LAPORAN SURVEI PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI INDONESIA: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Badan Narkotika Nasional bekerjasama dengan
Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
Halaman | 2
KATA PENGANTAR Kami ucapkan puji dan syukur atas rahmat dan kekuatan dari-Nya sehingga laporan hasil survei penyalahgunaan narkoba di Indonesia, tahun 2009 telah dapat diselesaikan. Rancangan studi seperti rancangan studi sebelumnya, yang dilaksanakan tahun 2004, dengan tiga tahapan analisis (Godfrey dkk, 2002). Pertama, memperkirakan jumlah pengguna narkoba menurut tingkatan, seperti coba-pakai, teratur-pakai, dan pecandu (suntik & bukan suntik) dan menurut jenis narkoba yang dipakai per provinsi. Kedua, medapatkan angka probabilitas perilaku berisiko penyalahguna dan rata-rata biaya satuan (unit cost) per orang per tahun. Terakhir, mengkalkulasi hasil perhitungan point 1 dengan point 2 diatas. Hasil survei tahun 2008 ini lebih detail hasilnya sampai ke tingkat provinsi, baik dari sisi estimasi jumlah penyalahguna dan kerugian biaya ekonomi akibat narkoba. Studi ini melibatkan banyak pihak mulai dari tim ahli BNN, informan, mitra lokal, kontak person, koordinator penelitian, asisten dan peneliti lapangan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Brigjen Pol. Drs. J. Salean SH., Dra. Endang Mulyani, MSc., Drs. Mufti Djusnir Apt. Msi., Drs. Hendrajit P. Widigdo, Drs. Sumirat Dwiyanto,. Siti Nurlela, Sri Lestari, dan Ibnu atas bantuan dan kerjasamanya pada setiap tahapan studi ini, mulai dari proses pengembangan instrumen sampai penulisan laporan. Akhirnya kami berharap studi ini akan dapat memberikan kontribusi yang berguna dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan dan penyempurnaan program pencegahan dan penanggulangan narkoba di Indonesia umumnya dan tingkat Provinsi khususnya.
Tim Peneliti Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia Depok, 2009
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 3
Abstrak Pendahuluan. Dampak sosial dan eknomi perdagangan dan penyalahgunaan narkoba sangat mengkhawatirkan dunia. Di Indonesia, kerugian diperkirakan Rp.23,6 trilyun atau $2,6 milyar pada tahun 2004 (BNN & Puslitkes UI, 2005). Dalam periode tahun 2001 sampai 2006, penyalahgunaan narkoba meningkat, baik dari jumlah sitaan barang bukti maupun jumlah tersangka. Angka-angka yang dilaporkan ini hanya puncak gunung es dari masalah narkoba yang jauh lebih besar. Tujuan. Tujuan studi ini adalah: 1) memperkirakan besaran angka penyalah-gunaan narkoba menurut tingkat penggunaan coba pakai, teratur pakai, dan pecandu (suntik dan bukan suntik); 2) menentukan probabilitas perilaku berisiko penyalahgunaan narkoba dan biaya satuan konsekuensi akibat narkoba; 3) mempelajari pola peredaran narkoba; 4) menilai besaran biaya ekonomi dan sosial penyalah-gunaan narkoba. Metodologi. Lokasi studi di 17 provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara & Papua. Rancangan studi seperti rancangan studi sebelumnya, yang dilaksanakan tahun 2004, dengan tiga tahapan analisis (Godfrey dkk, 2002). Pertama, memperkirakan jumlah pengguna narkoba menurut tingkatan, seperti coba-pakai, teraturpakai, dan pecandu (suntik & bukan suntik) dan menurut jenis narkoba yang dipakai per provinsi. Kedua, medapatkan angka probabilitas perilaku berisiko penyalahguna dan ratarata biaya satuan (unit cost) per orang per tahun. Terakhir, mengkalkulasi hasil perhitungan point 1 dengan point 2 diatas. Data dikumpulkan melalui survei dikalangan penyalahguna narkoba, pengamatan prospektif penyalahguna, serta studi kualitatif ke berbagai sumber seperti penyalahguna/mantan, keluarga penyalahguna, kepolisian, bandar, LSM, panti rehabilitasi, dan lembaga pemasyarakatan. Hasil. Diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba sebanyak 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau sekitar 1,99% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba di tahun 2008. Dari sejumlah penyalahguna tersebut, terdistribusi atas 26% coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik, dan 7% pecandu suntik. Penyalahgunaan narkoba pada kelompok bukan pelajar/mahasiswa (60%) lebih tinggi dibandingkan kelompok pelajar/mahasiswa (40%). Menurut jenis kelamin, laki-laki (88%) jauh lebih besar dari perempuan (12%). Estimasi kerugian biaya ekonomi akibat narkoba tahun 2008 lebih tinggi sekitar 37% dibandingkan tahun 2004. Dengan total kerugian biaya sekitar Rp.32,4 trilyun (2008) terdiri atas Rp. 26,5 trilyun kerugian biaya individual (private) dan Rp. 5,9 trilyun adalah biaya sosial. Pada biaya private, sebagian besar (58%) untuk biaya konsumsi narkoba. Sedangkan pada biaya sosial sebagian besar (66%) diperuntukan untuk kerugian biaya akibat kematian karena narkoba (premature death). Hasil proyeksi menunjukan kerugian biaya ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba akan meningkat dari Rp.32,4 trilyun di tahun 2008 menjadi Rp.57,0 trilyun di tahun 2013. Bila pemerintah tidak segera bertindak secara serius, maka dampak dan kerugian biaya yang ditimbulkan akan jauh lebih besar lagi. Fakta bahwa sebagian besar penyalahguna merupakan remaja dan berpendidikan tinggi yang merupakan modal bangsa yang tidak ternilai, besaran biaya yang sesungguhnya jauh lebih besar dari biaya hitungan studi ini. Dampak ekonomi dan sosial penyalahgunaan narkoba yang yang sangat besar ini menggarisbawahi upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba sebagai upaya yang sangat mendesak.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 4
DAFTAR ISI Kata Pengantar Abstrak Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Singkatan 1. Pendahuluan ..................................................................................................................... 7 2. Tujuan................................................................................................................................ 7 3. Tinjauan Pustaka Singkat .................................................................................................. 8 3.1. Kriteria Penyalahgunaan Narkoba ............................................................................ 8 3.2. Pengertian biaya penyalahgunaan narkoba ............................................................. 9 4. Metodologi ....................................................................................................................... 9 4.1. Desain Studi .............................................................................................................. 9 4.2. Lokasi Studi ............................................................................................................. 10 4.3. Definisi Operasional ................................................................................................. 10 4.4. Keterbatasan Studi.................................................................................................. 11 5. Hasil ................................................................................................................................ 11 5.1. Perkiraan jumlah penyalahguna narkoba tahun 2008............................................ 11 5.2. Karateristik penyalahguna ...................................................................................... 13 5.3. Perilaku dan konsekuensi akibat narkoba .............................................................. 14 5.4. Biaya satuan konsekuensi penyalahgunaan narkoba ............................................. 20 5.5. Biaya ekonomi penyalahgunaan narkoba ............................................................... 22 6. Proyeksi Jumlah Penyalahguna dan Kerugian Ekonomi Akibat Narkoba sampai 2013 .. 24 6.1. Proyeksi jumlah penyalahguna narkoba sampai 2013 ........................................... 24 6.2. Proyeksi kerugian biaya ekonomi akibat narkoba .................................................. 26 7. Peredaran Gelap Narkoba dan Upaya Penegakan Hukum ............................................. 27 7.1. Peredaran gelap narkoba ........................................................................................ 27 7.2. Pembenahan aparat penegak hukum .................................................................... 30 8. Implikasi Kebijakan Terhadap Program Pencegahan dan Penanggulangan Narkoba ..... 33 9. Kesimpulan & Rekomendasi .......................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA:............................................................................................................... 42 Lampiran Ucapan Terima Kasih
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 5
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Cutting points dan kriteria tingkat ketergantungan dari berbagai sumber
10
Tabel 2.
Perkiraan jumlah penyalahguna narkoba penyalahgunaan narkoba di Indonesia, tahun 2008
14
Tabel 3.
Rata-rata harga pasaran jenis narkoba (dalam rupiah)
21
Tabel 4.
Total biaya satuan konsumsi narkoba per orang per tahun menurut jenis penyalahguna dan narkoba, 2009 (median)
24
Tabel 5.
Total Kerugian ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba di Indonesia. 2009
26
Tabel 6.
Proyeksi angka prevalensi penyalahguna narkoba per tahun menurut jenis penyalahguna dan kelompok penyalahguna narkoba di Indonesia. 2008-2013
27
Tabel 7.
Proyeksi jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia. 2008-2013
28
Tabel 8.
Hasil perhitungan jumlah penyalahguna dengan metode yang sama antara tahun 2004 dan 2008
35
Tabel 9.
Perbandingan penyalahguna menurut Jenisnya dengan menggunakan nilai tengah antara tahun 2004, 2008, dan 2013
36
Tabel 10.
Perbandingan hasil kalkulasi konsumsi narkoba dari hasil survei versus hasil tangkapan kasus narkoba oleh Dit/IV narkoba, tahun 2008
37
Tabel 11.
Pola konsumsi narkoba menurut ever used dan current users di tahun 2004 dan 2008
38
menurut
tingkat
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Angka absolut dan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba menurut provinsi, 2008
13
Gambar 2
Kecenderungan total kerugian biaya ekonomi akibat narkoba tahun 2004 dan 2008
23
Gambar 3.
Proyeksi Biaya Kerugian Ekonomi Akibat Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, 2008-2013
26
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 6
DAFTAR SINGKATAN AIDS ATS BMJ BNN BNP BNK BPS CBA CEA COI DALYs DSM IV TR GDP HIV IDU LSD LSM NAPZA NARKOBA NSDUH NTB OD ONDCP PHK Puslitkes UI PSK Pemda QALYs RDS RP RT RW SAMSHA SLTA SMU SLTP SD TB THC TV UN UNODC
Acquired Immune Deficiency Syndrome Amphetamine Type Stimulants British Medical Journal Badan Narkotika Nasional Badan Narkotika Provinsi Badan Narkotika Kabupaten Biro Pusat Statistik Cost-Benefit Analysis Cost-Effectiveness Analysis Cost-of-Illness Disability Adjusted Life Years Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision Gross Domestic Product Humman Immunodeficiency Virus Injecting Drug User Lysergic Acid Diethylamide Lembaga Swadaya Masyarakat Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Narkotika Psikotropika dan Bahan Adiktif Lain National Survey on Drug Use and Health Nusa Tenggara Barat Over Dosis Office of National Drug and Policy Pemutusan Hubungan Kerja Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia Pekerja Seks Komersial Pemerintah Daerah Quality Adjusted life Years Respondent Driven Sampling Rupiah Rukun Tetangga Rukun Warga Substance Abuse and Mental Health Services Administration Sekolah Lanjut Tingkat Atas Sekolah Menengah Umum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Sekolah Dasar Tuberculosis tetra-hidro-kanabinol Televisi United Nation United Nations Office on Drugs and Crime
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 7
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
1. Pendahuluan Dampak sosial dan eknomi perdagangan dan penyalahgunaan narkoba sangat mengkhawatirkan dunia. Di Amerika Serikat kerugian biaya ekonomi dan sosial akibat narkoba mencapai $181 milyar (UNDCP, 2004), sedangkan di Canada $8,2 milyar pada tahun 2002 (Rehm, 2006). Di Australia kerugian mencapai sekitar $8,190 juta pada tahun 2004/2005 (Collins, 2008). Perbandingan kerugian biaya narkoba terhadap gross domestic product (GDP) di Amerika Serikat sebesar 1,7%, Canada 0,98%, Australia 0,88% dan Perancis 0,16% (UNDCP, 2004). Di Indonesia, kerugian diperkirakan Rp.23,6 trilyun atau $2,6 milyar pada tahun 2004 (BNN & Puslitkes UI, 2005). Di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir penyalahgunaan narkoba meningkat pesat, baik dari jumlah sitaan barang bukti maupun jumlah tersangka. Hasil sitaan barang bukti, misalkan ekstasi meningkat dari 90.523 butir (2001) menjadi 1,3 juta butir (2006), Sabu dari 48,8 kg (2001) menjadi 1.241,2 kg (2006). Jumlah tersangka meningkat dari 4.924 orang tahun 2001 menjadi 31.635 orang tahun 2006 (Mabes Polri, 2007). Angka-angka yang dilaporkan ini hanya puncak gunung es dari masalah narkoba yang jauh lebih besar. Dengan latar-belakang di atas, Badan Narkotika Nasional bekerja-sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia melakukan pemutakhiran data studi biaya ekonomi dan sosial penyalah-gunaan narkoba di Indonesia untuk tahun 2008.
2. Tujuan Tujuan studi ini adalah: 1) memperkirakan besaran angka penyalah-gunaan narkoba menurut tingkat penggunaan coba pakai, teratur pakai, dan pecandu (suntik dan bukan suntik); 2) menentukan probabilitas perilaku berisiko penyalahgunaan narkoba dan biaya satuan konsekuensi akibat narkoba 3) mempelajari pola peredaran narkoba; 4) menilai besaran biaya ekonomi dan sosial penyalah-gunaan narkoba.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 8
3. Tinjauan Pustaka Singkat 3.1. Kriteria Penyalahgunaan Narkoba Banyak konsep dan definisi operasional penyalahgunaan narkoba. Menurut Ritter & Anthony (1991) coba pakai (new initiation) didefiniskan apabila frekuensi penggunaan per tahun 6 kali atau kurang. Sedangkan Todorov et al. (2006) menetapkan 5 kali atau kurang sebagai mencoba, lebih dari 5 kali per tahun sebagai lebih dari mencoba, disebut pengguna teratur bila memakai setiap hari selama minimal 2 minggu. Menurut Meyer (1975), penggunaan narkoba lebih dari satu kali sehari dalam periode 10 sampai 14 hari atau lebih termasuk kategori ketergantungan obat. SAMHSA (2008) membagi perilaku pakai atas tiga kategori yaitu 1) penyalahguna seumur hidup (lifetime use), minimal sekali pakai narkoba dalam seumur hidup, termasuk penyalahgunaan 30 hari atau 12 bulan lalu. 2) penyalahguna tahun lalu (past year use), waktu pakai narkoba terakhir kali dalam 12 bulan lalu termasuk 30 hari lalu sebelum wawancara, 3) penyalahguna bulan lalu (past month use), waktu pakai narkoba terakhir dalam 30 hari lalu sebelum wawancara. Secara garis besar cutting points dan kriteria tingkat ketergantungan dimulai dari bukan penyalahguna hingga coba pakai (eksperimetal), menengah (moderate), penyalahguna berat (heavy use). Tinjauan atas beberapa penelitian dilakukan oleh Elinson (1974) seperti yang ditelusuri oleh Kandel (1975), menghasilkan beberapa definisi dan kriteria yang digunakan untuk menggambarkan pola penyalahgunaan atau tingkat ketergantungan dengan lebih rinci (Tabel 1). Tabel 1. Cutting points dan kriteria tingkat ketergantungan dari berbagai sumber Experimental
Occasional
Casual
1-2 kali (Mizner, 1973)
3-9 kali (Mizner)
1-20 kali (Stanton)
1-2 kali (Josephson, 1973)
3-59 kali (Josephson, 1973)
1-9 kali (Josephson, 1972) < 1 kali dlm 1 bulan (Johnson)
10-59 kali (Josephson, 1972) 10 kali satu tahun terakhir (Hochman& Brill, 1973) min 1 kali/ bulan (Johnson)
Moderate use 10-29 kali (Mizner)
Satu atau lebih dari 1 bulan (Johnson)
Regular
Heavy users
Habitual, cronic
Minimal 1 kali per minggu (Johnson)
21-199 kali (Stanton)
> 200 kali (Stanton)
>30 kali (Mizner)
> 60 kali (Josephon) 3 kali per minggu atau > 1 bln pakai (Robins)
Sumber : Kandel, 1975
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
3 kali seminggu dalam 3 tahun atau lebih atau pakai tiap hari selama 2 tahun (Hochman $ Brill, 1973)
Halaman | 9
Ada pula yang mengembangkan kombinasi pengukuran diatas, untuk mengetahui tingkat ketergantungan (dependesi) melalui kriteria DSM-IVTR (Todorov et al., 2006) dan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (SAMSHA, 2008).
3.2. Pengertian biaya penyalahgunaan narkoba Markandya dan Pearce (1989) mendefinisikan biaya total penyalahgunaan narkoba adalah private cost ditambah biaya sosial. Biaya private adalah biaya terkait konsumsi dan produksi narkoba, sedangkan biaya lain yang terkait dengan narkoba dan dibebankan bukan pada penyalahguna tetapi pada masyarakat dikategorikan sebagai biaya sosial. Schauffler (2001), Collins & Lapsley (2004) mengakui pendapat para ahli ekonomi yang membedakan biaya akibat narkoba. Studi biaya narkoba banyak yang memasukkan tiga jenis biaya utama yaitu biaya pelayanan kesehatan, biaya produktivitas, biaya terkait hukum dan pengadilan (Single et al, 2001). Beberapa negara maju membuat estimasi biaya penyalahgunaan narkoba mengacu pada ”The International Guidelines” (Single et al, 2001). Namun metodologi tersebut sangat sulit diaplikasikan pada negara-negara berkembang karena keterbatasan dan ketersedian infrastuktur datanya, misalkan tidak tersedia angka incidence dan prevalence narkoba, kematian & kesakitan, kriminalitas, kesehatan, dan sebagainya (Single et al. 2001).
4. Metodologi 4.1. Desain Studi Rancangan studi seperti rancangan studi sebelumnya, yang dilaksanakan tahun 2004, dengan tiga tahapan analisis (Godfrey dkk, 2002). Pertama, memperkirakan jumlah pengguna narkoba menurut tingkatan, seperti coba-pakai, teratur-pakai, dan pecandu (suntik & bukan suntik) dan menurut jenis narkoba yang dipakai per provinsi. Kedua, medapatkan angka probabilitas perilaku berisiko penyalahguna dan rata-rata biaya satuan (unit cost) per orang per tahun. Terakhir, mengkalkulasi hasil perhitungan point 1 dengan point 2 diatas. Jumlah penyalahguna narkoba diperoleh dengan mengalikan angka prevalensi penyalahguna narkoba dengan populasi berisiko, yaitu penduduk yang berumur 10 sampai 59 tahun. Angka prevalensi diperoleh dari hasil survei narkoba berskala nasional yang telah dilaksanakan BNN, seperti survei penyalahgunaan narkoba di kelompok pelajar & mahasiswa tahun 2006 dan di kelompok rumah tangga tahun 2005. Untuk memperkuat analisis estimasi dilakukan penelusuran pustaka dari berbagai literatur. Untuk mendapatkan angka probabilitas perilaku berisiko dan biaya satuan per orang akibat narkoba, maka dilakukan survei dikalangan penyalahguna narkoba. Cara pengambilan sampel dengan memodifikasi metode respondent driven sampling
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 10
(RDS), serta wawancara dengan kuesioner terstruktur. Jumlah sampel penyalahguna terpilih sebanyak 2.143 orang (teratur & pecandu). Survei tambahan dilakukan pada kelompok coba pakai dengan metode purposive sampling untuk 403 orang di semua lokasi. Dan studi observasi selama 1 bulan ke depan terhadap 108 orang di 10 provinsi. Terakhir, mengkalkulasi hasil perhitungan antara hasil point 1 dengan point 2 diatas untuk mendapatkan perkiraan biaya kerugian penyalahgunaan narkoba di tahun 2008. Setelah diperoleh nilainya, lalu nilai tersebut di proyeksikan untuk periode tahun 2008-2013 dengan menggunakan berbagai asumsi. Pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam ke berbagai informan (216 orang), terdiri atas: kepolisian (23), penyalahguna/mantan (42), keluarga penyalahguna (39), panti rehabilitasi (28), lembaga swadaya masyarakat (30), petugas lapas (24), dan bandar narkoba (30). Selain itu, dilakukan studi costing di rumah sakit untuk mendapatkan biaya perawatan dan pengobatan bila ada IDU yang sakit karena HIV/AIDS dengan sampel sebanyak 98 pasien. 4.2. Lokasi Studi Lokasi studi di 17 provinsi di Indonesia, yaitu: Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara & Papua. Lokasi di seluruh provinsi tersebut berada di ibukota tiap provinsi. Periode pengumpulan data bulan Agustus sampai Oktober 2008. 4.3. Definisi Operasional Definisi operasional penyalahguna narkoba dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu coba pakai, teratur pakai, dan pecandu. Pecandu dipilah menurut faktor risiko, yaitu pecandu bukan suntik dan pecandu suntik. Definisi penyalahguna coba pakai adalah mereka pernah mengkonsumsi jenis narkoba apapun maksimal sebanyak 5 kali dalam seumur hidupnya. Penyalahguna teratur pakai adalah mereka yang pernah pakai narkoba jenis apapun (selain cara suntik) dimana frekuensi atau jumlah pakai narkoba kurang dari 49 kali dalam 12 bulan lalu sebelum wawancara. Penyalahguna pecandu adalah mereka yang pernah pakai narkoba jenis apapun dengan frekuensi atau jumlah pakai narkoba lebih dari 49 kali dalam 12 bulan lalu sebelum wawancara (pecandu bukan suntik) dan atau pernah menggunakan narkoba dengan cara suntik dalam 12 bulan lalu sebelum wawancara (pecandu suntik).
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 11
4.4. Keterbatasan Studi Berikut adalah keterbatasan dalam studi ini: Perspektif perhitungan biaya studi dari sisi penyalahguna narkoba (klien), bukan dari perspektif pemerintah. Sehingga biaya-biaya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba yang dikeluarkan pemerintah tidak dihitung dalam studi ini. Misalkan, biaya adanya Badan Narkotika Nasional, biaya penyediaan penjara, biaya pengungkapan kasus pihak kepolisian, dan sebagainya.
