Vol.02 No.01 Agustus 2016
PENYEDIAAN AIR BAKU ANTAR PULAU Studi Kasus Pembangunan Unit Air Baku Rum dan Maitara Provinsi Maluku Utara Adi martha kurniawan1 Argie Rinaldy2 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email:
[email protected],
[email protected]
Abstract Raw water supply is one of the important needs in supporting the quality of life of the community, Maitara island is part of the administrative area of Tidore Islands with a population density reaches 59 inhabitants per km2, Maitara island an area being developed for tourism purposes so that the raw water requirement will increase while the productivity level of groundwater in the island is small so it needs serious handling to support the economy at the site level. The distribution of raw water from one island to another that has much groundwater production can be used to support water security in its neighboring island that the island did not have a water deficit from increasing human activities. Raw water distribution using piping technology can be selected on the island of handling water resistance in Maitara island to distribute raw water from Tidore island that can support human activities on the island. Raw water supply is done with a piping system by making the surface water source by building intercepts such as weirs and intake which subsequently flowed into tubs sand filter and routed to the reservoir on Maitara island with the installation of HDPE pipe size 315 mm ground and 110 mm HDPE pipe on the seabed. So with support of water distribution from Tidore island to Maitara island it can be increased the water resistance of during the dry season. Keywords: raw water, piping, islands, reservoir, seabed
Abstrak Penyediaan air baku merupakan salah satu kebutuhan penting dalam mendukung kualitas hidup masyarakat, pulau Maitara merupakan bagian dari wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 59 jiwa per km2, Pulau Maitara merupakan wilayah yang dikembangkan untuk tujuan pariwisata sehingga kebutuhan air baku akan meningkat sedangkan tingkat produktivitas air tanah di pulau tersebut tergolong kecil sehingga dibutuhkan penanganan yang serius untuk mendukung penyediaan air baku di lokasi tersebut. Pendistribusian air baku dari satu pulau ke pulau yang memiliki tingkat produksi air tanah lebih tinggi dapat digunakan untuk mendukung ketahanan air di pulau tetangganya sehingga pulau tersebut tidak mengalami defisit air dari peningkatan aktivitas manusia. Pendistribusian air baku dengan teknologi perpipaan dasar laut dapat dijadikan pilihan penanganan ketahanan air di pulau Maitara dengan mendistribusikan air baku dari pulau Tidore menuju pulau Maitara. Penyediaan air baku dilakukan dengan sistem perpipaan dengan pengambilan pada sumber air permukaan dengan bangunan penyadapan berupa bendung dan bangunan pengambilan (intake) yang selanjutnya dialirkan menuju bak penyaring pasir dan kemudian ditamoung pada bak penampung (reservoir) di pulau Maitara dengan instalasi pipa HDPE ukuran 315 mm di permukaan tanah dan pipa HDPE 110 mm di dasar laut. Sehingga dengan adanya unit air baku dengan dukungan pulau Tidore maka pulau Maitara dapat meningkatkan ketahanan air pada saat musim kemarau. Kata kunci: air baku, perpipaan, kepulauan, reservoir, dasar laut
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 29
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Penyediaan air baku untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai per-anan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau kualitas hidup masyarakat. Pulau Maitara terletak di antara Pulau Tidore dan selatan Pulau Ternate, atau Iebih tepatnya berada di Kota Tidore Kepulauan yang secara administrasi masuk kedalam Kecamatan Tidore Utara Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara. Pulau Maitara merupakan pulau kecil yang berpenduduk. Pulau ini terdapat 4 (empat) desa yang terbentuk pada bulan Juli 2013 terdiri dari Desa Maitara Selatan. Maitara Tengah. Maitara Utara dan Desa Maitara. Pada pulau Maitra Profinsi Maluku Utara tersebut, memiliki ciri khas dengan bentuk kepulauan dengan pulau utama yakni pulau Halmahera dan ratusan pulau pulau kecil yang memiliki permasalahan masing – masing. Bidang pengelolaan sumber daya air ,khususnya penyediaan air baku untuk penduduk di pulau – pulau kecil harus mempertimbangkan bagaimana ketersedia-an air baku terhadap kebutuhan air dilokasinya sehingga tidak terjadi krisis air yang sangat berguna untuk mendukung kehidupan masyarakat yang berada di pulau tersebut Aliran air permukaan yang terdapat dipulau tersebut, berasal dari mata air yang mana aliran airnya berasal dari gunung bukit ke laut dan hanya