sahabati Gerakan Angkatan 2011 (GANAS) PMII Kota Salatiga. 6. Sahabat-sahabati SALAMS. 7. Sahabat-sahabati PAI B angkatan 2011 terimakasih untuk semuanya.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan Solawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Islam di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Ruchayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga. 4. Bapak Agus Ahamad Su‟aidi, LC., MA, Selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam membimbing penulis. 5. Ibu Muna Erawati S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik selama kuliah di IAIN Salatiga. 6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah menjadi perantara ilmu. 7. Bapak Kiai Azka Muhamad Ridwan yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. vii
viii
ABSTRAK
Rohman. 2016. Penyelenggaraan Pendidikan Ajaran Rifa’iyah di Pondok Pesatren Roudhotul Muttaqin Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Agus Ahmad Su‟aidi, Lc., MA. Kata kunci : Penyelenggaraan Pendidikan Ajaran Rifa‟iyah Orgnisasi Rifa‟iyah merupakan salah satu organisasi keagamaan yang ada di Indonesia. Organisasi Rifa‟iyah lahir dari seorang ulama‟ yang berani berjuang melawat penjajahan melalui gerakan keagamaan yang bernama Kiai Ahmad Rifa‟i. Akan tetapi, hanya sedikit masyarakat Indonesia yang mengetahui Rifa‟iyah. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui bentuk penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah. Dan dalam penelitian ini peneliti menjadikan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai objek penelitian. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) bagaimana isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Apakah faktor penghambat dan pendukung penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan metode pengumpulan datanya antara lain; observasi, wawancara dan dokumentasi dengan teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan. Temuan ini menunjukkan bahwa (1) materi (isi) yang disampaikan dalam pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagian besar adalah materi-materi yang bersumber dari kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. (2) metode-metode penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut: sorogan, hafalan, ngaji bandongan, diskusi (musyawarah) dan, tukar pelajar (prifat pasanan). (3) sedang faktor yang menghambat dan mendukung penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin diantaranya adalah faktor penghambat: yang pertama semangat santri untuk mentutut ilmu mulai melemah, yang kedua kendala masalah ekonomi wali santri. Faktor pendukung: yang pertama banyak dari alumni yang mau kembali dan mengabdi di pondok, yang kedua dukungan dari masyarakat, organisasi Rifa‟iyah dan, pemerintah baik berupa bantuan fisik dan non fisik.
ix
DAFTAR ISI HALAMAN BERLOGO……………………………………………………
i
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
ii
PERNYATAAN…………………………………………………………….
iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING…………………………………….....
iv
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………
v
MOTTO……………………………………………………………………..
vi
PERSEMBAHAN…………………………………………………………... vi KATA PENGANTAR………………………………………………………
vii
ABSTRAK………………………………………………………………….. ix DAFTAR ISI………………………………………………………………..
x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..
xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………... 7 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………
7
D. Kegunaan Penelitian………………………………………………...
8
E. Definisi Oprasional………………………………………………….
8
F. Metode Penelitian…………………………………………………...
11
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian………………………………...
11
2. Kehadiran Peneliti………………………………………………. 13 x
3. Lokasi Penelitian………………………………………………
13
4. Sumber Data……………………………………………………
13
5. Prosedur Pengumpulan Data……………………………………
13
6. Analisis Data……………………………………………………
16
7. Tahapan Penelitian……………………………………………… 19 G. Sistematika Pembahasan……………………………………………
20
BAB II LANDASAN TEORI A. pendidikan Islam………………………………………..................... 22 1. Pengertian Pendidikan Islam……………………………………
22
2. Fungsi pendidikan Islam………………………………………... 25 3. Tujuan pendidikan Islam………………………………………..
27
B. Pondok Pesantren…………………………………………………… 29 1. Pengertian Pondok Pesantren…………………………………...
29
2. Unsur-unsur pondok pesantren…………………………………
30
3. Jenis-jenis pondok pesantren……………………………………
33
4. Metode pembelajaran pondok pesantren………………………..
35
BAB III HASIL PENELITIAN A. Profil organisasi Rifa‟iyah…………………………………………..
38
1. Biogrfi kiai Ahmad Rifa‟i ………………………………………
38
2. Sejarah berdirinya dan berkembangnya ajaran Rifa‟iyah …........
40
3. Pokok-pokok ajaran Rifa‟iyah ………………………………….
42
4. Kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i………………………..
51
B. Gambaran umum lokasi penelitian pondok pesantren Roudhotul 55 xi
Muttaqin…………………………………………………………….. 1. Letak geografis pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ………
55
2. Profil pondok pesantren Roudhotul Muttaqin …………………
55
3. Sarana dan prasarana pondok pesantren Roudhotul Muttaqin …
56
4. Data pengajar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin…………
58
5. Daftar santri pondok pesantren Roudhotul Muttaqin…………… 59 6. Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin… 63 7. Progam kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin………
65
8. Hubungan antara pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dan 71 organisasi Rifa‟iyah…………………………………………… BAB IV ANALISIS DATA A. Penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren 74 Roudhotul Muttaqin………………………………………………… 1. Metode Pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok pesantren 75 Roudhotul Muttaqin……………………………………………. 2. Materi (Isi) yang Diajarkan dalam penyelenggaraan Pendidikan 81 ajaran
Rifa‟iyah
di
Pondok
pesantren
Roudhotul
Muttaqin…………………..................................................... 3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung penyelenggaraan 82 Pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin…………………………………………………….......
xii
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………
88
B. Saran………………………………………………………………..
92
C. Penutup……………………………………………………………..
92
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 denah pondok pesantren Roudhotul Muttaqin …………………. Tabel 3.2 daftar ustad/pengajar di
57
pondok pesantren Roudhotul 59
Muttaqin…………………………………………………………………… Tabel 3.3 Data Santri Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin……………
61
Tabel 3.4 struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ... 64 Tabel 3.5 Kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin………………
66
Tabel 3.6 Jadwal pendidikan madrasah pondok pesantren Roudhotul 68 Muttaqin…………………………………………………………………… Tabel 3.7 Sanad guru KH Muhammad Sa‟ud pendiri pondok pesantren 73 Roudhotul Muttaqiin………………………………………………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
I
: Daftar Riwayat Hidup
Lampiran
II
: Surat Izin Penelitian
Lampiran
III
: Surat Keterangan Telah Meneliti
Lampiran
IV
: Pedoman Wawancara
Lampiran
V
: Data Wawancara
Lampiran
VI
: Reduksi Data
Lampiran
VII
: Daftar SKK
Lampiran
VIII
: Dokumentasi
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa dalam sejarah awal penyebaran Islam dan dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia mempunyai kedudukan yang spesial. Dalam sejarah awal penyebaran Islam, pulau Jawa merupakan satu diantara daerah yang menjadi tujuan para pedagang Islam untuk berdagang
sekaligus
menyebarkan
ajaran
kepercayaan
mereka
yaituAgama Islam. Dan dalam kaitanya dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia di Pulau Jawa banyak bermunculan aliran-aliran Islam yang banyak bergerak untuk melawan para penjajah atau kolonial Belanda. Hal ini dimungkinkan karena daerah ini termasuk daerah yang cepat dalam menerima transformasi ke-Islaman bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Pada giliranya, nilai-nilai Islam yang terserap oleh masyarakat tersebut mampu memunculkan gerakan kemerdekaan dengan memegang teguh karakteristik Islam yang kental. Yaitu nalar perjuangan yang didasari pada sikap menjujung tinggi norma dan moralitas serta berpedoman pada Al-Quran dan Sunah Rosul dalam memompa perjuanganya. Dimulai dari pertengahan tahun 1800-an, Perang Diponegoro baru saja usai, dan Belanda dengan segala caranya telah berhasil menjadi pemenang perang meskipun dengan kerugian material yang setara. Maka sejak itu kokohlah kuku penjajahan menghujam dalam Bumi Nusantara. 1
Dimana-mana kaum pribumi mengalami rasa rendah diri yang hebat dan makin percaya bahwa bangsa Belanda adalah Bangsa yang superior. Segala
segi-segi
kehidupan
mereka
diperkosa.
Apalagi
mulai
diterapkanya cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Kepala Desa dan Bupati tidak menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Tetapi sudah menjadi pegawai aparatur tuan tanah (Nugroho, _, 173). Dan Pangeran Diponegoro lah satu diantara tokoh-tokoh Islam yang menentang kekuasaan kolonial Belanda. Beberapa gerakan pembaharuan Islam abad 19 yang mempunyai sifat reformisis, revivalis, dan modernis yang muncul di Jawa, antara lain: Bagus Jedik (pendito panembahan Syeh, Solo tahun, 1839), Sarip Prawirosentono (Amat Sleman) di Yokyakarta tahun 1840, Kiai Hasan Maulani di daerah Cirebon tahun 1842, Ahad Daris (Susuhan WaliUllah) di Kedu tahun 1843, Amat Hasan di Rembang tahun 1946, Haji Janal Ngarip di Kudus tahun 1847, dan gerakan dakwah K.H. Ahmad Rifai muncul tahun 1850-an di Kalisalak Batang (Darban, 1988-1889 :36-46). Menurut Muhlisin Sa‟ad dalam bukunya “Mengungkap Gerakan dan Pemikiran Syaiikh Ahmad Rifai”yangtelah diterjemahkan oleh Syahdirin Amin, (2004)sejak datangnya Kolonial Belanda di Indonesia telah memunculkan beberapa organisasi pergerakan yang mempunyai tujuan tertentu dan bermacam-macam, baik pada akhir abab ke-19 dan
2
pada permulaan abad ke-20, karena bertambah kerasnya kemarahan dan pemberontakan di tanah air untuk melawan pemerintahan penjajah. Kemudian gerakan-gerakan Islam modern ini bisa dibagi berdasarkan tujuan-tujuanya ke dalam empat bagian: Pertama, gerakan melawan kezaliman dan penganiayaan, gerakan-gerakan semacam ini dimotori oleh para tokoh agama seperti halnya yang dilakukan oleh kiai Ahmad Rifa‟i; Kedua, gerakan mahdi yang menjanjikan kebahagiaan dari kesengsaraan hidup; Ketiga, gerakan kebangkitan rakyat, salah satu contoh gerakan yang sudah dilakukan adalah perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro; dan Keempat, gerakan pembaharuan, seperti halnya Nahdhotul Ulama‟ yang dimotori oleh kiai Hasyim As‟ari. Pada umumnya pemimpin atau pendiri gerakan-gerakan Islam di Indonesia merupakan para tokoh-tokoh agama Islam atau lebih tepatnya para Kiai. Hal ini di karnakan para Kiailah yang dianggap bisa melindungi sekaligus bisa dijadikan sebagai panutan bagi masyrakat. Sebab para perangkat desa yang notabenya bisa menjadi pelindung masyarakat cenderung memihak para kolonial Belanda. Kebanyakan para perangkat daerah lebih mementingkan kehidupan pribadinya, dengan kata lain mereka lebih memilih mengabdi kepada para kolonial Belanda. Dengan begitu segala keperluan hidupnya akan ditanggung oleh Belanda. Berbeda dengan para Kiaiatau tokoh-tokoh agama Islam sebagian dari mereka lebih melawan para kolonilal Belanda baik dengan kritik
3
sosial, menyebarkan doktrin-doktrin kebencian terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Dan salah satu tokoh ulama atau Kiai yang melakukan suatu gerakan perlawanan terhadap kolonial belanda adalah Kiai Ahmad Rifa‟i. Gerakan yang dipelopori oleh Kiai Ahmad Rifa‟i ini muncul dan mulai berkembang pada akhir abad ke-19 bertempat di daerah Kalisalak saat ini masuk wilayah Kabupaten Batang. Gerakan yang Kiai Ahmad Rifai bentuk adalah gerakan Jama‟ah Rifaiyah (Jama‟ah Tarjumah, Santri Budiah, Santri Kalisalak). Paham Tarjumah Rifa‟iyah adalah paham yang berusaha untuk mengembalikan pemahaman dan praktek ajaran agama Islam yang telah mengalami penyimpangan kepada aslinya. Penyimpangan yang terjadi waktu itu dilakukan oleh tokoh yang berpegang pada adat dan mendapat dukungan dari pemerintah Belanda (Amin, 1989; 23-24). Bentuk gerakan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Rifa‟i yaitu dengan cara dakwah yang dikombinasikan dengan suatu kritik sosial. Baik terhadap birokat tradisional, pemerintah Belanda maupun terhadap masyarakat tradisional. Selain melakukan protes sosial terhadap pemerintah kolonial Belanda, Kiai Ahmad Rifa‟i juga mempunyai citacita untuk berjuang mengembalikan masyarakat kepada ajaran syariat islam. Sebab pada masa itu masyarakat mulai lalai terhadap ajaran Syariat Agama Islam dikarnakan adanya tekanan yang begitu kuat dari pemerintah kolonial Belanda. Perjuangan yang dilakukan oleh Kiai 4
Ahmad Rifa‟i tidak sepenuhnya berjalan mulus, buktinya Kiai Ahmad Rifa‟i juga pernah diasingkan ke Ambon. Dalam usia 73 tahun Kiai Ahmad Rifa‟i mulai menjalani masa pengasinganya di Ambon. Di tempat ini beliau tinggal di Batumerah dengan kewajiban masuk tempat tahanan dari pukul 20.00 sampai pukul 06.00 pagi (Asyar S, 1989: 76). Organisasi Rifa‟iyah yang dipimpin oleh Kiai Ahmad Rifa‟i sangat banyak berkembang di daerah Jawa Tengah khusunya di daerah Kendal, Batang, Pekalongan, Wonosobo dan, daerah-daerah lain yang notabenya merupakan daerah dakwah Kiai Ahmad Rifa‟i dan para muridmuridnya. KiaiAhmad
Rifa‟i
menunjukan
darma
baktinya
terhadap
masyarakat dengan mengajar ngaji membaca Al-Quran. Oleh karena mengajarnya menarik dengan dilengkapi makna dengan menggunakan bahasa Jawa, maka dari itu banyak masyarakat yang tertarik belajar kepadanya. Untuk mengembangkan kualitas umat Islam, pada tahun 1821 M didirikanlah sebuah pondok pesantren dan madrasah Al-Quran di Kalisalak (Kartodirjdo, 1978:119). Berkat kerja keras beliau serta kegigihanya banyak santri yang belajar di Kalisalak, baik dari daerah kalisalak dan wilayah Kabupaten Batang ataupun dari daerah-daerah lain seperti Pekalongan, Wonosobo, Kendal, Salatiga, dan Magelang. Dan sampai saat ini organisasi Rifa‟iyah masih aktif melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan.