Biaya ekonomi yang dihitung dalam studi ini pada periode 12 bulan lalu sebelum wawancara, yaitu September 2007 sampai Agustus 2008. Sehingga biaya-biaya yang dihabiskan dan dikeluarkan diluar periode waktu tersebut tidak dihitung. Misalkan pernah melakukan tindakan kriminalitas, pernah dirawat di rumah sakit, atau detoks/rehab dua tahun yang lalu maka tidak dihitung dalam studi ini.
Survei penyalahgunan narkoba dilakukan di 17 provinsi untuk mendapatkan probabilitas perilaku dan biaya satuannya setiap konsekuensi narkoba. Sedangkan laporan studi ini mencerminkan seluruh provinsi (33) di Indonesia. Untuk itu, provinsi yang tidak di survei menggunakan asumsi data dari provinsi terdekat yang di survei sebagai masukan datanya.
5. Hasil 5.1. Perkiraan jumlah penyalahguna narkoba tahun 2008 Perkiraan besaran angka penyalahgunaan narkoba diperoleh dari perhitungan model matematis dengan formulasi berikut: angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dikalikan dengan populasi penduduk berisiko (usia 10-59 tahun). Dimana angka prevalensi penyalahguna dipilah menurut kelompok pelajar/mahasiswa dan kelompok bukan pelajar/mahasiswa per provinsi. Angka prevalensi tersebut diperoleh dari hasil survei narkoba di kelompok pelajar/mahasiswa tahun 2006 dan survei narkoba di rumah tangga tahun 2005. Angka prevalensi dipilah menjadi 3 kategori menurut jenis penyalahgunaan narkoba yaitu coba pakai, teratur pakai, dan pecandu. Di kelompok pecandu dipilah lagi menjadi pecandu suntik dan pecandu bukan suntik. Pengkategorian kelompok tersebut berdasarkan jumlah frekuensi pemakaian dan cara pakainya. Sumber data populasi pelajar diperoleh dari buku saku yang dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006). Sedangkan sumber data populasi penduduk diperoleh dari website yang dikembangkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Australia Nasional University (ANU)1. 1
www.datastatistik-indonesia.com
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 12
Dari hasil kalkulasi diperkirakan jumlah penyalahguna sebanyak 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau sekitar 1,99% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba di tahun 2008. Dari sejumlah penyalahguna tersebut, terdistribusi atas 26% coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik, dan 7% pecandu suntik. Penyalahgunaan narkoba pada kelompok bukan pelajar/mahasiswa (60%) lebih tinggi dibandingkan kelompok pelajar/mahasiswa (40%). Menurut jenis kelamin, lakilaki (88%) jauh lebih besar dari perempuan (12%). Penyalahguna coba pakai lebih banyak di kelompok pelajar (90%), sedangkan pada teratur pakai dan pecandu lebih banyak terjadi di bukan pelajar/mahasiswa. Coba pakai. Jumlah penyalahguna narkoba coba pakai diperkirakan 807ribu – 938ribu orang yang sebagian besar adalah laki-laki (85%). Mereka kebanyakan berasal dari kelompok pelajar (90%), terutama laki-laki. Provinsi yang memiliki kasus terbesar berada di Jawa Timur (15%), Jawa Tengah (15%), Jawa Barat (14%), dan Jakarta (10%). Tabel 2. Perkiraan jumlah penyalahguna narkoba menurut tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia, tahun 2008 Jenis Penyalahguna
Pelajar
Bukan Pelajar
Keseluruhan
Laki
Perempuan
Laki
Perempuan
Laki
Perempuan
Total
minimal
611,898
114,197
70,772
10,950
682,669
125,148
807,817
maksimal
710,538
132,607
82,180
12,716
792,719
145,322
938,041
minimal
294,988
35,281
446,461
53,085
741,448
88,366
829,814
maksimal Pecandu Bukan Suntik
340,971
40,781
516,056
61,359
857,026
102,140
959,166
minimal
133,635
19,578
990,866
113,943
1,124,502
133,520
1,258,022
maksimal Pecandu Suntik
155,075
22,718
1,149,833
132,223
1,304,908
154,941
1,459,850
minimal
39,858
5,422
145,577
27,724
185,435
33,146
218,581
maksimal
46,274
6,294
169,008
32,186
215,282
38,480
253,762
minimal
1,080,379
174,478
1,653,676
205,702
2,734,055
380,180
3,114,234
maksimal
1,252,857
202,400
1,917,078
238,484
3,169,935
440,884
3,610,819
Coba pakai
Teratur pakai
Total Lahgun
Teratur pakai. Jumlah penyalahguna teratur pakai sekitar 829ribu – 959ribu orang yang sebagian besar didominasi oleh laki-laki (89%). Penyalahguna teratur pakai kebanyakan berada pada kelompok bukan pelajar (60%). Penyalahguna teratur pakai paling banyak berada di Jawa Barat (23%), Jawa Timur (18%), dan Jawa Tengah (14%). Pecandu bukan suntik. Pada kelompok pecandu narkoba terdiri atas 2 jenis, yaitu pecandu bukan suntik dan pecandu suntik. Jumlah pecandu bukan suntik
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 13
diperkirakan sebanyak 1,25 juta sampai 1,45 juta orang. Kelompok bukan pelajar/mahasiswa semakin besar proporsinya pada jenis penyalahguna ini mencapai 88%. Dimana pecandu bukan suntik kebanyakan berada di provinsi Jawa Barat (19%) dan Jawa Timur (16%). Pecandu suntik. Pecandu suntik diperkirakan sebanyak 218ribu sampai 253ribu orang. Kejadian pada kelompok bukan pelajar/mahasiswa (79%) lebih tinggi dibandingkan pada pelajar/mahasiswa (21%). Populasi pecandu suntik paling banyak di provinsi DKI Jakarta (14%), Jawa Barat (14%) dan Jawa Timur (13%). Penyalahgunaan narkoba di tingkat provinsi. Ada variasi yang lebar jumlah penyalahguna di tingkat provinsi, dengan kisaran antara 8.700 sampai 604 ribu. Diperkirakan jumlah penyalahguna terbanyak ada di Jawa Barat (18%), Jawa Timur (16%), Jawa Tengah (13%), dan DKI Jakarta (9%). Namun, bila angka penyalahguna tersebut dibagi dengan total populasi penduduk, maka diperoleh angka prevalensi penyalahgunaan narkoba. Angka ini mencerminkan risiko setiap orang untuk terpapar penyalahgunaan narkoba. Gambar 1. Angka absolut dan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba menurut provinsi, 2008 700
4.5
Absolut 600
prevalensi
4 3.5
500
400
2.5
300
2
Prevalensi
Absolut
3
1.5 200 1 100
0.5 0
K
al te B ng a K be al l ba N r S TB ul P ba ap r K ua al se S NA l um D se S Ba l um li ba N r T R T S ia u ul Ja se t l K e ng al ti S m u Irj lut B ab B an a r en te gk n u J a lu ba Ja r S ti La umm m u pu t K ng e S pr S ultr i ul a te G Ja ng or m on bi t M alo M alu al t uk u D IY D K I
0
Ada perbedaan pola antara hasil angka absolut dengan angka prevalensi. Pada angka absolut didominasi oleh provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa, karena jumlah populasi penduduknya jauh lebih besar. Namun, bila dilihat risiko keterpaparannya tidak demikian, kecuali DKI Jakarta. Berikut adalah urutan angka prevalensi terbesar, yaitu DKI Jakarta (4,1%), DI Yogyakarta (2,7%), Maluku (2,6%), Maluku Utara (2,3%), Gorontalo (2,2%), dan Jambi (2,1%). Penduduk yang tinggal di provinsi ini memiliki tingkat keterpaparan terhadap penyalahgunaan narkoba jauh lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya.
5.2. Karateristik penyalahguna Dari hasil survei dikalangan penyalahguna narkoba, diketahui lebih dari separuh responden berada pada kelompok umur 20-29 tahun (68%). Sebagian besar
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 14
penyalahguna adalah laki-laki, hanya 9% dari penyalahguna adalah perempuan, terutama di teratur pakai (12%). Sebagian besar telah menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi (80%), yaitu minimal telah tamat SLTA ke atas, terutama para pecandu suntik. Sekitar seperempat responden berstatus menikah, dimana proporsi terbesar berada di kelompok pecandu suntik. Sekitar seperempat responden tidak bekerja. Mereka yang berstatus mahasiswa/pelajar sebanyak 28%, sedangkan yang mengaku bekerja kebanyakan adalah pegawai swasta (15%) dan wiraswasta/ pedagang (12%). Pecandu suntik kebanyakan berstatus tidak bekerja (34%). Sedangkan pada teratur pakai dan pecandu bukan suntik kebanyakan mahasiswa (32% dan 24%). Lebih dari separuh responden mengaku masih tinggal bersama orangtuanya (58%) dan sekitar seperempatnya tinggal di rumah kost atau kontrakan. Pecandu suntik lebih banyak yang tinggal bersama orangtuanya (64%) dibandingkan jenis penyalahguna lainnya.
5.3. Perilaku dan konsekuensi akibat narkoba Dari hasil survei dikalangan penyalahguna diketahui beberapa perilaku penyalahguna sebagai berikut: Merokok dan alkohol. Hampir seluruh responden pernah merokok (99%), dan mereka yang masih aktif merokok dalam setahun terakhir sebanyak 95%. Demikian pula dengan minum alkohol. Ada sekitar 93% dari responden yang pernah minum alkohol. Dalam setahun terakhir, mereka yang masih minum alkohol sebanyak 81%. Riwayat dan pola konsumsi narkoba. Umur pertama kali pakai narkoba kebanyakan usia 16-18 tahun (41%) atau setara dengan mereka yang sedang menempuh pendidikan di jenjang SLTA. Ganja (66%) dan obat penenang/barbiturat (21%) adalah jenis narkoba yang paling banyak dipakai pertama kali oleh responden. Alasan yang diungkapkan pakai narkoba karena ingin coba-coba, pengaruh pergaulan, kurangnya informasi tentang narkoba dan kurangnya pengawasan orang tua. “...pertamanya pergaulan sih.. orang kalo ga kenal gituan ga keren tuh.. ga macho, ga laki kata orang kan.. jadi coba-coba, ee ternyata enak.. fly, stokun, pokoknya cocok ni..namanya pil BK itu, kan nambah metal tu, jadi berani, berani abis...”(PN-9.3.05.2.P1). “Kurangnya perhatian, tapi dalam tanda kutip perhatian dah cukup, cuma saya sibuk kerja, awalnya gitu aja deh.. rumah tangga saya gak harmonis sama suami. Suami di Bandung, saya di Jakarta. Bisa kumpul sebagai 1 keluarga itu gak ada. Jadi saya sibuk kerja, Feri butuh uang saya kasih, jadi pengawasan saya kurang, terus pergaulan, nah itu lah akhirnya jadi begitu” (KPN-1.1.03.2.P2).
Ganja (92%), Shabu (64%), Ekstasi (54%), obat penenang/barbiturat (52%), dan putau bubuk (32%) adalah jenis narkoba yang paling populer dipakai dikalangan responden. Jika dilihat dari jenis penyalahguna, ada perbedaan jenis narkoba yang populer dikalangan mereka, kecuali ganja. Misalkan, di pecandu suntik adalah putau bubuk, Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 15
di pecandu bukan suntik & teratur pakai adalah shabu. Sekitar 83% dari responden pernah memakai lebih dari satu jenis narkoba (poly drugs). Para pecandu suntik (98%) lebih tinggi yang melakukan “poly drugs”, dibandingkan pecandu bukan suntik dan teratur pakai (78%). Ganja (71%) masih tetap paling banyak disebut dalam pemakaian narkoba setahun terakhir. Jenis narkoba lainnya adalah shabu (38%), ekstasi (30%), obat penenang (28%), putau bubuk (15%) dan methadon (13%). Sayangnya, lebih dari separuh (61%) responden masih mempraktekan penggunaan narkoba lebih dari satu jenis (poly drugs), terutama para pecandu suntik (87%) dalam setahun terakhir. “...jenis narkoba yang pernah dipakai pil hypnoril, lexotan, ganja, putaw, shabu. Menurutku yang paling mahal shabu, tapi efeknya paling enak putaw” (PN-1.1.10.2.P3). “Obat-obatan seperti Sanax, Camlet, Cimeng, Putaw, Subutex. Semua masih dipake saat ini. Dari semua yang pernah dipake paling enak putaw Duh enak banget, susah euy, heueuh, enak banget aja deh kayak di surga” (BD-1.3.08.2.P1).
Ada perbedaan banyaknya jumlah konsumsi narkoba, dimana pecandu suntik paling banyak frekuensi pakai narkobanya. Lihat, perbandingkan median frekuensi pakai antara pecandu suntik (720 kali pemakaian) dengan teratur pakai (20 kali pemakaian) dalam setahun terakhir. Lebih dari separuh penyalahguna telah diketahui statusnya sebagai penyalahguna narkoba oleh pihak keluarga (53%). Bahkan, 80% dari pecandu suntik telah diketahui oleh keluarganya, namun tidak untuk kelompok teratur pakai (36%). Tidak hanya itu, ternyata ada sekitar sepertiga (33%) dari anggota keluarga responden juga penyalahguna narkoba. Dari hasil identifikasi pada kelompok pecandu suntik, pada umumnya keluarga mereka baru mengetahui ada anggota keluarganya yang menyalahgunakan narkoba setelah ada kejadian tertentu seperti tertangkap polisi, over dosis, dan sakit. Informasi tersebut bagi pihak anggota keluarga sebenarnya sudah terlambat karena rata-rata mereka sudah pakai narkoba lebih dari 5 tahun. Bahkan ada sebagian dari informan yang menyatakan bahwa mereka baru tahu anaknya pakai setelah teridentifikasi mengidap HIV/AIDS. “Saya mulai tahu dia pake narkoba sekitar tahun 2004..karena dia pada saat itu dia ketangkep.. ternyata emang sudah target, sebagai pemakai di sekitar sini...” (KPN7.3.05.2.P2). “Saya tidak tahu pasti, tapi saya mengetahuinya pada saat dia sedang sakit di RS itu.Waktu diambil sampel darahnya utk keperluan pemeriksaan golongan darah,dari situlah saya baru mengetahui jika dia adlh pemakai” (KPN-4.3.01.2.P4).
Seks dan Narkoba. Sekitar 85% dari responden pernah melakukan hubungan seks, dengan median usia pertama kali umur 17 tahun. Pecandu suntik (92%) lebih banyak yang pernah melakukan hubungan seks dibandingkan kelompok lainnya. Dalam setahun terakhir, mereka yang pernah berhubungan seks sekitar 73%.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 16
Dari mereka yang pernah berhubungan seks, sekitar 1 dari 10 orang pernah melakukan hubungan seks demi mendapatkan narkoba, dimana kebanyakan dilakukan oleh laki-laki (80%), terutama para pecandu suntik. Sayangnya hampir separuh dari responden ketika berhubungan seks tidak pernah pakai kondom dalam setahun terakhir. Hanya sekitar 9% saja yang selalu pakai kondom. Narkoba dianggap dapat meningkatkan libido untuk berhubungan seks. Paling tidak ada 3 jenis narkoba yang banyak disebut terkait dengan hal itu, yaitu shabu (40%), ganja (36%) dan ekstasi (32%). Penyalahguna narkoba suntik. Ada sekitar sepertiga dari responden yang mengaku sebagai pecandu suntik. Prevalensi yang pernah pakai narkoba suntik lebih tinggi pada laki-laki (35%) dibandingkan perempuan (26%). Tidak ada perbedaan median umur pertama kali pakai narkoba suntik antara laki-laki dan perempuan, yaitu 19 tahun. Namun, laki-laki lebih lama sebagai penyalahguna narkoba suntik yang digunakan secara teratur, dengan nilai median 60 bulan, sedangkan perempuan 42 bulan. Saat ini ada dua jenis zat/narkoba yang paling banyak disuntikan ke dalam tubuh, yaitu putau bubuk dan subutek. Tidak ada perbedaan jenis narkoba yang disuntikan antara laki-laki dan perempuan. Angka prevalensi pakai narkoba suntik pada perempuan (69%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (62%) dalam setahun terakhir. Dengan median frekuensi pemakaian narkoba suntik sama besar, yaitu 1 kali dalam sehari. Dengan frekuensi pemakaian jarum suntik baru pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dengan median jumlah jarum suntik baru sebanyak 15 dan 10 buah per bulan. Kejadian penyakit dikalangan penyalahguna. Sekitar tiga per empat responden (76%) mengaku punya keluhan masalah kesehatan. Ada 5 keluhan yang banyak diungkapkan, yaitu: rasa mual (45%), selera makan berkurang (48%), rasa sesak pada dada (43%), rasa sakit pada ulu hati (36%), dan rasa lelah (fatigue) berkepanjangan (35%). Dari mereka yang punya keluhan, sekitar 37% melakukan pengobatan sendiri dengan cara membeli obat medis/modern (71%). Selain itu, ada sebanyak 24% yang melakukan rawat jalan dan 3% yang harus menjalani rawat inap. Mereka yang melakukan rawat jalan, kebanyakan pergi ke praktek dokter (43%), rumah sakit pemerintah (27%), dan puskesmas (22%). Sedangkan mereka yang dirawat inap, kebanyakan di RS pemerintah. Para informan pergi berobat ke dokter setelah merasakan gejala penyakitnya bertambah parah. Hampir sebagian besar informan menyatakan seringkali mereka kurang memperhatikan gejala-gejala penyakit yang dirasakan dan malas untuk berobat ke dokter. Bagi penyalahguna lebih memilih uangnya untuk membeli narkoba dari pada untuk biaya pengobatan.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 17
“Gua sering demam-demam tapi gua biarin aja. Gua pernah satu hari, kuku kuning dan badan gua kuning semua. Gua biarin cuma berobat ke HERNA tapi belum dibilang itu HEP C. Karena udah kronis, akhirnya gue jalan aja udah ga bisa, kalau jalan maunya pipis terus. Akhirnya september tahun 2000 , Bokap jemput kekosan gua, dia bawa gua kesalah satu dokter”H”. Selanjutnya, gua dibawa kepanti rehabilitasi, trus malamnya gua dibawa konseling, trus gua langsung masuk herna, trus gua langsung detoksikasi. Pertengahan bulan gua dipanggil lagi sama dokter dan ada orang tua. Gua dikasih tahu untuk saat ini tidak ada virus HIV, tapi HEP C ada, dan itu sudah bisa dibilang stadium tinggi,dan nyokap gua nangis...” (PN-5.1.02.6.P13). “....jadi sejak tahu status, gue dibantu LSM. Setelah positif dua tahun kemudian minum ARV. Ambilnya di klinik Teratai di RSHS. Kebetulan anak gue juga uda minum ARV. Kalau untuk orang dewasa Rp.20 ribu, kalau anak-anak Rp.80 ribu tiap bulan” (PN-1.1.08.6.P13).
Hampir separuh dari responden yang menanggung biaya pengobatan tersebut adalah pihak keluarga (49%) dan pihak responden sendiri (48%). Ditemukan ada sebanyak 9% biaya pengobatan ditanggung oleh kartu/SKTM/Jamkesmas, terutama para pecandu suntik (15%). Lebih dari separuh responden (60%) menyatakan diantar oleh orang lain ketika berobat rawat jalan, tetapi orang lain yang menemani responden saat dirawat inap lebih rendah (13%). Kejadian overdosis. Ada sekitar 1 dari 10 responden penyalahguna pernah mengalami overdosis. Bahkan di kelompok pecandu suntik kejadian overdosis jauh lebih tinggi, yaitu 1 dari 4 responden (28%). Namun, mereka yang pernah mengalami kejadian overdosis dalam setahun terakhir sangat rendah (2%). Ketika terjadi overdosis, lebih dari separuh responden menyatakan tindakan yang dilakukan adalah ditolong atau dirawat oleh teman (55%). Namun, ada sekitar 20% yang menyatakan didiamkan saja, terutama di kelompok teratur dan pecandu bukan suntik. Separuh responden pecandu suntik menyatakan tindakan yang dilakukan adalah perawatan medis (52%). Detoksifikasi & Rehabilitasi. Ada sekitar 8% dari responden yang pernah minimal melakukan satu kali tindakan detoksifikasi ataupun rehabilitasi, dan hanya 2% yang pernah melakukannya sebanyak 2 kali. Secara detail, mereka yang pernah detoksifikasi sebanyak 5%, dan 0,7% dilakukan setahun terakhir. Sedangkan mereka yang pernah rehabilitasi sebanyak 8%, dan 2% dilakukan setahun terakhir. Sedangkan yang pernah melakukan tindakan keduanya sebanyak 2%. Data ini memperlihatkan masih sangat rendahnya akses layanan untuk detoksifikasi maupun rehabilitasi, yang disebabkan ketiadaan akses layanan, ketidaktahuan dari responden, ataupun ketidakmampuan membayar layanan tersebut. Upaya pengobatan sendiri untuk bebas dari ketergantungan narkoba. Dalam upaya berhenti dari kecanduan narkoba, para responden telah berupaya melakukan pengobatan sendiri, misalkan pasang badan, membeli obat bebas, dan sebagainya. Hampir sepertiga dari responden pernah melakukan upaya tersebut, dan kebanyakan dilakukan oleh para pecandu suntik (61%). Bahkan masih ada sekitar 15% yang melakukan upaya tersebut dengan frekuensi sebanyak 6 kali pada tahun lalu. Bagi sebagian penyalahguna menganggap dengan pasang badan bisa lebih efektif untuk lepas dari ketergantungan narkoba dibanding jenis pengobatan lainnya, karena dalam upaya tersebut didasari atas kesadaran sendiri.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 18
“waduh.. lo bayangin, gua itu berhentinya mendadak.. karena bini aku udah bunting 4 bulan.. aku ga pengen anak aku ini cacat kan.. jadi terpaksa aku berhenti total.. pake ganja tuh berhentinya tu.. kaya yang tadi gua ceritain kan.. itu waktu orang kedinginan gua kepanasan.. janm 12-1 malam gua mandi, berak ampe keluar darah..mimisan.. bayangin orang kepanasan jam 12 siang gua kedinginan.. ngegigill.. urat-urat ini kaya di isi jarum kalo mo tahu.. saaakit badan gua.. kalo bisa milih, enakan digebuki orang dari pada gua nahan sakau.. tuh, nah, kalo ga nge-boti pala gua migraine.. itu aja..” (PN9.3.05.2.P1).