mengalir pada saat musim hujan. Sedangkan rawa dengan luasan yang relatif kecil yang ada di Pulau Poat dan tersebar di beberapa lokasi, serta terbentuk secara alami telah banyak ditumbuhi berbagai tanaman. Sumber mata air yang ada di pulau ini, juga cukup banyak dan setiap desa telah memiliki sumber mata air yang digunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari – hari seperti mandi, cuci dan kebutuhan air minum. Akan tetapi penyediaan air baku yang di Pulau Maitara Provinsi Maluku Utara tersebut belum prima. Saat ini warga pulau Maitara di kabupaten Tidore mengalami kesulitan dalam memperoleh sumber air bersih sehingga masyarakat hanya mengandalkan tampungan air hujan pada bak penampung. Namun, Keberadaan bak penampung air hujan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan air bersihnya karena kebutuhannya tidak sebanding dengan jumlah penduduk Maitara. Permasalahan kurangnya air baku yang terjadi di pulau Maitara pada saat musim kemarau, dikarenakan air permukaan hanya tersedia pada saat musim hujan saja dan potensi produktivitas air tanah (PAT) relatif kecil pada pulau – pulau kecil seperti pulau Maitara. Akibatnya, masyarakat mengambil air bersih dari pulau Tidore dengan menggunakan kapal laut (transportasi laut). Hal ini tidak bisa dilakukan terus menerus karena biaya 1 - 30
Jurnal INFRASTRUKTUR
yang diperlukan untuk membawa air bersih menjadi sangat besar dan mahal. Berdasarkan pada kasus kasus penyediaan air bersih yang terjadi di pulau Maitara ini seperti pada uraian diatas, maka perlu dicarikan solusi pemecahan dan penanganan penyediaan air bersih di pulau Maitara terutama pada saat musim kemarau atau saat defisit air bersih terjadi. Hail ini dimaksudkan agar supaya kualitas hidup masyarakat penghuni pulau tersebut dapat menjadi lebih baik atau meningkat. Dengan kata lain, upaya tersebut ditujukan guna tercapainya ketersediaan air bersih dan menunjang keandalan penyediaan air bersih baik untuk mencukupi kebutuhan domestik dan perkotaan maupun untuk penyediaan air baku untuk kebutuhan lainnya. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber –Sumber Air 1.1.1. Air Permukaan Air permukaan adalah semua air yang berada diatas tanah, air ini meliputi air yang ada pada sungai, danau, waduk dan penampung air lainnya. Dimana air sebagai diamanatkan oleh undang undang dasar 1945 air harus dipergunakan untuk sebesar – besarnya kesejahteraan rakyat. 1.1.2. Air Tanah Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan. Yang terdahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (sosrodarsono, 1976:93). Adapun karakteristik 2 (dua) Jenis akuifer bebas dan terkekang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut Tabel 1. Karakteristik Air Tanah Bebas dan Terkekang Akuifer
Permukaan air tanah
Permukaan air di sumur
Air Bebas Mempunyai hubungan dengan zona aerasi Batas antara zona aerasi dan zona jenuh adalah tanah bebas Permukaan air bebas berubah – ubah perlahan oleh pemompaan atau berhenti
Air Terkekang Ditutup dengan lapisan kedap air Permukaan air terkekang
Variasi permukaan air terkekang menyebar secepat kecepatan suar
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Jari jari pengaruh
Air Bebas 150 – 500 m, terbesar 1000 m
Pada air permukaan bangunan pengambilan biasanya menggunakan bangunan penyadapan (bendung) atau bangunan pengambilan langsung (free intake) pada kasus danau / penampung air pengambilan air dilakukan dengan cara pemompaan atau pembuatan bangunan pengambilan langsung sedangkan untuk pengambilan air dari sumur digunakan pompa untuk mengalirkan air dari dalam tanah menuju bak penampung (reservoir).
Air Terkekang 500 – 1000 m, untuk jari – jari pengaruh sampai beberapa km
Akuifer dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Akuifer Bebas
Standar yang digunakan untuk desain pembuatan bendung (weir) dan bangunan pengambilan bebas (free intake) mengacu pada kriteria perencanaan irigasi pada bagian desain bendung (KP-02).
2. Akuifer Terkekang 1.1.
Kebutuhan Air
Kebutuhan air adalah jumlah air yang dipergunakan secara wajar untuk keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan kegiatan lainnya yang meme-rlukan air. Pada umumnya banyak diperlukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemakaian air oleh masyarakat tidak terbatas pada keperluan domestik, namun untuk keperluan industri dan keperluan perkotaan. Besarnya pemakaian oleh masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat hidup, pendidikan, tingkat ekonomi dan kondisi sosial. Dengan demikian, dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air, kemungkinan penggunaan air dan variasinya haruslah diperhitungkan secermat mungkin (Linsley, 1996:91).
