PENYAKIT AKABANE DI INDONESIA Indrawati Sendow (Balai Penelitian Veteriner, Bogor)
PENDAHULUAN Akabane adalah nania sebuah penyakit yang sering dihubungkan dengan kelainan bawaan pada anak sapi, domba clan kambing yang dilahirkan akibat infeksi virus Akabane (AKA) atau virus pathogen lainnya yang termasuk dalam kelompok virus Simbu (Inaba dkk ., 1975 ; Shepherd dkk., 1978 ; Kurogi dkk ., 1977a,b) . Selain pada ternak sapi, kambing dan domba, virus AKA juga dapat menginfeksi ternak kerbau, keledai, kuda, unta dan binatang liar lainnya (Inaba dkk ., 1975 ; Al Busaidy dkk., 1987, 1988 ; Cybinski dkk ., 1978 ; Davies clan Jesset, 1985) . Infeksi pada induk ternak yang bunting dan tidak mempunyai kekebalan terhadap virus AKA, dapat menyebabkan kelainan bawaan (kongenital) pada anak-anak yang dilahirkan tanpa menimbulkan gejala klinis pada induknya (Kurogi dkk ., 1977 a, b) . Virus AKA pertama kali diisolasi berasal dari nyamuk pada tahun 1959 di Jepang (Oya dkk ., 1961) . Pada tahun 1973-1974, didaerah Aka bane, Jepang, telah terjadi abortus dan kematian ternak sapi yang dilahirkan dalam jumlah besar, dan disertai dengan kelainan bawaan seperti pembesaran kepala clan kekakuan sendi kaki pedet yang dilahirkan (Miura dkk ., 1974 ; Kurogi dkk ., 1975) . Demikian pula kasus yang sama terjadi di Australia pada tahun 1974 (Delta-Porta dkk., 1976) . Ternyata, virus AKA merupakan salah satu penyebab utama terjadinya keguguran tersebut (Delta-Porta dkk ., 1976 ; Kurogi dkk ., 1976 ; Inaba dkk ., 1975) . Namun tidak tertutup kemungkinan infeksi virus kelompok simbu lainnya seperti virus Aino,Virus Peaton, atau virus Tinaroo, yang juga dapat menyebabkan kelainan-kelainan tersebut (Mc Phee dkk ., 1981) . Adapun penyebaran antibodi virus AKA dapat diditeksi di Australia (Cybinski dkk ., 1978), Afrika (Davies dan Jesset, 1985 ; AI Busaidy dkk ., 1987 ; Metselaar dan Robin, 1976), Eropa (Sellers dan
30
Herniman, 1981 ; Urman dkk., 1979 ; Markusfeld dan Mayer, 1971) dan Asia (Kurogi dkk., 1975 ; Marfiatiningsih, 1983 ; Sudana dan Miura ., 1983) . Di Indonesia, penyakit AKA belum banyak diketahui baik secara klinis maupun secara serologis. Hasil penelitian pendahuluan secara serologi di daerah Lampung dan Bali, menunjukkan bahwa ternak sapi di Daerah tersebut mengandung antibodi virus AKA (Marfiatiningsih, 1983 ; Sudana clan Miura, 1983, Sendow dkk., 1994) . Hingga saat ini, isolasi virus AKA belum dilaporkan . Tulisan ini akan mengupas lebih banyak mengenai penyakit AKA secara umum dan kejadiannya di Indonesia . ETIOLOGI Penyakit AKA disebabkan oleh virus AKA, yang termasuk dalam sub kelompok Simbu, famili Bunyaviridae (Bishop dan Shope, 1979) . Virus AKA mempunyai diameter 70-130 mm (Takahashi dkk ., 1978), yang terdiri dari 3 segmen single stranded ribonuclei acid (SS-RNA) dan mempunyai amplop yang terdiri dari glikoprotein . Adapun sifat-sifat kimiawi dari virus ini antara lain, virus AKA tidak tahan pada media ber pH 3 clan dapat diinaktifkan dengan tripsin serat tidak tahan panas (Takahashi dkk ., 1978 ; Mc Phee dkk., 1981) . Virus AKA juga diketahui mempunyai amplop protein, sehingga sensitif terhadap cloroform, ether dan sodium deoxycholate (Doherty dkk ., 1972 ; Takahashi dkk., 1978 ; Oya dkk., 1961) . Bila diinokulasikan pada biakan jaringan BHK-21, Vero, Hm-Lu 1, PK-15, MDBK, Bovine thymus, RK-13 atau ginjal embryo sapi, virus AKA dapat menyebabkan cythopathic effect (CPE) (Cybinski dkk ., 1978 ; Porterfield dan Delta-Porta., 1981 ; Kurogi dkk ., 1976) . Namun demikian, bila diinokulasikan pada biakan jaringan Aedes albopictus, virus AKA tidak menghasilkan CPE, tetapi virus dapat berkembang biak (Hoffmann dan St . George, 1985) .