Walaupun
sekarang
ini
banyak
bermunculan aliran-aliran baru, akan tetapi para Jama‟ah Rifa‟iyah masih 5
militan dalam organisasinya. Hal ini tidak luput dari peran para muridmurid Kiai Ahmad Rifa‟i yang kemudian meneruskan dakwah dan menghidupkan pemikiran dengan mendirikan jama‟ah pengajianpengajian atau lebih tepatnya pondok pesantren yang mengajarkan kitabkitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟iatau organisasi Rifa‟iyah di berbagai kota setelah sepeninggal Kiai Ahmad Rifa‟i. Saat ini gerakan organisasi Rifa‟iyah tidak lagi berpusat di Kalisalak, melainkan diberbagai wilayah seperti Kabupaten Wonosobo. Di daerah ini murid Kiai Ahmad Rifa‟i generasi pertama yang bernama Kiai Abu Hasan meneruskan dakwahnya. Di darah Kabupaten Batang, Kiai Maufura Nawawi juga meneruskan ajaran Kiai Ahmad Rifa‟i di kawasan Limpung. Di darah Kabupaten Pekalongan, Kiai Idris termasuk murid generasi pertama bersama-sama dengan Kiai Abdul Halim, Kiai Muhammad Tubo dan, Kiai Abdul Hamid (Djamil, 2001: 193). Dan di daerah Kabupaten Kendal, organisasi Rifa‟iyah berpusat pada beberapa desa yang memiliki kaitan sejarah dengan perkembangan masa lalu. Paling tidak ada tiga desa yang memiliki kaitan dengan tokoh-tokoh Rifa‟iyah generasi pertama yaitu Desa purwosari, Desa Cempoko Mulyo dan, Desa Kretegan (Djamil, 2001: 203).Dan umumnya didaerah inilah terdapat pondok-pondok pesantren yang yang menjadi lebaga pendidikan para santri Rifa‟iyah.Seperti halnya pondok pesantren yang ada di Desa CempokoMulyo yang sampai saat ini masih aktif mengajarkan ajaranajaran Kiai Ahmad Rifa‟i. 6
Akan tetapi, sekarang ini hanya sedikit orang yang faham terhadap organisasi ini, baik dari sejarah berdirinya, ajaran-ajarannya, metode pengajaranya, ataupun perkembangannya.Lebih tragisnya lagi sebagian masyarakat yang tau dan tidak faham betul terhadap organisasi Rifaiyah mereka malah memandang negatif organisasi ini. Terkecuali dengan
masyarakat
yang
bersinggungan
langsung
atau
hidup
berdampingan dengan penganut organisasi Rifa‟iyah yang faham terhadap organisasi ini. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA‟IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL” B. Rumusan Masalah Berdasarkan pikiran yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu: a. Bagaimana isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. b. Apakah faktor penghambat dan pendukung penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
7
C. Tujuan Penelitian a. Mengetahui isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. b. Mengetahui faktor penghambat dan pendukung penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. D. Kegunaan Penelitian 1. Teoritis a.
Menambah khasanah pengetahuan tentang metode pengajaran Rifa‟iyah.
b.
Memperkaya pemahaman ajaran agama Islam sebagai agama yang berwawasan luas cakupanya.
2. Praktis a.
Bagi peneliti Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai wahana untuk
memperoleh
informasi
baru
dan
pengetahuan,
khususnya dalam mempelajari penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah. b.
Bagi lembaga pendidikan Sedang bagi lembaga pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran mengenai aliran-aliran agama Islam sehingga dapat menjadi bahan materi baru.
8
E. Definisi Operasional Skripsi ini berjudul “PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA‟IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL” untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan pahaman dalam penafsiran judul yang dimagsudkan, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan disini: a. Penyelenggaraan Dalam
Kamus
“pelaksanaan
atau
Besar
Bahasa
penunaian”
Indonesia
(2007:567).
(KBBI)
berarti
Kemudian
Yang
dimaksud penyelenggaraan dalam kajian adalah bentuk pelaksanaan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yang ada di Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal dan apa saja metode dan juga materi yang disampaikan di dalam proses pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. b. Pendidikan Pendidikan yang dimaksud dalam kajian ini adalah pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Rifa‟iyah. Sedangkan pengertian Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyerapkan
peserta
didik
untuk
mengenal,
memahami,
menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui
9
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman (Ramayulis, 2008: 21). Pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam menyerapkan
peserta
didik
untuk
mengenal,
memahami,
menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman, dibarengi
tuntutan
untuk
menghormati
agama
lain
dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Handayani, 2003: 4). Dalam hal ini yang dimaksud pendidikan Islam disini adalah usaha yang dilakukan untuk mengembangkandan membimbing potensi dasar seseorang yang diajarkan pada pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yang ada di Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. c. Organisasi Rifai‟yah Paham Tarjumah Rifa‟iyah adalah paham yang berusaha untuk mengembalikan pemahaman dan praktek ajaran agama Islam yang telah
mengalami
penyimpangan
kepada
sumber
aslinya.
Penyimpangan yang terjadi waktu itu dilakukan oleh tokoh yang berpegang pada adat dan mendapat dukungan dari pemerintah Belanda (Amin, 1989; 23-24). 10
Sebenarnya ada banyak peneyebutan pada kelompok organisasi ini, seperti organisasi Rifa‟iyah, Tarjumah Refa‟iyah, Jama‟ah Refa‟iyah, Santri Budi‟ah, Santri Kalisalak, dll. Akan tetapi disini penulis menyebutnya dengan namaorganisasi Rifa‟iyah.Hal ini bertujuan untuk mempermudah penyebutan saja. d. Pondok pesantren Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukan tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata “tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106). Pondok pesantren juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistim asrama (kampus) di mana pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari kepemimpinan (leadership) seseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Arifin, 1995: 240).
11
F. Metode Penelitian. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a.
Pendekatan Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan (Sugiyono, 2013: 2). Sedangkan menggunakan
menurut pendekatan
pendekatanya, kualitatif.
penelitian
Bogdan
dan
ini
Taylor,
mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Indikasi dari model penelitian ini yang membedakannya dengan penelitian jenis lainnya, antara lain: (1) adanya latar alamiah; (2) manusia sebagai alat atau instrumen; (3) metode kualitatif; (4) analisis data secara induktif; (5) teori dari dasar (grounded theory); (6) deskriptif; (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil; (8) adanya batas yang ditentukan oleh fokus; (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; (10) desain yang bersifat sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama (Moloeng, 2005: 8-13).
12
b. Jenis Penelitian Jenis
penelitian
ini
termasuk
penelitian
lapangan
(FieldResearch) karena informasi data yang diperlukan digali serta dikumpulkan dari lapangan.Adapun penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.Menurut Robert dan Steven, penelitian kualitatif prosedurnya menghasilkan data yang berupakata-kata tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang diamati (Moleong, 1995: 3). 2. Kehadiran Penelitian Penulis Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai pengamat penuh, dimana peneliti mengamati secara penuh hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin,
sehingga peneliti harus datang langsung di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. 3. Lokasi penelitian Penelitian ini akan difokuskan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Peneliti memilih lokasi tersebut karena pondok tersebut merupakan salah satu pondok yang menganut organisasi Rifa‟iyah. 4. Sumber data Adapun
sumber
data
yang
dikumpulkan
oleh
peneliti
adalahpengasuh, ustad dan santri yang mengetahui secara detail
13
kegiatan pembelajaran yang ada di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Metode Observasi Menurut Sugiyono yang mengutip pendapat Sutrisno Hadi (1986), observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologi dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiyono, 2013: 145). Adapaun jenis observasi yang peneliti gunakan dalam meneliti di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah observasi berperan serta(participant observation), yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan orang yang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan obeservasi pastisipan ini, maka data yang yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono, 2013: 145). Alasan peneliti memilih jenis observasi ini adalah penulis ingin megetahui secara mendetail proses pendidikan yang berlangsung di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. b. Metode Interviewatau Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk 14
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil. Teknik pengumpulan data mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi mengungkapkan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebuagai berikut (Sugiyono, 2013: 138): 1. Bahwa subyek (responden) adalah yang paling tahu tentang dirinya sendiri. 2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Bahwa interpretasi subyek tetang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Adapaun jenis interview yang digunakan peneliti dalam meneliti proses pembelajaran yang dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai penganut organisasi Rifa‟iyah adalah model wawancara tidak berstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sitematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang 15
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2013: 140), dan dalam hal ini adalah masalah seputar penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Sedangkan obyek yang akan peneliti wawancarai adalah pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, ustadz atau pengajar di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, dan juga para santri Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. c. Metode Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barangbarang tertulis. Metode dokumentasi adalah metode atau alat untuk mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa gambar, catatan, traskip buku, surat kabar, notulen, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran bagaiman proses pembelajaran yang dilakukan metode apa saja yang silakukan serta materi apa saja yang di ajarkan pada para santri. 6. Analisis Data Dalam hal analisis data kualitatif, Bogman menyatakan bahwa “data analysis is the process of sistematically searching and arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to other” Analisis 16
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah di pahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabaran kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan memuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono, 2013: 244). Langkah-langkah analis data yaitu: a. Reduksi Data Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2013: 247). Adapun data-data yang direduksi tersebut adalah hal-hal pokok yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin desa Cempoko Mulyo. b. Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan (menyajikan) data. Dengan medisplaykan data, 17
maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan yang telah difahami tersebut (sugiyono, 2013: 249). Dalam penyajian data selain dengan dengan teks naratif, juga dapat berupa tabel. Dari hasil penyajian data itulah untuk kemudian peneliti dapat menarik suatu kesimpulan, sehingga data yang dikumpulkan (diteliti) bermakna. c. Conclusion Drawing and verification (menarik kesimpulan dan verifikasi) Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung dalam tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan pengumpulan data, maka kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2013: 252). Kesimpulan-kesimpulan
juga
diverifikasikan
selama
penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama menulis dan meneliti lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan memakan tenaga, peninjauan kembali, serta tukar pikiran diantara
18
teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan” (Mila, 2011: 14). Singkatnya hal-hal yang terjadi dan bermakna bagi peneliti yang mengacu pada suatu tema harus diuji kebenaraannya, kekokohannya, yakni merupakan validitasnya, guna menetapkan kesimpulan yang lebih berdasar dan tidak lagi bersifat coba-coba. Maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menganalisis data-data yang terkumpul
dalam
penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Dalam menganalisis, penulis mendasarkan data-data yang diperoleh pada buku proses pembelajaran untuk para santri, pengasuh pondok, ustadz,juga observasi, wawancara dan dokumentasi. Sehubungan dengan penelitian ini, teknik yang diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis antar kasus dengan model analisis interaktif. Model analisis ini terdiri dari tiga komponan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. 7. Tahapan Penelitian Adapun tahapan penelitian bertajuk penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai berikut: a. Kegiatan adiministrasi yang meliputi, ijin observasi dari IAIN Salatiga kepada pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. 19
b. Kegiatan lapangan yang meliputi: 1) Survei awal untuk mengetahui lapangan, dengan wawancara sejumlah responden maupun informan sebagai langkah pengumpulan data. 2) Memasukkan sejumlah orang yang terkait sebagai informan yang dilakukan dengan responden penelitian. 3) Melakukan observasi lapangan dengan mewawancarai sejumlah responden maupun informan sebagai langkah pengumpulan data. 4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan
dan
memudahkan
untuk
melakukan
pemaknaan. 5) Melakukan
verifikasi
untuk
membuat
kesimpulan-
kesimpulan sebagai deskripsi temuan penelitian. 6) Menyusun laporan akhir. G. Sistematika Pembahasan. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta memudah pemahaman terhadap penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dikelompokkan menjadi 5 bab. Dimana antara bab satu dengan bab yang lainnya saling berhubungan. Bab I, bagian ini merupakan pendahuluan, yang dikemukakan dalam bab ini merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan. Pada bagian pertama ini akan dibahas beberapa sub bahasan, yaitu : latar 20
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II, berisi landasan pijak teoritis dari penelitian. Pada bagian ini dikemukakan teori-teori yang telah diuji kebenarannya yang berkaitan dengan obyek formal penelitian. Sesuai dengan judul skripsi maka pembasahan pada bab ini berisi : pengertian pendidikan, fungsi pendidikan, tujuan pendidikan dan pengertian pondok pesantren. Bab III, penulis menyajikana hasil penelitian tentang pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, dan profil organisasi Rifa‟iyah. Bab IV berisikan analisis data, hasil penelitian, pembasahan, dan hasil pembahasan. Bab V, merupakan bagian paling akhir dari skripsi ini, yang berisi kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi dan saran penulis.
21
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Islam 1. Pendidikan Islam Pendidikan menurut UUD 1945 yakni terdapat pada pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun tentang Standar Nasional Pendidikan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan
kata
“Islam”
dalam
“Pendidikan
Islam”
menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya “Ilmu 22
Pendidikan Dalam Perspektif Islam” definisi dari Pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir, 1994:24). Kemudian di bawah ini ada beberapa ahli yang telah menjelaskan secara ringkas definisi dari Pendidikan Islam. a. Drs. M. Sholeh Noor berpendapat ,” pendidikan Islam adalah suatu aktifitas usaha pendidik terhadap anak didik menuju kearah terbentunya kepribadian muslim yang muttaqin”, (Sholeh, 1998: 52). b. Ramayulis (2008), mengatakan bahwa pengertian Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyerapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati,
mengimani,
bertaqwa,
berahklak mulia, mengamalkan agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman (Ramayulis, 2008: 21). c. Handayani mengatakan pengertian Pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam menyerapkan peserta
didik
untuk
mengenal,
memahami,
menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan agama Islam dan sumber utanya Al 23
Quran dan Al Hadist, melalui bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman, dibarengi tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Handayani, 2003: 4). Dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat di atas bahwa pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik agar mereka dapat memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman, sehingga mereka dapat mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. 2. Fungsi Pendidikan Islam Fungsi pendidikan Islam, dapat disimpulkan dari Al Qu‟an surat Al Baqoroh ayat 151:
24
Artinya: “sebagaimana Kami telah mengutus kepada kamu sekalian seorang rasul di antara kau yang membaca ayatayat Kami kepadamu, mensucikanmu, mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah, dan mengajarkan kepadamu yang belum kamu ketahuai”, (QS.Al Baqoroh: 151).
Dalam ayat di atas ada lima fungsi pendidikan yang dibawa oleh Nabi Muhammad, yang dijelaskan dalam tafsir Al Manar karangan Muhammad Abduh: a. Membacakan ayat-ayat
kami, (ayat-ayat
Allah) ialah
membacakan ayat-ayat dengan tidak tertulis dalam Al Quran (Al Kauniayah), ayat-ayat tersebut tidaklah lain adalah alam semesta dan isinya termasuk manusia sebagai mikro kosmos. Dengan kemampuan membaca ayat-ayat Allah, wawasan seseorang semakin luas dan mendalam, sehingga sampai pada kesadaran diri terhadap zat yang maha pencipta. b. Mensucikan diri merupakan efek langsung dari pembacaan ayat-ayat
Allah
setelah
mengkaji
gejala-gejala
setra
menangkap hukum-hukumnya. Yang dimaksud mensucikan diri adalah menjauhkan diri dari syrik (menyekutukan Allah) dan memelihara ahlak al karimah. Dengan sikap demikian fitroh seseorang akan terpelihara. c. Yang dimaksut Al Kitab adalah Al Quran yang secra eksplisit berisi tuntunan hidup. Bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. d. Hikmah, menuruh abduh adalah Al Hadist, akan tetapi makna Al Hikmah diartikan lebih luas yaitu kebijaksanaan, maka 25
yang dimaksud adalah kebijaksanaan yang hidup berdasarkan nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Meski manusia sudah memiliki kesadaran akan perlunya nilai-nilai hidup, namun tanpa pedoman yang mutlak dari Allah nilainilai tersebut akan nisbi. e. Mengajarkan ilmu pengetahuan. Banyak ilmu pengetahuan yang belum terungkap, itulah sebabnya Nabi Muhammad mengajarkan pada umatnya ilmu pegetahuan yang belum diketahui
oleh
umat
sebelumnya
(www.kisahsimkuring.wordpress.com, diunduh tanggal 11 april 2016 pukul 20.19 WIB). 3. Tujuan Pendidikan Islam Menurut Abdul Fattah Jalal, yang telah dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat AlTakwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua
manusia.
Jadi,
menurut
Islam,
pendidikan
haruslah
menjadikan seluruh manusia (sekali lagi: seluruh manusia) menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang dimaksud dengan menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah (Tafsir, 1994:46). 26
Tujuan pendidikan Islam secara umum itu memang penting. Tujuan umum itu menjadi tolok ukur dalam pendidikan Islam. Untuk keperluan pendidikan, tujuan itu harus dirinci menjadi tujuan yang khusus, bahkan sampai ke tujuan yang operasional. Usaha seperti itu sudah pernah dilakukan oleh para ahli pendidikan Islam misalnya, Al-Syaibani yang menjabarkan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut: a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyrakat, tingkah laku individu dalam masyarakat,
perubahan
kehidupan
masyarakat,
memperkaya pengalaman masyarakat. c. Tujuan profersional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat (Tafsir 1994:49).
