PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Studi : Narapidana Kasus Penyalah guna Narkoba di POLRES Tanjungpinang)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji
Oleh : HADRIYANSYAH NIM. 090569201003
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2013
ABSTRACT
Dimensions of the problem of drug abuse has a broad and complex, both in terms of medical, psychiatric, mental health, and psychosocial. Drug users can be destructive to the lives of families, communities and the environment of the school environment, even a direct or indirect threat to the survival and future development of the nation and the State. The method used in this research is descriptive qualitative analysis triangulation data obtained through observation, interviews, and literature. Population and the sample is used as the object of study is that there are inmates at the police station and all Tanjungpinang used as a sample population of the study so called total sampling. The results showed that the factors that affect the inmate's involvement in drug cases is the availability of drugs, the environment (family, school, friends, and community), the individual factors, and the factor of mass media. However, the most dominant influence on the involvement of prisoners in police Tanjungpinang drug case is the environmental factor family and friends. Problems of drug abuse and dependence will not occur in the absence of his drug itself. The influence of friends due to unhealthy social environment, where many friends sepergaulan who consume the drug in order not exiled from her social environment, he began to be affected for drugs, for example: fellow playmates, friends who had met, school friends, college friends, work friends friend or business. For family factors, where a lot of parents who do not care about their children, parents who let their children orag, parents who are too busy with their jobs, parents who work abroad so rarely get together with family at home, and parents who are always angry-angry with the child. This causes children to feel uncomfortable at home, feel less attention, feel let down, and feels not mean that they are looking for what is not in the house, such as looking for a new family, looking for fun to relieve her grief, and find people who are more matter with him. Keywords: Drug Abuse, Deviant Behavior
PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Studi : Narapidana Kasus Penyalah guna Narkoba di POLRES Tanjungpinang)
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sosiologis, penyalahgunaan narkoba merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan/pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari proses interaksi sosial. Dalam aspek ilmu sosiologi, penggunaan narkoba melanggar norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Selain itu, dampak dari adanya penyalahgunaan narkoba ini adalah adanya pemberian sanksi bagi penggunanya dan penyebaran narkoba tersebut terutama terjadi karena sosialisasi yang kurang tepat. Penyalahgunaan narkoba menyebabkan dampak sosial selain dari dampak ekonomi. Dampak yang timbul akibat penyalahgunaan narkoba dari aspek sosial dan pendidikan pada umumnya adalah penurunan prestasi sekolah, memburuknya hubungan keluarga, terjadinya tindak kejahatan dan tindak kekerasan, dan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Menurut data yang diperoleh dari SAT RESERSE POLRES Tanjungpinang yang menunjukkan bahwa kelompok usia yang mendominasi jumlah tersangka kasus penyalahgunaan narkoba berusia 20-25 tahun yang jumlah tersangkanya mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya. Meskipun peningkatannya kecil. Data tersebut ditunjukkan pada tabel berikut ini : Tabel 1.2 Jumlah Tersangka Penyalah Guna Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia Tahun 2007 – 2011 Di SAT RESERSE Narkoba Tanjungpinang Tahun No.
Umur
2008
2009
1 2 3 4
<16 16-19 1 5 20-29 30 55 >30 3 7 Jumlah 34 67 Sumber : Polres Tanjungpinang, 2013
2010
2011
2012
1 27 2 30
15 20 35
20 17 37
Persentase Perbandingan Tahun 2011 : 2012 -100% +14,28 -8,10 +2,78
Sedangkan jumlah tersangka yang paling mendominasi yang berhasil ditangkap di Polres Tanjungpinang dari kalangan laki-laki. Data tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 1.3 Jumlah Tersangka Kasus Penyalah Guna Narkoba Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 1 2008 30 4 2 2009 57 10 3 2010 27 3 4 2011 28 7 5 2012 32 5 Sumber : Polres Tanjungpinang, 2013 No.