WARTAZOA Vol. 4 No. 1-2, Pebruari 1995
GEJALA KLINIK Virus AKA tidak menyebabkan sakit atau menimbulkan gejala klinis pada sapi, domba dan kambing yang terinfeksi setelah lahir meskipun virus AKA berkembang biak dalam tubuh ternak tersebut, yang ditandai dengan adanya viraemia (Kurogi dkk ., 1977a,b ; Inaba dkk ., 1975 ; Parsonson dkk ., 1977). Ternak yang terinfeksi virus AKA sebelum bunting, akan mempunyai antibodi dan tidak peka terhadap infeksi AKA selanjutnya . Akibatnya, apabila ternak tersebut bunting dan terinfeksi virus AKA, kelainan bawaan dan gejala klinis lainnya tidak tampak pada anak ternak yang dilahirkan dan induknya . Namun, apabila infeksi terjadi pertama kali pada ternak yang sedang bunting, terutama pada trimester pertama kebuntingan, kelainan pada janin akan terjadi . Kelainan tersebut seperti keguguran yang disertai dengan gejala kekakuan pada sendi kaki (arthrogryposis) dan perbesaran otak akibat penimbunan cairan (hydranencephaly), kesulitan melahirkan (distokia) yang sering disebabkan oleh arthrogryposis (AG) yang dapat menyebabkan kematian, hewan yang lahir dapat ataksia, tidak adanya koordinasi, kebutaan dan dysphagia, namun pada induk ternak tersebut, gejala klinis tidak ditemukan (Kurogi dkk., 1975 ; Kurogi dkk ., 1977 a, b; Inaba dkk ., 1975 ; Parsonson dkk., 1977) . Arthrogryposis (AG) dikarakterisasi dengan kerusakan pada otot kaki yang menyebabkan sendi-sendinya membengkok kedalam (flexion) atau keluar (extention) secara kaku, sehingga tidak dapat diluruskan walaupun secara paksa . Akibatnya pedet tersebut tidak dapat berdiri (Inaba dan Matumoto, 1981) . Umumnya pedet yang mengalami AG mengalami kesulitan waktu lahir (Distokia) . Tortikolis, skoliosis dan kiposis terjadi sebagai hasil dari gangguan otot pada kolum vertebral . Kerusakan pada sistim syaraf pusat janin yang terinfeksi sangat bervariasi, tergantung pada tempat dan parahnya kerusakan tersebut sehingga dapat menyebabkan kebutaan, nystagmus (kekejangan disertai mata melotot), ketulian, bodoh, tidak dapat menyusu dan lumpuh (Hartley dkk ., 1977 ; Shepherd dkk ., 1978 ; Inaba dan Matumoto, 1981) . PATHOGENESIS Hasil serologi pada serum janin yang dilahirkan sebelum mendapat kolostrum dan serum induk yang terinfeksi menunjukkan serum janin tersebut mengandung antibodi terhadap virus AKA. Hal ini menunjukkan bahwa janin tersebut
telah terinfeksi dengan virus AKA sejak dalam kandungan . Hal ini membuktikan bahwa virus AKA dapat masuk kedalam janin tersebut melewati barier plasenta, sehingga dapat menyebabkan keguguran, kelahiran dini atau kelainan bawaan pada anak yang dilahirkan, walaupun gejala klinis tidak ditemui pada induknya (Kurogi dkk ., 1977 a, b ; Narita dkk ., 1979 ; Parsonson dkk ., 1977) . Virus AKA dapat ditemukan dengan titer yang tinggi pada otak, cairan cerebral, sumsum tulang belakang (spinal cord), otot kerangka (muscle skeleton) dan plasenta dari janin yang terinfeksi secara alami (Kurogi dkk., 1976) . Pada hewan percobaan Hamster, virus AKA dapat diisolasi dengan titer yang tinggi dari darah, paruparu, limpa, hati, plasenta dan janin Hamster (Anderson dan Campbell, 1978) . Penelitian Kurogi dkk . (1977a,b) menyimpulkan bahwa perubahan patologis yang primer pada infeksi buatan pada sapi bunting dengan virus AKA adalah encephalomyelitis dan polymyositis . Janin yang terinfeksi berat menyebabkan