PEMERINTAH PROVINSI BALI
DINAS LINGKUNGAN HIDUP Jl. D.I. Panjaitan Nomor 1 (0361) 225663 Fax. (0361) 245444 Denpasar 80235
PENUNTASAN PROGRAM BALI MANDARA JILID II
Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang Selatan dan 114°25'53" - 115°42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengah-tengah
terbentang
pegunungan
yang
memanjang
dari
barat
ke
timur.Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Letak wilayah Provinsi Bali sebagai bagian dari Negara Kesatuan RI . Provinsi Bali memiliki luas wilayah 563.666 ha (0,29% dari luas Indonesia), terdiri atas Pulau Bali sebagai pulau utama dengan luas 542.765 ha dan beberapa pulau kecil baik yang berpenduduk maupun tidak berpenduduk. Pulau kecil berpenduduk yaitu Pulau Nusa Penida (19.272 ha), Pulau Nusa Lembongan (696 ha), Pulau Nusa Ceningan (316 ha) dan Pulau Serangan (418 ha). Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung,Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng dengan panjang pantai mencapai 529 km. Isu Utama Lingkungan hidup Yang menjadi Prioritas Penanganan Di Provinsi Bali Isu utama yang mempengaruhi kualitas lingkungan hidup di Provinsi Bali pada tahun 2016-2017 perlu mendapat perhatian serius yaitu : (1) terjadinya alih fungsi lahan, (2) meningkatnya lahan kritis, (3) ada kecenderungan menurunnya kualitas udara, (4) kritisnya penyediaan air, (5) meningkatnya aktivitas di wilayah pesisir, laut dan pantai, (6) meningkatnya pertumbuhan penduduk, (7)meningkatnya sampah dan limbah. 1. Terjadinya Alih Fungsi Lahan Perubahan penggunaan lahan/alih fungsi lahan umumnya terjadi di wilayah perkotaan terutama dari penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (permukiman). Kota Denpasar mengalami perubahan Penggunaan lahan yang paling besar (3385,81 ha) sedangkan Kabupaten Karangasem mengalami
perubahan yang terkecil (1,15 ha). Perubahan penggunaan lahan di Provinsi Bali sebagian besar akibat peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pertumbuhan ekonomi (5,47 %) dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali sebagian besar disumbangkan oleh daerah-daerah Selatan Provinsi Bali, hal inilah yang menyebabkan daerah selatan Provinsi Bali mengalami perubahan tipe lahan yang lebih besar dibandingkan dengan daerah Utara Provinsi Bali. Secara umum, peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya dapat menggambarkan faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Akan tetapi, seiring dengan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan penduduk, maka usaha konversi lahan dari lahan non pemukiman menjadi lahan pemukiman akan semakin tinggi. Kondisi ini mengakibatkan lahan-lahan yang baik untuk pemukiman seperti lahan sawah akan semakin berkurang. Lahan sawah merupakan lahan yang sangat potensial bagi pemukiman. Lahan sawah biasanya merupakan lahan-lahan yang datar, memiliki kapasitas air tanah dan air permukaan yang besar serta memiliki aksebilitas yang sangat baik. Dimana hal ini merupakan suatu kondisi yang sangat baik juga bagi lokasi pemukiman.
