PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PEMBENTUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara
Disusun Oleh: FITRI PUSPITA 100903039
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh: Nama
: FITRI PUSPITA
NIM
: 100903039
Departemen
: Ilmu Administrasi Negara
Judul
: PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
Medan, 16 Juli 2014 Ketua Departemen Dosen Pembimbing
Ilmu Administrasi Negara
Dra.Asima Yanti Siahaan, MA, Ph.D
Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
NIP. 196401261988032002
NIP. 196401081991021001
DEKAN FISIP USU
Prof.Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002
KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam yang selalu mengingatkan penulis dengan kasihnya “maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apablia engkau telah seslesai dengan suatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhan-mulah engkau berharap.” (Q.S Al-Insyirah 5-8) sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”. Skripsi ini salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Pertama dan terutama sekali skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah tersayang Yusrizal yang setiap harinya tak lupa memberikan penulis hadiah dari syurga, terimakasih atas doa-doa yang Ayah mohonkan kepada Allah untuk kebaikan Pipit, terimakasih untuk seribu mimpi yang Ayah punya untuk kami anak-anak Ayah, dan kepada Mamak terkasih Asmarni yang selalu berdoa agar Allah mengkaruniakannya anak-anak yang sholeh dan sholehah, terimakasih Mak atas cinta tulusmu untuk Pipit. Selanjutnya dengan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara dan Ibu Elita Dewi, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. 3. Ibu Dra. Asimayanti Siahaan, MA., Ph.d sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas pembelajaran dan pengalaman meneliti yang Ibu berikan kepada penulis bahkan sebelum penulis memulai skripsi ini. 4. Bapak Dadang Darmawan, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang luar biasa dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Arlina, S.H, M.Hum selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dengan sabar sejak awal perkuliahan serta seluruh dosen-dosen Departemen Ilmu Administrasi negara yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama ini kepada penulis 6. Kak Dian dan Kak Mega yang telah memberikan masukan serta membantu dalam urusan administrasi kampus. 7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Kota Medan yang telah memberikan ijin melakukan penelitian kepada penulis di lingkungan Pemerintahan Kota Medan. 8. Bapak Ir. Makmur Sitanggang, M.Si selaku Kepala Bidang Fisik dan Tata Ruang Bappeda Kota Medan, Ibu Susi Anggraini, S.Si selaku Kepala Subbidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian dan Kak Nur serta seluruh staff Bappeda Kota Medan.
9. Abang Doni selaku Kepala Sub-bagian Peraturan Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan yang membantu penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini. 10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, khususnya Bapak CP. Nainggolan, S.E, M.AP dan Ustadz H. Muslim Maksum, LC dan seluruh staff Kantor DPRD Kota Medan yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian di lingkungan DPRD Kota Medan. Dan seluruh jajaran Pemerintah Kota Medan yang membantu penulis dalam melakukan penelitian di Pemerintah Kota Medan Tidak lupa juga ucapan terimakasih khusus penulis sampaikan kepada: 1. Abang Ardizal, S.Sos dan Kakak Ipar Juita Haryani, S.Pd, Abang Azman, S.H, Abang Rafi dan Kakak Ipar Fatimah, Abang Rifzen, S.Hi, Kakakku tersayang Aminah, S.Pd, Abang Ahmad Zueni, S.Pt, M.Si, serta seluruh keluarga, terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Kepada ponakan Bucik yang sholeh dan sholehah Amna, Risa, Qiya, Sayif, Rizky, dan Ahlal terimakasih atas keceriaan yang kalian berikan. 2. Chingu tersayang Siti Harum Munthe thank you for always catch me whenever I fall, teman seperjuangan Devi Sahrani, Nurul Elvandari, Adek Handayani, Ratih Paramitha, Laura Silvina Rahman, Isti Meiry Handayani, Meylan Arthasasta Samosir, Abang Revelino Beginta Sembiring, Abang Bambang Hermanto, kak Shynta A.Simbolon, Sistha Nurul Nanda Nadzfah yang sholehah dan kepada seluruh teman-teman
Administrasi Negara 2010 untuk dukungan, bantuan, semangat, kebersamaan, pengalaman, dan kenangan selama perkuliahan. 3. Teman-teman magang Desa Batu Jongjong Joppy Kheristian Sinulingga, Olber Juahta Sembiring, Jeremia Pratama Sinaga, Ibran Tampubolon, Devi Sahrani, Adek Handayani, Nurul Elvandari, Laura Silvina Rahman, Hafni Rahmanita, Morina Sinaga, dan Hanna Maria Lubis. Terimakasih telah menjadi keluarga selama magang. We are Ceki United! 4. Terimakasih kepada IMDIAN FISIP USU dan UKMI As-siyasah FISIP USU yang telah membantu penulis untuk fastabiqul khairat, membawa penulis menuju keridhoan Allah SWT. 5. Terimakasih kepada seluruh Murabbi penulis yang tidak bosan membimbing dan menggenggam tangan penulis agar selalu bersama di lingkaran kasih sayang Allah, Kak Sri, Kak Fia, Kak Minah, Dan kak Tiwi. 6. Teman-teman Kos Wanita Muslimat 448 A Kak Uwi, Ipeh, Puspa, Nur, Tia, Izmi, Putri, Harum, dan Rida terimakasih telah menjadi keluarga Ipit. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Medan, 16 Juli 2014 Penulis
Fitri Puspita
ABSTRAKSI DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 Skripsi ini disusun oleh: NAMA : FITRI PUSPITA NIM :100903039 DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGRA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING : Dra. ASIMA YANTI SIAHAAN, MA., PhD Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 yang diperbaharui menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 yang diperbaharui menjadi Undang-undnag No. 68 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan maksud memperoleh gambaran jelas tentang proses pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 serta mendapatkan gambaran yang jelas mengenai partisipasi masyarakat dalm proses pembentukan kebijakan tersebut dalam hal pendalaman proses demokrasi. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau data skunder, atau wawancara dengan informan serta observasi yang disajikan dalam bentuk narasi. Dalam penelitian ini digunakan informan penelitian dari berbagai unsur : Unsur Pemerintah Kota Medan, Non Government Organization, Akademisi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan. Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Poses pembentukan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 dilakukan dalam dua kali pengerjaan yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2008 (2) Pemerintah kurang maksimal dalam melakukan penyadaran serta pemberdayaan bagi publik untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (3) Inisiatif publik juga masih rendah untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (4) Partisipasi masyarakat mempengaruhi muatan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 menjadi RTRW yang memiliki dua pusat pertumbuhan di dalam satu kota dengan pusat pertubuhan kedua disebut dengan “Pusat Pertumbuhan Utara”. Kata kunci : Demokrasi, kebijakan publik, partisipasi, RTRW
DAFTAR ISI Kata Pengantar .............................................................................................
i
Abstraksi ......................................................................................................
v
Daftar Isi ......................................................................................................
vi
Daftar Tabel .................................................................................................
ix
Daftar Gambar .............................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN I. 1 I. 2 I. 3 I. 4 I. 5 I. 6
Pendahuluan .................................................................................. Fokus Penelitian ............................................................................ Perumusan Masalah ....................................................................... Tujuan Penelitian .......................................................................... Manfaat Penelitian ........................................................................ Sistematika Penulisan .....................................................................
1 8 9 9 10 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Demokrasi dan Partisipasi Publik ................................................. II.1.1. Konsep Demokrasi ......................................................... II.1.2. Teori Demokrasi ............................................................. II.1.2.1. Teori Demokrasi Klasik .................................. II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern ................................ II.1.3. Partisipasi Publik ............................................................ II.2 Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik ............................. II.3 Demokrasi sebagai Bagian dari Participatory Governance ............ II.4 Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang ..................................... II.5 Defenisi Konsep ...........................................................................
12 12 14 14 16 18 23 27 28 31
BAB III METODE PENELITIAN III.1. III.2. III.3. III.4. III.5. III.6. III.7. III.8. III.9.
Metode Penelitian ........................................................................ Lokasi Penelitian .......................................................................... Informan Penelitian ...................................................................... Instrumen Penelitian .................................................................... Teknik Pengumpulan Data ........................................................... Teknik Analisis Data .................................................................... Pengujian Keabsahan Data ........................................................... Etika Penelitian ............................................................................ Kesulitan dalam Penelitian ...........................................................
33 34 35 37 37 39 40 41 42
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1. Gambaran Umum Kota Medan ..................................................... IV.1.1. Geografi dan Demografi .................................................
44 47
IV.1.2. Visi dan Misi Kota Medan .............................................. IV.1.3. Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan .................. IV.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan ............... IV.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kota Medan .............. IV.2.2. Visi dan Misi Bappeda Kota Medan ............................... IV.2.3. Tujuan Bappeda Kota Medan ......................................... IV.2.4. Struktur Organisasi Bappeda Kota Medan ...................... IV.3. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ........................... IV.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ........................................................ IV.3.2. Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan .. IV.3.3. Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan .................................................................... IV.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan ........................... IV.4.1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan .............. IV.4.2. Panitia Khusus Pembentukan RTRW Kota Medan ..........
49 51 53 53 55 57 58 59 59 59 63 63 63 67
BAB V PROSES PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 V.1. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan sebagai Strategi Meminimalisir Kesenjangan Pembangunan ................................. 70 V.2. Pedoman Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan . 72 V.3. Proses Pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 ......................................................................... 74 IV.3.1. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ........ 75 IV.3.1.1. Keterlambatan Penyusunan RTRW Kota Medan .... 76 IV.3.1.2. Peran Konsultan yang Dominan ............................. 77 IV.3.1.3. Lemahnya Peran Pemerintah dalam Menyusun RTRW Kota Medan ................................................ 85 IV.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan RTRW ................................................ 91 IV.3.2. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 ........ 98 IV.3.2.1. Inkonsistensi Waktu Penyusunan RTRW Kota Medan akibat Perubahan Peraturan Perundangundangan ................................................................. 98 IV.3.2.2. Komposisi Konsultan yang Kurang Mewadahi Muatan RTRW Kota Medan .................................... 101 IV.3.2.3. Bappeda sebagai fasilitator dan Koordinator Penyusunan RTRW Kota Medan ............................. 103 IV.3.2.4. Keterwakilan Masyarakat oleh DPRD dalam Proses Legislasi .................................................................. 114 BAB VI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 V.4.1. V.4.2.
Publikasi Efektif ............................................................. 120 Pelibatan Stakeholder ..................................................... 124
V.4.3. V.4.4.
Konsultasi Publik ........................................................... 128 Pegawasan oleh Stakeholder ........................................... 129
BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan .................................................................................. 131 VI.2. Saran ............................................................................................ 133 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 135 Lampiran
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Indikator Partisipasi Kewargaan ...................................................
21
Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang ..............................
29
Tabel 5.1 Proses Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 ........... 118
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein, 1996 ................
20
Gambar 3.1
Komponen Analisis Dara (iteractive model) Miles and Huberman , 1984 ...................................................................
40
Gambar 4.1
Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan ........................
52
Gambar 4.2
Struktur Organisasi Badan Perencanaan Daerah Kota Medan
59
Gambar 4.3
Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ...................................................................................
64
Gambar Alur Perumusan RTRW Kota Medan Tahun 20062016 ......................................................................................
77
Proses Penyusunan Rancangan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 .............................................................................
80
Jangka Waktu Penyusunan RTRW Kota menurut Permen PU No. 17 Tahun 2009 ...............................................................
99
Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4
Proses Legislasi Perda RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 107
Gambar 5.5
Prosedur Legislasi RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 .... 111
BAB I PENDAHULUAN II.1
Latar Belakang Dalam
sistem
pemerintahan
yang
dikelola
secara
demokratis,
pemerintahan dijalankan dengan melibatkan partisipasi publik secara luas. Kebijakan pemerintah tidak lagi ditentukan dan diputuskan oleh beberapa orang pejabat yang dirasa berkompeten di suatu bidang, tetapi harus dilakukan dengan prosedur demokrasi yang melibatkan orang banyak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bahkan sekarang, suara terbanyak dalam lembaga legislatif pun tidak dapat lagi secara bebas memutuskan sendiri suatu kebijakan dalam ruang yang tertutup, tanpa mendapat dukungan publik secara luas. Pelibatan publik atau partisipasi publik menjadi mutlak dalam rangka menjalankan prinsip demokratisasi pemerintahan. Idealnya peran serta publik dilibatkan sejak proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Hal ini lebih dikenal sebagai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pelaksanaan kebijakan daerah diharapkan dapat menjadi ajang peningkatan partisipasi publik dalam berbagai urusan publik. Perwujudan nyata demokrasi ada pada tingkatan sejauh mana rakyat turut berperan dalam merumuskan kebijakan daerah. Menurut Seidman, pelibatan publik yang terkait amat penting artinya karena stakeholder pada dasarnya memiliki kepentingan pada setiap perundnag-undangan yang diusulkan, publik juga memiliki pengetahuan sendiri mengenai masalah yang ada dalam lingkungannya, serta untuk
mengembangkan
stakeholders
dalam
kemampuan
mereka
bekerjasama
membentuk prundang-undangan1. Konsisten dengan alasan-alasan tersebut pasal 53 Uundang-undang (UU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 10 tahun 2004) dan pasal 139 (1) UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004) menyediakan ruang bagi partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan perundangan. Keduanya menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan masukan, secara lisan maupun tertulis, dalam pembahasan suatu undang-undang atau peraturan daerah (Perda). Perda
merupakan salah satu instrumen hukum yang srategis dalam
mendukung pembangunan di daerah. Keberhasilan otonomi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya, ditentukan melalui Perda. Peluang besar ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah (pemda)
untuk
menghasilkan
Perda
yang
berkualitas
dalam
kerangka
pembentukan hukum yang bertanggungjawab sosial, mampu mendorong kemajuan dan pemberdayaan daerah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Australia Indonesia Government Research Partnership pada tahun 2009 diketahui bahwa berbagai manfaat demokratis yang potensial untuk diperoleh melalui partisipasi ini sebagian besar telah hilang dalam proses pembuatan peraturan. Meskipun masyarakat memiliki
1
Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan Rancangan Undang-undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis. Jakarta : Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
hak untuk berpartisipasi, namun tidak diikuti dengan pemberian dukungan yang mampu mendorong dan memudahkan anggota masyarakat untuk melaksanakan haknya dalam pembentukan peraturan daerah. Proses legislasi masih menjadi wilayah elit politis. Pembuat kebijakan dan pembuat peraturan jarang berupaya untuk berkonsultasi dengan konstituen mereka untuk menentukan apakah peraturan-peraturan tertentu memang diperlukan, dan jika memang diperlukan apa yang seharusnya ada di dalamnya. Bahkan warga masyarakat maupun swasta yang mengetahui bahwa penyusun peraturan tengah mempertimbangkan untuk memasukkan suatu kebijakan tertentu dalam sebuah peraturan mungkin memiliki kesulitan mengakses informasi yang relevan. Akses pubik ke informasi yang relevan untuk proses penyusunan peraturan, termasuk dokumentasi kebijakan yang relevan dan draf peraturan, secara umum tidak mencukupi. Analisis atas biaya dan manfaat peraturan yang dibuat jarang dilakukan sebelum pengesahan, berarti bahwa beban yang sangat signifikan kadang-kadang dipikul oleh swasta sementara manfaat bagi pemerintah juga sangat sedikit2. Masyarakat sering dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif dalam pembuatan Perda salah satunya dalam pembuatan perencaan kota. Mereka diberi tempat untuk aktivitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim akan tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan perencanaan. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota di Indonesia masih sering diabaikan, padahal penting sekali artinya untuk menumbuhkan harga diri,
2
M. Nur Sholikin dan Simon Butt. 2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen Daerah (DPRD). Crawford School of Economics and Government at The Australian National University
percaya diri dan jati diri. Apalagi bagi kaum papa yang termasuk dalam kategori ‘the silent majority’, keterlibatan mereka tidak boleh dikatakan tidak ada.3 Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan. Hal ini dimaksudkan agar rencana tata ruang yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai produk kesepakatan antar-pemangku kepentingan sehingga dapat diimplementasikan secara efektif. Dalam proses ini, peran masyarakat tidak dapat diabaikan, mengingat masyarakat merupakan obyek dan subyek utama dalam penyelenggaraan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang serta Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa tujuan dari penataan ruang adalah mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran serta masyarakat dalam
3
Eko Budiharjo. 2011. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Penerbit P.T Alumni: Bandung. Hal. 8
penyelenggaraan penataan ruang menjadi sangat penting dan perlu menjadi pertimbangan di dalam proses penataan ruang, baik pada proses perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang untuk meminimalisir terjadinya konflik-konflik antar pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya pemerintah perlu memfasilitasi agar penyampaian aspirasi masyarakat dalam penataan ruang dapat berjalan dengan efektif dan efesien. Kota Medan saat ini disebut sebagai unmanaged city. Kota ini, dilihat dari susunan tata ruang kota tidak lagi merupakan kota idaman seperti yang dimaksudkan pada awal pendirian sebuah kota. Dan kota ini pun tidak mungkin dapat ditata ulang sebagai sebuah kota harapan. Tata ruang kota Medan telah berantakan dan telah menghilangkan jati dirinya sebagai kota idaman, sebagai suatu pertanda begitu ganasnya kelompok bisnis dan elit kota memanfaatkan bagian bagian kota yang sebenarnya tidak pantas dijadikan kegiatan bisnis4. Berdasarkan hasil survey Most Liveable City Index tahun 2011, kota Medan memiliki persepsi kenyamanan warga yang rendah hampir pada semua kriteria. Kota Medan dipersepsikan warganya memiliki kondisi tata kota dan kualitas lingkungan yang buruk, kualitas pedestrian yang buruk, perlindungan bangunan bersejarah yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas kota5. Saat ini Pemerintah Kota Medan telah memiliki rencana tata ruang wilayah berupa peraturan daerah (perda) yakni Peraturan Daerah Kota Medan No.13 4
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2849:dukaanak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh ( diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15) 5 http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=312 (diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 01.00)
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan. Perda ini merupakan kelanjutan dari Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Disahkannya Perda tersebut banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Kritikan tersebut mengenai proses pembentukan maupun substansi dari Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011. Adapun beberapa kritikan tersebut yakni sejak diajukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) pada pertengahan Maret 2011 lalu, DPRD Medan terkesan memburunya untuk cepat disahkan. Tercatat, sejak pengajuan tersebut, Panitia Khusus (Pansus) RTRW yang terbentuk untuk membahasnya hanya melakukan rapat sebanyak lima kali. Hal tersebut terungkap saat pembahasan Pansus, rapat-rapat internal dan rapat bersama SKPD terkait tanpa melibatkan publik seperti NGO dan akademisi hanya dilakukan sebanyak lima kali karena beberapa agenda yang dibatalkan dan tertunda. Selain itu, Pansus hanya melakukan konsultasi ke Kementrian PU Jakarta serta Pemerintahan Yogyakarta pada 25 hingga 29 April 2011, hingga melakukan rapat finalisasi pembahasan Ranperda RTRW pada 20 Juni 2011. Catatan wartawan, Pansus hanya melakukan satu kali rapat pada bulan April dantertunda berulang kali serta dua kali pada bulan Juni 20116. Catatan lain dari Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU), Perda mengenai RTRW ini disahkan tidak melalui proses yang partisipatif dari
6
Portal online Berita Sore, http://beritasore.com/2011/07/14/walhi-akan-gugat-walikota-2/ diakses pada 5 Februari 2014 pukul 15.16 WB
tahun 2007 APTRSU melakukan pengawalan penyusunan RTRW di Sumut termasuk tawaran pada waktu itu adalah RTRW Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo) namun karena begitu lambannya respon pemerintah pada saat itu, akhirnya APTRSU tidak lagi menjadi mitra strategis Pemko sebagai pemberi masukan kritis dalam perumusan RTRW tersebut. Apa yang diketuk palu oleh DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan hanya sekedar memenuhi mandat Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Tata Ruang7. Penelitian mengenai proses pembentukan Perda ini pernah dilakukan oleh Simbolon pada tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perda ini pembentukannya dimulai dari pihak eksekutif yaitu Waikota Medan yang kemudian dibahas bersama dengan DPRD. Dalam proses pembentukannya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam membentuk Perda ini telah melakukan focus group discussion dan melakukan pendekatan partisipatif dengan masyarakat8. Bappeda juga telah melakukan jaring aspirasi masyarakat di setiap kecamatan9. Selain itu penetapan kebijakan harus menyerap aspirasi dalam masyarakat, oleh karena itu Panitia Khusus DPRD untuk Perda No. 13 Tahun 2011, dalam pembuatan Perda ini
telah melakukan survey ke lapangan
(masyarakat)10.
7
Wawancara melalui email dengan Bapak Bekmi salah seorang anggota APTRSU pada 18 Desember 2013 pukul 16.42 WIB 8 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Fisik dan Tata Ruang Bappeda Kota Medan dalam Shynta Nastasia Simbolon. 2012. Analisis Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Skripsi pada Universitas Sumatera Utara: Medan. Hal. 229 9 Hasil wawancara dengan Kepala Sub-bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dalam ibid. 10 Hasil wawancara dengan Kepala Sekretaris Pansus DPRD untuk Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 dalam ibid. Hal. 234
Penelitian Simbolon berfokus pada analisis proses formulasi dan adopsi Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Informan penelitian berasal dari pihak Pemerintah Kota Medan dalam hal ini Walikota beserta Satuan Perangkat Kerja terkait dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan tanpa melibatkan masyarakat sebagai informan penelitiannya. Berdasarkan uraian mengenai kritikan yang muncul dari masyarakat serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon yang terkesan kontradiksi diatas serta ketertarikan peneliti pada pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan publik, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”
II.2
Fokus Penelitian Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mencoba
menjawab bagaimana penyelenggaraan demokrasi partisipatif dalam Peyusunan peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011. Untuk memfokuskan arah penelitian, maka dilakukan pembatasan. Pertama, demokrasi partisipatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah partisipasi publik dalam memberi masukan ke dalam materi peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011. Kedua, publik yang dimaksud adalah para ahli atau praktisi baik individu maupun kelompok yang mempunyai kemampuan untuk memerikan pandangan-pandangan yang konstruktif. Ketiga, proses Peyusunan peraturan daerah yang dimaksud dapat terjadi pada awal atau pada pembahasan.
II.3
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah 1.
Bangaimana proses Peyusunan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
2.
Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kota Medan untuk mengoptimalkan partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
3.
Bagaimana inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
II.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1.
Untuk menganalisis proses Peyusunan Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
2.
Untuk
mengetahui
upaya
Pemerintah
Daerah
Kota
Medan
untuk
mengoptimalkan partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
3.
Untuk mengetahui inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
II.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU. 2. Penelitian ini diharapkan bergunan bagi peneliti untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam bidang demokrasi partisipatif dan perumusan kebijakan publik. 3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan kepada Pemerintah Kota Medan dalam perumusan kebijakan publik dan mengatasi permasalahan tata ruang di kota Medan.
II.6
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analis data, pengujian kredibilitas data, etika penelitian, dan tantangan dalam penelitian.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
BAB V
PROSES
PENYUSUNAN
RENCANA
TATA
RUANG
WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 20011-2031 BAB VI
DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN
BAB VII PENUTUP
BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka digunakan oleh penulis sebagai landasan dan kerangka berpikir yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah atau menyororti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian itu disoroti. II.1
Demokrasi dan Partisipasi Publik II.1.1.
Konsep Demokrasi Ada bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan
demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata
Yunani
demos
berarti
rakyat,
krats/kratein
berarti
kekuasaan/berkuasa)11. Sesudah Perang Dunia II secara formal demokrasi menjadi dasar dari kebanyakan negara di dunia. Hal ini di perkuat dengan penelitian yang diselenggrakan UNESCO pada tahun 1949 yang menyatakan bahwa demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem oraganisasi poitik dan sosial. Namun UNESCO juga menyimpulkan bahwa ide demokrasi juga masih ambigous atau mempunyai 11
Hal. 105
Miriam Budiarjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. P.T Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
banyak pengertian atau sekurang-kurangnya terdapat ambiguity mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural dan historis yang memengaruhi istilah, ide dan praktik demokrasi itu sendiri12. Menurut Dahl, demokrasi merupakan sarana, bukan tujuan utama, untuk mencapai persamaan (equality) politik yang mencakup tiga hal, yaitu kebebasan manusia (baik secara individu maupun kolektif), perindungan terhadap nilai (harkat dan martabat) kemanusiaan, dan perkembangan diri manusia13. Bagi Willy Eichler, esensi demokrasi adalah proses, karenanya ia merupakan sistem yang dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju, dibanding kondisi yang sedang dialami masyarakat14. Demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah berubah yaitu adanya keikutsertaan anggota masyrakat (rakyat) dalam menyusun agendaagenda politik (pemerintahan) yang dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan berkala, adanya proses yang berkesinambungan, serta adanya pembatasan kekuasaan politik. Atau dalam bahasa lain, dalam sistem negara demokrastis ada beberapa ciri yang berlaku secara konsisten, yaitu : partisipasi publik dalam pembuatan keputusan, persamaan kedudukan di depan hukum, distribusi pendapatan secara adil, kesempatan memperoleh pendidikan, kebebasan
12
Ibid. Syamsuddin Haris. 1995. Demokrasi Indonesia. LP3S: Jakarta. Hal. 5 14 Elsa Pedi Taher. 1994. Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi di Indonesia. Paramadina: Jakarta. Hal. 203 13
mengemukakan pendapat, kebebasan pers, berkumpul dan beragama, kesediaan dan keterbukaan informasi, mengindahkan fitsoen (tatakrama politik), kebebasan individu, semangat kerja sama, dan hak untuk protes. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana keputusankeputusan penting pemerintahan atau garis kebijaksanaan di belakang keputusan-keputusan trsebut secara langsung secara langsung atau tidak langsung, hanya dapat berlangsung jika disetujui secara bebas oleh mayoritas masyarakat dewasa yang berada dalam posisi diperintah15. Jadi, jelas bahwa demokrasi memberikan kesempatan bagi publik untuk terlibat dalam proses kebijakan publik, termasuk di dalamnya proses legislasi. Partisipasi publik dalam proses legislasi merupakan hak politik yang mesti dijamin oleh negara demokratis. II.1.2.
Teori Demokrasi
II.1.2.1. 1.
Teori Demokrasi Klasik
Teori Individualisme Liberal/Libertarian Inti dari pandangan teori individualisme liberal, yang
dipraktikkan oleh negara Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Eropa Barat, yang pada perkembangannya banyak diikuti oleh negara-negara baru lainnya, adalah kebebasan individu merupakan nilai utama yang harus dilindungi oleh pemerintah. Dari sudut 15
pandang
ilmiah,
demokrasi
libertarian
dikategorikan
Kelompok Studi Indonesia. 1999. Menegakkan Demokrasi. Yayasan Studi Indonesia: Jakarta. Hal. 23-24
berdasarkan kenyataan bahwa walaupun Negara (Pemerintah) merupakan
bagian
dari
struktur
demokratis
dalam
koridor
konstitusional, namun sebagian besar kondisi sosial dan ekonomi tetap dianggap sebagai wilayah privat yang lepas dari intervensi dan struktur politik. Berdasarkan konsep ini, Undang-Undang Dasar yang menjamin kebebasan institusi politik demokrasi liberal hanya akan menemukan keseimbangan sosialnya dalam ekonomi pasar bebas yang dikombinasikan dengan kebebasan hak milik individu, privat, serta tanggung
jawab tiap-tiap
individu warga negara atas
kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka16. 2.