abortus. Janin yang dapat hidup dapat menyebabkan hydrocephalus tergantung dari stadium kebuntingan (Inaba & Matumoto, 1981) . PENYEBARAN PENYAKIT Infeksi virus AKA disebarkan oleh serangga, karena itu penyakit ini merupakan penyakit Arbovirus . Hingga saat ini virus AKA telah berhasil di isolasi dari serangga jenis Culicoides brevitarsis (Delta-Porta dkk ., 1976 ; St George dkk ., 1978), Culicoides oxystoma (Kurogi dkk., 1986,1987) Culex tritaeniorhynchus, Aedes vexans (Kurogi dkk ., 1976) dan Anopheles funestus (Metselaar dan Robin, 1976) . KEJADIAN PENYAKIT DI INDONESIA Di Indonesia data serologis dari beberapa propinsi, masih belum banyak diketahui, demikian pula data isolat virus yang telah berhasil disolasi . Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa antibodi terhadap virus AKA dapat dideteksi pada ternak sapi, kambing dan domba dengan persentase reaktor bervariasi tergantung spesies dan asal ternak (Tabel 1 dan 2) . Tabel 1 menunjukkan bahwa serum sapi yang diuji yang berasal dari Kalimantan Selatan, mempunyai angka prevalensi yang cukup besar (27%), sedangkan didaerah lainnya sangat kecil . Pada ternak kambing dan domba, prevalensi reaktornya lebih kecil dibanding ruminansia besar (Tabel 2) . Hal ini menunjukkan
31
INDRAWATI SENDOW: Penyakit Akabane Di Indonesia
bahwa ternak ruminansia di Indonesia peka terhadap infeksi arbovirus, seperti AKA. Tabel 1 . Hasil serologis deteksi antibodivirus AKA di beberapa propinsi di Indonesia pada ternak sapi Propinsi
Jumlah sampel
Jawa Barat Jawa Tengah Bali NTB NTT Tim-Tim Irian Jaya Lampung Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan TOTAL
247 154 66 124 378 319 633 312 97 308
Reaktor (%) 0 (0 %) 4 (3 %) 0 (0%) 0 (0%) 15 (4%) 10(3 %) 65 (10%) 27 (9 %) 0 (0%) 84(27%)
2648
205 (8 ' %)
Tabel 2 . Hasil serologis deteksi antibodi virus AKA di beberapa propinsi di Indonesia pada ternak ruminansia kecil Propinsi
spesies
NTT
kambing domba
151 170
0 (0%) 0 (0%)
Irian Jaya
kambing domba
273 107
17 (6 %) 1 (1 %)
710
18(2 %)
TOTAL
Jumlah sampel
reaktor (%)
Seperti telah disebutkan di atas bahwa penyebaran penyakit ini melalui serangga, maka serangga jenis Culicoides spp. ditangkap dibe berapa daerah di Indonesia (Sukarsih dkk., 1993) . Hasil menunjukkan bahwa C. brevitarsis terdapat di Indonesia (Sukarsih dkk ., 1993), dimana jenis ini telah diketahui merupakan vektor AKA di Australia (St. George dkk ., 1978) . Namun tidak tertutup kemungkinan adanya spesies lain selain C. brevitarsis dan C. oxystoma yang dapat bertindak sebagai vektor AKA di Indonesia . Penelitian mengenai vektor AKA dan arbovirus lainnya perlu dilakukan . Hasil pengamatan di lapang, pernah dilaporkan terdapat kasus keguguran pada satu ekor ternak sapi dengan janin berkepala besar beberapa tahun yang lalu . Apakah kelainan tersebut disebabkan oleh infeksi virus AKA, masih perlu dibuktikan . Namun kasus keguguran dan distokia sering terjadi, tanpa disertai dengan kelainan teratogenik dari janin yang abortus . Perlu dicatat bahwa, tidak semua ternak yang mengalami abor-
32