2. Meningkatnya Lahan Kritis Luas lahan kritis (kategori kritis dan sangat kritis) di Bali pada tahun 2016 mencapai 51.107,26 ha atau 9,1% dari luas wilayah. Lahan kritis terluas terdapat di Kabupaten Karangasem dan disusul Kabupaten Klungkung diurutan kedua. Lahan kritis di Kabupaten Karangasem terutama terdapat di lereng Gunung Agung bagian utara dan timur yang merupakan daerah aliran lahan letusan Gunung Agung. Lahan kritis di Kabupaten Klungkung terkonsentrasi di Pulau Nusa Penida. Sementara itu, wilayah dengan lahan kritis relatif kecil yaitu Jembrana, Tabanan dan Denpasar. Satu-satunya kabupaten yang tidak terdapat lahan kritis yaitu Kabupaten Gianyar. Berdasarkan sebarannya, lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 18.450,32 ha atau 14,1% dari luas kawasan hutan dan di luar kawasan hutan seluas 32.656,94 ha atau 63,89%. Kawasan hutan dengan kondisi lahan kritis terdapat di Kabupaten Buleleng, Bangli, Karangasem dan Klungkung (Nusa Penida), seperti kawasan hutan Gunung Silangjana, Penulisan-Kintamani, Gunung Batur – Bukit Payang, Gunung Abang-Agung,Gunung Kondangdia, Gunung Seraya, Suana dan Sakti. Permasalahan utama terhadap lahan dan kawasan hutan di Bali adalah besarnya luasan lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur media pengatur tata air, unsur produksi pertanian, maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Lahan kritis terjadi karena adanya degradasi lahan berupa rusaknya tanah sehingga hilangnya satu atau lebih fungsinya yang mengakibatkan daya dukung tanah tersebut bagi kehidupan di atasnya berkurang atau bahkan hilang. Kondisi atau kualitas lahan dan hutan di Bali sangat dipengaruhi oleh salah satu atau beberapa atribut lahan yaitu iklim, topografi
(relief), tanah,flora dan fauna, serta ulah manusia. Iklim merupakan faktor pembentuk tanah, menentukan ketersediaan air, dan mempengaruhi kehidupan flora dan fauna. Keadaan lahan pada umumnya adalah hasil proses alami dan budaya, yang kedua proses ini terjalin secara rumit. Sistem penggunaan lahan untuk mencapai suatu keinginan tertentu sering membelokkan proses alami yang membahayakan keselamatan lahan. Kerentanan lahan terhadap kerusakan dapat diperbesar oleh tindakan manusia, atau sebaliknya dapat diperkecil. Keadaan lahan berubah oleh tindakan manusia yang mengubah perilaku lahan .
3. Ada Kecendrungan Menurunnya Kualitas Udara Secara menyeluruh ditinjau dari semua parameter yang dipantau kecuali parameter PM10, kualitas udara di Provinsi Bali masih cukup baik karena empat parameter SO2, NO2, CO, dan Pb masih di bawah nilai ambang batas pencemaran. Parameter PM10 sangat jauh di atas ambang batas yang diijinkan. Nilai PM10 paling tingi terjadi di Kabupaten Badung. Tingginya parameter PM10 hampir di seluruh titik pemantauan, justru sangat membahayakan karena seperti yang dilansir oleh WHO (2005; 2005a), bahwa peningkatan PM10 (particulate matter) di atas nilai ambang batas dapat meningkatkan risiko kematian mencapai 15% pada suatu populasi. Indonesia umumnya, Bali khususnya memberlakukan ambang batas cemaran PM10 mencapai 150 μg/Nm3, sementara dikebanyakan kota besar di dunia tingkat cemaran PM10 yang diijinkan mencapai 70 μg/Nm3, semestinya batas ini diturunkan lagi mencapai 20
μg/Nm3.
Pemberlakuan
ini
diprediksi
dapat
menurunkan
tingkat
kematianmencapai 15%. WHO (2005; 2005a) juga memberitakan bahwa terjadi tingkat pencemaran udara yang lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang dibandingkan dengan negara berkembang. Secara umum, Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar adalah wilayah yang memiliki kualitas udara yang lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Hal ini terlihat dari nilai-niali parameter tertinggi kandungannya. Kabupaten Badung memiliki nilai PM10, SO2 dan NO2 paling tinggi, sedangkan Kabupaten Gianyar memiliki nilai PB paling tinggi, sedangkan Kota Denpasar memiliki nilai CO paling tinggi. Kabupaten Karangasem memiliki kondisi kualitas udara paling baik dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Kualitas udara dipengaruhi oleh dua tipe pencemar utama yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer yaitu senyawa alami udara yang mengalami penambahan secara langsung sampai pada konsentrasi yang berbahaya seperti karbon dioksida yaitu senyawa yang terbentuk di atmosfir melalui reaksi kimia yang merupakan komponen udara yang tidak normal. Jenis-jenis senyawa yang merupakan pencemar udara utama adalah karbon oksida (karbon monoksida, CO dan karbon dioksida, CO2), sulfur oksida (sulfur dioksida, SO2 dan sulfur terioksida,
SO3), nitrogen oksida (nitrik oksida, NO dan nitrogen oksida, NO2), hidrokarbon (seperti metan), oksida fotokimia (yang menimbulkan kabut asap), dan zarah-zarah atau partikel-partikel (seperti asap dan debu). Bahan-bahan pencemar udara tersebut mempengaruhi kualitas udara dan menimbulkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia serta kehidupan di daratan dan perairan.
