Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
ANALISIS BIAYA PENYAKIT GINJAL KRONIS PADA PASIEN JKN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Diesty Anita Nugraheni*, Fithria Dyah Ayu Suryanegara, dan Maharani Anastasia Christy Wiyono Putri Program Studi Profesi Apoteker, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta *Corresponding author email:
[email protected] Abstrak Latar belakang: Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang memiliki resiko morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi di dunia dan meningkat jumlahnyadi Indonesia. Terapi penyakit ginjal merupakan terapi yang membutuhkan waktu lama. Komplikasi dari penyakit ginjal kronis akan menambah biaya yang akan timbul selama terapi. Tujuan: Penelitian bertujuan mengetahui rata-rata biaya medik langsung dan mengetahui komponen terbesar dalam biaya medis langsung penyakit ginjal kronis JKN rawat inap dengan perspektif rumah sakit Metode: Penelitian menggunakan metode observasional deskriptif secara kuantitatif menurut perspektif rumah sakit dengan pengambilan data secara retrospektif. Subyek penelitian adalah pasien JKN penyakit ginjal kronik kode N-4-10I, N-4-10-II dan N-4-10-III dan menjalani rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari 2014-Maret 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menganalisis biaya medis langsung. Hasil penelitian: Rata-rata biaya medis langsung pada N-4-10-I (keparahan tingkat I) kelas 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah Rp.4.420.350,00±Rp.64.550,00; Rp.4.660.400,00±Rp.1.618.143,00; dan Rp.2.370.067,00±Rp1.621.555,00. Ratarata biaya medis langsung pada N-4-10-II (keparahan tingkat II) kelas 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah Rp.4.645.100,00; Rp.4.434.931,00±Rp.2.458.694,00; dan Rp.5.688.956,00±Rp.5.139.922,00. Rata-rata biaya medis langsung pada N-4-10-III (keparahan tingkat III) kelas 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah Rp.22.115.800,00; Rp.6.095.100,00±Rp. 3.455.276,00; dan Rp.7.680.069,00±Rp.5.342.950,00. Kesimpulan: kelas perawatan berbeda pada tingkat keparahan penyakit ginjal kronik yang berbeda akan mempengaruhi rata-rata biaya medis langsung berdasarkan perspektif rumah sakit. Komponen terbesar biaya medis langsung juga berbeda-beda pada setiap tingkat keparahan. Biaya terbesar di semua kelas perawatan pada tingkat keparahan I adalah biaya kamar operasi. Biaya terbesar di semua kelas perawatan pada tingkat keparahan II adalah biaya laboratorium. Biaya terbesar di kelas perawatan I pada tingkat keparahan III adalah biaya kamar operasi, sedangkan di kelas II dan III adalah biaya hemodialisa. Kata kunci : analisis biaya, penyakit ginjal kronik, JKN
1. PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penyakit yang menyebabkan hilangnya progesif fungsi ginjal selama beberapa bulan sampai bertahun-tahun, ditandai dengan penggantian bertahap arsitektur ginjal yang normal dengan fibrosis interstisial(1). Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang memiliki resiko morbiditas dan mortilitas yang cukup tinggi di dunia dan semakin meningkat jumlahnya setiap tahun. Tahun 2009, di Amerika diperkirakan terdapat 116395 orang penderita GGK (2). Prevalensi penderita penyakit ginjal kronis di Indonesia saat ini belum ada yang akurat dan belum ada data mengenai jumlah
pasien penyakit ginjal kronis, tetapi diperkirakan jumlah penderita penyakit ginjal di Indonesia, semakin tahun semakin meningkat(3). Prevalensi penyakit ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter Indonesia sebesar 0,2 persen. Prevalensi tertinggi di Sulawesi tengah sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh, Gorontalo dan Sulawesi Utara sebesar 0,4 persen, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur masingmasing 0,3 persen(4). Pasien penyakit ginjal kronis setiap tahunnya semakin meningkat dan menyebabkan semakin banyak pasien yang menjalani terapi dialisis. Salah satu terapi dialisis yang paling 183