tus adalah akibat dari infeksi AKA . Infeksi penyakit, Brucella, Leptospira atau agen penyakit lainnya dapat juga rnenyebabkan keguguran . DIAGNOSIS Selain dengan melihat gejala klinis, pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mendiagnosis penyakit AKA yang mencakup isolasi virus, serologi, patologi anatomi dan histopatologi . Pemeriksaan serologis 1 . Uji Serum netralisasi (SN) Uji serologis ini paling sering digunakan untuk mendeteksi antibodi ataupun antigen virus penyakit, karena uji ini merupakan uji yang spesifik, sehingga tipe virus penyebab penyakit dapat ditentukan . Umumnya uji ini dilakukan pada pelat mikrotiter 96 lubang dengan menggunakan biakan jaringan Vero (Delta-Porta dkk ., 1976) . Pada uji ini kelainan biakan jaringan berupa Cytopathic effect (CPE) diamati . Pada uji serum netralisasi, serum yang mengandung antibodi terhadap virus AKA diadu dengan virus AKA . Adanya CPE menandakan bahwa antibodi pada serum tersebut tidak homolog dengan virus AKA, sedangkan apabila CPE tidak terjadi, menunjukkan bahwa serum tersebut mengandung antibodi yang homolog dengan virus AKA . 2. Uji Haemaglutinasi inhibisi (HO Uji ini juga merupakan uji tipe virus, dengan prinsip kerja yang sama dengan uji serum netralisasi . Namun uji ini sangat tergantung pada pH dan molaritas NaCl (Goto dkk ., 1978) . Keuntungan dari uji ini adalah lebih cepat dan relatip lebih murah dibanding uji SN . 3. Uji agar gel immunodifusi (AGID) Disamping uji yang spesifik, seperti yang disebutkan diatas (uji SN dan HI), terdapat pula uji kelompok seperti uji AGID dan uji komplemen fiksasi (CF) . Uji ini tidak sesensitive uji serum netralisasi . Uji ini merupakan uji kelompok, dimana pada uji ini dapat mendeteksi antibodi AKA, Aino, Tinaroo dan Peaton yang termasuk dalam kelompok Simbu (Mc Phee dan Delta-Porta, 1981) . Sedangkan pada uji SN, reaksi silang tersebut dapat dieliminasi .
WARTAZOA Vol. 4 No . 1-2, Pebruari 1995
4. Uji fiksasi komplemen (CF) Disamping untuk mendeteksi antibodi terhadap virus AKA, uji CF juga digunakan untuk mendeteksi kelompok virus Simbu dan memban dingkan hubungan antara kelompok virus Simbu (Doherty dkk ., 1972) . Pada uji ini semua isolat AKA dapat diditeksi (Metselaar dan Robin, 1976) . Isolasi virus Untuk mendapatkan isolat virus AKA, isolasi virus perlu dilakukan baik dari jaringan tubuh maupun dari serangga yang diduga sebagai vektor penyakit AKA. Jaringan Tubuh yang dapat diambil untuk mengisolasi virus AKA adalah otak, cairan cerebral, sumsum tulang belakang, otot, plasenta janin, dan amnion . Akan tetapi virus AKA tidak dapat diisolasi dari jeroan atau darah janin yang terinfeksi (Kurogi dkk ., 1976) . Jaringan tubuh tersebut dibuat suspensi 10 % dalam media nutrisi berantibiotik 200 IU Penisilin dan 200 mg Streptomisin per ml . Suspensi dipusing untuk memisahkan supernatannya. Supernatan tersebut akan digunakan untuk isolasi virus AKA . Selain jaringan tubuh tersebut, serangga juga dapat digunakan untuk isolasi virus AKA . Serangga yang telah diidentifikasi, digerus dalam larutan penyangga phosphat buffer saline (PBS) . Suspensi serangga dan supernatan tersebut akan digunakan untuk isolasi dengan menginokulasikannya pada bayi tikus putih umur 1-2 hari secara intracerebral (Oya dkk ., 1961 ; Doherty dkk ., 1972) . Disamping menggunakan bayi tikus, biakan jaringan Baby Hamster Kidney (BHK-21), Vero dan Hm Lu 1 juga dapat digunakan (St George dkk ., 1978) . Virus AKA telah dibuktikan juga dapat berkembang biak pada embryo ayam tertunas dengan menyuntikkannya secara intra kuning telur (intra Yolk Sac) . Adapun kelainan embryo yang dihasilkan dapat berupa kekerdilan, gangguan dan kelainan otak, perbesaran otak akibat penimbunan cairan, arthrogryposis dan pembentukan yang tidak sempurna dari kaki embryo tersebut (Miah dan Spradbrow, 1978 ; Mc Phee dkk., 1984) . Beberapa peneliti membandingkan sistim isolasi melalui bayi tikus dan biakan jaringan, menunjukkan bahwa biakan jaringan Hm Lu-1 (Hamster Lung), VERO, SVP dan BHK-21 hampir sama sensitivitasnya dengan bayi tikus putih (Kurogi dkk., 1976 ; Porterfield dan DellaPorta, 1981) .