27
Menurut Munir Mursi (1977:18-19), tujuan pendidikan Islam ada empat yaitu: a. Bahagia di dunia dan akhirat. b. Menghambakan diri kepada Allah. c. Memperkuat
ikatan
ke-Islaman
dan
melayani
kepentingan masyarakat Islam. d. Akhlak mulia (Tafsir 1994:49). B. Pondok pesantren
1. Pengertian pondok pesantren Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukan tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata “tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106). Pondok pesantren juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan system asrama (kampus) di mana menerima pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari kepemimpinan (leadership) seseorang atau beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Arifin, 1995: 240). 28
Pengertian atau ta‟rif pondok pesantren tidak dapat diberikan batasan yang tegas, melainkan mengandung pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren. Setidaknya ada 5 ciri-ciri yang berada dalam lembaga suatu pondok yatu: kiai, santri, pengajian, asrama, dan masjid dengan aktifitasnya, sehingga sehingga bila dirangkumkan semua unsur-unsur tersebut, dapatlah dibuat suatu pengertian pondok pesantren yang bebas (Departeemen Agama RI, 2003:40). Pada zaman dahulu pesantren adalah tempat pendidikan tradisional yang dikelola oleh para tokohtokoh agama atau kiai, yang kegiatan pembelajaranya berada di surau-surau atau dirumah para kiai. Dan para anak didik atau sering disebut santri inilah yang kemudian diajarkan ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu lainya, sampai sekarang pesantren masing berkembang luas
dan
mempunyai
pengertian
yang
luas
sesui
dengan
perkembangan zaman. 2. Unsur-unsur pada pondok pesantren Pondok pesantren tidak hanya terbatas dengan kegiatankegiatan pendidikan keagamaan melainkan mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pengembangan masyrakat, oleh karena itu pondok pesantren sejak semula merupakan ajang mempersiapkan kader masa depan dengan perangkat-perangkat sebagai berikut (Ghazali, 2013:18).
29
a. Masjid b. Pondok c. Kiai d. Santri Dalam penjelasanya pengertian tiap unsur-unsur yang ada dalam pondok pesantren diatas penulis mendefinisikanya sebgai berikut: a. Masjid Masjid pada hakikatnya merupakan sentral kegiatan muslimin baik-dalam dimensi ukhrawi masjid memberikan indikasi sebagai kemampuan seorang abdi dalam mengabdi kepada Allah yang disimbolkan dengan adanya masjid (Ghazali, 2003:19). b. Pondok Istilah pondok berasal dari kata funduk (bahasa Arab) yang berarti rumah penginapan (Nasir, 2005:50). Sedangkan menurut Abd. Ghofur dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Anak Pengungsi pengertian pondok adalah asrama bagi para santri yaitu sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswa tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seseorang atau guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai.
30
c. Kiai Keberadaan kiai dalam sebuah pondok peantren sangat sentral sebab posisi kiai adalah pemimpin sekaligus penanggung jawab dalam kemajuan dan kemunduran penrkembangan sebuah pondok pesantren. Peran seorang kiai disamping mengajarkan ilmu-ilmu agama juga mengajarkan berbagai ilmu-ilmu lain yang nantinya bisa berguna bagi kehidupan para santrinya. Hal inilah yang menjadikan kiai sebagai sosok sentral dalam pondok pesantren. Ciri yang paling memasyrakat di pondok pesantren adalah kiai. Kiai pada hakikatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai ilmu dibidang agama dalam hal ini agama Islam (Ghazali, 2003:22). d. Santri Istilah santri adalah sebutan bagi peserta didik yang sedang menempuh pendidikan di pondok pesantren. Berbeda dengan peserta didik yang melaksanakan pendidikan di sekolah formal para lebih mendalami pelajaran-pelajaran yang bersifat ilmu agama dalam hal ini adalah agama Islam. Bahri Ghozali dalam bukunya Pesantren Berwawasan Lingkungan menerangkan bahwa istilah santri hanya ada di pesantren sebagai pengejawantahan adanya peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang Kiai yang memimpin 31
sebuah pesantren, oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kiai dan pesantren (Ghozali, 2003:24). Kemudian dikalangan pesantren pengertian santri seringkali dibagi dua bagian yaitu: a) Santri Mukim Santri mukim adalah santri dating dari tempat yang jauh sehingga ia tinggal dan menetap di Pondok (asrama) pesantren (Muliawan, 2005:158). b) Santri Kalong Santri kalong adalah santri yang bersal dari wilayah sekitar pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan menetap di pondok pesantren mereka bolak balik dari rumahnya masing-masing (Maksum, 2003:15) e. Pengajian kitab-kitab kuning Secara bahasa kitab kuning diartikan sebagai kitab yang berwarna kuning, karena yang dipergunakan berwarna kuning atau karena terlalu lamanya kitab tersebut disimpan sehingga berwarna kuning (Ghofur, 2009:28). 3. Jenis-jenis pondok pesantren Seiring dengan perkembangan zaman, pondok pesanatren baik dari segi tempat, metode pengajaran, dan sistem pengeleloaanya telah banyak mengalami perubahan. Pesantren di zaman modern seperti sekarang ini, ada yang sudah tidak memakai tradisi-tradisi 32
pesantren atau kebiasaan tradisional. Walaupun tidak menutup kemungkinan masih ada yang masih berusaha mempertahankan karakter tradisionalnya. Dan secara umum pada saat ini pesantren dapat di bagi menjadi tiga jenis: Yang
pertama,
jenis
pesantren
tradisional.
Pesantren
tradisional adalah pesantren yang tetap mempertahankan pelajaranya dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum, model pengajaranya pun lazim diterapkan dalam pesantren salafi yaitu denagan model sorogan dan wetonan (Ghazali, 2003:14 ) Pesantren tradisional juga sering disebut pesantren salafi, model pesatren ini tetap mempertahankan tradisi-tradisi pondok pesantren zaman dulu. Model pembelajaranya masih menggunakan sistem sorogan dan pembahasan/pengajaran kitab-kitab klasik yang kebanyakan karangan ulama Arab. Jenjang tingkatan kelas pada pesantren tradisional tidak ditentukan pada satuan waktu melainkan pada tamat dan penguasaan pada kitab yang diajarkan. Yang kedua, pondok pesantren modern. Adalah pondok pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasah) memberikan ilmu umum dan ilmu agama, serta juga memberikan pendidikan keterampilan (Ghazali, 2003:14). Yang ketiga adalah jenis pondok pesantren campuran antara salafi/tradisional dan modern. Sebagian besar pondok pesantren yang 33
mengaku atau menamakan diri pesantren salafiyah pada umumnya juga menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang, walaupun tidak dengan nama madrasah atau sekolah, demikian juga pesantren khalafiyah/modern pada umumnya juga menyelenggaran pendidikan dengan menggunakan pendekatan kitab klasik (pengajian menggunakan kitab kuning) itulah yang diakui sebagai slah satu identitas pokok pesantren. Tanpa menyelenggarakan kitab kuning agak janggal disebut pondok pesantren (departemen Agama RI, 2003:30).
Dan model pesantren semacam inilah yang disebut
pesantren campuran. Yang mengajarkan kitab klasik sekaligus mengajarkan ilmuu-ilmu umum pada santrinya. 4. Metode pembelajaran pondok pesantren Metode adalah cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien (Asmuni, 1983: 99). Metode pembelajaran pondok pesantren sebenarnya merupakan hasil buah karya dari ulama-ulama terdahulu yang hanya sedikit pembaharuan yang tidak signifikan. Adapun system bembelajaran tradisional yang menjadi cir khas pembelajaran di pondok pesantren antara lain: a. Ngaji wetonan/bandongan Istilah wetonan, berasl dari kata wektu (Bahasa Jawa), yang berarti “waktu”. Sebab pembelajaran tersebut diberikan pada waktu-
34
waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu (Departemen Agama, 2002:22). b. Sorogan Sorogan berasal dari kata sorog (Bahasa Jawa), yang berarti “menyodorkan”. Sebab, pembelajaran dilakukan dengan cara santri menyodorkan kitab dihadapan Kiai atau pembantu Kiai (Departemen Agama, 2002:23). c.
Hafalan Metode hafalan yang diterapkan di pondok pesantren pada
umumnya dipakai untuk menghafalkan hafalan tertentu, biasanya berupa bait, juga sering dipakai untuk menghafal Al Quran, baik surat-surat pendek atau keseluruhan (Departemen Agama, 2002:23). d. Metode musyawarah Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut dengan bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar (Departemen Agama RI, 2003:92). Dalam kajian ini penulis meneliti pondok pesantren yang merupakan penganut organisasi Rifa‟iyah dan juga pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dengan ajaran Rifa‟iyah, yaitu pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yang beralamat di Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.
35
BAB III PROFIL ORGANISASI RIFA’IYAH dan GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil organisasi Rifa’iyah 1. Biografi Kiai Ahmad Rifa’i Sejarah berdirinya organisasi Rifa‟iyah tidak terlepas dari tokoh karismatik pelopor berdirinya organisasi ini, yaitu Kiai Ahmad Rifa‟i. Tokoh karismatik yang menjadi pelopor berdirinya organisasi Rifa‟iyah itu lahir pada kisaran tahun 1786, di Desa Tempuran yang terletak di sebelah selatan Masjid Besar Kendal. Ayahnya bernama Muhammad Marhum, anak seorang penghulu Landeraad Kendal bernama RKH. Abu Sujak alias Sutjowidjojo (Amin, 1989:9). Ketika usia 6 tahun,
Kiai Ahmad Rifa‟i ditinggal wafat
ayahnya tepanya pada tahun 1792. Kemudian Kiai Ahmad Rifa‟i diasuh oleh kakeknya yang merupakan Kiai asal daerah Kaliwungu. (Djamil, 2001: 13). Pada tahun 1230 H./1816 M., ketika usianya mencapai 30 tahun, Kiai Ahmad Rifa‟i pergi ke Makah untuk menunaikan ibadah haji. Dan selama 8 tahun di Makah Kiai Ahmad Rifa‟i mendalami ilmu-ilmu keislaman di bawah guru Syaikh Ahmad Usman dan Syaikh Al Faqih Muhammad Ibn Abd Al Aziz Al Jaisyi. Kemudian melanjutkan belajarnya ke Mesir selama 12 tahun. Di Kairo Kiai Ahmad Rifa‟i belajar kitab-kitab fiqih madhab Syafi‟i. 36
Dua di antara guru-guru Kiai Ahmad Rifa‟i di Mesir yaitu Syaikh Ibrahim Al Bajuri dan Syaikh Abdurrahman Al Misry (Sa‟ad, 2004: 7). Sepulang dari Makah Kiai Ahmad Rifa‟i menetap di Kendal (Djamil, 2001: 16). Di Kendal inilah Kiai Ahmad Rifa‟i memusatkan perhatiannya merealisasikan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan mengarang kitab-kitab Tarjumah. Sebenarnya banyak banyak versi untuk penyebutan nama kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i, diantaranya: Tarjumah, Tarajumah, dan kitab ireng, sedangkan penulis pada kajian ini menggunakan nama Tarjumah untuk mempermudah penyebutanya. Di samping kesibukannya dalam urusan pengajaran dan mengarang kitab-kitab Tarjumah, Kiai Ahmad Rifa‟i juga bekerja keras menanamkan keislaman kepada muridmuridnya dan masyarakat umumnya. Pada masa itu Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda, dan Kiai Ahmad Rifa‟i memandang bahwa pemerintah Belanda yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan yang telah menimpa umat Islam pada waktu itu. Kemudian Kiai Ahmad Rifa‟i membuat
gerakan untuk
melawan pemerintah Belanda dan
menyebabkan Kiai Ahmad Rifa‟i harus berhadapan dengan pemerintah Belanda. Karena takut dengan gerakan Kiai Ahmad Rifa‟i, pemerintah Belanda memanggil Kiai Ahmad Rifa‟i dan Pemerintah Belanda memenjarakan Kiai Ahmad Rifa‟i di Kendal dan 37
Semarang. Setelah keluar dari penjara Kiai Ahmad Rifa‟i pindah ke Desa Kalisalak. Di Desa Kalisalak inilah pertama kali Kiai Ahmad Rifa‟i mendirikan lembaga pondok pesantren yang namanya semakin terkenal di kalangan orang banyak dan berdatangan para murid dari berbagai daerah seperti Kendal, Pekalongan, Wonosobo dan daerah lainya (Saad, 2004: 8). Karena gerakan dan ajaranya lagi-lagi dianggap menentang pemerintah Belanda, maka pemerintah Belanda mengasingkan Kiai Ahmad Rifa‟i ke Ambon Maluku pada tahun 1275 H bertepatan pada tahun 1859 M (Saad, 2004: 28). Dan wafat di sana pada hari kamis tanggal 25 Rabiul Awal tahun 1286 H (19 Mei 1859). Beliau dimakamkan di makam pahlawan Kiai Modjo, Bukit Tonada, Kampung Jawa, Tondano, Minahasa, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia (Saad, 2004: 30). 2. Sejarah berdirinya dan perkembangan organisasi Rifa’iyah Sebagaimana para pemuka aliran, Kiai Ahmad Rifa‟i tidak pernah memproklamasikan berdirinya organisasi Rifa‟iyah sebagai nama
bagi
sebuah
organisasi.