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
sering digunakan di Indonesia adalah hemodialisis. Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit yang perlu mendapatkan perhatian serius. Terapi penyakit ginjal merupakan terapi yang membutuhkan waktu lama. Komplikasi dari penyakit ginjal kronis yang akan menambah biaya terapikemungkinan akan timbul selama terapi, maka dari itu diperlukan ilmu farmakoekonomi untuk menganalisis biaya terapi. Pasien penyakit ginjal kronis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyahyang menjalani rawat inap semakin meningkat setiap tahunnya, karena rumah sakit ini menyediakan peralatan hemodialisa yang cukup banyak sehingga menjadi rujukan masyarakat Yogyakarta. Memandang latar belakang masalah yang ada, permasalahan yang akan diteliti adalah berapa besar biaya medis langsung pada pasien penyakit ginjal kronis menurut perspektif rumah sakit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta serta komponen biaya apa yang paling besar menentukan biaya medik langsung tersebut? 2. METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan mengumpulkan data secara retrospektif menurut perspektif 3. HASIL 3.1. Karakteristik pasien Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 54 kasus penyakit ginjal kronis. Distribusi pasien jenis kelamin laki-laki lebih besar yaitu 32
rumah sakit. Metode pengambilan data mengenai pembiayaan kesehatan melalui penelusuran dokumen rekam medik pasien dan data biaya yang diperoleh pasien penyakit ginjal kronis kode N-4-10-I, N-4-10-II dan N-4-10III.Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit PKU MuhammadiyahYogyakarta pada bulan Februari sampai April 2015. Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien penyakit ginjal kronis dengankode diagnosis N-4-10-I, N-4-10-II dan N-4-10-III yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari 2014-Maret 2015. Kriteria subyek penelitian mengacu kepada criteria inklusi dan eksklusi.Kriteria Inklusi yaitu: a. Pasien dengan diagnosis utama penyakit ginjal kronis (N189) b. Pasien yang terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Nasional c. Pasien penyakit ginjal kronis dengan outcome membaik, meninggal, pulang atas permintaan sendiri dan dirujuk. Kriteria Eksklusi yaitu : a. Pasien yang tidak mempunyai data biaya yang lengkap. b. Pasien yang di drop atau tidak bisa diklaim ke BPJS.
pasien (59,26%) dibandingkan dengan pasien jenis kelamin perempuan sebesar 22 pasien (40,74%) pada pasien penyakit ginjal kronik.
Tabel 1. Karakteristik pasien Indikator Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia Responden 25-34 35-44 45-54 55-64 ≥ 65 Tanpa keterangan umur
Usia yang paling banyak menderita penyakit ginjal kronis adalah usia 55-64 tahun yaitu 37,04% diikuti usia 45-54 tahun dengan
N (orang)
Persentase (%)
32 22
59,26 40,74
1 6 16 20 9 2
1,85 11,11 29,63 37,04 16,67 3,70
persentase 29,63%, (16,67%).
diikuti usia ≥ 65tahun
184
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
3.2. Komponen Biaya Medis Langsung PasienTingkat Keparahan I (N-4-10-I) Komponen biaya pasien penyakit ginjal
kronis tingkat keparahan I pada kelas perawatan I, II dan III akan ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Komponen biaya penyakit ginjal kronis pasien JKN tingkat keparahan I (N-4-10-I) kelas perawatan I,II dan III periode Januari 2014-Maret 2015 Komponen Biaya Unit Gawat Darurat Visite Dokter Biaya Rawat Inap
Kelas I (n=2) 0 50.000±70.711 (1,13)
Laboratorium
185.000±0 (4,19) 0
Hemodialisa
0
Biaya Pengobatan
2.250±3.182 (0,05)