DIAGNOSIS BANDING Selain Akabane virus, agen lain yang bukan kelompok virus Simbu, dapat menyebabkan kelainan bawaan pada sapi, kambing, dan domba (Porterfield dan Della-Porta, 1981) . Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi alam, kelainan genetik, lingkungan yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia yang bersifat teratogenik . Kemungkinan lainnya yang harus dibedakan dengan penyakit AKA yang merupakan agen penyakit seperti virus bluetongue, Aino, bovine viral diarrhoca, mucosal disease, Wesselsbron dan Rift Walley fever (Harttey dan Wanner, 1974) . PENCEGAHAN PENYAKIT Pencegahan infeksi AKA dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan . Metoda pertama ditujukan pada vektor penyakit, yang kedua de ngan cars memberikan perlindungan pada ternak hewan dengan vaksinasi . Metoda pertama mencakup pemberantasan vektor penyakit dengan menggunakan insektisida . Namun hal ini sangat sulit untuk dilakukan, baik dari segi ekonomik maupun efisiensi . Beberapa jenis Culicoides spp, yang dapat bertindak sebagai vektor AKA, mempunyai media perkembang biakan pada kotoran sapi dan lumpur . Perkembang biakan serangga tadi mungkin dapat dihambat apabila sanitasi kandang dan pembuangan kotoran dilaksanakan dengan baik . Metoda yang kedua adalah dengan melakukan vaksinasi . Cara ini dilakukan dibeberapa negara yang secara klinik AKA sering terjadi . Terdapat dua jenis vaksin yang digunakan untuk pencegahan infeksi AKA, yaitu dalam bentuk vaksin aktip dan vaksin inaktip . Di Jepang dan Korea, vaksin aktip dan inaktip telah dikembangkan pada sapi, bahkan telah diproduksi secara komersial (Kurogi dkk ., 1979 ; Young dkk ., 1990 ; Bong dkk ., 1992) . Untuk vaksin aktip, virus AKA dilemahkan dengan mempasase pada biakan jaringan paru-paru Hamster (Hm Lul) pada suhu rendah (Kurogi dkk ., 1979) . Sedangkan vaksin inaktip, virus diinaktipkan dengan formalin atau b- propilakton (Kurogi dkk, 1978) . Gejala pasca vaksinasi tidak pernah ditemukan, dan aman bila diberikan pada ternak bunting (Bong dkk ., 1992 ; Young dkk ., 1990) . Di Indonesia, pencegahan dengan vaksinasi pada ternak lokal tidak dilakukan, mengingat gejala klinis yang ditimbulkan belum banyak di laporkan . Namun perlu dipertimbangkan
33
INDRAWATI SENDOW:: Penyakit Akabane Di Indonesia
vaksinasi pada ternak sapi bunting muda yang akan diimpor ke Indonesia, terutama yang berasal dari daerah bebas AKA . Mengingat beberapa jenis serangga yang dapat bertindak sebagai vektor AKA, banyak ditemui di Indonesia . KESIMPULAN Dari hasil pengamatan di lapang dan laboratorium, dapat disimpulkan bahwa infeksi AKA terdapat di Indonesia, dengan prevalensi reaktor bervariasi tergantung spesies dan lokasi ternak . Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa infeksi telah terjadi pada ruminansia lokal di Indonesia, walaupun tanpa disertai gejala klinis yang nyata. Hal ini dapat disebabkan karena infeksi AKA telah terjadi sebelum ternak tersebut dikawinkan, sehingga respons antibodi dapat terdeteksi tanpa disertai gejala klinis . Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai bahan informasi di lapang . DAFTAR PUSTAKA AI- Busadidy, S .M ., Mellor, P .S . and Taylor, W .P . 1988 . Prevalence of neutralizing antibodies to Akabane virus in the Arabian Peninsula . Vet. Microbiol . 17 : 141-149. Al-Busaidy, S ., Hanblin, C . and Taylor, W-P 1987 Nentralising antibodies to Akabane virus in free living wild animals in Africa . Trop. Anim . Hlth . Prod. 1 9 : 197-202 . Anderson, A.A and Campbell, C .H . 1978 . Experimental placental transfer of Akabane virus in the hamster . Am .J .Vet .Res . 33 9 :301 304.Bishop, D.H .L . and shope, R .E . (1979) . Bunyaviridae In : comprehensive ViroIogy .Eds .Fraenkel-Conrat, and Wagner, R .R . Vol.14, Plenum Press, New York, ppl-156 . Bishope, D .H .L . and Shope, R.E . 1979 . Bunyaviridae . In :Comphrehensive Virology . Vol . 14 . Eds . Fraenkel-Conrat, H . and Wagner, R .E . Plenum Press, New York . Bong, K.P ., Chung, H .C ., Young, S . L.,Seong, W.S ., Pil S.L ., Jae, Kwang, W.L ., Dong, S .S ., Yi, S .J ., C .R and Yung, H .K . 1992 . Studies on an attenuated live Akabane virus vaccine against Akabane disease for the PD50 Method . Res . Rep . Rural Dev . Adm . 34 (2) : 20-26.
34
Cybinski, D.H ., St . George, T.D . and Paull, N .I . 1978 . Antibodies to Akabane virus in Australia . Aust . Vet . J . 54 : 1 - 3 . Davies and Jesset, D .M . 1985 . A study of the host range and distribution of antibody to Akabane virus in Kenya . J . Hyg . 95 : 191-196 . Della-Porta, A.J ., Murray, M .D . and Cybinski, D.H . 1976 . Congenital bovine epizootic arthrogryposis and hydranencephaly in Australia . Dis tribution of antibodies to Akabane virus in Australian cattle after the 1974 epizootic .Aust.Vet .J . 52 :496-501 . Doherty, R .L ., Carley, J .G ., Standfast, H .A .,Dyee, A.L . and Snowdon, W.A . 1972 . Virus strains isolated from arthropods during an epizootic of bovine ephemeral fever in QueensIand .Aust .Vet .J . 48 :81-86 . Goto,Y ., Inaba,Y ., Miura,Y ., Kurogi, H ., Takahashi, E ., Sato,K ., Omori, T . Hanaki, T ., Sazawa, H and Matumoto, M . 1978 . Hemag glutination inhibition test applied to the study of Akabane virus infection in domestic animals . Vet. microbiol . 3 : 89-99 . Hartley, W.J . and Wanner, R.A . 1974 . Bovine congenital arthrogryposis in New South Wales. Aust . Vet. J . 50 : 185-188 . Hartley, W.J ., De Saram, W.G ., Della-Porta, A. J ., Snowdon, W.A . and Shepherd, N .C . 1977 . Pathology of congenital bovine epizootic arthrogryposis and hydranencephaly and its relationship to Akabane virus . Aust . Vet. J . 53 : 319-325 . Hoffmann, D . and St . George, T .D . 1985 . Growth of epizootic haemmorrhagic disease, Akabane and ephemeral fever viruses in Aede salbo ic = cells maintained at various temperatures . Aust . J . Biol . Sci . 38 : 183-188 . Inaba, J., Kurogi, H . and Omori, T . 1975 . Akabane disease : Epizootic abortion, premature birth, stillbirth, congenital arthrogryposis and hydran encephaly in cattle, sheep and goat caused by Akabane virus . Aust .Vet . J. 5 1 584-585 . Inaba, J . and Matumoto, m . 1981 . Congenital Arthrogryposis-Hydranencephaly syndrome . In : Virus Diseases of Food Animals . Vol. II .