Para
pengikutnyalah
yang
mengidentifikan diri sebagai pengikut Kiai Ahmad Rifa‟i. Mereka biasa menyebut diri sebagai santri Tarjumah atau santri Rifa‟iyah. Semenjak abad ke 19 hingga pertengahan abad ke 20, santri Tarjumah masih tersebar dalam berbagai organisasi dan lembaga. 38
Beberapa di antaranya masih menutup diri dengan dunia luar. Belum lagi ada semacam trauma sejarah, dan kehilangan panutan kala Kiai Ahmad Rifa‟i diasingkan ke Kampung Jawa, Tondano, Minahasa. Baru pada 1965, didirikan Yayasan Islam Rifa'iyah di Randudongkal, Pemalang. Yayasan ini menaungi Madrasah Ibtidaiyah dan pesantren yang melestarikan pengajaran kitab-kitab Tarjumah (Nasrudin, 2009: 90). Pada 24-25 Desember 1990 diadakanlah Seminar Nasional Mengungkap Pembaharuan Islam Abad XIX: Gerakan KH. Ahmad Rifa'i, Kesinambungannya dan Perubahannya di Jogjakarta. Seminar ini merekomendasikan berdirinya Organisasi Rifa'iyah (Nasrudin, 2009: 91).Tepat pada 18 Desember 1991 (18 Jumadil Akhir 1412 H), dideklarasikanlah organisasi Rifa‟iyah di Cirebon, Jawa Barat. Berdirinya organisasi Rifa‟iyah ini merupakan puncak kesadaran santri
Tarjumah
akan
pentingnya
sebuah
organisasi
dalam
menghadapi berbagai tantangan bangsa, negara, umat, dan agama di satu sisi, serta melestarikan tradisi pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i yang masih relevan dan dinamis di sisi lain (Nasrudin, 2009:92). Muhlisin Sa‟ad (2004:11), dalam bukunya Mengungkap Gerakan Dan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa, Akidah yang dianut oleh kiai Ahmad Rifa‟i adalah beraliran madhab sunni. Persoalan ini jelas diterangkan dalam kitabnya Ri’ayatul Himmat dan kitab Abiyanal Hawaij. Dalam Ri’ayatul Himmat:
39
“Tokoh alim dan mujtahid dalam ilmu ushuludin adalah Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi. Ajaran kedua imam tersebut bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, dengan demikian terhukum sah mengikuti keduanya” (Ri’ayatul Himmat: II/323). Pada penggalan bait-bait yang ditulis oleh kiai Ahmad Rifa‟i di atas menjelaskan bahwa kiai Ahmad Rifa‟i mengikuti kedua ulama‟ sunni yaitu imam abu hasan al asy‟ari dan abu Mansur al maturidi dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Kiai Ahmad Rifa‟i juga pengikut akidah ahlusunnah wal jama‟ah. Kiai Ahmad Rifa‟i dalam kitabnya Abyanal Hawaij, juga mengajak orang-orang islam untuk mengikuti akidah ahlusunnah, dia mengatakan: “Setiap orang mukalaf itu wajib memegang agama Allah dengan mengikuti mazhab ahlussunnah” (Muhlisin Sa’ad, 2004: 11). Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, organisasi Rifa‟iyah berpedoman kepada Pancasila. Sedang secara keumatan, organisasi Rifa‟iyah bersifat sosial keagamaan, memperjuangkan nilai-nilai kemaslahatan umat, kesejahteraan, dan kemanusiaan. 3. Pokok- pokok ajaran Rifa’iyah Pokok-pokok ajaran Organisasi Rifa‟iyah merupakan hasil dari pemikiran dari Kiai Ahmad Rifa‟i. Kiai Ahmad Rifa‟i membahas masalah-masalah keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Tarjumah yaitu, kitab-kitab yang di 40
dalamnya membahas ajaran Islam yang dikarang olehnya dengan bahasa Jawa dan memakai huruf Arab pegon. Bentuk karangan ini adalah karangan dengan cara menerjemahkan kitab-kitab keagamaan dari bahasa Arab ke bahasa Jawa, untuk mendahulukan umat dalam memahami ajaran agama dan untuk memenuhi dakwah Islamiyah yang telah mendesak. Penggunaan bahasa Jawa dan menuangkan pemikiranya dalam bentuk syair adalah untuk memudahkan. Karena kebanyakan orang Jawa dalam memahami ajaran keagamaan sering menadzamkan kitab-kitabnya. Maka bisa dikatakan bahwa Kiai Ahmad Rifa‟i adalah orang yang mempunyai perasaan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk memahami agama. Itulah yang dikehendaki oleh Kiai Ahmad Rifa‟i semasa hidupnya, khususnya stelah kembalinya dari Makah, yang karangannya mencapai 67 judul. Kiai Ahmad Rifa‟i dalam kitabnya Riayat al Himmat seperti yang dikutip oleh Mukhlisin Sa‟ad (2004), menerangkan bahwa ajaranya terfokus dalam tiga bagian: ushuluddin, fiqih dan, tasawuf: “Ilmu itu dibagi dalam tiga perkara, yang pertama adalah ilmu Ushuluddin; kedua ilmu fiqih dan ketiga ilmu tasawuf” (Sa‟ad, 2004: 10). a. Ushuluddin. Kiai Ahmad Rifa‟i menggunakan istilah ushuludin untuk menjelaskan bidang-bidang ilmu keislaman yang berkaitan 41
dengan masalah pokok agama (Djamil, 2001:37). Dalam bab Ushuluddin ini Kiai Ahmad Rifa‟i membahas iman, sifat wajib Allah, sifat muhal Allah dan, sifat jaiz Allah. Iman seperti diterangkan dalam kitab tarajumah mempunyai enam rukun yaitu: 1) Iman kepada Allah. 2) Iman kepada para Malaikat. 3) Iman kepada kitab-kitab. 4) Iman kepada para Rasul. 5) Iman kepada hari akhir. 6) Iman kepada qodar baik maupun buruk. Dalam pembahasa mengenai iman kepada Allah, utusanutusan Allah dan sifat-sifat keduanya, Kiai Ahmad Rifa‟i mengikuti aqoid 50 (lima puluh), yaitu bahwa Allah dan utusanya memiliki tiga macam sifat, yaitu sifat wajib, muhal atau mustahil dan sifat jaiz. Allah mempunyai 20 (dua puluh) sifat wajib, 20 (dua puluh) sifat mustahil, serta 1(satu) sifat jaiz serta 4 (empat) sifat wajib bagi Rosul, 4 (empat) sifat mustahil, dan 1 (satu) sifat jaiz yang semuanya terkumpul dalam 50 (lima puluh) sifat (Saad, 2004: 12). b. Fiqih. Dalam bidang fiqih, Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan dirinya sebagai pengikut madhab Syafi‟i sebagaimana 42
dinyatakan dalam berbagai tempat pada bagian awal dari setiap kitab yang ditulisnya. Sebagai contoh pada bagian dalam kitab Ri’ayah Al-Himmah yang telah dikutip oleh Abdul Djamil (2001:76), sebagai berikut: Ikilah bab nyataaken tinemune Ing dalem ilmu fiqih ibadah wicarane Atas madhab imam Syafi’i panutane Ahli mujtahid mutlak kaderajatane (Ri’ayah AlHimmah, _:120). Fiqih menurut Kiai Ahmad Rifa‟i bisa dibagi menjadi empat bab, yaitu: ibadat, mu’amalat, munakahat dan, faraid (Saad, 2004: 12). Pemikiran-pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i dalam ilmu fiqih antara lain: 1) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai rukun Islam satu. Kiai Ahmad Rifa‟i berkeyakinan bahwa rukun Islam itu satu, seperti yang telah diterang dalam kitabnya, Ri‟ayatul Himmat yang telah dikutip oleh Mukhlisin Saad (2004: 14) yaitu: “Rukun Islam itu satu tidak ada lainnya, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti syahnya iman dan untuk memperoleh kebahagian di akhirat, dan harus dengan membenarkan dalam hati dengan keyakinan yang teguh” (Ri’ayatul Himmat,1/26). Disamping itu Kiai Ahmad Rifa‟i menulis bait-bait syairnya yang lain seperti diterangkan 43
dalam kitab Nadham Irfaq yang telah dikutip oleh Abdul Djamil (2001:56), yaitu: Utawi rukune islam kedhahiran Iku sawiji belaka wus kinaweruhan Yaiku ngucap syahadat roro ing lisan Kang wus kasebut ngarep kapartelanan (Nadham Irfaq, 1261:4). Kiai Ahmad Rifa‟i berpendapat bahwa rukun Islam itu satu dalam pengertian syartiyah, yang dinyatakan dalam kitabnya Khusnul Mathalib As Syariyat yakni yang mewajibkan (menentukan secara lahir) sahnya Islam seseorang. Dengan demikian seseorang ketika mengucapkan kedua kalimat sahadat maka orang tersebut sudah tergolong
masuk
Islam,
tetapi
dia
wajib
menyempurnakan imanya dengan menbenarkan hatinya dan mengerjakan ajaran-ajaran Islam dengan jalan yang sesuai. Adapun rukun Islam yang empat lainya dinamai dengan
perbuatan
Islam (amaliyatul Islam) (Saad, 2004: 15). Dan Kiai Ahmad Rifa‟i berpendapat tidak akan gugur keislaman seseorang jika tidak mengerjakan salat, zakat, pusa, dan haji (Djamil, 2001:56). 2) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai hukum nikah. 44
Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan :” wali nikah itu harus yang alim(cerdas) dan adil”. Menurutnya tidak sah seorang fasiq menikahkan seorang wanita. Demikian juga kedua saksi, wajib keduanya dalah orang yang adil. Maka orang yang fasiq atau ahli bidah itu tidak sah menjadi saksi pernikahan (Saad, 2004: 16) Menurut
Kiai
Ahmad
Rifa‟i,
dalam
kitabnya Tabyin Al-Islah yang telah dikutip oleh Abdul Djamil (2001) yang dimaksud dengan fasiq yaitu: Aran fasiq akil baliq sifate menuso Ngalakoni dosa gede sawiji dirasa Tuwin ngelakoni haram cilik dosa Ikulah wong fasiq arep tinemu mirsa (Tabyin Al-Islah).
Artinya: Yang dimaksud dengan fasik akil baligh sifatnya manusia Melakukan dosa besar yang dirasakan Juga melakukan dosa kecil yang haram Itulah orang fasik yang jelas dilihat (Djamil, 2001:93).
Selain itu Kiai Ahmad Rifa‟i, dalam kitabnya Tabyin Al-Islah yang telah dikutip oleh 45
Abdul Djamil (2001), menerangkan, mereka yang terlibat dalam pelaksanaan nikah baik itu wali maupun saksi harus memiliki sifat adil yaitu: Tambihun, wus kinaweruhan tinemune Setengah syarate sekeli nikah anane Iku arep ana adil karone Weruho kelakuan adil pertelane Wahuwa al muslimu al mukalaffu alazi lam yartakib Kabiratan wa lam yusirra saghirati dhanibin(Tabyin Al-Islah). Artinya: Peringatan, sudah diketahui jadinya Di antara syarat adanya pernikahan Yaitu ada orang adil di dalam keduanya Ketahuilah penjelasan perbuatan orang adil Yaitu orang yang muslim mukallaf yang tidak berdosa besar dan tidak terusmenerus melakukan dosa kecil (Djamil, 2001:93).
Kemudian hakim syara‟ atau penghulu yang
bekerja
dalam
pemerintahan
Belanda
menurut Kiai Ahmad Rifa‟i termasuk dalam golongan orang-orang fasik, karena mereka saling membantu dalam hukum-hukum kafir. Maka akad nikah yang dilakukan oleh penghulu di bawah kewenangan pemerintah Belanda hukumnya tidak 46
sah (batal). Dengan demikian harus mengulangi akad nikah yang baru untuk menjadikan akad nikah tersebut benar dan diterima. Akan tetapi Kiai Ahmad Rifa‟i menerima akad nikah yang diadakan oleh wali fasik (karena udur) disertai dengan mengulangi akad dan memperbaruinya (tajdidun nikah) (Saad, 2004: 16). Hal
ini
diterangkan
dalam
kitabnya
Tabyinul Islah Li Muridin Nikah. Sebagaimana yang telah dikutip oleh Mukhlisin Sa‟ad (2004:16) yaitu: “Wali fasik sah menikahkan karena udur yaitu susahnya mengahadirkan wali yang jujur, itulah yang diinginkan syara’ (Tabyinul Islah Li Muridin Nikah,_:21) 3) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai salat jumat. Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas bahwa organisasi Refa‟iyah menganut madhab Syafi‟i, dan menurut pandangan Syafi‟i yang banyak diikuti oleh umat Islam di Indonesia, salat jumat baru bias didirikan kalau memenuhi syrat tertentu. Salah satu diantara syarat tersebut adalah bilangan orang yang akan mendirikan salat jumat. Kitab-kitab
Syafi‟iyah
pada
umumnya
menjelaskan bahwa jumlah orang yang menjadi 47
syarat sahnya salat jumat adalah empat puluh (Djamil, 2001:86). Karena susahnya memenuhi syarat jumat dengan mengumpulkan empat puluh orang yang memenuhi syarat mendirikan salat jumat, maka Kiai Ahmad Rifa‟i memberikan pilihan lain yaitu, salat Jumat menjadi sah ketika orang yang salat Jumat telah mencapai dua belas orang atau empat orang (Saad, 2004:17). Pandangan Kiai Ahmad Rifa‟i ini didasarkan pada pendapat Asy-Syaf‟i ketika masih berada di Baqdad (qoul qadim) yang memperbolehkan bilangan jumatan itu empat orang atau dua belas orang. Adapun penekanan pada kualitas dari jumlah orang itu didasarkan pada
kitab
Syafi‟iyah
yang
antara
lain
menekankan jumlah empat puluh itu haruslah orang-orang yang mengetahui seluk-beluk salat Jumat. Kiai Ahmad Rifa‟i juga menyatakan hal yang sama untuk memberikan alasan pendapatnya yang cenderung menggunakan bilang empat dan dua belas sebagai syarat pendirian jumatan dengan memperhitungkan
aspek
kualitas
dijelaskan di atas (Djamil, 2001:87). 48
sebagaiman
c. Tasawuf. Tentang tasawuf, Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang akhlak manusia yang terpuji dan yang tercela untuk memperoleh keridhoan Allah. Kiai Ahmad Rifa‟i
menuturkan dalam
kitabnya Riayatul Al Himat At Thaat, Sebagaimana yang telah dikutip oleh Mukhlisin Saad, (2004:18) yaitu: “Sesungguhnya ilmu tasawuf itu adalah mengetahui sifat-sifat mahmudah (terpuji) dan mazmumah (tercela) yang ada dalam hati untuk menanamkan keihlasan kepada Allah” (Riayatul Al Himat At Thaat, 1/7). Menurut Kiai Ahmad Rifa‟i tasawuf tidak lain
Tujuan dari pada ilmu
adalah mensucikan dalam hati dan
memurnikanya untuk bias menghadap kepada Allah (Saad, 2004:18). Kiai Ahmad Rifa‟i
mengungkapkan dalam
kitabnya Riayatul Al Himat, Sebagaimana yang telah dikutip oleh Mukhlisin Saad, (2004:18) yaitu: “Adapun ilmu tasawuf tersebut adalah perkara yang mensucikan amalan hati untuk menghadap kepada Allah yang Maha Pengasih, Maha Agung dan, selain Allah adalah bati dan mungkar” (Riayatul Al Himat, 1/8). 4. Kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa’i Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa selain berdakwah dan mendirikan pondok pesantren gerakan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Rifa‟i adalah dengan mengarang kitab49
kitab yang berupa syair-syair dengan menggunakan bahasa jawa atau lebih tepatnya tulisan Arab Pegon. Hingga sekarang belum dikethui secara pasti jumlah kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i (Djamil, 2001:21). Sebagian kitab-kitabnya berada di tangan pengikutpengikutnya atau santri-santrinya dan sebagian disita oleh pemerintah Belanda. Sesuai dengan penuturan arsip pemerintah Belanda, di antara kitab-kitab itu ada yang dirampas pemerintah Belanda karena di anggap mengandung provokasi yang berbahaya bagi stabilitas politik (Djamil, 2001:22). Sebagian kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i masih tersimpan pada bagian Manuskrip Timur (Oosterse Letteren En Geschiedenis) perpustakaan Universitas Laden. Kitab-kitab tersebut merupakan koleksi dari berbagai tokoh yang pernah bertugas sebagai pejabat pemerintah belanda seperti: Snouck Hurgronje, Hazeau, D. A. Rinks, dan G. J. W. Drewes (Djamil, 2001:22). Snouck Hurgronje dengan lima koleksi: a. Kitab Tanbih dengan nomer kode LOr 7520 dalam bentuk syair; b. Kitab Husn Al-Mithalab dengan nomer kode LOr 7521 dalam bentuk syair, menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf; c. Kitab Takhyirah sebanyak 16 halaman dengan nomer kode LOr 7522, berbentuk syair menjelaskan tentang syahadat; 50
d. Kitab Abyan Al-Hawaij dengan nomer kode LOr 7523 terdiri atas tiga kitab (kitab pertama 555 halaman, kitab kedua 563 halaman, dan kitab ketiga 518 halaman) menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf. e. Kitab Nazham Arfa’ dengan nomer kode LOr 7524 sebanyak 17 halaman membicarakan iman dan syahadat. Hazeau dengan satu koleksi yaitu: Nazham Kaifiyah dengan nomer kode LOr 6617 sebanyak 70 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan hokum Islam. Rinkes dengan tujuh koleksi, yaitu: a.
