Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Eddy Surjanto, Yusup Subagyo Sutanto, Jatu Aphridasari, Leonardo Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, RS Dr. Moewardi, Surakarta
Abstrak
Latar belakang: Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh transudasi yang berlebihan atau eksudasi dari permukaan pleura dan komplikasi berbagai penyakit. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan penyebab umum efusi pleura di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Metode: Penelitian dengan desain studi deskriptif retrospektif dilakukan pada 107 pasien efusi pleura di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2012. Data dikumpulkan dari catatan medis. Hasil: Sebanyak 86 pasien dengan efusi pleura eksudatif, 21 pasien dengan efusi pleura transudatif. Efusi pleura yang sering disebabkan oleh keganasan (33,64%) dan diikuti oleh tuberkulosis (30,84%). Penampilan makroskopik dari efusi pleura adalah xantokrom (54,21%), serohemorrhagic (23,36%), purulen (12,15%), serosa (6,54%), dan hemoragik (3,74%). Efusi pleura eksudatif yang sering ditemukan pada keganasan (33,64%) dan tuberkulosis (30,84%). Efusi pleura transudatif yang biasanya ditemukan adalah gagal jantung kongestif (13,08%) dan gagal ginjal kronis (5,61%). Kesimpulan: Keganasan adalah etiologi yang paling umum dari efusi pleura dan xantokrom adalah penampilan makroskopik yang paling umum. (J Respir Indo. 2014; 34:102-8) Kata kunci: efusi pleura, etiologi, penampilan makroskopik.
Common Causes of Pleural Effusion in Hospitalized Patient Abstract
Background: Pleural effusion is abnormal accumulation of pleural fluid in pleural cavity, which is caused by excessive transudation or exudation from pleural surface and complication of various diseases. The aim of this study was to describe common causes of pleural effusion in Dr. Moewardi Hospital Surakarta. Methods: A retrospective descriptive design study was conducted in 107 pleural effusion patients at Dr. Moewardi Hospital Surakarta from January 1st to December 31st 2012. Data was collected from medical records. Results: Of 86 patients with exudative pleural effusion, 21 patients with transudative pleural effusion. Pleural effusion was commonly caused by malignancy (33,64%) and followed by tuberculosis(30,84%).The macroscopic appearance of pleural effusion were seroxanthochrome (54,21%), serohemorragic (23,36%), purulent (12,15%), serous (6,54%), and hemorragic (3,74%). Exudative pleural effusion was commonly found in malignancy (33,64%) and tuberculosis (30,84%). Transudative pleural effusion was commonly found in congestive heart failure (13,08%) and chronic renal failure (5,61%). Conclusion: Malignancy was the most common etiology of pleural effusion and xanthochrome was the most common macroscopic appearance. (J Respir Indo. 2014; 34:102-8) Key words: pleural effusion,etiology, macroscopic appearance.