WARTAZOA Vo% 4 No . 1-2, Pebiuad 1995
Academic Press . Ed . E.P .J . Gibbs. pp . 653671 . Kurogi, H ., Akiba, K., Inaba, Y and Matumoto, M . 1987 . Isolation of Akabane virus from the biting midge Culicoides oxystoma in Japan . Vet . Microbial, 15 : 243-248 . Kurogi, H ., Inaba, Y ., Takahashi, E ., Sato, K., Satoda, K., Goto, Y ., Omori, T ., and Matumoto, M 1977a . Congenital abnormalities in newborn calves after inoculation of pregnant covers with Akabane virus . Infection and Immunity, 17, 338-343 . Kurogi, H ., Akiba, K ., Kubo, M . and goto, 4 1986 . Isolation of Akabane virus from Culicoides oxystoma in Kagoshima, Japan in 1984 . J . Jpn . Vet. Med. Assoc ., 9 : 166-170. Kurogi, H ., Inaba, Y ., Takahashi, E ., Sato, K., Goto, Y, and Omori, T. 1977b. Experimental infection of pregnant goats with Akabane virus . Nat . Inst . Anim . Hlth . Quart . 1 7 : 1-9 . Kurogi, H ., Inaba,Y ., Goto,Y ., Miura,Y., Takahashi, E., Sato,K ., Omori, T . and Matumoto, M . 1975 . Serologic evidence for etiologic role of Akabane virus in epizootic abortionarthrogryposis-hydfianencephaly in cattle in Japan, 1972-1974 . Arch . Virol .47:71-83 . Kurogi, H ., Inaba,Y ., Takahashi,E., Sato, K., Omori,T., Miura,Y ., Goto,Y ., Fujiwara,Y ., Hatano,Y ., Kodama,K ., Fukuyama,S ., Sasaki and Matumoto,M . (1976) . Epizootic congenital arthrogryposis-hydranencephaly syndrome in cattle . Isolation of Akabane virus from affected fetuses. Arch . Virol . 51 : 6774 . Kurogi, H ., Inaba,Y., Takahashi, E., Sato,K ., Goto,Y ., Satoda, K ., Omori, T . and Hatakeyama, H . 1978 . Development of inac tivated vaccine for Akabane Disease . Nat. Inst . Anim . Hlth . Quart . 18 : 97-108 . Kurogi, H ., Inaba,Y ., Takahashi, E., Sato,K ., Akashi, H ., Satoda, K ., and Omori, T. 1979 . An attenuated strain of Akabane virus : A candidate for live virus vaccine . Nat. Inst . Anim . Hlth . Quart. 19 : 12-22 .
Marfiatiningsih, S. 1983 . Reaksi serologis dari ternak sapi terhadap virus Akabane . Laporan tahunan hasil penyidikan penyakit hewan di Indonesia periode 1981-1982 . Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta . Pp : 90-95. Markusfeld, 0 . and Mayer, E. 1971 . An arthrogryposis and hydranencephaly syndrome in calves in Israel 1969-1970 : Epidemiological and clinical aspects. Refu . Vet. 28 : 51-61 . Mc Phee, D .A . and Della-Porta,A.J . 1981 . Biochemical and serological comparisons of Australian bunyaviruses belonging to the Simbu serogroup . In : Proceeding of 4th Negative Strand Virus Symposium . Eds. Bishop, DHL and Compans,R.W . Elsevier/North Holland, New York . Mc
Phee, D .A ., Parsonson, I .M ., DellaPorta,A .J .and Jarnett, R .G . 1984 . Teratogenicity of Australian Simbu serogroup and some other Bunyaviridae viruses : the embryonated chicken egg as a model . Infect . Immun . 43 : 413-420.