Kitab Tasyirihah Al-Muhtaj dengan nomer kode LOr 8567 sebanyak
99
halaman
ganda,
dalam
bentuk
syair,
membicarakan fiqih jual beli; b. Kitab Nazham Athlab dengan nomer kode LOr 8565 sebanyak 16 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan tatacara mencari ilmu yang dikumpulkan bersama-sama dengan naskah lainya yaitu Tasyirihah Al-Muhtaj; c. Kitab Nazam Tazkiyah dengan nomer kode LOr 8566, sebanyak 121 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan tatacara menyembelih yang dikumpulkan bersama-sama dengan naskah Riayah Al-Himmah dalam bentuk syair, menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf ; 51
d. Kitab
Syarih Al-Iman dengan nomer kode LOr 8568
sebanyak 323 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan aqdoh; e. Kitab Tafsiyah dengan nomer kode LOr 8569 berisi pembicaraan mengenai fatihah. Naskah ini dikumpulkan bersama-sama dengan naskah lainya yaitu, Takhyirah Mukhtasar dan Nazham Athlab; f. Kitab Husn Al-Muthalib dengan nomer kode LOr 8570 117 halaman ganda, dalam bentuk syair, menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf ; g. Kitab Nazham tahsinah dengan nomer kode LOr 8571 53 halaman menbicarakan masalah tajwid. G. W. J. Drewes dengan empat koleksi dua diantaranya memiliki judul sama, yaitu Riayah Al-Himmah sedangkan dua lainya berisi tiga kitab yang dikumpulkan menjadi satu, yaitu: a. Satu bendel dengan nomer kode LOr 11001 sebanyak 469 halaman terdiri dari: 1) Kitab Bayan yang ditulis pada tahun 1840 2) Kitab Imdad yang ditulis pada tahun 1845 3) Satu tulisan dalam bentuk prosa tanpa judul yang ditulis pada tahun 1838. b. Satu bendel dengan nomer kode LOr 11004 sebanyak 518 halaman terdiri dari: 52
1) Kitab Takhyirah dalam bentuk prosa yang ditulis pada tahun 1848; 2) Kitab Tanbih yang ditulis pada tahun 1860; 3) Kitab Tarikat yang ditulis pada tahun 1841 (Djamil, 2001:22-24). B. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIIN 1. Letak geografis pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin secara teritorial geografis terletak di Desa Cempoko Mulyo masuk wilayah kecamatan Gemuh dan kabupaten Kendal. Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin terletak kurang lebih 10 km ke arah selatan dari kecamatan Gemuh. Lebih lengkapnya beralamat di jalan pesantren no 35 Cempoko Mulyo kode pos 51356. 2. Profil Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin adalah sebuah lembaga pendidikan agama yang menganut organisasi Rifa‟iyah yang berfaham Ahlusunnah Waljamaah. Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin didirikan oleh Kiai Muhammad Sa‟ud tada tanggal 20 April 1972. Dikalangan masyarakat sekitar
pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin diaggap sebagai pondok yang beda dari pada yang lain (nyleneh). Hal ini dikarenakan progam pondok yang 53
dilaksanakan disini berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya khususnya di daerah Kenda. Selain khusus mempelajari kitab-kitab karangan Kiai Ahamad Rifa‟i pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin juga mempunyai progam khusus yaitu: 1) Gugahan malam, yaitu membangaunkan santri pada pukul 01.30 WIB untuk melaksanakan solat sunah bersama. 2) Hafalan syarat rukun ilmu fiqih dan usul. 3. Sarana dan prasarana pondok pesantren Roudhotul Muttaqin Sarana dan prasarana yang terdapat pada Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin terdiri dari dua bangunan. Yaitu satu bangunan tempat tinggal kiai (dhalem kiai) dan satu bangunan yang diperuntukan untuk para santri (asrama santri) ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama terdiri dari kamar santri, kantor pengurus, aula, kamar mandi, dan dapur. Lantai dua terdiri dari ruang kelas yang dibangun dalam satu bangunan besar. Dan khusus untuk aula di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin mempunyai beberapa fungsi yaitu untuk tempat mengaji yang di pimpin oleh Kiai (pengasuh), tempat berkumpul para santri khusus kegiatan ekstra, dan juga dipergunakan sebagai tempat beribadah pengganti majid. Dalam pembagian kamar santri di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin itu disesuaikan dengan daerah asal para santri. Secara keseluruhan 54
jumlah kamar santri yang ada di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin berjumlah 11 kamar. Adapun denah pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin bisa dilihat pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1
55
4. Data pengajar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin Sebagaimana lembaga pendidikan pada umumnya yang mempunyai pendidik dan anak didik. Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
juga
mempunyai
para
ustad/para
pengajar
yang
mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Para ustad/pengajar yang terdapat di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin terdiri dari kiai yang juga merangkap sebagai pengasuh, ustad dari luar yaitu para tokoh Rifa‟iyah setempat, dan para santri senior yang telah tamat dan dianggap mampu serta telah dipilih oleh pengasuh. Hal ini sesuai dengan tradisi pondok bahwa santri yang telah tamat dan dianggap mampu akan ditugaskan (disuruh mengabdi) yaitu menjabat sebagai pengurus dan juga sebagai ustad/pengajar satu tahun sebelum mereka pulang ke tempat asalnya. Adapun daftar ustad/pengajar dapat dilihat pada tabel berikut:
56
Daftar ustad/pengajar di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Tabel 3.2 No
Nama
Alamat
1
Kiai azka Muhammad ridwan
Cempoko Mulyo kendal
2
Ahmad Tohari
Cepiring Kendal
3
Masruru Al Chafidz
Cempoko Mulyo Kendal
4
Ahmad Fauzan
Triharjo Kendal
5
Ziadin Sofyan
Bomerto Wonosobo
6
A Saiful Amin
Sapuran Wonosobo
7
Zainudin Al Fikih
Karanganyar Batang
8
M Sofyan Al Mukhtari
Bojong Pekalongan
9
Ahmad Asrori
Sapuran Wonosobo
10
Abdul Haris
Reban Batang
11
Nur Rochim Ahmad
Sapuran Wonosobo
12
Ahmad Khuzin
Sapuran Wonosobo
13
Misbahuddin Al Jamal
Cempoko Mulyo Kendal
14
Wawan Romadhon
Bodeh Pemalang
15
Ahmad Nur Salim
Sapuran Wonosobo
16
Afin Nur Rokhim
Sapuran Wonosobo
17
Slamet Santoso Azuhad
Bodeh Pemalang
57
5. Daftar Santri Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Santri/murid yang sedang belajar di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin kebanyakan adalah mereka yang berasal dari daerah-daerah Kendal, Batang, Temanggung, Semarang, Pekalongan, Pemalang, Indramayu, dan Wonosobo. Daerah-daerah inilah yang dahulu merupakan daerah dimana murid-murid generasi pertama Kiai Ahmad Rifa‟i melanjutkan dakwah gurunya. santri yang mondok di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin semuanya adalah laki-laki. Hal dikarenakan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin hanya menerima santri laki-laki atau lebih tepatnya khusus santri laki-laki. Jumlah secara keseluruhan santri pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin. Adapun data santri yang telah terdaftar di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin dapat dilihat pada tabel berikut:
58
Daftar santri pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin 2016 Tabel 3.3 No
Nama
Nama wali
Alamat
1
Muhamat rizqon azizah
Askuri
Pekalongan
2
Mustaqinul abidin
Sodikin
Pekalongan
3
Khabibul muslim
Norsidi
Kendal
4
Saekhul amin mubarok
Solikhat
Kendal
5
Afif zaenul umam
Sumari
Kendal
6
Ircham taufiqur rohman
Darto
Kendal
7
Muhammad arifin
Karman
Kendal
8
Ahmmad chalid
Ismawi
Kendal
9
Muh ali nasyridin
Achmad
Kendal
10
Azim muchid
Akhmadun
Kendal
11
Shofiudin
Amat Turah
Kendal
12
Tunut maulana
Sodikin
Kendal
13
Nazarudin fajari
Chafidhin
Kendal
14
Chairul anam
Sodikin
Pekalongan
15
Ahmad hotip
Solehan
Pekalongan
16
Saifudin
Zaeni
Batang
59
17
M. maufuzul ilmi
Muhadi
Pekalongan
18
Muhamad fatkhussori
Ustuhri
Pekalongan
19
M amri al fian
Hamzah
Pekalongan
20
Muh imam mukholiq
Sapuwan
Kendal
21
Ahmad siyam
Rosidi
Kendal
22
Zidni ilman nafi‟a
Aminudin Firdaus
Pekalongan
23
Arif hidayat
Tawakal
Wonosobo
24
Andi santoso
Samsudin
Wonosobo
25
Abdul khaliq
Waryono
Pemalang
26
Parada andika pradana
Kodiman
Wonosobo
27
Aska saiful mustaqfirin
Suratman
Wonosobo
28
Afif muamir
Ngahadin
Wonosobo
29
Khoirul umarudin
Ngahadin
Wonosobo
30
Indri
Tuhrodin
Wonosobo
31
Ahmad muslihudin
Wuwuh
Pemalang
32
Muhamat fahrurrozi
Danuji
Pekalongan
33
Naila zulfaidah
Danuji
Pekalongan
34
Nur qosim
Muhardi
Semarang
35
Khafidin
Darminto
Wonosobo
36
Achsin afandi
Khoerul Anam
Indramayu
60
37
Mufid sochichi
Ahus
Semarang
38
M. salman ainun nafi'
Casmari
Pemalang
39
Muhammad nurul huda
Chaerun
Kendal
40
Muh amin mustofa
Solikhat
Kendal
41
Khairum mubin
42
Aslakhul imam
Askuri
Pekalongan
43
Khairul anam
Fajari
Pekalongan
44
Ahmad shobirin
Sujerman
Semarang
45
Majid azka
Sulami
Wonosobo
46
Almunawir
Zahidun
Wonosobo
47
Untung romadhon
Nirman
Wonosobo
48
Ainul fuad
Casbari
Pekalongan
49
Shobri yusuf
Syifaun
Temanggung
Pekalongan
61
6. Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Seperti halnya pada pondok pesantren pada umumnya, untuk menunjang
pelaksanaan,
pengembangan,
dan
juga
bertugas
mengevaluasi progam pondok pesantren harus ada orang-orang yang fokus dalam hal ini. Begitu pula yang berlaku di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin, supaya pendidikan dan progam pondok dapat terlaksana dengan sukses dan juga dalam hal usaha pemngembangan pondok pesantren selain sosok seorang kiai yang bertanggung jawab dalam hal ini, juga terdapat suatu kepengurusan yang fokus dalam pembelajaran/pendidikan dan juga pengembangan Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin. Dalam hal ini, yaitu mereka perwakilan santri yang sudah tamat dan juga berkompeten dan pemuka masyarakat setempat yang terkumpul dalam satu wadah kepengurusan. Adapun struktur kepengururan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
62
Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin tahun 2016 Tabel 3.4
63
7. Progam kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin merupakan pondok pesantren yang mempunyai progam khusus. Selain menerapkan pendidikan madrasah dengan mengajarkan kitabkitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i, di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin juga diterapkan progam-progam khusus yang kemudian menjadi ciri khas pada pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin. Progam khusu tersebut yaitu: 1) Gugahan malam, yaitu membangaunkan santri pada pukul 01.30 wib untuk melaksanakan solat sunah bersama. 2) Hafalan syarat rukun ilmu fiqih dan usul seperti kitab Riayahtal Himah (usul fiqih tasawuf), Tachyiroh Muchtashor (ringakkasan ilmu usul), Tassyirichatal Muhtaj (ilmu jual beli), Muslikhat (ilmu faroid), Wadlikhah (ilmu haji), Tadzkiyah (ilmu menyembelih), dan Tabyinal Islah (ilmu nikah). Adapun jadwal kegiatan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
64
Kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Tabel 3.5 No
Waktu
Nama Kegiatan
1
04.00-06.00
Jama‟ah dan kuliyah subuh
2
08.00-11.00
Sekolah madrasah
3
12.30-13.30
Tekror siang
4
15.30-17.30
Hafalan kitab tarjumah
5
18.45-19.30
Maksud tarajumah
6
20.00-21.00
Musyawaroh pelajaran
7
01.00-02.30
Gugahan malam
Selain progam khusus yang sudah di jelaskan di atas juga terdapat progam-progam wajib dan juga progam tambahan (ekstra) serta kegiatan pengajian bagi masyarakat yaitu: a. Progam wajib pendidikan madrasah Progam pendidikan madrasah di pondok pesantren Roudhotul menyerupai
Muttaqiin
yaitu
pendidikan
sistem
formal
yang
pada
didesain umumnya.
Sebenarnya sistem pendidikan madrasah seperti ini sudah umum digunakan pada pondok pesantren khususnya pada pondok pesantren salaf. Akan tetapi, yang membedakan sistem
pendidikan
madrasah
di
pondok
pesantren
Roudhotul Muttaqiin dengan sistem pendidikan madrasah
65
pada pondok-pondok pesantren salaf lain, khususnya di daerah Kendal adalah pada: a) Jenjang pendidikanya yang lebih pendek b) Waktu pelaksanaan pendidikan madrasah. Jenjang pendidikan madrasah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin secara keseluruhan dapat ditempuh selama lima tahun saja. Dengan rincian satu tahun masuk pada kelas persiapan (SP), tiga tahun pada madrasah Tsanawi, dan satu tahun pada Aliyah akan tetapi khusus pada Aliyah, yang dapat mengikuti adalah para pengurus atau santri yang sedang mengabdi selama satu tahun. Adapun
waktu
berlangsungnya
pendidikan
madrasah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin, yaitu pada pagi hari disesuaikan dengan waktu pendidikan formal. Dengan demikian para santri yang mondok di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin hanya dapat menempuh pendidikan madrasah pondok saja. Dengan kata lain para santri yang mondok di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin tidak bisa mengikuti pendidikan formal seperti hanya SD, SMP, dan SMA. Adapun jadwal pendidikan madrasah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini:
66
Tabel 3.6 Jadwal pendidikan madrasah pondok pesantren roudhotul muttaqin JADWAL MADRASAH KELAS SP (Sekolah Persiapan) No
Hari
1
Sabtu
2
3
Ahad
Senin
Waktu
Mapel
08.00-09.30 WIB
Alala
10.00-11.00 WIB
Syifa‟ul Jinan
08.00-09.30 WIB
Aqidatul Awam
10.00-11.00 WIB
Takhyiroh – Riayah Awal
08.00-09.30 WIB
Lughotul Arobiyah
10.00-11.00 WIB
Manaqib Kiai Ahmad Rifa‟i
4
5
6
Selasa
Rabu
Kamis
08.00-09.30 WIB
Syifa‟ul Jinan
10.00-11.00 WIB
Qiro‟ati
08.00-09.30 WIB
Fawaidul Tsaminah
10.00-11.00 WIB
Khot – Imla‟
08.00-09.30 WIB
Takhyiroh - Riayah Awal
10.00-11.00 WIB
Fawaidul Tsaminah
JADWAL MADRASAH KELAS I No
Hari
1
Sabtu
2
Ahad
Waktu
Mapel
08.00-09.30 WIB
Riayah Awal – Akhir
10.00-11.00 WIB
Akhlaqulbanin Juz Awal
08.00-09.30 WIB
Tasrihatal Mukhtaj
10.00-11.00 WIB
Abyanal Juz 5
67
3
4
5
6
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
08.00-09.30 WIB
Nurul yaqin Juz awal
10.00-11.00 WIB
Nuqilan As‟ilah
08.00-09.30 WIB
Matan Bina‟wal Asas
10.00-11.00 WIB
Irfaq Mukhtasor
08.00-09.30 WIB
Tasrihatal Mukhtaj
10.00-11.00 WIB
Muhtasor Jidan
08.00-09.30 WIB
Muhtasor Jidan
10.00-11.00 WIB
Al Qur‟anul Karim
JADWAL MADRASAH KELAS II No
Hari
1
Sabtu
2
3
4
5
6
Ahad
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Waktu
Mapel
08.00-09.30 WIB
Abyanal Juz 5
10.00-11.00 WIB
Tahsinah
08.00-09.30 WIB
Taqrirot Amrithy
10.00-11.00 WIB
Akhlaqul Banin Juz Tsani
08.00-09.30 WIB
Tabyin
10.00-11.00 WIB
Q. Tashrifiyah Tsani
08.00-09.30 WIB
Qotrul Ghoest
10.00-11.00 WIB
Nurul Yaqin Juz Tsani
08.00-09.30 WIB
Fathul Qorib Awal
10.00-11.00 WIB
Taqrirot Amrithy
08.00-09.30 WIB
Tadzkiyah
10.00-11.00 WIB
Fathul Qorib Awal
68
JADWAL MADRASAH KELAS III No
Hari
1
Sabtu
2
3
4
5
6
Ahad
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Waktu
Mapel
08.00-09.30 WIB
Mutammimah
10.00-11.00 WIB
Abyanal Juz 5 -6
08.00-09.30 WIB
Mutammimah
10.00-11.00 WIB
Kifayatul „Awam
08.00-09.30 WIB
Muslihat
10.00-11.00 WIB
Qowa‟idul I‟lal
08.00-09.30 WIB
Ta‟lim Muta‟alim
10.00-11.00 WIB
Fathul Qorib Tsani
08.00-09.30 WIB
Wadlihah
10.00-11.00 WIB
Hasyiah Aby Jamroh
08.00-09.30 WIB
Fathul Qorib Tsani
10.00-11.00 WIB
Muslihat
b. Progam kegiatan tambahan (ekstra) Progam kegiatan tambahan (ekstra) adalah progam kegiatan yang diadakan diluar kegiatan pendidikan madrasah. Adapun macam-macam kegiatan tambahan (ektra) di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin yaitu: a) Ngaji (Ngafsahi) berbagai macam kitab-kitab kuning;
69
b) Setiap hari jumat pagi takhsis fatihah di dalem abah yai; c) Setiap jumat kliwon ziarah kubur; d) Khitobah dan mauled al barzanji di adakan setiap malam jumat; e) Kegiatan kamar setiap malam selasa; f) Istighosah setiap malam jumat; g) Qira‟ setiap jumat dan saptu sore; h) Terbangan setiap jumat sore; i) Jaga malam. Dan khusus kegiatan tambahan ngaji kitab-kitab kuning ini biasanya yang di ajarkan adalah kitab-kitab kuning karangan ulama‟ Arab seperti: a) Sulam Al Taufiq b) Al Wasoya c) Hidayatul Mustafid d) Matan Aljurumiyah Makhtasor Jiddan e) Targhib Wa Tarhib f) Kasyifatussaja g) Jurumiyah Al Mutamimah h) Minakhutsaniyah i) Jawahirul Kalamiyah. j) Tausyeh Ibnu Qosim 70
k) Masa’il Bathinah. c. Progam kegiatan pengajian bagi masyarakat Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan bagi para santri di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin, juga terdapat kegiatan yang diperuntukan bagi masyarakat sekitar pondok. Biasanya kegiatan ini di pimpin langsung oleh pengasuh pondok. Kegiatan ini dilaksanakan rutin setiap minggu dua kali, yaitu pada hari saptu dan hari rabu. 8. Hubungan antara organisasi Rifa’iyah dan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin merupakan satu di antra tiga lembaga pendidikan agama yang menganut organisasi Rifa‟iyah di daerah kabupaten Kendal. Menurut pendapat
Abdul
Djamil
(2004),
organisasi
Rifa‟iyah
mempunyai metode tersendiri dalam melanjutkan perjuangan Kiai Ahmad Rifa‟i, dengan cara membagi tugas dalam kerangka meneruskan dakwah Kiai Ahmad Rifa‟i. Yaitu membagi tugas dakwah, tugas menulis, dan juga dalam mencentak kitab-kitab tarajumah semuanya sudah diatur ke beberapa tokoh murid Kiai Ahmad Rifa‟i, contohnya tugas untuk mencetak kitab-kitab tarajumah itu diberikan kepada Kiai Zainal Abidin, tugas menulis buku yang berkaitan 71
dengan organisasi Rifa‟iyah itu ditugaskan pada Kiai Syadirin Amin, dan untuk dakwah ada tiga tempat yang dijadikan fokus dalam mengembangkan pendidikan pada masyarakat Rifa‟iyah yaitu pada desa Cempoko Mulyo, desa Kretegan, dan desa Purwosari. Dan daerah Wonosobo ditekankan pada pengutawan masyarakat Rifa‟iyah. Dengan demikian berarti secara tidak langsung bahwa adanya pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin yang berada di desa Cempoko Mulyo merupakan bagian dari strategi atau metode yang dibuat oleh Organisasi Rifa‟iyah, dalam mengembangkan pendidikan di tataran masyarakat Rifa‟iyah dengan cara memdirikan pondok di tiga tempat ini. Dan apabila dilihat dari sanad guru dari pendiri pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin yaitu KH Muhammad Sa‟ud itu tersambung dengan pendiri organisasi Rifa‟iyah yaitu Kiai Ahmad Rifa‟i (dapat dilihat pada tabel 3.7). Secara kelembagaan, pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin masuk dalam yayasan Rifa‟iyah yang notabene merupakan yayasan yang menaungi lembaga pendidikan dibawah organisasi Rifa‟iyah.