Teori Sosialis Titik awal dari konsep Demokrasi Sosial dalam bentuk
modernnya adalah Konvensi Hak-Hak Dasar PBB tahun 1996 (United Nation’s Covenants on Basic Rights 1996). Dokumen ini – merupakan bagian yang sah dari hak internasional – menyatakan lima kelompok Hak-hak Asasi: Hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya. Dua kelompok hak yang pertama sudah dikenal dengan baik. Mereka membentuk dasar untuk demokrasi liberal. Hak-hak sipil contohnya seperti kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dan berkumpul, hak-hak politik seperti hak untuk membentuk partai politik dan untuk memilih. Namun tiga kelompok hak lainnya
16
Thomas Meyer. 2012. Demokrasi Sosial dan Libertarian : Dua Model yang Bersaing dalam Mengisi Kerangka Demokrasi Liberal. Friedrich-Ebert-Stiftung (FES): Jakarta. Hal. 10
memiliki tingkat kepentingan dan validitas yang sama: hak sosial adalah hak atas perlidungan sosial, keamanan sosial, pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain, hak ekonomi meliputi hak memperoleh pekerjaan, atas pembayaran yang adil, atas kondisi kerja yang layak, dan hak budaya melindungi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kebudayaan suatu masyarakat dan untuk mengekspresikan identitas kebudayaan seseorang. Gagasan dibalik lima dimensi konsep hak-hak asasi tersebut adalah kebebasan dan kesempatan bagi pengembangan personal dan partisipasi penuh dari semua individu dalam kehidupan sosial haruslah dijamin bagi semua manusia terlepas dari status sosial dan kekayaannya17. II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern 1.
Teori Demokrasi Elit Menurut
pandangan
teoretisi
demokrasi
elitis,
suatu
masyarakat itu dibentuk oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas dan impersonal”. Karl Mannheim, salah satu teoretisi demokrasi elitis, menyatakan bahwa pembentukan kebijakan sebenarnya ada di tangan para elite. Namun, hal ini bukan berarti bahwa masyarakat tersebut tidak demokratis, selama masih ada ketercukupan bagi masyarakat untuk mengganti para pemimpin mereka atau untuk memaksanya mengambil keputusan-keputusan atas dasar kepentingan masyarakat banyak. Mannheim yang membenarkan Pareto – salah satu teoretisi 17
Ibid
elit – menekankan bahwa kekuasaan politik selalu dijalankan oleh minoritas (elite). Ia juga membenarkan Roberto Michels dan menegaskan dalam pengembangan hukum selalu cenderung menuju kepada pemerintah oligarkis (iron law of oligarchy/hukum besi oligarki)18. 2.
Teori Demokrasi Partisipatif Teori demokrasi partisipatif yang muncul kemudian adalah
sebuah bentuk penolakan terhadap asumsi yang dibuat oleh teori demokrasi elitis yang menekankan bahwa masyarakat itu dibentuk oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas dan impersonal”. Ide dasar dari demokrasi partisipatif adalah bagaimana kekuasaan politik dikembangkan lagi kepada seluruh rakyat. Rakyat, tidak tergantung pendidikan, keturunan, agama, jenis kelamin, maupun harta kekayaan yang dimilikinya, selayaknya ikut serta dalam pengambilan keputusan yang penting bagi dirinya. Melalui proses ini partisipasi warga dapat diperluas
dan
diperdalam
sebagai
bagian
dari
pendalaman
demokrasi19. Teori demokrasi partisipatif justru menekankan bahwa “perkembangan
diri
individu”
sebagai
kriteria
utama
untuk
mengevaluasi karakter negara dan masyarakat. Dalam hal ini John
18
Ibid. Hal. 205 Suhirman. 2004. Kerangka Hukum dan kebijakan tentang Partisipasi Warga di Indonesia. Laporan Penelitian Independen The Ford Foundation: Bandung 19
Dewey menyatakan bahwa keberadaan suatu masyarakat demokrasi tergantung pada konsensus sosial dengan fokus perkembangan manusia yang didasarkan atas kebebasan, persamaan, dan partisipasi politik. Sementara itu Peter Bachrach percaya bahwa partisipasi aktif – dalam arti yang luas – dari individu dalam berbagai keputusan di suatu komunitas merupakan faktor utama dalam mengembangkan kemampuan rakyat. Suatu perubahan dari demokrasi yang ada saat ini kepada “demokrasi partisipasi” akan memerlukan: (1) perubahan kesadaran rakyat, yang tadinya memandang diri mereka sebagai penerima pasif atas segala sesuatu yang diberikan oleh kekuasaan menjadi agen-agen perubahan sosial yang aktif melalui bentuk partisipasi yang positif dalam proses pengambilan keputusan oleh negara; dan (2) pengurangan secara besar-besaran segala ketimpangan yang ada20. II.1.3.
Partisipasi Publik Sebagai bagian dari demokrasi, partisipasi publik saat ini menjadi
istilah yang sangat penting, termasuk juga di dalam proses legislasi perundang-undangan. Ada beberapa beberapa alasan mengapa partisipasi publik dalam penyelenggaraan
Negara
menjadi sebuah keharusan
sebagaimana dilaporkan dalam penelitian Balitbang HAM bekerjasama dengan Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2003. Pertama
20
S.P. Varma. 1975. Modern Political Theory. Diterjemahkan oleh Yohanes Kristianto SL, dkk. 2007. Teori Politik Modern. Raja Grafindo Persada: Jakarta. hal. 210
partisipasi sebagai implementasi dari pemerintahan demokrasi untuk memperkuat demokrasi. Kedua, partisipasi publik publik sebagai kesadaran atas hak politik21. Dari pengalaman yang ada partisipasi sebagai bentuk keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan publik, bukanlah hal yang serta merta dapat terjadi. Melainkan memerlukan proses penyadaran, pengorganisasian, inisiasi dan fasilitasi ruang-ruang publik. Praktek pertisipasi warga membutuhkan aktor-aktor yang terdiri dari warga negeara yang aktif, melalui proses pengorganisasian dan pendampingan yang intens political will dan political awareness dari institusi pemerintahan22. Maka menjadi suatu kewajaran jika partisipasi masyarakat sejauh ini baru pada level adanya informasi kepada masyarakat akan diaturnya suatu materi dalam suatu perundnag-undangan (di tingkat persiapan) dan keterlibatan secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (di tingkat pembahasan dan pengesahan)23.
21
Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003 22 Laporan Studi Kasus Pengembangan Model Partisipasi Warga dalam Tata Pemerintahan dan Demokrasi Lokal. Local Government Support Program dan PP Lakpesdam NU, tidak diterbitkan dalam Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksana Hak Politik. Balitbang Departemen Hukum dan HAM. 2008 23 Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003
Partisipasi dapat dipahami dengan menggunakan versi tangga partisipasi yang dikembangkan oleh Arnstein, sebagai berikut24 : Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein,1969 Demokrasi, partisipatif
Kontrol Warga Negara
Kekuasaan warga Kekuasaan di delegasikan
Kemitraan
Tokenisme
Menenangkan Konsultasi
Demokrasi representatif
Non Partisipasi Menginformasikan Terapi
Eksploitatif
Manipulasi
Sumber : Jim Ife dan Frank Tesorieri, 2008 Dari tipologi ini, jelas bahwa apa yang mungkin dikatakan sebagai partisipasi dapat berkisar dari manipulasi oleh pemegang kekuasaan sampai kepada warga Negara yang memiliki control terhadap keputusankeputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka bervariasi menurut tingkat kontrol.
24
Jim Ife dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development (Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi). Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal. 299
Secara lebih rinci lagi, indikator partisipasi kewargaan yang telah disusun secara terperinci oleh tim penulis Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) sebagai berikut25 : Tabel 2.1 Indikator Partisipasi Kewargaan Tingkat
Pertukaran informasi (information exchang): warga menyampaikan informasi dan memperoleh informasi.
Konsultasi (consultation): warga dimintai masukannya dalam menganalisis, menyusun alternatif dan mengambil keputusan.
Tujuan
Strategi Komunikasi
Penyadaran warga.
Komunikasi tertulis.
Mengumpulkan opini publik.
Komunikasi elektronik.
Membangun momentum bagi penyusunan kebijakan.
Komunikasi lisan.
Pendidikan warga
Pertemuan tatap muka dengan warga.
Mendorongdebat publik. Menjabarkan nilai-nilai. Memperluas penyediaan informasi.
Metode/Teknik
Opinion survey. Komentar publik. Dengar pendapat umum. Poster dan media kampanye.
Komunikasi verbal. Pertemuan warga (public meeting). Konsultasi online (Econsultation).
Pertemuan on-line dengan warga.
Memperbaiki keputusan. Pelibatan 25
Melibatkan
Pertemuan
Musyawarah
Tim Penulis FPPM. 2007. Memfasilitasi Konsultasi Publik. http://www.scribd.com/doc/205367441/Memfasilitasi-Konsultasi-Publik diakses pada 10 Maret 2014 pukul 18.45 WIB
(engagement): pemerintah bekerja dengan warga di dalam keseluruhan proses penyusunan kebijakan agar aspirasi warga selalu dipertimbangkan.
warga dalam penyelesaian masalah.
tatap muka dengan warga.
Melibatkan warga dlam pengambilan keputusan.
Pertemuan on-line dengan warga.
warga (public deliberation). Musyawarah online (online deliberation).
Mengembangkan Pendeegasian kewenangan. kapasitas dalam melaksanaan kebijakan. Memperbaiki hasil pelaksanaan.
Kolaborasi (collaboration): pemerintah dan warga menjadi mitra (partner) dalam penyusunan kebijakan.
Mewakili berbagai pemangku kepentingan. Melibatkan pakar. Mengurangi konflik kepentingan. Memperbaiki kebijakan.
Membangun Komite Penasihat. Merancang proses.
Perundingan multipihak. Proses konsesus kebijakan.
Pengambilan kepuusan bersama (share decision making)
Sumber : Analisis FPPM, 2007 Berdasarkan Tabel 2.1 dan Gambar 1.1 partisipasi masyarakat terlihat bukan berdasarkan kehadiran dalam suatu pertemuan tapi bagaimana masyarakat sadar dan ikut terlibat dalam mempengaruhi pembuatan kebijakan publik.
II.2
Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik Inti kehidupan bernegara adalah demokrasi yang dilihat dari pembelajaran
dan pengalaman selama ini. Suatu negara dikatakan memiliki demokrasi yang baik dilihat dari kebijakan publik yang unggul yang dikembangkan dalam konteks dan proses yang demokrasi. Dan pada hakekatnya, bentuk terluar dari demokrasi dan kebijakan publik tersebut adalah pelayanan publik yang didasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola yang baik atau good governance26. Menurut Thomas R. Dye, kebijakan publik adalah apa pun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan Negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Disamping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan Negara. Hal ini disebabkan sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah.27 Chandler dan Plano berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya–sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para
26 27
Riant Nugroho. 2008. Publik Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta. Hal. 9
Hanif Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Widiasari Indonesia: Jakarta. Hal. 264
politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Kemudian kebijakan publik akan disebut sebagai suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas28. Kemudian Edwards III dan Sharkansy mengartikan definisi Kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan programa-program pemerintah. Edwards dan Sharkansky kemudian mengatakan itu ditetapkan secara jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidatopidato pejabat teras pemerintah atau programa-programa dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah29. Hal yang sama juga dikemukakan Anderson mengatakan kebijakan publik adalah kebijakan negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Menurut Anderson implikasi dari pengertian kebijakan negara tersebut adalah : 1.
Bahwa kebijakan negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2.
Bahwa kebijkana negara berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat pemerintah. 28
Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta. Hal. 1 29 Irfan Islamy. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan kebijakan Negara. Bumi Aksara: Jakarta. Hal. 19
3.
Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan pemerintah apa yang mereka bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.
4.
Kebijakan negara itu bersifat positif dalam arti merupakan bentuk tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti: merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
5.
Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif-didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan perundangan dan bersifat memaksa30. Konsep demokrasi tidak bisa dipisahkan dari pembahasan hal-hal yang
baerkaitan dengan tata kepemerintahan dan kegiatan politis termasuk di dalamnya kegiatan pengambilan keputusan publik.
Semua proses politik dan lembaga-
lembaga pemerintahan berjalan seiring dengan jalannya demokrasi. Oleh karena itu Ranny (1996), berpendapat bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasaran prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (popular sovereignity), kesamaan politik (political equality), konsultasi atau dialog dengan rakyat (popular consultation), dan berdasarkan pada aturan suara mayoritas31. 1.
Kedaulatan Rakyat (Popular Sovereignity) Prinsip kedaulatan rakyat menekankan bahwa kekuasaan tertinggi untuk membuat keputusan berada di tangan seluruh rakyat, bukan berada ditangan beberapa atau salah satu dari orang tertentu. Kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan yang demokratis dapat dilimpahkan atau didelegasikan 30 31
Ibid Miftah Thoha. 2008. Ilmu Admiistrasi Publik Kontemporer. Kencana: Hal. 256-262
2.
kekuasaan membuat keputusan atau kebijakan kepada legislatif, eksekutif, yudikatif, administrator, atau kepada siapa pun yang dikehendaki sebagai wakilnya. Rakya dikatakan berdaulat sepanjang mereka masih mempunyai kekuatan untuk memutus dimana kekuasaan membuat keputusan tetap berada di tangannya dan bisa didelegasikan kepada siapa saja yang bisa bertanggungjawab paa periode waktu tertentu. Kesetaraan Politik (Political Equality)
3.
Kesetaraan politik menekankan bahwa setiap warga negara dewasa mempunyai kesempatan yang sama dengan lainnya untuk berperan serta dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan politik. Kesetaraan politik memberikan tempat yang longgar untuk timbulnya perbedaan pendapat. Inilah moral demokrasi karena adanya moral disagreement. Konsultasi Rakyat (Popular Consultation)
4.
Prinsip konsultasi rakyat mempunyai dua ketentuan, yaitu: pertama, negara harus mempunyai mekanisme yang melembaga yang dipergunakan oleh pejabat-pejabat negara dalam memahami dan mempelajari kebijakan publik sesuai dengan yang diehendaki rakyat. Kedua, negara harus mampu mengetahui secara jelas preferensi-preferensi rakyat. Dengan demikian, pejabat-pejabat pemerintah bisa meletakkan preferensi tersebut dalam konteks pembuatan kebijakan publik walaupun preferensi tersebut tidak seluruhnya dipakai. Dalam prinsip konsultasi rakyat ini, proses pembuatan kebijakan publik merupakan hal yang lebih penting ketimbang isinya. Semakin banyak kesempatan dialog yang dilakukan oleh pemerintah dengan rakyanya semakin terbuka jalan demokrasi dalam pemerintahan. Kekuasaan Mayoritas (Majority Rule) Prinsip suara mayoritas menghendaki agar suara terbanyak yang mendukung atau menolak dijadikan acuan diterima atau ditolaknya suatu kebijakan publik. Namun prinsip ini bukanlah berarti bahwa setiap tindakan pemerintah harus dikonsultasikan kepada rkyat atau disahkan oleh mayoritas. Meainkan suara mayoritas ini hanya diperlukan bagi berbagai jenis proses pengambilan kebijakan publik. Keempat prinsip diatas bermuara pada rakyat, seperti pengertian asli
demokrasi yakni suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pelaksanaan demokrasi dalam mewujudkan prinspi-prinsip diatas semuanya tergantung pada aktoraktor yang melaksanakannya.
II.3.
Demokrasi Sebagai Bagian dari Participatory Governance Esensi dari participatory governanve adalah untuk mengembangkan aktor
non-pemerintah, baik individu maupun organisasi, dengan maksud untuk sungguh-sungguh dan aktif menjadi bagian dari proses pengembangan kebijakan32. Participatory governanve bukanlah sebuah teknik pembangunan yang biasa digunakan dan seluruh penelitian dalam bidang ini didasarkan pada sebuah perspektif normatif yang jarang membuatnya eksplisit atau didiskusikan33. Speer mengelompokkan empat perspektif normatif yang biasa diadopsi dalam mempelajari participatory governance. Keempat perspektif tersebut adalah34 : 1.
Democratic Decentralization
2.
Dalam pandangan ini participatory governance penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas dari pemerintahan lokal. Participatory governance diprediksikan untuk meningkatkan legitimasi pemerintahan dan untuk mencegah pengeluaran sosial dari public service. Deliberative Democracy
3.
Participatory governance dalam pandangan ini harusnya membuat sistem politik lebih demikratis dengan memperkuat bentuk deliberatif dari pembuatan kebijakan. Empowerement Dalam pandangan ini tujuan pokok dalam participatory governance adalah pemberdayaan kaum miskin. Disamping itu diharapkan
32
Meredith Edwards. 2008. Participatory Governance (Issues Paper Series No.6) Corporate Governance ARC Project. University of Canbera 33 Goldfrank. 2007. Dalam Johanna Speer. 2011. Participatory Governance, Accountability, and Responsiveness: A Comparative Study of Local Public Service Provision. in Rural Guatemala. Dissertation. Landwirtschaftlich-Gärtnerischen Fakultät der Humboldt-Universität zu Berlin. 34 Ibid. Hal. 35-36
4.
adanya kemungkinan bagi kaum lemah untuk mempengaruhi pembuatan keputusan. Self-governance Dalam pandangan ini, tujuan dari pengimplemntasian participatory governance adalah untuk mengijinkan masyarakat untuk mempengaruhi desain dan implementasi dari setiap aturan pada kebijakan publik.
Participatory
governance
menghendaki
adanya
pengembangan
kemampuan aktor no-pemerintah dalam pengambilan kebijakan publik. Hal ini dapat terjadi jika adanya pengembangan demokrasi dalam proses pengambilan kebijakan tersebut. II.4
Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang Di dalam tata ruang tercakup distribusi tindakan manusia dan kegiatannya
untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya. Konsep tata ruang menurut Foley tidak hanya menyangkut suatu wawasan yang disebut sebagai wawasan spasial, tetapi menyangkut pula aspek-aspek non spasial atau aspasial. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor non fisik seperti organisasi fungsional, pola sosial budaya, dan nilai kehidupan komunitas35. Pada kebanyakan perencanaan kota dan lingkungan, masyarakat acapkali dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif. Memang mereka diberi aktivitas untuk kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim, akan tetapi kurang diberi
35
Ginandjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES: Jakarta. Hal. 427
peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaannya36. Lebih lanjut dikatakan bahwa sebagai makhluk yang berakal dan berbudaya, manusia membutuhkan rasa penguasaan dan pengawasan terhadap habitat dan lingkungannya. Rasa tersebut merupakan faktor mendasar dalam menumbuhkan rasa memiliki untuk kemudian mempertahankan atau melestarikan. Pendekatan dengan
partisipasi
penduduk
dalam
perencanaan
kota,
memungkinkan
keseimbangan antara kepentingan administrasi dari pemerintah setempat dan integrasi penduduk setempat dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat lokal37. Dijelaskan lebih lanjut bahwa terdapat dua jenis partisipasi penduduk yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi horisontal. Partisipasi vertikal adalah interaksi dengan cara dari bawah ke atas (bottom up), sedang partisipasi horisontal adalah interaksi penduduk dengan berbagai kelompok lain. Menurut Suciati, partisipasi masyarakat dalam penataan ruang dapat berbentuk sebagai berikut38 : Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang No. Pendapat 1.
Keith Davis (1988)
36
Teori
Variabel
Bentuk-bentuk partisipasi meliputi:
- Konsultasi. - Sumbangan uang dan barang. - Mendirikan proyek yang sifatnya
- Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa - Sumbangan spontan berupa uang dan barang.
Eko Budihardjo. Loc. Cit. J.T. Jayadinata. 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung: Bandung. Hal. 201 38 Suciati. 2006. Partsipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pati. Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Hal. 61 37
2.
- Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari dermawan, pihak ketiga. - Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai oleh seluruh masyarakat. - Aksi massa. - Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa sendiri. - Membangun proyek masyarakat bersifat otonom. PP No. Bahwa peran serta masyarakat 69 Tahun dalam proses perencanaan tata 1996 ruang dapat berbentuk :
- Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai. - Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang kawasan. - Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang. - Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang. - Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang. - Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan bantuan tenaga ahli Sumber: Analisis Suciati, 2006
berdikari. - Sumbangan dalam bentuk kerja. - Aksi massa - Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga. - Membangun proyek masyarakat.
- Pemberian masukan - Pengidentifikasian potensi dan masalah. - Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat. - Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana. - Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan - Bantuan tenaga ahli
Berdasarkan tabel 2.2, masyarakat diberikan kesempatan berpartisipasi dalam perencanaan penataan ruang dalam berbagai bentuk sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Bentuk partisipasi dapat berupa masukan ide maupun bantuan materi dalam proyek pengembangan tata ruang.
II.5
Defenisi Konsep Defenisi konsep diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian yakni
dengan penggunaan istilah yang khusus untuk menggambarkan sebuah fenomena yang hendak diteliti secara tepat39. Definisi konsep dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Kebijakan publik berfungsi untuk mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam sebuah komunitas. Kebijakan Publik yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. 2. Partisipasi Publik Partisipasi publik merupakan bentuk keterlibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan publik. Partisipasi public yang dimaksud dalam penelitian
39
Singarimbun, Masri. 2006 .Metode Penelitian Survay .LP3ES: Jakarta. hal. 33
ini adalah keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. 3. Demokrasi Partisipatif Demokrasi pertisipastif yang dimaksud adalah kemempuan publik untuk ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan publik dalam rangka mengembangkan kemampuan rakyat sebagai pendalaman dari demokrasi.
BAB III METODE PENELITIAN III. 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif. Metode deskriptif
digunakan untuk
melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau
bidang
tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat40. Penelitian diskriptif juga dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi fenomena atau kenyataan sosial. Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin penelitian kualitatif diartikan sebagai jenis penelitian yan g temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya41. Menurut Hamidi, penelitian kualitatif lebih menggunakan perspektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa, pandangan para responden42. Peneliti memilih penelitian ini karena penelitian kualitatif bersifat menyeluruh (holistic), dinamis dan tidak mengeneralisasi. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat secara khusus fenomena sosial yang terdapat dalam pembuatan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Fenomena sosial yang ingin diteliti adalah penyelenggaraan demokrasi partisipatif dalam pembuatan kebijakan tersebut. Oleh karena itu
40
Hasan, Iqbal M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hal. 22 41
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah danTeknik-teknik Teoritisasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal. 4 42 Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. UMM Press: Malang. Hal. 14.
dibutuhkan informasi secara mendalam dan menyeluruh melalui wawancara mendalam dari masing-masing informan kunci maupun utama agar terlihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
III. 2. Lokasi Penelitian 1.
Kantor Badan Perencanaan Perencanaan Pembangunan Kota Medan jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Kode Pos 20112, Medan.
2.
Kantor DPRD Kota Medan Jalan Kapten Maulana Lubis No. 1 kode Pos 20112, Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena Bappeda Kota Medan
merupakan pihak pemrakarsa penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031. Bappeda bertanggungjawab atas segala proses dan prosedur yang dilaksanakan mulai dari persiapan awal sampai terbentuknya Perda Kota Medan No. 13 tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 . Dalam proses penyusunan RTRW tersebut, sesuai ketentuan perundangundangan dilakukan pelibatan DPRD kota Medan dalam melakukan legislasi penetapan Ranperda RTRW menjadi Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.
III. 3. Informan Penelitian Dalam sebuah penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi dan sampel. Populasi dalam penelitian kualitatif adalah social situation yang terdiri dari tempat, pelaku dan aktivitas yang bersinergis. Dan sampel bukan responden akan tetapi narasumber atau partisipan yang dapat membantu peneliti menjawab permasalahan penelitian43. Informan dalam penelitian ini dipilih karena paling banyak mengetahui tentang proses demokrasi partisipatif dalam penyusunan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Informan adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui dan atau terlibat langsung dengan fokus permasalahan sehingga peneliti dapat merangkum informasi yang penting dalam fokus penelitian. Informan dalam penelitian ini meliputi : 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan. 2. Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. 3. Lembaga Swadaya Masyarakat. 4. Pemuka Masyarakat. 5. Akademisi. Setelah dilakukan penelitian lapangan, informan peneliti berubah terutama karena sebelumnya peneliti tidak melakukan pengelompokan antara informan kunci dan informan utama serta informan tambahan. Selain itu, perubahan
43
49-50
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. CV. Alfabeta: Bandung. Hal.
informan dalam penelitian terjadi disebabkan oleh adanya pendisposisian surat permohonan ijin penelitian yang peneliti ajukan kepada divisi atau bidang yang lebih mengetahui permasalahan yang peneliti ingin ketahui. Sehingga diharapkan penelitian yang dilakukan menghasilkan gambaran yang jelas mengenai proses penyusunan RTRW Kota Medan beserta segala interaksi berbagai pihak yang terjadi selama proses penyusunan RTRW tersebut. Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah sebagai berikut : I.
Informan Kunci 1. Ketua Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan Daerah Kota Medan. 2. Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan.
II. Informan Utama 1. Konsultan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031. 2. Akademisi Universitas Sumatera Utara. 3. Kepala Sub Bagian Perundang-undangan pada Sekretariat Daerah Kota Medan. III. Informan Tambahan 1. Anggota Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan Daerah Kota Medan dalam Pembentukan Peraturan Daerah. 2. Kepala Bagian Risalah dan Persidangan pada Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan. 3. Kordinator Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara.
4. Akademisi Depaertemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara. 5. Akademisi Depaertemen Antropologi Universitas Sumatera Utara yang juga merupakan masyarakat Kota Medan wilayah Utara.
III. 4. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri atau yang disebut sebagai human instrument. Peneliti berfungsi sebagai instrumen dan setelah peneliti dapat melihat fokus penelitian secara jelas maka peneliti harus mengembangkan fokus penelitian tersebut secara sederhana dengan harapan hasil pengembangan yang dilakukan dapat melengkapi data yang dibutuhkan di dalam penelitian.
III. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data Primer Metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini dilakukan dengan : a. wawancara secara mendalam (in depth interview) dengan mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya kepada subjek penelitian hingga diperoleh informasi yang rinci. Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Peneliti telah menyiapkan daftar
pertanyaan
wawancara
sebelumnya,
namun
ketika
dilapangan
pertanyaan yang telah disiapkan menjadi berubah dan berkembang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses penyusunan RTRW Kota Medan serta temuan-temuan yang ditemukan di lapangan oleh peneliti. b.
Observasi diperlukan peneliti untuk menemukan hal-hal yang tidak terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga. Melalui pengamatan dilapangan, peneliti ingin memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti, sehingga peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial untuk mendapatkan pandangan yang holistik atau menyeluruh. Observasi dilakukan peneliti dengan mengamati pemberitaan yang terdapat di media massa, baik cetak maupun portal berita online yang memuat pemberitaan terkait penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.
2. Metode Pengumulan Data Skunder Merupakan data yang tidak secara langsung dari objek penelitian, terdiri dari: a. Penelitian Kepustakaan, pengumpulan data melalui buku-buku, makalah,
literatur yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti. b. Studi Dokumentasi, dengan cara mengkaji informasi yang bersumber dari
dokumen-dokumen yang menyangkut dengan masalah penelitian.