Tindak Kriminalitas. Berdasarkan pengakuan, tidak seluruh responden pernah melakukan tindak kriminalitas, misalkan mencuri ataupun merampok. Hanya 38% yang pernah melakukan tindak kriminal tersebut. Kebanyakan yang pernah melakukan tindakan tersebut para pecandu suntik (58%), bandingkan dengan teratur pakai hanya 15%. Tindak kriminalitas tersebut masih terus dilakukan dalam setahun terakhir (13%). “...pernah, ngebobol brangkas bokap.. ngambil duit 325 juta.” (PN-8.3.05.4.P9). “Kalau jual motor diem- diem kalau pekarangan ibu sudah meninggal dapat tiga tahun ada surat- suratnya saya bilang kebapak ini pekarangan pingin saya jual tapi sempet kurang boleh tapi karena dibawah pengaruh obat itu jadi nekat aja udah hilang langsung laku” (PN-10.1.11.4.P9).
Kebanyakan tindak kriminalitas tersebut dilakukan di tingkat keluarga (66%), terutama pada kelompok teratur pakai (80%). Namun, tindak kriminalitas pada orang lain lebih banyak dilakukan oleh para pecandu suntik (28%). Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas. Lebih dari sepertiga responden (35%) pernah mengalami kecelakaan lalu lintas, terutama dikalangan pecandu. Namun mereka yang mengalami kejadian tersebut sekitar 17% dengan median jumlah kecelakaan sebanyak 1 kali pada tahun lalu. Penangkapan Oleh Pihak Kepolisian. Satu dari 5 penyalahguna pernah ditangkap pihak kepolisian terkait urusan narkoba. Hampir separuh responden tersebut adalah para pecandu suntik (47%). Dalam tahun lalu, hanya ada 1 dari 20 penyalahguna yang tertangkap pihak kepolisian, dengan median frekuensi tertangkap sebanyak 1 kali. Pengalaman di Penjara. Ada satu dari 10 penyalahguna (13%) yang pernah dipenjara terkait dengan narkoba. Hampir sepertiganya (31%) adalah pecandu suntik. Pada tahun lalu, masih ada sebanyak 3% dari penyalahguna yang dipenjara. Aktivitas Pribadi Terganggu. Penyalahguna mengakui ada aktivitas yang terganggu akibat mengkonsumsi narkoba, misalkan tidak sekolah atau bekerja. Mereka yang mengakui hal ini ada sebanyak 41%, terutama di pecandu suntik. Ditemukan masih ada 26% dari responden yang merasa aktivitasnya terganggu setelah mengkonsumsi narkoba dalam tahun lalu. “Ya mengganggu! jadi banyak yang terbengkelai, males bangun tidur, proyek (order) pada mundur. Tanggung jawab jadi kurang, terus meremehkan” (PN-8.2.09.3.P7).
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 19
“Dulu otomatis mbak. Jadi malesan. Karena beda, saat aku ada dilingkungan mereka, di luar lingkungan sekolah.... eh... ngaruh banget mbak. Jadi dulu aku SMP itu selalu ranking. Ranking 2, Ranking 3, Aku kelas 2 pindah sekolah udah kenal itu. Langsung... Ranking juga 2 dan 3 juga, tapi dari belakang. Ngaruh banget..” (PN-3.1.10.3.P7).
Teman responden yang pakai dan mati karena narkoba. Jejaring penyalahguna narkoba perlu diketahui, salah satunya dengan menanyakan jumlah teman sesama pemakai narkoba. Nilai median jumlah teman sesama pengguna yang masih hidup sebanyak 10 orang. Teman pecandu suntik lebih sedikit dibandingkan pecandu lainnya. Ditanyakan pula teman sesama penyalahguna yang meninggal dunia terkait narkoba dalam tahun lalu. Jumlah median teman narkoba yang meninggal ada sebanyak 3 orang. Teman yang meninggal tersebut kebanyakan laki-laki (93%), dengan median umur 27 tahun. Dengan informasi data tersebut, diketahui angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba diperkirakan sebesar 5% per tahun. Dengan tingkat kematian teman dikalangan pecandu suntik sebesar 15%, sedangkan dikelompok pecandu bukan suntik 3% dan teratur pakai 1%. Dengan menggunakan angka persentase tersebut per provinsi, diperkirakan jumlah penyalahguna yang mati ada sebanyak 14.894 orang pada tahun lalu. Penyebarluasan narkoba & harga pasaran. Hampir sepertiga (31%) dari responden pernah menjual narkoba, terutama para pecandu suntik (46%). Namun, mereka yang mempraktekan menjual narkoba dalam setahun terakhir telah jauh berkurang hanya 8%. Selain itu, ada 1 dari 10 responden (11%) pernah mempraktekan sebagai kurir narkoba, terutama para penyalahguna suntik. Dalam upaya mencari penyalahguna baru, sekitar separuh responden (52%) pernah menawarkan narkoba ke orang lain, terutama para pecandu bukan suntik (57%). “Frekuensi makai putaw 3-4 kali sehari. Biasanya beli 1 gram untuk 3 hari. Beli segitu sekaligus jualin kalau ada teman yang mau, lumayan buat nambahin beli” (PN-1.2.08.2.P1).
Tabel 3. Rata-rata harga pasaran jenis narkoba (dalam rupiah)
Harga pasaran narkoba bervariasi antar daerah, misalkan ganja di Jenis Narkoba Satuan Harga pasaran (Rp) Medan 1 paket Rp.5000, sedangkan Ganja 1 paket 15,000 di Bali Rp. 50.000. Harga pasaran Hasish 1 paket 37,500 secara rerata dapat dilihat pada tabel Kokain 1 paket 200,000 3. Peredaran narkoba tidak lagi Shabu 1 paket 200,000 terfokus di tempat-tempat hiburan Ekstasi 1 butir 137,500 tetapi sudah bergeser ke tempat lain Heroin 1 paket 100,000 seperti perkampungan, rumah Putau bubuk 1 paket 100,000 Putai cair 1 paket 150,000 penduduk, tempat kos dan lokasi lain Methadon 1 gelas 5,000 yang kurang mendapat perhatian dari Subutex 2 mili 26,250 pihak kepolisian. Di beberapa kota studi mulai terlihat peredaran narkoba di pemukiman kumuh. Tempat transaksi sering kali di tempat ramai atau di jalanan umum. Ada juga yang memanfaatkan tempat orang hajatan, terutama bila ada acara organ tunggal yang memutar house music. Selain itu, apotik/toko obat dapat dijadikan sumber mendapatkan narkoba racikan, seperti pengakuan salah seorang bandar.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 20
“Sama di sini nich di daerah “X” ada Apotik “Y”. Apotik itu nakal. Tidak dengan resep dokter aja bisa keluar. Tapi saya pernah dengar issue, hal itu sengaja dibiarkan saja” (BD2.2.10.3.P3).
5.4. Biaya satuan konsekuensi penyalahgunaan narkoba 5.4.1. Biaya satuan konsekuensi narkoba per orang per tahun Biaya satuan (unit cost) dari konsekuensi narkoba per orang per tahun diperoleh dari hasil wawancara dengan para penyalahguna narkoba. Gambaran hasilnya adalah sebagai berikut: Biaya pengobatan dipilah menjadi rawat jalan dan rawat inap. Hasil studi costing di salah satu rumah sakit pemerintah di Jawa Timur menemukan bahwa secara rerata, median biaya pengobatan rawat inap sekitar Rp.4,2 juta per orang, dengan rentang antara Rp.1 juta sampai Rp.15,9 juta per orang. Semakin banyak gejala yang dialami oleh ODHA maka beban biaya pengobatannya semakin mahal. Bandingkan, mereka yang punya 1-3 gejala hanya sekitar Rp.3,7 juta sedangkan yang memiliki lebih dari 5 gejala sebesar Rp.5,5 juta per orang. Demikian juga dengan lama hari perawatan, semakin lama tinggal di rumah sakit maka beban biaya yang harus ditanggung semakin mahal. Sedangkan median biaya pasien rawat jalan sekitar Rp.380ribu per orang per tahun, dengan rentang biaya antara Rp.73ribu sampai Rp.763ribu per tahun. Sumber pembiayaan selama di rumah sakit sekitar 48% berasal dari pemerintah melalui program Askeskin. Hasil survei dikalangan penyalahguna, menemukan rerata besar biaya untuk rawat jalan sebesar Rp. 1,4 juta dan rawat inap sebesar Rp 5,1 juta . Biaya rawat jalan pecandu suntik lebih besar dibandingkan penyalahguna lainnya. Demikian juga dengan biaya rawat inap. Biaya satuan penanganan overdosis sekitar Rp.500ribu per orang per tahun. Para pecandu narkoba suntik lebih banyak mengeluarkan biaya overdosis dibandingkan penyalahguna lainnya. Biaya detoksifikasi & rehabilitasi lebih mahal dibandingkan overdosis. Biaya detoks dan rehab memiliki kisaran sekitar Rp.3,8 juta sampai Rp.5,7 juta per orang per tahun. Sedangkan biaya pengobatan sendiri agar terbebas dari narkoba sekitar Rp.98ribu per orang per tahun. Biaya untuk pengobatan sendiri untuk pecandu suntik lebih mahal. Biaya satuan kejadian akibat kecelakaan sekitar Rp.2,8 juta per tahun per orang, terutama dikalangan pecandu suntik mencapai Rp.10,8 juta, sedangkan teratur pakai hanya Rp.514 ribu per orang per tahun. Biaya satuan terkait urusan dengan pihak kepolisian akibat tertangkap diperkirakan sebesar Rp.8,3 juta per orang. Pecandu bukan suntik harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan kelompok penyalahguna lainnya.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 21
Namun, bila urusan telah sampai ke tingkat penjara maka biaya yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar lagi. Dibutuhkan paling tidak sebanyak Rp.16,7 juta per orang per tahun terkait dengan urusan penjara ini. Pecandu bukan suntik harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan pecandu suntik. Akibat pemakaian narkoba, diakui ada aktivitas yang seharusnya dipergunakan untuk kegiatan produktif menjadi tidak. Akibatnya, kerugian biaya yang ditimbulkan sekitar Rp.362 ribu per orang per tahun. Pecandu suntik mengakui lebih banyak terganggu aktivitasnya dibandingkan penyalahguna lainnya. Biaya kerugian akibat waktu produktivitas yang hilang (loss productivity) akibat hilangnya waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan produktif menjadi tidak. Biaya ini diukur dari orang lain yang menenami responden karena sakit, detoks/rehab, kecelakaan, urusan dengan kepolisian, dan penjara. Nilai waktu yang hilang dikonversi menjadi biaya kerugian dengan asumsi upah minimum regional per provinsi. Kerugian biaya produktivitas akibat sakit terdiri atas rawat jalan sebesar Rp.203 ribu dan rawat inap Rp.2,8 juta, terutama dikalangan penyalahguna suntik. Kerugian biaya akibat overdosis jauh lebih kecil dibandingkan biaya detoksifikasi. Kerugian biaya satuan detoksifikasi sekitar Rp.2,4 juta per orang. Sedangkan biaya kerugian akibat tindakan kriminalitas lebih tinggi terjadi di keluarga sendiri dibandingkan kejadian di orang lain. Mereka yang melakukan tindakan kriminalitas di pecandu suntik lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya, terutama barang yang diambil/dicuri di keluarganya. Kerugian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai Rp.14 juta per orang per tahun. Kerugian kecelakaan jauh lebih besar terjadi di kelompok pecandu dibandingkan teratur pakai. Demikian pula, terkait urusan dengan aparat penegak hukum. Biaya yang dikeluarkan lebih besar ketika kejadiannya telah sampai di penjara dibandingkan ketika masih ditingkat kepolisian, dimana biaya yang harus dikeluarkan hampir 6 kali lipatnya. 5.4.2. Biaya konsumsi narkoba per orang per tahun Biaya satuan median konsumsi narkoba diperkirakan sebesar Rp.5,1 juta per orang per tahun. Semakin berat tingkat kecanduan narkoba, maka biaya satuan konsumsi semakin besar, dimana pecandu suntik menghabiskan median biaya Rp.20,4 juta per orang per tahun, dibandingkan kelompok lainnya (teratur Rp.950ribu; pecandu bukan suntik Rp.5,2juta). Pada kelompok teratur pakai biaya terbesar dihabiskan untuk membeli putau bubuk (Rp.2juta) dan shabu sebesar Rp.1,9 juta per orang per tahun. Shabu hampir ditemukan di lokasi studi yang disurvei, kecuali papua.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 22
Tabel 4. Total biaya satuan konsumsi narkoba per orang per tahun menurut jenis penyalahguna dan narkoba, 2009 (median) Jenis narkoba GANJA HASHIS KOKAIN SHABU EKSTASI HEROIN PUTAU BUBUK PUTAU CAIR METHADON SUBUTEK BARBITURAT LSD KECUBUNG INHALAN
Teratur 180.000 37.500 1.920.000 1.470.000 50.000
Pecandu non Suntik 1.800.000 600.000 360.000 5.100.000 5.100.000 3.742.500
Pecandu Suntik 1.500.000 2.400.000 1.440.000 3.600.000 1.860.000 7.668.750
Pecandu 1.800.000 1.200.000 606.154 5.100.000 3.600.000 6.885.000
2.000.004 60.000 110.000 100.000 24.000
8.330.009 1.800.000 9.225.000 1.800.000 400.000 100.000 28.800
18.000.000 1.800.000 1.800.000 9.450.000 1.800.000 840.000 600.000 28.800
18.000.000 1.800.000 1.800.000 9.450.000 1.800.000 624.000 102.000 28.800
Pada kelompok pecandu bukan suntik biaya konsumsi narkoba kebanyakan dihabiskan untuk membeli subutek. mencapai Rp.9,2 juta per tahun per orang. Konsumsi subutek tertinggi ditemukan di Jawa Timur. Jenis narkoba yang juga banyak dibeli adalah putau bubuk, shabu, dan ekstasi.
Putau bubuk banyak dikonsumsi oleh para pecandu suntik, dengan nilai median konsumsi Rp.18 juta per orang per tahun. Penyalahguna di Bali paling banyak mengeluarkan biaya pembelian putau bubuk dibandingkan provinsi lainnya. Sedangkan jenis narkoba lain tidak terlalu besar transaksinya, kecuali subutek, shabu, dan heroin murni.
5.5. Biaya ekonomi penyalahgunaan narkoba Dalam konteks penghitungan estimasi kerugian biaya ini, istilah yang dipakai adalah biaya ekonomi. Biaya ekonomi yang dimaksud adalah biaya individual (private) dan biaya sosial. Biaya individual adalah beban biaya yang melekat pada penyalahguna narkoba, termasuk biaya konsumsi narkoba. Biaya sosial adalah beban biaya akibat konsekuensi penyalahgunaan narkoba yang secara tidak langsung berdampak pada masyarakat. Definisi tersebut lebih merujuk pada definisi yang dibuat oleh Markandya dan Pearce (1989). Estimasi kerugian biaya ekonomi akibat narkoba tahun 2008 lebih tinggi sekitar 37% dibandingkan tahun 2004 (gambar 2). Total kerugian biaya ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba ditaksir sekitar Rp.32,4 trilyun pada tahun 2008. yang terdiri dari Rp. 26,5 trilyun kerugian biaya pribadi (private) dan Rp. 5,9 trilyun adalah biaya sosial. Pada biaya private, sebagian besar (58%) digunakan untuk biaya konsumsi narkoba. Sedangkan pada biaya sosial sebagian besar (66%) diperuntukan untuk kerugian biaya akibat kematian karena narkoba (premature death). Provinsi Jawa Timur memiliki kerugian biaya ekonomi akibat narkoba terbesar, mencapai Rp.5,95 trilyun, diikuti Jawa Tengah dan Jawa Barat di tahun 2008. Sedangkan kerugian biaya ekonomi terendah di provinsi Irian Jaya Barat, sekitar
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 23
Rp.45,9 milyar. Detail besar kerugian ekonomi tiap provinsi dapat dilihat pada lampiran. Biaya individual (private). Biaya individual adalah beban biaya yang melekat pada penyalahguna 35.0 32.4 narkoba. Yang termasuk biaya ini 30.0 adalah konsumsi narkoba, biaya 23.6 25.0 perawatan & pengobatan karena sakit akibat narkoba, biaya bila 20.0 2004 terjadi overdosis, biaya 2008 15.0 melakukan detoksifikasi & 10.0 rehabilitasi, biaya untuk 5.0 melakukan pengobatan sendiri dalam upaya penghentian 0.0 2004 2008 narkoba, biaya yang terjadi akibat Tahun kecelakaan lalu-lintas, biaya yang diperlukan terkait urusan ketika tertangkap pihak kepolisian karena narkoba, biaya yang dikeluarkan karena dipenjara, biaya produktivitas yang hilang akibat pemakaian narkoba sehingga responden tidak bisa bekerja/sekolah. Total biaya (dalam Trilyun Rp)
Gambar 2. Kecenderungan total kerugian biaya ekonomi akibat narkoba tahun 2004 dan 2008
Total kerugian biaya individual akibat penyalahgunaan narkoba sekitar Rp.26,5 trilyun pada tahun 2008. Dari semua komponen biaya prívate, kontribusi terbesar berasal dari biaya konsumsi narkoba, yaitu sekitar Rp.15,4 trilyun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2004 (Rp.11,3 trilyun). Jenis narkoba yang banyak diperjualbelikan dikalangan penyalahguna narkoba adalah shabu-shabu (36%), ganja (15%), putau bubuk (15%), dan ekstasi (13%). Potensial peredaran narkoba terbesar berada di Jawa Timur, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Biaya sosial. Biaya sosial adalah beban biaya akibat konsekuensi penyalahgunaan narkoba yang secara tidak langsung berdampak pada masyarakat. Dikarenakan studi ini menggunakan pendekatan perspektif klien, maka sebagian besar biaya yang dikalkulasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh orang lain yang terkait dengan responden, yaitu dengan mengukur tingkat biaya produktivitas yang hilang (loss productivity) dari waktu & biaya dari orang lain tersebut akibat menemani atau menunggu responden. Untuk menghitung biaya satuannya digunakan pendekatan upah minimum regional (UMR) per provinsi.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 24
Tabel 5. Total Kerugian ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba di Indonesia. 2008 Komponen kerugian Konsumsi Narkoba Pengobatan sakit Overdosis detoks & rehab pengobatan sendiri Kecelakaan tertangkap polisi Penjara aktivitas terganggu Total biaya private
Total (Rp) 15.376.071.393.974 7.743.243.229.912 22.123.798.254 1.094.518.714.023 19.688.477.665 323.219.574.063 882.602.464.266 839.813.127.416 188.704.874.626 26.489.985.654.199
% 47.4 23.9 0.1 3.4 0.1 1.0 2.7 2.6 0.6 81.6
Loss productivity Pengobatan sakit Overdosis detoks & rehab Kecelakaan tertangkap polisi Penjara premature death tindak kriminalitas Total biaya sosial Total kerugian ekonomi
227.450.165.997 8.453.721.275 59.035.729.799 722.714.663.998 680.423.715.620 45.734.532.068 3.957.060.471.813 252.656.682.237 5.953.529.682.806 32.443.515.337.005
0.7 0.0 0.2 2.2 2.1 0.1 12.2 0.8 18.4 100
Secara detail komponen biaya sosial terdiri dari biaya produktivitas yang hilang karena menunggu responden sakit, ketika overdosis, ketika detoksifikasi & rehabilitasi, ketika terjadi kecelakaan ketika berurusan dengan pihak kepolisian, ketika berurusan dengan pihak penjara, ketika terjadi kematian akibat narkoba (premature death) dan tindakan kriminalitas.
Biaya sosial secara garis besar dapat dipilah menjadi 3 bagian, yaitu biaya kriminalitas, biaya hilangnya waktu produktivitas, dan biaya kematian karena narkoba. Total kerugian biaya sosial diperkirakan sekitar Rp.5,9 trilyun di tahun 2008. Kontribusi biaya terbesar akibat kematian karena narkoba (premature death) sebesar 48%. Dari aspek kerugian hilangnya waktu produktivitas proporsi terbesar akibat kecelakaan lalu lintas.
6. Proyeksi Jumlah Penyalahguna dan Kerugian Ekonomi Akibat Narkoba sampai 2013 6.1. Proyeksi jumlah penyalahguna narkoba sampai 2013 Dalam melakukan proyeksi untuk angka prevalensi. maka mempertimbangkan dua asumsi, yaitu perkiraan pertumbuhan penduduk per tahunnya dan perkiraan kenaikan angka prevalensi penyalahguna per tahunnya. Periode proyeksi dilakukan untuk 5 tahun ke depan, dari 2008 sampai 2013. Perkiraan jumlah populasi penyalahguna narkoba. Perkiraan jumlah populasi penduduk per tahun diperoleh dari pihak BPS & ANU yang dipublikasikan dalam www.datastatistik-indonesia.com. Data populasi yang dianalisis adalah populasi berisiko penyalahguna narkoba diasumsikan mereka berada pada kelompok umur 10-59 tahun. Selanjutnya, data populasi tersebut dipilah menurut kelompok pelajar/mahasiswa dan kelompok bukan pelajar/mahasiswa. Data populasi pelajar/mahsiswa diperoleh dari Depdiknas (2006). Untuk proyeksi, populasi pelajar/mahasiswa dilakukan analisis regresi linier dengan persamaan y = -17,47 + 0,46x (dimana x, adalah tahun).