4. Kritisnya Penyediaan Air Ketersediaan air di wilayah Provinsi Bali bila dihitung jumlahnya, maka ketersediaannya masih memadai. Sumber mata air, sungai, waduk/danau, air sumur, dan air hujan jumlahnya cukup memadai. Namun demikian karena sebaran sumbernya yang tidak merata, menjadikan beberapa wilayah di Provinsi Bali mengalami kesulitan dalam mengakses sumber air untuk kehidupan. Selain itu, berkembangnya industry pariwisata telah menyebabkan kebutuhan air untuk kepentingan pariwisata dan fasilitas penunjangnya ikut meningkat. Hal ini mengakibatkan beberapa sumber air/ mata air dilakukan pembagian air untuk kepentingan pariwisata dan untuk kepentingan masyarakat. Selain itu, ada kecendrungan penurunan kualitas air sungai dari daerah hulu hingga daerah hilir. Makin kehilir tingkat pemcemarannya semakin tinggi. Makin ramai penduduk maka tingkat pencemarannya semakin tinggi pula. Hal ini terjadi pada sungai yang daerah aliran sungainya dijejali dengan berbagai aktivitas dengan limbah dan buangannya ke sungai. Dalam pembangunan Daerah Provinsi Bali telah dicanangkan Bali Clean and
green.
pengendalian
Untuk
mencapai
dan
pengelolaan
tujuan zat-zat
tersebut
maka
pencemar
diperlukan
agar
kondisi
kebijakan air
dapar
dipergunakan oleh masyarakat secara berkelanjutan.
5. Meningkatnya Aktivitas di Wilayah Pesisir, Laut, dan Pantai. Perairan laut Bali dicirikan oleh pola oseanografi, sejarah tektonik-eustatik dan pola ekologis/biologis tertentu. Sebagai salah satu pulau utama dari rantai kepulauan Lesser Sunda, Pulau Bali menduduki bagian dari batasan barat laut Samudera Hindia, dan menyediakan titik utama dari perbedaan berbagai pola klimatologi dan osenaografi. Pulau Bali dan pulau-pulau kecilnya memiliki perairan laut yang dalam di sekitar pantainya sehingga memainkan peran penting sebagai kantong-kantong perlindungan biologi sejak jaman glasiasi Pleistosen, dengan implikasi biogeografik yang signifikan (Barber et al., 2000). Permasalahan yang sangat dominan bagi wilayah laut, pesisir dan pantai ini adalah pencemaran yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan laut, misalnya penurunan kualitas air laut, berkurang dan rusaknya kondisi terumbu karang dan padang lamun, serta terdegradasinya hutan mangrove. Keberadaan laut, pantai, serta pesisir merupakan hal yang sangat penting bagi Provinsi Bali. Hal ini disebabkan oleh hampir sebagian besar kawasan pariwisata
yang ditetapkan di Provinsi Bali terletak di pantai, pesisir, dan berbatasan dengan laut. Konsekuensinya akan terjadi gangguan-gangguan terhadap ekistensi potensi pesisir, pantai, maupun laut. Konsekuaensi dari penetapan ini bahwa terjadinya gangguan terhadap ekosistem hutan mangrove, terganggunya tutpan karang, serta terganggunya keberadaan dari padang lamun. Hal ini juga membutuhkan kebijakan dari Pemerinatah daerah Bali terkait dengan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut.