Bahan dan Alat Medis
0
Radiologi
0
Kamar Operasi
4.090.850±9.405 (92,55)
Rata-Rata ± SD (%) Kelas II (n=2)
Kelas III (n=9)
23.750±33.588
75.067±70.494
(0,51) 210.000±70.711 (4,51)
(3,17) 111.111±92.526 (4,69)
220.000±113.137
166.667±104.583
(4,72) 184.250±232.992 (3,95) 317.500±449.013 (6,81)
(7,03) 360.556±390.998 (15,21) 564.444±381.588 (23,82)
27.100±27.294
86.467±93.008
(0,58)
(3,65)
14.500±20.506
143.467±143.414
(0,31) 49.900±70.569 (1,07) 3.534.400±741.472 (75,84)
(6,05) 64.533±48.400 (2,72) 689.878±1.394.058 (29,11)
0
7.778±23.333
Konsultasi Dokter
0
USG
0
0
Anak
0
0
Administrasi
92.250±18.738 (2,09) 4.420.350±64.559 (100)
79.000±0 (1,70) 4.660.400±1.618.143 (100)
Total
Pada kelas perawatan I terdapat 2 pasien penyakit ginjal kronis dengan kode diagnosis N4-10-I. Rata-rata biaya medis langsung tingkat keparahan I kelas perawatan I adalah Rp.4.420.350,00±Rp.64.559,00.Biaya terbesar adalah biaya kamar operasi yaitu Rp.4.090.850,00±Rp.9.405,00. Pada kelas perawatan II terdapat 2 pasien penyakit ginjal kronis dengan kode N-4-10-II. Rata-rata pada kelas perawatan II tingkat keparahan I adalah Rp.4.660.400,00±Rp.1.618.143,00. Biaya
(0,33) 20.333±61.000 (0,86) 15.922±47.767 (0,67) 63.844±1.330 (2,69) 2.370.067±1.621.555 (100)
terbesar yaitu biaya kamar operasi sebesar Rp.3.534.400,00±Rp.741.472,00. Rata-rata biaya medis langsung pada kelas III adalah Rp.2.370.067,00±Rp.1.621.555,00. Biaya terbesar adalah biaya kamar operasi dengan ratarata biaya sebesar Rp.689.878,00±Rp.1.394.058,00. 3.3. Komponen Biaya Medis Langsung Pasien Tingkat Keparahan II (N-4-10-II) 185
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
Pada tabel 3 terdapat 23 pasien yang didiagnosa N-4-10-II dengan kelas perawatan I,II dan III. Pada kelas perawatan I hanya terdapat 1 pasien
sehingga tidak dapat dilihat rata-rata dan standar deviasi.
Tabel 3. Komponen biaya penyakit ginjal kronis pasien JKN tingkat keparahan II (N-4-10-II) dengan kelas perawatan I,II dan III periode Januari 2014-Maret 2015 Komponen Biaya Unit Gawat Darurat Visite Dokter Biaya Rawat Inap Laboratorium Hemodialisa Biaya Pengobatan Bahan dan Alat Medis Radiologi Kamar Operasi Konsultasi Dokter USG EKG
Kelas I (n=1) 0 640.000 (13,78) 1.325.000 (28,52) 1.919.700 (41,33) 0
201.600 (4,34) 340.000 (7,32) 99.800 (2,15) 0
0 0
Kebidanan
40.000 (0,86) 0
Pengrukti Jenazah
0
Administrasi Total
79.000 (1,70) 4.645.100
Rata-Rata ± SD(%) Kelas II (n=13)
Kelas III (n=9)
69.315±55.566
116.633±81.720
(1,56) 316.154±213.758 (7,13)
(2,05) 478.889±515.811 (8,42)
532.615±321.053
516.667±409.840
(12,01) 883.654±880.335 (19,92) 783.931±642.557 (17,68)
(9,08) 1.576.300±1.1.408.037 (27,71)
489.369±457.489
814.889±1.272.107
(11,03)
(14,32)
265.615±327.459
203.556±186.616
(5,99) 40.323±53.485 (0,91) 883.262±2.435.460 (19,92)
(3,58) 43.022±70.324 (0,76) 888.444±2.665.333
30.769±52.035
0
37.077±90.504 (0,84) 0
65.800±142.288 (1,16) 3.333±10.000 (0,06) 0
5.385±19.415 (0,12)
917.222±846.667 (16,12)
(15,62)
18.462±66.564
0
(0,42) 79.000±0 (1,78) 4.434.931±2.458.694
64.200±1.014 (1,13) 5.688.956±5.139.922
186
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
3.4. Komponen Biaya Medis Langsung Pasien Tingkat Keparahan III (N-4-10-III) Komponen biaya medis langsung pasien JKN penyakit ginjal kronis tingkat keparahan III dengan kelas perawatan I,II dan III ditampilkan pada tabel 4. Pada pasien tingkat keparahan III kelas I dan hanya terdapat 1 pasien sehingga tidak dapat dihitung rata-rata dan standar deviasi. Biaya terbesar pada pasien kelas perawatan I adalah biaya kamar operasi sebesar Rp. 7.459.600,00. Pada kelas perawatan II, rata-rata total biaya rill pada 4 pasien (3 pasien membaik dan 1 pasien meninggal) adalah Rp.6.095.100,00 ± Rp.3.455.276,00. Biaya terbesar pada tingkat keparahan III adalah biaya hemodialisa yaitu Rp. 1.428.750,00±Rp.952.500,00. Pada kelas perawatan III terdapat 13 pasien dengan kode diagnosa N-4-10-III dengan outcome 5 pasien membaik, 5 pasien meninggal dunia, 1 pasien dirujuk dan 2 pasien tanpa kondisi pulang (tidak terdapat data rekam medis). Rata-rata total biaya medis langsung adalah Rp.7.680.069,00±Rp.5.342.950,00. Alokasi dana terbesar adalah biaya hemodialisa yaitu Rp.1.953.869,00±Rp.1.747.905,00 (25,44%). 