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 25
Angka prevalensi penyalahguna narkoba. Di setiap kelompok populasi, angka prevalensi penyalahguna dibagi menurut jenis penyalahguna, yaitu coba pakai, teratur pakai, dan pecandu (bukan suntik dan suntik). Asumsi proyeksi angka prevalensi untuk tahun-tahun berikutnya mempertimbangkan tingkat kenaikan angka penyalahguna per tahun menurut tiap kelompok dikurangi angka kematian. Di kelompok pelajar/mahasiswa, angka kenaikan diperoleh dengan melihat selisih kenaikan persentase angka hasil survei pelajar/mahasiswa tahun 2003 (3,9%) dengan angka survei pelajar/mahasiswa tahun 2006 (5,3%). Dengan demikian, diperkirakan angka kenaikan narkoba dikalangan pelajar/mahasiswa per tahun sebesar 0,47 per tahun. Hasil proyeksi angka prevalensi penyalahguna narkoba pada tabel 6. Di kelompok bukan Tabel 6. Proyeksi angka prevalensi penyalahguna narkoba per tahun menurut jenis penyalahguna dan kelompok penyalahguna narkoba pelajar/mahasiswa di Indonesia. 2008-2013 untuk kenaikan angka 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 prevalensi per tahun Kelompok pelajar/mahasiswa coba pakai 3.74 4.01 4.28 4.55 4.82 5.09 dengan cara teratur 1.70 1.82 1.94 2.06 2.19 2.31 membandingkan dua pecandu 1.02 1.10 1.17 1.24 1.32 1.39 buah laporan World pecandu bukan suntik 0.79 0.85 0.90 0.96 1.02 1.07 pecandu suntik 0.23 0.25 0.27 0.28 0.30 0.32 Drugs Report (WDR) total 6.46 6.93 7.39 7.86 8.33 8.79 antara tahun Kelompok Bukan pelajar/mahasiswa 2005/2006 (yang coba pakai 0.06 0.06 0.06 0.07 0.07 0.07 teratur 0.36 0.38 0.39 0.41 0.42 0.44 dipublikasikan tahun pecandu 0.93 0.97 1.01 1.05 1.09 1.13 2007) dengan WDR pecandu bukan suntik 0.80 0.84 0.87 0.91 0.94 0.98 tahun 2006/2007 pecandu suntik 0.13 0.13 0.14 0.14 0.15 0.15 total 1.35 1.41 1.46 1.52 1.58 1.65 (dipublikasikan 2008) yang dibuat oleh UNODC. Angka yang dibandingkan adalah angka penyalahguna setahun terakhir (current users). Diperkirakan jumlah current users diseluruh dunia tahun 2005/2006 ada sebanyak 200 juta orang, sedangkan di tahun 2006/2007 meningkat menjadi sekitar 208 juta orang. Dengan fakta ini, maka diperkirakan tingkat pertumbuhan penyalahguna narkoba ada sebanyak 0,04 per tahun. Detail hasil proyeksi angka penyalahguna narkoba dilihat pada tabel 7. Hasil perhitungan ditingkat populasi penyalahguna narkoba. Selanjutnya angka prevalensi tersebut di kalkulasikan terhadap populasi penduduk menurut kelompoknya. Dari hasil perhitungan tersebut dengan menggunakan nilai tengah maka jumlah penyalahguna narkoba ditaksir sekitar 3,3 juta orang di tahun 2008, dan akan meningkat menjadi 4,5 juta orang di tahun 2013. Demikian pula, dengan angka prevalensi penyalahguna narkoba di tingkat populasi akan terjadi kenaikan sekitar 28% dalam 5 tahun ke depan, Detail hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 7.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 26
Tabel 7. Proyeksi nilai tengan jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia, 2008-2013 Perkiraan jumlah pelajar/mahasiswa coba pakai teratur pecandu pecandu bukan suntik pecandu suntik total Perkiraan jumlah bukan pelajar/mahasiswa coba pakai teratur pecandu pecandu bukan suntik pecandu suntik total Total seluruh penyalahguna narkoba coba pakai teratur pecandu pecandu bukan suntik pecandu suntik total % terhadap total populasi berisiko
2,008
2,009
Tahun 2,010
2,011
2,012
2,013
784,620 356,011 214,426 165,503 48,923 1,355,057
855,959 388,380 233,922 180,551 53,372 1,478,261
929,272 421,644 253,958 196,015 57,943 1,604,874
1,004,559 455,805 274,532 211,895 62,637 1,734,896
1,081,819 490,861 295,647 228,192 67,455 1,868,327
1,161,054 526,812 317,300 244,905 72,395 2,005,166
88,309 538,480 1,380,681 1,193,433 187,248 2,007,469
92,929 566,654 1,452,921 1,255,875 197,045 2,112,503
97,750 596,052 1,528,298 1,321,030 207,268 2,222,100
102,766 626,636 1,606,718 1,388,814 217,903 2,336,120
107,997 658,535 1,688,507 1,459,512 228,996 2,455,039
113,429 691,658 1,773,436 1,532,923 240,514 2,578,524
872,929 894,490 1,595,107 1,358,936 236,172 3,362,527 1.99
948,888 955,034 1,686,843 1,436,426 250,417 3,590,765 2.10
1,027,022 1,017,696 1,782,255 1,517,045 265,211 3,826,974 2.21
1,107,325 1,082,441 1,881,250 1,600,710 280,541 4,071,016 2.32
1,189,817 1,149,396 1,984,154 1,687,704 296,450 4,323,366 2.44
1,274,483 1,218,470 2,090,737 1,777,828 312,909 4,583,690 2.56
6.2. Proyeksi kerugian biaya ekonomi akibat narkoba Perkiraan biaya satuan per setiap konsekuensi. Proyeksi biaya satuan untuk lima tahun ke depan mempertimbangkan tingkat inflasi, sebesar 6% per tahun. Angka inflasi ini diaplikasikan terhadap seluruh biaya satuan setiap konsekuensi narkoba menurut provinsi. Selanjutnya, dari hasil perhitungan tersebut lalu dikalikan dengan jumlah populasi per provinsi per tahun (tabel 7).
Gambar 3. Proyeksi Biaya Kerugian Ekonomi Akibat Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, 2008 -2013 60.0
Kerugian Ekonomi (Trilyun Rp)
Biaya sosial 50.0
8.8
Biaya individual
8.1 7.5
40.0
7.0 6.4
30.0
6.0
20.0 26.5
30.6
38.6
34.3
43.2
48.3
10.0 0.0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Hasil proyeksi kerugian biaya ekonomi untuk 2008-2013. Berdasarkan hasil kalkulasi diperkirakan kerugian biaya ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba meningkat dari Rp.32,4 trilyun di tahun 2008 menjadi Rp.57,0 trilyun di tahun 2013 (harga berlaku). Provinsi Jawa Timur diperkirakan memiliki potensial kerugian terbesar dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Sedangkan Irian Jaya Barat merupakan provinsi yang paling rendah
tingkat potensial kerugian biaya ekonominya. Proyeksi ini menggunakan asumsi data normal. Bila pemerintah tidak serius dalam upaya penangangan dan penanggulangan narkoba ini maka potensial kerugian ekonomi yang terjadi akan jauh lebih besar lagi. Ini dapat disinyalir dari begitu Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 27
maraknya ditemukan berbagai pabrik racikan narkoba dalam beberapa tahun terakhir, tidak hanya berskala besar2, tetapi juga mereka berani membuat pabrik narkoba di kompleks perumahan. Dengan nilai omzet harga sitaan narkoba mencapai milyaran rupiah. Di beberapa provinsi terlihat juga potensial kerugian ekonomi yang relatif besar, seperti sebagian besar provinsi di Jawa, Kalimanta Timur, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Kiranya perlu ada upaya intervensi program yang lebih serius pada provinsi-provinsi tersebut, baik dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
7. Peredaran Gelap Narkoba dan Upaya Penegakan Hukum 7.1. Peredaran gelap narkoba Peredaran gelap narkoba akan terus berlanjut dan tidak akan pernah berhenti. Hal ini disebabkan oleh nilai keuntungan yang tinggi dari perdagangan narkoba. Sehingga banyak pihak yang berminat dan mau terjun di bisnis ini. Sasaran utama peredaran dan modus operasinya. Sasaran utama peredaran narkoba adalah kelompok pelajar dan mahasiswa. Dengan populasi yang cukup besar, yaitu sekitar 16,9 juta orang (2008) dan meningkat menjadi 22,3 juta orang (2013). Tentu mereka pasar yang amat potensial untuk digarap secara serius oleh para bandar/pengedar narkoba, apalagi kondisi perkembangan jiwa dari kelompok ini juga sangat mendukung (ingin tahu/coba yang tinggi, penemuan jati diri, serta ke-ego-an) , ditambah tekanan faktor lingkungan dan teman (peer group) yang amat besar. Menjadi pintu masuk yang cocok untuk peredaran gelap narkoba. Diperkirakan ada sekitar 90% dari kelompok coba pakai narkoba berasal dari kelompok pelajar/mahasiswa. Bahkan hasil studi menemukan usia usia pertama kali pakai narkoba
pada usia 16-18 tahun (41%) atau setara dengan mereka yang sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Tidak hanya para bandar/pengedar narkoba, mereka yang telah pakai narkoba secara sadar maupun tidak sadar terus berupaya memperluas jaringan sesama pemakai narkoba. Dari total responden, ada sebanyak 52% yang mengaku pernah menawarkan narkoba kepada orang lain, bahkan 31% pernah menjual narkoba. Sedikitnya 1 dari 10 penyalahguna pernah menjadi kurir narkoba. Penasun adalah kelompok penyalahguna yang paling berisiko menjadi pengedar narkoba, karena hampir separuh (45%) penasun pernah menjual narkoba pada orang lain. Modus operandi peredaran narkoba semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi modern. Dahulu transaksi narkoba dengan cara bertemu langsung antara penjual dan pembeli, ada uang ada barang. Sekarang peredaran narkoba dapat melalui telepon dan kurir. Sehingga kasus yang terungkap seringkali hanya
2
Salah satu pabrik narkoba yang berhasil dibongkar diperkirakan nomor 3 terbesar di dunia untuk shabu dan ekstasi.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 28
kurir/pengedar kelas kecil saja, sedangkan para bandar atau pengedar kelas kakap seringkali tidak diketahui keberadaannya. “Kalau selama itu teman, paling dengan memberikan alamat. Modelnya nanti saya nongkrong di alamat tersebut. Trus tinggal saya kode barangnya disimpan dimana, sms untuk ambil barangnya.Tapi kalau orang lain, setelah saya terima uangnya. Dia akan saya sms. Hanya tinggal saya beli kartu perdana baru. SMS dengan no HP baru. Di sms BR ada dimana. Saya tidak kenal orang itu, Orang itu tidak kenal saya. Modelnya seperti itu” (BD-2.2.10.3.P3).
Adanya kantong peredaran narkoba. Tidak dapat dipungkiri bahwa narkoba dapat tumbuh subur pada masyarakat di suatu wilayah kota tertentu. Adanya wilayah kantong-kantong peredaran narkoba tersebut sudah diketahui secara luas oleh masyarakat, termasuk pihak kepolisian, misalnya kampung “B” di Jakarta, kampung “F” di Bali, daerah “B” di Pontianak, dsb. Di wilayah semacam itu sudah terbentuk jaringan peredaran narkoba yang kuat. Bahkan para bandar/pengedar sudah bisa diterima keberadaannya oleh masyarakat setempat, seolah telah terbentuk kerjasama saling menguntungkan. Masyarakat membela dan melindungi para bandar/pengedar dari petugas, sedangkan bandar/pengedar memberikan bantuan uang kepada masyarakat setempat. Dengan kondisi demikian seringkali petugas mengalami kesulitan untuk menangkap bandar/pengedar. Di tempat itu, penyalahguna lebih nyaman dan aman untuk membeli dan memakai langsung narkobanya. “Pemakai tinggal datang ke “B”. Juga disediakan tempat untuk mengkonsumsinya agar pembeli tidak perlu pulang dengan membawa barang bukti,waktu pulang pun pemakai juga dijaga. Ada beberapa yg memilih untuk membawa pulang, tapi hanya sedikit saja” (BD-3.3.01.6.P12).
Pendapat senada disampaikan informan dari kepolisian, di daerah-daerah semacam itu sangat sulit dilakukan razia narkoba. Sering terjadi perlawanan dari masyarakat setempat terhadap beberapa aparat yang ingin melakukan razia. Berbagai tanda atau kode akan mereka bunyikan sehingga semua bandar/pengedar dan penyalahguna sudah bisa mengantisipasi kedatangan petugas. “Kampung “B” dikenal sebagai kampung narkoba karena banyak transaksi yang dilakukan secara rapi. Daerah ini mempunyai banyak sungai dan rumah2 yang dibangun diatas sungai, sehingga jika polisi melakukan razia mereka akan menceburkan diri ke sungai sebagai usaha untuk melarikan diri dari kejaran polisi. Mereka juga menggunakan kentongan yang terletak disetiap sudut tiang listrik sebagai penanda datangnya polisi. Kadang-kadang mereka cukup berkumpul dan berteriak ” maling” untuk mengusir polisi secara beramai-ramai” (Pol-2.3.01.3.P5).
Pabrikan narkoba telah berada dilingkungan perumahan. Menarik jika mengkaji pengungkapan kasus narkoba akhir-akhir ini oleh pihak kepolisian. Pabrik shabu dan ekstasi ternyata sudah berada di lingkungan perumahan, yaitu di apartemen Mediterania, Jakarta Barat (Kompas, 28/10/2008), Perumahan Taman Ratu, Jakarta Barat (Kompas, 22/11/2008), dan di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat (Kompas Online, 12/01/2009). Padahal sebelumnya, pabrik ekstasi/shabu yang diungkap kasusnya dibangun di daerah pinggir kota (Bogor, Tangerang, dan Serang). Ini mengindikasikan bahwa para bandar berupaya mendekatkan akses dan mencoba
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 29
menyingkirkan pola yang ada, sehingga pihak kepolisian atau masyarakat sekitar tidak menyadari keberadaan pabrik shabu/ekstasi tersebut. Bahkan salah satu pabrik shabu dapat memproduksi 100 kilogram shabu-shabu dengan teknik produksi terbaru dengan menggunakan bahan-bahan yang lebih membahayakan bagi manusia (Kompas Online, 22/11/2008). Demikian juga pabrik ekstasi yang berhasil digerebek di salah satu apartemen dengan nilai sekitar Rp.18,3 miliar (Kompas Online, 28/11/2008). Dengan fakta-fakta tersebut memberikan gambaran bahwa peredaran dan perdagangan narkoba di Indonesia sangat marak. Narkoba di Penjara. Penjara tidak lepas dari peredaran narkoba. Akses narkoba di dalam penjara sangat mungkin, karena letak lapas rata-rata di dalam kota dan tidak terpapar langsung oleh petugas kepolisian. Alasan lain, di lapas narkoba seringkali napi mengalami sakaw. Kondisi itu menimbulkan permintaan (demand) terhadap narkoba menjadi tinggi di lapas, apalagi sebagian besar napi diperbolehkan memegang uang. Lapas yang sering terjadi kasus peredaran narkoba bila jumlah napinya sudah melebihi kapasitas yang ada. Selain itu, keterlibatan petugas lapas dalam peredaran narkoba di dalam penjara masih sangat mungkin. Banyak cara menyelundupkan narkoba ke dalam lapas. Beberapa tahun lalu, modus operasinya dengan cara di lempar ke dalam lapas melalui media bola tenis atau dibungkus dengan kantong plastik. Ada juga melalui keluarga atau teman yang mengunjungi napi ataupun diselundupkan melalui petugas lapas sendiri. Pola pendistribusian barang kemungkinan bisa antar blok, tetapi yang paling mudah adalah antar kamar melalui petugas kebersihan lapas yang bisa dijadikan perantara/kurir. “Tapi bukti yang kemarin itu masuk lewat lempar. Dan pegawai saya menangkap dia. Berarti ini suatu model cara lain untuk mereka masukan narkoba itu lewat pegawai tidak ada lagi, tidak mungkin lagi” (LP-2.1.10.4.P11).
Modus operasi sekarang ada beberapa cara seperti dimasukkan ke dalam bra, softex, sandal, atau sepatu yang sudah dimodifikasi, bahkan ada juga yang dimasukkan ke dalam vagina. Cara tersebut bisa lolos dari pemeriksaan petugas lapas karena sampai saat ini sistem pemeriksaan masih manual, belum semua lapas punya alat detektor sehingga banyak narkoba yang tidak bisa teridentifikasi oleh petugas. Tidak menutup kemungkinan yang mengendalikan perputaran bisnis narkoba dari balik jeruji besi, dengan menggunakan handphone atau bertemu langsung saat menjenguk. Semua perintah transaksi diatur dari penjara, misalkan dengan cara menggunakan rekening pacarnya untuk menampung uang-uang haram hasil penjualan narkoba (Kompas online, 25/02/2008) atau menyuruh kurir narkoba dari balik penjara (Kompas online, 13/12/2008). Akses komunikasi melalui handphone sangat mudah diperoleh di penjara. Bahkan, saat pengambilan data di lapangan terlihat jelas bahwa beberapa orang napi bebas memakai handphone di dalam lapas. Bahkan sempat diperoleh informasi ada sebagian petugas lapas yang menyewakan pemakaian handphone kepada napi di dalam lapas.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 30
“Kalau putaw gua dikirim sih, paling sedikit tuh 11 gram. Itu dari anak dalem juga, di sel. Dari dulu sampe sekarang masih seperti itu dapat putaw. Harga ¼ gram tahun sekarang 300.000, kalau paketan kecil jadi 7 paket masing-masing dijual Rp 100.000” (BD1.3.08.3.P8).
Sistem pengamanan dan upaya preventif yang dilakukan di dalam lapas dalam mencegah peredaran narkoba seringkali terkendala tindak lanjutnya. Menurut informan, terkadang sudah dilakukan razia di dalam lapas dan terbukti ditemukan beberapa barang bukti tetapi tidak ada proses lebih lanjut. Satu hal yang sangat mengecewakan, karena alasan situasi dan kondisi tertentu kasus yang sempat diungkap sepertinya dilupakan dan barang bukti yang ditemukan juga hilang begitu saja. “Saya pengalaman beberapa kali nangkap kadang-kadang diterusin mungkin tiga atau satu segala macam diterusin sampai ditindaklanjutin. saya baru pertama kali datang kesini tanggal 17 maret saya razia dapat barang bukti macam-macam sudah dapat eh sampai sekarang tidak ada beritanya...” (LP-4.3.06.4.P10). “Tahun 2006 pernah dilakukan razia oleh Sat Brimob dan Kepolisian. Pernah diketemukan usaha penyelundupan narkoba melalui bantal dan kue, ditemukan 19 paket shabu” (LP3.2.01.4.P10).
7.2. Pembenahan aparat penegak hukum Ditengah upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan dan penanggulan narkoba, tidak jarang terjadi kasus kolusi dan nepotisme dalam penanganan kasus oleh oknum penegak hukum. Beberapa fakta di lapangan menunjukkan tidak sedikit aparat penegak hukum terlibat dalam penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Penyalahguna narkoba ada yang membayar aparat penegak hukum. Sangsi hukum
tentang penyalahgunaan narkoba dan psikotropika di Indonesia cukup berat, yaitu bagi seseorang yang memproduksi, mengolah atau menyediakan narkotika golongan satu bisa dihukum mati atau dengan pidana penjara seumur hidup yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika dan UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika. Dengan kenyataan hukum yang sedemikian berat, tidak jarang seorang tersangka lebih memilih melakukan kolusi dengan penegak hukum agar bisa terlepas dari jeratan hukum atau mengurangi masa hukumannya. Hasil survei menunjukkan sebanyak 6% penyalahguna yang pernah tertangkap polisi, dimana lebih dari separuhnya (67%) mengaku mengeluarkan sejumlah uang kepada polisi supaya terbebas dari kasus yang menjeratnya. Demikian halnya dengan penyalahguna yang pernah dipenjara dalam setahun terakhir (3%), harus mengeluarkan sejumlah uang untuk menyelesaikan urusan di penjara. Oknum aparat penegak hukum ada yang mem-backing bandar. Menurut informan di
lapangan ada oknum penegak hukum terlibat sebagai backing dan juga sebagau penyalahguna narkoba. Biasanya para oknum sebagai backing tempat hiburan malam seperti di diskotik, cafe, pub, karaoke, dsb. Indikasi bahwa tempat tersebut
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 31
ada yang membacking adalah bila setiap akan ada razia oleh aparat keamanan tidak diketemukan peredaran narkoba di tempat tersebut, karena informasi akan adanya razia sudah diberitahukan terlebih dahulu ke pihak tempat hiburan. “kalau diskotik itu pasti ada backing-nya... yang ngebeking dia bisa kuat, misal ada pengrebekan..bakal terjadi ni, sudah dicalling duluan, sebentar lagi ada yang mau grebek.. setengah jam dari itu sudah kosong” (BD-4.2.05.3.P7).