Korespondensi: dr. Leonardo Email:
[email protected], HP: 082328045590
102
J Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014
Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
PENDAHULUAN
prevalensi penyakit yang mendasarinya.5 Penelitian
Rongga pleura adalah ruangan di antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Pada orang normal mengandung 7-14 ml cairan yang bekerja sebagai pelumas antara kedua permukaan pleura. Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 ml/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Cairan pleura berasal dari kapiler (terutama pleura parietalis), limfatik, pembuluh darah intratoraks, ruangan interstisial paru, dan rongga peritoneum. Cairan pleura direabsorbsi melalui saluran limfatik pleura parietalis yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 ml/kg/jam.1 Efusi pleura disebabkan oleh beberapa mekanisme antara lain peningkatan permeabilitas membran pleura, peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan negatif dalam rongga pleura, penurunan tekanan onkotik, dan obstruksi aliran limfe. Efusi pleura dapat menunjukkan terdapat penyakit paru, pleura, maupun ekstra paru. Efusi 2
pleura dibedakan menjadi transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi pleura eksudatif terjadi akibat abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau pendarahan.3 Efusi pleura eksudatif dan transudatif dapat dibedakan dengan menggunakan kriteria Light. Efusi digolongkan sebagai eksudat jika memenuhi satu atau lebih kriteria Light, seperti rasio protein cairan pleura terhadap protein serum >0,5, rasio lactat dehidrogenase (LDH) cairan pleura terhadap LDH serum >0,6, dan level LDH cairan pleura lebih besar dari 2/3 batas atas level normal LDH serum. Sensitivitas kriteria Light dalam mengidentifikasi eksudatif hampir 100%, namun kira-kira 20% pasien dengan efusi pleura akibat gagal jantung kongestif dapat memenuhi kriteria efusi setelah pengobatan
yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Per sahabatan, dari 229 kasus efusi pleura didapatkan keganasan merupakan penyebab utama diikuti oleh tuberkulosis, empiema, dan kelainan ekstra pulmoner.6 METODE Penelitian ini dilakukan secara deskriptif retrospektif pada 107 pasien rawat inap dengan diagnosis efusi pleura berdasarkan catatan medik RSUD Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta pada 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012. Diagnosis efusi pleura ditegakkan dengan pemeriksaan foto toraks, lateral dekubitus, ultra sonografi toraks, parasentesis, computerized tomo graphy scan (CT-scan) toraks, dan pemeriksaan analisis cairan pleura. Kriteria transudat dan eksudat didasarkan pada analisis cairan pleura dan kriteria Light. Cairan pleura eksudat apabila tes rivalta positif, berat jenis >1,016, kadar protein >3 gr/dl, LDH > 200 IU, leukosit > 1000/mm3 dan kriteria Light.2,3 Diagnosis keganasan ditegakkan dengan pemeriksaan sitologi cairan pleura, bronkoskopi, dan transtorakal biopsi dengan panduan CT-scan toraks.7,8 Kriteria efusi pleura tuberkulosis berdasarkan gejala klinik mendukung sistemik tuberkulosis, sputum bakteri tahan asam (BTA), BTA cairan pleura, foto toraks, dan analisis cairan pleura.8-11 Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinis pasien mendukung pneumonia, foto toraks, analisis cairan pleura, dan respon terapi setelah pemberian antibiotik.12 Diagnosis empiema ditegakkan dengan cairan pleura berwarna seperti pus.7 Empiema dengan tuberkulosis (TB) sebagai penyebab apabila hasil BTA dan kultur cairan pleura untuk TB positif.9 Diagnosis
gagal
jantung
kongestif
ber
dasarkan kriteria Framingham, ditegakkan oleh ahli kardiologi dengan pemeriksaan fisik mendukung klinis gagal jantung, pemeriksaan foto toraks,
dengan diuretik.4 Prevalensi efusi pleura mencapai
ekokardiografi, elektrokardiografi, kateterisasi, dan
320 per 100.000 penduduk di negara-negara industri
penyebab lain seperti pneumonia serta keganasan
dan penyebaran etiologi berhubungan dengan
bisa disingkirkan.13 Diagnosis gagal ginjal kronik
J Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014
103
Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
didasarkan pada gambaran klinis pasien gagal ginjal
(57,94%), disusul batuk ada 35 pasien (32,71%), nyeri
kronik, laboratorium terdapat penurunan fungsi ginjal
dada 7 pasien (6,54%), batuk darah ada 2 pasien
dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-
(1,87%), dan nyeri perut ada 1 pasien (0,93%).
Gault, foto polos abdomen, ultrasonografi ginjal, dan ditegakkan oleh ahli penyakit dalam.
Sebagian besar hemitoraks yang terlibat
Diagnosis
adalah unilateral dan paling banyak melibatkan sisi
sindrom nefrotik ditegakkan dengan adanya oedema
hemitoraks kanan 61 pasien (57,01%). Terdapat
anasarka, proteinuria masif >3,5 gr/hari , hipoalbumin
13,08% pasien yang efusi pleuranya bilateral.