72
Sanad guru KH Muhammad Sa‟ud pendiri pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin Tabel 3.7 No
Nama
Keterangan
Sanad guru dari wonosobo 1
Kiai Ahmad Rifa‟i
2
Kiai Abdul Hamid
3
Kiai Busro
4
KH Muhammad Sa‟ud
Kiai Abdul Hamid termasuk santri generasi pertama dari Kiai Ahmad Rifa‟i.
KH Muhammad Sa‟ud adalah pendiri dari Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
Sanad dari Purwosari Kendal 1
Kiai Ahmad Rifa‟i
2
Kiai Tubo
3
Kiai Idris
4
Kiai Amun
5
KH Muhammad Sa‟ud
Kiai Tubo ini santri generasi pertama dari Kiai Ahmad Rifa‟i.
KH Muhammad Sa‟ud adalah pendiri dari Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
73
BAB IV PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA’IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIIN Pada bab ini penulis menganalisa penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dan faktor penghambat dan faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Data yang diperoleh merupakan hasil dari observasi, dokumentasi, dan juga wawancara dengan informan. Informan yang penulis dapatkan di antaranya adalah Kiai Azka Muhamad Ridwan (pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ), Ustad Zianidin Sofyan dan juga perwakilan dari santri yaitu, Syaifur Amin (lurah/ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin).
A. Penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa’iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, sebuah lembaga pendidikan Islam haruslah mempunyai rumusan dan perencanaan pendidikan yang matang, baik dari aspek metode maupun aspek materi (isi) yang akan diajarkan. Keduanya harus telah direncanakan dengan baik. Dengan langkah demikian diharapkan peserta didik akan lebih mudah menyerap dan memahami materi yang disampaikan. Demikian juga yang dilakukan oleh pondok pesantren Roudhotul
74
Muttaqin sebagaimana dikemukakan oleh Kiai Azka Muhammad Ridwan selaku pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin; “metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu sorogan atau maksud tarjumah, musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan ngapsai kitab ireng dan kitab kuning, prifat pasanan. Metode yang selama ini dipakai merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh kiai-kiai Rifa’iyah yang meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa’i dalam hal pendidikan. Ya bisa dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai sepuh. Akan tetapi, sekarang penerapanya saja yang sedikit berbeda, karna juga di sesuaikan dengan jaman sekarang, kemudian sebagian besar materi yang diajarkan di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah, dan kitab-kitab tarjumah. Hal ini dikarena Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Organisasi Rifa’iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitabkitab tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa’i (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-052016 pukul 10.34 WIB). Berdasarkan data wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa pondok pesantren Roudhotul Muttaqin telah mempunyai rumusan pendidikan tersendiri. Metode dan juga materi (isi) yang dilaksanakan pada progam pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin akan dipaparkan di bawah ini: 4. Metode
Pendidikan
ajaran
Rifa’iyah
di
Pondok
pesantren
Roudhotul Muttaqin Berdasrkan data yang dapat digali pada wawancara dan juga hasil observasi di lapangan, maka dapat diketahui bahwa metode pendidikan Islam pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut: a. Sorogan (maksud Tarjumah) b. Hafalan 75
c. Ngaji bandongan d. Diskusi (musyawaroh) e. Tukar pelajar (prifat pasanan) Hal ini sesuai denagan penuturan Kiai Azka Muhammad Ridwan di atas, dan juga diperkuat dengan penuturan ustad Zianidin Sofyan seperti berikut ini: “metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu sorogan dengan kiai dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab tarjumah dan ekstra, muswaroh pelajaran, dan hafalan nahwu sorof dan kitab Tarjumah” (wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB). a. Sorogan Ustad Zianidin Sofyan menjelaskan bagaimana metode sorogan yang di laksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagaimana berikut: “Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu dengan cara membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di hadapan kiai atau ustad. Untuk pembagian materinya disesuikan dengan tingkatan kelas di madrasahnya. Misalnya, kalau santri baru yang masuk kelas SP itu soroganya hanya membaca kitab abangan saja akan tetapi kalau santri yang sudah berada di kelas satu, dua, dan tiga itu soroganya santri disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus memaknainya” (wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB). Syaifur Amin (lurah pondok atau ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin) juga mejelaskan metode sorogan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin: “Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan menghadap kiai atau ustad, biasanya majunya gentian satu76
persatu” (wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB). Berdasarkan data wawancara di atas dapat dipahami bahwasanya metode sorogan (maksud tarjumah) adalah metode pendidikan yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dengan cara membaca kitab Tarjumah di hadapan kiai atau ustad secara bergantian. Metode ini dilaksanakan dengan dua macam cara yang mana cara ini disesuikan dengan kelas para santri di pendidikan madrasahnya. Untuk kelas terendah yaitu kelas SP metode yang dipakai yaitu dengan cara santri membaca kitab tarjumah dihadapan kiai atau ustad saja. Akan tetapi berbeda bagi tingkatan kelas satu, dua, dan tiga. Para santri yang berada di kelas ini metode sorogan yang diterapkan yaitu dengan cara santri membaca kitab tarjumah dan
juga
mereka
diharuskan
memaknai
dan
menjelaskan
kandunganya. b. Hafalan Metode hafalan yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal dan kemudian setoran kepada ustad pengampu mata pelajaran tersebut. Hal ini sebagaimana yang diutarakan Kiai Azka Muhammad Ridwan: “Kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok Roudhotul Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu nahwu dan sorof serta menghafal kitab-kitab tarjumah yang dasar-dasar seperti Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan Tadzkiyah” (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB). 77
Syaifur Amin juga menambahkan dengan keteranganya: “Cara yang ditempuh dalam metode hafalan di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal nahwu sorof sebagai dasar, dan menghafal kitab-kitab dasar tarjumah. Akan tetapi muatan atau materi yang dihafalkan disesuikan dengan kelas santri tersebut. Dan juga santri tidak hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk setoran kepada ustad agar hafalanya bisa di awasi” (wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB).
Sebagaimana keterangan dari kedua informan di atas, metode hafalan yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara mengahafal bait-bait ilmu nahwu dan sorof serta juga menghafal kitab-kitab Tarjumah yang dianggap masih dasar seperti: Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas tentang rukun iman, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas tenetang hukum nikah, dan Tadzkiyah yang memebahas tentang hukum menyembelih. Santri tidak hanya dituntut untuk menghafal tetapi juga harus setoran (membaca hasil hafalanya di depan ustad) secara bertahap sesuai dengan jumlah yang sudah dihafalkan. Terkait dengan materi (kitab-kitab) yang dihafalkan biasanya disesuikan dengan tingkatan kelas para santri di pendidikan madrasah. c. Ngaji bandongan Penuturan Kiai Azka Muhammad Ridwan terkait metode ngaji bandongan yang diterapkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin:
78
“ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua macam, yaitu ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji bandongan kitab kuning. Bedanya ngaji bandongan kitab tarjumah kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan memahami. Akan tetapi ngaji bandongan kitab kuning kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya para santri harus menyimak, memakna, dan juga sekali gus memahaminya (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB). Dapat disimpulkan metode ngaji bandongan menurut ketengan di atas adalah: a) metode ngaji bandongan yang diterapkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ada dua macam, yaitu: metode ngaji bandongan kitab Tarjumah dan metode ngaji bandongan kitab kuning (nama yang biasa digunakan untuk kitab-kitab karangan ulama‟ Arab). b) Metode
ngaji
bandongan
kitab
Tarjumah
yaitu
dilaksanakan dengan cara kiai membacakan kitab Tarjumah
dan
menerangkan
isinya,
santri
hanya
menyimak dan memahami. c) Kemudian metode ngaji bandongan kitab kuning yaitu dilaksanakan dengan cara kiai membacakan kitab kuning sekaligus memaknainya perlafad dan menerangkan isinya, kemudian santri juga ikut memaknai mengikuti apa yang dibacakan kiai dan sekaligus memahami isinya. Cara yang kedua ini seperti halnya cara yang digunakan pada pondok-pondok salaf. 79
d. Diskusi (musyawaroh) Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut dengan bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi. Metode ini juga diterapkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dan untuk materi yang didiskusikan biasanya adalah materi-materi yang besok akan diajarkan dikelas pendidikan madrasah. Diskusi biasanya dilaksanakan di masingmasing kelas pendidikan madrasah, dan untuk waktunya biasanya diadakan malam hari sebelumnya. Hal ini sesui dengan penuturan ustad Zianidin Sofyan: “Musawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin itu membahas materi-materi mata pelajaran di pendidikan madrasah yang akan diajarkan, biasanya musyawarohnya dilaksanakan ditiap-tiap kelas dan diadakan malam hari sebelum materi itu disampaikan” (wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB). e. Tukar pelajar (prifat pasanan) Metode tukar pelajar (prifat pasanan) adalah metode pendidikan khusus di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, hal ini dikarekan metode ini hanya dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin pada bulan ramadhan saja. Tujuanya adalah untuk memperdalam pemahaman para santri terkait bidang ilmu tertentu dan juga untuk mengisi waktu libur di bulan ramadhan. Penuturan Kiai Azka Muhammad Ridwan sebagai berikut: Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri dititipkan ke pondok lain atau kiai Rifa’iyah lain untuk 80
mendalami suatu ilmu tertentu yang memang menjadi keahlian kiai tersebut. Misalnya, santri pondok sini di titipkan ke pondok Rifa’iyah lain atau kiai yang memang terkenal terhadap pemahaman fiqihnya, kemudian santri tersebut selama satu bulan fokus mendalami ilmu fiqih di pondok yang sudah ditentukan biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan saja. Sedangkan santri yang pilih untuk dikirim yaitu santri yang sudah lama mondok di sini biasanya ya santri-santri yang sudah kelas 3 madrasah (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB).
5. Materi (Isi) yang Diajarkan dalam Penyelenggaraan Pendidikan ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin Materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagian besar adalah materi yang bersumber dari kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. Alasan kenapa pondok pesantren Roudhotul Muttaqin masih menggunakan kitab Tarjumah sebagai materi pokok pendidikannya adalah karena pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ingin menjaga tradisi Rifa‟iyah sebagai mana para kiai-kiai Rifa‟iyah dulu yang selalu memakai kitab-kitab Tarjumah sebagai bahan ajarnya, littabaruki atau mengharap barokah dari Kiai Ahmad Rifa‟i juga menjadi alasan masih digunakanya kitab Tarjumah sebagai materi pokok dalam pendidikannya, dan juga sebagi bentuk karakteristik sekaligus memperjelas kedudukan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai bagian dari Rifa‟iyah. Hal ini dapat dilihat pada setiap proses pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin kitab-kitab yang dikaji adalah kitab-kitab Tarjumah, seperti: Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas tentang 81
rukun iman, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas hukum nikah, Tadzkiyah yang memebahas tentang hukum menyembelih, dan juga dapat dilihat pada jadwal pendidikan madrasah pada Bab III tabel 3.6. Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari kiai Azka Muhamad Ridwan; “sebagian besar memang materi yang diajarkan di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah, kitab-kitab Tarjumah, dan sedikit dari kitab kuning sebagai materi ekstra. Hal ini dikarena Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Organisasi Rifa’iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa’i (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB).
6. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung dalam Penyelenggaraan Pendidikan Ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin Faktor
dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
adalah
(keadaan/peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu (2007: 347). Demikian juga dalam implementasi pendidikan Islam organisasi Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ini juga memiliki beberapa faktor, baik itu faktor penghambat atau faktor pendukung. Setiap proses dalam pelaksanaan pendidikan baik di lembaga pendidikan formal ataupun lembaga pendidikan non formal seperti halnya pondok pesantren pasti tidak terlepas dari dari faktor pendukung, baik itu yang terencana maupun yang tak terduga. Dan sebaliknya, faktor 82
yang menghambat juga menjadi penghalang dalam proses pendidikan. Demikian juga dalam proses implementasi pendidikan Islam organisasi Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin tidak terlepas dari kedua faktor tersebut. Secara garis besar faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1) Faktor penghambat Faktor penghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal: a. Faktor internal Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor penghambat yang bersumber dari internal pondok pesantren Roudhotul Muttaqin baik itu dari segi sarana dan prasarana, tenaga pengajar, para santri ataupun unsurunsur lain yang terdapat dalam pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. faktor-faktor tersebut antara lain: a)
Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun, sehingga proses pendidikan menjadi terganggu. Efek dari menurunya semangat santri dalam
menuntul
memahami
materi
ilmu
adalah
yang
santri
sulit
diajarkan,
sulit
dikendalikan, dan santri banyak yang melanggar aturan pondok pesantren (wawancara Kiai Azka 83
Muhammad
Ridwan,
rumah
Kiai
Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB, wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB). b)
Sistem administrasi yang belum terorganisir atau belum tertata secara rapi (wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB).
c)
Para ustad kurang professional dan sebagian ustad yang baru (alumni yang mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para santri (wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB).
d)
Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala Sehingga
kesulitan sering
kali
dalam
ekonominya.
proses
pembelajaran
terkendala karena ustad tidak berangkat yang disebabkan para ustad sedang fokus dalam urusan pekerjaanya atau pertaniannya (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB). 84
e)
Sarana dan prasarana kurang terawat (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB).
b. Faktor eksternal Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor penghambat yang bersumber dari luar lingkaran pondok pesantren Roudhotul Muttaqin anatara lain: a)
Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari kalangan yang kurang mampu.
Sehingga hal ini mempengaruhi
keuangan pondok pesantren (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB). b)
Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar pondok dan juga sering bebas keluar masuk pondok tanpa ijin (wawancara Kiai Azka Muhammad
Ridwan,
rumah
Kiai
Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 85
WIB, wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB). 2) Faktor pendukung Faktor pendukung dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal: a. Faktor internal Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor pendukung
yang
bersumber
dari
internal
pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin baik itu dari segi sarana dan prasarana, tenaga pengajar, para santri ataupun unsure-unsur lain yang terdapat dalam pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Faktor-faktor tersebut antara lain: a) Sistem pendidikan sudah diatur sedemikian rupa baik dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-052016 pukul 10.34 WIB). b) Para Ustad dari luar banyak yang mau mengajar dengan suka rela dan juga alumni banyak yang mau
kembali
ke
pondok
mengabdi
lagi
(wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan,
86
rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-052016 pukul 10.34 WIB). c) Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup membantu
proses
pendidikan,
hanya
saja
perawatanya yang masih kurang (wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-062016 pukul 13.00 WIB). b. Faktor eksternal Faktor eksternal yang dimaksud disini adalah faktor pendukung yang bersumber dari luar lingkaran pondok pesantren Roudhotul Muttaqin anatara lain: a) Dukungan dari masyarakat, organisasi Rifa‟iyah dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik (wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB, wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB).
87
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang mengacu pada rumusan masalah, serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara deskriptif pada bab IV,
maka
dapat
disimpulkan
beberapa
kesimpulan
terkait
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin antara lain: 1. Metode-metode penyelenggaraa pendidikan ajaran Rifa’iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Metode-metode penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut: a. Sorogan b. Hafalan c. Ngaji bandongan d. Diskusi (musyawaroh) e. Tukar pelajar (prifat pasanan). Beberapa metode yang diuraikan di atas merupakan metode yang
dari
dulu
dipakai
oleh
kiai-kiai
Rifa‟iyah
dalam
melaksanakan pendidikan Islam organisasi Rifa‟iyah yang bersumber dari pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i, yang kemudian diwariskan kepada santri-santrinya.
88
2. Materi
(Isi)
yang
diajarkan
dalam
penyelenggaraan
pendidikan ajaran Rifa’iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
Materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagian besar adalah materi yang bersumber dari kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. Hal ini dapat dilihat pada setiap proses pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin kitab-kitab yang dikaji adalah
kitab-kitab
Tarjumah,
seperti:
Riayatul
Himmah,
Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas tentang rukun iman, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas tenetang hukum nikah, Tadzkiyah yang memebahas tentang hukum menyembelih. Oleh sebab itu, kemudian penulis menyimpulkan bahwa penyelenggaraan
pendidikan
pesantren Roudhotul
ajaran
Muttaqin
Rifa‟iyah
dilaksanakan
di
pondok
dengan cara
menggunakan metode-metode yang telah diwariskan oleh kiaikiai Rifa‟iyah sesuai dengan penjelasan di atas dan mengajarkan pemikiran-pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i yang terdapat dalam kitab-kitab Tarjumah kepada para santri yang menempuh pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
89
3. Faktor penghambat dan pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan Islam organisasi Rifa’iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Secara garis besar terdapat faktor-faktor penghambat dan faktor-faktor pendukung yang masing-masing dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 3) Faktor penghambat Faktor penghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal: c. Faktor internal Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun. b. sebagian ustad yang baru (alumni yang mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para santri. c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala kesulitan dalam ekonominya sehingga mereka menjadi tidak profesional. d. Sarana dan prasarana belum memadai dan kurang terawat. 90
d. Faktor eksternal Faktor-faktor tersebut anatara lain: c) Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari kalangan yang kurang mampu. d) Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar. 4) Faktor pendukung Faktor pendukung dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal: c. Faktor internal Faktor-faktor tersebut antara lain: d) Sistem pendidikan sudah diatur sedemikian rupa baik dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi akan tetapi masih belum maksimal. e) Para Ustad dan juga alumni banyak yang mau kembali dan mengabdi. d. Faktor eksternal Faktor-faktor tersebut antara lain: a) Dukungan dari masyarakat, organisasi Rifa‟iyah dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik. 91
B. Saran Sehubungan dengan adanya pembahasan masalah dalam penelitian ini, maka peneliti memandang perlu untuk menyampaikan saran-saran antara lain: 1. Sistem administrasi harus dibenah lagi sebab peneliti melihat administrasi yang selama ini terlaksana masih ada kekurangan di berbagai lini. 2. Para ustad seharusnya bisa meningkatkan kualitas mengajar sehingga
kesulitan
dalam
menyampaikan
materi
bisa
diminimalkan. 3. Sebaiknya sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan pondok pesantren bisa dilengkapi lagi, dan menambahkan alat-alat elektronik yang bisa membantu terlaksananya pendidikan pondok pesantren dengan baik, adapun prasarana yang sudah ada bisa dirawat dengan semestinya. 4. Kemudian peneliti melihat perlu adanya pemberian bisyaroh (uang transport) bagi para ustad sebab sebagian ustad yang dari luar masih ada yang terkendala masalah ekonomi. C. Penutup Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Semoga sekripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca, Amin. 92
DAFTAR PUSTAKA Amin, Ahmad Syadirin,1989, Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh H. Ahmad Rifa’i RH. Dengan madzhab Safe’I dan Iqtiqot AhlusunahWalJama’ah, Masjid Baiturohman, jakarta. Asmuni, Syukur, 1983, “Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam”. Surabaya: AlIkhlas Darban, Ahmad Adaby, 1988-1989, Dari Sunan Giri Hingga Diponegoro, UGM, Yokyakarta. Departemen Agama RI,
2003,
Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah.
Jakarta. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke III cetakan keempat. Jakarta: PT (Persero) Balai Pustaka. Djamil, Abdul, 2001, Perlawanan Kiai Desa Pemikiran dan Gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak, Yokyakarta: LKIS Yogyakarta. Ghazali, Bahri, 2003, Pesantren berwawasan lingkungan. Jakarta: CV prasasti. Ghofur, Abd, 2009, Pendidikan Anak Pengungsi. Malang: UIN Malang Press. Kadir, Abdul, dkk, 2012, Dasar-dasar pendidikan. Jakarta: KENCANA PREDANA MEDIA GRUP. hal 97. Kartodirjdo, Sartono, 1978 , Protest Movement In Rutal Java, Kuala Lumpur: oxford university press. Lexy J. Moleong, 2005, “Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi”. Bandung: Remaja RosdaKarya. Maksum dkk, 2003, Pola Pembelajaran Pendidikan Pesantren. Jakarta: Departemen Agama RI. M. Arifin, 1994, “Ilmu Pendidikan Islam Suatau Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarka Pendekatan Interdisipliner”, Jakarta: BumiPustaka. 93
Marimba, Ahmad. D, 1989, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif. Moleong, Lexy J, 2005, Metodologi Penelitian Kulitatif. Jakarta: Radja Grasindo Persada. Nasrudin, Muhammad, 2009, Hukum Islam dan Perubahan Sosial: Studi Pergeseran Pemikiran Jam’iyah Rifa’iyah tentang Keabsahan Nikah yang Diakadkan oleh Penghulu atau PPN. Skripsi Tidak Diterbitkan: Jurusan Syari‟ah IAIN Walisongo. Noor, M. Sholeh, 1987, pendidikan islam suatu pengantar, Semarang: IAIN Walisongo Press. Notosusanto, Nugroho, Basri,Yusmar, 1977, Sejarah Nasional Indonesia, Depdikbud, BalaiPusataka, Jakarta. Nunu, ahmad, dkk ,2010, Pendidikan Agama di Indonesia Gagasan dan Realitas. Penerbit puslitbang Pendidikan Agama Islam dan Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama Islam RI gd. Bayt Al-Quran- Museum Istiqlal Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta 13560. Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Sa‟ad, Mukhsinin, 2004, Gerakandan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i (12001286 H/ 1786-1875), Pekalongan: MuliaOfset. Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D cetakan ke18. Bandung: Alfabeta Tafsir, Ahmad, 2011, “ Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam cetakan ke-10 ”. Bandung: Remaja Rosdakarya Tafsir, Ahmad, 1994, “ Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam cetakan ke-2 ”. Bandung: Remaja Rosdakarya. www.kisahsimkuring.wordpress.com, diunduh tanggal 11 april 2016 pukul 20.19 WIB. 94
Lampiran I
Daftar Riwayat Hidup Penulis Nama Lengkap Penulis adalah Fatchur Rohman, lahir di Batang pada tanggal 08 januari 1993. Penulis adalah anak ke dua dari pasangan Bapak Fahrurozi dan Ibu Casmiatun. Sejak kecil sampai lulus Sekolah Dasar (SD) penulis tinggal bersama kedua orang tua di Desa Adinuso kecamatan Subah kabupaten Batang. Setelah lulus SD tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikanya di MTs N 1 Kendal dan mondok di pondok pesantren Hidayatul Mubtadien di kecamatan Patebon kabupaten Kendal, tamat MTs pada tahun 2008. Kemudian melanjukan pendidikanya di SMA N 1 Cepiring ketika duduk di bangku SMA penulis pindah di pondok pesantren Wasilatul Huda Gemuh. Lulus SMA tahun 2011 kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri(STAIN) Salatiga, sekarang Institut Agama Islam Negeri(IAIN) Salatiga. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas FTIK.
95
96
97
98
Lampiran IV PEDOMAN WAWANCARA
1. Metode apakah yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? 2. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? 3. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? 4. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
99
Lampiran VI Data Wawancara Nama informan
: Kiai Azka Muhamad Ridwan
Waktu
: 10.34 WIB
Hari/Tanggal
: Selasa, 03-05-2016
Tempat
: Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan
1. Maaf Bapak, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman, mahasiswa IAIN Salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas penelitian skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait pendidikan yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: Iya mas silakan. 2. Maaf bapak saya mau tanya kira-kira pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin diberdiri tahun berapa? Jawab: tanggal 20 April 1972 3. Apakah benar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan pondok pesantren yang menganut organisasi Rifa‟iyah? Jawab: Iya mas pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan pondok pesantren Rifa‟iyah. 4. Metode apakah yang digunakan dalam penyelenggraan pendidikan ajaran Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu sorogan, musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan 100
ngapsai kitab ireng dan kitab kuning, serta prifat pasanan. Metode yang selama ini dipakai merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh kiai-kiai Rifa‟iyah yang meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa‟i dalam hal pendidikan. Ya bisa dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai sepuh. Akan tetapi, sekarang penerapanya saja yang sedikit berbeda, karna juga di sesuaikan dengan jaman sekarang. 5. Maaf boleh di jelaskan secara rinci bagaimana metode-metode tersebut dilaksanakan? Jawab: Sorogan ya ngaji kitab Tarjumah satu-persatu mengahadap kiai atau ustad. Terus kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok Roudhotul Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu nahwu dan sorof serta menghafal kitab-kitab tarjumah yang dasar-dasar seperti Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan Tadzkiyah. Kalau ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua macam, yaitu ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji bandongan kitab kuning. Bedanya ngaji bandongan kitab tarjumah kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan memahami. Akan tetapi ngaji bandongan kitab kuning kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya para santri harus menyimak, memaknai, dan juga sekali gus memahaminya. Sedangkan metode musyawarah yaitu diskusi mengenai materi-materi mata pelajaran sesuai dengan kelas dimadrasah mas. Dan yang terakhir metode prifat pasanan yaitu santri dititipkan ke pondok lain atau kiai Rifa‟iyah lain untuk mendalami suatu ilmu tertentu yang memang menjadi keahlian kiai tersebut. Misalnya, santri pondok sini dititipkan ke pondok Rifa‟iyah lain atau kiai yang memang terkenal terhadap pemahaman fiqihnya, kemudian santri tersebut selama satu bulan fokus mendalami ilmu fiqih di pondok yang sudah ditentukan 101
biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan saja. Sedangkan santri yang pilih untuk dikirim yaitu santri yang sudah lama mondok di sini biasanya ya santri-santri yang sudah kelas 3 madrasah. 6. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: Sebagian besar memang materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari
Al-
Quran, AS-Sunnah, kitab-kitab Tarjumah, dan sedikit dari kitab kuning sebagai materi ekstra. Hal ini dikarena pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah organisasi Rifa‟iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. 7. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun, sehingga proses pendidikan menjadi terganggu. Efek dari menurunya semangat santri dalam menuntul ilmu adalah santri sulit memhami materi yang diajarkan, sulit dikendalikan, dan santri banyak yang melanggar aturan pondok pesantren. b. Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari kalangan yang kurang mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi keuangan pondok pesantren. c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala kesulitan dalam ekonominya. Sehingga sering kali proses pembelajaran terkendala karena ustad tidak berangkat yang disebabkan para ustad sedang fokus dalam urusan pekerjaanya atau pertanianya. 102
d. Sarana dan prasarana kurang terawat. e. Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar pondok. 8. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: Factor yang mendukung yang selama ini terlihat ya dukungan dari masyarakat baik masyarakat sekitar pondok ataupun masyarakatmasyarakat Rifa‟iyah, kemudia dari para pengurus organisasi Rifa‟iyah dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik. Kemudian Para Ustad dari luar banyak yang mau mengajar dengan suka rela dan juga alumni banyak yang mau kembali ke pondok mengabdi lagi.
103
Nama informan
: Zianidin Sofyan
Waktu
: 09.15 WIB
Hari/Tanggal
: Kamis, 19-05-2016
Tempat
: Kantor pengurus
1. Maaf bapak, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman, mahasiswa iain salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas penelitian skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait pendidikan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: Iya mas silakan. 2. Bapak sudah mengajar di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin sudah berapa tahun? Jawab: Kira-kira sudah 9 tahunan mas 3. Metode apa saja yang selama ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu sorogan dengan kiai dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab tarjumah dan ekstra, muswaroh pelajaran, dan hafalan nahwu sorof dan kitab tarjumah. 4. Maaf boleh di jelaskan secara rinci bagaimana metode-metode tersebut dilaksanakan?