Dilapangan, ditemukan ada oknum penegak hukum yang bekerjasama menjalankan bisnis narkoba dengan salah seorang informan (bandar). Menurut informan, alasan oknum tersebut terlibat bisnis narkoba karena gaji bulanan yang diterimanya masih belum mencukupi. Jenis narkoba yang diedarkan shabu dan ekstasi, dengan wilayah peredaran di sekitar terminal induk dan juga menjadi penyuplai narkoba ke dalam lapas dengan bekerja sama dengan seorang petugas lapas. Dengan adanya kerjasama dengan oknum polisi membuat posisi bandar lebih aman dibandingkan tidak ada backing. Bila akan ada operasi penangkapan terhadap bandar, maka oknum polisi tersebut menyarankan kepada bandar agar mencari kambing hitam sebagai ganti obyek penangkapan. Kondisi itu dilakukan, karena separuh dari modal bisnis narkoba berasal dari oknum penegak hukum tersebut. Peran oknum hanya di belakang layar, semua strategi peredaran narkoba dikendalikan oleh bandar. Meskipun demikian oknum polisi tersebut selalu memantu situasi dan kondisi dilapangan, pada waktu tertentu saja akan meminta setoran dan laporan hasil bisnisnya. “.. kalau saya kira. tidak ada polisi yang menjadi bandar. tapi untuk backing itu ada. ...dia tak semata-mata hanya backing. padahal modal juga mungkin bisa fifty-ffty karena sekarang sistimnya kalau tidak di backing enggak akan jalan bandar itu karena bisa ditangkap. Biasanya kalau mau ditangkap. polisinya yang menyarankan mencari kambing hitam. Bandarnya tetap jalan. terjadi pemutaran disitu yang dinamakan pemutaran Bandar..” (BD-8.2.11.3.P7).
Menurut beberapa bandar yang banyak ditangkap oleh polisi adalah para pembeli/ penyalahguna. Para bandar cenderung lebih aman karena mereka memberikan uang setoran secara rutin dalam jumlah cukup besar kepada beberapa oknum polisi. Namun, tidak semua bandar merasa nyaman mempunyai backing oknum polisi. Salah seorang bandar menyatakan meskipun selama ini sudah membayar/memberikan setoran pada polisi, tetapi tetap saja masih menjadi target operasi. Bahkan menurut informasi dari seorang polisi, saat ini informan telah menjadi target tembak mati. “...jujur aja. ada sih...jadi kadang-kadang. mereka kasih informasi ke aku kalau aku harus hati-hati karena sudah di incar polisi...aku itu mbak sudah target tembak dada...target tembak mati...cuma karena waktu itu mungkin mukzizat Tuhan ya... kadang aku kesal karena banyak polisi yang udah aku bayar. mereka masih ngancam aku.. (BD-6.3.15.3.P7).
Pernyataan bandar tersebut, diakui oleh informasi dari pihak kepolisian bahwa ada oknum penegak hukum yang terlibat dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Menurut informan kepolisian sebagian besar oknum yang terlibat adalah sebagai pemakai, bukan sebagai bandar. Oknum polisi yang ditangkap kasus narkoba
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 32
berdasarkan hasil tes urinenya positif. Untuk membuktikan seorang oknum sebagai backing atau bandar sangat sulit, tanpa ada barang bukti yang ditemukan. Menurut informan dari kepolisian, seringkali terjadi fitnah terhadap aparat penegak hukum dikatakan terlibat sebagai backing atau bandar tetapi sulit untuk dibuktikan. “Kalau terbukti, gak main-main pimpinan kita, dari Kapolri sampai Kapolda kebijaksanaan gak main-main. Kalau dia jadi backing, tapi belum punya bukti ya susah juga kita buktikan, meskipun sudah banyak informasi, kita kan harus tes dulu dong, tes urin nya, kita geledah rumahnya sesuai informasi itu pak ya. Kalau dia gak ada bukti ya susah pak. Fitnah bisa saja pak, ga suka sama orang kan bisa saja. Kita kan semua kasus harus ada bukti dan saksi. Kalau narkoba terutama buktinya pak. Kita nangkap orang ga ada bukti, ya negatif, ya susah. Walaupun ada informasi dia di backingan sama anggota polisi si A, ya kita periksa juga dia, tes urin. Di geledah dirumah atau di badan” (Pol6.3.11.3.P9).
Telah ada upaya penegakan hukum secara serius. Menurut beberapa informan bandar
tidak sedikit oknum penegak hukum terlibat dalam penyalahgunaan dan peredaran narkoba di Indonesia. Namun, beberapa tahun terakhir oknum yang terlibat semakin berkurang. Menurut para bandar, hal ini dapat terjadi karena adanya program intensif dari BNN dan kepolisian dalam melakukan razia narkoba di beberapa tempat. Berbeda dengan era tahun sebelum tahun 1997, dimana para bandar dapat mengidentifikasi banyak oknum yang terlibat. Diantara para informan ada yang mengaku pernah mengambil barang/narkoba di Polda, bahkan ada juga oknum dari Polda yang mengirim secara langsung barang tersebut kepada bandar. Jumlah tangkapan kasus narkoba oleh aparat kepolisian dari tahun ke tahun semakin meningkat. Ini menunjukkan meningkatnya kinerja kepolisian dalam melakukan razia. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi para bandar untuk mengedarkan narkoba. Peredaran narkoba dalam 5 tahun terakhir ini lebih sulit dibanding beberapa tahun sebelumnya. Dahulu tindakan aparat kepolisian lebih longgar dan tidak seketat tahun sekarang. Bahkan, penentuan tempat dan cara transaksi sekarang perlu sangat hati-hati. Beberapa tahun lalu, cukup telepon lalu barang langsung dikirim, tetapi sekarang selalu ada jeda waktu. Kondisi ini menyebabkan harga narkoba menjadi jauh lebih mahal. “Lebih sulit Pertama itu barangnya yang dibutuhkan itu saling menyembunyikan untuk menaikkan harga. yang kedua mereka takut sekali ketemu sama polisi dan polisi itu langsung menangkap langsung diringkus” (BD-5.3.14.5.P11). “Jelas ada banget mas, kalo dulu mudah untuk transaksi, kalo butuh barang tinggal bilang sama yang diatas barang langsung dikirim. Sekarang agak susah ada tenggang waktunya antara minta barang dengan datangnya barang. Apalagi jaman-jaman waktu kapolri yang sekarang baru dilantik (Sutanto), susah banget. Ga segampang dulu” (BD5.2.14.5.P11).
Bagi oknum penegak hukum yang terlibat kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba akan ditindak tegas oleh masing-masing pimpinan. Penanganan kasus akan diserahkan ke atasan masing-masing, demikian juga anggota TNI akan diproses oleh POM sesuai matra. Penjatuhan sangsi hukuman disesuaikan dengan tingkat kesalahan di lapangan. Bagi oknum yang sering terlibat kasus atau kasusnya berat akan dilakukan pemecatan secara tidak hormat. Sampai akhir November 2008.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 33
Propam Mabes Polri telah mencatat dan menindak 49 anggotanya yang terlibat narkoba. Jumlah ini terbilang sangat banyak bila dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 21 orang (Kompas, 1/12/2008).
8. Implikasi Kebijakan Terhadap Program Pencegahan dan Penanggulangan Narkoba 8.1.
Angka penyalahgunaan narkoba dan Proyeksi ke Depannya
Adanya kecenderungan kenaikan penyalahguna narkoba dari tahun ke tahun Pada tahun 2008, besaran penyalahguna narkoba diperkirakan sekitar 3,11 juta sampai 3,61 juta orang di Indonesia, dengan nilai tengah 3,36 juta orang. Angka ini lebih tingi dibandingkan dengan estimasi tahun 2004, sebesar 3,2 juta orang. Namun perlu diingat, ada perbedaan cara perhitungan metodologi antara tahun 2004 3 dan 2008. Bila membandingkan angka absolutnya, seolah-olah tidak ada kenaikan jumlah penyalahguna narkoba. Untuk itu, cara perhitungannya perlu disamakan, sehingga hasil datanya dapat diperbandingkan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metodologi yang telah disamakan, diperoleh kisaran jumlah penyalahguna di tahun 2004 antara 2,66 juta sampai 2,94 juta orang penyalahguna narkoba, dengan nilai tengah sebanyak 2,80 juta orang. Diperkirakan ada kenaikan sebanyak 20% jumlah penyalahguna dari tahun 2004 ke 2008 (Tabel 1). Tabel 8. Hasil perhitungan jumlah penyalahguna dengan metode yang sama antara tahun 2004 dan 2008 2004 Jenis penyalahguna
2008
min
maks
min
maks
coba pakai
628,998
695,209
807,817
938,041
Teratur
708,771
783,378
829,814
959,166
1,324,206
1,463,596
1,476,603
1,713,612
1,130,606
1,249,618
1,258,022
1,459,850
193,599
213,978
218,581
253,762
2,661,975
2,942,182
3,114,234
3,610,819
Pecandu pecandu bukan suntik pecandu suntik Total
Kenaikan angka penyalahguna ini di dukung oleh beberapa fakta, seperti dari hasil survei narkoba di kelompok pelajar/mahasiswa, diketahui angka prevalensi penyalahgunaan narkoba naik dari 3,9% di tahun 2003 (BNN & Pranata UI, 2004) menjadi 5,3% di tahun 2006 (BNN & Puslitkes UI, 2007). UNODC juga memperkirakan terjadi kenaikan penyalahgunaan narkoba di seluruh dunia dari 200 juta (2006) menjadi 208 juta orang di tahun 2007 atau terjadi kenaikan sekitar 4%. Data dari pihak kepolisian menunjukkan terjadinya peningkatan peredaran narkoba. Terlihat dari hasil tangkapan dan pengungkapan kasus narkoba dari tahun 2001 sampai
3
Cara perhitungan yang dibuat tahun 2004 masih sangat kasar dan tidak bisa di rinci hasilnya per provinsi
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 34
2006 yang menunjukan kecenderungan peningkatan setiap tahunnya. Ada beberapa fakta tentang ini, pertama jumlah kasus pidana narkoba pada tahun 2001 sebanyak 3.478 orang, maka meningkat tajam menjadi 16.252 orang tahun 2006. Dalam 6 tahun terakhir tersebut, kasus pidana terdistribusi atas masalah narkotika 54%, psikotripika 33%, dan bahan adiktif 13%. Kedua, Jumlah tersangka kasus narkoba juga meningkat setiap tahun, dari sekitar 5.000 tersangka pada tahun 2001 menjadi sekitar 32.000 tersangka pada tahun 2006. Dalam kurun waktu 2001-2006 jumlah tersangka kasus mencapai sekitar 85.000 orang. Sebagian besar tersangka adalah Warga Negara Indonesia. Hanya 0,5% tersangka kasus yang Warga Negara Asing. Ketiga, besaran barang bukti tangkapan narkotika, misalkan lahan ganja yang dihancurkan dari 23 hektar (2001) menjadi 289.6 hektar (2006). Heroin dari 16.642 gram (2001) menjadi 21.872 gram (2003) dan terus turun menjadi 11.901 gram (2006). Demikian juga dengan psikotropika terjadi peningkatan, misalkan ekstasi dari 90.523 tablet (2001) menjadi 466.907 tablet (2006), atau shabu dari 48.848 gram (2001) melonjak menjadi 1.241.200 gram (2006). Belum lagi pengungkapan beberapa labolatorium clandestine, jika tahun 2001 hanya 1 buah maka di tahun 2006 menjadi 16 buah. Bahkan tahun 2003 berhasil diungkap labolatorium clandestein terbesar di dunia, dan tahun 2005 terbesar ke-2 di dunia setelah Fiji (Dit IV/Narkoba, Desember 2006).
Kelompok Pelajar dan mahasiswa sasaran utama peredaran narkoba Dengan semakin maraknya peredaran narkoba, diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba akan terus meningkat sampai tahun 2013. Terkait dengan hal itu, maka ada hal yang perlu diwaspadai, yaitu 1) diperkirakan terjadi kenaikan proporsi jumlah penyalahguna yang lebih tinggi pada periode tahun 2008-2013 dibandingkan 2004-2008. Kedua, adanya peningkatan pola kenaikan proporsi penyalahguna coba pakai dari 24% (2004) menjadi 28% (2013), detail lihat tabel 9. Tabel 9. Perbandingan penyalahguna menurut Jenisnya dengan menggunakan nilai tengah antara tahun 2004, 2008, dan 2013 Jenis penyalahguna Coba pakai Teratur Pecandu pecandu bukan suntik pecandu suntik Total % terhadap populasi berisiko
2004 662,104 746,074 1,393,901 1,190,112 203,789 2,802,079 1,75%
% 0.24 0.27 0.50 0.42 0.07
2008 872,929 894,490 1,595,107 1,358,936 236,172 3,362,527 1,99%
% 0.26 0.27 0.47 0.40 0.07
2013 1,274,483 1,218,470 2,090,737 1,777,828 312,909 4,583,690 2,56%
Fakta point ke-2 diatas, menunjukan ada upaya yang keras dan serius dari pihak pengedar /Bandar untuk melakukan penetrasi pasar (mencari penyalahguna baru) pada kelompok coba pakai. Di kelompok coba pakai sekitar 90%-nya adalah kelompok pelajar/mahasiswa di tahun 2008. Secara keseluruhan, jumlah penyalahguna di kelompok pelajar/mahasiswa diperkirakan 4,6% dari total jumlah pelajar/mahasiswa (2008) dan akan mengalami peningkatan hampir dua kali lipatnya (8,8%) di tahun 2013.
Upaya memperluas jaringan penyalahguna narkoba seakan tiada henti. Dari hasil survei, diketahui ada sebanyak 52% penyalahguna mengaku pernah menawarkan
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
% 0.28 0.27 0.46 0.39 0.07
Halaman | 35
narkoba kepada orang lain, bahkan 31% pernah menjual narkoba. Sedikitnya 1 dari 10 penyalahguna pernah menjadi kurir narkoba. Penasun adalah kelompok penyalahguna yang paling berisiko menjadi pengedar narkoba, karena hampir separuh (45%) penasun pernah menjual narkoba pada orang lain. Sehingga perang terhadap narkoba tidak hanya pada pengedar/bandar saja, tetapi tekanan lingkungan dan masa pertumbuhan dari pelajar/mahasiswa sendiri menjadi pemicu suburnya peredaran gelap narkoba. Perkiraan besaran jumlah peredaran narkoba versus jumlah pengungkapan kasus narkoba di Indonesia. Permasalahan narkoba seperti fenomena gunung es, yang bisa terungkap hanya yang berada di puncaknya. Hal ini disebabkan narkoba adalah barang illegal di Indonesia. Untuk itu, coba dilakukan kalkulasi berdasarkan kebutuhan konsumsi per jenis narkoba oleh semua penyalahguna narkoba dari hasil survei tahun 2008. Cara penghitungan dengan melihat kebutuhan rata-rata konsumsi per jenis narkoba per hari oleh semua penyalahguna (angka median), kemudian dikalikan jumlah hari dalam 1 tahun, lalu dikalikan dengan perkiraan angka penyalahguna narkoba sehingga diperoleh perkiraan jumlah narkoba yang beredar pada tahun 2008. Dari hasil jumlah tangkapan kasus narkoba oleh Dit/IV Narkoba tahun 2008, terlihat jumlah sitaan ganja, ekstasi, obat penenang dan shabu jauh lebih tinggi dibandingkan angka hasil estimasi survey di tahun 2008. Kemungkinan ini terjadi karena semua jenis narkoba tersebut telah diproduksi di Indonesia, dimana pabrik atau pusat produksi narkoba tersebut berhasil di bongkar oleh pihak kepolisian. Dengan demikian, Indonesia bukan lagi sebagai tempat mengedarkan narkoba tetapi sudah menjadi produsen narkoba (khususnya jenis ekstasi, shabu dan obat penenang). Demikian halnya dengan ganja, dimana ladang ganja banyak ditemukan dan dihancurkan pihak aparat penegak hukum, khususnya di NAD. Tabel 10. Perbandingan hasil kalkulasi konsumsi narkoba dari hasil survei versus hasil tangkapan kasus narkoba oleh Dit/IV narkoba, tahun 2008 Jenis Narkoba No 1 2 3 4 5 6 7 8
Ganja Hasish Kokain Shabu Ekstasi Heroin/putaw Obat penenang LSD
Hasil Kalkulasi dari Hasil Survei tahun 2008 459,5 - 562,1 kg 14,4 - 17,6 kg 2,4 -2,9 kg 251,1 - 306,9 kg 114.181 - 139.555 tablet 8.229,6 - 10.058,4 kg 1.344.763 - 1.643.599 tablet 21.415 - 26.173 lembar
Hasil Tangkapan Narkoba oleh Dit/IV Narkoba tahun 2008 140.496,25 kg 0,03 kg 2,9 kg 679,7 kg 1.071.266 tablet 20,55 kg 6.485.246 tablet -
Berbeda halnya dengan narkoba jenis kokain dan hasish yang diperkirakan peredarannya hanya di kalangan tertentu saja di Indonesia sehingga permintaan akan narkoba ini belum terlalu banyak dibandingkan jenis narkoba lainnya. Dari estimasi hasil survey dengan jumlah tangkapan kasus pihak Dit/IV narkoba tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 2,9 Kg per tahun. Namun, untuk hasish jumlah yang terungkap masih terlalu rendah (0,3 Kg) dibandingkan jumlah permintaannya (14-18 Kg).
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 36
Namun, untuk jenis heroin/putau karena tidak diproduksi di Indonesia maka dapat dijadikan indikator kinerja dari pihak aparat penegak hukum dalam mengungkapkan jaringan atau sindikat narkoba internasional. Dari hasil estimasi konsumsi, diperkirakan jumlah peredaran heroin/putau ada sebanyak 8.230-10.059 Kg per tahun di Indonesia. Sayangnya jumlah heroin/putau yang berhasil disita hanya 20,5 Kg (2008) atau hanya 0,25% saja. Bahkan kinerja pengungkapan heroin/putau dari tahun 2005-2008 hanya mencapai 65,6 Kg saja atau sekitar 0.72%. Angka ini mengindikasikan bahwa heroin/putau sangat mudah masuk ke Indonesia. Pola penggunaan jenis narkoba di tahun 2004 dan 2008 Untuk melihat pola penggunaan jenis narkoba antara tahun 2004 dan 2008, maka digunakan referensi waktu pernah pakai (ever used) dan pemakaian narkoba dalam setahun terakhir (current users). Respoden penyalahguna narkoba di tahun 2008 yang pernah pakai narkoba (ever used) pada hampir semua jenis narkoba lebih tinggi persentasenya dibandingkan responden tahun 2004. Misalkan pada ganja, kokain, ekstasi, obat penenang, dan kecubung. Namun, untuk jenis shabu, dan heroin para penyalahguna narkoba di tahun 2004 lebih tinggi dibandingkan 2008. Namun, jika merujuk pada current users, maka persentase menurut semua jenis narkoba yang dipakai di tahun 2008 lebih rendah dibandingkan di tahun 2004. Tabel 11. Pola konsumsi narkoba menurut ever used dan current users di tahun 2004 dan 2008 2004
N Jenis narkoba Ganja (gele, cimeng, marijuana) Hasish Kokain Shabu Ekstasi (inex, I, XTC) Heroin/putau Metadhon * Subutex * Obat penenang (valium, lexo/lexotan, nipam, BK, rohypnol) LSD (acid) Kecubung, jamur di kotoran Sapi (mushroom) Lem (Aica,-Aibon,UHU) Lainnya, sebutkan
2008
Pernah pakai (ever used) 956
Setahun terakhir (current users) 956
85.9
79.1
5.5 68.4 52.0 47.9 -
4.7 64.6 47.8
40.1 3.4 7.9 4.0 -
36.3 2.9 7.0 3.8
Pernah pakai (ever used) 2143
Setahun terakhir (current users) 2143
91.7 10.0 7.2 64.5 53.8 36.4 9.8 17.9
71.5 1.5 0.7 38.2 30.0 17.6 7.3 13.0
51.9 4.9 16.8 4.8 5.1
27.6 0.5 4.2 0.8 2.8
43.8 -
-
* program substitusi dalam upaya pengurangan risiko (harm reduction) yang diimplementasikan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Ini mengindikasikan bahwa penyalahguna narkoba di tahun 2008 lebih banyak yang pernah mencoba berbagai jenis narkoba (poly drugs), selanjutnya untuk pemakaian rutin setahun terakhir (current users) lebih selektif atau tidak banyak yang melakukan poly drugs seperti pola yang ditemukan di tahun 2004. Kedua, telah ada upaya program intervensi substitusi yang menjangkau para penyalahguna narkoba di
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 37
tahun 2008, terlihat dari pemakaian jenis metadone dan subutex. Mereka yang telah terjangkau oleh program pengurangan risiko diperkirakan hampir seperlimanya. Mereka yang telah ikut program substitusi cenderung tidak ingin mengkonsumsi jenis narkoba lainnya, apalagi heroin/putau karena rasanya tidak “seenak” sebelum menkonsumsi subutex/methadon. Keempat, dapat mengindikasikan keberhasilam upaya penegakkan hukum dalam menekan peredaran narkoba di tahun 2008, sehingga supplai berbagai jenis narkoba agak sulit diperoleh. Kelima, harga narkoba yang semakin mahal dibandingkan tahun 2004. Misalkan harga paket putau di tahun 2004 masih sekitar Rp.25.000,- maka di tahun 2008 minimal Rp.75.000,- Dengan demikian, kemampuan daya beli para penyalahguna berkurang sehingga hanya membatasi pada beberapa jenis narkoba saja. Namun demikian, ada hal yang perlu diwaspadai dengan semakin meningkatnya jumlah penyalahguna yang ikut program subsitusi. Peningkatan peserta program terjadi karena program ini bersifat legal, dimana para penyalahguna dapat mengakses program tanpa perlu takut ditangkap pihak kepolisian, dan efek obat substitusi tidak jauh berbeda dengan narkoba. Kedua, adanya program penjangkauan ke penyalahguna (outreach) sehingga sosialisasi program substitusi akan terus berlanjut, terutama ke penyalahguna baru. Hal yang patut menjadi catatan atas itu semua adalah kemungkinan adanya penyelewengan cara pakai subutex atau methadon tersebut dengan cara disuntikkan. Jika itu terjadi maka upaya untuk mengurangi risiko penularan berbagai penyakit, terutama HIV/AIDS tidak terjadi. Lebih parah lagi, bila ada penyalahguna bukan heroin/putau dengan cara suntik, lalu memakai subutex/methadon dengan cara suntik. Dari hasil survei fenomena tersebut telah ada. Kedua, terjadinya penjualan secara bebas subutex dikalangan penyalahguna narkoba. Hal ini terjadi karena tidak ada pengawasan yang ketat, karena kartu berobat dari penyalahguna yang terdaftar dipakai untuk membeli subutex oleh orang lain. Atau membeli subutex lebih dari dosis seharusnya untuk dijual lagi ke teman-temannya.