14
< 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia, lipiduria, dan diagnosis
Tampilan makroskopis cairan pleura paling
ditegakkan oleh ahli penyakit dalam. Diagnosis sirosis
banyak adalah xantokrom dengan jumlah 58 kasus
hepatis berdasarkan gejala klinis, laboratorium,
(54,21%), disusul oleh serohemorrhagic ada 25 kasus
ultrasonografi, dan diagnosis ditegakkan oleh ahli
(23,36%), purulen ada 13 kasus (12,15%) dan serosa
penyakit dalam. Diagnosis fraktur kosta ditegakkan
7 kasus (6,54%). Hemoragik terdapat pada 4 kasus
oleh ahli bedah toraks dan kardiovaskuler ber
(3,74%), etiologi keganasan ditemukan tampilan
dasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks,
makroskopis paling banyak adalah serohemorrhagic
15
16
dan CT-scan toraks.17
yaitu 24 kasus (22,43%), tuberkulosis ditemukan tampilan makroskopis paling banyak adalah xantokrom
HASIL
ada 30 kasus (28,04%), empiema ditemukan tampilan
Dari 107 pasien di dapatkan bahwa laki-laki
makroskopis purulen 11 kasus (10,28%), untuk gagal
sebanyak 51 (47,66%) orang dan perempuan 56
jantung kongestif ditemukan tampilan makroskopis
orang (52,34%). Kelompok umur terbanyak antara
paling banyak adalah xantokrom 9 kasus (8,41%),
41-60 tahun dengan rerata umur 54,87 tahun. Hanya
metastasis kanker payudara tampilan makroskopis
1 orang (0,93%) berumur di atas 80 tahun dan tidak
pada xantokrom sebanyak 3 kasus 2,80%. Gagal
terdapat pasien berumur di bawah 20 tahun (Tabel 1).
ginjal kronik dan efusi parapneumonik tampilan
Keluhan utama yang membawa pasien berobat
makroskopis pada xantokrom masing-masing 5 kasus
ke RSDM terbanyak dengan sesak napas 62 pasien
(4,67%) dan 3 kasus (2,80%) (Tabel 4).
Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin pasien efusi pleura. Umur < 20 tahun 21-40 tahun 41-60 tahun 61-80 tahun ≥ 81 tahun
Laki-laki 11 22 18 -
Perempuan 8 27 20 1
Jumlah 19 49 38 1
Jumlah Rerata umur (tahun) Persentase (%)
51 54,43 47,66%
56 55.32 52,34%
107 54.875 100%
Tabel 2. Keluhan klinis pasien efusi pleura. Keluhan Sesak Batuk Nyeri Dada Batuk Darah Nyeri Perut Total
104
Jumlah 62 35 7 2 1 107
Persentase 57,94% 32,71% 6,54% 1,87% 0,93% 100%
J Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014
Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
terdiagnosis kanker paru jenis adenokarsinoma,1
Tabel 3. Lokasi efusi pleura. Letak efusi pleura
Jumlah
Persentase
pasien terdiagnosis kanker paru jenis karsinoma
Kanan
61
57,01%
sel kecil extensive stage disease, 22 pasien
Kiri
32
29,91%
Bilateral
14
13,08%
belum teridentifikasi jenis sel. Jenis sel tumor
Total
107
100%
belum teridentifikasi karena menolak melanjutkan pemeriksaan keganasan 22 pasien. Total 33 pasien dengan efusi pleura karena tuberkulosis, semua pasien dilakukan pemeriksaan
Cairan pleura eksudat paling banyak di
foto toraks postero anterior, sputum BTA, BTA cairan
temukan sebanyak 87 kasus dibanding transudat
pleura, dan dilakukan kultur. Sebanyak 21 pasien
20 kasus. Keganasan merupakan penyebab efusi
hasil BTA sputum positif, 11 pasien hasil BTA sputum
pleura eksudatif tersering yaitu 36 (33,64%) kasus,
negatif, 1 pasien hasil BTA cairan pleura positif, dan
disusul tuberkulosis 33 (30,84%) kasus, empiema 11
semua kultur cairan pleura hasil negatif. Semua
kasus (10,28%), metastasis kanker payudara 4 kasus
pasien diberi terapi obat anti tuberkulosis (OAT). Tiga
(3,74%) dan efusi parapneumonia 3 kasus (2,80%)
pasien dengan penyebab pneumonia, efusi pleura
serta gagal jantung dan gagal ginjal masing-masing
dilakukan evakuasi maksimal, cairan pleura diperiksa
14 kasus (13,08%) dan 6 kasus (5,61%) merupakan
kultur, dan resistensi bakteri. Pengobatan antibiotik
penyebab dari efusi pleura transudatif (Tabel 5).