Tahun
Jumlah 34 67 30 35 37
Dalam rangka mencegah lebih banyak lagi yang menyalahgunaan NAPZA, maka
dipandang
perlu
untuk
mengetahui
keterlibatan
narapidana
kasus
penyalahgunaan narkoba, khususnya bagi pelaku/tersangka kasus penyalah guna
narkoba/NAPZA yang berhasil dijaring (narapidana) di POLRES Tanjungpinang, sehingga dengan demikian dapat memberikan kemudahan dalam membuat rencana intervensi yang tepat untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan penggunaan narkoba dan mengurangi jumlah penyalah guna narkoba di kalangan masyarakat. Untuk itu, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penyalahgunaan Narkoba (Studi : Narapidana Kasus Penyalah guna Narkoba di POLRES Tanjungpinang)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana para narapidana kasus narkoba terlibat dalam penyalahgunaan narkoba di Tanjungpinang ?”
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : “Untuk mengetahui penyebab para narapidana kasus narkoba terlibat dalam penyalahgunaan narkoba di Tanjungpinang”.
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang merupakan penelitian yang memberikan gambaran atau penjabaran dari data-data yang diperoleh berdasarkan wawancara baik secara tertulis atau secara lisan dari narasumber dan pengamatan perilaku seseorang yang dijadikan objek penelitian. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Polres Tanjungpinang di bagian Satuan Reserse Narkoba Polres Tanjungpinang yang beralamat di Jl. Jendral Ahmad Yani, bt. 5 atas Tanjungpinang – Kepulauan Riau. 3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini merupakan penyalah guna narkoba yang ada di sel tahanan Polres Tanjungpinang dari bulan Januari 2013 sampai dengan bulan April 2013. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori (Moleong, 2005 : 298). Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling atau Sampling Jenuh karena semua populasi tersebut dijadikan sebagai sampel penelitian selama penelitian ini dilakukan (Sugiyono, 2010 : 124). Sampel penelitian disebut sebagai informan.
4. Sumber dan Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui penelitian laporan dengan interview dan kuesioner (pembagian angket) yaitu daftar pertanyaan mengenai pengetahuan narapidana kasus penyalahgunaan narkoba. b. Data Sekunder yaitu merupakan data penunjang dalam penelitian ini yang diperoleh dengan mengumpulkan data-data dari berbagai literatur seperti bukubuku, kamus, surat kabar, majalah, internet, dan jurnal-jurnal penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara peneliti dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Observasi, dimana metode ini menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti dengan menggunakan instrumen berupa pedoman penelitian dalam bentuk lembar pengamatan atau lainnya (Husain Umar, 2007 : 87). Teknik ini dilakukan guna pengumpulan data yang bersumber dari data sekunder berupa dokumentasi data laporan jumlah tersangka kasus penyalahgunaan narkoba periode 2008 - 2012. Data yang didapatkan berupa jumlah penyalah guna narkoba baik dari tingkat usia dan jenis kelamin yang dijadikan sebagai studi pendahuluan. b. Wawancara/Interview, yang digunakan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2010 : 194). Wawancara dilakukan saat penyalah
guna narkoba berhasil ditangkap dan masih ada di sel tahanan Polres Tanjungpinang. c. Studi Literatur (Kepustakaan) Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, jurnal-jurnal, internet, dan buku-buku yang relevan baik yang dibeli maupun yang ada diperpustakaan Provinsi Kepulauan Riau. Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah ( Suharsimi Arikunto, 2006 :160 ). 6. Teknik Analisa Data Data yang telah dikumpulkan dengan teknik triangulasi yaitu teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus menerus, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara (Sugiyono, 2010 : 335): 1. Mengkategorikan data. 2. Mengamati kembali hasil wawancara, untuk memahami keseluruhan data. 3. Menyusun data dan memilih mana yang penting dan akan dipelajari. 4. Melakukan sintesis terhadap pernyataan dari transkrip (wawancara). 5. Membuat kesimpulan.