Bagaimana bila program tidak dijalankan secara serius dan efektif? Dengan fakta dan data diatas, maka permasalahan narkoba semakin kompleks dengan kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkannya. Untuk itu, perlu upaya yang serius dan terpadu dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan narkoba di Indonesia, baik oleh institusi terkait dan dukungan pihak seluruh lapisan masyarakat. Bila program tidak dijalankan, maka: Jumlah penyalahguna akan semakin meningkat, bahkan peningkatan yang terjadi bisa 2 kali lipat dari angka yang diestimasi dalam laporan ini. Jumlah narkoba yang beredar akan semakin banyak, bahkan dapat menjadi sumber bisnis yang paling menguntungkan. Akibatnya, generasi muda Indonesia tidak mampu bersaing (loss productivity) dan negara diambang kehancuran. Tingkat kriminalitas dan kejahatan tinggi sehingga kenyamanan hidup masyarakat terganggu. Akibatnya, beban kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akan sangat besar.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 38
Indikasi permasalahan narkoba semakin marak dan memicu terjadinya peningkatan jumlah penyalahguna disebabkan beberapa fakta berikut: Maraknya pabrik ekstasi dan shabu yang dibangun di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di pemukiman penduduk. Pabrik yang dibangun tidak hanya berskala kecil, tetapi juga berskala sangat besar (pernah dibongkar pabrik terbesar ke-3 sedunia), bahkan telah menggunakan teknologi yang semakin canggih. Pembangunan pabrik ini mengindikasikan adanya permintaan narkoba yang semakin besar. Letak Indonesia yang strategis, yaitu menghubungkan Asia dengan Australia sehingga sebagai salah satu tempat transit bagi peredaran narkoba jaringan internasional. Selain itu, Indonesia memiliki jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, tentu merupakan pasar potensial untuk digarap secara serius dalam peredaran narkoba. Ditambah lagi secara ekonomi, tingkat pendapatan masyarakatnya cukup tinggi dibandingkan negara tetangga, seperti Vietnam, Laos, Papua Nugini ataupun Philipina. Indonesia merupakan negara kepulauan, menjadikan Indonesia sasaran empuk untuk dimasuki oleh jaringan sindikat narkoba internasional, terutama jenis heroin/putau. Apalagi pintu masuk peredaran narkoba yang cukup banyak, baik melalui darat, pantai, maupun bandara. Selain itu, Indonesia juga memiliki tanaman ganja kualitas terbaik yang banyak tersebar di provinsi NAD. Bahkan sekarang ladang ganja juga telah menyebar ke beberapa propisinsi lain, seperti Jambi. Dengan dukungan teknologi, dan jejaring kaki-kaki peredaran narkoba yang semakin kompleks, membuat upaya pemberantasan dan penanggulangan narkoba seolah diam di tempat. Apalagi dengan terbatasnya sumberdaya yang ada tentu rentang pengawasan dan pengendalian dalam upaya menekan peredaran narkoba semakin berat ke depannya. Adanya oknum aparat penegak hukum yang berupaya melindungi atau berbisnis narkoba mengakibatkannya peredaran narkoba tumbuh sumbur. Apalagi tempat hiburan malam semakin banyak berdiri, sampai ke tingkat kecamatan. Ditambah lagi gempuran informasi dari tayangan televisi yang tanpa disadari memberikan informasi yang kurang sesuai bagi masyarakat yang mampu memilahnya. Selain juga, ketiadaan lapangan kerja bagi masyarakat, menjadikan mereka rela menjadi kurir atau kaki-tangan dalam peredaran narkoba. Kondisi-kondisi tersebut membuat situasi semakin kondusif bagi peredaran gelap narkoba. Untuk itu, perlu upaya yang serius dan terintegrasi yang melibatkan semua sektor terkait serta melibatkan peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam upaya penangulangan dan peredaran narkoba.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 39
9. Kesimpulan & Rekomendasi Kesimpulan Temuan studi menyimpulkan kenaikan jumlah penyalahguna dan kerugian biaya ekonomi penyalahgunaan narkoba. Jumlah penyalahguna diperkirakan sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang di Indonesia tahun 2008. Dengan menggunakan nilai tengah (3,3 juta), angka ini naik sedikit dibandingkan angka penyalahguna tahun 2004 (3,2 juta). Dari sejumlah penyalahguna tersebut, terdistribusi atas 26% coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik, dan 7% pecandu suntik. Sebagian besar adalah laki-laki (88%), dan hampir semua berada pada kelompok umur 15-34 tahun sekitar 93%. Ganja (71%), shabu (38%), ekstasi (30%), obat penenang/barbiturate (28%), dan putau bubuk (15%) adalah jenis narkoba yang paling banyak dikonsumsi dalam setahun terakhir. Sekitar sepertiga dari responden mengaku sebagai pecandu suntik. Narkoba yang banyak disuntikkan adalah putau bubuk dan subutex. Kerugian biaya ekonomi diperkirakan sebesar Rp.32,4 trilyun pada tahun 2008, dan diproyeksikan akan terus meningkat menjadi Rp.57 trilyun di tahun 2013. Jumlah kerugian ekonomi di atas sebenarnya lebih kecil dibanding jumlah sesungguhnya karena perhitungan belum memasukkan semua komponen biaya, termasuk biaya membesarkan anak penyalah-guna, biaya pendidikan, dan biaya kerusakan failitas umum akibat penyalah-gunaan. Gambaran ini menggambarkan masih belum efektifnya upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan. Berbagai hambatan baik di tingkat legal dan kebijakan, kelembagaan mapun pelayanan membuat upaya tersebut tersendat. Dengan demikian perbaikan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba perlu dilakukan di berbagai tingkatan, mulai dari aspek legal dan kebijakan; kelembagaan, termasuk kolaborasi dan koordinasi antar sektor dan lembaga swadaya masyarakat; sampai akses, jangkauan dan kualitas pelayanan. Rekomendasi (1) Perbaikan aspek legal dan kebijakan Melakukan kajian sistematik terhadap ketepatan atau relevansi dan kejelasan undang-undang, kebijakan dan peraturan terkait, dan konsistensi kerangka legal tersebut antara berbagai sektor, dan antara pusat dan daerah; dan kemudian menindak-lanjuti hasil kajian dengan perbaikan kerangka legal dan kebijakan penanggulangan narkoba. Undang-undang dan kebijakan penanggulangan narkoba perlu komprehensif mempertimbangkan komplementasi tujuan terkait, termasuk dalam menghentikan dan mengurangi peredaran narkoba, mengurangi demand di masyarakat, dan mengurangi dampak buruk kesehatan dan sosial-ekonomi.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 40
(2) Menjamin kualitas pelaksanaan kebijakan Mengembangkan dan menerapkan berbagai mekanisme yang dapat menjamin kualitas pelaksanaan kebijakan penanggulangan narkoba. Mekanisme ini mencakup pengembangan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis program penanggulangan, dan penguatan sumber-daya, termasuk sarana dan prasarana serta petugas dengan jumlah dan kompetensi yang memadai. 2.1 Upaya menghentikan dan mengurangi peredaran narkoba Perbaikan upaya menghentikan dan mengurangi penyediaan dan peredaran narkoba perlu dilakukan serentak, mencakup antara lain dengan meningkatkan ketegasan hukum, membedakan dengan kriteria yang lebih jelas dan sesuai antara penyalahguna sebagai korban dan mereka sebagai pengedar, memperbaiki kerja-sama antar sektor dan juga dengan masyarakat, meningkatan advokasi dan penggalian sumber dana potensial operasi lapangan, meningkatkan pengawasan internal dan eksternal serta pembinaan pelaksanaan operasi lapangan. Pengawasan eksternal dapat dilakukan melalui kotak pos pengaduan khusus masyarakat. Perlu inspeksi mendadak untuk membongkar jaringan narkoba di masyarakat atau tempat khusus, seperti di penjara. Bila perlu dibuat tim khusus yang mengawal setiap kasus narkoba yang telah diungkap mulai tahap penangkapan sampai vonis di penjara, termasuk monitoring di penjara. 2.2 Upaya mengurangi demand di masyarakat Upaya pencegahan atau pengurangan demand di masyarakat perlu fokus pada remaja, utamanya pelajar dan mahasiswa, melalui komunikasi, informasi dan edukasi peningkatan pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba dan cara penularan HIV. Bekerjasama dengan sektor terkait, kegiatan KIE dapat dilakukan melalui kegiatan intra dan ekstra kurikuler di sekolah negeri dan agama, dari jenjang SLTP, SLTA, sampai perguruan tinggi. Pendekatan KIE sebaiknya interaktif dengan penekanan pada life skill education (LSE) dan materi dalam bentuk modul-modul praktis disertai contoh-contoh. 2.3 Upaya mengurangi dampak buruk kesehatan dan sosial Cakupan dan kualitas upaya mengurangi dampak buruk kesehatan, seperti pertukaran jarum dan alat suntik steril dan terapi rumatan metadhon, perlu ditingkatkan. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi dampak buruk kesehatan penyalah-gunaan narkoba, terutama narkoba suntik. Pengurangan dampak buruk ini mencakup pengurangan risiko penularan HIV dan penyakit lain, seperti hepatitis B dan C, yang ditularkan melalui penyuntikan dengan menggunakan jarum dan alat suntik yang tidak steril. BNN perlu menggalang kerjasama yang lebih baik dengan KPAN, Depkes, dan LSM dalam mengembangkan dan melaksanakan kebijakan yang saling mendukung dalam penanggulangan narkoba dan HIV/AIDS. Program substitusi penyuntikan heroin dengan subutex perlu dikaji kembali sehubungan dengan fakta banyaknya subutex yang seharusnya digunakan sebagai
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 41
subtitusi oral ternyata digunakan sebagai narkoba suntik. lokomotif dalam mengkaji ulang program tersebut.
BNN dapat menjadi
(3) Monitoring, evaluasi dan riset pelaksanaan kebijakan penanggulangan narkoba Perlu dibangun suatu sistem informasi penanggulangan narkoba yang mampu menyediakan secara teratur data dan informasi untuk memonitor kemajauan pelaksanaan, dan mengevaluasi pencapaian program, termasuk cakupan dan efektivitas penanggulangan. Riset diperlukan untuk memahami situasi lapangan dan mengembangkan pendekatan-pendekatan inovatif yang efektif sekaligus mampu laksana, sesuai dengan konteks nasional dan lokal.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 42
DAFTAR PUSTAKA: Abdul-Quader, A.S., Heckathorn, D.D., McKnight, C., Bramson, H., Nemeth, C., Sabin, K., Gallagher, K. and Des Jarlais,,D.C. Effectiveness of Respondent-Driven Sampling for Recruiting Drug Users in New York City: Findings from a Pilot Study. Journal of Urban Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, Vol. 83, No. 3 BNN & Puslitkes UI. Stuid Baiaya Ekonomi dan Sosial Penyalahgunaan Narkoba Di Indonesia Tahun 2004. Depok: Puslitkes UI, 2004. BNN & Puslitkes UI. Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga di Indonesia Tahun 2005. Depok: Puslitkes UI, 2005. BNN & Puslitkes UI. Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di Indonesia Tahun 2006. Depok: Puslitkes UI, 2006. Broadhead, R. S., and Heckathorn, D. D. (1994). AIDS prevention outreach among injection drug users: Agency problems and new approaches. Social Problems, 41, 473–495. Broadhead, R. S., Heckathorn, D. D., Weakliem, D. L., Anthony, D. L., Madray, H., Mills, R. J., et al. (1998). Harnessing peer networks as an instrument for AIDS prevention: Results from a peer-driven intervention. Public Health Reports, 113(Suppl.1), 42–57. Collins And Lapsley (2004) Economic Costs Of Alcohol And Other Drugs In The Workplace, Section 3: Translating Research Into Practice Collins, D.J. & Lapsley, H.M. 2004. The Costs of Tobacco, Alcohol & Illicit Drug Abuse to Australian Society 2004/2005 Collins, D.J. & Lapsley, H.M. 2004. The costs of tobacco, alcohol and illicit drug abuse to Australian society in 2004/2005 Collins, D.J. and Lapsley, H.M. (1991). Estimating the economic costs of drug abuse. National Campaign Against Drug Abuse Monograph Series No. 15. Collins, D.J. and Lapsley, H.M. (1991). Estimating the economic costs of drug abuse. National Campaign Against Drug Abuse Monograph Series No. 15. Depkdiknas. Ikhtisar Data Pendidikan Nasional Tahun 2005/2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan. 2006 DSM IV-TR. Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders, fourth edition text revision. http://www.psychiatryonline.com/resourceTOC.aspx?resourceID=1 Eisner. R. 2005. Marijuana Abuse: Age of Initiation, Pleasure of Response Foreshadow Young Adult Outcomes in NIDA Research Findings vol. 19 no. 5. Frost, S.D.W., Brouwer, K.C., Firestone Cruz, M.A., Ramos, R., Ramos, M.E., Lozada, R.M., Magis-Rodriguez, C. and Strathdee, S.A. Respondent-Driven Sampling ofInjection Drug Users in Two U.S.–Mexico Border Cities: Recruitment Dynamics and Impact on Estimates of HIV and Syphilis Prevalence. Journal of Urban Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, Vol. 83, No. 7 Gordon, L., Tinsley, L., Godfrey, C., Parott, S. 2006. The economic and social costs of Class A drug use in England and Wales 2003/2004. Home Office Online Report 16/06 Heckathorn DD, Semaan S, Broadhead RS, Hughes JJ. Extensions of respondent-driven sampling:a new approach to the study of injection drug users aged 18–25. AIDS Behav.2002;6(1):55–67. Heckathorn DD. Respondent driven sampling, II. Deriving population estimates from Chain-referral samples of hidden populations. Soc Probl. 2002;49:11–34. Heckathorn, D. D., Broadhead, R. S., Anthony, D. L., and Weakliem,D. L. (1999). AIDS and social networks: Prevention through network mobilization. Sociological Focus, 32, 159–179. Heckathorn, D.D. 2007. Extensions of Respondent-Driven Sampling: Analyzing Continous Variables and Controlling for Differential Recruitment. http://www.respondentdrivensampling.org Heckathorn, D.D. Respondent-Driven Sampling: A New Approach to the Study of Hidden Populations. Social Probl. 1997;Vol. 44 No.2. Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif: penyalahgunaan napza/narkoba. Ed.2. Jakarta: EGC Johnston, L.G., Khanam,R., Reza,M., Khan, S.I., Banu,S., Shah Alam, Rahman,M., Azim,T. The Effectiveness of Respondent Driven Sampling for Recruiting Males Who have Sex with Males in Dhaka, Bangladesh. AIDS Behav (2008) 12:294–304 Johnston, L.G., Sabin, K., Hien, M.T. and Huong, P.T. Assessment of Respondent Driven Sampling for Recruiting Female Sex Workers in Two Vietnamese Cities: Reaching the Unseen Sex Worker Journal of Urban
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 43
Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, Vol. 83, No. 7 Kandel, Denise, The Measurement of "Ever Use" and "Frequency-Quantity" (in Drug Use Surveys), pp. 27-35, NIDA, Research Monograph Series 2, Operational Definition in Socio-behavioural Drug Use Research, Rockville, MD: National Institute on Drug Abuse Kopp, P. & Blanchard, N. 1997. Social costs of drug use in France. Meyer Roger E Different Patterns of Drug Use, pp. 17-24, NIDA, Research Monograph Series 2, Operational Definition in Socio-behavioural Drug Use Research, Rockville, MD: National Institute on Drug Abuse Office of National Drug Control Policy.2004. The Economic Costs of Drug Abuse in the United States, 1992-2002. Washington, DC: Executive Office of the President (Publication No. 207303). http://www.whitehousedrugpolicy.gov Predicting Heavy Drug Use: Results of a Longitudinal Study, Youth Characteristics Describing and Predicting Heavy Drug Use by Adults. Published February 2004. Office of National Drug Control Policy. www.whitehousedrugpolicy.gov/publications/predict_drug_use/intro.pdf Ramirez-Valles, J., Heckathorn, D.D., V´azquez, R., Diaz, R.M. and Campbell, R.T. From Networks to Populations: The Development and Application of Respondent-Driven Sampling Among IDUs and Latino Gay Men. AIDS and Behavior, Vol. 9, No. 4, December 2005 Rehm, J., Baliunas, D., Brochu, S., Fischer, B., Gnam, W., Patra, J., Popova, S., Sarnocinska-Hart, A., Taylor, B. 2006. The Cost of Substance Abuse in Canada 2002 Ritter, C. & Anthony, J.C. 1991. Factors influencing initiation of cocaine use among adults : Findings from the epidemiologic Caatchment Area Program. In S. Schober & C. Shade (Eds.), The An Epidemiology of cocaine use and abuse pp. 189-210, NIDA Research Monograph 110, DHHS Publication ADM 91-1787, Rockville, MD: National Institute on Drug Abuse Robson, L. & Single, E.1995. Literatur review on the economic costs of substance abuse. A report of the Canadian Centre on Substance Abuse Salganik MJ, Heckathorn DD. Sampling and estimation in hidden populations using respondent-driven sampling. Sociol Methodol. 2004;34:193–239. Schauffler, Et All (2001). Medicaid Coverage For Tobacco-Dependence Treatments, Health Affairs, 20(1). Single, E., Collins, D., Easton, B., Harwood, H., Lapsley, H., Kopp, P. dan Wilson, E. 2001. International Guidelines for Estimating the Costs of Substance Abuse—2001 Edition Substance Abuse and Mental Health Administration, National and State Estimates of the Drug Abuse Treatment Gap: 2000 National Household Survey on Drug Abuse, Appendix A, DHHS, 2002. Substance Abuse and Mental Health Services Administration. 2008. Results from the 2007 National Survey on Drug Use and Health: National Findings (Office of Applied Studies, NSDUH Series H-34, DHHS Publication No. SMA 08-4343). Rockville, MD. Todorov, AA., MT Lynskey, JD Grant, JF Scherrer, RD Todd, KK Bucholz (2006). “Psyciatrich comorbidity and progression in drug use in adult Male twins: implications for the design of genetic association studies”. Addictive Behaviour 31 (2006): 948-961 Wang J, Carlson RG, Falck RS, Siegal HA Rahman A, Li L. Respondent-driven sampling to recruit MDMA users: a methodological assessment. Drug Alcohol Depend. 2005; 78:147–157 What America's Users Spend on Illegal Drugs1988–2000. Published December 2001. Office of National Drug Control Policy. www.whitehousedrugpolicy.gov/publications/pdf/american_users_spend_2002.pdf www.datastatistik-indonesia.com www.nisn.diknas.go.id – Data rekap nasional. World drug report 2007. United Nations on Drugs and Crime. http://www.unodc.org/pdf/gap/trs-6.ppt-2007-06-05 World Drug Report 2008. http://www.unodc.org