III. 6. Teknis Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Sebelum peneliti memasuki lapangan analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan untuk menentukan fokus penelitian. Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap yaitu reduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian44. Gambar 3. 1 Komponen Analisis Data (interactive model) Miles and Huberman, 1984
Sumber: Miles and Huberman, 1984 1. Reduksi data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
44
HB Sutop. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penenlitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. hal 35
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2. Penyajian Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. 3. Penarikan kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.
III. 7. Pengujian Keabsahan Data Dalam peneltian ini, pengujian keabsahan data dilakukan dengan uji kredibiltasi karena melibatkan penetapan hasil penelitian yang dapat dipercaya. Kriteria kredibilitas dilihat dari perspektif partisipan dalam penelitian penelitian yang dilakukan karena pada hakikatnya tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memamhami fenomena sosial yang menarik perhatian dari sudut pandang partisipan penelitian. Strategi untuk meningkatkan kredibiltas adalah dengan melakukan ketekunan penelitian, perpanjangan penelitian, dan triangulasi teknik.
III. 8. Etika Penelitian Dalam menulis karya ilmiah ini penulis harus memperhatikan etika penelitian, terutama yang berkenaan dengan informan dalam hal pengumpulan atau penulisan data dan informasi. Etika penelitian yang harus dipenuhi oleh peneliti meliputi informed consent, anonimity, dan confidentiallity. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan informed consent, yaitu memberikan penjelasan kepada informan mengenai maksud dan tujuan penelitian dengan tujuan agar informan mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberi kode nomor atau inisial responden (anonimity). Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan juga dijamin oleh peneliti dengan menyimpan hasil rekaman tersebut secara baik dan hanya dilaporkan pada saat penyajian hasil riset (confidentiality). Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengurus surat izin penelitian dari Pembantu Dekan I FISIP USU sebagai pengantar di instansi pemerintah untuk melakukan penelitian. Setelah itu, peneliti mendatangi instansi pemerintah yang bersangkutan dan memberikan surat pengantar dari kampus serta menjelaskan maksud kedatangan ke instansi tersebut. Setelah pengumpulan data dilakukan maka berlanjut pada pengolahan data. Dalam pengolahan data, peneliti menjaga kerahasiaan hasil penelitian dan narasumber. Peneliti tidak membuat beberapa identitas dari informan dan responden, tetapi hanya membuat kode dari identitas responden dan hanya peneliti yang tahu makna dari setiap kode tersebut. Hal ini dikarenakan informan dan responden tersebut tidak bersedia namanya
diterakan dalam laporan peneliti. Begitu juga dengan kuesioner dan catatan hasil wawancara yang disimpan dengan baik oleh peneliti dan tidak diberitahukan kepada orang lain termasuk dosen pembimbing untuk menjaga kerahasian dari informasi yang telah diberikan informan dan narasumber kepada peneliti. Etika yang digunakan dalam penelitian ini bersifat objektif, jujur dan tidak terdapat manipulasi data.
III. 9. Kesulitan dalam Penelitian Selama penelitian berlangsung, peneliti menemui beberapa kesulitan dalam penelitian dan pengerjaan laporan skripsi. Kesulitan tersebut diantaranya kesulitan dalam menemui DPRD yang merupakan Pansus Pembahasan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 karena jadwal kunjungan kerja ke luar kota yang padat serta jadwal mengikuti paripurna beberapa ranperda yang sedang dibahas di DPRD Kota Medan saat peneliti melaksanakan penelitian. Pada akhirnya peneliti baru bisa melakukan wawancara dengan Pansus RTRW sebulan setelah surat penelitian diterima oleh staf Komisi D DPRD Kota Medan. Selain itu Ketua Pansus Pembahasan RTRW Kota Medan 2011-2031 sempat memberikan informasi yang salah kepada peneliti. Ketua Pansus memberikan informasi mengenai proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan sedangkan infomasi yang ingin peneliti ketahui adalah informasi penyusunan Renacana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan. Kesulitan lain yang ditemui peneliti adalah kesulitan melakukan wawancara dengan konsultan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016
karena keberadaan konsultan berlokasi di Kota Bandung serta peneliti tidak mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk melakukan komunikasi dengan pihak konsultan yang menyusun RTRW pada tahun 2006. Pada akhirnya peneliti tidak mendapatkan informasi langsung dari konsultan mengenai proses penyusunan yang dilakukan pada tahun 2006. Kesulitan lain adalah konsultan yang melakukan proses penyempurnaan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 sedang melakukan tugas luar kota, sehingga peneliti tidak dapat melakukan wawancara secara langsung. Pada akhirnya wawancara dilakukan melalui surat elektronik dan pesan singkat serta telepon. Untuk mendapatkan infromasi dari masyarakat, peneliti mengalami kesulitan karena tidak mengetahui masyarakat mana yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kota Medan. Namun, setelah melakukan diskusi dengan dosen yang pernah bekerja menjadi tim ahli pemekaran wilayah serta dengan melakukan observasi pada pemberitaan mengenai penyusunan RTRW penulis menemukan perwakilan masyarakat yang dapat dijadikan informan dalam penelitian ini.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1. Gambaran Umum Kota Medan Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah45.Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional. Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).Sesuai dengan dinamika 45
http://www.pemkomedan.go.id
pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan
dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini. Perkembangan Kota Medan dengan dua kutub pertumbuhan secara fisik merupakan
aspirasi
masyarakat
yang
merasakan
adanya
ketimpangan
pembangunan secara fisik di daerah Utara Kota Medan dibandingkan dengan daerah yang dekat dengan pusat kota yang telah ada sebelumnya. Aspirasi ini diserap oleh pemerintah kota dengan baik dan diwujudkan dalam bentuk dibangunnya sebuah kutub pertumbuhan baru di daerah Utara kota Medan, yang dikenal dengan istilah “Pusat Utara”.
IV.1.1. Geografi dan Demografi Karakteristik Kota Medan didukung oleh luas wilayah 265,10 km2 atau 3,6 persen dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Secara administratif, Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, dan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur, barat, serta selatan. Kota Medan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi strategis yang semakin menguat baik secara regional maupun nasional. Posisi ini menjadi modal dasar dalam pembangunan kota. Secara astronomis, Kota Medan terletak
pada posisi koordinat
20.27’ – 20.47’Lintang Utara dan 980.35’ – 980 44’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan tanah 0 - 4%. Sebagian wilayah Kota Medan pada 2,5 – 5,0 meter berada pada tanah rawa yang ditumbuhi oleh pohon-pohon. Kota Medan, sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan terbesar di Indonesia, memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional/internasional di kawasan barat Indonesia, yang didukung oleh ketersediaan Bandara Polonia dan Pelabuhan Laut Belawan serta infrastruktur dan utilitas kota lainnya. Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari 21
Kecamatan
dengan
151
Kelurahan,
yang
terbagi
atas
2.001 lingkungan. Berdasarkan batas wilayah administratif, Kota Medan relatif kecil dibanding kota lainnya, tetapi posisi secara ekonomi regional Kota Medan sangat penting karena berada dalam wilayah hinterland dengan basis ekonomi sumberdaya alam yang relatif besar dan beragam, serta dukungan kepelabuhanan. Dibanding kota besar lainnya, Kota Medan memiliki keterbatasan ruang sebagai akibat bentuk wilayah administrastif yang ramping di tengah. Dengan keterbatasan ruang tersebut, daya dukung lingkungan perkotaan menjadi kurang optimal terutama hambatan alamiah dalam pengembangan wilayah utara Kota Medan, khususnya dalam penyediaan prasarana dan sarana perkotaan. Kondisi tersebut juga menyebabkan cenderung kurang seimbangnya dan kurang terpadunya penataan ruang kota di bagian utara dan bagian selatan. Kondisi klimatologi Kota Medan menunjukkan bahwa suhu minimum rata-rata 23,0°C - 24,1°C dan suhu maksimum rata-rata 30,6°C33,1°C. Kelembaban udara Kota Medan rata-rata 78-82%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec dan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2009 rata-rata perbulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya berkisar antara 211,67 mm230,3 mm. Kecenderungan utama yang harus diantisipasi dari sisi iklim daerah adalah potensi bencana alam seperti suhu udara yang cenderung terus meningkat, angin kencang, dan potensi banjir akibat curah hujan yang terus meningkat ataupun banjir kiriman dari daerah hulu.
Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai seperti sungai percut, sungai deli, sungai babura, sei belawan dan sungai-sungai lainnya. Sungai-sungai yang melintas di Kota Medan mempengaruhi bentuk fisik, ruang dan lingkungan serta berdampak pada pola perkembangan Kota Medan. Sungai-sungai tersebut sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber air untuk sebagian masyarakat yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai, sekaligus berfungsi sebagai drainase primer dalam rangka pengendalian banjir, serta tempat pembuangan air hujan. Tantangan yang dihadapi adalah fungsi sungai yang cenderung semakin terbatas akibat pendangkalan dan degradasi lingkungan. IV.1.2. Visi dan Misi Kota Medan Secara umum arah dan agenda pembangunan kota mengacu kepada visi 46: 1. Jangka Panjang (Visi 2025) berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2009 : Kota Medan yang maju, sejahtera, religius dan berwawasan lingkungan (Indikasi : Income perkapita Rp 72 Juta / tahun) 2. Jangka Menengah (Visi 2015) : Kota Medan menjadi Kota Metropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera Misi Pemerintah
Kota Medan Tahun 2011:
Melaksanakan
percepatan dan perluasan pembangunan kota terutama pada 6 (enam) aspek dasar, yaitu : 46
http://www.pemkomedan.go.id/pemerintah_visi.php
1. Pelayanan pendidikan baik akses, kualitas
maupun manajemen
pendidikan yang semakin baik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang unggul. 2. Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan, taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan. 3. Pelayanan kesehatan, baik akses, mutu maupun manajemen kesehatan yang semakin baik. 4. Peningkatan
pelayanan
administrasi
public
terutama
pelayanan
KTP/KK/Akte kelahiran dan perizinan usaha. 5. Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk meningkatkan kapasitas dan prestasi kerjanya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. 6. Menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Catatan : Misi ini tidak ringan dan pencapaiannya akan dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Untuk itu, kita harus bekerja lebih efektif.
IV.1.3. Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan Gambar 4.1 Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan
1. Walikota Walikota merupakan kepala daerah untuk daerah kota yang menjalankan penyelenggaraan pemerintah dan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintahan kota yang ditetapkan bersama-sama dengan DPRD. Walikota merupakan sebuah jabatan politis bukan Pegawai Negeri Sipil yang sejajar dengan Bupati dalam daerah kabupaten dan dipilih melalui Pemilihan Umum Daerah (PILKADA). 2. Sekretaris Daerah Sekretaris Daerah merupakan unsur staf Pemerintah Daerah Kota yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Walikota. Sekretaris daerah mempunyai tugas membantu walikota dibidang hukum dan perundang-undangan, organisasi dan tatalaksana, hubungan masyarakat, protokol serta fungsi pemerintah umum lainnya yang tidak tercakup dalam tugas dinas dan lembaga teknis, misalnya penanganan urusan kerjasama, perbatasan dan lain-lain, serta mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Fungsi Sekretasis daerah dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya ialah, sebagai berikut: 1. Pengkoordinasian penyusunan kebijakan pemerintah daerah
2. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas dan lembaga teknis daerah 3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah 4. Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintah daerah 5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Sekretariat daerah membawahkan 4 (empat) Asisten meliputi 1. Asisten Pemerintahan , terdiri dari : a. Bagian Administrasi Pemerintahan Umum b. Bagian Hubungan Masyrakat c. Bagian Hubungan Kerjasama 2. Asisten Kesejahteraan dan Kemasyarakatan , terdiri dari : a. Bagian Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat b. Bagian Agama dan Pendidikan c. Bagian Administrasi Kemasyrakatan 3. Asisten Perekonomian dan Pembangunan , terdiri dari : a. Bagian Adminstrasi Pembangunan b. Bagian Administrasi Sumber Daya Alam c. Bagian Administrasi Perekonomian 4. Asisten Administrasi Umum, terdiri dari : a. Bagian Hukum b. Bagian Organisasi dan Tata Laksana c. Bagian Keuangan d. Bagian Perlengkapan dan Aset
e. Bagian Umum
IV.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan IV.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kota Medan Sesuai dengan pasal 109 dan 110 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang pembentukan organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan, telah diatur tugas dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan (BAPPEDA) Kota Medan, merupakan unsur pendukung tugas Walikota, yang dipimpin
oleh seorang Kepala Badan yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Medan melalui Sekretaris Daerah. Bappeda mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan kota. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Bappeda Kota Medan mempunyai tugas-tugas pokok : 1.
Merumuskan kebijakan teknis dalam lingkup perencanaan pembangunan daerah;
3.
Menyusun pola dasar pembangunan daerah yang terdiri dari pola umum pembangunan daerah jangka panjang dan pola pembangunan lima tahun;
4.
Menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bersama-sama tim penyusun anggaran Pemerintah Kota Medan dan berkoordinasi dengan unit organisasi terkait;
5.
Mengikuti perkembangan dan mempersiapkan rencana pembangunan untuk penyempurnaan perencanaan lebih lanjut;
6.
Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;
7.
Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah. Dan untuk melaksanakan tugas pokok Bappeda Kota Medan
memiliki fungsi pokok : 1.
Fungsi koordinasi perencanaan kota
2. Penyediaan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan kota. Tugas pokok dan fungsi dalam Bappeda dibagi menjadi tupoksi Bidang dan Sekretariat Bappeda Kota Medan, yang terdiri dari : 1.
Sekretariat
2.
Bidang ekonomi
3.
Bidang Sosial dan Budaya
4.
Bidang Fisik dan Tata Ruang
5.
Bidang Data Monitoring dan Evaluasi
IV.2.2. Visi dan Misi Bappeda Kota Medan Berdasarkan kondisi eksisting, potensi, karakteristik, peluang, tantangan, sikap dan pandangan hidup bersama serta modal sosial pembangunan kota yang dimiliki maka dirumuskan visi Bappeda Kota Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut : “Terwujudnya Bappeda yang Profesional dan Partisipatif untuk Mendukung Akselerasi Pembangunan Kota.” Adapun makna dari visi tersebut adalah
proses perencanaan
pembangunan kota harus melibatkan para pelaku pembangunan dan dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan di berbagai bidang. Sejalan dengan itu, maka pengertian perencanaan profesional dan partisipatif serta fungsi akselerasi pembangunan kota dimaknai sebagai berikut : 1.
Profesional
2.
Segenap jajaran Bappeda Kota Medan mampu bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, serta mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi rencana pembangunan sesuai dengan tujuan pembangunan kota yang akan dicapai, fokus terhadap tujuan yang akan dicapai serta peka terhadap segala perubahan dan tuntutan perkembangan dalam lingkungan strategis yang terjadi. Partisipatif Masyarakat aktif dalam turut menentukan arah dan tujuan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan kota serta
3.
memberikan kontribusi secara permasalahan pembangunan kota. Akselerasi Pembangunan Kota
signifikan
dalam
penyelesaian
Mampu berperan sebagai pendorong dan penggerak dalam percepatan pembangunan kota, guna mewujudkan kota yang maju, berkemakmuran dan berkeadilan Berdasarkan visi yang telah ditetapkan, maka dirumuskan misi Bappeda Kota Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut : 1.
Meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangunan kota.
2.
Meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan capaian kinerja pembangunan kota.
3.
Meningkatkan integrasi dan koordinasi rencana pembangunan kota. Adapun makna dari misi merupakan langkah utama dalam mencapai
visi “Terwujudnya Bappeda yang Profesional dan Partisipatif untuk Mendukung
Akselerasi
Pembangunan
Kota.”
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Medan berkewajiban dan bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangnan kota, meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan capaian kinerja pembangunan kota serta meningkatkan integrasi dan koordinasi rencana pembangunan kota. Lebih spesifik, makna masing-masing misi Bappeda Kota Medan Tahun 2011-2015 sebagai berikut : 1.
Meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangunan kota, merupakan
langkah
strategis
yang dilaksanakan
agar
rencana
pembangunan kota tidak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan formal
tetapi
dilandasi
kebutuhan
material
dalam
rangka
mengidentifikasi, menemukenali masalah dasar dalam pembangunan kota, potensi yang tersedia sekaligus alternatif kebijakan dan formulasi program serta kegiatan dan penganggaran pelayanan umum yang ditetapkan 2.
Meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan capaian kinerja pembangunan kota, merupakan siklus manajemen pembangunan kota yang diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi bahwa implementasi pelaksanaan rencana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, sekaligus memberikan umpan balik bagi siklus perencanaan berikutnya. Meningkatkan integrasi dan koordinasi rencana pembangunan kota,
merupakan upaya meningkatkan nilai optimum dari setiap pemanfaatan sumber daya pembangunan yang digunakan baik secara makro maupun mikro. Di samping itu pengintegrasian dan pengkoordinasian juga diarahkan untuk memaduserasikan tujuan nasional dan regional dan lokal dalam pembangunan secara hirarkis, sehingga dapat diformulasikan berbagai rencana efektif dan yang bersifat implementatif. IV.2.3. Tujuan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan Berdasarkan visi dan misi
yang ditetapkan dirumuskan tujuan
Bappeda Kota Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut :
1.
Meningkatkan kualitas rencana pembangunan kota jangka menengah dan jangka pendek.
2.
Meningkatkan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota.
3.
Meningkatkan pengendalian dan evaluasi implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota
4.
Meningkatkan penyelenggaraan tugas-tugas lain yang ditugaskan oleh Kepala Daerah dalam kaitan dengan kebijakan pembang unan kota.
IV.2.4. Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan
Sumber : Bappeda Kota Medan, 2014
IV.3. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan Bagian Hukum dipimpin oleh Kepala Bagian, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah melalui Asisten Administrasi Umum. IV.3.1. Tugas Pokok Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan Bagian Hukum mempunyai tugas pokok membantu sekretaris Daerah melalui Asisten Administrasi Umum dalam menyusun perumusan kebijakan, pembinaan administrasi, dan pengkoordinasiaan perangkat daerah lingkup hukum dan peraturan perundang-undangan, bantuan hukum, evaluasi dan dokumentasi peraturan perundang-undangan. IV.3.2. Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan Dalam melaksanakan tugas pokok Bagian Hukum Sekretariat Daerah, maka Bagian Hukum menyelenggarakan fungsi : 1. Penyusunan rencana,program, dan kegiatan bagian hukum; 2.
Penyusunan petunjuk teknis lingkup hukum dan peraturan perundangundangan,bantuan
hukum,
evaluasi dan dokumentasi peraturan
perundang-undangan ; 3.
Penyusunan bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah lingkup hukum dan peraturan perundang-undangan,bantuan hukum,evaluasi dan dokumentasi peraturan perundang-undangan
4.
Penyiapan bahan pertimbangan dan bantuan hukum kepada semua unsur pemerintah daerah atas masalah hukum yang timbul dalam pelaksanaan tugas;
5.
Pengkoordinasian pelaksanaan tugas perangkat daerah lingkup hukum dan peraturan perundang-undangan,bantuan hukum,evaluasi, dan dokumentasi peraturan perundang-undangan ;
6.
Pemantuan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah lingkup
hukum
dan
peraturan
perundang-undangan,bantuan
hukum,evaluasi, dan dokumentasi peraturan perundang-undangan ; 7.
Pelaksanaan pembinaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan lingkup hukum;
8.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisiten sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi maka Bagian Hukum membawahkan 3 (tiga) Sub Bagian meliputi Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan, Sub Bagian Bantuan Hukum, dan Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi. 1. Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan; 2.
Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup peraturan dan perundang-undangan;
3.
Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah lingkup peraturan dan perundang-undangan;
4.
Penyiapan
bahan dan pedoman pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah lingkup peraturan perundang-undangan; 5.
Pelaksanaan eksaminasi atas rancangan produk hukum daerah;
6.
Penyiapan bahan pengkoordinasian pelaksanaan tugas perangkat daerah lingkup peraturan dan perundang-undangan;
7.
Penyiapan
bahan
pembinaan,
pengendalian,
evaluasi,
dan
pelaporan pelaksanaan tugas; 8.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2.
Sub Bagian Bantuan Hukum Sub Bagian Bantuan Hukum dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Bantuan Hukum menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Bantuan Hukum; 2.
Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bantuan hukum;
3.
Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah bantuan hukum;
4.
Penyiapan bahan dan pengkoordinasian pelaksanaan bantuan hukum terhadap unsur pemerintah daerah;
5.
Pelayanan bantuan hukum terhadap unsur pemerintah daerah;
6.
Penyiapan
bahan
pembinaan,
pelaporan pelaksanaan tugas;
pengendalian,
evaluasi,
dan
7.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3.
Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi; 2.
Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup dokumentasi peraturan perundang-undangan;
3.
Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah lingkup dokumentasi peraturan dan perundangundangan;
4.
Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi produk-produk hukum;
5.
Penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah lingkup peraturan perundang-undangan;
6.
Pelaksanaan tugas ketatausahaan bagian;
7.
Penyiapan
bahan
pembinaan,
pengendalian,
evaluasi,
dan
pelaporan pelaksanaan tugas; 8.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai dengan tugas dan fungsinya
IV.3.3. Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan Gambar 4.3 Struktur Organisai Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan
Kepala Bagian
Kasubbag Peraturan Perundang-undangan
Kasubbag Bantuan Hukum
Kasubbag Evaluasi dan Dokumentasi
Staff
Sumber : Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan
IV.4. Dewan Perwakilan Rakat Daerah Kota Medan IV.5.1. Dewan Perwakilan Rakyat Kota Medan Dewan perwakilan rakyat daerah (disingkat DPRD) adalah bentuk lembaga perwakilan rakyat (parlemen) daerah (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan pemerintah daerah. DPRD diatur dengan undangundang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. DPRD berkedudukan di setiap wilayah administratif, yaitu:
1.
Dewan
perwakilan
rakyat
daerah
provinsi
(DPRD
provinsi),
berkedudukan di provinsi. 2.
Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten), berkedudukan di kabupaten.
3.
Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan di kota. DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah (gubernur/bupati/wali
kota). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah. DPRD memiliki fungsi yaitu : 1
Legislasi,berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
2
Anggaran,Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD)
3
Pengawasan,Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah Adapun tugas dan wewenang Dewan perwakilan rakyat daerah (
DPRD ) adalah: 1.
Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah.
2.
Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah.
3.
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.
4.
Mengusulkan: o
Untuk
DPRD
provinsi,
pengangkatan/pemberhentian
gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
untuk
mendapatkan
pengesahan
pengangkatan/pemberhentian. o
Untuk
DPRD
kabupaten,
pengangkatan/pemberhentian
bupati/wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. o
Untuk DPRD kota, pengangkatan/pemberhentian wali kota/wakil wali kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
5.
Memilih wakil kepala daerah (wakil gubernur/wakil bupati/wakil wali kota) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
6.
Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7.
Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
8.
Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
9.
Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
10. Mengupayakan
terlaksananya
kewajiban
ketentuan peraturan perundang-undangan.
daerah
sesuai
dengan
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPRD memiliki hak mengajukan rancangan peraturan daerah, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, protokoler, serta keuangan dan administratif. DPRD berhak meminta pejabat negara tingkat daerah, pejabat pemerintah daerah,
badan
hukum,
atau warga masyarakat
untuk
memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Anggota DPRD merupakan anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Jumlah anggota DPRD adalah sebagai berikut: Untuk DPRD provinsi, berjumlah antara 35-100 orang, dan untuk DPRD kabupaten/kota, berjumlah antara 20-50 orang. Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan keputusan menteri dalam negeri sedangkan untuk DPRD kabupaten/kota diresmikan dengan keputusan gubernur. Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji. Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, badan musyawarah, komisi, badan legislasi daerah, badan anggaran, badan
kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, dibentuk sekretariat DPRD yang personelnya terdiri atas pegawai negeri sipil. Sekretariat DPRD adalah penyelenggara administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan bertugas menyediakan serta mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD dipimpin seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh kepala daerah atas usul pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Fungsi sekretariat DPRD adalah sebagai berikut: 1.
Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD.
2.
Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD.
3.
Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD.
4.
Penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD.
IV.5.2. Panitia Khusus Pembentukan RTRW Kota Medan Dalam pembentukan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2010-2030 maka Pimpinan DPRD dan Ketua-ketua fraksi DPRD Kota Medan membentuk Panitia Khusus untuk pembahasan Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030. Hal ini sesuai dengan Keputusan DPRD
Kota
Medan
Nomor
:
171/1225/Kep-DPRD/2011
tentang
Pembentukan Panitia Khusus Pembahasan Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030. Adapun tugas dari Panitia Khusus ini adalah melakukan pembahasan Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2011-2031. Susunan Panitia Khusus DPRD Kota Medan Pembahasan Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2011-2031 : Ketua Wakil Ketua
: :
CP.Nainggolan,SE.MAP 1. Irwan Sihombing,SE 2. Ir.Remon Simatupang,Msc 3. Drs. Daniel Pinem 4. Budiman Panjaitan 5. Abdul Rani,SH 6. Juliandi Siregar,SPd,Msi
Sekretaris Anggota
: :
Drs.Aripay Tambunan,MM 1. Parlaungan Mangunsong,ST 2. Martua Oloan Harahap 3. Hj.Halimatussakdiyah 4. Drs.Herry Zulkarnain,M.si
5. H.Muslim Maksum,LC 6. Porman Naibaho,SH 7. Ilhamsyah 8. H.Ahmad Arif,SE, MM 9. Landen Marbun,SH 10. Ir. H. Ahmad Parlindungan 11. Drs. Lily, MBA, MH 12. Drs.Godfried Effendi Lubis
BAB V PROSES PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 V.1.
Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan sebagai Strategi Meminimalisir Kesenjangan Pembangunan Diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, telah memberikan
legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya untuk sekedar mengejar targetnya dalam lingkup “kacamata” masing-masing. Untuk
mensinergikan
kepentingan
masing-masing
Kabupaten/Kota
diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif. Untuk kota Medan sendiri eksistensi RTRW Kota Medan dijelaskan oleh akademisi Departemen Arstektur USU sebagai berikut : “...Medan ini sudah sangat besar dan berkembang dan perkembangannya itu menolak garis batas administratifnya dia melebar sehingga yang berkembang harusnya suburb, kalau diluar negeri ini suburb yang berkembang dengan baik namun di kita terbalik malah suburb nya yang macet, jalannya jelak, infrastruktur jelek nah itu semua karena saling tidak mau mengkordinasikan pembangunannya, tidak ada yang bertanggung jawab. Jadi, istilahnya gini ‘Ah, Medan itu. Ah, kerjaan Deli Serdang itu.’ Maka dari itu, RTRW Medan ini haruslah
disusun dengan memikirkan berbagai permasalahan yang bukan hanya ada di Medan saja, tapi juga wilayah administratif disekitarnya.” (Wawancara dengan akademisi Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014) Pendapat ini dipertegas dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No. 11 Tahun 2009 yaitu adanya keharusan melampirkan Berita Acara Pemaduserasian RTRW Kota dengan RTRW Daerah Berbatasan sebagai salah satu syarat untuk dalam proses penetapan rancangan RTRW menjadi RTRW yang sah. Oleh pihak Pemerintah Kota Medan dijelaskan sebagai berikut : “... dalam penyusunan RTRW ini, berdasarkan Peraturan Menteri kita harus melaksanakan persetujuan bersama dengan daerah berbatasan. Kita harus melihat materi-materi RTRW agar perencanaan yang kita buat selaras dengan Deli Serdang.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Mei 2014) Pada
akhirnya,
penataan
ruang
diharapkan
dapat
mendorong
pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat (city as engine of economic growth) yang berkeadilan sosial (social justice) dalam lingkungan hidup yang lestari (environmentaly sound) dan berkesinambungan (sustainability sound) melalui penataan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 dibentuk sebagai amanat dari munculnya Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang kemudian diamandemen dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 disahkan pada akhir Desember 2011. Pembentukan ini mengatur lebih lanjut tentang
Wilayah Perencanaan RTRW Kota Medan, tujuan, kebijakan dan stratedi penataan ruang wilayah kota Medan, Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan, Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan, Penetapan Kawasan Strategis, Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah Kota Medan, Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Peran Masyarakat dan Kelembagaan dalam Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan merupakan peraturan daerah yang diprakarsai oleh Kepala Daerah yaitu Walikota Medan. Maka dari itu proses pembuatan Ranperda harus sesuai dengan alur Prakarsa Kepala Daerah yang diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan47.