4. PEMBAHASAN Jenis kelamin berpengaruh pada munculnya penyakit ginjal kronis. Berdasarkan 68 penelitian meta analisis di Eropa terdapat 11.345 pasien non diabetic CKD, laki-laki mempunyai proses kerusakan fungsi renal lebih cepat dibandingkan perempuan. Faktor resiko laki laki lebih besar kejadian penyakit ginjal dibandingkan perempuan diidentifikasi karena sebagian besar laki laki merokok. Di Indonesia, jumlah pasien laki-laki yang menjalani hemodialisa setiap tahunnya selalu melebihi jumlah pasien perempuan. Berdasarkan data IRR (Indonesia Renal Registry), pada tahun 2007 jumlah pasien laki-laki adalah 1113 sedangkan jumlah pasien perempuan adalah 772 dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan jumlah pasien yaitu pasien laki-laki sebanyak 5.602 dan pasien perempuan 3.559. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi kejadian penyakit ginjal kronis dengan hemodialisa lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan(3). Pada hasil penelitian menunjukkan bahwausia yang paling banyak menderita penyakit ginjal kronis adalahusia 55-64 tahun,
diikuti usia 45-54 tahun. Hasil penelitian tersebut sesuai data pada IRR (Indonesia Renal Registry) pada tahun 2012 yaitu usia yang paling sering mengalami CKD dengan hemodialisa adalah usia 45-54 tahun sebanyak 27,82% (3). NKF-KDOQI juga menyebutkan bahwa prevalensi CKD meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Hal tersebut dikarenakan secara alamiah, seiring dengan meningkatnya usia maka akan terjadi penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate)(9). 4.1. Komponen Biaya Medis Langsung Pasien Tingkat Keparahan I (N-4-10-I) Komponen biaya yang dikaji berupa biaya medis langsung (direct medical cost) yaitu biaya-biaya yang terkait dengan pelayanan yang diterima pasien selama menjalani rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berdasarkan perspektif rumah sakit.Komponen biaya yang dikaji pada penelitian ini meliputi biaya UGD, visite dokter, biaya rawat inap, laboratorium, biaya pengobatan, Bahan dan alat medis, radiologi, kamar operasi, konsultasi dokter, USG, EKG, CSSD, fisioterapi, pengrukti jenazah dan administrasi. Pada kelas perawatan I biaya terbesar adalah biaya kamar operasi. Operasi yang dilakukan adalah operasi pemasangan WSD (Water Seal Drainage) yaitu memasukkan kateter ke dalam rongga pleura untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura. Pada kelas perawatan II biaya terbesar yaitu biaya kamar operasi. Biaya kamar operasi meliputi biaya obat untuk operasi, biaya alat dan bahan medis yang digunakan untuk operasi, biaya operasi dan biaya dokter. Pada kelas III, biaya terbesar adalah biaya kamar operasi. Pada kasus ini, dari 4 pasien penyakit ginjal kronis terdapat 2 pasien yang menjalani operasi sedangkan 7 pasien tidak menjalani operasi sehingga didapatkan standar deviasi yang sangat besar dan menyimpang. Komponen biaya pengobatan meliputi seluruh biaya yang digunakan untuk pengobatan pasien. Obat-obatan yang digunakan oleh setiap pasien berbeda berdasarkan penyakit sekunder. Obat-obatan yang sering digunakan pada pasien kelas perawatan II adalah amoxicillin, asam mefenamat dan ondansetron. Pada kelas perawatan III obat-obatan yang digunakan adalah sefotaksim, ranitidin, furosemid, sefiksime, lidokain, ringer lactat, dan parasetamol.
187
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
Tabel 4 Komponen biaya penyakit ginjal kronis pasien JKN tingkat keparahan III (N-4-10III)dengan kelas perawatan I,II dan III periode Januari 2014-Maret 2015 Komponen Biaya
CSSD Fisioterapi
Kelas I (n=1) 144.900 (0,66) 2.000.000 (9,04) 2.800.000 (12,66) 4.709.000 (21,29) 1.905.000 (8,61) 1.729.200 (7,28) 319.000 (1,44) 455.000 (2,06) 7.459.600 (33,73) 200.000 (0,9) 250.000 (1,13) 50.000 (0,23) 15.000 0
Pengrukti Jenazah
0
Administrasi
Total
Unit Gawat Darurat Visite Dokter Biaya Rawat Inap Laboratorium Hemodialisa Biaya Pengobatan Bahan dan Alat Medis Radiologi Kamar Operasi Konsultasi Dokter USG EKG
Rata-Rata ± SD (%) Kelas II (n=4) 153.500±116.469 (2,52) 345.000±323.883 (5,66) 681.250±477.325 (11,18) 977.700±705.236 (16,04) 1.428.750±952.500 (23,44) 655.900±597.136 (10,76) 271.125±164.168 (4,45) 262.775±355.195 (4,31) 980.100±1.960.200 (16,08) 120.000±103.280 (1,97) 70.000±140.000 (1,15) 10.000±20.000 (0,16) 0 0
Kelas III (n=13) 225.246±367.743 (2,93) 569.231±423.506 (7,41) 858.462±706.159 (11,18) 1.278.500±1.0055.695 (16,65) 1.953.869±1.747.905 (25,44) 1.255.285±1.393.072 (16,36) 753.558±812.654 (9,81) 96.800±68.448 (1,26) 479.900±1.187.857 (6,25) 40.769±54.231 (0,53) 49.154±132.293 (0,64) 0
79.100 (0,36)
60.000±120.000 (0,98) 79.000±0 (1,30)
5.769±13.046 12.308±44.376 (0,16) 36.923±90.128 (0,48) 64.296±842 (0,84)
22.115.800
6.095.100±3.455.276
7.680.069±5.342.950
188
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
4.2. Komponen Biaya Medis Langsung Pasien Tingkat Keparahan II (N-4-10-II) Pada kelas perawatan I komponen biaya yang paling besar adalah biaya laboratorium (41,33%). Pada kelas perawatan II, komponen biaya terbesar adalah biaya laboratorium dengan persentase 19,92%. Pada pasien kelas perawatan III, biaya terbesar adalah biaya laboratorium yaitu 27,71%. Biaya laboratorium pada penelitian ini merupakan semua biaya pemeriksaan yang dilakukan pasien selama menjalani rawat inap meliputi pemeriksaan gula darah sewaktu, bilirubin total, protein total, albumin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, asam urat, kolesterol dan trigliserida. Komponen biaya pengobatan pada kelas II dan III yaitu Rp.489.369,00±Rp.457.489,00 dan Rp.814.889,00±Rp.1.272.107,00. Standar deviasi sangat besar dikarenakan pasien menerima pengobatan berbeda-beda sesuai dengan penyakit sekunder. Obat-obatan yang digunakan pada pasien tingkat keparahan II adalah parasetamol, amoksisilin, ringer lactate, alopurinol, seftriaksone, deksametason dan furosemid. 4.3. Komponen Biaya Medis Langsung Pasien Tingkat Keparahan III (N-4-10-III) Biaya terbesar pada pasien kelas perawatan I adalah biaya kamar operasi, meliputi biaya dokter operasi, obat serta biaya bahan dan alat medis medis habis pakai yang digunakan ketika operasi. Pada kelas perawatan II dan III, biaya terbesar pada tingkat keparahan III adalah biaya hemodialisa. Rata-rata biaya hemodialisa menjadi biaya terbesar dikarenakan pada tingkat keparahan III dari 13 pasien CKD, 11 pasien menjalani tindakan hemodialisa sedangkan 2 pasien tidak menjalani hemodialisa. Biaya hemodialisa meliputi biaya obat, biaya dokter serta biaya bahan dan alat medis yang digunakan untuk hemodialisa. Biaya yang harus dikeluarkan untuk hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah Rp. 635.000,00/1x hemodialisa. Biaya pengobatan cukup besar dikarenakan pasien dengan tingkat keparahan III mengalami diagnosa sekunder cukup banyak (>3 penyakit) sehingga obat yang digunakan untuk mengobati penyakit sekunder dapat meningkatkan biaya. Obat-obatan yang digunakan pada tingkat keparahan III adalah anemolat, valsartan, amlodipin, furosemide, cefotaxime, vitamin B1,B6 dan B12, calcium carbonat, lidokain, ibesartan, cortidex dan novorapid flexpen. Pemberian obat bermerk juga