berdasarkan empiris, dan diganti setelah hasil kultur
Pada 36 pasien dengan efusi pleura karena
dan resistensi keluar. Total 11 pasien didiagnosis
keganasan, 33 kasus diketahui tumor primer terletak
empiema, 3 pasien didiagnosis tuberkulosis sebagai
di paru, 3 kasus merupakan metastasis dari ekstra
penyebab, 6 pasien didiagnosis non spesifik, dan 2
paru. Setelah dilakukan pemeriksaan sitologi, dari
pasien di antaranya dengan piopneumotoraks.
33 pasien dengan tumor primer di paru, 10 pasien
Tabel 4. Tampilan makroskopis efusi pleura dilihat dari etiologi.
Etiologi
Tampilan Makroskopis
Total
Xantokrom
Serohemorrhagic
Purulen
Hemoragik
Serosa
Keganasan
8 (7,48%)
24 (22,43%)
0 (0%)
4 (3,74%)
0 (0%)
36 (33,64%)
TB
30 (28,4%)
0 (0%)
2 (1,87%)
0 (0%)
1 (0,93%)
33 (30,84%)
0 (0%)
0 (0%)
11 (10,28%)
0 (0%)
0 (0%)
11 (10,28%)
Gagal jantung
9 (8,41%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
5 (4,67%)
14 (13,08%)
Metastasis kanker payudara
3 (2,80%)
1 (0,93%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
4 (3,74%)
Gagaj ginjal
5 (4,67%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
1 (0,93%)
6 (5,61%)
Efusi parapneumonia
3 (2,80%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
3 (2,80%)
58 (54,21%)
25 (23,36%)
13 (12,15%)
4 (3,74%)
7 (6,54%)
107 (100%)
Empiema
Total
J Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014
105
Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Tabel 5. Karakteristik efusi pleura. Etiologi Keganasan
TB
Empiema
Gagal jantung
Metastasis kanker payudara
Gagal ginjal
Efusi parapneumonik
Total
0 (0%)
0 0%
0 (0%
14 (13,08%)
0 (0%)
6 (5,61%)
0 (0%
20 (18,7%)
Eksudatif
36 (33,64%)
33 (30,84%
11 (10,28%)
0 (0%)
4 (3,74%)
0 (0%)
3 (2,80%)
87 (81,3%)
Total
36 (38,75%)
33 (30,84%)
11 (10,28%)
14 (13,08%)
4 3,74%
6 (5,61%)
3 (2,80%)
107 (100%)
Efusi Pleura Transudatif
PEMBAHASAN Data rekam medik RSUD Dr. Moewardi Sura karta mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2012 dapat menggambarkan penyebab tersering efusi pleura pasien rawat inap di RSDM. Persentase efusi pleura antara laki-laki dan perempuan berbeda, yaitu sebesar 47,66% dan 52,34% dengan rerata usia 54,87tahun. Umumnya insiden efusi pleura antara laki-laki dan perempuan sama, tergantung penyebab efusi pleura. Manifestasi klinik efusi pleura bervariasi dan sering berhubungan dengan penyakit penyebab. Berdasarkan keluhan utama yang mendasari pasien berobat ke RSDM, sesak napas paling sering sebagai keluhan utama, mencapai 60% dari jumlah pasien. Predileksi efusi pleura paling banyak di hemitoraks kanan yaitu pada 61 pasien (57,01%). Hal tersebut sesuai dengan uji klinis oleh Olaru dkk. 18,19 yaitu efusi pleura lebih sering terjadi pada hemitoraks kanan (58,4%) dibandingkan hemitoraks kiri (41,6%). Sebagian besar tampilan makroskopis efusi pleura adalah xantokrom, yaitu ditemukan pada 58 kasus (54,21%). Pada uji klinis oleh Villena dkk.18 menyimpulkan bahwa