V.2.
Pedoman Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 dibentuk
sebagai amanat dari munculnya Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang kemudian diamandemen dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 disahkan pada akhir Desember 2011. Pembentukan ini mengatur lebih lanjut tentang Wilayah Perencanaan RTRW Kota Medan, tujuan, kebijakan dan stratedi penataan ruang wilayah kota Medan, Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota 47
Undang-undang ini sudah diamandemen menjadi UU No. 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundnag-undangan. Namun, ketika proses legislasi Perda Kota Medan Tahun 2011 berlangsung pedoman yang digunakan adalah UU No. 10 Tahun 2004.
Medan, Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan, Penetapan Kawasan Strategis, Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah Kota Medan, Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Peran Masyarakat dan Kelembagaan dalam Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan merupakan peraturan daerah yang diprakarsai oleh Kepala Daerah yaitu Walikota Medan. Maka dari itu proses pembuatan Ranperda harus sesuai dengan alur Prakarsa Kepala Daerah yang diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan48. Lebih lanjut, Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai pedoman dalam perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 adalah : 1.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .
2.
Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang diaandemen menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3.
Peraturan Menteri dalam Negeri No. 26 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
4.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya.
48
Undang-undang ini sudah diamandemen menjadi UU No. 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundnag-undangan. Namun, ketika proses legislasi Perda Kota Medan Tahun 2011 berlangsung pedoman yang digunakan adalah UU No. 10 Tahun 2004.
5.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah.
6.
Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang diamandemen menjadi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah Kota.
7.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 1996 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang yang diamandemen menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang. Penyusunan RTRW kota dilakukan dengan berasaskan pada kaidah-kaidah
perencanaan
yang
mencakup asas keselarasan,
keserasian,
keterpaduan,
kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antarwilayah baik di dalam kota itu sendiri maupun dengan kota sekitarnya.
V.3.
Proses Pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 Penyusunan RTRW yang harus berpedoman pada ketentuan yang terdapat
peraturan perundang-undangan terkait yang waktu penerbitan dari masing-masing peraturan tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang berdekatan menyebabkan proses penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031 menjadi sebuah proses
perumusan RTRW yang panjang dengan dua kali proses pengerjaan. Proses pengerjaan pertama dilakukan pada tahun 2006 menghasilkan rancangan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 dan proses pengerjaan kedua dilakukan pada tahun 2008 menghasilkan rancangan RTRW Tahun 2008-2028. V.3.1.
Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 Pelaksanaan penyusunan RTRW Kota medan tahun 2006-2016 dan
mulai dikerjakan secara formal pada tahun 2006. Pengerjaan ini dilakukan setelah berakhirnya Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Tahun 19952005. Proses penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 disusun berdasarkan ketentuan yang terdapat pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan secara teknis berpedoman pada Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan. Proses penyusunan RTRW dilakukan sesuai dengan Gambar Alir Penyusunan RUTR49 Kawasan Perkotaan sebagai berikut :
49
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota di dalam Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 disebut sebagai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kawasan Perkotaan
Gambar 5.1 Gambar Alur Perumusan RTRW Kota Medan Tahun 20062016
Sumber: Kepmen Kimpraswil N0.327 Tahun 2002 Penyusunan RTRW Kota Medan pada tahun 2006 dilakukan sesuai alur yang terdapat pada Gambar 5.1 ditunjukkan oleh Gambar berwarna hijau, diawali dengan pengadopsian materi RTRW Nasional oleh RTRW Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2018 hingga pada akhirnya RTRW Kota juga mengadopsi muatan materi RTRW Provinsi tersebut. Hal ini dilakukan agar RTRW yang disusun tidak bertentangan dengan RTRW yang berada di atasnya. V.3.1.1. Keterlambatan Penyusunan RTRW Kota Medan Dengan berakhirnya RTRW Kota Medan Tahun 1995-2005 maka dibutuhkan RTRW baru yang digunakan sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang di Kota Medan dalam rangka melaksanakan pembangunan di Kota Medan. Idealnya, ketika sebuah kebijakan RTRW
berakhir, maka haruslah ada kebijakan pengganti yang telah siap digunakan untuk melanjutkan pembangunan tersebut. Namun, proses penyusunan RTRW pengganti baru disusun pada tahun 2006. Pengerjaan ini diakui Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan sebagai sebuah keterlambatan dalam menyusun RTRW pengganti RTRW Kota Medan Tahun 1995-2005 yang sudah berakhir masa berlakunya : “... kita menyusun RTRW ini pada tahun 2006, setelah masa RUTR yang lama berakhir, begitu berakhir langsung kita siapkan TORnya dan juga Tim Teknis dari pihak pemerintah. Sebenarnya sebelum berakhir RUTR lebih baik kalau dikerjakan. Jadi langsung ada RTRW baru yang menjadi pedoman tata ruang. Ya tapi kan harus ada perintah menyusun dulu baru baru bisa dikerjakan, ya sesuai peraturan.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014) Sebagai sebuah kebijakan yang diprakarsai oleh Walikota Medan, penyusunan RTRW baru bisa dilaksanakan setelah instansi yang dilimpahkan tanggung jawab dalam hal ini Bappeda beserta tim teknis yang secara umum terdiri dari instansi yang tergabung unsur Badan Kordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Medan mendapatkan mandat dari Walikota Medan untuk melakukan penyusunan RTRW. V.3.1.2. Peran Konsultan yang Dominan Berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang pasal 12 dinyatakan bahwa “penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat” . Prinsip tersebut seiring dengan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Tata
Cara dan Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yang mengedepankan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku atau stakeholder utama pembangunan. Namun dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan pada tahun 2006, ada pihak kedua yang memegang peran utama dalam penyusunan RTRW Kota Medan, yaitu konsultan penyusun RTRW. Konsultan ini bekerja atas permintaan pemerintah sebagai pihak penyewa jasa dan menjadi pihak yang menyelesaikan seluruh tahapan dalam proses penyusunan RTRW meski tetap dengan melakukan kordinasi dengan pihak pemerintah Kota Medan. Hal ini dinyatakan oleh pihak pemerintah Kota Medan sebagai berikut : “... jadi ada beberapa tahapan dalam penyusunan RTRW pada tahun 2006, mulai dari persiapan, pengumpulan data, analisis data, perumusan konsep RTRW sampai Ranperda RTRW itu kita serahkan pada konsultan yang memenangkan tender. Namun tetap pihak konsultan selalu melaporkan hasil kerja mereka secara terus menerus, kalau tidak salah itu ada sepuluh kali kita melakukan pembahasan laporan bersama konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Secara umum proses perumusan yang dilaksanakan pada tahun 2006 adalah sebagai berikut :
Gambar 5.2 Proses Penyusunan Rancangan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016
Penyiapan KAK/TOR dan Identifikasi Permasalah Pembangunan Kota
Pengumpulan Data
Analisis Data
Perumusan Konsep dan Penyiapan Ranperda RTRW 2006-2016
Sumber: Penelitian, 2014
1. Penyiapan KAK dan Identifikasi Permasalahan Pembangunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR) dipersiapkan oleh konsultan penyusunan RTRW pada tahun 2006. Pada proses penyiapan KAK ini juga dilakukan pemantapan terhadap metode pelaksanaan pengumpulan data. Persiapan terhadap metode pengumpulan data yang akan digunakan dilakukan oleh konsultan yang kemudian dibahas bersama dengan Tim Teknis penyusunan RTRW Kota Medan. Pembahasan mengenai metode ini dilakukan dalam Laporan Pendahuluan Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 yang dimaksudkan untuk mendapatkan kesamaan persepsi antara pihak konsultan dengan
Pemerintah Kota. Metode pengumpulan data yang ditetapkan untuk penyusunan RTRW tahun 2006 adalah kuesioner, kunjungan langsung, wawancara serta public hearing yang berbentuk seminar. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “... tahun 2006 itu disepakati antara konsultan dengan Tim Teknis metode yang digunakan ada kuesioner, konsultan juga langsung mewawancarai masyarakat ada tukang becak yang diwawancarai, yang punya warung dengan masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Deli juga pernah sama terakhir untuk konsultasi publik untuk mendengar masukan dari masyarakat itu bentuk seminar.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Penetapan metode pelaksanaan pengumpulan data ini lebih banyak befokus pada pengumpulan data primer yang bersumber dari kondisi riil yang terdapat di dalam masyarakat. Sedangkan untuk pengumpulan data skunder konsultan melakukan kunjungan langsung ke instansi terkait serta melakukan FGD dengan instansi terkait yang difasilitasi oleh Bappeda Kota Medan. “... kami juga ada melakukan FGD , tapi tetap konsultan yang menghimpun data-data pada saat FGD tersebut. Kami hanya menjadi fasilitator karena memang harus melakukan FGD dengan stakeholder di luar masyarakat umum yaitu dengan pihak utilitas seperti PLN, PDAM, Pelindo, dan dinas-dinas terkait.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014) Selain menetapkan metode pelaksanaan pengumpulan data, pihak konsultan juga melakukan melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan terkait agar penyusunan RTRW tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan diatasnya serta melakukan analisis terhadap RTRW Kota Medan 1995-2005 dan data skunder lainnya untuk menemukan isu strategis serta permasalahan yang ada di Kota Medan. Proses analisis terhadap data awal juga dilakukan terhadap RTRW Nasional dan RTRW Provinsi agar kebijakan yang dimuat RTRW Kota Medan disusun tidak bertentangan dengan kebijakan yang telah disusun oleh Pusat dan Provinsi. Hasil dari proses ini terdiri atas perangkat survei, metode pengumpulan data, rencana kerja, isu strategis pembangunan serta gagasan pengembangan kota. 2. Pengumpulan Data Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah kota dan penyusunan
rencana
struktur
dan
pola
ruang
kota,
dilakukan
pengumpulan data primer dan skunder. Proses pengumpulan data ini juga dilakukan oleh konsultan Pengumpulan data primer meliputi : a. Jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner, wawancara langsung dan seminar. Proses ini dilakukan dengan
melibatkan
masyarakat/perwakilan
masyarakat
dengan
pertimbangan bahwa RTRW ini ditujukan untuk pengaturan kehidupan masyarakat Kota Medan jadi masyarakat harus dilibatkan dalam pembuatannya. Alasan lain adalah keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota merupakan sebuah ketentuan
yang telah diatur dalam pearturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan terkait antara lain Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan dalam wawancara pada 28 Mei 2014 : “... jadi pengumpulan data ini dilakukan konsultan tapi tetap kita mendampingi dilakukan dengan melibatkan masyarakat dari berbagai golongan ya, kan masyarakat yang nantinya merasakan RTRW ini jadi harapannya mereka terlibat dalam proses ini. Lagi pula kan dalam peraturannya memang harus ada dilakukan jaring aspirasi.” .”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Pernyataan ini diperkuat oleh Kepala Sub Dinas Tata Kota Dinas TRTB Kota Medan dalam wawancara pada 28 Mei 2014 : “... pada proses pengumpulan data itu peran serta masyarakat sangat dibutuhkan karena pertama, yang mau diatur dengan adanya RTRW ini kan masyarakat dan yang kedua, syarat sahnya RTRW ini adalah adanya pelibatan masyarakat.” (Wawancara dengan Kepala Sub Dinas Tata Kota Dinas TRTB Kota Medan, 28 Mei 2014) b. Kunjungan langsung ke seluruh wilayah kota yang dilakukan oleh konsultan. Kunjungan ini dilakukaan bersamaan dengan penyebaran kuesioner yang skala kedalamannya adalah kelurahan. Jadi, selain mendapatkan data melalui kuesioner yang disebarkan di seluruh kelurahan di Kota Medan, konsultan juga mendapatkan informasi riil mengenai kondsi fisik dan non fisik dari hasil observasi lapangan yang dilakukan.
Selain melakukan pengumpulan data primer, data skunder juga merupakan hal yang dibutuhkan dalam penyusunan RTRW ini. Kegiatan ini dilakukan oleh konsultan langsung dengan mengunjungi instansi terkait, untuk beberapa data yang berasal dari luar lingkungan pemerintah daerah konsultan berkordinasi dengan Bappeda dalam melakukan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan konsultan merupakan data fisik dan non fisik yang ada di Kota Medan. Pertama, peta yang terdiri atas peta rupa bumi, foto satelit, peta batas wlayah administrasi, peta potensi sumberdaya, dan peta analisis kebencanaan. Kedua, informasi dan data mengenai kenijakan yang terkait dengan penataan ruang (RPJP, RPJM, RTRW Nasiolan, RTRW Provinsi, RTRW Kota Medan 19952005), data kependudukan, data anggaran daerah dalam bidang pembangunan, data perekonomian wilayah data mengenai srana, prasaana serta utilitas wilayah. Pengumpulan data utilitas wilayah difasilitasi oleh Bappeda melalui FGD yang dilakukan Bappeda. Namun, menurut Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda kegiatan FGD ini kurang maksimal karena pihak utilitas tidak memberikan data yang dibutuhkan. Hasil dari proses pengumpulan data ini adalah kumpulan data yang didokumentasikan dalam Buku Data dan nantinya akan digunakan untuk proses analisis.
3. Analisis Data Analisis
data
pada
dasarnya
merupakan
kegiatan
mengidentifikasi permasalahan di kawasan perkotaan, dalam Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002, identifikasi masalah ini dilakukan pada beberapa hal berikut : 1. Perkembangan sosial kependudukan. 2. Prospek perkembangan ekonomi. 3. Daya dukung fisik dan lingkungan. 4. Day dukung prasarana dan fasilitas perkotaan.
4. Perumusan RTRW Kota dan Ranperda RTRW Perumusan konsep RTRW kota menghasilkan : 1. Tujuan pemanfaatan ruang kota/kasawasan perkotaan. 2. Rencana struktur dan pola pemanfaatan wilayah kota/kawasan perkotaan. 3. Rencana pengelolaan kawasan lindung, budidaya perkotaan, dan kawasan tertentu, 4. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. Keempat hal diatas di tuangkan dalam Rancangan Konsep RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 beserta rancangan perdanya. Namun setelah munculnya UU No. 26 Tahun 2007 maka RTRW ini tidak dapat langsung diimplementasikan karena belum sempat melalui proses legislasi penetapan RTRW dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat
dalam UU No. 26 Tahun 2007 tersebut maka materi RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 masih harus melalui proses penyempurnaan materi lagi. “... perumusan tahun 2006 menggunakan Kepmen Kimpraswil dan Undang-undang 24 tahun ‘92 sebenarnya sudah selesai dilakukan. Pengumpulan data dengan segala metode yang suda ditetapkan sudah, materi teknis sudah selesai, Ranperda sudah disiapkan di konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014) V.3.1.3. Lemahnya Peran Pemerintah dalam Menyusun RTRW Kota Medan 1. Proses Sosialisasi Awal yang Minim Pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW ini pada dasarnya terbuka bagi seluruh masyarakat Kota Medan. Langkah awal pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016
adalah melalui pemberitaan yang dilakukan oleh Panitia
Pengadaan Bappeda Kota Medan melalui media cetak yaitu koran. Pemberitaan ini sekaligus pengumuman dibukanya tender
bagi
masyarakat untuk melakukan proses penyusunan RTRW Kota Medan50. “...Panitia Pengadaan melakukan pemberitaan ke masyarakat mengenai RTRW melalui koran saja, pada saat itu e-government belum ada seperti saat ini.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)
50
Pada proses penyusunan RTRW tahun 2006 yang berpedoman pada Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 dilakukan oleh konsultan publik berbeda dengan konsultan publik yang menyusun RTRW Kota Medan pada saat dikeluarkannya Kepmen PU No. 17 Tahun 2009. Proses penyusunan pada tahun 2006 dilakukan oleh CV. Indah Karya, Bandung sedangkan pada proses tahun 2008 dilakukan oleh PT. Gama, Medan.
Sosialisasi mengenai pengumuman tender ini tidak menarik bagi publik secara umum, hanya kalangan tertentu saja terutama konsultan yang tertarik terhadap informasi ini. Padahal sejatinya sosialisasi awal adalah masa bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai RTRW Kota Medan dan memiliki pemahaman mengenai RTRW sehingga mampu teribat secara aktif dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam sosialisasi awal mengenai pembentukan RTRW diantaranya penyebaran brosur, pemasangan spandek, melaksanakan kegiatan kebudayaan yang di dalamnya disampaikan informasi mengenai pembentukan RTRW atau melaksanakan forum sosialisasi langsung di masyarakat. Namun, Pemerintah Kota mengakui bahwa hal tersebut tidak pernah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota Medan. 2. Penyebaran Informasi mengenai Proses Penyusunan yang Tidak Transaparan Penyebaran informasi yang jelas mengenai proses penyusunan RTRW dibutuhkan sebagai wujud transparansi pemerintah kepada publik hingga pada akhirnya publik dapat mempersiapkan diri untuk terlibat dalam
penyusunan
RTRW.
Dari
beberapa
kesempatan
yang
memungkinkan bagi publik untuk terlibat dalam penyusunan RTRW, penyebaran informasi dilakukan oleh pemerintah tidak ditujukan kepada publik secara luas.
Dalam Laporan Pendahuluan yang ditulis oleh pihak konsultan, pemilihan masyarakat yang relevan untuk terlibat dalam penyusunan RTRW ini dilakukan dengan mengundang tiga stakeholder yang berperan dalam pelaksanaan good governance yaitu pertama,
pihak
pemerintah yang diwakili oleh instansi terkait. Kedua, swasta diwakili oleh asosiasi dan kelompok-kelompok usaha yang terkena dampak dari RTRW ini. Ketiga, masyarakat yang diwakili oleh pihak LPM dari setiap kelurahan dan masyarakat lain yang terpilih berdasarkna metode penelitian untuk diwawancarai langsung oleh pihak konsultan. Kenyataan yang terjadi pada proses pelaksanaan adalah penyebaran informasi untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW hanya ditujukan kepada pihak tertentu saja yang dianggap pemerintah relevan untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW pada saat itu. untuk penjaringan aspirasi publik yang dilakukan dalam bentuk FGD atau seminar penyebaran informasi dilakukan dengan mengundang langsung publik yang dilibatkan. Seperti yang dinyatakan perwakilan publik dari kelompok akademisi sekaligus profesional di bidang perencanaan kota : “... kalau Saya secara resmi mendapat informasi pembentukan RTRW ini melalui undangan yang diberikan Bappeda Kota Medan untuk menghadiri public hearing yang diadakan Bappeda.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014) Pemilihan masyarakat yang terlibat dalam penyusunan RTRW ini juga masih didasarkan pada faktor kedekatan pemerintah dengan
individu yang akan dilibatkan dalam proses penyusunan RTRW, hal ini dijelaskan sebagai berikut oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan dalam wawancara pada tanggal 28 Mei 2014: “... kita menentukan masyarakat yang relevan itu biasanya dari musrembang kan sudah terlihat orang-orangnya siapa saja yang relevan untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan RTRW ini.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Dalam penelitian selanjutnya dinyatakan lagi mengenai pihak yang terlibat dalam pengumpulan data untuk penyusunan RTRW Kota Medan: “... kami sendiri Bappeda juga melakukan FGD. Kami undang pihak perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, pokoknya kami undang semua. Yah, kalau mereka mengusulkan pendapat nantinya kami adopt ke dalam RTRW. Ini dilakukan bareng konsultan ya, karena kan yang harus menghimpun data kan konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014) Ada banyak media komunikasi yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan penyusunan RTRW ini namun berdasarkan keterangan diatas diketahui bahwa saluran informasi yang digunakan pemerintah untuk menginformasikan mengenai penyusunan RTRW Kota Medan dilakukan melalui surat kabar dan melalui undangan personal saja padahal masih ada beberapa media lain yang dapat digunakan seperti selebaran, radio, dan sosial media. Namun diakui penggunaan sosial media saat itu belum banyak dimanfaatkan oleh pihak pemerintah. Hal
ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “... tahun 2006 itu kan belum seperti sekarang e-governmentnya, jadi ya kalau penyebaran informasi ke masyarakat lewat egovernment itu tidak ada.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Hal ini sesuai dengan pernyataan akademisi dari Departemen Arsitektur USU : “... pada saat pembentukan RTRW ini kan sosial media belum banyak seperti sekarang, jadi penyebaran informasinya juga ya tidak begitu luas. Masyarakat juga memberi masukannya juga belum banyak lah, medianya masih sedikit.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014) Meski tidak melakukan penyebaran informasi melalui banyak media, namun kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya tidak dibatasi oleh pihak pemerintah. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “... jadi kalau masyarakat ingin menyampaikan masukan bisa saja lewat tertulis, lewat telepon kita terima, melalui jaring aspirasi yang kita lakukan juga bisa, semuanya bisa deh kita tidak membatasi.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Hal ini diperkuat dengan pernyataan akademisi dari Departemen Arsitektur USU : “... meskipun saat itu belum banyak medianya, masyarakat tidak sulit menyampaikan aspirasinya. Pemerintah tidak pernah tertutup, mereka membuka semua ruang pasrtisipasi jadi apa yang mau kamu sampaikan ya silahkan sampaikan saja kumpul sini kalau mau tertulis yang mau kamu sampaikan.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)
Ruang partisipasi yang diakui oleh pihak pemerintah maupun publik tidak dibatasi ini masih belum mampu mendorong publik berpartisipasi secara aktif dalam pengumpulan data dan memberikan masukan untuk materi RTRW kota Medan, padahal partisipasi aktif dari publik sangat diharapkan oleh pihak pemerintah untuk menjadikan RTRW Kota Medan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Medan. Seperti yang dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “... dalam penyusunan ini, pendapat publik sangat perlu, tapi masyarakat itu tidak peduli, gini masyarakat itu sebenarnya belum tau apa itu RTRW. Mereka hanya tau jalan kami inginnya bagus, drainase kami ya bagus juga soalnya sering banjir. Ya yang begitu-begitulah yang disampaikan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Namun pihak pemerintah menyatakan bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai strategi untuk menjaring opini publik dalam menyusun RTRW ini. “... kami sudah survey misalnya datangi tukang becak, datangi warung-warung. Itu dilakukan konsultan ya. Jadi sebetulnya apa yang disarankan sudah dilakukan tapi ya gitu mereka tidak paham apa itu RTRW.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Dijelaskan lagi mengenai strategi penjaringan aspirasi publik dengan stakeholder di luar masyarakat umum. “... dari kami sendiri kami melakukan FGD juga dengan pihak perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, semua kami undang. Yah kalau mereka mengusulkan pendapat kami adopt pendapat itu. Tetap konsultan yang melakukan pengumpulan datanya ya.”
(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Berdasarkan penjelasan diatas, kebanyakan strategi penjaringan opini publik lebih banyak dilakukan oleh konsultan penyusunan RTRW, pemerintah hanya menjadi fasilitator yang mempertemukan konsultan dengan stakeholder. V.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan RTRW 1. Rendahnya
Pemahaman
Stakeholder
terhadap
Pentingnya
RTRW di Kota Medan Rendahnya tingkat pemahaman stakeholder terhadap RTRW menjadi salah satu hambatan dalam penyusunan RTRW ini terutama dalam proses pengumpulan data yang nantinya akan menyulitkan proses implementasi. “.. stakeholder itu tidak memberikan data yang kita butuhkan. Misalnya, kita tanya PLN tentang pembagian alur listrik perkawasan, mereka tidak punya itu. Atau tentang rencana pembangunan yang akan dilakukan mereka beberapa tahun ke depan, mereka belum punya rencana. Nanti setelah kita menetapkan RTRW ini barulah mereka keluarkan rencana mereka. Perusahaan Gas juga begitu, ketika ditanyarencana pembangunan tidak ada dibawa rencana itu. Atau masukanmasukan lain ya itu kurang lah, sangat pasif. Setelah implementasi ternyata mereka melakukan pemasangan aliran listrik atau gas di jalur yang sama tapi waktunya berbeda, kan bolak balik bongkar jalan jadi jalannya rusak. Padahal kalau dari awal diberikan rencana itu kan bisa dilakukan koordinasi pemasangan aliran lisrtik dan gas bersamaan, lebih hemat anggaran. Tapi ya tidak dibawa padahal kami sudah menyebutkan sebelumnya data-data yang dibutuhkan. Tapi saya tidak tahu ya kalau yang dikirim sebagai delegasi itu bukan orang yang pas, kan kita butuh orang bagian perencanaan tapi mungkin yang dikirim bagian produksi jadi kurang tepat ditanyai
masukan tentang perencanaan mereka.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Begitu juga yang terjadi pada saat proses pengumpulan data dan informasi dari masyarakat. “... kapedulian masyarakat terhadap RTRW pada tahun 2006 itu masih rendah, jadi ketika kita mencari data yang ada dimasyarakat mereka tidak punya. Kalau pun ada, hambatannya adalah akurasi data, data yang dimiliki BPS dengan data yang ada dilapangan dikelurahan gitu berbeda, datanya tidak seragam. Itu untuk pengumpulan data ya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Selain menghambat pegumpulan data rendahnya pemahaman masyarakat ini juga menyebabkan materi RTRW yang disusun itu tidak mendapat dukungan aktif dari masyarakat serta menurunkan tingkat keakuratan analisis data. “... masyarakat itu harusnya sadar akan status tanahnya. Tanah yang ada di Kota Medan ini kan bukan seluruhnya milik pemerintah. Sebagian milik masyarakat. Jadi, kalau seandainya kita merencanakan sesuatu di tanah masyarakat misalnya jalan mau dibangun di tanah itu, mau tidak masyarakat melepaskan status tanahnya? Nah, ini yg belum dipahami masyarakat jadi ada kesulian bagi kita dalam melakukan perencanaan. Misalnya lagi masyarakat dipinggir Sungai Deli, padahal sudah ditentukan 15 meter dari pinggir sungai itu tidak tempat pemukiman. Pada saat kami merencanakan RTRW ini mereka sudah tinggal di sana. Masyarakat yang tidak peduli kan tentu menyulitkan perencanaan ini. Tapi kita tetap datangi dan beri pemahaman bahwa secara teknis bermukim dipinggir sungai berbahaya, jadi ketika mereka tau mereka bisa legowo melepaskan tanahnya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
Partisipasi yang akti diharapkan mampu meningkatkan kualitas analisis perencanaan RTRW ini, seperti yang diungkapkan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “... kalau dari pihak masyarakat kurang partisipasi ya karena mereka kurang paham. Akademisi juga kami undang tapi mereka tidak banyak memberi masukan, mungkin dianggap kurang penting. Jadi, kalau dikatakan perencanaan RTRW ini kurang bagus ya karena ini kepedulian itu masih kurang, kami tidak dapat data yang dibutuhkan. Padahal, kalau data yang ada itu maksimal, maka analisisnya juga pastilah semakin baik.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Kondisi ini menurut analisis yang dilakukan oleh akademisi Departemen Arsitektur USU disebabkan oleh pihak pemerintah yang masih kurang mampu menyerap aspirasi masyarakat selama ini, yang disampaikan dalam forum Musrembang maupun forum diskusi lainnya. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan masyarakat apatis untuk berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota Medan pada saat itu. “... komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat saat pembentukan RTRW saat itu bagus karena masyarakat sudah terdidik di Musrembang jadi cara penyampaian aspirasinya sudah bagus. Yang tidak bagus adalah proses analisis dan implementasi. Jadi bagaimana yang sudah disampaikan masyarakat itu dianalisis dan kemudian dijadikan action plan. Menurut saya sebagian besar tidak bisa diserap pemerintah. Jadi begini, ini pendapat masyarakat kemudian saat dilakukan dianalisis itu ada pengaruh kepentingan-kepentingan, masuk ke Bappeda lagi ada lagi kepentingan apalagi masuk ke DPRD jadi berubah lagi aspirasi yang disampaikan itu. Jadi misalnya, apa yang disampaikan Bapak A, masyarakat Medan Marelan itu tidak sampai ke dalam kebijakan yang dibuat itu, nanti ada muncul program-program baru ditengah-tengah proses yang sudah tidak sesuai dengan aspirasi yang disampaikan sebelumnya. Kalau kita feedback itu tidak bisa dilakukan secara tuntas karena proses feedback itu tidak pernah ada dan tidak ada di peraturan dan tidak ada yang melaksanakan. Jadi menurut saya lama-lama
proses komunikasi yang bagus itu bisa menjadi apatis karena tidak diserap dengan baik. Kalau bahasa masyarakatnya setiap diundang datang hearing ‘Tiap tahun kami bilang jalan kami rusak tapi gak diperbaiki juga. Tiap tahun kami bilang ini itu tapi tidak kalian laksanakan juga.’ Karena lain yang disampaikan masyarakat lain juga program yang muncul, tidak bisa di feed back itu problemnya.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014) Ketidakpahaman publik mengenai RTRW dan ketidakmampuan pemerintah menyerap aspirasi publik tidak semerta-merta menjadikan RTRW Kota Medan disusun tanpa didasarkan pada aspirasi publik. Meurut Kasubid Tata Rang dan Lingkungan Hidup Bappeda publik tetap memberikan partisipasi kepada pemerintah meskipun hanya sedikit. “... bentuk partisipasi yang diberikan stakeholder yaitu data, tapi ya seperti tadi dijelaskan, kurang maksimal. Kalau soal ide untuk materi RTRW tidak ada.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Pernyataan ini dibantah oleh pihak publik yang diwakili akademisi Departemen Arsitektur USU. Dalam proses penyusunan ini dilakukan kegiatan public hearing yang mengundang perwakilan masyarakat kecamatan yang dihadiri oleh LPM dari tiap kelurahan. Pada saat public hearing masyarakat Kecamatan Medan Utara menyampaikan bahwa adanya ketimpangan yang terjadi antara Kecamatan Medan Utara dengan kecamatan lainnya dalam hal pembangunan dan pelayanan publik. Meski disampaikan oleh masyarakat dari Kecamatan Medan Utara, namun aspirasi ini didukung oleh seluruh perwakilan masyarakat dari kecamatan lain.