Metselaar, D . and Robin, Y. 1976 . Akabane virus isolated in Kenya . Vet . Rec . 99 :86 . Miah ., A. H and Spradbrow, P.B . 1978 . The growth of Akabane virus in chicken embryoes . Res. Vet . Sci . 2 5 : 253-254 . Miura, Y ., Hayashi, S ., Ishihara, T ., Inaba, Y., Omori, T ., and Matumoto, M . 1974 . Neutralizing antibody against Akabane virus in preco lostral sera from calves with congenital arthrogryposis - hydranencephaly syndrome . Arch . Ges . Virus . Forsch . 48 : 377-380 . Narita, M ., Inui, S . and Hashiguchi, Y . 1979 . The pathogenesis of congenital encephalopathies in sheep experimentally induced by Akabane virus . J . Comp . Path . 89 : 229-240 . Oya, A ., Okuno, T ., Ogata, T ., Kobayashi, I and Matsuyama, T. 1961 . Akabane, a new arbovirus isolated in Japan. Jpn, J . Med. Sci . Biol ., 14 : 101-108 .
35
INDRAWATI SENDOW: Penyakit Akabane Di Indonesia
Parsonson, I .M ., Della-Porta, A . J . and Snowdon, W.A . 1977 . Congenital abnormalities in new born lambs after onfection of pregnant sheep with Akabane virus . !nfect . Immun. 15 : 254262 . Porterfield, J .S . and Della-Porta, A.J . 1981 . Bunyaviridae . Infections and Diagnosis . In : Comparative diagnosis of viral diseases . Part B . Vol . 4 . Eds. Kurstak, E and Kurstak, C . Academic Press, New York . Sellers, R .F . and Herniman, K .A .J . 1981 . Neutralisin g antibodies to Akabane virus in ruminants in Cyprus . Trop . Anim . Hlth . Prod . 1 3 : 57-60 . Sendow, I ., Marfiatiningsih, S and Sukarsih . 1994 . Prevalensi reaktor Akabane di Propinsi Lampung . Penyakit Hewan . In press .
Sud.ana, I .G . and Miura, Y . 1983 . Pemeriksaan serologik sapi di Jawa Timur dan Bali terhadap penyakit Akabane . Hemera Zoa 71 (2) : 135140 . Sukarsih, Daniels, P.W ., Sendow, I. and Soleha, E . 1993 . Longitudinal studies of Culicoides associated with livestock in Indonesia . In Pro ceeding of Sixth symposium Arbovirus Research in Australia. Eds . Uren, MF and Kay, B.H . Pp : 203 - 209. Takahashi, E ., Inaba,Y ., Kurogi,H ., Sato,K ., Goto,Y ., Ito,Y., Omori,T. and Matumoto,M . 1978 . Physicochemical properties of Ak virus, a member of the Simbu arbovirus abane group of the family . Bunyaviridae . Vet .Microbiol . 3 :45-54 .
Shepherd,N .C ., Gee,C .D ., Jessep,T ., Timmins,G ., Carroll,S.In and Bonner,R .B . 1978 . Congenital bovine epizootic arthrogyposis and hydranencephaly .Aust .Vet .J . 54 :171-177 .
Urman, H .K ., Milli, U ., Mert, N ., Berlina, S., Kaharaman, M .M ., Yuce, H . and AVVUran, H . 1979 . Turlirye de Buzagilarda Kojenital epi zootik Arthrobyposis ve Hydranencephalie olaylari . Ankara Univ . Vet . Fak . Derg ., 26 287-295 .
St . George, T.D ., Standfast, H .A . and Cybinski, D .H . 1978 . Isolation of Akabane virus from sentinel cattle and Culicoides brevitarsis. Aust . Vet. J. 5 4 : 558-561 .
Young, S . L ., Chung, H .C ., Jae, C .R and Yung, H .K . 1990 . Development of inactivated vaccine against Akabane disease in cattle . Res. Rep. Rural Dev . Adm . 32 (3) : 9-14 .