1.4. Hidrolika Perpipaan Aliran suatu fluida dalam sistem perpipaan mengikuti beberapa hukum fisika, salah satu hukum yang terkenal dalam sistem perpipaan adalah hukum kekekalan energi (hukum bernoulli) dimana dijelaskan bahwa energi didalam suatu sistem perpipaan akan mengalami perubahan atau kehilangan energi dikarenakan adanya perubahan bentuk geometeri atau kekasaran pipa. Sedangkan Hubungan antara energy dalam system pipa dapat dilihat pada Gambar 1. Berikut ini
Kebutuhan air baku umumnya dibagi atas dua kelompok yaitu: 1. Kebutuhan Domestik 2. Kebutuhan Non Domestik Gambar 1. Hubungan energi dalam sistem pipa
1.2. Distribusi Air Baku Sistem distribusi air baku menggunakan air yang berada pada permukaan atau pada bawah permukaan (air tanah) dengan tingkat keandalan 95% untuk air permukaan sedangkan untuk pengambilan air tanah harus memperhatikan kemam-puan sumur terhadap penurunan air tanah dengan melakukan uji pemompaan (pumping test).
Hukum Bernoulli ditulis dalam persamaan: (Mays, Lary W. 2004): P1/ +V12/2g + z1 = P2/ +v22/2g + z2 + hf Dimana: P1 dan P2
: Tekanan
: Berat Jenis Fluida
V1 dan V2
: Kecepatan Aliran Fluida
1. Bangunan pengambilan (intake)
g
: Percepatan Gravitasi Bumi
2. Bak penyaringan
Z
: Datum
3. Pipa distribusi
hf
: Kehilangan Energi
4. Bak penampung (reservoir)
Kehilangan energi dalam pipa dibagi menjadi dua yaitu:
Dalam pendisitribusian air bangunan bangunan seperti:
baku,
perencanaan
1. Kehilangan energi mayor
5. Bangunan pelengkap 1.3. Bangunan Penampung Air
Pengambilan
Air
Dan
Bangunan pengambilan air untuk penyediaan air baku bisa memanfaatkan aliran air sungai, danau, situ, sumur, waduk dan penampung air lainnya.
2. Kehilangan energi minor
Kehilangan energi mayor disebabkan akibat adanya kekasaran bahan material pipa pembawa dan kehilangan energi minor disebabkan oleh perubahan geometeri, belokan, penyempitan atau pelebaran Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 31
Vol.02 No.01 Agustus 2016
pipa dan adanya katup (valve).
3. Reel ray (intermediate to deep)
Kehilangan energi mayor dapat dihitung dengan menggunakan beberapa rumus yaitu (Mays, Lary W. 2004): 1. Rumus darcy weisbach
2. Rumus hazen william
Dimana : hf
: Kehilangan Energi (m)
L
: Panjang Pipa (m)
V
: Kecepatan Aliran (m/det)
g
: Percepatan Gravitasi (m/det2)
D
: Diameter Pipa (m)
Q
: Debit Aliran (m3/det)
C
: Koefisien Kekasaran Menurut HW
f
: Koefisien Kekasaran Menurut DW
Gambar 3. Pemasangan tipe J-lay
Dalam merencanakan pipa transmisi lepas pantai hal – hal yang harus diperhatikan adalah:
Kehilangan energi minor dapat dihitung dengan menggunakan rumus universal yaitu (Mays, Lary W. 2004): hf = k . V/2g
1. Diameter dan tebal pipa 2. Panjang pipa 3. Ketahanan hidrodinamik dasar laut 4. Jenis material pipa 5. Pelindung pipa 6. Pemberat
Dimana : hf
: Kehilangan Energi (m)
K
: Koefisien Kehilangan
V
: Perubahan Kecepatan (m/det)
g
: Percepatan Gravitasi (m/det2)
3. METODE PENELITIAN
2.7. Pipa Bawah Lepas Pantai (Offshore Pipelines)
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif dengan melakukan pengumpulan data – data primer dan sekunder untuk memberikan penyelesaian masalah ketahanan air baku di pulau Maitara.