Hal ini dijelaskan oleh akademisi Arstektur USU sebagai berikut : “...dari semua ini pendapat masyarakat itu masuk yang paling terlihat itu adalah pendapat yang disampaikan oleh masyarakat Medan Utara dan itu didukung oleh seluruh masyarakat dari kecamatan lain yang ada di Medan ini. Itu mengenai ketimpangan yang ada di masyarakat Medan Utara dengan masyarakat di kecamatan lainnya. Ketimpangan itu jauh antara yang di pusat dengan yang di Utara jadi ya waktu itu dimintalah supaya masyarakat Medan Utara itu maju seperti masyarakat yang di pusat. Nah pusat kota yang dahulu itu mencakup empat kecamatan dengan daerah di sekitar Hotel Marriot sebagai titik pusatnya. Namanya pusat bentuknya titik terus berkembang ada lingkarannya tuh, jadi ada daerah lingkar satu, lingkar dua, dan seterusnya dan yang bagus pelayanannya itu ya daerah lingkaran yang paling dekat sama titik pusat. Dalam perencanaan RTRW Kota Medan untuk memenuhi aspirasi masyarakat terutama masyarakat Medan Utara dan mendorong pertumbuhan seluruh kota, maka dibuatlah pusat kota satu lagi di utara, namanya Pusat Utara.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014) Aspirasi ini diserap oleh pemerintah menjadikan RTRW Kota Medan sebagai salah satu dari sedikit RTRW di Indonesia yang mempunyai dua pusat pertumbuhan kota, dengan Pusat Pertumbuhan Utara sebagai pusat kota baru di Kota Medan51. 2. Sulitnya Mengakses Informasi Proses Penyusunan RTRW Faktor lain yng menyebabkan publik kurang berpartisipasi dalam penyusunan RTRW adalah akses informasi mengenai proses
51
Dalam kolom Laporan Khusus yang dimuat oleh Harian Waspada pada tanggal 13 Maret 2006 yang ditulis oleh akademisi Departemen Antropologi FISIP USU, model Spiral dalam pembangunan Kota Medan yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Medan menyebabkan adanya ketimpangan antara daerah inti dengan pinggiran kota Medan. Kondisi ini berlangsung cukup lama sehingga perlu dipertimbangkan mengenai pemekaran wilayah Kota Medan bagian utara menjadi sebuah daerah otonom baru (Lampiran 2). Menurut arsitektur USU, isu inilah yang kemudian diserap Pemerintah Kota Medan sehingga membentuk Pusat Pertumbuhan Utara yang dituangkan di dalam RTRW Kota Medan. Meskipun menurut akademisi Departemen Antropologi FISIP USU solusi Pusat Pertumbuhan Utara yang diberikan Pemerintah Kota lebih bersifat politis (Wawancara dengan Akademisi Departemen Antropologi FISIP USU-Masyarakat wilayah Medan Utara, 8 Juli 2014)
penyusunan RTRW yang tidak transparan. Hal ini dinyatakan oleh pihak Non Government Organization (NGO) yang ikut menyoroti penyusunan RTRW Kota Medan sebagai berikut : “... pihak NGO mendapatkan informasi mengenai penyusunan RTRW itu dari berita-berita yang dimuat di media massa, jadi taunya sudah agak ketinggalan. Kalau soal informasi kita tidak mendapatkan langsung dari pemerintah. Istilahnya kita “jemput bola”. Kalau tidak seperti itu ya kita tidak tau sudah sampai mana proses yang dilakukan.” (Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014) Meski pemerintah menyatakan bahwa mereka membuka seluruh saluran partisipasi, namun publik tidak tau bagaimana mendapatkan informasi mengenai progress penyusunan RTRW dan bagaimana menyampaikan aspirasi publik bagi publik yang tidak diundang atau dilibatkan dalam proses penjaringan opini publik yang dilakukan oleh konsultan. 3. Rendahnya
Inisiatif
Masyarakat
dalam
Menyampaikan
Masukan secara Resmi Kepada Pemerintah Penyampaian secara resmi kepada pemerintah masukan untuk rancangan RTRW tidak pernah dilakukan oleh pihak NGO, NGO lebih banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai RTRW melalui diskusi publik dan forum komunikasi di dalam masyarakat. Hal ini dinyatakan oleh Kordinator Walhi sebagai berikut : “... Walhi memeang tidak pernah menyampaikan masukan secara resmi ke pemerintah, kita lebih banyak melakukan kampanye sosialisasi mengenai RTRW yang sedang disusun kepada masyarakat dan kegiatan lainnya adalah menyampaikan opini kita melalui media massa, ini lebih efektif untuk sosialisasi
karena akan lebih banyak masyarakat yang membaca dan akhirnya mengetahui perkembangan penyusunan RTRW Kota Medan.” (Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014) Kondisi ini juga dinyatakan oleh pihak pemerintah sebagai berikut : “... kalau masukan tertulis dari LSM kita tidak pernah menerimanya secara resmi, telepon juga tidak ada, paling masukan disampaikan dalam diskusi publik dalam pembahasan rancangan RTRW, itu saja.”(Wwancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Kondisi ini juga terjadi ketika pembahasan Ranperda RTRW yang sedang dibahas Pansus, tidak ada masukan yang disampaikan langsung kepada anggota Pansus RTRW. Publik hanya beropini di media saja, tidak ada masukan tertulis atau pertemuan antara masyarakat dengan DPRD yang diprakarsai oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan, 16 Juni 2014) Namun, oleh Kordinator Walhi Sumatera Utara dibyatakan bahwa inisiatif masyarakat dalam menyampaikan masukan materi untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh NGO yang ada di Kota Medan, masukan untuk materi RTRW di sampaikan kepada pemerintah melalui sebuah yaitu Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU). (Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)
V.3.2.
Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028
V.3.2.1. Inkonsistensi Waktu Penyusunan RTRW Kota Medan akibat Pembaharuan Peraturan Perundang-undangan Waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan dan penetapan RTRW kota diupayakan seefektif mungkin, maksinal 24 (dua puluh empat) bulan, terdiri atas tahapan persiapan, pengumpulan data, analisis, perumusan konsepsi, dan penyusunan Ranperda membutuhkan waktu antara 8 (delapan) sampai 18 (delapan belas) bulan, dan selebihnya digunakan untuk proses legislasi sebagaimana diperlihatkan pada gambar 5.3.
Gambar 5.3 Jangka Waktu Penyusunan RTRW Kota menurut Permen PU N0. 17 Tahun 2009
Sumber: Permen PU No. 17 Tahun Waktu yang digunakan untuk merumuskan RTRW Kota Medan menjadi sangat panjang karena harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman penyusunan RTRW Kota. Meski dalam Kepmen Kimpraswil No.327 Tahun 2002 tidak ditentukan waktu yang digunakan untuk menyusun RTRW Kota, namun dalam Permen PU No. 17 Tahun 2009 seperti yang terlihat pada
Gambar 5.4 dinyatakan bahwa waktu yang digunakan untuk menyusun RTRW dalam peraturan tersebut adalah dua tahun dengan rincian delapan belas bulan pertama digunakan untuk merumuskan rancangan RTRW dan rancangan Ranperda RTRW dan enam bulan yang tersisa digunakan untuk proses penetapan rancangan RTRW menjadi RTRW Kota Medan. Hasil RTRW pada pengerjaan tahap kedua ini adalah RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan kalender atau 90 (sembilan puluh) hari kalender dengan rincian waktu dan kegiatan terlampir52. Namun, RTRW ini tidak dapat langsung ditetapkan sebagai RTRW Kota Medan karena diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang baru pada saat dilakukannya proses penyusunan RTRW ini. Peraturan perundangundangan tersebut yaitu Permen PU No. 17 Tahun 2009 yang merupakan pedoman teknis yang digunakan untuk mewujudkan nilai yang terandung dalam UU Penataan Ruang, Permen PU No. Dibutuhkan penyesuaian prosedur dan detail materi lagi dalam proses penyusunannya untuk menjadi sebuah RTRW. Proses penyempurnaan penyusunan RTRW hanya dilakukan dalam waktu tiga bulan. Proses pembahasan Ranperda oleh BKPRD Kota Medan menggunakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu tahun sampai tahun 2009 dimana di tahun yang bersamaan diterbitkan pedoman
52
Lampiran 1
baru dalam penyusunan RTRW Kota yaitu Permen PU No. 17 Tahun 2009. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk proses yang belum dilakukan dalam penyusunan RTRW 20082028 yatu proses penetapan Ranperda RTRW menjadi Perda adalah empat bulan. Kenyataan yang terjadi adalah Ranperda RTRW Kota Medan yang telah selesai disusun tahun 2008 dan baru ditetapkan sebagai Perda RTRW Kota Medan tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2011. Peraturan
perundang-undangan
yang
muncul
yang
membuat
keterlambatan proses penetapan rancangan RTRW Kota Medan menjadi RTRW Kota Medan yang sah selain Permen PU No. 17 Tahun 2009 adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya serta status baru Kota Medan sebagai Kota Minapolitan yang ditetapkan pada tahun 2009 menyebabkan RTRW 2008-2028 yang telah dibuat harus disempurnakan dengan melakukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang baru diterbitkan tersebut. Kondisi ini dijelaskan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan mesebagai berikut : “... jadi tahun 2008 itu sudah muncul konsep Ranperda tapi belum maksimal penyelesaiannya, tidak final disitu. Tahun 2009
muncul peraturan baru tentang pedoman penyusunan RTRW Kota. Itulah kami sesuaikan lagi. Peraturan pusat kan munculnya satu-satu jadi kami juga terus-terusan melakukan penyesuaian terhadap RTRW yang dikerjakan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014) Selama tiga tahun sejak tahun 2008 sampai tahun 2011, baik pihak konsultan dan Pemerintah Daerah Kota Medan secara terus menerus
melakukan
penyesuaian
materi
muatan
dan
prosedur
penyusunan RTRW Kota Medan dengan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. V.3.2.2. Komposisi Konsultan yang Kurang Mewadahi Muatan RTRW Kota Medan Secara garis besar tahapan kegiatan penyempurnaan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 yang dilakukan oleh konsultan terdiri atas empat tahapan utama, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, tahap penyusunan rencana dan tahapan konsultasi berupa diskusi, FGD, seminar dan sosialisasi rencana53. Sebelum pelaksanaan penyusunan RTRW oleh konsultan54, pihak konsultan menetapkan tim tenaga ahli yang akan melakukan penyusunan terhadap RTRW Kota Medan. Tim tenaga ahli disusun berdasarkan pemahaman masing-masing tenaga ahli terhadap pekerjaan yang dilakukan. Berikut daftar tenaga ahli dalam penyusunan RTRW pada tahun 2008:
53
Daftar kegiatan terlampir dalam lampiran 1 Konsultan pelaksana Penyempurnaan Perumusan RTRW 2008-2028 merupakan konsultan pemenang tender yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Bappeda untuk kedua kalinya dalam proses penyusunan RTRW ini. Sebelumnya Bappeda melakukan pemberitaan kepada publik tentang akan dilaksanakannya penyempurnaan RTRW tahun 2006-2026 yang telah disusun sebelumnya oleh konsultan tahun kerja 2006. 54
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ahli Perencanaa Wilayah dan Kota (team leader) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Ahli Prasarana Wilayah/Infrastruktur Ahli Teknik Lingkungan. Ahli Geodesi/geografi. Ahli Ekonomi Pembangunan. Tenaga ahli
yang terlibat
dalam proses penyempurnana
penyusunan RTRW Kota Medan tahun 2008 terdiri atas tenaga ahli dari bidang fisik, sedangkan kebutuhan analisis penyempurnaan RTRW juga mencakup bidang non-fisik yaitu bidang sosial kependudukan. Dalam rencana kerja yang ditulis konsultan dalam Laporan Pendahuluan Penyempurnaan direncanakan
Penyusunan pelaksanaan
RTRW
Kota
pengumpulan
Medan
data
2008-202855
mengenai
sosial
kependudukan yang terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertumbuhan penduduk. Struktur penduduk menurut jenis kelamin. Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan. Struktur penduduk menurut usia dan kelompok umur. Struktur penduduk menurut agama. Adat istiadat/budaya yang ada di kawasan wilayah perencanaan. Berdasarkan kebutuhan data yang direncanakan tersebut, maka
komposisi tenaga ahli yang disediakan konsultan belum sesuai dengan kebutuhan Proses Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028.
Dibutuhkan tenaga
ahli
dari bidang sosial
kependudukan serta adat istiadat/keudayaan yang memahami kondisi masyarakat Kota Medan, mengingat RTRW tidak hanya dituukan untuk
55
Daftar rincian tugas dan tanggung jawab tenaga ahli terlampir dalam lampiran 1
pembanguna fisik wilayah saja tetapi juga untuk pembangunan sosial wilayah. V.3.2.3. Bappeda sebagai Fasilitator dan Kordinator Penyusunan RTRW Kota Medan Tugas Bappeda dalam Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota Medan 2008-2028 adalah sebagai perwakilan pemerintah yang bertanggung jawab dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan. Oleh karena itu, tugas Bappeda adalah sebagai team leader sekaligus fasilitator dalam mengkordinasi
antara konsultan, pemerintah, DPRD dan
stakeholder lainnya. Sebagai team leader dan fasilitator dalam penyusunan RTRW Kota Medan, Bappeda terlibat langsung dalam beberapa proses penyusunan RTRW Kota Medan sejak RTRW tersebut di susun di awal tahun 2006 sampai ditetapkan sebagai Peraturan Daerah pada tahun 2011. Pada tahap persiapan penyusunan RTRW, Bappeda melakukan pemberitaan mengenai akan dilaksanakannya Penyusunan RTRW Kota Medan, hal ini merupakan langkah awal pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan. Pemberitaan ini dilakukan oleh Panitia Pengadaan melalui media cetak sekaligus pengumuman
dibukanya tender bagi masyarakat untuk melakukan proses penyusunan RTRW Kota Medan56. “... di awal penyusunan RTRW Panitia Pengadaan Bappeda melakukan pemberitaan ke masyarakat mengenai penyusunan RTRW melalui koran saja, pada saat itu e-government belum ada seperti saat ini. Pada tahun 2008 pemberitaan ini dilakukan lagi sekaligus pengumuman akan dilakukannya tender Penyusunan Penyempurnaan RTRW. Siapa saja boleh mengikuti proses tender untuk menyusun, tapi harus ada badan usahanya.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda, 28 Mei 2014) Proses tender yang dilakukan pada tahun 2008 bukan untuk menyusun RTRW dari awal melainkan hanya untuk melakukan penyempurnaan RTRW yang telah disusun pada tahun 2008. Oleh karena itu, penyusunan yang dilakukan berpedoman pada RTRW yang disusun pada tahun 2006. “... di TOR pun disebutkan penyusunan tahun 2008 disesuaikan dengan RTRW yang sudah ada itu RTRW 2006-2016 yang dipersiapkan konsultan yang dulu dan kajian apa yang harus ditambahkan di situ disebutkan juga. Ada beberapa bagian yang tidak ada di UU 24 tahun ’92 dan Kepmen Kimpraswil, nah itulah yang diserap di RTRW yang baru, tetapi menggunakan analisisnya harus mempedomani yang sudah ada. Sebetulnya penyusunan ini tdak dari awal. Cuma penambahan yang baru aja dari sepuluh tahun menjadi dua puluh tahun, harus ada kawasan strategis, kedalaman analisis harus sampai kelurahan, ya hal-hal seperti itulah.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)
56
Pada proses penyusunan RTRW tahun 2006 yang berpedoman pada UU No. 24 Tahun 1992 dilakukan oleh konsultan publik berbeda dengan konsultan publik yang menyusun RTRW Kota Medan pada saat dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2007. Proses penyusunan pada tahun 2006 dilakukan oleh CV. Indah Karya, Bandung sedangkan pada proses tahun 2008 dilakukan oleh PT. Gama, Medan.
Setelah melakukan pemberitaan mengenai rencan penyusunan RTRW dan pembukaan tender, proses penyusunan RTRW dilaksanakan oleh konsultan sebagai pihak kedua. Bappeda selanjutnya berperan dalam mengkoordinasikan seluruh tim dan mengevaluasi apakah penyusunan yang dilakukan oleh konsultan sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Proses terkahir yang dilakukan konsultan adalah Perumusan Konsep RTRW Kota Medan dan Perumusan Ranperda. Proses selanjutnya yaitu penyusunan Ranperda dikembalikan kepada Bappeda Kota Medan untuk disampaikan kepada DPRD agar mendapatkan persetujuan bersama atas RTRW yang disusun sampai pada penetapan Ranperda RTRW menjadi Perda RTRW Kota Medan. Ranperda RTRW menjadi Perda RTRW Kota Medan 2011-2031 ditetapkan melalui proses berikut :
Gambar 5.4 Proses Legislasi Perda RTRW Kota Medan Tahun 20112031
Rancangan Perda disiapkan oleh SKPD yang ditunjuk oleh Walikota
Pengajuan Rancangan Perda kepada BKPRD Provinsi untuk di bahas dan mendapat Rekomendasi Gubernur
Ranperda disahkan menjadi Perda oleh Sekretaris Daerah
Hasil pembahasan berupa rekomendasi Gubernur diterima dan disampaikan walikota ke Kementerian PU untuk dikonsultasikan bersama BKTRN
Ranperda yang telah disetujui bersama DPRD diajukan lagi kepada Gubernur untuk dievaluasi
Hasil uji substansi di Kementeria PU diterima oleh walikota dan disampaikan ke DPRD untuk mendapatkan kesepakatan bersama dengan DPRD
Sumber : Penelitian Fitri, 2014 a. Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara Sebagai salah satu dokumen yang harus ada pada saat pengajuan subsatansi ke Kementerian PU, maka sebelumnya Pemerintah Daerah Kota Medan melakukan permohonan rekomendasi terhadap RTRW Kota Medan kepada Gubernur Sumatera Utara. Dokumen yang dilampirkan ketika mengajukan permohonan ini adalah : Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan. Berita acara Konsultasi Publik RTRW Kota Medan.
Berita acara Pemaduserasian RTRW Kota Medan dengan RTRW daerah yang berbatasan dalam hal ini RTRW Kabupaten Deli Serdang tertanggal 4 November 2009. RTRW yang diajukan untuk mendapatkan rekomendasi Gubernur Sumatera Utara adalah RTRW yang telah disempurnakan pada tahun 2008. Rekomendasi atas RTRW Kota Medan dengan surat rekomendasi Gubernur No. 050/551 tertanggal 17 Juli 2009 diberikan setelah melalui proses pembahasan bersama BKPRD Provinsi Sumatera Utara dan BKPRD Kota Medan dan juga dihadiri stakeholder dari pihak tenaga ahli, akademisi, dan perwakilan masyarakat umum pada tanggal 11 Juni 2009. Rekomendasi Gubernur atas RTRW tersebut diberikan dengan beberapa catatan penyempurnaan terhadap muatan substansi RTRW Kota Medan
2008-2028
agar
ditindaklanjuti.
(Lembar
Rekomendasi
Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028) b. Persetujuan Substansi oleh Kmeneterian PU Untuk menjamin kesesuaian muatan teknis Perda RTRW di daerah makan perlu dilakukan persetujuan substansi terhadap rancangan RTRW yang telah disusun daerah. Uji substansi ini dilakukan oleh Kementrian PU yang pembahasannya dilakukan bersama BKTRN (Badan Kordinasi Tata Ruang Nasional). Pengaturan mengenai proses uji substansi ini dimuat dalam Permen PU No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Ranperda tentang RTRW Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya. Untuk melakukan
proses uji substansi ini dijelaskan dalam Permen PU No. 11 Tahun 2009 dalam Pasal 14 bahwa Ranperda RTRW harus telah melalui proses pembahasan di BKPRD Kota dan kemudian mendapatkan rekomendasi Gubernur. Untuk pelaksanaan di Kota Medan sendiri mengenai proses uji substansi ini dijelaskan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan sebagai berikut : “... kami susun Ranperda RTRW, kemudian minta rekomendasi gubernur dengan melampirkan laporan konsultasi publik dan Kesepakatan Bersama dengan Daerah Berbatasan. Kemudian ada persetujuan gubernur setelah itu baru kami minta persetujuan substansi ke Kementerian PU dengan melampirkan rekomendasi gubernur dan Kesepakatan Bersama dengan Daerah Berbatasan. Tapi data yang kita sampaikan ke provinsi itu data yang kita kerjakan pada tahun 2008 saja, kalau 2006 kan masih ada yang perlu diperbaiki. Pokoknya semua prosedur kita ikuti.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda, 28 Mei 2014). Dalam
melakukan
permohonan
persetujuan
substansi
ke
Kementerian PU ada beberapa dokumen yang dilampirkan Pemerintah Daerah Kota Medan adalah : Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW yang telah mendapatkan rekomendasi Gubernur Sumatera Utara. Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara terhadap Rancangan Perda RTRW Kota Medan dengan surat rekomendasi No. 050/551 tertanggal 17 Juli 2009. Berita acara Konsultasi Publik RTRW Kota Medan
Berita acara Pemaduserasian RTRW Kota Medan dengan RTRW daerah yang berbatasan dalam hal ini RTRW Kabupaten Deli Serdang tertanggal 4 November 2009. Persetujuan Substansi atas Ranperda RTRW Kota Medan diajukan oleh Walikota Medan kepada Kemeterian PU tertanggal 6 Oktober 2009 diterbitkan oleh Kementerian PU tertanggal 20 Oktober 2010. Proses pengajuan permohonan sampai dengan diterbitkannya surat persetujuan substansi menghabiskan waktu selma satu tahun. Menurut Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan hal ini terjadi karena adanya penetapan Kota Medan sebagai Kota Minapolitan yang dilakukan tahun 2009 namun diakui beliau Pemerintah Daerah Kota Medan sendiri baru mengetahuinya
tahun 2010 ketika melakukan
permohonan persetujuan substansi di Kementrian PU. Hal ini menyebabkan
dilakukannya
lagi
proses
penyempurnaan
materi
Rancangan RTRW Kota Medan dengan memasukkan materi yang berkaitan dengan status Medan sebagai kota Minapolitan. “... pada tahun 2010 itu kan kita sedang mengajukan permohonan persetujuan substansi ke pusat. Tapi rancangan RTRW kita dikembalikan lagi karena harus mengadopt konsep Kota Medan sebagai Kota Minapolitan, jadi adanya perekonomian dibidang perikanan. Nah, materinya harus ditambah lagi itu. Setelah itu kita ajukan lagi ke pusat supaya persetujuan substansi kita dikeluarkan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Mei 2014)
Persetujuan substansi terhadap rancangan RTRW Kota Medan diterbitkan Kementerian PU dengan surat berNo. HK 01 03-Dr/924 tertanggal 20 Oktober 2010. c. Persetujuan Bersama oleh DPRD dan Pemerintah Kota Medan Persetujuan bersama anatara DPRD dan Pemerintah Kota Medan dicapai dengan Prolegda (Program Legislasi Daerah) yang berpedoman pada ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Secara garis umum prosedur legislasi RTRW Kota Medan adalah sebagai berikut : Gambar 5. Prosedur Legislasi RTRW Kota Medan Tahun 20112031 Prakarsa Penyiapan Ranperda
Penyampaian Ranperda
RTRW oleh Kepala Daerah
RTRW kepada Pimpinan DPRD
Penyampaian Nota Pengantar Kepala Daerah Kota Medan tentang Ranperda RTRW Kota Medan
Penyampaian Pendapat Fraksifraksi DPRD Kota Medan dan Pengambilan Keputusan Bersama serta Penandatanganan Persetujuan bersama terhadap Ranperda RTRW Kota Medan
Penyampaian Jawaban Walikota Medan ataas Pemandangan
Penyampaian Pemandangan
Umum Fraksi terhadap Ranperda RTRW Kota Medan sekaligus Pembentukan Panitia
Umum Fraksi terhadap Ranperda RTRW Kota Medan
Khusus RTRW Kota Medan
Sumber : Penelitian, 2014 Untuk proses legislasi RTRW Kota Medan di DPRD dimulai dengan pengajuan Ranperda dari Kepala Daerah dalam hal ini dilakukan oleh
Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan kepada Pimpinan DPRD melalui Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Medan. (Wawancara dengan Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan, 6 Mei 2014) Ranperda yang sampai ke DPRD yang sampai ke Banleg akan dievaluasi kelayakan legal draftingnya untuk masuk ke paripurna. Setelah pemeriksaan legal drafting selesai Ranperda disampaikan oleh Banleg ke pipinan DPRD dan Bagian Persidangan DPRD untuk difasilitasi pelaksanaan paripurna Ranperda RTRW Kota Medan. Namun, untuk persiapan seluruh jadwal paripurna Ranperda RTRW Kota Medan adalah Badan Musyawarah DPRD Kota Medan. (Wawancara dengan Kabag Persidangan DPRD Kota Medan, 16 Juni 2014) Paripurna untuk proses legislasi Ranperda RTRW Kota Medan dilaksanakan sebanyak empat kali. Pertama, Penyampaian Nota Pengantar Kepala Daerah Kota Medan tentang Ranperda RTRW Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2011. Kedua, Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda RTRW Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2011. Ketiga, Penyampaian Jawaban Walikota Medan ataas Pemandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda RTRW Kota Medan sekaligus Pembentukan Panitia Khusus RTRW Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2011. Keempat, Penyampaian Pendapat Fraksi-fraksi DPRD Kota
Medan
dan
Pengambilan
Keputusan
Bersama
serta
Penandatanganan Persetujuan bersama terhadap Ranperda RTRW Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2011. Keseluruhan proses paripurna ini mengundang Walikota Medan, Sekda Kota Medan, Pejabat Pemerintah Kota Medan yaitu SKPD terkait juga Camat dari seluruh kecamatan di Kota Medan serta Pers. d. Evaluasi Gubernur Setelah dilakukan persetujuan bersama antara Walikota Medan dan DPRD Kota Medan, maka dilakukan evaluasi terhadap Ranperda RTRW Kota Medan. Pengaturan mengenai evaluasi Ranperda RTRW ini dimuat dalam Peraturan Menteri dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda Tata Ruang Daerah. Keharusan untuk melakukan evaluasi untuk Rancangan RTRW Kota juga dijelaskan oleh Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ebagai berikut : “... ada empat peraturan daerah yang harus mendapatkan evaluasi dari Gubernur, yaitu ada Tata Ruang, APBD, Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah. Bagian Hukum memfasilitasi proses-proses legislasi ini, baik yang berhubungan dengan evaluasi ke Gubernur, proses legislasi ke DPRD, maupun ke Kemnterian.” (Wawancara dengan Kasubag Perundangundangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan, 7 Mei 2014) Evaluasi rancangan Perda RTRW yang telah disepakati oleh Walikota bersama DPRD Kota Medan tertanggal 12 Juli 2011 diajukan lagi kepada Gubernur Sumatera Utara untuk mendapatkan evaluasi paling lambat tiga hari kerja setelah dilakukannya persetujuan bersama.