tampilan bloody dan serosa merupakan tampilan makroskopis cairan pleura tersering. Pada 25 kasus dengan tampilan makroskopis serohemorrhagic, keganasan ditemukan pada 24 kasus (22,43%). Hal ini sesuai dengan uji klinis oleh Villena dkk.18 dimana tampilan bloody akibat keganasan ditemukan pada hampir 50% kasus. Tampilan makroskopis xantokrom ditemukan pada 58 kasus (54,21%), namun temuan ini kurang spesifik karena dapat ditemukan pada banyak 106
jenis efusi pleura. Pada 58 kasus dengan tampilan makroskopis xantokrom, tuberkulosis ditemukan pada 30 kasus (28,04%), disusul keganasan 8 (7,48%). Cairan pleura purulen ditemukan pada 13 kasus (12,15%). Hal tersebut sesuai dengan uji klinis oleh Olaru dkk.19 yaitu tampilan makroskopis purulen hanya ditemukan pada 18% kasus. Sebanyak 107 pasien efusi pleura yang terdata sepanjang tahun 2012, penyebab efusi pleura terbanyak disebabkan oleh infeksi diikuti oleh keganasan. Pada negara dengan prevalensi TB lebih rendah sebagian besar efusi pleura disebabkan oleh keganasan.7 Pada penelitian ini didapatkan keganasan 33,64% sebagai penyebab terbanyak efusi pleura eksudatif. Hal ini sesuai dengan penelitian Jeffrey dkk.5 bahwa keganasan dan tuberkulosis sebagai penyebab tersering efusi pleura eksudatif. Hal ini juga sesuai dengan laporan American Thoracic Society (ATS) tahun 2000, kanker paru paling sering ditemukan sebagai penyebab efusi pleura. American Thoracic Society menyatakan bahwa kanker paru, kanker payudara, dan limfoma adalah jenis keganasan terbanyak yang melibatkan pleura. Pada 5-10% efusi pleura ganas, tumor primer tidak dapat diidentifikasi. Efusi pleura ganas merupakan penyebab terbesar efusi eksudatif karena sekitar 42-72% efusi pleura merupakan akibat sekunder dari keganasan.20 Diagnosis definitif efusi pleura tuberkulosis sangat sulit. Hasil BTA efusi pleura hampir selalu negatif dan kultur cairan pleura positif hanya <25% kasus. Biopsi pleura tampak granuloma pleuritis ditemukan pada pleuritis TB <80% kasus. Kombinasi
J Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014
Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
kultur biopsi pleura dan pemeriksaan histologi merupakan
20]. Available from: http://emedicine.medscape.
diagnosis yang paling efektif karena dapat menegakkan
com/article/299959-overview#a0156.
diagnosis 90% kasus pleuritis TB. Sebanyak 20 pasien hasil BTA sputum positif, 9 pasien hasil BTA sputum negatif, 1 pasien hasil BTA cairan pleura positif, dan semua kultur cairan pleura hasil negatif.
7,21
Sebanyak 11 pasien didiagnosis empiema, 3 pasien didiagnosis tuberkulosis sebagai penyebab, 8 pasien didiagnosis non spesifik, dan 2 pasien di
6. Mangunnegoro H. Masalah efusi pleura di Indonesia. J Respir Indo. 1998; 18:48-50. 7. Antony VB, Loddenkemper R, Astoul P, Boutin C, Goldstrawz P, Hott J, et al. Management of keganasant pleural effusions. Eur Respir J. 2001;18:402-19. 8. Rosenbluth
DB.