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 44
LAMPIRAN TABEL A. ESTIMASI PENYALAHGUNA NARKOBA DI INDONESIA Tabel A1. Angka Estimasi Penyalahguna Narkoba di Indonesia, 2008 No
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali NTB NTT Papua Irian Jaya Barat Total
coba pakai minimal maksimal 77,548 84,335 113,594 131,211 34,259 39,365 122,114 142,463 20,065 22,987 124,493 143,295 11,155 13,888 52,252 61,857 10,526 12,935 14,401 16,811 2,964 3,412 10,506 12,075 22,715 27,230 1,636 2,071 7,129 8,312 24,164 27,905 9,093 11,264 5,269 6,550 7,830 9,323 9,398 11,157 9,798 11,495 3,986 4,563 10,174 11,626 29,854 35,197 2,093 2,567 11,383 13,229 7,547 8,576 4,334 4,966 11,171 13,364 14,953 18,383 12,385 14,781 6,127 7,469 2,902 3,376 807,817 938,041
teratur minimal maksimal 76,094 81,167 188,552 214,152 27,731 31,715 115,891 135,931 17,544 20,029 146,155 167,629 9,601 12,079 36,209 43,023 12,163 14,910 13,778 16,108 3,787 4,302 7,512 8,573 14,752 18,101 2,313 2,964 4,624 5,501 22,677 26,197 10,329 12,999 3,258 4,252 7,629 9,211 9,500 11,250 5,732 6,768 2,709 3,087 6,747 7,670 18,780 22,431 1,374 1,740 8,059 9,418 6,806 7,682 3,137 3,573 8,016 9,765 17,410 21,471 15,984 19,390 3,071 3,879 1,890 2,203 829,814 959,166
pecandu bukan suntik minimal maksimal 94,424 97,643 237,900 271,286 65,145 74,147 138,834 163,792 22,902 25,958 199,859 229,005 18,574 23,855 70,234 83,864 21,725 27,033 37,879 43,951 7,015 7,938 20,171 22,770 33,564 41,324 3,555 4,708 9,483 11,171 53,728 61,321 19,165 24,816 9,238 12,173 16,880 20,464 16,199 19,335 12,265 14,630 5,821 6,601 19,161 21,721 37,250 44,704 3,211 4,172 11,079 12,936 8,161 9,163 6,136 6,967 18,033 22,357 8,299 10,451 16,233 19,849 10,756 13,720 5,143 6,028 1,258,022 1,459,850
Pecandu suntik* minimal maksimal 30,384 31,395 30,649 35,502 11,267 12,886 19,394 23,116 3,970 4,506 27,798 31,893 3,247 4,202 13,473 16,135 4,371 5,432 5,560 6,510 3,656 4,132 3,572 4,075 7,732 9,494 1,761 2,276 2,182 2,578 6,711 7,801 3,675 4,776 2,488 3,261 4,658 5,626 6,364 7,528 1,850 2,188 865 981 1,655 1,878 8,869 10,613 722 917 993 1,152 1,256 1,413 1,042 1,183 3,551 4,392 752 912 3,070 3,724 700 885 344 401 218,581 253,762
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Total lahgun minimal maksimal 278,449 294,539 570,694 652,151 138,402 158,113 396,233 465,302 64,480 73,480 498,305 571,821 42,577 54,024 172,168 204,879 48,785 60,310 71,618 83,380 17,422 19,785 41,762 47,492 78,763 96,149 9,264 12,019 23,418 27,561 107,280 123,224 42,262 53,856 20,253 26,237 36,996 44,624 41,462 49,270 29,645 35,081 13,381 15,232 37,738 42,894 94,754 112,944 7,399 9,397 31,514 36,735 23,771 26,833 14,649 16,689 40,772 49,879 41,414 51,217 47,673 57,744 20,654 25,953 10,280 12,007 3,114,234 3,610,819
% thd populasi 3.3 1.6 1.6 1.4 2.2 1.6 1.3 1.6 1.3 1.5 1.6 1.7 1.4 1.2 1.6 1.6 1.2 1.1 1.3 1.6 1.6 1.7 1.7 1.4 1.2 1.6 2.0 1.8 1.4 1.1 1.3 1.3 1.6 1.6
Halaman | 45
Tabel A2a. Proyeksi Jumlah Penyalahguna Narkoba Kelompok Coba Pakai (Nilai Tengah) menurut Propinsi, 2004-2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat TOTAL
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
60,860 93,556 27,278 99,019 15,815 100,549 9,723 43,865 9,302 12,081 2,487 8,760 19,395 1,439 5,893 20,188 7,883 4,466 6,582 7,869 8,078 3,320 8,172 25,129 1,820 9,216 6,188 3,527 9,166 12,827 10,387 5,002 2,264 662,103
64,758 99,159 28,984 105,175 16,832 106,703 10,342 46,670 9,888 12,829 2,639 9,312 20,626 1,528 6,269 21,452 8,374 4,746 6,990 8,365 8,594 3,531 8,688 26,730 1,935 9,798 6,580 3,751 9,748 13,517 11,029 5,319 2,407 703,268
71,365 108,253 31,834 115,419 18,560 116,837 11,388 51,421 10,872 14,071 2,890 10,239 22,702 1,676 6,903 23,567 9,193 5,215 7,667 9,198 9,468 3,887 9,553 29,437 2,129 10,778 7,239 4,131 10,728 14,550 12,096 5,855 2,648 771,768
75,787 114,515 33,759 122,358 19,714 123,749 12,089 54,602 11,535 14,914 3,061 10,863 24,097 1,776 7,329 24,995 9,747 5,531 8,126 9,759 10,053 4,126 10,136 31,251 2,260 11,436 7,683 4,385 11,386 15,301 12,820 6,214 2,811 818,168
81,033 121,854 36,034 130,546 21,085 131,882 12,920 58,375 12,319 15,908 3,262 11,601 25,748 1,894 7,834 26,682 10,401 5,905 8,668 10,422 10,747 4,409 10,825 33,402 2,415 12,216 8,208 4,687 12,166 16,161 13,674 6,640 3,003 872,928
88,238 132,168 39,184 141,905 22,965 143,225 14,064 63,560 13,402 17,288 3,543 12,621 28,023 2,059 8,528 29,017 11,308 6,423 9,421 11,339 11,701 4,799 11,777 36,361 2,628 13,292 8,932 5,102 13,240 17,422 14,860 7,226 3,268 948,887
95,646 142,783 42,423 153,590 24,899 154,896 15,240 68,891 14,516 18,708 3,832 13,669 30,362 2,227 9,242 31,418 12,240 6,955 10,195 12,281 12,682 5,200 12,756 39,404 2,847 14,398 9,676 5,529 14,345 18,723 16,080 7,829 3,540 1,027,021
103,256 153,700 45,752 165,599 26,884 166,894 16,449 74,368 15,660 20,168 4,129 14,746 32,766 2,401 9,975 33,885 13,198 7,501 10,990 13,249 13,690 5,612 13,762 42,530 3,072 15,535 10,441 5,967 15,480 20,062 17,333 8,449 3,820 1,107,324
111,071 164,921 49,171 177,935 28,923 179,222 17,690 79,991 16,835 21,667 4,434 15,853 35,234 2,579 10,728 36,420 14,183 8,063 11,807 14,244 14,724 6,035 14,795 45,740 3,303 16,702 11,227 6,418 16,646 21,441 18,622 9,085 4,107 1,189,815
119,087 176,444 52,680 190,596 31,015 191,878 18,963 85,761 18,041 23,206 4,747 16,988 37,766 2,763 11,500 39,021 15,193 8,639 12,646 15,264 15,786 6,469 15,855 49,034 3,541 17,900 12,033 6,880 17,842 22,860 19,944 9,738 4,402 1,274,482
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 46
Tabel A2b. Proyeksi Jumlah Penyalahguna Narkoba Kelompok Teratur Pakai (Nilai Tengah) menurut Propinsi, 2004-2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat TOTAL
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
62,181 165,036 24,992 107,164 14,909 133,741 8,891 32,909 11,419 12,921 3,431 6,854 14,108 2,148 4,267 20,467 9,610 3,221 7,218 8,318 5,339 2,503 6,262 17,894 1,369 7,259 6,014 2,787 7,198 16,059 14,817 3,023 1,747 746,076
65,603 172,043 26,107 111,648 15,738 139,288 9,349 34,564 12,016 13,497 3,590 7,159 14,761 2,257 4,473 21,435 10,080 3,351 7,544 8,736 5,593 2,622 6,538 18,747 1,432 7,562 6,298 2,924 7,540 16,708 15,505 3,149 1,828 779,682
70,822 180,226 27,492 116,782 17,011 145,559 10,008 36,901 12,888 14,211 3,798 7,535 15,608 2,410 4,751 22,720 10,726 3,490 7,955 9,325 5,932 2,780 6,876 19,889 1,513 7,905 6,673 3,114 7,996 17,414 16,402 3,294 1,932 821,937
74,568 187,313 28,639 121,294 17,921 151,121 10,500 38,670 13,533 14,803 3,964 7,848 16,288 2,525 4,968 23,735 11,224 3,618 8,292 9,771 6,199 2,905 7,159 20,785 1,578 8,209 6,971 3,259 8,355 18,058 17,120 3,421 2,016 856,631
78,882 194,893 29,887 126,092 18,971 157,017 11,057 40,662 14,267 15,446 4,147 8,188 17,037 2,656 5,209 24,860 11,781 3,752 8,660 10,274 6,496 3,043 7,465 21,781 1,650 8,531 7,300 3,423 8,754 18,733 17,911 3,556 2,108 894,489
85,145 207,450 31,893 134,117 20,489 166,935 11,891 43,672 15,355 16,482 4,435 8,736 18,216 2,852 5,582 26,611 12,634 3,983 9,248 11,033 6,956 3,259 7,961 23,325 1,763 9,072 7,813 3,672 9,373 19,890 19,155 3,782 2,253 955,032
91,601 220,464 33,971 142,438 22,053 177,220 12,751 46,779 16,478 17,554 4,733 9,304 19,436 3,055 5,966 28,422 13,515 4,222 9,856 11,817 7,431 3,481 8,475 24,921 1,881 9,633 8,344 3,929 10,013 21,091 20,441 4,016 2,404 1,017,695
98,248 233,928 36,117 151,048 23,663 187,865 13,637 49,984 17,636 18,662 5,040 9,890 20,696 3,265 6,364 30,291 14,424 4,470 10,484 12,626 7,922 3,710 9,006 26,568 2,002 10,213 8,891 4,194 10,673 22,335 21,769 4,259 2,559 1,082,439
105,091 247,871 38,338 159,968 25,321 198,897 14,551 53,289 18,829 19,809 5,358 10,496 21,998 3,481 6,774 32,222 15,362 4,727 11,134 13,460 8,429 3,947 9,556 28,269 2,128 10,814 9,457 4,468 11,355 23,624 23,142 4,510 2,720 1,149,394
112,128 262,273 40,629 169,184 27,025 210,296 15,491 56,692 20,056 20,992 5,686 11,122 23,340 3,703 7,196 34,212 16,328 4,993 11,804 14,319 8,951 4,192 10,123 30,023 2,257 11,435 10,040 4,750 12,058 24,957 24,557 4,770 2,886 1,218,469
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 47
Tabel A2c-i Proyeksi Jumlah Penyalahguna Narkoba Kelompok Pecandu Non Suntik dan Suntik (Nilai Tengah) menurut Propinsi, 2004-2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat TOTAL
2004 Non Suntik Suntik 85,546 28,254 214,232 27,338 63,959 10,864 132,908 17,789 21,191 3,597 184,183 24,329 18,640 3,255 68,383 13,111 21,822 4,284 36,638 5,221 6,780 3,463 19,065 3,379 33,910 7,600 3,628 1,780 9,270 2,028 50,702 6,404 19,749 3,813 9,394 2,517 16,984 4,662 15,250 5,950 11,942 1,703 5,630 797 18,286 1,457 38,543 8,746 3,468 716 10,153 843 7,210 1,070 5,845 973 17,979 3,426 7,717 665 15,665 2,779 10,611 667 4,830 309 1,190,112 203,788
2005 Non Suntik Suntik 88,932 29,365 222,252 28,395 66,163 11,261 137,575 18,458 22,012 3,742 191,087 25,282 19,375 3,391 70,988 13,625 22,667 4,473 37,972 5,434 7,020 3,604 19,756 3,512 35,113 7,911 3,761 1,851 9,591 2,116 52,532 6,644 20,440 3,952 9,725 2,610 17,578 4,836 15,817 6,194 12,361 1,770 5,825 828 18,937 1,521 39,882 9,102 3,599 748 10,518 880 7,504 1,117 6,058 1,009 18,650 3,570 8,024 691 16,242 2,890 11,019 694 5,009 322 1,233,986 211,799
2006 Non Suntik Suntik 92,498 30,522 229,928 29,465 67,936 11,625 141,496 19,104 22,845 3,901 197,710 26,270 20,145 3,548 73,562 14,156 23,526 4,703 39,183 5,670 7,226 3,761 20,376 3,651 36,147 8,254 3,885 1,929 9,854 2,221 54,162 6,874 21,017 4,077 10,004 2,697 18,074 5,001 16,354 6,467 12,711 1,839 5,983 859 19,500 1,599 40,980 9,492 3,725 787 10,840 927 7,828 1,177 6,251 1,045 19,288 3,737 8,351 717 16,778 3,009 11,427 724 5,180 335 1,274,773 220,144
2007 Non Suntik Suntik 95,832 31,613 237,646 30,495 69,979 12,004 145,860 19,749 23,646 4,046 204,357 27,204 20,869 3,685 76,087 14,660 24,351 4,896 40,452 5,882 7,451 3,903 21,031 3,782 37,277 8,564 4,013 2,000 10,153 2,311 55,895 7,105 21,663 4,209 10,314 2,786 18,629 5,168 16,899 6,711 13,102 1,904 6,164 890 20,113 1,665 42,226 9,845 3,852 820 11,185 966 8,120 1,227 6,454 1,081 19,933 3,883 8,654 742 17,330 3,118 11,824 751 5,353 347 1,316,712 228,011
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
2008 Non Suntik Suntik 99,301 32,745 245,475 31,556 71,962 12,383 150,143 20,405 24,471 4,198 211,104 28,172 21,620 3,831 78,670 15,181 25,201 5,105 41,721 6,106 7,673 4,052 21,685 3,918 38,392 8,890 4,141 2,075 10,444 2,407 57,621 7,339 22,296 4,341 10,618 2,875 19,173 5,336 17,450 6,969 13,485 1,972 6,340 921 20,719 1,736 43,441 10,217 3,980 855 11,527 1,009 8,428 1,280 6,656 1,117 20,586 4,038 8,970 769 17,885 3,233 12,231 779 5,528 360 1,358,935 236,172
Halaman | 48
Tabel A2c-ii. Proyeksi Jumlah Penyalahguna Narkoba Kelompok Pecandu Non Suntik dan Suntik (Nilai Tengah) menurut Propinsi, 2009-2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat TOTAL
2009 Non Suntik Suntik 105,325 34,720 259,663 33,431 75,826 13,085 158,341 21,589 25,928 4,458 223,318 29,866 22,928 4,075 83,288 16,094 26,701 5,444 44,074 6,487 8,095 4,305 22,902 4,154 40,508 9,444 4,377 2,203 11,008 2,565 60,845 7,764 23,510 4,585 11,199 3,039 20,217 5,644 18,454 7,406 14,220 2,091 6,682 976 21,864 1,851 45,790 10,851 4,211 912 12,169 1,076 8,953 1,367 7,031 1,182 21,773 4,297 9,517 814 18,904 3,430 12,954 827 5,846 382 1,436,423 250,416
2010 Non Suntik Suntik 111,582 36,772 274,419 35,379 79,854 13,814 166,884 22,821 27,442 4,728 236,021 31,626 24,286 4,329 88,087 17,042 28,260 5,795 46,524 6,882 8,535 4,567 24,169 4,400 42,711 10,019 4,622 2,336 11,596 2,728 64,202 8,205 24,775 4,839 11,805 3,210 21,305 5,963 19,497 7,858 14,986 2,214 7,038 1,033 23,057 1,971 48,239 11,509 4,452 971 12,838 1,147 9,497 1,456 7,422 1,250 23,007 4,565 10,085 862 19,964 3,635 13,705 877 6,177 405 1,517,042 265,209
2011 Non Suntik Suntik 118,063 38,897 289,726 37,399 84,042 14,572 175,760 24,098 29,010 5,007 249,198 33,450 25,693 4,591 93,064 18,024 29,875 6,157 49,066 7,290 8,991 4,839 25,485 4,655 45,000 10,615 4,877 2,473 12,207 2,897 67,687 8,663 26,090 5,104 12,434 3,387 22,435 6,294 20,580 8,327 15,782 2,342 7,408 1,092 24,296 2,094 50,784 12,191 4,702 1,032 13,533 1,219 10,060 1,548 7,828 1,320 24,287 4,843 10,673 912 21,065 3,848 14,484 929 6,521 428 1,600,706 280,539
2012 Non Suntik Suntik 124,789 41,103 305,634 39,496 88,405 15,360 185,003 25,426 30,639 5,297 262,892 35,342 27,154 4,862 98,234 19,044 31,553 6,533 51,711 7,714 9,467 5,120 26,854 4,919 47,383 11,232 5,142 2,616 12,844 3,072 71,313 9,139 27,459 5,378 13,089 3,572 23,612 6,639 21,706 8,813 16,610 2,474 7,794 1,153 25,585 2,222 53,435 12,897 4,961 1,095 14,255 1,294 10,644 1,644 8,249 1,393 25,618 5,130 11,284 963 22,209 4,068 15,293 983 6,878 453 1,687,700 296,449
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
2013 Non Suntik Suntik 131,745 43,386 322,110 41,667 92,933 16,176 194,589 26,800 32,325 5,596 277,074 37,301 28,664 5,142 103,585 20,099 33,289 6,920 54,452 8,152 9,960 5,411 28,273 5,193 49,854 11,870 5,416 2,763 13,504 3,253 75,072 9,632 28,879 5,663 13,768 3,762 24,833 6,996 22,872 9,316 17,470 2,612 8,194 1,217 26,923 2,353 56,186 13,628 5,230 1,160 15,004 1,372 11,248 1,742 8,687 1,468 26,996 5,427 11,915 1,016 23,395 4,296 16,130 1,039 7,247 478 1,777,824 312,907
Halaman | 49
Tabel A3a. Estimasi Jumlah Penyalahguna Narkoba di Propinsi menurut Kelompok Pelajar dan Jenis Kelamin, 2004 No
Propinsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat TOTAL
Laki
Perempuan
Pelajar Total
Laki
Perempuan
Bukan Pelajar Total
Laki
Perempuan
Total Lahgun Total
104,981 132,658 30,719 105,756 24,103 119,138 16,008 59,732 17,260 16,734 3,955 11,099 23,690 2,798 7,319 28,124 11,212 4,561 8,314 12,924 8,480 3,651 8,982 29,082 2,148 8,932 8,202 4,314 13,210 10,348 13,469 5,579 2,641 860,122
16,609 18,520 5,111 17,727 5,117 25,299 2,050 10,027 2,575 2,555 702 1,299 3,401 298 999 3,336 1,585 852 1,339 1,561 2,240 814 2,050 5,368 709 2,307 1,881 950 1,230 2,645 3,639 1,476 708 146,979
121,590 151,178 35,831 123,483 29,219 144,437 18,058 69,759 19,835 19,289 4,658 12,397 27,091 3,097 8,318 31,460 12,796 5,413 9,653 14,485 10,720 4,465 11,032 34,451 2,856 11,239 10,084 5,264 14,440 12,992 17,108 7,055 3,349 1,007,101
101,607 325,340 78,872 213,665 22,054 264,738 19,784 76,173 23,511 41,413 9,788 22,827 41,886 5,244 11,543 59,028 24,793 12,055 22,279 20,211 13,317 6,502 19,179 47,625 3,519 13,953 9,068 6,569 21,025 22,308 22,724 9,905 4,686 1,597,192
11,692 33,035 9,545 26,049 3,405 40,889 1,843 9,300 2,551 4,599 1,264 1,943 4,374 406 1,146 5,093 2,549 1,638 2,610 1,775 2,559 1,054 3,184 6,394 845 2,622 1,513 1,053 1,424 4,147 4,466 1,906 914 197,786
113,299 358,375 88,416 239,715 25,460 305,627 21,627 85,473 26,063 46,012 11,052 24,770 46,260 5,650 12,688 64,121 27,342 13,693 24,890 21,986 15,876 7,556 22,362 54,020 4,364 16,575 10,581 7,621 22,450 26,455 27,189 11,812 5,600 1,794,978
206,588 457,998 109,591 319,421 46,157 383,876 35,792 135,905 40,772 58,147 13,744 33,926 65,576 8,042 18,862 87,152 36,005 16,616 30,593 33,135 21,797 10,153 28,161 76,708 5,667 22,885 17,270 10,883 34,235 32,655 36,193 15,484 7,327 2,457,315
28,301 51,555 14,656 43,776 8,522 66,188 3,892 19,326 5,127 7,154 1,966 3,241 7,775 704 2,145 8,429 4,133 2,489 3,950 3,336 4,799 1,868 5,234 11,763 1,554 4,929 3,394 2,003 2,655 6,792 8,105 3,383 1,622 344,764
234,889 509,552 124,247 363,198 54,679 450,064 39,684 155,231 45,898 65,301 15,710 37,167 73,351 8,747 21,006 95,581 40,138 19,106 34,543 36,471 26,596 12,021 33,394 88,470 7,221 27,814 20,664 12,885 36,889 39,447 44,298 18,867 8,949 2,802,079
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 50
Tabel A3b. Estimasi Jumlah Penyalahguna Narkoba di Propinsi menurut Kelompok Pelajar dan Jenis Kelamin, 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat TOTAL
Laki 141,252 178,492 41,333 142,295 32,430 160,300 21,539 80,370 23,224 22,516 5,322 14,933 31,875 3,765 9,848 37,841 15,085 6,137 11,186 17,389 11,410 4,913 12,085 39,130 2,890 12,018 11,036 5,804 17,773 13,923 18,122 7,506 3,553 1,157,296
Perempuan 22,347 24,918 6,877 23,852 6,884 34,040 2,758 13,491 3,465 3,438 945 1,747 4,576 401 1,344 4,489 2,132 1,146 1,802 2,100 3,014 1,095 2,758 7,223 954 3,104 2,531 1,279 1,655 3,558 4,897 1,986 953 197,760
Pelajar Total 163,599 203,410 48,210 166,147 39,315 194,340 24,297 93,861 26,689 25,954 6,267 16,681 36,451 4,167 11,192 42,330 17,217 7,283 12,989 19,489 14,424 6,008 14,843 46,353 3,843 15,122 13,567 7,083 19,429 17,481 23,019 9,492 4,506 1,355,056
Laki 113,636 363,854 88,209 238,959 24,665 296,078 22,126 85,190 26,295 46,316 10,947 25,530 46,845 5,864 12,909 66,016 27,728 13,483 24,917 22,603 14,894 7,272 21,449 53,263 3,936 15,605 10,142 7,347 23,514 24,948 25,414 11,078 5,241 1,786,269
Perempuan 13,076 36,946 10,675 29,133 3,808 45,730 2,061 10,401 2,854 5,143 1,414 2,173 4,892 454 1,281 5,696 2,850 1,831 2,920 1,985 2,862 1,179 3,561 7,151 945 2,932 1,692 1,177 1,593 4,638 4,994 2,132 1,022 221,200
Bukan Pelajar Total 126,712 400,799 98,883 268,092 28,473 341,807 24,187 95,591 29,148 51,459 12,361 27,702 51,736 6,319 14,190 71,712 30,579 15,314 27,836 24,589 17,755 8,451 25,010 60,415 4,881 18,537 11,833 8,524 25,107 29,586 30,408 13,210 6,263 2,007,469