Dalam mengajukan permohonan evaluasi ini dokumen yang dilampirkan adalah : Rancangan
Perda
Kota
Medan
tentang
RTRW
yang
telah
mendapatkan persetujuan bersama antara Walikota dan DPRD Kota Medan. Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara terhadap RTRW Kota Medan dengan surat rekomendasi No. 050/551 tertanggal 17 Juli 2009. Surat persetujuan substansi RTRW Kota Medan dari Kementerian PU. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur dituangkan dalam bentuk Keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Walikota pemohon paling lambat lima belas hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan perda tersebut. (Permendagri No. 28 Tahun 2008 pasal 20). Namun sampai dua bulan sejak Ranperda diajukan untuk mendapat
evaluasi
Gubernur,
Keputusan
Gubernur
juga
tidak
dikeluarkan untuk Ranperda RTRW Kota Medan. Dalam hal ini, Walikota Medan mengambil kebijakan untuk malakukan pengesahan terhadap Perda RTRW Kota Medan tanpa menunggu surat Keputusan Gubernur tentang hasil evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan. e. Penetapan RTRW Kota Medan 2011-2031 Meski tanpa Keputusan Gubernur mengenai hasil evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan, RTRW ini tetap sah sebagai Perda Kota
Medan. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “...setelah kita mendapatkan kesepakat bersama dengan DPRD tahap selanjutnya itu adalah evaluasi oleh Gubernur, di Permendagri ada jangka waktu yang dibutuhkan. Namun, Gubernur terlalu lama membalas permohonan evaluasi yang kita ajukan, jadi Pak Wali membuat kebijakan supaya memperdakan saja itu Ranperda RTRWnya, ini sah. Di Permendagri juga tidak ada dikatakan batal. Kita baru dapat Keputusan Gubernur mengenai hasil evaluasi itu pada bulan Desember, lama sekali menunggunya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014) Setelah melalui proses yang panjang selama enam tahun akhirnya Rancangan RTRW Kota Medan ditetapkan sebagai RTRW yang sah oleh Sekretariat Daerah Kota Medan yang dimasukkan ke dalam Lembar Daerah dengan nama Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031. V.3.2.4. Keterwakilan
Masyarakat
oleh
DPRD dalam Proses
Legislasi RTRW Jarak antara pelaksanaan parpurna ketiga dengan paripurna keempat menghabiskan waktu sekitar empat bulan. Dalam masa jeda ini, DPRD dalam hal ini Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan RTRW Kota Medan melakukan pembahasan terhadap Ranperda RTRW Kota Medan tahun 2010-2031. Kegiatan awal yang dilakukan Pansus dalam melakukan pembahasan Ranperda RTRW tersebut adalah menentukan pola pembahasan Ranperda RTRW. Setelah melakukan rapat internal, maka pola pembahasan yang digunakan adalah pembahasan kondisi
perkecamatan. Pembahasan Ranperda selanjutnya dilakukan bersama dengan Bappeda, Dinas TRTB dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan. Pembahasan Ranperda RTRW dilakukan dengan dengan melakukan perbandingan Ranperda RTRW dengan naskah akademis RTRW yang dipersiapkan Pemerintah Daerah Kota Medan. (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014) Selanjutnya Pansus melakukan kunjungan kerja ke wilayah yang dicantumkan pada RTRW dan kawasan batas wilayah Kota Medan. Kunjungan ini dilakukan bersama SKPD terkait ke daerah perbatasan Medan sebelah Timur untuk mengkaji batas wilayah Kota Medan dan ke sebelah Utara untuk mengkaji kebutuhan Kota Medan akan tanaman mangrove. Seperti dinyatakan oleh Ketua Pansus RTRW : “... waktu itu kita kunjungan lapangan dengan instansi terkait ke seblah Timur kota Medan, kita lihat perlu dilakukan penentuan batas alam untuk Kota Medan, dan ketika kunjungan ke Utara kita lihat banyak lahan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak dan industri. Ini harus dikembalikan fungsinya yang benar.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014) Melihat kondisi ini, Pansus RTRW merasa perlu untuk melakukan diskusi dengan masyarakat yang berada di kawasan mangrove untuk mendapatkan solusi permasalahan tersebut. Diskusi yang dilakukan dengan masyarakat berjalan dengan baik, masyarakat menyampaikan pendapat mereka mengenai permasalahan mangrove.
Namun, diakui oleh Ketua Pansus RTRW bahwa diskusi kurang berfokus pada permasalahan RTRW yang sedang dibahas pada masa itu. “... pada saat kunjungan kebanyakan masyarakat berharap mereka mendapatkan infrastruktur yang bagus, kalau soal RTRW yang dibawa kesana kurang difokuskan.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014) Pernyataan diatas diperjelas oleh salah satu anggota Pansus RTRW : “... kita tidak ada cerita tentang hal lain, kita ke masyarakat khusus melihat lahan mangrove. Setelah itu kita sampaikan ke Pemko permasalahan ini kemudian kita diskusikan permasalahan ini.” (Wawancara dengan Anngota Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014) Selain melakukan diskusi dengan masyarakat di kawasan mangrove, Pansus juga pernah melakukan public hearing dengan pejabat pemerintahan daerah kunjungan seperti dengan camat dan lurah, namun kegiatan ini dirasa kurang maksimal oleh Ketua Pansus RTRW dalam menjaring aspirasi publik. “... sebenarnya opini publik publik perlu dalam proses ini, namun terus terang pada saat kita undang maysarakat pada waktu itu, ya memang kita tidak mengundang secara kelembagaan lain. Pada saat kunjungan kita hanya minta kepada lurah untuk datang dan juga menghadirkan masyarakatnya tapi ya pasrtisipasinya masih sangat tipis.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)
Tabel ringkasan proses penyusunan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031. Tabel 5.1 Proses Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031
No
1.
2.
3.
4.
Peraturan Perundang-undangan
Keterangan Proses Penyusunan RTRW Kota Medan
2006
UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Penyusunan RTRW Kota Medan 20062016. Masa berlaku RTRW Kota Medan adalah 10 tahun
2007
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2008
Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang Tata Ruang Daerah
2009
Permen PU No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota Surat Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara No. 050/5517
Tahun
Masa berlaku RTRW Kota Medan berubah menjaadi 20 tahun. Dilakukan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 20062016 dengan UU No. 26 Tahun 2007 namun pedoman penyusunannya masih menggunakan Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002. Dilakukan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 20062016 dengan UU
tentang Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 tertanggal 17 Juli 2009 Penetapan Kota Medan sebagai Kota Minapolitan oleh Pemerintah Pusat
5.
6.
2010
2011
Surat Persetujuan Substansi Kementerian PU No. HK 01 03-Dr/924 tentang Persetujuan Substansi Kementerian PU atas Ranperda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan tertanggal 20 Oktober 2010 Keputusan DPRD Kota Medan No. 188.342/5520/KepDPRD/2011 Tentang Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2030 Tertanggal 12 Juli 2011 Persetujuan Bersama DPRD Kota Medan Dan Pemerintah Kota Medan No.
No. 26 Tahun 2007 dan penyempurnaan proses penyusunan serta penambahan muatan materi teknis yang di sesuaikan dengan Permen PU No. 17 Tahun 2009 18 Maret 2009 pengajuan permohonan Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 6 Oktober 2009 pengajuan Persetujuan Substansi atas Ranperda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan Penambahan materi RTRW berkaitan dengan penetapan Medan sebagai Kota Minapolitan. Pengajuan Evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan Kepada Gubernur Sumatera Utara Pengesahan Ranperda RTRW Kota Medan oleh Sekretaris Daerah Kota Medan
188.342/5521/KepDPRD/2011 Tentang Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2030 Tertanggal 12 Juli 2011 Keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang Evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 Sumber : Penelitian, 2014
BAB VI DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 Muatan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 memiliki pengaruh yang besar bagi seluruh stakehoder yang ada di Kota Medan dalam hal pembangunan baik fisik maupun non fisik. Apalagi mengingat RTRW tersebut berlaku selama dua puluh tahun, oleh karena itu partisipasi seluruh stakeholder merupakan hal yang penting dalam penyusunan RTRW tersebut. VI.1.
Publikasi Efektif Publikasi mengenai sebuah proses pengambilan keputusan publik yang
akan atau sedang dilaksanakan merupakan proses penyebaran informasi dari pemerintah yang dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan kekuatan politik masyarakat. Informasi yang diterima dapat digunakan publik untuk menganalisis permasalahan dalam hidupnya serta memberikan solusi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Publikasi informasi bukan sekedar pemberitahuan isu atau permasalahan yang akan diselesaikan pemerintah dalam bentuk kebijakan publik, publikasi informasi haruslah dilakukan secara efektif sebagai upaya penyadaran masyarakat untuk terlibat dalam menentukan keputusan publik yang akan mempengaruhi kehidupannya. Selain itu, publikasi efektif juga akan memudahkan pemerintah dalam mengumpulkan masukan dari masyarakat dalam proses penyusunan sebuah kebijakan publik karena masyarakat
sudah mengetahui dan sadar mengenai apa masalah dan atau kebutuhan mereka serta bagaimana solusi yang tepat diberikan dalam hal ini nantinya akan dituangkan dalam sebuah kebijakan publik. Salah satu saluran yang digunakan pemerintah Kota Medan untuk berkomunikasi dengan seluruh stakeholder melalui
website
resmi
pemerintah
yang ada di Kota Medan adalah Kota
Medan
dengan
alamat
www.pemkomedan.go.id. Semua aktivitas yang berkaitan dengan rencana, kegiatan, dan laporan kegiatan yang dilakukan seluruh instansi/dinas yang berada di naungan Pemerintah Kota Medan termasuk juga rancangan daerah dan lembaran daerah yang berbentuk peraturan daerah idealnya di publikasikan pada situs tersebut sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat Kota Medan. Situs ini merupakan situs yang terbuka sehingga seluruh masyarakat dapat mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan. Situs ini tidak dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mempublikasikan penyusunan RTRW 2011-2031 karena di awal penyusunan pada tahun 2006 situs tersebut belum ada. Namun pada tahun berikutnya dimana situs telah diresmikan, situs ini juga belum digunakan pemerintah untuk mensosialisasikan bahwa pemerintah sedang melakukan penyusunan RTRW. Hal ini diakui oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda bahwa dalam penyusunan RTRW 2011-2031 tidak ada sosialisai yang memanfaatkan situs resmi pemerintah Kota Medan tersebut. Upaya sosialisasi terhadap rencana penyusunan RTRW Kota Medan dilakukan secara melalui media cetak oleh Panitia Pengadaan Bappeda Kota
Medan. Namun upaya ini tidak efektif karena jangkauan informasi tidak menyentuh seluruh masyarakat. Sosialisasi penyusunan yang dilakukan Panitia Pengadaan merupakan pemberitaan akan dilaksanakannya tender penyusunan RTRW Kota Medan, jadi hanya kalangan tertentu saja yaitu pihak konsultan yang bergerak dibidang penyusunan kebijakan publik saja yang tertarik pada pemberitaan tersebut. Meski pemerintah mengakui bahwa partisipasi dari seluruh stakeholder di Kota Medan sangat dibutuhkan sebagai masukan untuk RTRW tersebut agar RTRW yang disusun sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi upaya sosialisasi yang dilakukan pemerintah mengenai akan diadakannya penyusunan RTRW hanya dilakukan pemerintah lewat koran saja. Minimnya upaya sosialisasi ini tidak sejalan dengan pendapat pemerintah mengenai pentingnya partisipasi publik dalam penyusunan RTRW tersebut. Sikap partisipatif dan upaya melibatkan masyarakat dalam pembuatan RTRW ini justru datang dari kalangan pers dengan melakukan pemberitaan proses penyusunan RTRW dan substansi yang dibahas tapi tidak mendetail. Dalam hal ini pers menjadi media komunikasi tidak langsung antara masyarakat dengan pemerintah. Namun hal ini juga tidak dapat dikatakan sebagai proses sosialisasi yang efektif karena tidak semua masyarakat memahami RTRW dengan baik. Ini terlihat dari pemberitaan yang terdapat dalam beberapa situs pemberitaan di Kota Medan, yang disampaikan masyarakat hanya seputar keluhan masyarakat mengenai ligan ngkungan tempat tinggal mereka seperti jalanan rusak, banjir, dan nlainnya.
Sosialisasi mengenai penyusunan RTRW Kota Medan juga dilakukan oleh pihak Non Government Organization (NGO). NGO seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) melakukan forum sosialisasi yang berkaitan dengan materi maupun proses penyusunan RTRW. Seperti yang dinyatakan oleh pengurus Walhi Sumatera Utara : “... pada saat penyusunan RTRW Walhi berpartisipasi dalam hal melakukan sosialisasi di masyarakat mengenai RTRW yang sedang disusun. Ada juga kita melakukan diskusi, itu kita lakukan dengan mengundang seluruh stakeholder yang terkait dengan RTRW termasuk pemerintah dengan tujuan pemerintah mendengarkan masukan yang ada di publik.” (Wawancara dengan Sahrul Manik, Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014) Mengenai akses untuk mendapatkan rancangan materi teknis maupun Ranperda, pemerintah tidak mensosialisasikannya melalui situs resmi pemerintah maupun sarana publikasi lain. Oleh Kasubid Lingkungan hidup dinyatakan bahwa pemko Medan tidak memanfaatkan situs e-government milik pemko Medan untuk menyebarkan naskah materi teknis maupun naskah Ranperda. Oleh pihak NGO dinyatakan bahwa untuk mendapatkan naskah Ranperda dibutuhkan akses dengan DPRD. Berikut pernyataan pihak Wahi Sumatera Utara : “... untuk mendapatkan informasi apa pun dari pemerintah kita itu harus jemput bola istilahnya. Walaupun kata pemerintah tidak tertutup saluran partisipasi tapi kita harus tau kan apa yang ingin disampaikan? Maka dari itu kita harus datang ke pemko mendapatkan informasi tentang RTRW atau menghubungi kenalan yang ada di pemko. Untuk naskah Ranperda sendiri kita mendapat dari DPRD.” (Wawancara dengan Sahrul Manik, Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014) Fakta-fakta ini menjelaskan penjelasan bahwa penjelasan mengenai penyusunan RTRW Kota Medan belum dilakukan dengan baik. Pentingnya
sosialisasi penyusunan RTRW oleh pemerintah masih sebatas ketentuan normatif, diatur dalam peraturan perundangan, namun belum dipraktikkan oleh pihak yang bertanggung jawab melakukan sosialisasi dalam hal ini pemerintah. VI.2.
Pelibatan Stakeholder Pelibatan adalah pemerintah bekerja dengan warga di dalam keseluruhan
proses penyusunan kebijakan agar aspirasi warga selalu dipertimbangkan. Pelibatan mengasumsikan masyarakat terlibat penuh dalam proses pembahasan kebijakan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan. Pelibatan masyarakat ini juga harus memberi ruang kepada masyarakat untuk memberikan pendapatnya dan pendapat tersebut dipertimbangkan. Dalam pelibatan, masukan masyarakat diperhatikan, sedangkan dalam publik hearing masukan masyarakat hanya dianggap sebagai input semata. Dengan sifatnya yang demikian public hearing memiliki manfaat yang terbatas. a.
Pelibatan dalam Perencanaan dan Penyusunan Penyusunan RTRW seperti dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang
dan Lingkungan Hidup Bappeda dilakukan oleh Bappeda sebagai instansi yang menerima anggaran dalam menyusun RTRW tersebut. Penyusunan RTRW ini sebagian besar prosesnya dilimpahkan kepada pihak konsultan yang terdiri dari tenaga ahli dari berbagai bidang. Hal ini merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk melibatkan stakeholder dalam penyusunan RTRW tersebut.
Pekerjaan konsultan juga tidak sebatas diskusi diantara tenaga ahli saja, pihak konsultan melakukan berbagai cara untuk melibatkan masyarakat umum dalam penyusunan ini. Menurut pihak konsultan proses perencanaan yang dilaksanakan ini bersifat partisipatif yaitu perlu melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam memperoleh data dan informasi secara akurat di lapangan. Data yang diperoleh bisa dari data sekunder maupun data primer. Untuk mengaplikasikan gaya partisipatif tersebut, proses perencanaan ini memerlukan berbagai teknik pengumpulan data dan informasi dilapangan. Diantara teknik-teknik yang dapat digunakan dan relevan adalah teknik wawancara (interview), teknik diskusi (FGD), teknik konsultasi publik, studi literatur, kuesioner (angket), studi lapangan, studi dokumentasi dan survei/observasi/pengamatan langsung. Dalam upaya pelibatan masyarakat melalui konsultan ini, partisipasi masyarakat juga masih rendah. Hal ini menurut Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman publik terhadap RTRW. Dilihat dari proses awal penyusunan RTRW, pemahaman publik yang rendah mengenai RTRW disebabkan oleh kurangnya sosialisasi pemerintah akan RTRW itu sendiri. Di sisi lain, sikap pemerintah yang kurang baik dalam menyerap aspirasi publik selama ini juga menjadi salah satu alasan rendahnya partisipasi publik dalam penyusunan RTRW ini. Rendahnya kemampuan pemerintah dalam menyerap aspirasi publik ini dipertegas oleh Pengurus Walhi Sumatera Utara, menurutnya masyarakat memiliki tingkat partisipasi
yang tinggi dalam mengawal penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031 ini terbukti dengan adanya forum-forum sosialisasi dan konsultasi yang dilaksanakan bersama stakehoder dan pemerintah, serta dibentuknya sebuah aliansi oleh beberapa Non Government Organization (NGO) untuk mengawal penyusunan RTRW di seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang dinamai Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara. Sebagaimana pernyataan dalam wawancara ang dilakukan pada 11 Juli 2014 : “... stakeholder itu kalau dikatakan tidak peduli salah ya, Walhi melakukan forum diskusi dengan masyarakat mengenai pembentukan RTRW tersebut, kami juga mengundang pihak pemerintah dalam forum tersebut supaya pemerintah mendengar masukan dari publik untuk RTRW itu. Selain itu ketika pemerintah mengadakan diskusi yang mengundang publik kami juga menghadirinya dan menyampaikan masukan dari publik yang telah dilakukan dalam forum diskusi sebelumnya ke pemerintah. Malah, Walhi beserta beberapa NGO lainnya membentuk suatu aliansi yang disebut APTRSU. Aliansi ini mewadahi masukan dari teman-teman NGO seperti yang kosen ke anak, ke kesehatan, dan walhi sendiri ke lingkungan hidup.” (Wawancara dengan Sahrul Manik Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014) Namun demikian, diakui bahwa Walhi tidak pernah menyampaikan masukan secara resmi kepada pemko Medan diluar forum diskusi yang dilaksanakan Walhi maupun pemko, Walhi banyak menyampaikan opini di media massa sebagai bentuk sosialisasi kepada publik mengenai RTRW. Penyampaian secara resmi mengenai masukan dari NGO berkaitan dengan RTRW diakomodir oleh APTRSU agar masukan yang diberikan lebih menyeluruh.
Pelibatan masyarakat yang dilakukan oleh pihak DPRD juga masih tidak efektif, kunjungan kerja lapangan sekaligus diskusi dengan masyarakat di daerah mangrove di utara Kota Medan terbatas pada pembahasan mengenai alih fungsi lahan yang dahulunya mangrove menjadi kawasan ttambak dan industri. Kawasan mangrove ini diharapkan dikembalikan fungsi aslinya. Oleh karena itu masyarakat dan DPRD mendiskusikan soal status tanah mereka yang di dalam RTRW Kota Medan tersebut diatur mengenai mekanisme penggantiannya. b.
Pengaruh Pelibatan terhadap RTRW Kota Medan 2011-2031
Meski tingkat partisipasi masyarakat dinilai masih rendah dalam proses ini, bukan berarti masyarakat tidak memberikan masukan yang berarti dalam RTRW tersebut. Dalam proses penjaringan aspirasi publik yang dilakukan oleh konsultan bersama pihak pemerintah yang melibatkan seluruh LPM dari seluruh kelurahan yang ada di Kota Medan, isu ketimpangan kemajuan dalam bidang pembangunan yang dirasakan masyarakat Medan Utara memberikan sebuah masukan yang sangat besar dalam RTRW tersebut. Aspirasi masyarakat Medan Utara yang menginginkan dilaksanakannya pelayanan publik serta pembangunan di Medan Utara sama baiknya dengan daerah yang dekat dengan pusat Kota menjadikan RTRW Kota Medan menjadi salah satu dari sedikit RTRW Kota di Indonesia yang mempunyai dua pusat kota, dengan penambahan sebuah Pusat Kota Utara di daerah Brayan. Aspirasi ini menurut akademisi USU diserap dengan baik oleh pemerintah karena adanya isu bahwa masyarakat Medan Utara akan melakukan tuntutan pemekaran dilakukan di daerah Medan Utara kalau Pemerintah Daerah Kota Medan tidak mampu melakukan pelayanan dan pembangunan yang merata di Kota Medan, khususnya daerah Medan Utara. Di tingkat pembahasan di legislatif, pengaruh keterlibatan publik diwakilkan kepada DPRD sebagai wakil rakyat di pemerintahan. Ada perubahan yang terjadi pada pasal-pasal di Ranperda RTRW. Namun, ini adalah hasil kunjungan kerja DPRD ke kawasan perbatasan di Kota Medan.
VI.3.
Konsultasi Publik Konsultasi publik dalah menjaring pendapat dan tanggapan masyarakat
terkait dengan rancangan pembahasan peraturang daerah. Konsultasi publik merupakan upaya pelibatan masyarakat dalam upaya pelibatan masyarakat dalam pembahasan suatu ranperda. Pelibatan terutama diarahkan kepada masyarakat yang terkena dampak kebijakan. Dalam konsultasi publik, yang dicari adalah keragaman dan kekayaan informasi, data, pandangan, serta pendapat dan bukan sekedar keterwakilan kehadiran masyarakat. Konsultasi publik pembahasan Ranperda RTRW yang dilakukan oleh pihak pemerintah dalam bentuk seminar. Seminar ini melibatkan berbagai stakeholder. Namun dalam konsultasi publik yang dilakukan ini, masyarakat juga tidak banyak mengemukakan pendapatnya. Masyarakat umum hanya memberi sedikit tanggapan karena kurang memahami rancangan RTRW dan Ranperda yang diseminarkan dan pihak akademisi merasa tidak terdapat hal penting untuk ditanggapi dalam Ranperda RTRW tersebut. Sedangkan konsultasi publik yang dilakukan oleh pihak DPRD adalah hearing dengan masyarakat di daerah yang dikunjungi oleh DPRD. Tema hearing yang dilakukan oleh DPRD dengan masyarakat terfokus pada kondisi yang terdapat dalam masyarakat di daerah yang dikunjungi oleh DPRD. Untuk daerah yang tidak dikunjungi oleh DPRD tidak dilakukan konsultasi publik.
VI.4.
Pengawasan oleh Stakeholder Dalam negara demokrasi peran masyarakat sangat penting dalam
pengambilan kebijakn publik. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebiakan penting dilakukan untuk memastikan produk kebijakan tepat sasaran dan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Arti penting dari keterlibatan tidak hanya dalam proses pembuatan kebijakan tetapi juga dalam proses pengawasan dan pelaksanaan kebijakan. Keterlibatan masyarakat pada tahap pengawasan menunjukkan tingkat partisipasi yang sebenarnya. Pada tingkat partisipasi tersebut, masyarakat diwakili oleh delegasi dari stakeholder, kelompok kepentingan, kelompok marginal, individu-individu yang aktif (active citizen) atau siapa saja yang memberikan kontribusi dalam proses legislasi dan posisi mereka untuk melakukan pengawasan agar produk-produk hukum memenuhi standar nilai dan kepentingan masyarakat. Pengawasan masyarakat pada penyusunan RTRW ini tidak mencapai tingkat yang efektif. Meskipun diakui oleh pihak akademisi bahwa pihak pemerintah sendiri membuka segala saluran partisipasi, baik pihak pemerintah kota maupun pihak DPRD mengakui tidak mendapat tanggapan langsung dari masyarakat mengenai RTRW tersebut. Kalaupun ada tanggapan masyarakat yang masuk mengenai kondisi infrastruktur yang rusak serta fasilitas pelayanan publik yang kurang baik, hanyalah sebuah reses yaitu aspirasi yang dibawa oleh DPRD dari masyarakat di daerah pemilihannya.
Inisiatif pengawasan masyarakat kebanyakan dilakukan oleh pihak LSM terutama yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Namun, pengawasan yang dilakukan hanya melalui opini yang disampaikan kepada media massa saja. Pihak pemerintah mengakui tdak pernah menerima surat atau telepon dari LSM dalam hal pengawasan terhdap proses dan substansi RTRW tersebut.
BAB VII PENUTUP VII.1.
Kesimpulan Berdasarkan penjabaran dan hasil peneletian yang telah peneliti paparkan
pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1.
Proses penyusunan Kebijakan Rencana Tata Ruang Kota Medan Tahun 2011-2031 merupakan sebuah proses penyusunan Peraturan Daerah yang sangat panjang. Penyusunan terhadap kebijakan ini dilakukan dalam dua kali penyusunan. Pertama, proses penyusunan RTRW dilakukan pada tahun 2006 dengan berpedoman pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang. Kedua, proses penyempurnaan penyusunan RTRW dilaksanakan pada tahun 2008 setelah berakhirnya masa UU No. 24 Tahun 1992 digantikan dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penyusunan kebijakan ini melibatkan banyak pihak yaitu eksekutif kota terdiri atas waikota, Bappeda, BKPRD, dan istansi terkait lainnya, legislatif kota, konsultan penyusunan RTRW, eksekutif pusat dalam hal ini kementerian PU dan stakeholder kota Medan.
2.
Dalam penyusunan ini pemerintah kurang maksimal dalam meningkatkan kesadaran hak dan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031. Upaya yang dilakukan pemerintah masih bersifat parsial dan tidak menjangkau seluruh stakeholder di Kota Medan, misalnya melakukan pengumuman tender penyusunan sehingga informasi
ini kurang menyentuh masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam penyusunan RTRW tersebut. Meskipun tidak masksimal dalam melakukan sosialisasi, tapi pemerintah terbuka terhadap seluruh masukan yang disampaikan publik.
Tugas untuk melibatkan masyarakat lebih banyak
dilimpahkan kepada konsultan penyusun RTRW karena pada dasarnya sebagian besar proses penyusunan merupakan tanggung jawab konsultan yang dikordinasikan dengan pemerintah dalm prosesnya. Dari pihak DPRD Kota Medan, pelibatan masyarakat dilakukan dengan mengunjungi masyarakat langsung dan melakukan diskusi publik dalam kunjungannya. 3.
Inisiatif masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan RTRW kota masih sedikit karena kurangnya pemahaman masyarakat umum terhadap RTRW. Lembaga sosial di dalam masyarakat juga kurang tertarik terhadap proses penyusunan RTRW tersebut. Meskipun inisiatif masyarakat kurang dalam berpartisipasi, namun aspirasi yang sedikit dari masyarakat mampu memberikan masukan dalam pembuatan keputusan publik, yaitu dengan dibangunnya sebuah pusat kota baru di Utara Medan. Ini menjadikan kota Medan sebagai salah satu kota yang memiliki dua pusat pertumbuhan di dalam satu kota.
4.
Publikasi yang dilakukan terhdapa kebijakan RTRW yang dibahas tidak dilakukan dengan efektif. Publikasi dilakukan dengan media terbatas dan hanya terbatas kepada kalangan tertentu saja, terutama kalangan akademisi dan
masyarakat
yang
diketahui
pemerintah
berkompeten
dalam
bermusyawarah. Publikasi yang terbatas, sebanding dengan minimnya
partisipasi
masyarakat
karena
terbatasnya
publikasi
menyebabkan
penyebaran informasi rancangan kebijakan tidak sampai kepada masyarakat luas sehingga masyarakat tidak memiliki ide untuk menyampaikan informasi. 5.
Partisipasi publik dalam penyusunan RTRW masih bersifat tokenisme. Keterlibatan publik dalam penyusunan kebijakan bersifat semu. Namun untuk satu topik yaitu pembangunan pusat pertumbuhan utara memberikan dampak yang besar dalam kebijakan tersebut.
VII.2. 1.
Saran
Sosialisasi peraturan tentang partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan masih perl ditingkatkan dan jangkauannnya diperluas. Harapannya, masyarakat memahami haknya sebagai warga negara untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan palagi mengingat kebiakan RTRW ini berpengaruh bagi masyarakat Kota medan selama dua puluh tahun.
2.
Pemerintah diharapkan membuat forum atau pertemuan yang mencakup sebanyak
mungkin
stakeholder
yang
diorientasikan
sebagai
mitra
pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Diharapkan forum tidak hanya diisi oleh elemen masyarakat yang biasanya mendukung kebijakan pemerintah, tetapi juga mengakomodir kepentingan kelompok masyarakat miskin dan kaum marginal. 3.
Pemerintah diharapkan mampu menyerap dengan baik aspirasi masyarakat dalam setiap forum diskusi terutama Musrembang agar meningkatkan
tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sehingga meningkatkan tingkat pasrtisipasi masyarakat. Perlu dilakukan peningkatan proses persiapan, pelasanaan design kegiatan Musrembang dan mekanisme feedback aspirasi masyarakat terhadap program yang dibuat pemerintah agar lebih mencerminkan proses partisipasi.
DAFTAR PUSTAKA Bajuri, Abdul Kahar dan Teguh Yuwono. 2002. Kebijakan Publik Konsep dan Strategi. JLP UNDIP: Semarang. Balitbang Departemen Hukum dan HAM. 2008. Laporan Studi Kasus Pengembangan Model Partisipasi Warga dalam Tata Pemerintahan dan Demokrasi Lokal. Local Government Support Program dan PP Lakpesdam NU, tidak diterbitkan dalam Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksana Hak Politik. Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI.2003. Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. Branch, C. Melville. 2005. Perencanaan Kota Komprehensif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. P.T Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Budiharjo, Eko. 2011. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Penerbit P.T Alumni: Bandung dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung: Bandung. Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press Haris, Syamsuddin. 1995. Demokrasi Indonesia. LP3S: Jakarta. Hasan, Iqbal M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ife, Jim dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development (Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi). Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Islamy, Irfan. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan kebijakan Negara. Bumi Aksara: Jakarta Jayadinata,
J.T. 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan,
Perkotaan, Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES: Jakarta. Kelompok Studi Indonesia. 1999. Menegakkan Demokrasi. Yayasan Studi Indonesia: Jakarta. Mengisi Kerangka Demokrasi Liberal. Friedrich-Ebert-Stiftung (FES): Jakarta. Meyer, Thomas. 2012. Demokrasi Sosial dan Libertarian : Dua Model yang Bersaing dalam Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Gajah Mada University Press: . Yogyakarta. Nugroho, Riant. 2008. Publik Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta. Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Widiasari Indonesia: Jakarta. Hal. Rodiyah. Aspek Demokrasi Pembentukan Peraturan Daerah dalam Perspektif Socio-Legal. Urnal online Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang: Semarang.
Sasmita, dkk. 2008. Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah. Departemen Hukum dan HAM RI: Jakarta. Seidman, Ann, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan Rancangan
Undang-undang
Dalam
Perubahan
Masyarakat
Yang
Demokratis. Jakarta : Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sholikin, M. Nur dan Simon Butt. 2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen Daerah (DPRD). Crawford School of Economics and Government at The Australian National University. Singarimbun, Masri. 2006 .Metode Penelitian Survay. LP3ES: Jakarta. Speer,
Johanna.
2011.
Participatory
Governance,
Accountability,
and
Responsiveness: A Comparative Study of Local Public Service Provision. in Rural Guatemala. Dissertation. Landwirtschaftlich-Gärtnerischen Fakultät der Humboldt-Universität zu Berlin. Strauss, Anselm dan Juliet
Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif:
Tatalangkah danTeknik-teknik Teoritisasi Data (terj: Muhammad Sodiq dan Imam Muttaqien).(Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2003 Suciati. 2006. Partsipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pati. Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Suhirman. 2004. Kerangka Hukum dan Kebijakan tentang Partisipasi Warga di indonesia. Laporan Penelitian Independen The Ford Foundation: Bandung
Sutop, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penenlitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Taher, Elsa Pedi. 1994. Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi di Indonesia. Paramadina: Jakarta. Tangkilisan,
Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman
Offset YPAPI: Yogyakarta. Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Admiistrasi Publik Kontemporer. Kencana : Jakarta
Sumber Internet : http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=284 9:duka-anak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh
(
diakses
pada
tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15 WIB) http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=190 836:trtb-amburadul-medan-langganan-banjir&catid=14:medan&Itemid=27 (diakses pada 1 Oktober 2013 01.09 WIB) http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=312
(diakses
pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 01.00 WIB) http://beritasore.com/2011/07/14/walhi-akan-gugat-walikota-2/ diakses pada 5 Februari 2014 pukul 15.16 WIB http://www.scribd.com/doc/205367441/Memfasilitasi-Konsultasi-Publik diakses pada 10 Maret 2014 pukul 18.45 WIB
Lampiran 1
5.1
MEKANISME PELAKSANAAN PEKERJAAN Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan
dilaksanakan oleh pihak kedua (konsultan). Pemberi kerja/pengguna jasa adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan. Pekerjaan ini
dilakukan
dengan
melibatkan
peran
serta
masyarakat
(perwakilan
masyarakat) dalam proses perencanaan dan pengendaliannya yang didampingi oleh Pemerintah Kota Medan sebagai fasilitasor (sebagaimana diamanatkan oleh UU RI No. 26/2007, Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum RI No. 19/SE/M/2007 dan Kepmen Kimpraswil No. 327/2002). Selain itu dilakukan penyebaran informasi secara merata kepada masyarakat di Kota Medan, sehingga masyarakat diberikan kesempatan yang sama. Oleh karenanya, konsultan
harus terus berkonsultasi dengan pemerintah daerah dalam
melaksanakan pekerjaan ini. Agar seluruh komponen masyarakat merasa memiliki terhadap produk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan, maka partisipasi masyarakat perlu difasilitasi. Dalam penyelenggaraanya diperlukan pembahasan yang intensif dengan para Stakeholders atau penyelenggara jasa. Penyedia jasa harus mengadakan konsultasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan.
5.2
KOMPOSISI DAN PENUGASAN TENAGA AHLI Pada dasarnya penentuan komposisi tenaga ahli seperti yang telah
ditetapkan, disusun berdasarkan penilaian pemahaman masing-masing tenaga ahli terhadap pekerjaan yang dilakukan. Pendekatan terhadap personalia yang akan dibentuk didasarkan atas penilaian berikut : a. Menciptakan suatu tim perencana yang bersifat multi disiplin;
b. Menciptakan tim yang mampu diberbagai tindakan perencanaan, baik dalam perumusan strategi hingga pada tahap penyusunan rencana. Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, susunan tenaga ahli yang terlibat menanganinya serta tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga ahli diuraikan sebagai berikut : TABEL V.1 KEBUTUHAN TENAGA AHLI No.
Tenaga ahli
Jumlah
1
Perencanaan Wilayah dan Kota (Ketua Tim)
1 orang
2
Perencanaan Wilayah dan Kota
1 orang
3
Prasarana Wilayah/Infrastruktur
1 orang
4
Teknik Lingkungan
1 orang
5
Geodesi/Geografi
1 orang
6
Ekonomi dan Pengembangan Wilayah
1 orang
Asisten Tenaga Ahli 1
Perencanaan Wilayah dan Kota
2 orang
2
Prasarana Wilayah/Infrastruktur
1 orang
Tenaga Pendukung 1
Office Manager
1 orang
2
Sekretaris Billingual
1 orang
3
Operator Komputer
2 orang
4
Drafter
1 orang
5
Surveyor
5 orang
6
Office Boy
1 orang
Adapun kualifikasi tenaga ahli tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota sebagai Ketua Tim Kualifikasi yang dibutuhkan adalah sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi/Urban
Planner)
yang
telah
berpengalaman
dan
pernah
mengerjakan perencanaan kota di negara-negara maju dan diharapkan berpendidikan S3, diutamakan berpengalaman dan berpendidikan di luar negeri dan telah berpengalaman selama 10 tahun. 2. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Kualifkasi yang dibutuhkan adalah sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi/Urban Planner) yang telah berpengalaman selama 7 tahun dan berpendidikan S2, diutamakan lulusan luar negeri. 3. Ahli Prasarana Wilayah/Infrastruktur Tenaga ahli lulusan sarjana sipil yang menguasai kebutuhan dan perencanaan infrastruktur bagi Kota Metropolitan yang ideal, berpengalaman pernah merencanakan infrastruktur kota metropolitan baik dalam maupun luar negeri dan berpengalaman minimal 7 tahun dan berpendidikan S2. 4. Ahli Lingkungan Urban Environment, berijazah teknik lingkungan memiliki sertifikat keahlian profesi dan berpengalaman di bidangnya minimal 7 tahun dan berpendidikan S2. 5. Ahli Geodesi/Geografi S2 Geodesi atau Geografi berpengalaman minimal 7 tahun yang menguasai sistem informasi berbasis komputer, terutama GIS, perpetaan dan kondisi tutupan lahan serta teknologi-teknologi mutakhir lainnya. 6. Ahli Ekonomi dan Pengembangan Wilayah Regional Development Economist, berijazah ilmu ekonomi, berpengalaman dibidang analisis ekonomi dan pengembangan wilayah minimal 7 tahun. Uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga ahli tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut : TABEL V.2
URAIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TENAGA AHLI NO 1
TENAGA AHLI Ahli Perencanaan
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB Sebagai koordinator bertanggungjawab untuk :
Wilayah dan Kota (team leader)
Memimpin
Pelaksanaan
pekerjaan
dari
sejak
perencanaan sampai terselesaikan pekerjaan hingga diterima dengan baik oleh pemberi kerja. Penyiapan jadwal rinci Penyiapan metodologi kerja Penyiapan outline dan kisi-kisi laporan Melakukan sintesa laporan Penyiapan materi presentasi dan temu wicara dengan
stakeholder Editing dan quality control laporan Mengkoordinir diskusi, presentasi dan temu wicara Mengkoordinasi
pelaksanaan
tugas
masing-masing
tenaga ahli sehingga tercipta suasana pekerjaan yang harmonis dan efektif Menetapkan kerangka studi yang menjadi acuan kerja
tenaga ahli lainnya Memberi masukan kepada tenaga ahli lain tentang jenis-
jenis analisa yang harus dilakukan untuk menunjang pekerjaan ini Bersama tenaga ahli lainnya menyusun rencana kerja
dan kerangka laporan. 2
Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
Bertugas untuk membantu Team Leader dalam pelaksanaan pekerjaan, termasuk membuat jadwal kerja dan menggordinasikan antara tenaga-tenaga ahli lainnya dengan Team Leader pada setiap tahapan pekerjaan supaya target pekerjaan yang ingin dicapai dapat terlaksana dengan baik. Sebagai Ahli Perencanaan Wilayah dan kota bersama tim bertugas untuk : Mengevaluasi kondisi pemanfaatan ruang Mengkaji permasalahan yang ada pada kawasan Mengidentifikasi kebutuhan penyesuaian RTRWK
NO
TENAGA AHLI
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB Mengkaji langkah operasional penanganan lingkungan Menetapkan prioritas penanganan di bidang penataan
ruang berdasarkan kondisi geografis, tingkat kerawanan dan tingkat bahaya 3
Ahli Prasarana Wilayah/ Infrastruktur
Melakukan pengumpulan data primer dan data sekunder
mengenai prasarana dan sarana tranportasi wilayah kota; Melakukan
kajian terhadap kebutuhan prasarana wilayah yang meliputi prasarana transportasi;
Melakukan
kajian terhadap penentuan pembangunan prasarana transportasi;
prioritas
Perencanaan teknis jaringan jalan dan menetapkan
fungsi dan dimensi perencanaan;
jaringan
jalan
pada
wilayah
Merencanaan kebutuhan sarana dan prasarana wilayah
dan kota; Mendesain saluran drainase dan air buangan kota; Bersama dengan tim menyusun kebijakan dan stategi
pengembangan transportasi wilayah; Bersama
dengan tim merumuskan pelaksanaan pembangunan prasarana transportasi wilayah yang dibutuhkan;
Bersama
dengan tim transportasi kawasan;
4
Ahli Teknik Lingkungan
menyusun
rencana
sistem
Mengkaji batas ambang serta pencemaran lingkungan
yang dapat terjadi pada masa yang akan datang Menganilisis sistem pelayanan
persampahan secara
integral Memberikan rekomendasi dibidang lingkungan Mendesign penanganan lingkungan perumahan Merencanakan
sektor utilitas kota sesuai dengan bidangnya yaitu, membuat konsep-konsep rencana dibidang teknik penyehatan antara lain : perencanaan air bersih, drainase, air limbah, persampahan, kesehatan lingkungan dan sebagainya
NO 5
TENAGA AHLI Ahli Geodesi/Geografi
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB Sebagai
koordinator lapangan termasuk dalam pengumpulan data, pekerjaan survei lapangan maupun pembuatan peta dasar wilayah perencanaan (pembuatan peta dasar dan peta fisik wilayah Kota Medan dengan Ground Survey dengan GPS;
Melakukan
pengolahan data elektronik, sehingga informasi mengenai karakteristik wilayah perencanaan dengan mudah dapat ditampilkan dan dianalisa;
Menyiapkan bahan untuk diskusi dan presentasi Mongkoordinasikan
pembuatan dan penggambaran peta, termasuk peta eksisting, analisis, rencana dan album peta.
Menganalisis keadaan/karaktiristik sosial budaya, adat
istiadat maupun kaidah-kadah dan norma-norma yang belaku pada masyarakat di wilayah Perencanaan termasuk pola hidup dan pola permukiman; Menganalisis
kependudukan dan memproyeksikan jumlah penduduk untuk mengetahui akan kebutuhan ruang pada masa yang akan datang;
6
Ahli Ekonomi Pembangunan
Menganalisa pergeseran dan prospek perkembangan
kota Menganalisa sistem simpul, kondisi simpul koleksi-
distribusi di wilayah perencanaan Menganalisis
sektor perekonomian kawasan dan meningkatkan pendapatan ekonomi wilayah dengan cara menggali sumber-sumber pendapatan untuk pembiayaan pembangunan
Menilai kecenderungan dan perkiraan dimasa depan tiap
sektor kegiatan ekonomi dalam hal kapasitas investasi, penyerapan tenaga kerja; produksi dan perkiraan kebutuhan investasi; Mengidentifikasi
pendanaan/ prasarana;
komponen-komponen kegiatan pembiayaan program pengembangan
Menyusun strategi pembiayaan prasarana dan sarana
kawasan Merencanakan
sarana
penunjang
aktivitas
perekonomian kota Melakukan kajian aspek ekonomi yang berhubungan
dengan perkembangan perkotaan
5.3
RENCANA KERJA
Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 direncanakan selesai dalam waktu 3 (tiga) Bulan Kalender atau 90 (sembilan puluh) hari kalender. Untuk mencapai target kegiatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan maka perlu di buat schedule/jadwal pelaksanaan pekerjaan secara rinci untuk masing-masing tahapan kegiatan. Kegiatan ini harus melalui beberapa tahapan kegiatan untuk memperoleh hasil yang optimal. Setiap tahapan kegiatan harus dikonsultasikan dan didiskusikan dengan Pemberi Kerja, serta setuju dengan dukungan mereka dan terlibat dalam rencana kerja. Secara garis besar tahapan kegiatan Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 ini terdiri dari empat tahapan kegiatan utama, yaitu; tahap pengumpulan data, tahap analisis, tahap penyusunan rencana dan tahapan konsultansi berupa diskusi, FGD, seminar dan sosialisasi rencana. Untuk lebih jelasnya mengenai rencana kerja untuk masing-masing tahapan kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Minggu Ke 1 : Pada minggu pertama hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana kerja yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada pekerjaan persiapan. Dalam tahap persiapan ini, dilakukan beberapa kegiatan untuk mendukung kelancaran pekerjaan, seperti:
Menyusun dan mempersiapkan metodologi dan rencana kerja;
Mempersiapkan dan membagi tugas kepada personil/tim untuk survei dan pengumpulan data;
Mobilisasi peralatan, tenaga ahli dan tenaga pendukung;
Mempersiapkan peralatan survei;
Melakukan kajian literatur sebagai pemahaman awal terhadap wilayah perencanaan;
Mempersiapkan laporan pendahuluan.
Pada tahap persiapan berfokus pada pemantapan rencana kerja dan metoda pelaksanaan pekerjaan yang rill. Kegiatan awal dari tahap persiapan dimulai
dengan mobilisasi tim konsultan dan koordinasi awal dengan pemberi kerja serta melakukan kajian literatur untuk menyamakan persepsi. Setelah diperoleh kesamaan persepsi tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan, maka mulai dilakukan kajian makro untuk memperoleh isu permasalahan serta pengenalan awal kondisi wilayah studi, sebagai masukan bagi penyusunan persiapan survei, dan sebagai masukan pula terhadap informasi identifikasi permasalahan dan perwujudan ruang wilayah. Pada minggu pertama tersebut sebagian tim sudah mulai melakukan kunjungan awal keberbagai instansi pemerintah yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Tujuannya adalah untuk memperlancar kegiatan survei dan pengumpulan data. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain:
Koordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat (Pemerintah Kota Medan) dan
instansi terkait
Penyempurnaan
RTRW
Kota
lainnya Medan
mengenai adanya Tahun
kegiatan
2008-2028,
yang
dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan yang bekerjasama dengan pihak konsultan perencana;
Selanjutnya pihak konsultan akan meminta saran dan masukan dari pemerintah daerah setempat mengenai rencana kerja yang akan dilaksanakan, termasuk kelengkapan surat-menyurat yang dibutuhkan untuk kelancaran pekerjaan, seperti: surat ijin, surat survei, surat tugas dan sebagainya;
Rencana kerja dan koordinasi awal dengan pihak aparat pemerintah daerah, dan selanjutnya akan dilakukan fasilitasi pembentukan tim teknis di daerah.
2. Minggu ke 2 : Pada minggu kedua hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana kerja yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada pekerjaan survei dan pengumpulan data.
Survei dan pengumpulan
data
dilakukan untuk
mengumpulkan data-data sekunder dan data-data primer. Pengumpulan data sekunder atau studi literatur adalah metoda pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengambil data sekunder dari berbagai instansi atau dari laporan
beberapa
instansi
terkait.
Misalnya
data
dari
kantor/instansi/dinas/badan yang ada dilingkungan Pemerintah Kota Medan serta instansi vertikal lainnya. Data-data sekunder yang akan dikumpulkan pada tahap ini antara lain:
1. Data Rencana dan Kebijakan Pembangunan, meliputi :
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara;
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2006-2016;
RPJP dan RPJM Daerah;
Dokumen Perencanaan
Pembangunan
lainnya
yang
berkaitan
dengan materi dan wilayah perencanaan. 2. Data mengenai kondisi fisik dasar wilayah perencanaan, meliputi:
Letak georafis dan batas administrasi Kota Medan;
Keadaan topografi dan kemiringan lereng;
Kondisi geologi dan jenis tanah;
Keadaan iklim dan cuaca;
Keadaan hidrologi;
3. Aspek tata guna tanah yang secara umum dirinci menurut jenis-jenis penggunaan
perumahan,
pemerintahan
dan
bangunan
umum,
perdagangan, jasa, pelayanan sosial, jalur hijau atau ruang terbuka hijau, transportasi, penggunaan khusus seperti pariwisata, industri atau pergudangan dan lain sebagainya. 4. Data mengenai keadaan sosial dan kependudukan, yang meliputi:
Pertumbuhan penduduk;
Distribusi dan kepadatan penduduk;
Struktur penduduk menurut jenis kelamin;
Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan;
Struktur penduduk menurut usia dan kelompok umur;
Struktur penduduk menurut agama;
Struktur penduduk menurut mata pencaharian;
Adat Istiadat/budaya yang ada di wilayah perencanaan;
5. Data mengenai keadaan perekonomian kota, meliputi:
Jumlah dan perkembangan PDRB;
Pendapatan perkapita;
APBD;
Sektor unggulan maupun kegiatan-kegiatan usaha yang memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Kota Medan, seperti sektor jasa, industri, perdagangan, dan sebaginya;
Keadaan
besarnya
sektor-sektor
kegiatan
perekonomian
dan
penyebarannya;
Sistem hubungan antar sektor kegiatan;
Perkembangan keadaan perekonomian dalam hal besarnya produksi dan tingkat pertumbuhannya,
6. Aspek fasilitas pelayanan antara lain :
Jenis-jenis fasilitas, jumlah dan penyebarannya di wilayah kota baik untuk melayani kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi.
Jenis-jenis prasarana dan sarana perhubungan dan prasarana lingkungan seperti jalan, listrik, drainase, air minum, baik dalam kualitas maupun kuantitasnya.
Perkembangan mengenai keadaan fasilitas dan prasarana/sarana, baik dalam hal kualitas, kwantitas maupun sumber dana yang dipergunakan bagi pembiayaan pembangunannya.
7. Aspek administrasi/pengelolaan pembangunan, antara lain :
Keadaan
struktur
organisasi,
tata
kerja,
khususnya
yang
menggambarkan mekanisme dan tata kerja unit pelaksana teknis yang berfungsi dalam pengendalian pelaksanaan rencana kota.
Keadaan keuangan kecamatan, mengenai volume pajak dan restribusi ditinjau menurut sumber beserta perkembangannya.
Keadaan status pemilihan tanah secara umum.
Keadaan tanah dan bangunan secara umum.
Peraturan-peraturan daerah atau kebijaksanaan pemerintah daerah tentang pelaksanaan pembangunan.
Selain mengumpulkan data-data sekunder juga dilakukan pengumpulan data primer. Pengumpulan data primer pada dasarnya juga dapat dilakukan dengan menggunakan metoda-metoda seperti (wawancara dan diskusi/FGD). Namun untuk pengumpulan data yang berkaitan dengan kondisi faktual lapangan maka dilakukan metoda observasi lapangan yaitu melakukan peninjauan langsung ke lapangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat observasi lapangan adalah: 1. Kondisi infrastruktur kawasan, perumahan dan permukiman, prasarana perkonomian, pola lalu lintas dan aliran barang, sarana dan prasana transportasi, kondisi fasilitas dan utilitas kawasan dan pola penggunaan lahannya. Data-data dan kondisi fisik lapangan tersebut sedapat mungkin dituangkan dalam peta eksisting, seperti;
Peta Daya Dukung Pengembangan Fisik;
Peta Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung;
Peta Sebaran Kegiatan Eksisting;
Peta Pemanfaatan dan Kecenderungan Perubahan Lahan;
Peta Sebaran Penduduk;
Peta
Sebaran
Pelayanan
Kegiatan
Kawasan
(Perdaganagan,
Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan, Rekreasi, Olahraga, Ruang Terbuka Hijau);
Peta Jaringan Transportasi dan Pergerakan;
Peta Jaringan Persampahan;
Peta Jaringan Listrik;
Peta Jaringan Air Hujan;
Peta Jaringan Air Bersih;
Peta Jaringan Air Limbah;
Peta Jaringan Telepon;
Peta Jaringan Irigasi dan sebagainya
2. Melihat kondisi dan perkembangan fisik Kota Medan, seperti: kondisi topografi dan kemiringan lereng; kawasan yang sering terjadi genangan atau
rawan
banjir;
kawasan
lindung;
kawasan
konservasi
dan
sebagainya. Data-data dan kondisi fisik lapangan tersebut sedapat mungkin dituangkan dalam peta eksisting dan dijadikan sebagai bahan untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan perwujudan ruang wilayah Kota Medan; 3. Mengidentifikasi
potensi
dan
permasalahan
pembangunan
dan
perwujudan ruang wilayah Kota Medan; 4. Pengumpulan data primer dapat juga dilakukan dengan pembagian quiesionar, wawancaa terstruktur dan mendalam (in-depth interview), Forum Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion/FGD), diskusi dan sebagainya kepada berbagai sumber, seperti tokoh masyarakat, kelompok pengusaha dan stakeholders lainnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi dan menjaring aspirasi dari masyarakat dan stakeholders lainnya, khususnya dari perasaan dan pendapat secara mendalam. 3. Minggu ke 3 : Pada minggu ketiga hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana kerja yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada penyerahan Laporan Pendahuluan dan melakukan diskusi Laporan Pendahuluan. Hal-hal yang akan didiskusikan pada tahap tersebut antara lain: metoda dan rencana kerja tim konsultan. Pada tahap ini, diharapkan terdapat beberapa kesepakatan dengan pemberi kerja, antara lain:
Tersepaktinya desain, metoda dan rencana kerja selanjutnya;
Terpahaminya gambaran awal permasalahan dan isu fisik maupun non fisik
wilayah
serta
keterkaitannya
dengan
wilayah
sekitarnya
(berdasarkan sintesa dan hipotesa);
Review terhadap produk-produk rencana tata ruang yang sudah disusun sebelumnya (RTRWK Medan 2006-2016) dan rencana tata ruang wilayah terkait (Mebidang);
Tersedianya data-data untuk analisis awal antara lain, kondisi fisik kawasan, keadaan sosial dan kependudukan, keadaan fasilitas dan utilitas kota, kegiatan perekonomian dan sistem transportasi;
Terwujudnya identifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan perwujudan ruang wilayah.