Pleural
effusions
:
antaranya dengan piopneumotoraks. Pada 20 pasien
nonkeganasant and keganasant. In : Fishman
efusi pleura transudatif, gagal jantung kongestif
AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser
merupakan penyebab tersering yaitu 13,08%. Suatu
LR, Senior RM, editors. Fishman ‘s manual of
studi autopsi yang dilakukan pada 402 subjek efusi
pulmonary diseases and disorders. 3th edition.
pleura di negara maju didapatkan penyebab efusi
New York: McGraw-Hill; 2002.p.487-506.
pleura terbesar adalah gagal jantung kongestif 72%.22 KESIMPULAN Efusi pleura terbanyak pasien rawat inap disebabkan oleh keganasan disusul tuberkulosis
9. Khatami
K.
Pleural
tuberkulosis.
Shiraz
E-Medical Journal . 2002;3(3):78-86. 10. Laniado-Laborin R. Adenosis deaminase in the diagnosis of tuberkulosis pleural effusion : is it really an ideal test ? a word of caution. Chest. 2005;127:417-18.
dan bersifat eksudat. Predileksi efusi pleura paling
11. Khursid R. Diagnostic significance of adenosine
banyak di hemitoraks kanan dengan tampilan makroskopis cairan pleura paling banyak xantokrom.
deaminase in pleural tuberkulosis.Pak J Physial. 2007;3:2.
Pada efusi pleura transudat didapatkan gagal
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia
jantung kongestif menjadi penyebab terbanyak.
komuniti. Pedoman diagnosis dan penatalak sanaan di Indonesia. Balai Penerbit Fakultas
DAFTAR PUSTAKA 1. Garrido VV, Sancho JF, Blasco H, Gafas AP, Rodríguez EP, Panadero FR, et al. Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch Bron coneumol. 2006;42(7):349-72. 2. Maskell NA, Butland RA. BTS guidelines for the investigation of a unilateral pleural effusion in adults. Thorax. 2003;58(Suppl II):8–17. 3. Gaur DS, Chauhan N, Kusum A, Harsh M, Talekar M, Kishore S, et al. Pleural fluid analysis - role in diagnosing pleural keganasancy. Journal of Cytology. 2007;24(4):183-8. 4. Porcel JM, Light RW. Diagnostic approach to pleural effusion in adults. Am Fam Physician. 2006;73:1211-20. 5. Jeffrey Rubins J, Mosenifar Z. Pleural effusion: epidemiology. [online]. 2012. [Cited 2012 May
J Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014
Kedokteran UI. Jakarta 2005.p.1-18 13. Panggabean
MM.
Gagal
jantung.
Dalam:
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.1503- 4. 14. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p. 570-3. 15. Prodjosudjadi W. Sindrom nefrotik. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p. 570-3. 16. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam :Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, 107
Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p. 443-6. 17. Torreggiani WC, Lyburn ID, Thornton F, LeeMJ. Fracture of the costal cartilage: computed tomo graphy assists diagnosis. J HK Coll Radiol. 2001;4:274-6. 18. Villena V, Encuentra AL, Luján RG, Sustaeta JE, Martínez CJA. Clinical implications of appearance of pleural fluid at thoracentesis. Chest. 2004;125:156-9. 19. Olaru M, Pleşea IE, Căpitănescu I, Drâgnei D, Stănoiu B, Bogdan Fl. Pleurisies – the experience of “Tudor Vladimirescu” hospital of pneumology II: morphological study. Rom J Morphol Embryol.
20. American Thoracic Society. Management of keganasant pleural effusions. Am J Respir Crit Care Med. 2000;162:1987-2001. 21. Mcgrath EE, Anderson PB. Diagnosis of pleural effusion: a systematic approach. American Journal of Critical Care. 2011;20(2):119-27. 22. Marel M. Epidemiology of pleural effusion. Eur Respir Mon. 2002;22:146-56. 23. Garcia-Pachon E, et al.C-reactive protein in lymphocytic pleural effusions; a diagnostic aid in tuberculous pleuritis. Respiration 2005; 72 :486-9. 24. Light RW. Pleural effusion. N Engl J Med. 2002; 346 : 25.
2011;52(1 Suppl):283–95.
108
J Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014