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Laki 254,888 542,345 129,542 381,254 57,095 456,378 43,665 165,560 49,518 68,832 16,269 40,463 78,719 9,630 22,757 103,857 42,814 19,619 36,103 39,993 26,304 12,185 33,534 92,393 6,826 27,623 21,178 13,151 41,288 38,871 43,536 18,584 8,794 2,943,565
Perempuan 35,423 61,864 17,551 52,985 10,693 79,769 4,819 23,892 6,319 8,581 2,358 3,920 9,468 856 2,625 10,185 4,982 2,977 4,722 4,085 5,876 2,274 6,319 14,374 1,899 6,037 4,223 2,456 3,248 8,196 9,891 4,119 1,975 418,960
Total Lahgun Total 290,311 604,209 147,093 434,239 67,788 536,147 48,484 189,451 55,837 77,413 18,627 44,383 88,187 10,485 25,382 114,042 47,796 22,597 40,825 44,078 32,180 14,458 39,853 106,768 8,724 33,659 25,401 15,606 44,536 47,067 53,427 22,702 10,768 3,362,525
Halaman | 51
Tabel A3c. Estimasi Jumlah Penyalahguna Narkoba di Propinsi menurut Kelompok Pelajar dan Jenis Kelamin, 2013 No
Propinsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat TOTAL
Laki
Perempuan
Pelajar Total
Laki
Perempuan
Bukan Pelajar Total
Laki
Perempuan
Total Lahgun Total
209,020 264,126 61,163 210,564 47,989 237,206 31,873 118,928 34,365 33,319 7,875 22,098 47,167 5,572 14,573 55,996 22,323 9,081 16,553 25,732 16,884 7,269 17,883 57,904 4,276 17,783 16,331 8,589 26,301 20,602 26,817 11,107 5,258 1,712,528
33,068 36,873 10,176 35,295 10,187 50,371 4,081 19,963 5,127 5,087 1,398 2,586 6,772 594 1,989 6,643 3,155 1,696 2,667 3,107 4,460 1,620 4,081 10,689 1,411 4,594 3,745 1,892 2,450 5,266 7,246 2,939 1,410 292,639
242,088 300,999 71,340 245,859 58,177 287,577 35,954 138,892 39,493 38,406 9,273 24,683 53,939 6,166 16,562 62,638 25,478 10,776 19,220 28,840 21,344 8,890 21,965 68,592 5,687 22,377 20,077 10,481 28,750 25,868 34,063 14,047 6,668 2,005,166
145,961 467,357 113,301 306,935 31,682 380,302 28,420 109,424 33,775 59,491 14,061 32,792 60,170 7,533 16,581 84,795 35,616 17,318 32,005 29,033 19,130 9,341 27,551 68,415 5,056 20,044 13,027 9,436 30,203 32,045 32,643 14,229 6,731 2,294,400
16,796 47,455 13,711 37,421 4,892 58,738 2,647 13,360 3,665 6,606 1,816 2,791 6,283 584 1,646 7,316 3,661 2,352 3,750 2,550 3,676 1,514 4,573 9,186 1,214 3,766 2,173 1,512 2,046 5,957 6,415 2,739 1,313 284,123
162,757 514,813 127,012 344,355 36,573 439,040 31,067 122,783 37,440 66,097 15,877 35,583 66,453 8,116 18,227 92,111 39,277 19,670 35,755 31,583 22,806 10,855 32,124 77,600 6,269 23,810 15,199 10,948 32,249 38,003 39,058 16,968 8,044 2,578,524
354,981 731,483 174,464 517,498 79,671 617,508 60,293 228,352 68,140 92,809 21,936 54,890 107,337 13,104 31,154 140,791 57,939 26,398 48,558 54,765 36,014 16,610 45,434 126,318 9,331 37,828 29,358 18,025 56,504 52,648 59,460 25,336 11,989 4,006,928
49,864 84,329 23,887 72,715 15,079 109,109 6,728 33,323 8,793 11,693 3,214 5,376 13,055 1,177 3,635 13,959 6,816 4,048 6,417 5,658 8,136 3,135 8,655 19,874 2,625 8,360 5,918 3,404 4,496 11,223 13,661 5,678 2,722 576,762
404,845 815,812 198,351 590,214 94,750 726,617 67,021 261,675 76,933 104,503 25,150 60,266 120,392 14,282 34,789 154,750 64,755 30,447 54,975 60,423 44,151 19,745 54,088 146,192 11,956 46,188 35,276 21,429 61,000 63,870 73,121 31,014 14,712 4,583,690
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 52
LAMPIRAN TABEL B. ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT PENYALAHGUNAAN NARKOBA Tabel B1. Estimasi Kerugian Ekonomi akibat Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, 2008 (dalam 1.000.000 rupiah) Komponen Kerugian Ekonomi
2008
Konsumsi Narkoba Pengobatan sakit Overdosis Detok & Rehabilitasi Pengobatan Sendiri Kecelakaan Tertangkap Polisi Penjara Aktivitas Terganggu Total biaya private
15,376,071 7,743,243 22,124 1,094,519 19,688 323,220 882,602 839,813 188,705 26,489,986
Lossproductivity Sakit Overdosis Detok & Rehabilitasi Kecelakaan Tertangkap Polisi Penjara Premature Death Tindak Kriminal Total biaya social
227,450 8,454 59,036 722,715 680,424 45,735 3,957,060 252,657 5,953,530
Total Biaya Ekonomi
32,443,515
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 53
Tabel B2a Biaya Private (dalam 1.000.000 rupiah) No Propinsi
1 DKI Jakarta 2 Jawa Barat 3 Banten 4 Jawa Tengah 5 DI Yogyakarta 6 Jawa Timur 7 NAD 8 Sumatera Utara 9 Sumatera Barat 10 Riau 11 Kep. Riau 12 Jambi 13 Sumatera Selatan 14 Bangka Belitung 15 Bengkulu 16 Lampung 17 Kalimantan Barat 18 Kalimantan Tengah 19 Kalimantan Selatan 20 Kalimantan Timur 21 Sulawesi Utara 22 Gorontalo 23 Sulawesi Tengah 24 Sulawesi Selatan 25 Sulawesi Barat 26 Sulawesi Tenggara 27 Maluku 28 Maluku Utara 29 Bali 30 NTB 31 NTT 32 Papua 33 Irian Jaya Barat total
Pengobatan sakit Konsumsi Rawat jalan Rawat inap Narkoba 1,153,948 435,404 301,542 822,912 134,953 2,202,263 438,806 133,501 270,959 1,254,374 149,244 1,849,701 613,609 15,847 210,850 3,855,694 85,638 2,872 150,395 1,573 17,047 557,676 5,996 63,394 219,639 9,587 23,475 321,772 13,511 65,485 132,793 10,224 9,020 284,841 36,792 76,472 795,149 70,732 56,369 86,829 14,258 13,846 152,167 21,860 28,889 630,499 94,551 559,455 230,302 34,631 51,414 177,612 9,046 17,335 317,749 16,292 30,808 449,802 3,666 19,294 292,901 30,186 58,907 100,843 7,919 11,183 141,183 4,742 6,051 933,620 54,079 180,490 63,968 5,255 8,532 188,302 14,250 16,986 217,407 16,424 28,851 165,070 12,489 23,036 370,013 50,668 0 67,977 6,130 6,622 136,435 10,326 15,102 35,284 4,607 0 16,499 2,103 505 15,376,071 1,516,486 6,226,757
overdosis
detok
7,060 4,364 1,660 930 2,327 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 73 15 27 0 337 40 0 280 35 46 128 106 3,183 283 1,155 51 23 22,124
27,638 0 3,612 43,142 886 271,706 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2,029 3,630 9,023 0 0 0 0 0 0 0 0 73 0 0 0 0 361,740
detoks & rehab Rehab detoks & pengobatan kecelakaan rehab sendiri 124,804 0 2,578 26,641 5,669 0 1,438 107,483 26,680 0 1,010 21,820 33,840 0 955 17,817 781 310 206 2,591 292,799 0 149 13,140 0 0 331 2,076 0 0 1,283 7,741 0 0 1,269 1,559 0 0 1,988 2,530 0 0 575 295 353 0 946 2,441 4,273 0 891 6,225 68 0 239 586 170 0 479 1,239 0 0 929 11,020 5,334 0 87 1,702 1,427 0 168 1,112 2,519 0 297 1,956 0 0 603 2,749 5,321 0 939 5,149 5,021 0 184 0 0 0 43 991 162,703 0 769 15,568 3,021 0 111 1,009 9,610 0 358 2,462 15,758 0 359 3,024 11,949 0 271 2,407 3,060 12,410 155 50,683 1,065 125 6 1,252 3,199 510 25 2,228 0 0 30 3,877 0 0 17 1,845 719,424 13,355 19,688 323,220
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
tertangkap polisi 30,226 239,651 36,513 253,673 24,042 67,634 12,671 46,373 3,741 5,683 0 2,435 15,873 468 1,171 6,768 110 5,257 9,211 32,161 10,768 3,102 4,088 28,320 2,075 5,388 6,048 4,772 9,424 959 1,845 8,344 3,808 882,602
penjara 0 93,060 11,593 524,550 32,822 12,332 1,768 6,421 508 852 0 3,043 19,536 585 1,463 5,651 0 5,602 9,846 42,265 19,403 2,258 0 16,098 1,431 4,133 7,052 5,404 294 3,835 7,380 430 196 839,813
aktivitas terganggu 5,950 46,431 7,539 44,830 916 16,218 700 2,556 1,222 1,845 526 3,299 8,926 996 1,762 11,871 4,049 1,310 2,356 1,430 3,483 814 1,165 4,617 485 1,721 1,874 1,219 1,425 1,586 2,666 1,939 979 188,705
total 2,115,791 3,658,226 953,692 4,173,056 905,188 4,618,182 186,561 691,439 261,001 413,666 153,434 410,622 977,974 117,875 209,201 1,320,744 327,702 220,913 394,691 560,993 427,395 131,365 158,263 1,396,545 85,921 243,256 296,925 226,724 501,388 89,841 180,871 54,562 25,975 26,489,986
Halaman | 54
Tabel B2b Biaya Sosial (dalam 1.000.000 rupiah) No Propinsi Rawat Jalan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali NTB NTT Papua Irian Jaya Barat total
loss produc: sakit Rawat Inap
4,924 7,043 2,505 6,433 564 12,045 1,088 936 833 1,174 642 877 664 243 481 2,187 181 98 187 384 320 159 101 3,161 105 295 411 300 1,405 426 720 344 157 51,392
2,410 48,660 2,210 35,780 6,043 3,386 1,396 5,230 0 0 0 1,059 159 0 509 14,559 203 94 167 122 1,886 0 222 46,645 0 2,480 0 2,283 258 101 194 0 0 176,058
Loss produc: overdosis
2,254 2,285 485 125 0 2,172 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 83 17 31 0 39 13 0 424 12 15 42 35 298 24 99 0 0 8,454
loss: detoks & rehab detok Rehab
75 0 14 0 0 42,329 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 0 0 42,423
0 0 0 0 0 5,528 0 0 0 0 0 44 397 9 21 34 59 768 1,340 3,410 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,711 3,292 0 0 16,613
tindak kriminalitas keluarga orang lain
16,941 5,111 4,149 93,968 392 16,553 996 3,652 555 775 172 1,257 3,889 363 675 5,002 1,857 481 856 219 3,555 664 266 7,682 445 1,321 1,984 1,376 6,278 313 655 2,019 942 185,364
5,171 32,300 4,694 2,777 0 2,498 807 3,046 246 361 0 3 41 0 1 0 1,174 389 692 360 444 193 545 6,202 139 310 333 272 446 143 468 2,185 1,050 67,293
loss: kecelakaan 39,904 111,269 25,416 255 7,357 146,957 1,054 3,944 705 1,132 101 7,630 41,285 1,947 3,872 8,972 3,498 1,826 3,193 3,076 3,745 3,552 5,179 64,316 2,538 5,746 7,512 6,046 163,572 3,814 7,135 24,833 11,333 722,715
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
loss: polisi loss: penjara
4,314 33,363 5,666 23,477 65,845 17,418 75,071 272,738 21,597 36,060 0 175 2,002 34 84 10 25 1,316 2,318 9,228 45,841 5,268 21 7,071 3,153 10,124 14,338 10,864 113 192 370 8,465 3,863 680,424
0 257 24 32,988 6,045 2,470 0 0 0 0 0 27 0 5 13 343 0 175 310 1,448 308 41 0 269 35 52 125 103 66 3 5 428 195 45,735
premature death
total
804,893 289,136 136,933 90,408 24,425 1,087,785 93,396 254,373 42,121 59,271 10,362 28,862 85,616 17,073 16,926 68,651 51,189 26,678 51,409 23,877 33,683 16,265 1,947 407,052 18,305 22,057 38,300 31,923 102,798 2,981 10,835 5,122 2,410 3,957,060
880,887 529,424 182,095 286,211 110,672 1,339,142 173,809 543,919 66,057 98,774 11,277 39,934 134,052 19,674 22,583 99,757 58,268 31,843 60,503 42,122 89,822 26,155 8,280 542,823 24,732 42,400 63,046 53,203 275,235 9,709 23,777 43,397 19,950 5,953,530
Halaman | 55
Tabel B3. Proyeksi Kerugian Ekonomi akibat Penyalahgunaan Narkoba, 2008-2013 (dalam 1.000.000 rupiah) Komponen Kerugian Ekonomi Konsumsi Narkoba Pengobatan sakit Overdosis Detok & Rehabilitasi Pengobatan Sendiri Kecelakaan Tertangkap Polisi Penjara Aktivitas Terganggu Total biaya private Losproductivity Sakit Overdosis Detok & Rehabilitasi Kecelakaan Tertangkap Polisi Penjara Premature Death Tindak Kriminal Total biaya sosial Total Biaya Ekonomi
2008
2009
2010
2011
2012
2013
15,376,071 7,743,243 22,124 1,094,519 19,688 323,220 882,602 839,813 188,705 26,489,986
18,091,388 8,702,021 24,879 1,227,433 22,084 362,933 990,547 941,278 211,776 30,574,340
20,282,410 9,768,183 27,944 1,375,194 24,747 407,090 1,110,562 1,054,070 237,427 34,287,628
22,882,765 10,951,867 31,346 1,539,201 27,703 456,109 1,243,784 1,179,254 265,901 38,577,930
25,604,770 12,266,436 35,125 1,721,325 30,986 510,546 1,391,728 1,318,263 297,521 43,176,701
28,621,331 13,723,403 39,313 1,923,146 34,624 570,877 1,555,681 1,472,299 332,563 48,273,237
227,450 8,454 59,036 722,715 680,424 45,735 3,957,060 252,657 5,953,530
256,199 9,519 66,146 811,191 762,622 51,265 4,195,741 283,780 6,436,464
288,177 10,704 74,050 909,562 853,997 57,412 4,443,614 318,387 6,955,903
323,690 12,021 82,822 1,018,759 955,410 64,236 4,700,463 356,805 7,514,205
363,133 13,482 92,563 1,140,024 1,068,022 71,812 4,967,031 399,471 8,115,539
406,856 15,103 103,356 1,274,413 1,192,809 80,208 5,242,795 446,757 8,762,296
32,443,515
37,010,803
41,243,531
46,092,135
51,292,240
57,035,532
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 56
Tabel B4.
Proyeksi Kerugian Ekonomi akibat Penyalahgunaan Narkoba menurut Propinsi, 2008-2013 (dalam 1.000.000 rupiah)
No
Propinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Bali NTB NTT Papua Irian Jaya Barat total
2,008
2,009
2,010
2,011
2,012
2,013
2,996,678 4,187,650 1,135,787 4,459,267 1,015,860 5,957,324 360,370 1,235,358 327,058 512,440 164,710 450,556 1,112,026 137,549 231,784 1,420,501 385,970 252,756 455,194 603,116 517,217 157,520 166,543 1,939,368 110,653 285,657 359,970 279,927 776,623 99,549 204,648 97,959 45,925
3,312,758 4,696,351 1,266,955 4,994,604 1,139,807 7,455,146 398,455 1,369,981 364,454 571,152 184,249 503,681 1,242,861 153,377 259,067 1,588,383 430,183 282,133 507,928 675,823 578,207 175,681 186,634 2,151,857 123,003 319,090 401,523 312,092 865,258 111,595 228,967 108,626 50,924
3,663,507 5,260,961 1,412,499 5,589,336 1,277,524 8,282,559 440,382 1,518,522 405,985 636,396 206,083 562,669 1,387,950 170,910 289,352 1,774,709 479,115 314,679 566,335 756,560 645,865 195,799 208,960 2,386,278 136,652 356,164 447,554 347,714 963,351 124,974 255,957 121,342 56,891
4,049,171 5,886,610 1,573,444 6,249,023 1,430,304 9,364,159 486,488 1,682,220 451,893 708,544 230,274 628,013 1,548,610 190,295 322,892 1,981,195 533,199 350,684 630,935 846,079 720,811 218,054 233,732 2,644,620 151,718 397,214 498,471 387,106 1,071,764 139,813 285,866 135,431 63,502
4,473,673 6,580,130 1,751,536 6,981,154 1,599,860 10,394,423 537,247 1,862,805 502,677 788,384 257,092 700,442 1,726,623 211,742 360,058 2,210,165 593,019 390,544 702,434 945,381 803,878 242,691 261,231 2,929,596 168,363 442,695 554,834 430,700 1,191,672 156,279 319,029 151,052 70,833
4,940,143 7,347,443 1,948,232 7,792,007 1,787,658 11,530,734 593,032 2,061,659 558,748 876,570 286,762 780,562 1,923,474 235,425 401,162 2,463,552 659,060 434,586 781,417 1,055,315 895,764 269,912 291,694 3,243,393 186,716 492,986 617,105 478,853 1,324,046 174,512 355,727 168,337 78,945
32,443,515
37,010,803
41,243,531
46,092,135
51,292,240
57,035,532
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 57
UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa survey Nasional Penyalahgunaan Narkoba 2008 terselenggara atas prakarsa Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) dan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia telah berjalan dengan lancar. Kegiatan ini terlaksana salah satunya karena kerjasama semua tim yang telah terlibat mulai dari perumusan ide, pembuatan kuesioner, try out kuesioner dan instrument penelitian, pelatihan, setting lapangan, pengumpulan data, entry data dan analisis data. Pastinya masih segar ingatan akan begitu banyak teman-teman yang berpartisipasi mengikuti proses rekrutmen koordinator lapangan hingga akhirnya terpilih 17 kordinator lapangan dan dibantu oleh 170 enumerator. Kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman atas dedikasinya terhadap pelaksanaan pengumpulan data di 17 lokasi survey hingga proses editing data. Semoga kita dapat terus melanjutkan kerjasama pada kegiatan-kegiatan seterusnya. Berikut nama korlap dan lokasi survey Nasional Penyalahgunaan Narkoba 2008 BNN-Puslitkes UI: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Nama Koordinator lapangan Meyke C. Ramola Hendri Hartati Ardha Renzulli Heru Susetyono Heksa Sari Julianti Haryono Junedi Zahid Iffahwan Basuki Iman Hadi Ferdinand P. Siagiaan Sonny Wibisono Bayu Fajar Wirawan Rudi Zulkarnaen Hari Moertopo Nodivel Ahmad Caesar Wisnu Issantoso
Lokasi Survei Manado Surabaya Bandar Lampung Pontianak Yogyakarta Palu Batam Palembang Medan Bandung Makassar Samarinda Mataram Denpasar Semarang Jakarta Papua
Survei ini juga tidak mungkin dapat berjalan dengan lancar tanpa bantuan teman-teman LSM dan Mitra Lokal yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dengan tulus untuk membantu kami terutama dalam hal menyediakan tempat basecamp, mengumpulkan enumerator dan memberikan informasi gambaran penyalahgunaan narkoba di lokasi survei. Bahkan beberapa rekan korlap juga sangat dibantu dengan teman mitra lokal/LSM yang menenangkan responden yang merasa ‘terusik’ dengan kehadiran ‘orang asing’ bagi mereka. Maka kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua mitra lokal dan teman-teman LSM yang kami tidak bisa sebutkan satu persatu, namun tak mengurangi rasa hormat dan terimakasih yang sangat besar bagi mereka. Semoga kita dapat melanjutkan hubungan baik untuk bekerjasama di kegiatan-kegiatan berikutnya. Di bawah ini adalah mitra lokal dan LSM untuk Survey Nasional Penyalahgunaan Narkoba 2008 BNN RI -Puslitkes UI :
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Halaman | 58
No 1 2
Wilayah Kalimantan Barat (Pontianak) Sumut (Medan)
3
Kepri (Batam)
4
Sumsel (Palembang)
5
Bandar Lampung
6
Kaltim (Samarinda)
7
Bali (Denpasar)
8
Jatim (Surabaya)
9
Jateng (Semarang)
10 11
DI Yogyakarta NTB
12
Sulsel (Makasar)
13
Sulut (Manado)
14
Sulteng (Palu)
15 16 17
Papua (Jayapura) DKI Jakarta Jabar (Bandung)
Mitra Lokal Rizal/ Mia Sabran Eban Totonta Kaban, SE. Indra K. Nasution Efrizal , SE Arlan Yulfar, SKM, Mkes Erigana, SKM, M.Kes & Ali Chozin Syahri Suharni/ASA Asmaripa Ainy, S.Si, M.Kes Aji Vespa Abdul Muthalib Tahar, SH. Aslam
LSM/Yayasan Yayasan Pontianak Plus Univ. Tanjungpura Yayasan Medan Plus Univ. Sumatera Utara YBTDB Dinkes Batam Dinkes Batam Yayasan Intan Maharani Yayasan Intan Maharani Univ. Sriwijaya Saburai Support G Univ. Lampung Yayasan Laras
Anak Agung Kresna Ida Ayu Laksmi Rudhy Sinyo Eko Maryono Muhamad N Arifin Edy Herry Pryhantoro, Drs, M.Si Yvonne Joyo Nur Suryanto Gono, M.Si Didik J. Nugroho Ryan Stella
Yayasan Mata Hati Univ. Udayana East Java Actions Yayasan Bina Hati
Sophian Shanti Riskiyani Rodhi Lolong Martin Umar Junaedi Sri Nurrahma Ester Erfan, SSos. Radit Dadi Suhanda, S.Sos Meilani, SSos.
Laporan Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba, tahun 2008
Univ. Airlangga Yayasan Performa Univ. Diponegoro UGM Forum Korban Napza Univ. Mataram Makasar Harm Reduction Community (MHaRC) Univ. Hassanudin YMM YMM Univ. Tadaluako YPPM UI (Kessos) Yayasan Rumah Cemara Univ. Padjajaran Univ. Padjajaran