Sosialisasi
dan
Pembahasan/Diskusi
Laporan
Pendahuluan
tersebut
dilakukan dengan mengundang seluruh Dinas terkait, Pakar, Akademis, BUMN, Ahli Profesi, Camat dan Lurah, Pemerhati Kota dan stakeholders lainnya. Dan setelah Pembahasan/Diskusi Laporan Pendahuluan tersebut dapat dilakukan survei lanjutan untuk melengkapi data berdasarkan masukan-masukan dari forum diskusi. Lebih jelasnya mengenai rencana kerja dan tahapan kegiatan pengumpulan data, dapat dilihat pada Gambar 5.1.
4. Minggu Ke 4 sampai Minggu ke 6 : Pada minggu ke empat sampai dengan minggu ke enam atau 1,5 (satu setengah) bulan setelah dikeluarkannya SPMK, rencana kerja yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada tahap analisis. Tahap analisis adalah merupakan tahap lanjutan dari pengumpulan data. Data-data yang telah dikumpulkan pada tahap pengumpulan data, ditabulasi dan sedapat mungkin dipetakan untuk mempermudah analisis. Selanjutnya dilakukan identifikasi dan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini antara lain: a. Analisis regional dilakukan untuk memahami kedudukan dan keterkaitan Kota Medan dalam sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya;
b. Analisis ekonomi dilakukan untuk mewujudkan ekonomi wilayah yang sustainable melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi wilayah yang lebih luas; GAMBAR 5.1 RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN PENGUMPULAN DATA PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2008-2028
TAHAPAN
TAHAP PENGUMPULAN DATA
KEGIATAN
IDENTIFIKASI POTENSI DAN PERMASALAHAN RUANG Mobilisasi T. Ahli
Tabulasi dan Analisa Data:
Kajian Literatur
KEGIATAN PENDUKUNG
Persiapan Survei
Pelaksanaan Survei Lapangan dan Pemetaan
KEGIATAN PENYUSUNAN PENYEMPURNA AN RTRW KOTA MEDAN 20082028
c.
Menyamakan Persepsi
Identifikasi potensi dan Permasalahan Pembangunan dan Perwujudan Ruang
KEGIATAN PENJARINGAN ASPIRASI
Identifikasi Data Survei lapangan
Perumusan permasalahan rinci pengembangan wilayah
Penentuan prioritas penanganan permasalahan pengembangan
Perkiraan Kebutuhan Pelaksanaan Pembangunan
Fasilitasi Pembentukkan Tim Teknis
Koordinasi Lapangan
Kondisi fisik; Sosial dan kependudukan; Fasilitas dan utilitas kota Kegiatan perekonomian Sistem transportasi
Pengembangan penduduk; Ekonomi perkotaan; Fasilitas sosial ekonomi; Lahan perkotaan; Sarana dan prasarana kota
Diskusi Laporan Pendahuluan dengan Stakeholder Terkait
Analisis sumberdaya manusia dilakukan untuk memahami aspek-aspek kependudukan terutama yang memiliki pengaruh timbal balik dengan pertumbuhan perkembangan sosial dan ekonomi;
d. Analisis sistem prasarana transportasi
untuk memperoleh gambaran
mengenai :
Keterkaitan fungsional dan ekonomi antar kota, antar kawasan baik dalam wilayah maupun antar wilayah Kota, dengan melihat pengumpul hasil produksi, pusat kegiatan transportasi, dan pusat distribusi barang dan jasa;
Kecenderungan perkembangan prasarana transportasi yang ada;
Aksesibilitas lokasi-lokasi kegiatan di wilayah Kota.
e. Analisis sistem permukiman dilakukan untuk memahami kondisi, jumlah, jenis, letak, ukuran, dan keterkaitan antar pusat-pusat permukiman di wilayah Kota yang digambarkan dengan sistem hirarki dan fungsi kawasan permukiman. f.
Analisis penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk penguasaan, penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan lindung;
g. Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber
pembiayaan
pembangunan
dan
besaran
biaya
pembangunan baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), bantuan dan pinjaman luar negeri, perkiraan sumber-sumber pembiayaan masyarakat, dan sumbersumber pembiayaan lainnya. Pada prinsipnya tahap ini akan dilaksanakan secara parallel dengan tahap survei/pengumpulan data, dimana data-data yang sudah diperoleh langsung diolah/analisis. Maksud
pelaksanaan secara parallel adalah untuk lebih
mengefektifkan waktu pelaksanaan pekerjaan, dengan kata lain ketika data lapangan telah diperoleh (walaupun proses keseluruhan survai belum tuntas) dengan segera pentabulasian dan penstrukturan data akan dilaksanakan, terutama pemetaan situasi dan kondisi lapangan. Pada tahapan
pelaksanaan pekerjaan ini akan menghasilkan perkiraan
kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas hasil
analisis kependudukan, sektor/kegiatan potensial, daya dukung lingkungan, kebutuhan prasarana dan sarana lingkungan, sasaran pembangunan kawasan yang hendak dicapai, dan pertimbangan efisiensi pelayanan. Perkiraan kebutuhan tersebut mencakup: 1. Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan; 2. Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi kota; 3. Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi kota; 4. Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan kota;
kebutuhan ekstensifikasi;
kebutuhan intensifikasi;
perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan.
5. Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana kota. Hasil dari analisis di atas selanjutnya akan dituangkan dalam sebuah laporan, yang disebut dengan istilah Laporan Antara/Analisis. Setelah laporan tersebut diserahkan pada pemberi kerja maka selanjutnya akan dilaksanakan Seminar Laporan Antara dengan mengundang seluruh Dinas terkait dan Tim Teknis untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Untuk lebih jelasnya mengenai rencana kerja dan tahapan kegiatan analisis pada pekerjaan penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota Medan, dapat dilihat pada diagram berikut:
GAMBAR 5.2 RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN ANALISIS PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN
TAHAP ANALISIS
TAHAPAN
PERKIRAAN KEBUTUHAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
KEGIATAN
Tabulasi dan Analisa Data:
KEGIATAN PENDUKUNG
Identifikasi Data Survei lapangan
Kondisi fisik kawasan; Sosial dan kependudukan; Fasilitas dan utilitas kota Kegiatan perekonomian Sistem transportasi
Perumusan Konsep Pengembangan Kota: Perkiraan Kebutuhan Pelaksanaan Pembangunan
KEGIATAN PENYUSUNAN PENYEMPURNA AN RTRW KOTA MEDAN 20082028
KEGIATAN PENJARINGAN ASPIRASI
Penentuan prioritas penanganan permasalahan pembangunan
Pengembangan penduduk; Ekonomi perkotaan; Fasilitas sosial ekonomi; Lahan perkotaan; Sarana dan prasarana kota
Diskusi Laporan Antara dengan Stakeholder Terkait
Tujuan Pemanfaatan Ruang
Rencana Struktur Ruang
Rencana Pola Ruang;
Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Pedoman Pengendalian pemanfaatan ruang
Persiapan seminar konsep rencana
4. Minggu Ke 7 sampai Minggu ke 10 : Pada minggu ke tujuh sampai dengan minggu ke sepuluh atau 2,5 (dua setengah) bulan setelah dikeluarkannya SPMK, rencana kerja yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada tahap penyusunan konsep rencana.
Setelah melakukan tahap analisis dan diskusi laporan antara selanjutnya disusun konsep dan skenario pengembangan Kota Medan yang meliputi : A. Tujuan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Medan Tujuan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Medan dirumuskan sesuai dengan
permasalahan
dan
arahan
kebijakan
berdasarkan
urgensi/keterdesakan penanganan wilayah tersebut. B. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan, meliputi : 1. Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk Arahan distribusi penduduk merupakan perkiraan jumlah penduduk Wilayah Kota Medan hingga akhir tahun perencanaan (tahun 2028) yang selanjutnya dirinci dalam distribusi pada setiap kawasan, sesuai dengan daya dukungnya. 2. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Perkotaan Rencana ini merupakan susunan yang diharapkan dari unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam perkotaan, lingkungan
sosial
perkotaan, dan lingkungan buatan perkotaan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu sama lain membentuk tata ruang Wilayah Kota, yang meliputi distribusi penduduk per unit permukiman perkotaan, dan sebaran pusat-pusat pelayanan perkotaan (fungsi primer dan sekunder). Pengelompokan materi yang diatur, adalah : •
Perdagangan yang terdiri dari : perdagangan skala regional; perdagangan skala kota; perdagangan skala sebagian kota atau lokal.
•
Pendidikan yang terdiri dari : perguruan tinggi, sekolah lanjutan tingkat atas; sekolah lanjutan tingkat pertama; sekolah dasar.
•
Pelayanan kesehatan yang terdiri dari : rumah sakit umum, pusat kesehatan masyarakat, pusat kesehatan masyarakat pembantu.
•
Pelayanan rekreasi dan atau olah raga yang terdiri dari : pelayanan skala kota; pelayanan skala lokal atau sebagian kota.
3. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Meliputi
Rencana
Sistem
jaringan
pergerakan
dan
prasarana
penunjang bagi angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan laut, angkutan sungai, danau dan penyeberangan serta angkutan udara, seperti: a. Angkutan jalan raya, terdiri dari: • Jaringan arteri sekunder, jaringan kolektor sekunder, sistem primer; • Terminal angkutan barang, terminal angkutan penumpang skala regional, terminal angkutan penumpang kota sampai dengan terminal madya; • Trayek angkutan umum penumpang dan mikro bus penumpang, lintasan angkutan barang dan ternak. b. Angkutan kereta api, terdiri dari: • Jaringan jalan kereta api; • Stasiun kereta api; • Depo atau balai yasa. c. Angkutan laut, terdiri dari: • Pelabuhan laut; • Jalur pelayaran. d.
Angkutan sungai, danau dan penyeberangan, terdiri dari: • Pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan; • Jalur pelayaran sungai.
e.
Angkutan udara, terdiri dari: • Bandar udara; • Jalur aman terbang (conicle surface).
4. Rencana Sistem Jaringan Utilitas (telekomunikasi, energi, pengairan, prasarana pengelolaan lingkungan) Meliputi rencana sistem jaringan utilitas dalam Wilayah Kota Medan sampai dengan akhir tahun perencanaan, yang terdiri dari: a.
Sistem saluran telepon, terdiri dari: • Stasiun telepon otomat; • Saluran primer; • Rumah kabel; • Saluran sekunder.
b.
Sistem jaringan listrik, terdiri dari: • Bangunan pembangkit; • Gardu induk ekstra tinggi; • Gardu induk; • Saluran udara tegangan ekstra tinggi; • Saluran udara tegangan tinggi; • Jaringan transmisi menengah.
c.
Sistem jaringan gas, terdiri dari: • Pabrik gas; • Seluruh jaringan gas.
d.
Sistem penyediaan air bersih terdiri dari:
• Bangunan pengambil air baku; • Saluran atau pipa transmisi air baku; • Instalasi produksi; • Pipa transmisi air bersih utama; • Pipa transmisi air bersih sekunder; • Bak penampung; • Pipa distribusi utama; • Pipa distribusi sekunder. e.
Sistem pembuangan air hujan, terdiri dari: • Saluran primer; • Saluran sekunder; • Waduk penampungan.
f.
Sistem pembuangan air limbah, terdiri dari: • Saluran primer; • Saluran sekunder; • Bangunan pengolahan; • Waduk penampungan.
g.
Sistem persampahan, terdiri dari: • Tempat pembuangan akhir; • Bangunan pengolahan sampah; • Penampungan sementara.
C. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota
Rencana pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan merupakan bentuk pemanfaatan ruang Wilayah Kota yang menggambarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, antara lain:
a. Kawasan Budidaya Perkotaan, meliputi: •
Perumahan dan permukiman, yang dirinci menurut ketinggian bangunan,
jenis
penggunaan,
pengelompokan
berdasarkan
besaran perpetakan; •
Perdagangan,
yang
dirinci
menurut
jenis
dan
bentuk
bangunannya, antara lain pasar, pertokoan, mal, dll; •
Industri, yang dirinci menurut jenisnya;
•
Pendidikan, yang dirinci menurut tingkatan pelayanan mulai dari pendidikan tinggi, SLTA, SLTP, SD, dan TK;
•
Kesehatan, yang dirinci menurut tingkat pelayanan mulai dari RS Umum kelas A,B,C,D; puskesmas, puskesmas pembantu;
•
Peribadatan, yang dirinci menurut jenisnya mulai dari mesjid, gereja, kelenteng, pura, vihara;
•
Rekreasi, yang dirinci menurut jenisnya, antara lain taman bermain, taman rekreasi, taman lingkungan, taman kota, dll;
•
Olahraga, yang dirinci menurut tingkat pelayanannya, antara lain stadion, gelanggang, dlll;
•
Fasilitas sosial lainnya, yang dirinci menurut jenisnya, seperti panti asuhan, panti werda, dll;
•
Perkantoran
pemerintah
dan
niaga,
yang
dirinci
menurut
instansinya; •
Terminal angkutan jalan raya baik untuk penumpang atau barang, stasiun
kereta
api,
pelabuhan
sungai,
pelabuhan
danau,
pelabuhan penyeberangan, pelabuhan laut, bandar udara, dan sarana transportasi lainnya; •
Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan;
•
Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan;
•
Tempat pembuangan sampah akhir.
b. Kawasan Lindung dalam Kota, meliputi: •
Kawasan
resapan
air
dan
kawasan
yang
memberikan
perlindungan bagi kawasan bawahan lainnya; •
Sempadan pantai, sungai, sekitar danau dan waduk, sekitar mata air, dan kawasan terbuka hijau kota termasuk jalur hijau;
•
Cagar alam/pelestarian alam, dan suaka margasatwa;
•
Taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam lainnya;
•
Kawasan cagar budaya;
•
Kawasan rawan letusan gunung berapi, rawan gempa, rawan tanah longsor, rawan gelombang pasang dan rawan banjir.
D. Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan Rencana ini mencakup rencana penanganan lingkungan perkotaan, arahan kepadatan bangunan, dan arahan ketinggian bangunan. a. Rencana Penanganan Lingkungan, meliputi :
jenis penanganan
lingkungan dan jaringan pergerakan serta utilitas untuk tiap unit lingkungan dan atau kawasan yang akan dilaksanakan dalam kota, seperti : •
Rencana pengembangan lingkungan/kawasan baru, kawasan yang dikonversi, kawasan yang diremajakan, kawasan resettlement, dsb;
•
Rencana kawasan yang dikembangkan dengan metoda konsolidasi tanah perkotaan, guided land development, dll;
•
Rencana jaringan pergerakan dan atau utilitas kawasan yang akan diperbaiki;
•
Rencana jaringan pergerakan dan atau utilitas kawasan yang akan diperbaharui, dll.
b. Arahan Kepadatan Bangunan, yaitu : perbandingan luas lahan yang tertutup
(bangunan dan prasarana serta lainnya seperti : jalan,
perparkiran, dll) dalam tiap unit lingkungan dan atau kawasan dengan luas kawasan (land coverage), antara lain : •
Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat tinggi (lebih besar dari 75%);
•
Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan tinggi (60% 75%);
•
Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan menengah (45 % - 60%);
•
Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan rendah (30% - 45 %);
•
Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat rendah (30%).
c. Arahan Ketinggian Bangunan, yaitu: arahan ketinggian bangunan untuk setiap kawasan kota, sesuai dengan daya dukung kawasan. d. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara dan Sumber Daya lainnya dengan memperhatikan keterpaduan sumber daya alam dengan sumber daya buatan. Rencana penatagunaan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya yang memperhatikan keterpaduan sumber daya manusia dan sumber daya buatan; mencakup penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya (termasuk arahan baku mutu udara, air; pemanfaatan udara bagi jalur penebangan dan komunikasi; pemanfaatan air dan penggunaannya) E. Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang
berdasarkan
mekanisme
perijinan,
pemberian
insentif
dan
disinsentif, pemberian kompensasi, mekanisme pelaporan, mekanisme pemantauan, mekanisme evaluasi dan mekanisme pengenaan sanksi, antara lain: •
Mekanisme advis planning perijinan sampai dengan pemberian ijin lokasi bagi kegiatan perkotaan;
•
Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif bagi kawasan yang didorong
pengembangannya,
kawasan
yang
dibatasi
pengembangannya, serta terhadap upaya-upaya perwujudan ruang yang
menjaga
konsistensi
pembangunan
dan
keserasian
perkembangan Bagian Kawasan Perkotaan dengan Kota/Kawasan Perkotaan, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; •
Mekanisme pemberian kompensasi berupa mekanisme penggantian yang diberikan kepada masyarakat pemegang hak atas tanah, hak pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan galian, kawasan lindung yang mengalami kerugian akibat perubahan nilai ruang dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang;
•
Mekanisme pelaporan mencakup mekanisme pemberian informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan instansi yang berwenang;
•
Mekanisme pemantauan yang mencakup pengamatan, pemeriksaan dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dan dilakukan oleh instansi yang berwenang;
•
Mekanisme evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang yang dilakukan oleh masyarakat dan instansi yang berwenang;
•
Mekanisme pengenaan sanksi mencakup sanksi administratif, pidana dan perdata.
Seluruh tahapan kegiatan diatas akan dilakukan koordinasi dan konsultasi dengan pemberi kerja. Selain melakukan konsultasi rutin dengan pemberi kerja, pihak konsultan juga akan melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan stakeholders dan pemangku kepentingan lainnya di Kota Medan, yang disebut dengan istilah FGD (focus group discussion) untuk memperoleh masukan-masukan dari para pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai baian dari proses perencanaan partisipatif. Setelah konsep rencana diseminarkan maka konsep rencana ditetapkan menjadi rencana, melalui Peraturan Daerah. Untuk lebih jelasnya tahap penyusunan konsep rencana dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 5.3 RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN PENYUSUNAN RENCANA PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2008-2028
TAHAP PENYUSUNAN RENCANA
TAHAPAN KEGIATAN
PERUMUSAN KONSEP PENGEMBANGAN
PENETAPAN RENCANA
Perumusan Konsep PEMBAHASAN DRAFT LAPORAN AKHIR
Pengembangan Kota:
KEGIATAN PENDUKUNG
Tujuan Pemanfaatan Ruang
Rencana Struktur Ruang
Rencana Pola Ruang;
Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Pedoman Pengendalian pemanfaatan ruang
KEGIATAN PENYUSUNAN PENYEMPURNA AN RTRW KOTA MEDAN 20082028
KEGIATAN PENJARINGAN ASPIRASI
Seminar konsep Rencana
PENYUSUNAN KEBIJAKAN TEKNIS PENETAPAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA MEDAN
Perda (SK Walikota) tentang RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028;
Pembentukan kelembagaan pengawasan, pemantauan dan pengendalian rencana
Pemilihan alternatif konsep Rencana
Diskusi dan fasilitasi Stakeholders
5. Minggu Ke 11 dan 12: Pada minggu ke 11 sampai dengan minggu ke 12 atau 3 (tiga) bulan setelah dikeluarkannya SPMK, rencana kerja lebih difokuskan pada perbaikan rencana sesuai dengan hasil seminar dan serah terima pekerjaan. Beberapa produk yang akan diserahkan pada tahap ini, antara lain:
Buku Rencana Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028, yang sudah diperbaiki berdasarkan hasil seminar akhir;
Album Peta Rencana Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 20082028;
Soft Copy Laporan Akhir dalam bentuk CD;
Draft Ranperda Tentang Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028.
5.4
SISTEM PELAPORAN Wujud
nyata
dari
hasil
pelaksanaan
Pekerjaan
Penyusunan
Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 harus dituangkan dalam laporan yang selanjutnya menjadi arsip diberbagai institusi terkait. Oleh sebab itu kami akan menyusun dan menyerahkan laporan kepada Pemerintah Kota Medan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan selaku Pengguna Jasa, sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja & Rencana Anggaran Biaya yang telah kami buat. Adapun jenisjenis laporan yang harus diserahkan oleh Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa, terdiri dari : 1. Laporan Pendahuluan Dalam tahap ini, konsultan sudah melakukan koordinasi dalam merumuskan rencana kerja dan pembagian tugas diantara tenaga ahli yang terlibat. Laporan Pendahuluan tersebut secara garis besar berisikan :
Pemahaman
konsultan
terhadap
lingkup
substansi
dan
wilayah
perencanaan;
Rencana kerja;
Metoda dan analisis yang akan digunakan;
Data-data dasar termasuk peta-peta yang memadai untuk analisis awal. Data dan peta tersebut harus sudah terlampir pada saat Laporan Pendahuluan didiskusikan;
Pembagian dan pendistribusian tugas;
Uraian/penjabaran tugas oleh masing-masing tenaga ahli;
Rencana kerja dan jadwal pelaksanaan serta jadwal pengumpulan data yang harus dilakukan.
Laporan Pendahuluan tersebut harus diserahkan konsultan kepada Pemberi Kerja sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A4 dan dicetak warna. Selanjutnya konsultan akan mendiskusikan laporan tersebut dalam forum diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk memperoleh masukan, tanggapan serta persetujuan untuk dilanjutkan lebih jauh. 2. Laporan Antara/Analisis Pada tahap ini konsultan telah melakukan pengumpulan data dan analisis serta merumuskan skenario pengembangan Kota Meda. Secara garis besar Laporan Antara/Analisis tersebut berisikan:
Data : primer dan sekunder, spasial dan non spasial;
Rumusan permasalahan dan isu-isu strategis wilayah Kota Medan;
Hasil analisis deskriptif, statistik dan spasial;
Skenario pengembangan Wilayah Kota Medan;
Konsep Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Laporan Antara/Analisis tersebut harus diserahkan konsultan kepada
Pemberi Kerja sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A3 dan dicetak warna. Selanjutnya konsultan akan mendiskusikan laporan tersebut dalam forum diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk memperoleh masukan, tanggapan serta persetujuan untuk dilanjutkan lebih jauh. 3. Laporan Draft Rencana Laporan Draft Rencana, merupakan Draft Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2008-2028. Laporan tersebut akan didiskusikan pada forum seminar bersama Tim Teknis dan instansi terkait serta para pelaku pembangunan di wilayah Kota Medan untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Laporan Draft Rencana diserahkan sebanyak 5 (lima)
eksemplar dengan ukuran A3 dan dicetak berwarna. Laporan tersebut juga dilampiri dengan buku ringkasan sebagai bahan untuk seminar.: 4. Laporan Akhir/Buku Rencana Sejak diterimanya masukan, saran, serta persetujuan tentang konsep rencana, konsultan harus menyerahkan Laporan Akhir yang berisikan rencana untuk mengantisipasi kecenderungan yang ada dan juga sebagai panduan bagi arah pengembangan yang dilengkapi dengan peta-peta rencana yang sudah disempurnakan baik dari segi substansi ataupun format teknisnya. Muatan yang harus tertuang dalam laporan ini adalah : 1. Tujuan pemanfaatan ruang, mulai dari peningkatan kesejahteraan masyarakat sampai pertahanan dan keamanan; 2. Rencana struktur dan pola ruang, meliputi :
Struktur pemanfaatan ruang meliputi : hirarki pusat pelayanan wilayah, seperti : sistem-pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, sistem jaringan transportasi seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal serta kelas terminal,
Pola pemanfaatan ruang, yang memuat delinasi (batas-batas) kawasan lindung, kawasan permukiman, kawasan jasa (perniagaan, pemerintahan, transportasi, pariwisata, dII), kawasan perindustrian;
3. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Medan, meliputi :
Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya;
Rencana pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan kawasan tertentu;
Rencana sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;
Rencana penatagunaan tanah, air, udara, hutan dan sumber daya alam lainnya dengan memperhatikan keterpaduan sumber daya alam dengan sumber daya buatan;
Rencana kegiatan ekonomi pembangunan;
4. Pedoman pengendalian pembangunan kawasan perkotaan;
Pedoman
perijinan
pemanfaatan
ruang/pengembangan
wilayah
kota/kawasan perkotaan bagi kegiatan pembangunan di wilayah dan kota/kawasan perkotaan (pedoman pemberian ijin lokasi);
Pedoman pemberian konpensasi, serta pemberian intensif dan pengenaan disintensif di wilayah kota/kawasan perkotaan;
Pedoman pengawasan (pelaporan, pemantauan dan evaluasi) dan penertiban (termasuk pengenaan sanksi) pemanfatan ruang di wilayah kota/kawasan perkotaan.
Laporan Akhir diserahkan 3 (tiga) bulan setelah dikeluarkan SPMK. Laporan ini diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dengan ukuran A3 dan dicetak berwarna. 5. Album Peta Bersamaan dengan diserahkannya buku Laporan Akhir (Rencana), konsultan juga harus menyerahkan album peta yang berisi Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2008-2028 6. Soft Copy Konsultan juga harus menyerahkan Soft Copy dalam bentuk media optikal (DVD/CD) dari data, informasi, hasil analisis, dan hasil kajian lainnya yang sudah terstruktur dan terklasifikasi dengan baik, termasuk tabel-tabel maupun peta-peta digital. 7. Executive Summary Konsultan harus menyerahkan ringkasan masing-masing laporan yang digunakan sebagai bahan untuk diskusi dan seminar. 8. Draft Ranperda Konsultan juga harus menyerahkan Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2008-2028.
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Bagaimana tahapan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 2. Siapa saja aktor yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 3. Siapa saja yang seharusnya terlibat dalam penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 4. Bagaimana mekanisme pelibatan publik dalam penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 5. Pada tahap apa saja publik dapat berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 6. Darimana publik dapat mengetahui informasi mengenai penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 7. Apa bentuk partisipasi yang diberikan oleh public dalam penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 8. Apa saluran partisipasi yang digunakan untuk enyeampaikan opini/masukan mengenai penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 9. Bagaimana komunikasi antara public dan pemerintah penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031? 10. Apa yang menjadi hambatan untuk berpartisipasi penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031?