E. Kerangka Teori 1. Penyimpangan Perilaku Dalam Kajian Sosiologi Menurut kajian sosiologi, perilaku menyimpang diartikan apabila ada salah satu aggota masyarakat yang tidak mampu berinteraksi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sebagian besar anggota masyarakat yang lain, maka orang tersebut cenderung akan dikucilkan dan diabaikan oleh kelompoknya, karena dianggap tidak dapat bekerja sama untuk menjalankan kebiasaan-kebiasaan atau perilaku yang telah menjadi kaidah umum dalam kehidupan sehari-hari kelompoknya (Budirahayu, 2013 : 5). Penyimpangan atau disebut juga deviasi diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan/populasi. Seperti tindak kejahatan yang bertentangan dengan hukum atau melawan peraturan yang legal (Kartono, 2011 : 11). Perilaku menyimpang dapat didefinisikan menjadi empat berdasarkan sudut pandang perspektif masing-masing sebagai berikut : 1. Definisi penyimpangan secara statistikal adalah segala perilaku atau tindakan yang bertolak dari rata-rata atau perilaku yang bukan rata-rata, perilaku yang jarang atau tidak sering dilakukan. 2. Definisi penyimpangan secara absolutis (mutlak) adalah aturan-aturan dasar dari suatu masyarakat, adalah jelas, mutlak, dan nyata dan anggota-anggotanya secara umum setuju tentang apa yang disebut sebagai menyimpang, karena secara umum
skala atau ukuran untuk perilaku yang diterima (konform) telah dipersiapkan atau direncanakan terlebih dahulu. 3. Definisi penyimpangan menurut kaum reaktivis adalah perilaku atau kondisikondisi yang dikatakan menyimpang oleh orang lain terhadap tindakan seseorang. Artinya, apabila ada reaksi dari maasyarakat atau agen kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap (labeling) terhadap si pelaku, maka perilaku itu telah dicap menyimpang demikian pula si pelaku juga dikatakan menyimpang. 4. Definisi penyimpangan secara normatif adalah suatu pelanggaran dari suatu norma. Diamna norma itu sendiri diartikan sebagai suatu standar tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan atau dilakukan oleh manusia pada suatu keadaan tertentu (Budirahayu, 2013 : 29-32). Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab yang menyertainya, karena perilaku menyimpang berkembang melalui suatu periode waktu-waktu tertentu sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksi sosial dan adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang (Budirahayu, 2013 : 22). Terdapat beberapa teori-teori tentang sebab-sebab terjadinya penyimpangan sebagai berikut : 1. Teori Anomie berasumsi bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan dalam suatu struktur sosial tertentu sehingga ada individu-individu yang mengalami tekanan dan akhirnya menjadi menyimpang.
2. Teori Belajar atau Teori Sosialisasi bahwa penyimpangan terjadi karena telah dipelajari oleh seseorang atau sekelompok orang. Teori belajar atau teori sosiologi menurut Edwin H. Sutherland menyebut teori tersebut dengan Asosiasi Diferensial. 3. Teori Kontrol bahwa penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. 4. Teori Labeling, menurut teori labeling bahwa teori ini tidak berusaha untuk mejelaskan mengapa individu-individu tertentu tertarik atau terlibat dalam perilaku menyimpang tetapi lebih menekankan pada pentingnya definisi-definisi sosial dan sanksi-sanksi sosial negatif yang dihubungkan dengan tekanan-tekanan individu untuk masuk atau terlibat ke dalam tindakan yang lebih menyimpang (Budirahayu, 2013 : 85-93). 2. Diferensiasi Assosiatif Diferensiasi merupakan istilah sosiologis yang berkenaan dengan berbagai perbedaan yang ada di dalam kehidupan masyarakat, seperti : usia, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan dan pencapaian status. Menurut Budirahayu (2013 : 21) bahwa secara umum, penyimpangan berhubungan dengan perbedaan (diferensiasi), tetapi tidak selalu adanya diferensiasi memunculkan adanya penyimpangan. Teori belajar/sosiologi menurut Edwin H. Sutherland (dalam Budirahayu, 2013 : 90-92) yang menamakan teorinya dengan Asosiasi Diferensial menyatakan bahwa penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran atau penguasaan atas suatu sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari
subkultural atau diantara teman-teman sebaya yang menyimpang. Dalam teori asosiasi diferensial Sutherland terdapat beberapa proposisi guna mencari akar permasalahan dan memahami dinamika perkembangan perilaku sebagai berikut : 1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau yang dipelajari; 2. Perilaku menyimpang akibat dari interaksi sosial yang melibatkan proses komunikasi; 3. Penyimpangan seseorang akibat dari pergaulan yang akrab, sedangkan media massa (TV, majalah, dan koran) hanya memainkan peran sekunder; 4. Mempelajari teknis-teknis penyimpangan dan petunjuk husus seperti motif, dorongan, rasionalisasi, dan sikap-sikap berperilaku menyimpang; 5. Terjadinya pelanggaran terhadap norma-norma yang sudah ada; 6. Menganggap lebih menguntungkan untuk melanggar norma dari pada tidak melanggar; 7. Terbentuknya asosiasi diferensial tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas; 8. Proses mempelajari perilaku menyimpang melalui kelompok atau asosiasi yang juga menyimpang atau sebaliknya. 3. Tinjauan Umum Tentang Sosialisasi a. Pengertian Sosialisasi Menurut Vander Zanden (dalam Ihromi, 2004 : 30), sosialisasi adalah proses interaksi sosial melalui mana kita mengenal cara-cara berpikir, berperasaan, berperilaku, sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat. Berger
(dalam Kamanto, 2004 : 23) mendefinisikan sosialisasi sebagai “ a process by which a child learns to be a participant member of society” proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. b. Agen Sosialisasi Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Sebagaimana menurut Fuller dan Jacobs (Kamanto, 2004 : 24-26), agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan‟ sebagai berikut : 1) Keluarga 2) Teman Bermain 3) Sekolah (Sistem Pendidikan) 4) Media Massa 4. Jaringan Sosial Hubungan manusia sangat berarti baginya sebagai individu. Dapat dikatakan bahwa kita, setidaknya sebagian, diartikan melalui siapa yang kita kenal. Secara lebih luas, ikatan-ikatan di antara manusia juga berperan sebagai dinding pembatas bagi struktur-struktur sosial yang lebih luas. Ide sentral dari modal sosial adalah bahwa jaringan-jaringan sosial merupakan suatu aset yang bernilai (Field, 2005:16). Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan (connectedness) antara individu dan komunitas. Keterkaitan mewujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal maupun di tingkat lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama
anggota dalam kelompok mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan. Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok formal.
F. Pembahasan Keterlibatan para narapidana dalam kasus penyalahgunaan narkobap ada umumnya disebabkan oleh empat faktor, yaitu : teman sebaya, keluarga, sekolah, dan media massa. Berikut dapat dijelaskan keterlibatan para narapidana kasus penyalahgunaan narkoba yang ada di Polres Kota Tanjungpinang sebagai berikut : 1. ZZ Keterlibatan ZZ dalam menyalahgunakan narkoba diawali narkoba dari teman kuliahnya dan pertama kali mengkonsumsi ganja, karena seseorang dapat melakukan tindakan yang dapat merusak tatanan kehidupan sosial/bermasyarakat karena adanya faktor lingkungan yaitu dari teman sebaya. Hal yang utama adalah ketersediaan narkoba, jika narkoba tidak tersedia maka pelaku juga tidak ada. Namun demikian faktor yang lain yang menyebabkan keterlibatan ZZ adalah diri sendiri (individu), karena penasaran dan ingin merasa percaya diri dan selalu ingin tampil prima saat bekerja sehingga ZZ menggunakan narkoba. Perasaan ingin tahu biasanya dimiliki oleh generasi muda pada usia remaja. Bila di hadapan sekelompok anak muda ada seseorang yang memperagakan, ”nikmatnya” mengkonsumsi narkoba, maka didorong oleh naluri alami anak muda, yaitu keingintahuan, maka salah seorang dari kelompok itu akan maju mencobanya.