Gambar 2. Pemasangan metode S-lay Menurut Guo Boyun dkk pada bukunya offshore pipelines metode sistem instalasi pipa pada area lepas pantai adalah (Guo Boyun.2005): 1. S-lay (shallow to deep) 2. J-lay (intermediate to deep) 1 - 32
Jurnal INFRASTRUKTUR
Adapun data – data penelitian ini adalah:
yang
dibutuhkan
untuk
1. Data kondisi sosial dan ekonomi 2. Data ketersediaan air (air permukaan dan air tanah) 3. Data kependudukan
Vol.02 No.01 Agustus 2016
4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN
air baku dibangun dengan komponen bangunan
Gambar 4. Peta Produksi Akuifer Provinsi Maluku Utara Dari hasil studi didapatkan untuk mengatasi permasalahan air baku pada saat musim kemarau di pulau Maitara dan juga mengingat prodiuksi air tanah di pulau tersebut memiliki tingkat produksi kecil maka diputuskan untuk menyalurkan debit air dari pulau Tidore menuju Pulau Maitara dengan menggunakan sistem perpipaan permukaan dan sistem perpipaan lepas pantai (offshore).
sebagai berikut: 1. Bangunan Pengambilan Bangunan pengambilan didesain dengan menggunakan bangunan penyadapan sungai tipe bendung (weir) dengan pintu pengambilan (intake) pada elevasi +152 mdpl.
Gambar 5. Pembangunan Bangunan Pengambilan Debit air yang digunakan untuk air baku pulau Maitara berasal dari air permukaan (sungai) mengingat potensi air tanah pada pulau Tidore yang produktif dipergunakan untuk konsumsi masyarakat di pulau tersebut. Pembangunan unit air baku dilakukan dengan melakukan sistem distribusi perpipaan dengan cara penyaluran gravitasi dari sumber air menuju ke bak tampungan (reservoir) di pulau Maitara, sistem unit
2. Bak Penyaring Pasir Setelah bangunan pengambilan air disalurkan menuju bak penyaring pasir untuk mengendapkan sedimen yang berlebihan, bak penyaring didesain dengan kapasitas volume tampungan sebesar 650 m3 pada elevasi +145 mdpl didekat sumber air.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 33
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 8. Bak Penampung (Reservoir) 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Gambar 6. Pembangunan Bak Penyaring Pasir 3. Sistem Perpipaan Sistem perpipaan pemasangan yaitu :
menggunakan
dua
jenis
a. pipa permukaan jenis pipa yang digunakan adalah pipa HDPE dengan diameter 315 mm dengan panjang 4570 m dengan 6 buah jembatan pipa di pulau Tidore dan pipa HDPE diameter 315 mm dengan panjang 3590 m di pulau Maitara.
Adapun kesimpulan dari studi ini adalah: 1. Perlu adanya kontrol pemakaian air untuk kebutuhan domestik sehi-ngga keseimbangan air dapat terjaga pada suatu wilayah dengan memperhatikan daya dukung wilayah. 2. Pembangunan unit air baku Pulau Maitara dilakukan dengan mengalirkan air dari pulau Tidore menuju pulau Maitara dengan sistem perpipaan yang menggunakan en-ergi gravitasi. 3. Daya dukung wilayah seperti ketahanan air bisa dioptimalkan dengan sistem distribusi terhadap pulau / wilayah sekitarnya sehingga terwujud daya bantu untuk saling mendukung kapasitas dukung wilayah. 5.2. Saran Adapun saran dari studi ini adalah: 1. Perlu dilakukan pemetaan potensi Dan ketahan air terhadap musim kemarau sehingga dapat diketahui daya dukung wilayah terhadap ketahanan air. 2. Perlu dilakukan studi interkoneksi antar pulau dalam lingkup kepulauan dalam meningkatkan daya dukung wilyah. DAFTAR PUSTAKA Guo, Boyun dkk. Burlington: Elsevier
Gambar 7. Pemasangan Pipa Permukaan b. pipa lepas pantai jenis pipa yang digunakan adalah pipa HDPE dengan diameter 110 mm (tipe roll 3 jalur) pada bawah laut dengan panjang 4800 m dengan pemasangan pemberat setiap 10 m, metode instalasi yang digunakan adalah metode S-lay untuk pemasangan pipa lepas pantai. 4. Bak Penampung (reservoir) Bak penampung unit air baku pulau Maitara dibangun dengan kapasitas volume penyimpanan air sebesar 350 m3 pada elevasi +50 mdpl
1 - 34
Jurnal INFRASTRUKTUR
2005.
Offshore
pipelines.
Linsley, Ray K, dan Yoseph B. Franzini. 1996. Teknik Sumber Daya Air. Jilid I. Jakarta: Erlangga Mays, Lary W. 2004 Hydraulic Design Handbook. New York: Mc graw hill Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku. 1976. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita Departemen Pekerjaan Umum, 1986. Kriteria Perencanaan Irigasi. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum