Penutup Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim Muhrizal Sarwani dan Haris Syahbuddin
Kemandirian Pangan adalah Suatu Keharusan Cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, harus ditopang dengan kemandirian pangan yang kuat dan berkelanjutan. Langkah kebijakan, taktis dan operasional pencapaian kemandirian pangan diantaranya dituangkan dalam bentuk program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), serta dalam bentuk target Empat Sukses Pembangunan Pertanian. Dalam upaya pencapaian Empat Sukses Pembangunan Pertanian, peran Penelitian dan Pengembangan Pertanian sangat penting dan vital, yaitu melalui penciptaan teknologi inovasi, baik berupa varietas unggul baru, prototipe atau model sistem usaha tani dan perekayasaan, teknologi sistem informasi, teknologi budidaya, pascapanen serta alat dan mesin pertanian, termasuk pula didalamnya adalah model diseminasi dan kelembagaan. Pemanfaatan teknologi tersebut telah terbukti nyata dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Salah satu produk unggulan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), yang disosialisasi secara massive dan dimanfaatkan untuk pengaturan pola tanam, pemilihan varietas dan rekomendasi pupuk adalah Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu (SI Katam Terpadu). Meskipun telah dilakukan upaya sosialisasi yang cukup signifikan, teratur dan terus menerus, hingga saat ini, belum seratus persen petani di Indonesia mengetahui dan memanfaatkan SI Katam
435
Sarwani dan Syahbuddin
Terpadu sebagai pedoman bercocok tanam padi dan palawija. Selain hambatan sarana dan prasarana teknologi informasi, ketersediaan saprodi (benih, pupuk, pestisida, alat mesin pertanian) tepat waktu, distribusi ketersediaan tenaga kerja, dan modal, menjadi kendala rutin bagi petani sebelum memulai bercocok tanam. Di sisi yang lain, perubahan iklim yang kerap terjadi, menyebabkan banyak petani memasrahkan usaha taninya pada keramahan alam. Kebiasaan, insting dan intuisi petani ketika melihat air, menjadi pendorong utama mulai dilakukannya bercocok tanam padi dan palawija pada musim tertentu. Padahal boleh jadi air yang ada tersebut hanya cukup untuk fase vegetatif saja. Perubahan iklim, selain menyebabkan penurunan ketersediaan air secara drastis, tidak jarang juga menyebabkan kebanjiran dengan lama genangan yang cukup panjang pada sentra produksi pertanian. Fakta menunjukkan, fenomena perubahan iklim dalam sepuluh tahun terakhir menyebabkan areal terkena kekeringan dan banjir makin luas. Pada tahun 1997/1998, kita mengalami kekeringan yang panjang, hingga menghilangkan satu musim tanam. Sedangkan tahun 2010 dan 2013 yang baru lalu, kita mengalami kebasahan yang panjang, hingga pada kedua tahun itu dapat disebut sebagai tahun tanpa kemarau dan tahun dengan kemarau basah. Peluang kebasahannya cepat berlalu dan tidak dapat dimanfaatkan. Pengetahun kita kurang memadai dan kuat terhadap informasi klimatologis yang disampaikan satu dua bulan sebelumnya, sekalipun informasinya sudah disampaikan dalam bentuk yang lebih operasional dan tinggal pakai saja. Dinamika iklim antar musim yang berlangsung tiba-tiba, antara kekeringan dan kebanjiran menimbulkan turunan proses dinamika perkembangan OPT, hara, dan produktivitas tanaman. Dinamika iklim seperti tersebut di atas, mengajarkan pada kita untuk selalu siap dengan rencana aksi adaptasi satu dua bulan sebelumnya. Sehingga secara ilmiah kita dapat menentukan prediksi waktu dan luas tanam potensial sebagai target baru menggantikan penetapan waktu dan luas tanam yang telah diwariskan selama puluhan tahun. Waktu dan luas tanam potensial tersebut juga secara ilmiah harus didukung oleh sistem penyediaan benih varietas unggul adaptif terhadap bencana OPT, banjir dan kekeringan, serta sistem penyediaan pupuk spesifik lokasi dan bencana. Selama ini realitas 436
Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim
penyediaan sarana produksi digeneralisir untuk semua lokasi tanpa memperhatikan spesifik bencana yang terjadi pada sentra produksi pertanian atau wilayah tertentu. Buku SI Katam Terpadu menguraikan, meneropong dan disusun untuk memberikan solusi menghadapi tantangan tersebut. Namun demikian, pengetahuan dan pengalaman empirik yang terkandung didalamnya, masih harus didukung dengan berbagai langkah strategis dan operasional agar solusi yang ditawarkan menjadi lebih komprehensif, menyeluruh dan sistemis. Beberapa langkah strategis yang diarahkan untuk memberikan jaminan terhadap keberhasilan kemandirian pangan tersebut, antara lain: (1) Memantapkan kerjasama antara Balitbangtan dengan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) serta lembaga internasional potensial untuk meningkatkan akurasi informasi SI Katam Terpadu, khususnya dalam menetapkan estimasi waktu dan luas tanam untuk musim tanam berikutnya. (2) Memantapkan kerjasama antara Balitbangtan dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam hal: (a) pengembangan sistem peringatan dini banjir dan kekeringan melalui program informasi visual iklim pertanian di media elektronik dan jejaring sosial, (b) percepatan arus informasi iklim untuk sektor pertanian dan Katam Terpadu, baik di pusat maupun daerah yang dapat diterapkan secara sinergi oleh BPTP bersama BMKG, dan (c) program peningkatan sistem jaringan stasiun iklim telemeteri di sentra produksi pangan. (3) Menjadikan SI Katam Terpadu sebagai isi pokok dari keputusan kepala pemerintahan atau kepala daerah, khususnya pada tingkat kabupaten dalam pengaturan waktu dan pola tanam serta rekomendasi varietas dan kebutuhan benih, serta rekomendasi dan kebutuhan pupuk. (4) Menyepakati untuk menyusun, mensosialisasikan dan mengimplementasikan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Pertanian c/q Kepala Balitbangtan dan Kepala BMKG kepada para gubernur dan bupati/walikota, agar setiap posko P2BN perlu diperkuat dengan SI Katam Terpadu.
437
Sarwani dan Syahbuddin
Keempat langkah strategis tersebut, dapat dipercepat untuk diwujudkan karena didukung oleh beberapa payung hukum, antara lain: (1) Inpres No 5/2011: Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapai Iklim Ekstrem. (2) Kepmentan 3537/2010: Tim Teknis Perubahan Iklim. (3) Permentan No. 45/2011: Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). (4) SK Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian No 77.1/Kpts/OT.160/I/3/2012: Tim Penyusunan Katam Terpadu. (5) SK Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian No. 178.1/Kpts/OT.160/I/7/2012: Pembentukan Gugus Tugas Katam dan Perubahan Iklim di BPTP. Payung hukum nomor lima di atas merupakan salah satu payung hukum yang sangat penting dalam pelaksanaan fungsi Gugus Tugas di 33 BPTP seluruh Indonesia untuk melengkapi SI Katam Terpadu, melakukan verifikasi, monitoring dan evaluasi serta analisis data dan informasi yang berhubungan dengan SI Katam Terpadu dan perubahan iklim spesifik lokasi. Adapun langkah operasional yang perlu dilakukan bersama-sama dengan langkah strategis untuk mewujudkan kemandirian pangan dalam menghadapi perubahan iklim, antara lain: (1) Menyusun perencanaan program dan anggaran secara utuh dan kontinu. Artinya program adaptasi sektor pertanian terhadap perubahan iklim tidak dapat dilakukan setengah hati. (2) Melakukan identifikasi kompetensi dan mandatori institusi penyedia data guna menjamin validitas data dan informasi. (3) Memantapkan metode pengambilan dan analisis data, monitoring, validasi, verifikasi, dan evaluasi. (4) Memanfaatkan citra satelit atau radar untuk memantau perubahan luas lahan, bencana banjir, dan kekeringan. (5) Melakukan sinergitas dan kompatibilitas data dan sistem antara Balitbangtan, BMKG dan BPS. (6) Pengembangan sistem deliveri SI Katam Terpadu melalui Web, SMS, Smart Phone berbasis android.
438
Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim
(7) Melakukan kajian/telaah komprehensif tentang dampak keragaman dan perubahan iklim terhadap produksi dan ketahanan pangan masing-masing daerah. (8) BPTP bersama BMKG perlu melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota serta stake holder lainnya, seperti Dinas Pertanian, Bakorluh, Bappeluh dan instansi terkait lainnya, serta penyuluh dan petani. (9) Mengembangkan System Disemination Multi Chanel, termasuk menggunakan media animasi.
Hal-hal yang Belum Terjangkau (Remaining Issue) Kalender tanam generasi baru untuk penataan tanam dalam menghadapi perubahan iklim ini, sangat lengkap mengupas tentang berbagai hal terkait dengan produksi perberasan dalam hubungannya dengan perubahan iklim beserta seluruh dampak yang ditimbulkannya. Demikian pula telah diuraikan berbagai pendekatan yang dapat digunakan sebagai teknologi complementary untuk meningkatkan akurasi penetapan waktu tanam, melalui pendekatan hidrologi atau neraca air. Untuk beradaptasi dengan dinamika ketersediaan air, perilaku OPT tertentu dapat digunakan berbagai varietas unggul baru (VUB), termasuk di dalamnya rekomendasi pupuk dan pemupukan serta alat dan mesin pertanian. Kumpulan data dan informasi, baik spasial maupun tabular yang ada di dalam SI Katam Terpadu, dan telah diuraikan di lima bagian buku ini sangat komprehensif. Seluruh isi SI Katam Terpadu telah mencapai 2.000 lebih field. Field yang sangat besar ini perlu manajemen data, model algoritma, dan query untuk mempermudah pencaharian informasi. Di dalam buku ini, perihal tersebut belum dibahas secara detail. Bidang yang sangat menarik ini merupakan bentuk dokumentasi numerical programming tingkat advance, yang akan ditulis dalam buku yang berbeda. Selain hal tersebut di atas, beberapa remaining issue yang mengalir bersamaan proses pengembangan teknologi SI Katam Terpadu, dapat dirinci sebagai berikut: (1) Pengembangan teknik dan metode peningkatan akurasi penetapan komponen teknologi SI Katam Terpadu, seperti: 439
Sarwani dan Syahbuddin
penetapan waktu dan luas tanam potensial, informasi bencana, rekomendasi varietas dan kebutuhan benih, alat mesin pertanian, dan rekomendasi pupuk dan pemupukan. Berdasarkan permintaan dari pemangku kepentingan, lebih dari 76% menginginkan informasi waktu tanam yang akurat agar terhindar dari risiko iklim berupa kegagalan panen. (2) Pengembangan metode validasi lapangan dari SI Katam Terpadu. Metode validasi sangat menarik ditulis untuk melengkapi buku Juknis Katam Terpadu yang sudah pernah terbit sebelumnya. Baru sebagian kecil Gugus Tugas Katam Terpadu dan Perubahan Iklim di BPTP melakukan validasi terhadap waktu tanam. (3) Agroekosistem bertanam padi dan palawija, tidak saja dilakukan di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan, tetapi juga dilakukan pada lahan kering. Secara khusus, hal ini juga mendapat perhatian untuk menemukan cara terbaik melakukan budidaya rendah risiko iklim, dalam kaitannya dengan ketersediaan air. Di masa depan atau mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, penelitian, pengkajian dan pengembangan teknologi inovasi SI Katam Terpadu dapat diarahkan menyentuh tipe agroekosistem lahan kering. (4) Selain itu, teknologi inovasi SI Katam Terpadu juga dapat diaplikasikan pada tanaman hortikultura maupun tanaman perkebunan. Beberapa jenis komoditas seperti cabe merah, bawang merah, dan tebu juga akan memberikan pemahaman baru terkait dengan rekomendasi waktu tanam, wilayah sentra produksi, bertanam di luar musim, serta penetapan waktu raton yang didasarkan pada masak fisiologis dan bukan ditentukan oleh waktu giling pabrik. (5) Menjadikan parameter prospek curah hujan dan air irigasi sebagai parameter utama dalam menetapkan waktu dan luas tanam. Pendekatan neraca air terbuka real time menjadi sangat menarik untuk diteliti, dikaji dan digunakan di masa yang datang. (6) Dengan pola dinamika perubahan iklim yang sangat dinamis, maka akurasi prediksi iklim sangat menentukan penetapan komponen teknologi Katam Terpadu. Pemantapan metode Artificial Neural Network dan Kalman Filter untuk memberikan hasil prediksi yang lebih akurat merupakan tantangan yang bernilai. Di masa yang akan datang prediksi curah hujan harus 440
Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim
sudah dapat dilakukan sendiri oleh Balitbangtan secara nasional untuk sektor pertanian, dengan tetap mempertimbangkan data dan informasi dari BMKG. (7) Di dalam buku ini juga masih menyisakan pekerjaan rumah yang penuh dinamika dan peradaban, yaitu kelembagaan dan kultur sosial masyarakat dalam memandang dan mengelola sumberdaya iklim dan air untuk keberhasilan usaha pertanian mereka. Warisan dunia berupa subak di Bali, diyakini juga ada di daerah lainnya. Selain itu, kajian klimatologis modern terhadap kearifan lokal seperti pranata mangsa, palontara, dan warige juga menarik untuk diungkapkan, termasuk pola tanam dua kali yang sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. (8) Melihat cluster terkecil wilayah kerja dalam SI Katam Terpadu adalah kecamatan, di mana di dalam setiap field kecamatan tersebut bisa diisi dengan data sumberdaya pertanian lainnya, seperti sosial ekonomi, pangan lokal potensial, status jalan usaha tani, luas konversi lahan pertanian, harga komoditi di pasar, harga pupuk dan saprodi lainnya, maka SI Katam Terpadu berpeluang menjadi basis data dan analisis kebijakan dalam perencanaan pembangunan pertanian nasional. Ide dan pemikiran Kepala Balitbangtan, bahwa SI Katam Terpadu harus berevolusi menjadi AgroMAP-Info sangatlah tepat dan sangat menarik untuk diungkapkan pada edisi kedua dari buku ini. Secara ringkas desain dan manajemen kelembagaan dari AgroMAP-Info diuraikan pada halaman selanjutnya.
Katam Terpadu yang Ideal Sejak Atlas Kalender Tanam berevolusi menjadi SI Katam Terpadu pada tahun 2010, tingkat penggunaannya mengalami peningkatan secara signifikan dan bahkan sudah diakses oleh beberapa negara, dengan durasi lama kunjungan sekitar enam menit serta tingkat persentase kunjungan sudah sekitar 68%, Gambar 1.
441
Sarwani dan Syahbuddin
Sarwani dan Syahbuddin
436
(a)
Gambar 1. Sebaran pengunjung di beberapa lapisan dunia (a) pengunjung nama domain katam.info, tanggal 5 Januari 2012–2 Mei 2013; dan (b) pengunjung nama domain katam.litbang.deptan.go.id, tanggal 2 Mei 2013–15 Desember 2013
Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim
(b)
Sarwani dan Syahbuddin
437
444
Sarwani dan Syahbuddin
Selain melalui web, umpan balik dari pengguna juga terekam di basis data (database) SMS center. Sebagian besar pengguna menanyakan waktu tanam untuk musim berjalan. Umpan balik dari delivery system sangat bermanfaat dalam upaya memperbaiki kinerja SI Katam Terpadu. Untuk mempercepat delivery system, SI Katam Terpadu sudah dapat diakses pula melalui smartphone berbasis android. Hanya saja untuk pengguna yang mengakses SI Katam Terpadu dengan smartphone, jumlah pemakaiannya belum dapat direkam. Dapat disimpulkan bahwa beragam masukan dari para pengguna tersebut mengarah kepada SI Katam Terpadu yang ideal. Sistem yang dapat menjawab seluruh kebutuhan dalam waktu cepat dan akurat dalam kaitannya keamanan produksi dalam situasi perubahan iklim seperti akhir-akhir ini. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh SI Katam Terpadu adalah sebagai berikut: (1) Bersifat dinamis karena sudah menjadikan prakiraan iklim baik tahunan maupun musiman sebagai input utama dalam menetapkan waktu tanam, luas tanam, serta informasi lainnya. (2) Mempunyai jangkauan operasional yang sangat luas dan bersifat spesifik lokasi meliputi sekitar 6.911 kecamatan seluruh Indonesia, dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya iklim, air, tanah, wilayah rawan banjir, kekeringan, dan OPT. (3) Dapat diintegrasikan dengan rekomendasi teknologi varietas dan kebutuhan benih, pupuk dan pemupukan, Pengendalian Hama Terpadu (PHT), serta teknologi antisipasi banjir dan kekeringan. (4) Mudah diperbaharui (update). Hal ini terbukti dengan peluncuran SI Katam Terpadu per musim atau tiga kali dalam setahun, dan memungkinkan untuk di-update di tengah musim. (5) Mudah dipahami karena informasinya disusun secara spasial dan tabular. Menyadari bahwa risiko yang ditimbulkan akibat perubahan iklim yang tidak menentu sangat besar khususnya bagi pengelolaan budidaya tanaman pangan, banyak pengguna menginginkan teknologi inovasi SI Katam Terpadu yang ideal. Berdasarkan fungsi, SI Katam Terpadu yang ideal adalah: (1) Sebagai tool atau pedoman/petunjuk/pemandu adaptasi perubahan iklim untuk penyesuaian waktu dan pola tanam.
445
Sarwani dan Syahbuddin
(2) Bagian dari aksi adaptasi utama dan strategis untuk pengamanan dan penyelamatan produksi pangan. (3) Upaya adaptasi yang bersifat antisipatif dan dapat berperan sebagai sistem peringatan dini, salah satu pedoman untuk peramalan produksi pangan, mempertimbangan kebijakan pangan dan subsidi pupuk, bantuan benih dan alat mesin pertanian, dan lain-lain. Berdasarkan kandungan informasinya, SI Katam Terpadu yang ideal adalah: (1) Memuat informasi waktu tanam per musim tanam, indeks pertanaman dan pola tanam satu tahun secara akurat per hamparan daerah irigasi atau desa. (2) Menyediakan informasi tepat waktu 2-3 bulan bagi pemangku kebijakan, dan kurang lebih satu bulan bagi petani sebelum musim tanam berikutnya. (3) Dilengkapi dengan rekomendasi teknologi VUB, pupuk, PHT dan lain-lain spesifik lokasi per hamparan daerah irigasi atau desa. (4) Dilengkapi dengan kebutuhan saprodi dan potensi produksi serta prediksi ancaman bencana. Meskipun SI Katam Terpadu yang ideal seperti disebutkan di atas belum dapat terpenuhi keseluruhan, tetapi masih bisa memberikan kepastian dan jaminan terkait dengan akurasi. Pengembangan teknologi inovasi SI Katam Terpadu, khususnya dalam penetapan waktu tanam telah menggunakan data realisasi tanam aktual time series lebih dari 10 tahun atau 20 kali musim tanam untuk penetapan waktu tanam potensial pada musim tanam berikutnya. Di mana tingkat kesesuaian pada saat dilakukan verifikasi MT I 2012/2013 sekitar 67%. Gambar 2 menunjukkan, waktu tanam pada kondisi eksisting merupakan resultan penggunaan waktu dari awal musim hujan (Layer 1), hingga memulai persiapan dan tanam (Layer 5). Analisis kaleder tanam berdasarkan waktu tanam eksisting (Layer 6), yang secara implisit sudah mempertimbangkan faktor iklim, irigasi, saprodi, dan tenaga kerja.
AgroMAP-Info Negara yang kuat adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri tanpa atau hanya sedikit sekali (+ 446
Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim
Luas Tanam
5%) saja bergantung pada impor. Kemandirian pangan adalah merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam menyongsong era persaingan bebas, dan dalam rangka memenuhi platform Millenium Development Goals (MDGs). Harapan tersebut tidak mudah untuk diwujudkan, sebab fakta menunjukkan sejak tahun 1961 hingga tahun 2000 dari 101 negara, hanya 13 negara yang mampu melompat menjadi tergolong negara maju. Sebagian besar negara-negara tersebut hanya masuk pada Middlle Economic Trade saja. Hal ini disebabkan oleh (1) negara lalai atau lambat membangun infrastruktur, (2) negara tidak membangun kemandirian pangannya, dan (3) negara gagal memberikan social protection bagi sebagian besar masyarakat.
Tim e lag
6. 5. Existin 4. g Tenag Alsin 3. a 2. Sap Kerja 1. Irig rodi Ikli asi Wa m ktu
Gambar 2. Pendekatan prediksi waktu tanam berbasis data realisasi tanam eksisting
Membangun kemandirian pangan seperti yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, salah satunya harus dimulai dengan perencanaan yang komprehensif, didukung oleh penelitian/ perekayasaan, pengembangan, serta penerapan teknologi pertanian, didorong oleh pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, serta diperkuat oleh peran pendampingan oleh penyuluh di lapangan. Dengan demikian diharapkan akan tercipta titik pertumbuhan baru sentra 447
Sarwani dan Syahbuddin
produksi pertanian pada berbagai level administrasi pemerintahan, sehingga akan mampu menciptakan kondisi tanpa gap antara market driven yang dinamis dengan pendapatan masyarakat, dalam hal ini adalah petani. Dalam dunia nyata yang makin dinamis seperti sekarang ini, perencanaan pembangunan pertanian menuju kemandirian pangan menduduki posisi yang sangat strategis. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan pertanian selain harus dengan cepat memperhitungkan kekuatan internal, juga harus mampu memprediksi kekuatan ekternal, yang akan menjadi pesaing dan sekaligus mitra. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan pertanian Indonesia, sangat membutuhkan dukungan teknologi sistem informasi, yang handal dan mampu memberikan respon cepat terhadap perubahan lingkungan strategis dan kebutuhan dalam pengambilan keputusan. Sistem informasi yang dimaksud adalah suatu sistem informasi yang komprehensif dan mampu mengkonservasi data, menjaga historikal data, mendokumentasikan data, mengintegrasikan berbagai karakteristik data, dan menginformasi data dan hasil analisis lainnya secara akurat, near real time dan berorietasi pada end user. Agar dukungan sistem informasi ini pada sektor pertanian berjalan maksimal maka sistem informasi harus berbasis dan dicirikan oleh kekayaan sumberdaya biotik dan abiotik yang sangat berlimpah dan terbesar di dunia untuk wilayah tropis, kekayaan posisi geografis dan iklim, serta kekayaan pangsa pasar terbesar kelima di dunia. Selain juga harus bercirikan kekayaan teknologi inovasi spesifik lokasi dan kearifan lokal yang ada di masing-masing wilayah administratif tertentu. Untuk itu, Balitbangtan sebagai institusi penyedia utama dan menciptakan teknologi inovasi terbaru berinisiatif akan membangun dan mengembangkan sistem informasi yang lebih komprehensif, realiable, dan dinamis. Sistem ini disebut dengan AgroMAP-Info. AgroMAP-Info merupakan pengembangan dari SI Katam Terpadu, yang telah banyak digunakan secara mandiri, mudah diakses oleh pengguna dan selalu termutakhirkan sejak 2007 dalam mengawal P2BN khususnya dan tanaman pangan umumnya. Kerangka pemikiran dan substansi AgroMAP-Info seperti disajikan pada 448
Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim
Gambar 3. AgroMAP-Info dikembangkan sebagai pilar ketiga Sistem Informasi yang dimiliki oleh Balitbangtan, setelah sebelumnya memiliki Sistem Informasi Manajemen dan Sistem Informasi Sain dan Teknologi Inovasi Pertanian. Sistem Informasi Manajemen bersifat lebih banyak digunakan untuk kepentingan perencanaan dan pengambilan keputusan internal Balitbangtan. Sedangkan Sistem Informasi Sain dan Teknologi bersama-sama dengan AgroMAP-Info akan menjadi komponen utama dan sangat prinsipal dalam hal teknis serta lebih banyak digunakan untuk kepentingan eksternal.
Gambar 3. Kerangka pemikiran dan jenis data dalam AgroMAP-Info
Adapun perkiraan manfaat dari AgroMAP-Info ini, antara lain: (1) Menjadi pilar ketiga sistem informasi yang sudah ada di Balitbangtan, yaitu terkait dengan informasi sumberdaya lahan dan genetik, teknologi pertanian, serta pasar. (2) Memberikan dukungan langkah operasional dan teknis dalam menghadapi perubahan dinamika lingkungan strategis pembangunan pertanian di masa yang akan datang dengan cepat dan akurat.
449
Sarwani dan Syahbuddin
(3) Mendukung pengambilan keputusan serta mengevaluasi pengambilan keputusan sebelumnya, sehingga keputusan dapat disusun menjadi lebih baik dan akurat. (4) Mendukung keunggulan strategis berdasarkan kekayaan sumberdaya pertanian dan kearifan lokal yang dimiliki, baik pada skala nasional, provinsi, kabupaten dan kecamatan. Secara regional sistem yang dikembangkan juga dapat memberikan gambaran secara utuh posisi Indonesia dengan bangsa lainnya dalam hal pembangunan ekonomi di sektor pertanian. (5) Meningkatkan pelayanan secara menyeluruh kepada seluruh pemangku kepentingan, baik pengambil kebijakan, ilmuwan, maupun umum, termasuk didalamnya petani dan pelaku bisnis bidang pertanian. (6) Menjadi suatu information delivery system yang sangat luas berkaitan dengan kebijakan pembangunan pertanian. (7) Memberikan kemampuan bersaing di pasar global, dengan mengetahui terjadinya perdagangan bebas, peluang pasar, dan lain sebagainya, yang sangat berhubungan dengan perubahan orientasi perdagangan komoditas antar pulau dan negara. (8) Membantu meningkatkan produksi dan produktivitas suatu komoditas pada suatu wilayah pengembangan dengan diketahuinya karakteristik sumberdaya genetik lokal, tanah, iklim, dan air. (9) Meningkatkan kerja sama antara instansi di dalam lingkup Balitbangtan, serta antar Esselon I lingkup Kementerian Pertanian. Sampai buku ini ditulis, pengisian substansi AgroMAP-Info sudah dijalankan untuk data yang sudah tersedia di Balitbangtan. Sebagai contoh pada Gambar 4 menampilkan peta Agro-ecological Zone (AEZ) Provinsi Jawa Tengah. Penelusuran data baik spasial maupun temporal dirancang hingga tingkat kecamatan.
450
Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim
Gambar 4.
Contoh tampilan AgroMAP-Info untuk pengembangan hortikultura di Jawa Tengah
informasi
Pada tahap selanjutnya, di dalam AgroMAP-Info dipadukan dengan Decission Support System (DSS), sehingga dapat memberikan data kuantitatif bagi pengambil kebijakan dalam mengembangkan komoditas tertentu di suatu wilayah atau agroekosistem. Teori Waterfall Model menyatakan suatu sistem informasi dibuat karena adanya kebutuhan informasi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka tahapan yang dilakukan dari mulai melakukan analisis kebutuhan informasi itu sendiri, kebutuhan software, desain system, program, uji coba/implementasi, hingga pemeliharaan. Di mana pada setiap tahapan proses tersebut akan diikuti proses uji coba dan pemeliharaan untuk mengembalikan kondisi optimal dari model serta desain yang telah tersusun. Agar proses di setiap tahapan ini dapat berjalan optimal dan memenuhi kaidah pengembangan suatu model atau sistem informasi, diperlukan sebuah struktur organisasi yang berfungsi sebagai excecuting agent dan technical agent, Gambar 5. Apabila proses Waterfall Model berhasil dilakukan dengan dukungan kelembagaan yang dinamis, sehat, dan segar, maka dapat diperkirakaan dampak yang mungkin timbul dari manfaat yang dihasilkan oleh penggunaan AgroMAP-Info, antara lain: (1) Sistem pengelolaan data informasi di internal Balitbangtan menjadi lebih komprehensif dan terintegrasi.
451
Sarwani dan Syahbuddin
(2) Langkah operasional dan teknis dapat menjadi problem solving yang akurat dan cepat dalam menghadapi perubahan dinamika lingkungan strategis pembangunan pertanian di masa yang akan datang. (3) Pelaksanaan pembangunan pertanian menjadi lebih terarah dan fokus sebagai akibat dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah dievaluasi secara terus-menerus agar menjadi lebih baik dan akurat. (4) Pertumbuhan ekonomi baik regional, nasional maupun lokal (provinsi, kabupaten, dan kecamatan). (5) Pertumbuhan sektor pertanian sebagai salah satu sektor primadona bagi pelaku usaha. (6) Implementasi kebijakan sektor pertanian lebih cepat dapat dilakukan hingga pada level kecamatan. (7) Memberikan kemampuan pada persaingan global dan dalam mewujudkan MDGs. (8) Meningkatnya produksi dan produktivitas yang berkelanjutan. (9) Meningkatkan kinerja kerjasama antar Kementerian Pertanian Indonesia dengan kementerian pertanian bangsa lain, dalam mewujudkan zero hunger.
452
Sarwani dan Syahbuddin
Indeks
446
Gambar 5. Kelembagaan manajemen AgroMAP-Info
453
Indeks
Abiotik, 5, 26, 293, 441 Adaptasi, iv, 3, 9, 32, 74, 79, 96, 97, 104, 111, 218, 220, 256, 258, 293, 296, 320, 321, 348, 349, 375, 376, 432, 439, 457, 463, 470 Adaptasi perubahan iklim, iv, 32, 79, 96, 97, 258, 293, 321, 439 Intensitas curah hujan, 1, 2, 74, 81, 85, 89, 109, 183, 301, 305, 314, 320, 348 Kalender tanam, iv, v, vii, viii, 1, 4, 5, 6, 7, 8, 42, 45, 53, 55, 79, 80, 81, 93, 94, 95, 96, 98, 101, 104, 105, 107, 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 129, 130, 131, 132, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 161, 162, 164, 177, 178, 180, 181, 185, 187, 189, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 199, 200, 201, 202, 203, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 214, 215, 217, 218, 219, 220, 223, 224, 226, 227, 228, 230, 231, 232, 233, 234, 235, 237, 239, 241, 243, 245, 247, 248, 249, 251, 253, 255, 257, 258, 259, 263, 264, 277, 281, 293, 296, 297, 311, 352, 353, 354, 376, 381, 411, 413, 415, 416, 418, 429, 433 Pola curah hujan, 58, 78, 80, 109, 129, 218
454
Pola tanam, 3, 4, 5, 6, 7, 18, 25, 27, 42, 53, 55, 75, 76, 79, 80, 91, 92, 93, 96, 98, 101, 103, 104, 105, 109, 111, 116, 118, 177, 180, 188, 189, 214, 218, 264, 265, 274, 275, 276, 277, 278, 279, 280, 281, 287, 288, 290, 291, 307, 313, 341, 351, 352, 358, 363, 388,륨402, 404, 429, 431, 435, 439 Prediksi iklim, viii, 5, 161, 162, 164, 178, 179, 180, 181, 185, 187, 188, 191, 194, 195, 197, 201, 212, 214, 217, 218, 224, 253, 258, 411, 434, 467 Agroekosistem, 5, 434, 444 AgroMAP-Info, 435, 440, 441, 442, 443, 444, 446 Alsintan, 7, 47, 228, 248, 293, 408, 409, 410, 411, 412, 413, 414, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 421, 423, 427, 428, 457 Angin monsun, 56, 57, 65, 66, 70, 96 Antropogenik, 295 Artificial Neural Network, 258, 434 Atas normal, 74, 167, 170, 172, 174, 175, 194, 195, 196, 199, 200, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 224, 297, 304, 458, 468, 469 Atlas Kalender Tanam, viii, 5, 101, 103, 107, 109, 110, 115, 116, 117, 118, 156, 157, 158, 161, 177, 178, 179, 195, 197, 201, 217, 224, 227, 257, 261, 435 kondisi eksisting, 111, 119, 120, 123, 127, 133, 137, 142, 150, 152, 177, 178,
Indeks
179, 180, 199, 202, 203, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 223, 439 Luas baku sawah, 111, 112, 177, 178, 179, 189, 193, 195, 200, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 224, 239, 280, 281, 328, 329, 416 Potensi luas tanam, 110, 156, 161, 177, 178, 179, 180, 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 197, 226, 227, 239 Potensi Waktu Tanam, 113, 139, 190 Tahun Basah, 5, 101, 110, 112, 113, 118, 119, 120, 121, 123, 125, 126, 127, 128, 130, 131, 132, 133, 134, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 147, 150, 151, 152, 153, 178, 179, 180, 352 Tahun Kering, 5, 101, 110, 112, 113, 118, 121, 123, 126, 127, 128, 132, 133, 135, 136, 137, 138, 139, 141, 142, 143, 144, 147, 150, 152, 153, 178, 179, 180, 352 Balai Besar Penelitian Padi, 97, 225, 473, 480 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian, 474 Balai Penelitian Tanaman Serealia, 353, 377, 482 Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih, 226, 353 Bali, 3, 29, 66, 70, 81, 82, 91, 106, 116, 118, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 170, 171, 172, 174, 175, 179, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 197, 328, 356, 373, 383, 384, 389, 390, 391, 435 Banjir, ix, 2, 3, 24, 26, 28, 31, 42, 43, 55, 63, 72, 73, 75, 76, 77, 91, 108, 177, 183, 218, 223, 225, 227, 228, 259, 264, 293, 295, 296, 297, 298, 299, 300, 301, 302, 303, 304, 305, 310, 318, 320, 321, 322, 323, 324, 325, 326, 327, 328, 329,
331, 333, 337, 338, 339, 347, 348, 349, 350, 352, 353, 354, 355, 356, 357, 360, 364, 403, 408, 430, 431, 432, 438, 458, 473 Basis data alsintan, 409 Bencana, ix, 2, 5, 24, 31, 32, 43, 55, 63, 93, 101, 104, 161, 218, 225, 228, 248, 253, 259, 264, 293, 295, 296, 298, 299, 300, 301, 318, 319, 320, 321, 323, 325, 328, 329, 331, 337, 338, 339, 347, 348, 349, 350, 351, 352, 353, 356, 408, 431, 432, 434, 439, 458, 463, 464, 467, 469 Benih, v, ix, 7, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 27, 28, 43, 47, 48, 49, 118, 119, 196, 218, 226, 228, 230, 264, 340, 341, 345, 346, 347, 351, 352, 353, 354, 363, 365, 368, 369, 370, 371, 372, 373, 374, 375, 376, 377, 430, 439, 458 Benih dasar, 368, 369, 370, 371, 377 Benih penjenis, 368, 369, 370, 371 Benih pokok, 368, 369, 370, 371 Benih sebar, 368, 369, 370 Biotik, 293, 441 Blast, 28, 225, 227, 311, 312, 314, 317, 334, 336, 346, 347, 348, 357, 403, 459 BPS, 38, 40, 51, 114, 134, 149, 152, 153, 220, 224, 256, 272, 291, 310, 431, 432 Buku Kalender Tanam Terpadu, 6, 50 BULOG, 14, 18 Citra satelit, 221, 432 Dampak perubahan iklim, 3, 6, 32, 75, 76, 77, 79, 96, 320, 351, 352, 358, 374, 457, 459, 463, 477 Peningkatan suhu udara, 74, 75, 358, 466 Perubahan pola curah hujan, v, 3, 53, 74, 76, 81, 83, 91, 98, 466 Data Rawan Musiman, 322, 328 Database, 409, 438 Decission Support System (DSS), 444
455
Indeks
Dinamika iklim antar musim, 430 Dipole Mode Index, 53, 164 Distribusi kalender tanam, 120, 121, 137 Ekstensifikasi, 13, 43, 44 El-Nino Southern Oscillation (ENSO), 72 El-Nino, 2, 5, 31, 42, 63, 64, 65, 67, 72, 77, 83, 85, 97, 98, 103, 104, 110, 112, 162, 163, 164, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 253, 307, 321, 349, 460, 469 La-Nina, 2, 42, 63, 64, 67, 72, 83, 85, 103, 104, 110, 112, 153, 162, 163, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 253, 299, 300, 321, 349, 460, 469 Pasifik Ekuator, 61 Endemik, 248, 249, 322, 334, 347 FAO, 35, 40, 51, 104, 105, 109, 158, 285, 291 Frekuensi kejadian anomali iklim, 182 MH, 83, 85, 86, 119, 120, 121, 122, 138, 163, 181, 183, 184, 185, 186, 200, 264 MK I, 119, 120, 121, 122, 123, 163, 182, 183, 184, 185, 186 MK II, 119, 120, 121, 122, 123, 163, 182, 183, 184, 185, 186 Gagal panen, 3, 44, 46, 76, 299, 310, 312, 334 Generasi baru perencanaan tanam, vii, 1 Hama, 9, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 23, 26, 27, 40, 42, 44, 49, 50, 76, 159, 227, 311, 334, 341, 343, 350, 353, 355, 356, 358, 361, 364, 365, 367, 403, 412, 438, 465, 466, 468, 471 Hardware, 222, 232, 469 Hidrologi, viii, 24, 25, 98, 158, 215, 257, 258, 259, 263, 265, 277, 281, 283, 290, 350, 433, 462, 468, 473, 474, 475, 476, 477, 478, 479, 480, 481, 482
456
HST, 122, 284, 342, 346 Iklim regional Indonesia, 55 Iklim Maritim, 57, 58 Iklim tropik basah, 56 Sirkulasi Hadley, 66, 469 Sirkulasi meridional, 55 Sirkulasi Walker, 67, 469 Sirkulasi zonal, 55, 63, 67, 469 Indeks banjir (IDB), 296 Indeks kekeringan (IDK), 296 indeks penggunaan alsin, 411, 412, 416 Informasi curah hujan, 93, 112, 170 Deret hari tidak hujan, 175, 177 Intensitas curah hujan, 1, 2, 74, 81, 85, 89, 109, 183, 301, 305, 314, 320, 348 Sifat hujan, 1, 5, 112, 118, 157, 167, 168, 169, 170, 172, 174, 175, 177, 178, 180, 185, 188, 189, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 199, 200, 203, 206, 207, 208, 209, 210, 214, 224, 304, 356, 468 Informasi prakiraan iklim, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 21, 24, 65, 74, 76, 79, 81, 83, 85, 89, 91, 103, 104, 105, 106, 109, 110, 111, 112, 113, 119, 120, 123, 125, 126, 129, 130, 131, 132, 138, 139, 149, 150, 175, 183, 285, 298, 299, 301, 305, 314, 317, 320, 337, 344, 348, 355, 364, 382, 399, 407, 463 Intensitas Curah Hujan, 1, 74, 81, 85, 89, 109, 183, 301, 305, 314, 320, 348 intensitas tanam, 4, 6, 21, 91, 105, 109, 110, 132, 149, 382, 407 Peluang kejadian iklim global, 164 Prakiraan awal musim hujan, 168, 169, 170, 177 Prakiraan awal musim kemarau, 168, 177 Prakiraan sifat hujan bulanan, 157
Indeks
Prediksi anomali iklim global, 164 Prediksi awal musim, 168, 169, 180, 181, 185, 187, 188, 192, 193, 199, 212, 340 Prediksi curah hujan triwulanan, 167 Proyeksi iklim global, 162 Intensifikasi, 12, 13, 15, 16, 17, 19, 31, 32, 43, 44, 382, 383, 390, 391, 396, 406 Inter-tropical Convergence Zone (ITCZ), 53, 59 Dipole Mode Index (DMI), 53 Indian Ocean Dipole (IOD), 61 Palung tekanan udara, 59 JABALSIM, 372 Jagung, 12, 19, 36, 42, 45, 48, 51, 105, 116, 149, 151, 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 197, 198, 199, 201, 202, 203, 204, 214, 225, 226, 228, 239, 293, 321, 352, 353, 355, 361, 363, 366, 368, 369, 370, 373, 374, 375, 377, 381, 397, 398 Jawa, 1, 2, 3, 4, 12, 13, 14, 18, 25, 29, 32, 41, 50, 66, 69, 70, 76, 78, 81, 82, 83, 89, 91, 98, 106, 107, 110, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 129, 158, 170, 171, 172, 174, 175, 179, 185, 187, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 196, 197, 205, 211, 212, 213, 257, 271, 272, 291, 300, 303, 304, 305, 307, 309, 310, 311, 313, 317, 323, 324, 328, 330, 333, 334, 346, 347, 350, 355, 356, 360, 363, 364, 373, 381, 382, 383, 384, 385, 386, 387, 389, 390, 391, 393, 414, 415, 417, 418, 419, 420, 422, 423, 424, 425, 426, 443, 444, 482 Juknis Katam Terpadu, 434 Kalender tanam, iv, v, vii, viii, 1, 4, 5, 6, 7, 8, 42, 45, 53, 55, 79, 80, 81, 93, 94, 96, 98, 101, 104, 105, 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 129, 130, 131, 132, 134, 135, 136, 137, 138,
139, 143, 144, 145, 146,륨147, 148, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 161, 162, 164, 177, 178, 180, 181, 185, 187, 189, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 199, 200, 201, 202, 203, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 214, 215, 217, 218, 219, 220, 223, 224, 226, 227, 228, 230, 231, 232, 233, 234, 235, 237, 239, 241, 243, 245, 247, 248, 249, 251, 253, 255, 257, 258, 259, 263, 264, 277, 281, 293, 296, 297, 311, 352, 353, 354, 376, 381, 411, 413, 415, 416, 418, 429 Kalender Tanam Dinamik, 101, 178, 180, 181, 187, 191, 192, 193, 194, 195, 214, 215, 217, 248, 353 Administrasi kecamatan, 180, 181, 185 Tutup Tanam, 192, 193 ZonaMusim (ZOM), 471 Kalender Tanam Eksisting, 93, 111, 118, 119, 123, 124, 129, 135, 136, 137, 138, 144, 145, 146, 147, 148, 153, 154, 155, 156 Kalimantan, 1, 4, 30, 44, 66, 81, 82, 88, 90, 116, 118, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 141, 158, 159, 170, 171, 172, 174, 175, 179, 189, 190, 193, 194, 195, 197, 257, 267, 356, 360, 364, 373, 374, 381, 383, 384, 390, 391, 414, 417 Kalman Filter, 434 Kapasitas kerja alsintan, 412, 416 Katam Terpadu yang Ideal, 435 Kebutuhan alsintan, 410, 411, 412, 413, 427 Kebutuhan benih, 5, 101, 225, 227, 230, 239, 257, 352, 353, 354, 358, 372, 374, 431, 434, 438 Kedelai, 19, 42, 45, 48, 49, 105, 116, 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 197, 198, 214, 225, 226, 228, 239, 293, 321, 352, 353, 355, 363, 364, 366, 367, 368, 369, 370, 372, 373,
457
Indeks
374, 375, 376, 381, 397, 398, 402 Kekeringan, v, ix, 2, 3, 24, 26, 42, 43, 44, 55, 63, 67, 72, 75, 76, 77, 79, 80, 91, 93, 136, 137, 177, 183, 218, 223, 225, 227, 228, 230, 259, 264, 283, 293, 295, 296, 297, 304, 305, 306, 307, 308, 309, 310, 311, 313, 318, 320, 321, 325, 328, 329, 330, 331, 332, 333, 334, 339, 340, 348, 349, 350, 351, 352, 353, 354, 355, 356, 357, 358, 359, 360, 363, 364, 365, 370, 374, 399, 403, 408, 430, 432, 438, 458, 462, 463, 466 Kemandirian pangan, 36, 51, 375, 429, 431, 432, 440, 441 Kemarau basah, 1, 85, 194, 196, 197, 430 Kementerian Pertanian, iii, 43, 47, 49, 50, 51, 97, 110, 116, 217, 218, 220, 224, 229, 291, 299, 304, 369, 374, 375, 376, 387, 419, 427, 443, 445, 473, 474, 475, 476, 477, 478, 479, 480, 481, 482 Ketersediaan Benih, 8, 43, 351, 358, 365, 371 Koneksitas, 6 konsumsi, 5, 9, 35, 36, 37, 43, 48, 50, 265, 285, 367, 368, 462 Konversi, 9, 21, 22, 31, 40, 41, 50, 51, 181, 185, 187, 266, 311, 339, 419, 435 Kultur teknis, 341, 345 Lama genangan, 299, 310, 430 Luas baku sawah, 111, 112, 177, 178, 179, 189, 193, 195, 200, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 224, 239, 280, 281, 328, 329, 416 Luas kerusakan, 297 Luas serangan, 296, 311, 312, 313 Luas tambah banjir puso, 296 Luas tambah banjir terkena, 296 Luas tambah kekeringan puso, 296 Luas tambah kekeringan terkena, 296
458
Maluku, 1, 3, 70, 88, 116, 148, 152, 153, 154, 167, 170, 171, 172, 174, 175, 179, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 198, 356, 360, 363, 364, 374 Model, 5, 6, 8, 81, 97, 164, 215, 221, 226, 228, 229, 230, 248, 256, 257, 258, 259, 366, 418, 429, 433, 444, 461 Model Algoritma, 226, 230, 433 Model diseminasi, 8, 429 Model pola tanam, 5 Musuh alami, 313, 341, 342, 344 Neraca Air, 7, 28, 93, 94, 282, 283, 290, 433, 434, 460, 473 Non zona musim, 161, 169, 177, 471 Nusa Tenggara, 4, 66, 88, 116, 148, 150, 151, 153, 189, 190, 198, 305, 307, 310, 328, 363, 417 Onset, 5, 79, 80 OPT, ix, 4, 6, 43, 218, 223, 225, 227, 230, 259, 264, 295, 296, 297, 310, 311, 312, 313, 314, 317, 318, 319, 320, 321, 325, 329, 331, 334, 336, 340, 341, 343, 348, 349, 350, 352, 353, 354, 356, 358, 359, 361, 366, 370, 374, 430, 433, 438, 465 P2BN, v, 20, 37, 42, 103, 220, 264, 405, 429, 432, 441, 465, 466 Padi, v, vii, ix, 3, 4, 6, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 48, 49, 50, 51, 78, 79, 82, 91, 93, 97, 103, 104, 105, 108, 110, 111, 112, 116, 117, 118, 122, 124, 125, 126, 128, 129, 130, 133, 134, 142, 148, 149, 150, 151, 152, 156, 157, 158, 159, 177, 178, 179, 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 214, 217, 222, 225, 226, 227, 228, 239, 248, 256, 261, 264, 279, 280, 281, 283, 284, 285, 286, 288, 291,
Indeks
292, 293, 299, 300, 307, 310, 311, 312, 313, 314, 317, 321, 328, 334, 336, 338, 340, 341, 342, 343, 344, 346, 347, 348, 349, 350, 351, 352, 353, 355, 356, 358, 359, 363, 366, 368, 369, 370, 373, 374, 375, 376, 377, 379, 380, 381, 382, 383, 387, 388, 389, 390, 391, 392, 393, 394, 395, 396, 402, 403, 404, 405, 408, 409, 410, 411, 412, 413, 416, 419, 421, 424, 428, 430, 434, 459, 464, 465, 467, 468, 470, 473, 478, 480 Palawija, ix, 4, 91, 93, 108, 110, 149, 188, 189, 191, 192, 193, 201, 202, 207, 208, 264, 279, 280, 281, 307, 351, 352, 372, 379, 382, 388, 402, 430, 434 Palontara, 4, 106, 435 Pangan, vii, 3, 4, 5, 6, 9, 11, 12, 13, 15, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 31, 32, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 47, 48, 49, 50, 51, 55, 75, 79, 80, 97, 98, 101, 103, 104, 105, 109, 116, 117, 124, 125, 126, 127, 129, 130, 131, 132, 133, 139, 140, 141, 142, 151, 157, 158, 159, 169, 225, 226, 253, 258, 264, 265, 291, 292, 296, 299, 312, 313, 322, 323, 340, 341, 343, 344, 345, 346, 347, 348, 349, 350, 351, 353, 358, 362, 367, 368, 371, 373, 374, 375, 376, 401, 407, 413, 427, 428, 429, 431, 433, 435, 438, 439, 441, 462, 470, 473, 474, 477, 479, 482 Papua, 1, 66, 82, 88, 91, 116, 118, 148, 150, 151, 152, 153, 156, 170, 171, 172, 174, 175, 179, 189, 190, 192, 193, 195, 198, 307, 356, 360, 363, 364, 374, 482 Pemilihan Komoditas, 161, 351, 358 Pemunduran waktu tanam, 2 Pengendalian hayati/biologis, 341 Penyuluh, v, 5, 46, 48, 116, 217, 218, 220, 256, 368, 419, 433, 440 Pergeseran awal musim, 101, 103, 171, 180
Pergeseran waktu tanam, 6, 211, 212, 213 Peringatan dini, 259, 318, 319, 320, 337, 339, 350, 439, 469 Periode ulang, 182, 320, 348 Pestisida, 17, 43, 45, 313, 341, 346, 430, 459 PETA, 25, 72, 80, 111, 116, 129, 185, 187, 191, 215, 223, 224, 231, 233, 234, 237, 239, 245, 248, 249, 256, 293, 296, 301, 302, 308, 317, 321, 322, 323, 324, 325, 328, 330, 331, 379, 382, 383, 384, 385, 386, 387, 404, 414, 415, 423, 443, 466 Peta Rawan Musiman, 322, 328 Peta Utama Rawan Kekeringan, 328 Peta Utama Rawan Musiman, 322, 328 PHT, 19, 20, 27, 359, 438, 439 Pola Tanam, 3, 4, 5, 6, 7, 18, 25, 27, 42, 53, 55, 75, 76, 79, 80, 91, 92, 93, 96, 98, 101, 103, 104, 105, 109, 111, 116, 118, 177, 180, 188, 189, 214, 218, 264, 265, 274, 275, 276, 277, 278, 279, 280, 281, 287, 288, 290, 291, 307, 313, 341, 351, 352, 358, 363, 388,륨404, 429, 431, 435, 439 Potensi waktu tanam, 113, 139, 190 Power thresher, 410, 418, 470 Prakiraan awal musim, 168, 169, 170, 177 Prakiraan iklim, 96, 162, 214, 338, 438, 467 Prakiraan sifat hujan, 101, 157, 170, 172, 176 Pranata mangsa, 4, 81, 106, 108, 159, 435 Predator, 343 Prediksi, viii, 5, 7, 64, 81, 86, 157, 161, 162, 163, 164, 166, 167, 168, 169, 170, 172, 174, 175, 177, 178, 179, 180, 181, 185, 187, 188, 189, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 205, 206, 207, 209, 210, 211, 212, 214, 215, 217, 218, 223, 224, 226, 228, 230, 248, 253, 258, 265, 287, 288, 289, 290, 297,
459
Indeks
304, 338, 340, 411, 430, 434, 439, 440, 467 Prediksi anomali iklim, 164 Prediksi awal musim, 168, 169, 180, 181, 185, 187, 188, 192, 193, 199, 212, 340 Prediksi curah hujan bulanan, 170, 180, 188, 193, 212 Prediksi curah hujan triwulanan, 167 Preferensi petani, 353, 364, 365, 366, 372, 376 Produktivitas, 3, 4, 7, 11, 16, 20, 21, 31, 37, 38, 39, 40, 42, 44, 45, 46, 51, 75, 76, 83, 103, 222, 264, 293, 310, 340, 350, 351, 360, 361, 366, 369, 370, 371, 376, 379, 380, 381, 382, 389, 404, 407, 408, 429, 430, 443, 445, 464, 467 Puso, 3, 43, 225, 227, 296, 297, 299, 303, 309, 310, 312, 321, 323, 342, 403, 462 Query, 221, 230, 433 Rawan, 7, 101, 218, 225, 296, 297, 298, 320, 321, 322, 323, 324, 325, 326, 327, 328, 330, 331, 332, 333, 334, 336, 338, 348, 350, 357, 360, 363, 364, 438, 473 Rawan bencana, 7, 296, 297, 321, 323, 333 Realisasi tanam, 44, 111, 114, 211, 439, 440 Realisasi waktu tanam, 149, 211, 212, 227 Rekomendasi varietas, 5, 6, 223, 225, 227, 248, 257, 296, 321, 353, 354, 355, 431, 434 Remaining issue, 8, 433 Rencana aksi adaptasi, 73, 430 Respon cepat, 43, 441 Rotasi tanaman, 4, 101, 109, 110, 113, 114, 116, 341, 344 Satus kecukupan alsin, 413 Sektor Primadona, 445 Server, 223, 253 SI Katam Terpadu, v, vi, ix, 5, 7, 8, 196, 212, 218, 219, 220, 221, 222, 223, 225, 226, 228, 231, 239, 248, 253, 256, 261, 264, 265, 290, 293, 296, 304,
460
311, 321, 322, 328, 334, 340, 352, 354, 358, 365, 374, 381, 388, 404, 411, 419, 427, 429, 430, 431, 432, 433, 434, 435,륨437, 438, 439, 441 Sinergitas dan kompatibilitas, 432 Sirkulasi angin monsun AsiaAustralia Musim kemarau, 1, 15, 28, 56, 60, 63, 66, 70, 73, 74, 76, 78, 81, 82, 85, 103, 129, 163, 180, 181, 183, 185, 193, 212, 224, 264, 280, 282, 305, 306, 313, 340, 341, 343, 363, 399, 403, 458, 460, 471 Musim penghujan, 56, 183, 299, 300, 305, 306, 310, 348, 403 Sistem deliveri, 433 Sistem informasi, v, viii, 5, 7, 8, 101, 157, 159, 162, 177, 217, 218, 221, 222, 228, 229, 233, 235, 237, 241, 243, 245, 247, 249, 251, 255, 257, 258, 259, 264, 293, 321, 350, 352, 381, 409, 411, 429, 441, 442, 444, 469, 473, 475, 481 Sistem penyediaan benih, 369, 430 Sistem peringatan dini banjir dan kekeringan, 431 Sistem produksi benih, 368 Sistem produksi dan produktivitas tanaman, 4 Sistem usaha tani beras, 6 SL-PTT, 20, 49, 51, 377 SMS center, 438 Software, 229, 230, 232, 258, 444, 469, 477 Spesifik bencana, 431 Status hara, 27, 226, 293, 379, 382, 383, 384, 385, 386, 387, 388, 389, 391, 392, 393, 398, 403, 404, 406, 467 Subak, 435 Sumatera, 1, 18, 57, 59, 61, 66, 76, 81, 82, 85, 86, 88, 89, 96, 116, 118, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 158, 164, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 179, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 198,
Indeks
257, 272, 300, 301, 303, 305, 307, 309, 311, 313, 323, 328, 333, 347, 355, 356,륨360, 363, 364, 373, 381, 383, 384, 390, 391, 414, 415, 417 Sumberdaya air, viii, 24, 25, 31, 33, 42, 158, 222, 223, 227, 257, 261, 285, 291 Sumberdaya iklim tropis, 3 Surplus beras, 47 Teknologi antisipasi banjir dan kekeringan, 438 Teknologi Complementary, 433 Teknologi inovasi, v, vi, 5, 18, 26, 27, 46, 363, 380, 429, 434, 438, 439, 441 Thresher, 226, 228, 413, 414, 415, 416, 418, 419, 422, 423, 424, 426, 427, 470 Tikus, 15, 27, 225, 227, 311, 312, 313, 314, 317, 334, 336, 343, 344, 348, 403 Traktor, 226, 228, 409, 410, 413, 414, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 421, 422, 423, 424, 425, 427 Tungro, 225, 227, 311, 312, 314, 317, 334, 336, 347, 348, 357, 360, 470 UPBS, 7, 371, 376 UPJA, 410, 419, 427 Validasi, 118, 199, 202, 205, 207, 220, 432, 434 Validasi lapang, 220, 434 Variabilitas dan perubahan iklim, 9, 70, 74, 75, 98, 109, 258 Anomali iklim, 31, 85, 98, 103, 110, 158, 162, 163, 177, 181, 182, 183, 184, 185, 214, 253, 311, 349, 354, 478 Kecenderungan, 24, 31, 82, 148, 191, 358, 408, 413 Perubahan iklim, vi, vii, viii, ix, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 26, 31, 32, 40, 42, 50, 53, 55, 63, 68, 70, 72, 73, 74, 75, 76, 80, 81, 85, 91, 96, 97, 103, 104, 116, 158, 181, 218, 220, 221, 256, 258, 264, 295, 296, 305, 320, 321, 349, 351, 355, 356, 358, 359, 361, 374, 375, 376, 407, 409, 429, 430, 432,
433, 434, 437, 438, 457, 459, 461, 463, 466, 470 Variabilitas iklim, v, 32, 63, 72, 101, 103, 112, 113, 352, 353 Varietas, v, 4, 7, 17, 18, 21, 26, 27, 28, 31, 42, 49, 55, 75, 78, 79, 82, 101, 129, 218, 225, 227, 228, 230, 264, 283, 284, 293, 296, 299, 310, 313, 321, 340, 341, 342, 345, 346, 347, 349, 350, 351, 352, 353, 354, 355, 356, 357, 358, 359, 360, 361, 362, 363, 364,륨365, 366, 367, 368, 369, 370, 371, 372, 373, 374, 375, 376, 377, 379, 380, 388, 394, 396, 403, 404, 405, 408, 429, 431, 433, 438, 468, 470, 471 Varietas jagung, 225, 360, 361, 377 Varietas kedelai, 225, 363, 364, 365, 367 Varietas padi, 26, 78, 225, 283, 321, 340, 346, 350, 351, 353, 355, 356, 358, 360, 361, 366, 373, 377, 388, 403, 404, 405, 408 Varietas padi sawah, 26, 225, 346, 353, 360 Varietas toleran/adaptif, 353 Varietas Unggul, 17, 26, 42, 49, 293, 351, 352, 353, 355, 363, 366, 367, 368, 369, 370, 371, 372, 374, 375, 376, 377, 380, 396, 403, 429, 431, 433, 468 Varietas Unggul Adaptif, 363, 366, 431 Varietas Unggul Baru (VUB), 355, 380 Verifikasi, 114, 118, 122, 123, 127, 128, 134, 135, 136, 137, 141, 143, 144, 145, 146, 147, 152, 153, 154, 155, 156, 196, 200, 201, 204, 213, 353, 354, 432, 439 Verifikasi Kalender Tanam, 204, 213 Verifikasi lapang, 122, 123, 128, 134, 141, 152, 353, 354 Waktu tanam, 4, 7, 55, 93, 101, 104, 105, 109, 110, 113, 114, 118, 119, 120, 121, 123, 124, 129, 132, 136, 137, 138, 141,
461
Indeks
142, 143, 144, 147, 148, 150, 151, 152, 153, 156, 159, 177, 178, 188, 189, 192, 193, 208, 209, 211, 217, 224, 226, 230, 253, 264, 279, 280, 281, 290, 343, 344, 352, 363, 409, 420, 421, 423, 424, 425, 433, 434, 438, 439, 440 Waterfall model, 229, 444
462
149, 157, 191, 212, 261, 310, 419, 426,
Wereng batang coklat, 225, 311, 312, 313, 317, 334, 341, 348, 359 Wilayah rawan bencana, 293, 295, 296, 301, 318, 320, 321 Zero hunger, 445 Zona musim, 1, 161, 168, 169, 170, 171, 172, 177, 180, 187, 217, 471
463
Glosarium
Adaptasi perubahan iklim Penyesuaian manusia terhadap sistem alam atau upaya praktis untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan gangguan dan kerusakan yang ditimbulkan sebagai dampak perubahan iklim (Website of the UNFCCC Secretariat). Adaptasi dapat dibedakan atas adaptasi antisipatif dan reaktif, publik dan swasta, dan otonom (IPCC TAR 2001).
Alat dan mesin pertanian (alsintan) Merupakan alat-alat dan mesin sebagai pengembangan mekanisasi pertanian yang digunakan sebagai suatu subsistem penunjang pertanian dalam proses budidaya, pengolahan dan penyimpanan hasil pertanian. Alsintan mencakup semua jenis alat digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air dan sumber energi lainnya. Alat dan mesin pertanian mempunyai kaitan yang sangat erat dengan dinamika sosial ekonomi dan sistem budidaya pertanian.
Antisipasi perubahan iklim Kemampuan menyiapkan arah dan strategi serta program dan kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global/ perubahan iklim.
Atmosfer Atmosfer adalah lapisan udara yang menyelimuti bumi secara menyeluruh dengan ketebalan lebih dari 650 km. Gerakan udara dalam atmosfer terjadi terutama karena adanya pengaruh pemanasan sinar matahari serta perputaran bumi. Perputaran bumi ini akan mengakibatkan bergeraknya masa udara, sehingga terjadilah perbedaan tekanan udara di berbagai tempat di dalam atmosfer yang dapat menimbulkan arus angin.
Awal musim hujan
464
Glosarium
Waktu memasuki musim hujan yang ditentukan berdasarkan jumlah curah hujan selama satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 mm serta diikuti oleh jumlah curah hujan lebih atau sama dengan 50 mm pada dua dasarian berikutnya.
Awal musim kemarau Waktu memasuki musim kemarau yang ditentukan oleh jumlah curah hujan selama satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 mm serta diikuti oleh jumlah curah hujan kurang dari 50 mm pada dua dasarian berikutnya.
Banjir Merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal yang umumnya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi (di atas normal) yang menyebabkan terendamnya daratan dalam jangka waktu tertentu. Banjir juga bisa disebabkan oleh kondisi sungai, anak sungai serta sistem drainase yang ada tidak mampu menampung akumulasi air tersebut.
Basis data iklim Pangkalan atau kumpulan data iklim yang meliputi seluruh atau sebagian unsur iklim dengan berbagai interval waktu yang disimpan dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diakses, diperiksa dan diolah menjadi informasi iklim sesuai kebutuhan.
Bencana alam Merupakan peristiwa alam yang berdampak besar bagi populasi manusia akibat kerusakan serius yang ditimbulkan. Bencana alam dapat dikelompokkan menjadi: (1) bencana alam geologi seperti letusan gunung berapi, tsunami, tanah longsor, dan (2) bencana alam meteorologi seperti kemarau panjang, kekeringan, banjir, dan badai.
Benih Biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi.
Blast
465
Glosarium
Merupakan penyakit pada tanaman padi yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae, gejala berupa daun tampak berbercak seperti belah ketupat.
Break event point (BEP) Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/impas (penghasilan = total biaya).
Curah hujan Curah hujan, yang dinyatakan dalam mm adalah data tinggi air yang jatuh pada sebidang lahan atau lokasi per satuan waktu. Curah hujan direpresentasikan oleh air hujan yang tertangkap alat ombrometer pada luasan 100 cm2 pada satuan waktu tertentu. Curah hujan 1 mm artinya dalam 1 ha lahan tercurah air 1 mm x (10.000 m2) = 1 mm x (10. 000 x 1.000 x 1.000 mm2) = 10.000.000.000 mm3 atau setara dengan 10 m3.
Daerah irigasi Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.
Dampak Perubahan Iklim Dampak perubahan iklim merupakan gangguan atau kondisi kerugian dan keuntungan baik secara fisik maupun ekonomi dan sosial yang disebabkan oleh cekaman perubahan iklim. Berkenaan dengan perubahan iklim, terdapat dua dampak yang menjadi isu utama, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut yang menyebabkan tergenangnya air di wilayah daratan dekat pantai.
Dosis (rekomendasi) pestisida Dosis yang dianjurkan agar pengendalian jasad pengganggu benar-benar efektif dengan mempertimbangkan segi biaya, jenis tanaman, dan jenis jasad pengganggu.
Drainase
466
Glosarium
Drainase atau pembuangan air irigasi adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.
Efisiensi pemupukan Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk dalam bentuk dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara dan waktu yang tepat serta sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman. Efisiensi pemupukan dapat dihitung berdasarkan kenaikan bobot kering atau serapan hara terhadap satuan hara yang ditambahkan dalam pupuk.
El-Nino dan La-Nina El-Nino adalah fenomena peningkatan suhu permukaan laut di wilayah perairan Pasifik ekuator yang menyebabkan sirkulasi udara di atas wilayah Indonesia menjadi divergen. Divergensi udara tersebut menyebabkan awan-awan yang terbentuk bergeser ke wilayah Pasifik tengah dan timur, yang menyebabkan rendahnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Sedangkan La-Nina (kebalikan El-Nino) adalah fenomena penurunan suhu permukaan laut di wilayah perairan Pasifik ekuator yang menyebabkan curah hujan selama periode musim kemarau menjadi lebih tinggi.
Evaporasi, transpirasi, dan evapotranspirasi Evaporasi adalah kehilangan air menjadi uap air yang berasal dari permukaan tanah atau air. Transpirasi adalah kehilangan air menjadi uap air melalui mekanisme fotosintesis dan hilang melalui daun tanaman. Sedangkan evapotranspirasi merupakan penjumlahan dari evaporasi dan transpirasi. Ketiga parameter tersebut sangat dipengaruhi oleh unsur iklim seperti radiasi, kelembaban udara, dan suhu udara. Melalui pendekatan antara curah hujan dan evaporastranspirasi dapat ditentukan periode defisit dan surplus air pada suatu lahan pertanian. Kedua data ini menjadi parameter pengendali untuk analisis kesetimbangan atau neraca air.
IOD (The Indian Ocean Dipole)
467
Glosarium
IOD adalah penggabungan fenomena laut dan atmosfer di Samudera Hindia khatulistiwa yang mempengaruhi iklim Australia dan negara-negara lain yang mengelilingi cekungan Samudera Hindia (Saji et al. 1999). IOD umumnya diukur dengan indeks yang merupakan perbedaan antara suhu permukaan laut (SST) anomali di barat (50-70°E dan 10°S10°N) dan timur (90°E-110°E dan 10°S-0°S) khatulistiwa Samudera Hindia. Indeks ini disebut Indeks Dipole Mode (DMI).
IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Adalah suatu panel ilmiah yang ditunjuk oleh pemerintah anggota Konvensi Perubahan Iklim untuk melakukan pengkajian (assessment) terhadap perubahan iklim.
Irigasi Irigasi merupakan upaya yang dilakukan untuk penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk mengairi lahan pertanian. Saat ini sudah banyak model irigasi yang dibuat, diantaranya adalah irigasi permukaan, rawa, air bawah tanah, pompa, dan tambak.
Jaringan irigasi Merupakan infrastruktur berupa saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang mendistribusikan air yang berasal dari bendungan/bendung/embung ke lahan pertanian yang dimiliki masyarakat. Jaringan irigasi merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Dengan adanya saluran irigasi ini diharapkan dapat mencukupi kebutuhan terhadap air untuk irigasi sawah petani.
Jaringan irigasi primer Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
Jaringan irigasi sekunder
468
Glosarium
Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
Jaringan irigasi tersier Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya.
Kedaulatan pangan Hak setiap orang, masyarakat dan negara untuk mengakses dan mengontrol aneka sumberdaya produktif serta menentukan dan mengendalikan sistem produksi, distribusi, dan konsumsi pangan sendiri sesuai kondisi sosial ekonomi, ekologis dan budaya masing-masing.
Kekeringan Fenomena alam yang terjadi akibat berkurangnya curah hujan secara signifikan yang menyebabkan ketidakseimbangan hidrologi dan kelangkaan air dan berdampak terhadap sumberdaya lahan dan sistem produksi pertanian.
Kekeringan agronomis Suatu periode berkurangnya kelembaban tanah yang menyebabkan kerusakan dan puso pada tanaman. Kekeringan agronomis tidak mengacu pada ketersediaan air permukaan. Beberapa indikator kekeringan yang didasarkan kepada kombinasi curah hujan, suhu dan kelembaban tanah digunakan untuk mengukur kekeringan agronomis.
Kekeringan hidrologis Kekeringan yang didasarkan pada berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah, untuk memenuhi kebutuhan air pada suatu sistem pengelolaan air. Berbagai faktor mempengaruhi kekeringan hidrologis seperti degradasi lahan yang terjadi di bagian hulu daerah aliran sungai atau pendangkalan air waduk. Data debit sungai umumnya digunakan untuk analisis kekeringan hidrologis. 469
Glosarium
Kekeringan meteorologis Defisit curah hujan yang menyebabkan terjadinya kekeringan dengan intensitas tertentu dan berlangsung pada periode tertentu pada suatu wilayah. Curah hujan digunakan untuk analisis kekeringan meteorologis dibandingkan rata-ratanya atau defisit curah hujan kumulatif digunakan untk menentukan periode dan intensitas kekeringan.
Kelembaban udara Kelembaban udara adalah kandungan uap air di udara yang diekspresikan dalam satuan persen (%). Pada stasiun iklim manual, kelembaban diamati menggunakan termometer bola basah dan termometer bola kering atau menggunakan higrograf. Pada stasiun otomatis pengamatan kelembaban menggunakan sensor kelembaban.
Kemampuan adaptasi Kemampuan untuk mendesain strategi adaptasi dan bereaksi terhadap bencana atau kondisi yang kurang menguntungkan sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bencana tersebut atau mengurangi besarnya kerusakan.
Keragaman (variabilitas) iklim Merupakan perubahan nilai rata-rata atau varian dari unsurunsur iklim seperti radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembaban, angin dan sebagainya dalam rentang waktu tertentu. Perubahan tersebut menyebabkan kondisi iklim yang tidak sama untuk setiap tahunnya.
Kerentanan Menunjukkan ketidakmampuan suatu sistem (termasuk ekosistem, sosial-ekonomi, dan kelembagaan) dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang merusak. Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat diartikan sebagai tingkat kekurangberdayaan suatu sistem usaha tani dalam mempertahankan dan menyelamatkan tingkat produktivitasnya secara optimal dalam menghadapi cekaman cuaca ekstrem. Konsep pemupukan berimbang
470
Glosarium
Penambahan pupuk ke dalam tanah untuk mencapai status semua hara esensial seimbang dan optimum dalam tanah sehingga mampu meningkatkan produksi dan mutu hasil pertanian, meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah serta ramah lingkungan. Dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis pupuk tunggal yang dicampur secara sederhana, atau dicampur secara mekanis atau melalui teknologi pencampuran secara kimia yang disebut pupuk majemuk/compound dengan formula tertentu.
Kresek Kresek atau hawar daun bakteri merupakan penyakit tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Gejala berupa tepi daun mula-mula bergaris basah, kemudian meluas dan menguning.
Mekanisasi pertanian Merupakan penerapan kaidah keteknikan/bersifat mekanis untuk melangsungkan suatu proses pertanian. Mekanisasi pertanian dapat diwujudkan sebagai suatu sistem usaha tani yang mengembangkan, mengorganisasi dan mengendalikan operasi dalam suatu produksi pertanian dengan kepastian hasil yang dinyatakan dengan ciri fisik seperti kuantitas, kualitas, produktivitas, dan efisiensi.
Monitoring bencana Tindakan mengamati, memantau, dan mengetahui indikasi/tren kemungkinan terjadi bencana, sebagai suatu bentuk pembelajaran dan dapat disiapkan antisipasi dan pengurangan risikonya.
Monsun Adalah suatu sistem sirkulasi angin periodik yang terjadi terutama di Samudra Hindia dan sebelah selatan Asia, yang berbalik arah setiap musim disebabkan oleh perbedaan sifat thermal antara benua dan perairan. Monsun terjadi karena daratan menghangat dan menyejuk lebih cepat daripada air. Hal ini menyebabkan suhu di darat lebih panas daripada di laut pada musim panas. Udara panas di darat biasanya berkembang naik, menciptakan daerah bertekanan rendah. Ini menciptakan sebuah angin yang sangat konstan yang bertiup ke arah 471
Glosarium
daratan. Curah hujan yang terkait disebabkan udara laut yang lembap yang dialihkan ke arah pegunungan, yang kemudian menyebabkan pendinginan, dan lalu pengembunan.
OPT Organisme pengganggu tanaman, yaitu organisme yang menempel atau berada pada suatu habitat yang menyebabkan organisme inang/utama dalam hal ini tanaman terganggu.
P2BN Program Peningkatan Produksi Beras Nasional, yaitu suatu program pemerintah dalam rangka peningkatan produksi beras nasional.
Pemberian air irigasi Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier.
Penggerek batang padi Penggerek batang padi adalah hama yang menyerang batang tanaman padi, larva memakan batang bagian dalam dan memotong jaringan pembuluh batang sehingga menyebabkan pucuk tanaman layu, menguning, menggulung, mengering dan mati. Serangan pada fase generatif menyebabkan beluk.
Penyediaan air irigasi Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.
Perkolasi Merupakan proses mengalirnya air ke bawah secara gravitasi sehingga mencapai permukaan air tanah pada lapisan jenuh air.
Permentan 45/2011
472
Glosarium
Merupakan Peraturan Menteri Pertanian tentang Tata Hubungan Kerja antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).
Pertanian off farm Pertanian off farm adalah proses komersialisasi hasil-hasil budidaya pertanian, seperti yang dilakukan di tingkat pengepul, pedagang, dan lain-lain.
Pertanian on farm Pertanian on farm adalah seluruh proses yang berhubungan langsung dengan proses budidaya pertanian, seperti menyemai bibit, tanam, memupuk, mengendalikan hama dan penyakit, panen dan lain-lain.
Perubahan iklim Perubahan Iklim adalah gejala peningkatan keragaman iklim yang dipengaruhi aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi dan dinamika atmosfer dan teramati pada periode yang cukup panjang. Indikasi terjadinya perubahan iklim adalah: (a) peningkatan suhu udara/bumi rata-rata, (b) peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrem, (c) peningkatan permukaan air laut, dan (d) perubahan pola curah hujan.
Peta kerentanan kekeringan Adalah peta petunjuk zonasi tingkat kerentanan kekeringan pada suatu daerah pada waktu tertentu.
PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) PHSL merupakan piranti lunak yang digunakan untuk menentukan rekomendasi takaran dan waktu aplikasi pupuk N, P, dan K untuk setiap persil lahan sawah petani. Dalam menentukan takaran pupuk tersebut, dipertimbangkan pula masukan hara dalam bentuk bahan organik, anorganik, atau sumber lain.
Prediksi iklim
473
Glosarium
Prediksi iklim atau prakiraan iklim adalah upaya untuk menghasilkan prakiraan kemungkinan deskripsi dari iklim di masa depan, misalnya, pada skala waktu jangka panjang antar tahunan atau musiman.
Pupuk Bahan yang diberikan ke tanah untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman tercukupi.
PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah) Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) merupkan suatu alat bantuuntuk analisis kadar hara tanah secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah, murah dan cukup akurat. PUTS ini dirancang untuk mengukur kadar N, P, K dan pH tanah. Hasil pengukuran kadar hara N, P, dan K tanah dengan PUTS dikategorikan menjadi tiga kelas status hara mengacu pada hasil penelitian uji tanah, yaitu: status rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). PUTS ini merupakan penyederhanaan dari pekerjaan analisa tanah di laboratorium yang didasarkan pada hasil penelitian uji tanah. Satu Unit Perangkat Uji Tanah Sawah terdiri dari: (1) satu paket bahan kimia dan alat untuk ekstraksi kadar N, P, K, dan pH, (2) bagan warna untuk penetapan kadar pH, N, P, dan K, (3) Buku Petunjuk Penggunaan serta Rekomendasi Pupuk untuk padi sawah, dan (4) bagan warna daun (BWD). Rekomendasi pemupukan pada berbagai kelas status hara tanah yang diberikan mengacu pada hasil kalibrasi uji tanah dengan menggunakan pupuk tunggal maupun NPK majemuk.
Risiko Merupakan kombinasi antara terjadinya kejadian yang tidak diinginkan (peluang kejadian) dan konsekuensi (besar dampak) dari kejadian tersebut. Dapat juga dikatakan sebagai potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu. Misalnya risiko bencana iklim.
Sensitivitas
474
Glosarium
Menunjukkan seberapa besar suatu sistem mudah dipengaruhi oleh berbagai sifat iklim.
Sifat hujan di atas normal (AN) Bila jumlah curah hujan yang terjadi di suatu tempat tertentu selama satu musim, lebih dari 115% rata-rata curah hujan normal. Yang dimaksud rata-rata normal adalah jumlah curah hujan rata-rata selama 30 tahun.
Sifat hujan normal (N) Bila jumlah curah hujan selama satu musim berkisar antara 85115% dari rata-rata curah hujan normal. Yang dimaksud ratarata normal adalah jumlah curah hujan rata-rata selama 30 tahun.
Sifat hujan di bawah normal (BN) Bila jumlah curah hujan yang terjadi di suatu tempat tertentu selama satu musim, kurang dari 85% rata-rata curah hujan normal. Yang dimaksud rata-rata normal adalah jumlah curah hujan rata-rata selama 30 tahun.
Sifat-sifat varietas unggul (padi) Sifat-sifat varietas unggul padi diantaranya adalah produksi tinggi, jumlah anakan produktif sedang hingga banyak, tahan rebah, respon terhadap pemupukan, tahan terhadap hama penyakit termasuk virus, umur genjah dan rasa sedang sampai enak dan ada yang beraroma.
Siklus hidrologi Disebut juga siklus air yaitu sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus adalah karena adanya pemanasan air laut oleh sinar matahari, yang menyebabkan air berevaporasi dan selanjutnya jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan es, hujan gerimis, dan kabut.
Sirkulasi Hadley
475
Glosarium
Sirkulasi Hadley adalah pola sirkulasi atmosfer yang terjadi secara meridional (sejajar bujur) dimana terjadi gerakan udara yang naik di khatulistiwa dan turun pada daerah subtropik. Akibatnya muncul angin pasat dipermukaan daerah sekitar tropis dan jet stream dari barat ke timur pada udara atas di daerah subtropis. Sirkulasi ini bekerja berdasarkan perbedaan sifat thermal dari lintang rendah (tropis) dan lintang tinggi (polar).
Sirkulasi Walker Sirkulasi Walker adalah sirkulasi zonal (sejajar lintang) arah timur barat yang terjadi di pasifik timur menuju pasifik barat (dekat kepulauan Indonesia).
Sistem informasi Merupakan kombinasi teratur dari sumberdaya manusia, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam suatu organisasi.
Sistem irigasi Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumberdaya manusia.
Sistem peringatan dini (Early Warning System) Sistem peringatan dini merupakan serangkaian sistem untuk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat.
SOI (The Southern Oscillation Index) SOI merupakan indeks standar berdasarkan perbedaan tekanan permukaan laut yang diamati antara Tahiti dan Darwin, Australia. SOI merupakan salah satu ukuran dari fluktuasi besar-besaran dalam tekanan udara yang terjadi antara Pasifik tropis barat dan timur selama El-Nino dan La-Nina. Fase negatif dari SOI mewakili tekanan di bawah normal udara di Tahiti dan
476
Glosarium
tekanan di atas normal udara di Darwin. Periode negatif (positif) nilai SOI bertepatan dengan kondisi hangat (dingin) air laut di bagian timur Pasifik tropis yang merupakan kondisi El-Nino (LaNina).
Suhu Derajat panas yang diukur berdasar skala yang tertentu dengan menggunakan berbagai tipe termometer. Penyebaran suhu di atas permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jumlah radiasi yang diterima per hari, per musim, dan per tahun, pengaruh dari daratan dan lautan, pengaruh elevasi, aspek (penerimaan radiasi berdasarkan kemiringan lereng), panas laten, dan pengaruh angin.
Teknologi adaptasi Merupakan teknologi yang diharapkan dapat mengurangi dampak dan kerentanan akibat terjadinya perubahan iklim, dalam upaya untuk mempertahankan ketahanan pangan maupun untuk peningkatan kesejahteraan petani.
Thresher Thresher merupakan alat untuk merontokkan padi menjadi gabah. Alat ini merupakan alat bantu bagi tenaga kerja untuk memisahkan gabah dengan jeraminya. Terdapat dua jenis thresher berdasar alat penggeraknya yaitu: (1) secara manual dengan menggunakan pedal (pedal thresher), dan (2) digerakkan dengan mesin (power thresher).
Tungro Tungro merupakan penyakit pada tanaman padi yang disebabkan oleh virus tungro. Gejala yang diperlihatkan, tanaman kerdil, daun mengering yang dimulai dari ujung daun, tampak bintik berkarat coklat tua pada daun.
Varietas Kategori dalam klasifikasi tumbuhan di bawah jenis, yang menunjukkan varian jenis dengan perbedaan warna atau habitat dan morfologinya tanpa mengaitkan masalah distribusinya.
477
Glosarium
Varietas unggul Varietas yang berperan penting dalam peningkatan hasil, diversifikasi mutu, tahan terhadap hama penyakit atau cekaman lingkungan, dengan teknologi mudah, murah dan aman.
Wereng Coklat Merupakan serangga ordo Hemoptera yang berukuran kecil dan bersayap beragam. Wereng coklat menularkan virus kerdil rumput dan mengakibatkan kerusakan langsung, berkembang pada pangkal batang. Gejala yang diperlihatkan adalah batang tanaman kuning dan cepat kering.
Zona Musim (ZOM) dan Non Zona Musim (non ZOM) Daerah ZOM Musim mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (umumnya pola Monsun). Sedangkan daerah non ZOM pada umumnya memiliki ciri mempunyai 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola ekuatorial).
478
479
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Adang Hamdani, SP, M.Si merupakan staf peneliti pada Kelompok Peneliti Hidrologi, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Konsentrasi utama penelitian di instansi khususnya menangani bidang hidrologi, antara lain di: Pemodelan banjir dan genangan, desain irigasi suplementer lahan kering, analisis neraca air tanah dan tanaman dan ketersediaan air tanah. Penelitian di bidang Sistem Informasi Geografis, penulis banyak menangani masalah pemetaan kesesuaian lahan, delineasi wilayah rawan banjir, dan genangan. Di bidang lingkungan sosial ekonomi dan lingkungan, penelitian yang ditanganinya terutama pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Ecology Risk Assessment (ERA), Analisis kebutuhan dan ketersediaan pangan serta analisis kelayakan ekonomi. Ir. Ade Ruskandar, MS menyelesaikan S1 Jurusan Sosial Ekonomi di Universitas Bandung Raya pada tahun 1986. Lulus pendidikan S2 di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian di Universitas Padjadjaran pada tahun 1993. Saat ini sebagai Peneliti Madya di Kelompok Peneliti Budidaya, Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Anindito Adi Nugroho, S.Si menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Geografi, Fakultas Matematika dan IPA (MIPA), Universitas Indonesia pada tahun 2011. Saat ini merupakan salah satu teknisi divisi Sistem Informasi Geografis di Balai Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian.
480
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Ir. Antonius Kasno, MS mendapatkan gelar sarjana pertanian (Jurusan Budidaya Pertanian) pada tahun 1991 dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Lulus pendidikan S2 (Jurusan Ilmu Tanah) di Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor pada tahun 2002. Saat ini menjadi Peneliti Madya pada Kelompok Peneliti Kimia dan Kesuburan Tanah di Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Prof. (Riset). Dr. Ir. Arief Harsono, MS menamatkan pendidikan program doktor dalam bidang Agronomi di Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 2005. Jabatan Peneliti Utama dicapai pada tahun 2009, dengan judul orasi “Inovasi Teknologi Budidaya Berbasis Pengelolaan Tanaman Terpadu untuk Meningkatkan Produksi Kacang Tanah”. Saat ini sebagai Peneliti Utama bidang Budidaya Tanaman pada Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian ini (Balitkabi), Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si menyelesaikan pendidikan S1 bidang Agrometeorologi di Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor pada tahun 1989. Pendidikan S2 diselesaikan di Program Studi Agroklimatologi pada tahun 1999, kemudian dilanjutkan dalam Program S3 pada Program Studi Agroklimat pada 2002 dan selesai dari IPB pada tahun 2008. Sekarang ini sebagai peneliti bidang Agroklimat dan Lingkungan di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Aris Dwi Saputra, SE menyelesaikan pendidikan S1 bidang Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada tahun 2005. Saat ini menjadi staf di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. 481
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Dr. Ir. Bambang Sayaka, M.Sc menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Budidaya Pertanian (Agronomi), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor pada tahun 1987. Pada tahun 1994 menyelesaikan S2 pada Department of Agricultural Economics (Production Economics) di University of the Philippines at Los Baños. Pendidikan S3 diselesaikan tahun 2003 pada Department of Agricultural Economics (Agricultural marketing) di University of the Philippines at Los Baños. Saat ini menjadi Peneliti Madya pada Kelompok Peneliti Ekonomi Pertanian dan Manajemen Agribisnis di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Budi Kartiwa, CESA mendapatkan gelar sarjana pertanian Jurusan Agrometeorologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor pada tahun 1992. Pendidikan S2 bidang Hidrologi ditempuh di Ecole National Superieure Agronomique de Rennes (ENSAR) Prancis dan selesai pada tahun 1999. Pendidikan Doktoral bidang Hidrologi diselesaikan di Angers University, Prancis pada tahun 2004. Saat ini menjadi Peneliti Madya di Kelompok Peneliti Hidrologi, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Budi Rahayu merupakan salah satu teknisi divisi Sistem Informasi Geografis di Balai Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dhany Hendra Pradana, ST menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Pengairan, Universitas Brawijaya, Malang tahun 2004. Saat ini tergabung pada kelompok peneliti Hidrologi di Balai Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Diah Setyorini, MS menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang 482
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
tahun 1985. Pendidikan S2 dan S3 diselesaikan di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 1993 (S2) dan 2001 (S3). Saat ini menjadi Peneliti Madya bidang Penelitian Uji Tanah dan Tanaman pada Kelompok Peneliti Kesuburan Tanah di Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Prof.(Riset). Dr. Effendi Pasandaran. Profesor Riset (purna bhakti), Bidang Agro-Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Dr. Eleonora Runtunuwu mendapatkan gelar sarjana pendidikan Jurusan Fisika pada tahun 1988 di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Manado. Pendidikan S2 (Jurusan Agroklimatologi) ditempuh di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diselesaikan pada tahun 1991. Pendidikan Doktoral Environmental Sciences diselesaikan di Chiba University Jepang, pada tahun 2002. Saat ini menjadi Peneliti Madya di Kelompok Peneliti Agroklimat di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Ir. Erni Susanti, M.Sc menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas MIPA, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor pada tahun 1989. Sejak November tahun 1989 menjadi staf peneliti di Pusat Penelitian Tanah yang sekarang menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Pendidikan S2 dilanjutkan pada Program Studi Teknologi Informasi di MIT in Natural Science di Institut Pertanian Bogor selesai pada tahun 2007. Saat ini menjadi Peneliti Muda di Kelompok Peneliti Agroklimat di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Fadhlullah Ramadhani, S.Kom, M.Sc menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 1998 di Jurusan Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Gajah Mada (UGM), D.I 483
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Yogyakarta. Menamatkan pendidikan S2 Jurusan Nanoteknologi di Asian Institute of Technology, Thailand pada tahun 2011. Saat ini menjadi anggota Kelompok Peneliti Agroklimat yang menangani software engineering pada bidang Agroklimat dan Hidrologi di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Ir. Gatot Ari Putranto, MM menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Agrometeorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), IPB tahun 1987. Menyelesaikan S2 Magister Manajemen di STIE-IPWIJA pada tahun 2006. Saat ini bekerja sebagai Kasubdit Dampak Perubahan Iklim (DPI) di Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Lampung tahun 1990. Pendidikan S2 diselesaikan di Ecole Nationale de la Meteorologie Toulouse Meteo Perancis pada tahun 2001. Sejak tahun 1993 menjadi staf peneliti pada Kelompok Peneliti Ekofisiologi Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Bogor, dan pada tahun 1995 pindah ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslittanak), pada Kelompok Peneliti Agroklimat dan Hidrologi. Pendidikan S3 diselesaikan di Kobe University Jepang pada Departement for Science and Technology, Planetary and Earth Sciences, Laboratory for Atmospheric and Hydrospheric Sciencies pada tahun 2006. Sejak Januari 2012 sampai sekarang bertugas sebagai Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Haryono, M.Sc menyelesaikan pendidikan tingginya di Departemen Statistika dan Komputasi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Program Utama Statistika dan Penunjang Agronomi, pada tahun 1980. Gelar Master of Science diperoleh dari Departement of Computer Science, Western Michigan University, USA, tahun 1987. Gelar Doctor of Technical Science 484
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
diraih dari Division of Computer Science, School of Engineering and Technology, Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand pada tahun 1995. Saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Haryono, SP., MM mendapatkan gelar sarjana pertanian (Jurusan Budidaya Pertanian) pada tahun 1994 dari Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda, Bogor. Menyelesaikan pendidikan S2 (Program Magister Manajemen Jurusan Sumberdaya Manusia) di Institut Manajemen Mitra Indonesia (IMMI), Jakarta pada tahun 2002. Sekarang ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pelayanan Jasa Penelitian sekaligus staf peneliti Kelompok Peneliti Hidrologi Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Husna Alfiani, ST menyelesaikan pendidikan S1 dan mendapat gelas Sarjana Teknik untuk Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Telkom Bandung pada tahun 2009. Sejak tahun 2011 menjadi staf Subbagian Data dan Informasi Manajemen, di Sekretariat Balitbangtan. Pada tahun 2013 menjadi staf Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Prof. (Riset). Dr. Ir. Irsal Las, MS menyampaikan pidato (orasi) ilmiah pengukuhan sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) pada tanggal 6 Agustus 2004 dengan judul orasi “Menyiasati Fenomena Anomali Iklim Bagi Pemantapan Produksi Padi Nasional Pada Era Revolusi Hijau Lestari”, dan dikukuhkan sebagai Professor Riset dalam bidang kepakaran Agroklimat dan Pencemaran Lingkungan pada 5 Januari 2006. Saat ini sebagai peneliti senior dan Ketua Kelompok Peneliti Sintesa Kebijakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Ir. Kharmila Sari Hariyanti, M.Si menyelesaikan pendidikan S1 pada bulan April 1997 di Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam (FMIPA), Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung. Menamatkan pendidikan S2 Jurusan Klimatologi Terapan di Institut Pertanian Bogor (IPB), 485
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Bogor pada tahun 2010. Saat ini menjadi anggota Kelompok Peneliti Agroklimat di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Lis Rosita, S.Si menyelesaikan pendidikan S1 dan mendapat gelar Sarjana bidang Statistika di Departemen Sumber Daya FMIPA, Universitas Pakuan Bogor tahun 2011. Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor pada tahun 1983, pendidikan S2 di Wageningen Universitas Res, Belanda pada tahun 1987 dan pendidikan S3 di UPM, Malaysia pada tahun 2001. Jenjang fungsional Peneliti Utama diperoleh pada tahun 2012. Sekarang ini menjabat sebagai Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Nani Heryani, M.Si menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor pada tahun 1981. Sejak tahun 1982 sampai dengan 1985 menjadi peneliti di Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Pada tahun 1993 pindah ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslittanak) pada Kelompok Peneliti Agroklimat dan Hidrologi. Pendidikan S2 diselesaikan di Program Studi Agroklimatologi, Program Pasca Sarjana IPB pada tahun 2001. Pada awal tahun 2012 menyelesaikan Pendidikan S3 di Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS Program Pascasarjana IPB. Saat ini menjadi peneliti di Kelompok Peneliti Hidrologi, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Nurya Utami, S.Si menyelesaikan pendidikan S1 dan mendapat gelar Sarjana bidang Meteorologi Terapan di Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor tahun 2009.
486
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Dr. Ir. Priatna Sasmita, M.Si menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Budidaya Tanaman (Agronomi) pada tahun 1989 dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Pendidikan S2 dan S3 disiplin agronomi ditempuh di Institut Pertanian Bogor, masing-masing selesai pada tahun 2001 dan 2006. Saat ini beliau menjabat sebagai Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian, Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Saktyanu Kristyantoadi Dermoredjo, M.Si menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1991. Pada tahun 2001 menyelesaikan S2 Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan di IPB. Pendidikan S3 diselesaikan pada tahun 2012 pada Program Studi Ilmu Pertanian, Minat Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM), D.I Yogyakarta. Saat ini menjadi peneliti bidang Ekonomi Pertanian dan masuk anggota Kelompok Peneliti Ekonomi Makro dan Perdagangan Internasional di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Suciantini, M.Si menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1992. Sejak tahun 1994 menjadi staf peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias. Pada tahun 1998 tercatat sebagai staf Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak). Pendidikan S2 dilanjutkan pada Program Studi Agroklimatologi, Institut Pertanian Bogor (IPB) selesai pada tahun 2004. Pendidikan S3 ditempuh pada Program Studi Klimatologi Terapan, IPB, dan lulus pada tahun 2012. Saat ini menjadi Peneliti Muda di Kelompok Peneliti Agroklimat di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Ir. Uning Budiharti, M.Sc menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 1990 di Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menamatkan pendidikan S2 di 487
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Jurusan Agricultural Engineering di Asian Institute of Technology, Thailand pada tahun 2000. Saat ini menjadi anggota Kelompok Perekayasa Mesin Produksi dan Pasca Panen di Balai Besar Perekayasaan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Wahyu Tri Nugroho, ST menyelesaikan pendidikan S1 pada bulan Mei 2005 di Jurusan Geodesi Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada. Saat ini menjadi anggota Kelompok Peneliti Hidrologi yang banyak menangani aplikasi sistem informasi geografis di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Woro Estiningtyas, M.Si menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Agrometeorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1992. Pada tahun 2005 menyelesaikan S2 Program Studi Oceanografi dan Sains Atmosfer, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung (ITB). Pendidikan S3 diselesaikan pada tahun 2012 pada program studi Klimatologi Terapan, IPB. Saat ini menjadi peneliti bidang Agroklimat di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Dr. Ir. Yayan Apriyana, M.Sc mendapatkan gelar sarjana pertanian Jurusan Ilmu Tanah pada tahun 1990 dari Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Pendidikan S2 (Jurusan Agronomi) ditempuh di Centre National d’Etudes Agronomiques des Regions Chaudes (CNEARC) dan selesai pada tahun 2003. Pendidikan Doktoral bidang Agroklimatologi diselesaikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2013 mengikuti program Post-Doktoral di Georg-August-Universität Göttingen, Jerman. Saat ini menjadi Peneliti Muda di Kelompok Peneliti Agroklimat di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan 488
Biodata Penulis, Editor, dan Penyunting
Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Yeli Sarvina, S.Si menyelesaikan pendidikan S1 pada bulan September 2005 di Jurusan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun 2007 menjadi staf di Stasiun Meteorologi Frans Kaisepo Biak, Papua. Pada tahun 2008 pindah ke Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian sebagai peneliti di Balai Pengkajian teknologi pertanian (BPTP) Jawa Barat. Sejak tahun 2009 tercatat sebagai peneliti di Kelompok Peneliti Agroklimat, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Ir. Zubachtirodin, MS menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Agronomi pada tahun 1978 di Universitas Gadjah Mada (UGM), D.I Yogyakarta. Pendidikan S2 dalam bidang Ilmu Agronomi, Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian di tempuh di UGM dan selesai pada tahun 1987. Sekarang menjabat sebagai Ketua Kelompok Peneliti (Kelti) Ekofisiologi dan anggota Tim Program. Jenjang fungsional Peneliti Madya dalam bidang Budidaya Tanaman di Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian.
489