Selain didorong oleh keingintahuan, keberaniannya juga karena didesak oleh gejolak dalam jiwanya yang ingin dianggap hebat, pemberani, dan rayuan teman-teman sebayanya. 2. DB Faktor
teman
sebayalah
yang
menyebabkan
DB
terlibat
dalam
menyalahgunakan narkoba. Namun hal pemiculah adalah faktor keluarga. Karena terjadinya disharmonisasi keluarga dimana kegagalan komunikasi dengan ayahnya yang menimbulkan rasa kekecewaan terhadap perilaku ayahnya sehingga DB merasa stress dan seringnya berkomunikasi dengan temannya yang juga pemakai narkoba sehingga mereka mencari solusi untuk menghilangkan rasa stress dan kekecewaan dengan ayahnya. Keluarga seharusnya menjadi wadah untuk menikmati kebahagiaan dan curahan kasih sayang, wahana silih asih, silih asah, dan silih asuh. Namun pada kenyataannya, keluarga sering sekali justru menjadi pemicu sang anak menjadi pemakai, hal tersebut disebabkan karena keluarga tersebut kacau balau. Hubungan antara anggota keluarga dingin, bahkan tegang atau bermusuhan. 3. BI BI mendapatkan narkoba pertama kali dari sahabatnya yang juga pemakai narkoba. Perasaan setia kawan sangat kuat dimiliki oleh generasi muda. Jika tidak mendapatkan penyaluran yang positif, sifat positif tersebut dapat berbahaya dan menjadi negatif. Bila temannya memakai narkoba, maka individu tersebut ikut juga
memakai. Bila temannya dimarahi orang tuanya atau dimusuhi masyarakat, maka pemakai membela dan ikut bersimpatik. Selain untuk bersenang-senang, ternyata keterlibatan BI dipicu karena terjadinya ketidakharmonisan dalam keluarganya. Orang tua yang kurang perhatian dengan anaknya yang menyebabkan keterlibatan BI dalam menyalahgunakan narkoba. Apalagi jika didukungan dengan lingkungan yang kurang baik. Komunikasi antara ayah, ibu, dan anak-anak sering sekali menciptakan suasana konflik yang tidak berkesudahan, dimana bahwa penyebab konflik tersebut sangat beragam. Solusi semua konflik adalah komunikasi yang baik, penuh pengertian, saling menghargai dan menyayangi, serta ingin selalu membahagiakan. Interaksi antara orang tua dengan anak tidak cukup hanya berdasarkan niat baik. Cara berkomunikasi juga harus baik. Masing-masing pihak harus memiliki kesabaran untuk menjelaskan isi hatinya dengan cara yang tepat. Banyak sekali konflik di dalam rumah tangga yang terjadi hanya karena salah paham atau kekeliruan berkomunikasi. Kekeliruan kecil itu, dapat berakibat fatal, yaitu masuknya
narkoba ke dalam
keluarga. Ketidak harmonisan keluarga akan berimbas pada tingkah laku anak terhadap lingkungannya apalagi jika didukungan dengan lingkungan yang kurang baik seperti sekolah misalnya. Lingkungan sekolah BI berpengaruh karena kurangnya perhatian guru. Apalagi kalau anak-anak yang memang sudah tidak mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya ditambah lagi perhatian guru yang kurang, pasti anak tersebut
akan mencari kesenangan di tempat lain dan dengan orang lain yang merasa lebih memperhatikan dia. 4. SS Awal keterlibatan SS saat itu karena rasa ingin tahu dan desakan dari sang pacarnya sehingga SS terlibat dalam menyalahgunakan narkoba. Adanya perasaan keterikatan antar SS dengan pacarnya sehingga dia berani untuk mencoba menggunakan narkoba. Dan jika dilihat dari segi keluarga, SS masih tergolong keluarga yang harmonis, terlihat dari seringnya mereka berkomunikasi dan masih ada perhatian dari orang tua. Jadi faktor pemicunya adalah terjadinya hubungan sosialisasi yang menyimpang karena berteman dengan orang-orang yang berperilaku menyimpang. Selain faktor pergaulan, ternyata keterlibatan media massa juga memegang peranan walaupun pengaruhnya hanya dianggap sebagai penyebab yang bersifat sekunder, seperti yang dikatakan Sutherland (dalam Budirahayu, 2013 : 9092) bahwa Penyimpangan seseorang akibat dari pergaulan yang akrab, sedangkan media massa (TV, majalah, dan koran) hanya memainkan peran sekunder. 5. CA CA pertama kali dia mengenal dan mendapatkan narkoba saat ia pindah dan sekolah di salah satu SMP Negeri di Batam. Pertama kali dia ditawarkan oleh temannya yang baru ia kenal lewat jejaring sosial (MIRC). CA yang mengalami ketergantungan karena pengaruh dari teman, terjadi akibat lingkungan pergaulannya yang kurang sehat, dimana banyak teman sepergaulan yang mengkonsumsi narkoba agar tidak diasingkan dari lingkungan pergaulannya, ia mulai terpengaruh untuk
mengkonsumsi narkoba tersebut. Hal ini dipicu karena adanya keinginan CA untuk mencari kesenangan dan mencari ketenangan bersama teman-temannya yang ternyata memiliki perilaku yang menyimpang. Semua ini dikarenakan hubungannya dengan orang tua tidak begitu baik. Demikian halnya dengan pamannya yang kurang memperhatikan aktivitasnya. CA sangat bebas untuk keluar masuk rumah dan bebas berteman dengan siapa saja. Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media massa. Pengenaan
(exposure) terhadap isi media massa memungkinkan
khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar khalayak meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa. Seperti yang dialami oleh CA yang sering membuat pertemanan di media internet seperti MIRC sehingga melalui jejaring social tersebut CA mendapatkan banyak teman yang ternyata pengguna narkoba. Demikian halnya dengan lingkungan sekolahnya, dimana sekolah yang ia tempati tidak begitu ketat peraturannya, perhatian gurupun sangat kurang sehingga siswa dapat melakukan sesuai dengan yang mereka inginkan.
6. HD Dia mengenal dan mendapatkan narkoba dari temannya. Dia terlibat dalam penyalahgunaan narkoba karena ingin mendapatkan uang (penghasilan). Artinya faktor ekonomi HD yang tergolong tidak mampu menyebabkan keterlibatannya dalam menyalahgunakan narkoba. Lingkungan pergaulan teman sebaya menjadi salah satu faktor keterlibatan HD dalam menyalahgunakan narkoba. Sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orangorang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat
mempelajari
peraturan
yang
mengatur
peranan
orang-orang
yang
kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan. Antara HD dan teman-temannya memiliki jaringan sosial yang kuat sehingga apa yang ditawarkan oleh temannya tidak dapat ditolaknya. Dan untuk menghargai rasa pertemanan dan solidaritas maka HD ikut terlibat dalam menyalahgunakan narkoba. Hubungannya dengan keluarganya dalam kondisi yang kurang baik. Orang tuanya yang tidak perhatian dan tidak mau peduli dengan HD menyebabkan dia mencari perhatian diluar dengan menjalin pertemanan. Hubungan pertemanan yang salah menjadi faktor keterlibatan HD, karena salah satu faktor penyebab terjadinya perilaku yang menyimpang adalah adanya hubungan sosialisasi yang menyimpang. 7. FN Faktor keterlibatan FN adalah teman sebaya dan individu sendiri, karena bujukan teman dan perasaan segan dengan sahabat serta adanya rasa ingin tahu dan penasaran akan rasa narkoba. Dikatakan Kamanto (2004 : 24-26) bahwa kelompok
bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu. Adanya rasa keterikatan dan soldaritas dengan teman-temannya. Hal inilah yang disebut sebagai jaringan sosial karena jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan (connectedness) antara individu dan komunitas. Hubungan keterikatan ini akan mengarah kepada terjadinya proses diferensiasi assosiatif yaitu adalah tindakan/interaksi yang berbeda dari yang lainnya yang terjadi saat adanya saling pengertian dan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. 8. J Pertama kali J mengenal narkoba dari temannya. J tidak memiliki pengetahuan tentang narkoba, dia hanya menerima apa yang temannya berikan sampai lamakelamaan dia merasa nyaman dengan narkoba. Jelas disini bahwa faktor pergaulan dan sosialisasi yang salah atau menyimpang dan pergaulan dengan teman-teman yang juga pemakai dapat memicu seseorang untuk menyalahgunakan narkoba. “J” selalu merasa ada keterikatan antara temannya sehingga rasa keterikatan itulah yang menyebabkan J terlibat dalam menyalahgunakan narkoba. J tidak dapat menolak ajakan temannya untuk memakai narkoba karena J sudah merasa akrab dan sudah seperti keluarga. Jadi disini dijelaskan bahwa lingkungan teman sebaya sangat berpengaruh terhadap keterlibatan J dalam menyalahgunakan narkoba.
G. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil wawancara dan sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang
mempengaruhi keterlibatan narapidana kasus narkoba adalah faktor ketersediaan narkoba, lingkungan (keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat), faktor individu itu sendiri, dan faktor media massa. Namun yang paling dominan berpengaruh terhadap keterlibatan narapidana kasus narkoba di Polres Tanjungpinang adalah faktor ketersediaan narkoba dan faktor lingkungan yaitu keluarga dan teman. 2. Saran Setelah peneliti melakukan penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada : 1. Pihak Berwenang Sebaiknya pihak berwenang lebih memperketat pengawasan terhadap peredaran narkoba di Indonesia khususnya di Kepulauan Riau dengan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dalam mengawasi jalur-jalur (akses) masuknya pengedar narkoba, misalnya daerah-daerah perbatasan Singapura dan Malaysia. 2. Keluarga Sebaiknya pihak keluarga selalu memperhatikan kegiatan dan aktifitas anak-anak mereka dan sebisa mungkin untuk berinteraksi secara harmonis dengan anggota keluarganya.
3. Masyarakat Sebaiknya masyarakat lebih berkoordinasi dengan pihak-pihak yang berwenang dalam melakukan tindakan preventif terhadap penyalahgunaan narkoba. 4. Individu Disarankan bagi setiap individu agar selalu membentengi diri melalui kegiatan keagamaan dan
selalu menambah
wawasan dalam mencegah
tindakan
penyalahgunaan narkoba. 5. Sekolah Disarankan kepada pihak sekolah agar sebaiknya memberikan pengawasan yang lebih terhadap anak didiknya dalam beraktivitas dan berkreatifitas, memberikan ruang untuk berkreasi, memberikan bimbingan konseling, dan merencanakan program-program atas tindakan preventif terhadap pencegahan penyalahgunaan narkoba. 6. Peneliti Lainnya Bagi peneliti yang lain, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh faktor keluarga dan teman sebaya terhadap penyalahgunaan narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi VI, Jakarta : Rineka Cipta. Budirahayu, Tuti, 2013, Sosiologi Perilaku Menyimpang, Surabaya : PT.Revka Petra Media. Field, John, 2005, Modal Sosial, Medan : Bina Media Perintis. Husein Umar, 2007, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ihromi, T.O., 2004, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Kartono, Kartini, 2011, Patologi Sosial, Jakarta : Rajawali Pers. Moleong, Lexy J., 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan “Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D”. Bandung : Alfabeta. Sunarto, Kamanto, 2004, Pengantar Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.