dapat mempengaruhi biaya pengobatan pasien seperti lasix, diovan, ventolin, codikaf dan sebagainya. 5. KESIMPULAN Rata-rata biaya medis langsung pada tingkat keparahan N-4-10-I adalah kelas IRp.4.420.350,00 ±Rp.64.559,00, kelas II Rp.4.660.400,00 ± Rp.1.618.143,00 dan kelas III Rp.2.370.067,00 ±Rp.1.621.555,00. Biaya terbesar di semua kelas perawatan pada tingkat keparahan I adalah biaya kamar operasi. Rata-rata biaya medis langsung pada tingkat keparahan N-4-10-II adalah kelas I Rp. 4.645.100,00, kelas II Rp.4.434.931,00±Rp.2.458.694,00 dan kelas III Rp.5.688.956,00± Rp.5.139.922,00. Biaya terbesar di semua kelas perawatan pada tingkat keparahan II adalah biaya laboratorium. Rata-rata biaya medis langsung pada tingkat keparahan N-4-10-IIIadalah kelas I Rp. 22.115.800,00, kelas II Rp.6.095.100,00 ±Rp.3.455.276,00 dan kelas III Rp. 7.680.069,00 ± Rp.5.342.950,00. Biaya terbesar di kelas perawatan I pada tingkat keparahan III adalah biaya kamar operasi, sedangkan di kelas II dan III adalah biaya hemodialisa. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Prodi Profesi Apoteker Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1. Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., and Dipiro, C.V, Pharmacotherapy Handbook, Seventh Edition, The MrGrawHill Companies, New york, 2009; p. 858. 2. United States Renal Data System (USRDS), Annual Data Report Atlas of Chronic Kidney Disease and End Stage Renal Disease in United States, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, Bethesda, 2011; p.27. 3. Indonesian Renal Registry (IRR), 5th Report of Indonesian Renal Registry 2011, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), 2011; p.2,10,11. 4. Litbang Kemenkes RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar ; Riskesdas 2013, available at www.litbang.depkes.go.id diakses 20 November 2014. 5. Gattani, S.G., Patil, A.B., and Kushare, S.S, 189
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
6.
7.
8.
9.
Pharmacoeconomics, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. 2009; 2(3):15. National Institute for Health and Care Excellence, Chronic Kidney Disease, NICE Clinical Guidline, 2014; p. 4, 15, 33 British Columbia Medical Association, BC Guidlines.ca: Chronic Kidney Disease – Identification, Evaluation And Management Adult Patients, 2014; p.5. Dipiro, J.T., Talbert, R.I., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G and Posey, I.M, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, The McGraw-Hill Companies, United States. 2005; p. 837. National Kidney Foundation KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification
and Stratification Cardiovasculer Disease in Dialysis Patient, 2009, New York: NKF. American Journal Kidney Dis 39 (2 suppl 1) : S1-S266. Diambil dari http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/p df/ckd_evaluation_classification_stratificatio n.pdf. diakses 12 Januari 2015. 10. Andayani, T.M, Farmakoekonomi : Prinsip dan Metodologi, Bursa Ilmu, Yogyakarta, 2013; p. 5,6, 73, 95. 11. Dwianti, M.U, Analisis Biaya Terapi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Rawat Inap dengan Hemodialisa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2011 (Tesis), Program Studi Ilmu Farmasi Minat Magister Manajemen Farmasi, Yogyakarta, 2013; p 33-34.
190