104
Jawab: Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu dengan cara membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di hadapan kiai atau ustad. Untuk pembagian materinya disesuikan dengan tingkatan kelas di madrasahnya. Misalnya, kalau santri baru yang masuk kelas SP itu soroganya hanya membaca kitab abangan saja akan tetapi kalau santri yang sudah berada di kelas satu, dua, dan tiga itu soroganya santri disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus memaknainya. Metode hafalan yaitu santri menghafal bait-bait nahwu dan sorof serta kitab-kitab tarjumah kemudian nanti setoran dengan ustad pengampu. Ngaji bandongan dilaksanakan dengan cara kiai atau ustad membaca kitab kemudian santri mendengarkan dan memahami. Metode musyawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin itu membahas materi-materi mata pelajaran di pendidikan madrasah yang akan diajarkan, biasanya musyawarohnya dilaksanakan ditiap-tiap kelas dan diadakan malam hari sebelum materi itu disampaikan. Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri dititipkan di pondok lain untuk mendalami ilmu tertentu. 5. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: Materi yang diajarkan yaitu materi-materi agama yang sebagian besar bersumber dari kitab-kitab Tarjumah. 6. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: a. Santri jaman sekarang malas-malas mas beda dengan santri jaman saya dulu, kalau dulu sregep-segrep mas. 105
b. Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata secara rapi 7. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: Faktor yang mendukung yang jelas yaitu dukung dari masyarakat sekitar mas.
106
Nama informan
: Syaifur Amin
Jabatan
: lurah/ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
Waktu
: 13.00 WIB
Hari/Tanggal
: Senin, 06-06-2016
Tempat
: Ruang tamu PPRM
1. Maaf mas, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman, mahasiswa iain salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas penelitian skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait pendidikan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: Iya mas silakan. 2. Mas amin sudah mondok disini berapa tahun? Jawab: Sudah 6 tahun mas 3. Maaf kalau boleh tau sekarang ini mas amin di kepengurusan pondok menjabat sebgai apa? Jawab: Alhamdulillah sekarang ini saya diberi amanah sebagai roisul ma‟had atau lurah pondok mas. 4. Berarti mas amin selain jadi pengurus pondok juga ngajar? Jawab: Iya mas, tradisi di pondok sini seperti itu. Santri yang diangkat jadi pengurus ya harus ngabdi satu tahun dan sekaligus juga mengajar mas. 5. Menurut pengalaman mas amin selama mondok kemudian jadi lurah/ketua pondok metode apa saja yang dipakai dalam proses penyelenggaraan pendidikan di pondok mas? Jawab: 107
Menerut pengalaman dan pengamatan saya selama ini metode yang dipakai hamper sama dengan metode-metode pondok lain mas, ya ada sorogan, hafalan, musyawarah, ngaji bandongan, dan yang selama ini menjadi cirri khas pondok sini yaitu ada prifat pasanan mas. Akan tetapi yang membedakan pondok rifa‟iyah ini dengan pondok lain adalah muatan ajaranya atau materi-materi yang diajarkan. 6. Maaf mungkin bisa di jelaskan lebih rinci bagaimana metode-metode tersebut dilaksanakan? Jawab: Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan menghadap kiai atau ustad, biasanya majunya gentian satu-persatu, kemudian cara yang ditempuh dalam metode hafalan di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal nahwu sorof sebagai dasar, dan menghafal kitab-kitab dasar tarjumah. Akan tetapi muatan atau materi yang dihafalkan disesuikan dengan kelas santri tersebut. Dan juga santri tidak hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk setoran kepada ustad agar hafalanya bisa di awasi. Kalau metode ngaji bandongan ya biasanya pak yai atau ustad membacakan kitab terus nanti santri mendengarkan sekaligus memaknai kitab, apabila kitab Tarjumah cukup hanya mendengarkan dan memahami saja, sebab kitab Tarjumah kan sudah menggunakan bahsa Jawa. Kalau musyawah itu biasanya di masing-masing kelas madrasah. biasanya
yang
meminpin
didiskusikan/dimusyawarahkan
adalah
gentian materi-materi
dan
yang
pelajaran
di
Madrasah. 7. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab:
108
Materi yang diajarkan di pondok ya materi-materi agama seperti ilmu fiqih, quran hadis, tajwid, dll, yang keseluruhan bersumber dari kitab Tarjumah. 8. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: a. Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata secara rapi. b. Para ustad kurang professional dan sebagian ustad yang baru (alumni yang mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para santri. c. Santri sering bebas keluar masuk pondok tanpa ijin, sebab tidak adanya batas pondok dengan pemukiman warga mas. Dan juga sebaliknya sering anak-anak kampug sini dating ke pondok kadang member hal positif juga kadang member hal negative mas. 9. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin? Jawab: a. Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup membantu proses pendidikan, hanya saja perawatanya yang masih kurang.
109
Lampiran VII REDUKSI DATA
Nama informan
: Kiai Azka Muhamad Ridwan
Waktu
: 10.34 WIB
Hari/Tanggal
: Selasa, 03-05-2016
Tempat
: Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan
metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu sorogan, musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan ngapsai kitab ireng dan kitab kuning, serta prifat pasanan. Metode yang selama ini dipakai merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh kiai-kiai Rifa‟iyah yang meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa‟i dalam hal pendidikan. Ya bisa dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai sepuh. Akan tetapi, sekarang penerapanya saja yang sedikit berbeda, karna juga di sesuaikan dengan jaman sekarang. Sorogan ya ngaji kitab Tarjumah satu-persatu mengahadap kiai atau ustad. Terus kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok Roudhotul Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu nahwu dan sorof serta menghafal kitab-kitab tarjumah yang dasar-dasar seperti Riayatul Himmah, TakhyirohRiayah Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan Tadzkiyah. Kalau ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua macam, yaitu ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji bandongan kitab kuning. Bedanya ngaji bandongan kitab tarjumah kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan memahami. Akan tetapi ngaji bandongan kitab kuning kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya para santri harus menyimak, memaknai, dan juga sekali gus memahaminya. Sedangkan metode musyawarah yaitu diskusi mengenai materi-materi mata pelajaran sesuai dengan kelas dimadrasah mas. Dan yang terakhir metode prifat pasanan yaitu santri dititipkan ke pondok lain atau kiai Rifa‟iyah lain untuk mendalami suatu ilmu tertentu yang memang menjadi keahlian kiai tersebut. Misalnya, santri pondok sini dititipkan ke pondok Rifa‟iyah lain atau kiai yang memang terkenal terhadap pemahaman fiqihnya, kemudian santri tersebut selama satu bulan fokus mendalami ilmu fiqih di 110
pondok yang sudah ditentukan biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan saja. Sedangkan santri yang pilih untuk dikirim yaitu santri yang sudah lama mondok di sini biasanya ya santri-santri yang sudah kelas 3 madrasah. Sebagian besar memang materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah, kitab-kitab Tarjumah, dan sedikit dari kitab kuning sebagai materi ekstra. Hal ini dikarena pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah organisasi Rifa‟iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun, sehingga proses pendidikan menjadi terganggu. Efek dari menurunya semangat santri dalam menuntul ilmu adalah santri sulit memhami materi yang diajarkan, sulit dikendalikan, dan santri banyak yang melanggar aturan pondok pesantren. b. Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari kalangan yang kurang mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi keuangan pondok pesantren. c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala kesulitan dalam ekonominya. Sehingga sering kali proses pembelajaran terkendala karena ustad tidak berangkat yang disebabkan para ustad sedang fokus dalam urusan pekerjaanya atau pertanianya. d. Sarana dan prasarana kurang terawat. e. Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar pondok. Factor yang mendukung yang selama ini terlihat ya dukungan dari masyarakat baik masyarakat sekitar pondok ataupun masyarakat-masyarakat Rifa‟iyah, kemudia dari para pengurus organisasi Rifa‟iyah dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik. Kemudian Para Ustad dari luar banyak yang mau mengajar dengan suka rela dan juga alumni banyak yang mau kembali ke pondok mengabdi lagi.
111
Nama informan
: Zianidin Sofyan
Waktu
: 09.15 WIB
Hari/Tanggal
: Kamis, 19-05-2016
Tempat
: Kantor pengurus
metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu sorogan dengan kiai dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab tarjumah dan ekstra, muswaroh pelajaran, dan hafalan nahwu sorof dan kitab tarjumah. Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu dengan cara membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di hadapan kiai atau ustad. Untuk pembagian materinya disesuikan dengan tingkatan kelas di madrasahnya. Misalnya, kalau santri baru yang masuk kelas SP itu soroganya hanya membaca kitab abangan saja akan tetapi kalau santri yang sudah berada di kelas satu, dua, dan tiga itu soroganya santri disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus memaknainya. Metode hafalan yaitu santri menghafal bait-bait nahwu dan sorof serta kitabkitab tarjumah kemudian nanti setoran dengan ustad pengampu. Ngaji bandongan dilaksanakan dengan cara kiai atau ustad membaca kitab kemudian santri mendengarkan dan memahami. Metode musyawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin itu membahas materi-materi mata pelajaran di pendidikan madrasah yang akan diajarkan, biasanya musyawarohnya dilaksanakan ditiap-tiap kelas dan diadakan malam hari sebelum materi itu disampaikan. Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri dititipkan di pondok lain untuk mendalami ilmu tertentu. Materi yang diajarkan yaitu materi-materi agama yang sebagian besar bersumber dari kitab-kitab Tarjumah. Santri jaman sekarang malas-malas mas beda dengan santri jaman saya dulu, kalau dulu sregep-segrep mas.Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata secara rapi Faktor yang mendukung yang jelas yaitu dukung dari masyarakat sekitar mas.
112
Nama informan Jabatan Waktu Hari/Tanggal Tempat
: Syaifur Amin : lurah/ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin : 13.00 WIB : Senin, 06-06-2016 : Ruang tamu PPRM
Menerut pengalaman dan pengamatan saya selama ini metode yang dipakai hamper sama dengan metode-metode pondok lain mas, ya ada sorogan, hafalan, musyawarah, ngaji bandongan, dan yang selama ini menjadi cirri khas pondok sini yaitu ada prifat pasanan mas. Akan tetapi yang membedakan pondok rifa‟iyah ini dengan pondok lain adalah muatan ajaranya atau materi-materi yang diajarkan. Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan menghadap kiai atau ustad, biasanya majunya gentian satu-persatu, kemudian cara yang ditempuh dalam metode hafalan di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal nahwu sorof sebagai dasar, dan menghafal kitab-kitab dasar tarjumah. Akan tetapi muatan atau materi yang dihafalkan disesuikan dengan kelas santri tersebut. Dan juga santri tidak hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk setoran kepada ustad agar hafalanya bisa di awasi. Kalau metode ngaji bandongan ya biasanya pak yai atau ustad membacakan kitab terus nanti santri mendengarkan sekaligus memaknai kitab, apabila kitab Tarjumah cukup hanya mendengarkan dan memahami saja, sebab kitab Tarjumah kan sudah menggunakan bahsa Jawa. Kalau musyawah itu biasanya di masing-masing kelas madrasah. biasanya yang meminpin gentian dan yang didiskusikan/dimusyawarahkan adalah materimateri pelajaran di Madrasah. Materi yang diajarkan di pondok ya materi-materi agama seperti ilmu fiqih, quran hadis, tajwid, dll, yang keseluruhan bersumber dari kitab Tarjumah. Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata secara rapi. Para ustad kurang professional dan sebagian ustad yang baru (alumni yang mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para santri. Santri sering bebas keluar masuk pondok tanpa ijin, sebab tidak adanya batas pondok dengan pemukiman warga mas. Dan juga sebaliknya sering anak-anak kampug sini dating ke pondok kadang member hal positif juga kadang member hal negative mas. Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup membantu proses pendidikan, hanya saja perawatanya yang masih kurang. 113
Lampiran IX Dokumentasi foto
Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan
Komplek pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dari depan 114
Komplek pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dari belakang
Kamar mandi para santri
115
foto dapur para santri
Pemakaman tempat berziarah para santri
116
DAFTAR NILAI SKK Nama : Fatchur Rohman
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
NIM
Jurusan
: PAI
NO
1
2
3
4 5
6
7
8
: 11111070
WAKTU
JENIS KEGIATAN
20-22 Agustus 2011 Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan, “Revitalisasi Gerakan Mahasiswa di Era Modern untuk Kejayaan Indonesia”, DEMA STAIN Salatiga 23 Agustus 2011 Achievement Motivation Training (AMT), “Membangun Mahasiswa Cerdas Emosi, Spiritual, dan Intelektualitas ”, STAIN Salatiga 24 Agustus 2011 Orientasi Dasar Keislaman, “Menemukan Muara sebagai Mahasiswa Rahmatan Lil Alamin”, STAIN Salatiga 25 Agustus 2011 Seminar Entrepeneurship dan Koperasi, STAIN Salatiga 19 September 2011 User Education (Pendidikan Pemakai), UPT Perpustakaan STAIN Salatiga 23 Oktober 2011 MAPABA “ Membangun Nalar Kritis Kader dalam Berorganisasi” Komisariat PMII Salatiga 26 Oktober 2011 Seminar Regional “Meningkatkan Nasionalisme Ditengah Goncangan Disintegrasi dan Pengikisan Ideologi Nasional”, Resimen Mahasiswa MAHADIPA STAIN Salatiga 30 November 2011 Seminar Regional “Negara Islam dalam Tinjauan Islam Indonesia dan 117
JABATAN NILAI
Peserta
3
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
4
Peserta
4
9
06 Januari 2012
10
06 Mei 2012
11
4 September 2012
12
10 Nopember 2012
13
17 Januari 2013
14
1 Agustus 2013
15
1 Agustus 2013
16
24 Oktober 2013
17
18
19
18 november 2013
23-24 September 2013
24 januari 2014
NKRI”, IPNU Kab. Semarang Dan PMII Kota Salatiga SK Pengurus HMJ Tarbiyah Masa Pengurus Bakti 2012 Seminar Nasional Pendidikan “Pendidikan Multikultural Sebagai Peserta Pilar Karakter Bangsa” HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga SK Panitia OPAK Jurusan Tarbiyah 2012 Dialog Public dan Silaturahim Nasional “ Kemanakah Arah Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi BBM Untuk Rakyat‟ oleh ASWAJA TENGAH dan PMII Salatiga SK pengangkatan pengurus HMJ Tarbiyah tahun 2013 SK Panitia OPAK Tarbiyah 2013 “Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Identitas Pendidikan Indonesia” SK pengankatan panitia OPAK STAIN Salatiga oleh DEMA STAIN Salatiga Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dan Seminar Nasional “4 Pilar Kebangsaan Untuk Mempertegas Karakter Ke-Indonesiaan” IPNU JATENG dan MPR RI Seminar Nasional “Guru Kreatif dalam Implementasi Kurikulum 2013” HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga PPMTD LPM Dinamika “Menegaskan Kembali Kepeloporan Pers Mahasiswa di Tengah Globalisasi” STAIN Salatiga Pelatihan
Kader 118
4
8
Panitia
3
Panitia
8
Pengurus
6
Panitia
3
Panitia
3
Peserta
8
Panitia
8
Peserta
2
Dasar Peserta
2
20
17 Februari 2014
21
29 Maret 2014
22
23
24
10 Juni2014
“Menciptakan Keseragaman dalam Management Administrasi dan Keuangan Demi Menuju Tertib Organisasi” Komisariat PMII Salatiga SK Pengurus DEMA STAIN Pengurus Salatiga 2014 Workshop Leadership “Menumbuhkan Jiwa Kepemimpinan sebagai Upaya Mewujudkan Bangsa yang Panitia Berdaulat”, DEMA STAIN Salatiga
Public Hearing “STAIN Menuju IAIN dari Mahasiswa oleh Mahasiswa untuk Mahasiswa” Peserta SEMA STAIN Salatiga
18-19 Agustus 2014 OPAK STAIN Salatiga “Aktualisasi Gerakan Mahasiswa Yang Beretika, Panitia Disiplin dan Berfikir Terbuka” DEMA STAIN Salatiga 25 September 2014 seminar Nasional “Peran Mahasiswa dalam Mengawal Masa Depan Panitia Indonesia Pasca Pilpres 2014” DEMA STAIN Salatiga
25
27 September 2014 Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan oleh Peserta MPR RI
26
28 Februari 2015
Seminar internasional “ASEAN Economic Community 2015; Prospects and Challenges for Islamic Peserta Higher Education”, IAIN Salatiga
119
4
3
2
3
8
8
8
120
121
122