6. Meningkatnya Pertumbuhan Penduduk. Data Badan Pusat StatistiK Bali Tahun 2016 menunjukkan jumlah penduduk Provinsi Bali sebesar 4.046.658 orang, terdiri dari 1.961.348 orang laki-laki dan 1.929.409 orang penduduk perempuan. Laporan Sensus Penduduk 2010 Provinsi Bali menunjukkan laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,15 %. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kabupaten Badung (4,64 %) dan Kota Denpasar mencapai 4,02%. Tingginya laju pertumbuhan di dua wialayah tersebut sangat masuk akal, mengingat keduanya merupakan kawasan pariwisata yang terbesar di Provinsi Bali. Meningkatnya
penduduk
di
sebagian
wilayah
Provinsi
Bali
telah
menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lingkungan yang berupa: meningkatnya jumlah sampah dan limbah, meningkatnya bahan pencemar, meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian (terutama untuk perumahan dan permukiman). Untuk menjamin pembangunan berkelanjutan maka dibutuhkan kebijakan dari Pemerintah Provinsi Bali dalam menanggulangi masalah tersebut.
7. Meningkatnya Sampah dan Limbah. Meningkatnya volume timbulan sampah sejalan dengan bertambahnya penduduk dengan segala kegiatannya, terutama terkait dengan kegiatan industri pariwisata. Limbah pariwisata yang dibahas di sini adalah limbah padat (sampah) yang dihasilkan pada objek wisata/daya tarik wisata, sampah dari kegiatan hotel dan rumah makan. Volume sampah yang dihasilkan dari objek wisata, hotel dan rumah makan di Bali pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 1.740,38 m3/hari. Volume sampah tersebut dihasilkan dari objek wisata 9,22 m3/hari, hotel bintang sebesar 411,76 m3/hari, hotel melati sebesar 408,20 m3/hari, pondok wisata sebesar 8,84 m3/hari dan rumah makan 902,36 m3/hari Hal ini akan memimbulkan permasalahan berupa menurunnya kualitas estetika lingkungan yang menjadi salah satu syarat menciptakan bali bersih dan indah. Dengan menurunnya kualitas lingkungan dikawatirkan akan berdampak pada daya tarik Bali akan berkurang yang berdampak pula pada penurunan kunjungan wisatawan. Hal ini akan menurunkan pendapatan daerah Provinsi Bali.
Sebagai wujud pertanggungjawaban pelaksanaan program/ kegiatan bidang lingkungan hidup menuju Bali Green Province, dengan realisasi pencapaian fisik dan keuangan sebagai berikut: 1. Indikator Kinerja Utama a) Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Provinsi Bali Tahun 2016 sebesar 60,86% dan meningkat dibandingkan dengan Tahun 2015 yaitu 59,41%. IKLH ini ditunjukan dari akumulasi dari Indeks Pencemaran Air sebesar 60,89%; Indeks Pencemaran Udara 82,96% dan Tingkat Tutupan Lahan sebesar 35,76%. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup ini menunjukan bahwa kualitas lingkungan hidup Bali cukup baik (range<40 = buruk; 40-64 = cukup baik; 65-89 = baik; 90-100= sangat baik). b) Indeks Perilaku dan Peduli Lingkungan Hidup (IPPLH) pada posisi 0,42 yang artinya cukup baik(range<0,4 = buruk; 0,4-0,64 = cukup baik; 0,65-0,89 = baik; 0,9-1= sangat baik) yang ditentukan oleh perilaku peduli terhadap sampah, konsumsi energi, pemanfaatan air bersih, pola konsumsi, perilaku hidup sehat, konservasi air. 2. Capaian Kinerja BLH s.d Tahun 2017 Program/ Kegiatan a 1
2 3 4
Penyadaran Masyarakat Penyadaran Masyarakat melalui desa pakraman pembentukan Desa Sadar Lingkungan Pembentukan unit pengelolaan sampah terpadu (pengkomposan) Pembangunan bank sampah Pembentukan desa percontohan pemilah sampah
s.d Tahun 2017 Target Realisasi
Target RPJM s.d 2018
143 DSL
143 DSL
135 DSL
30
44
44
87 9
111 9
5
Diklat pengelolaan persampahan
80
80
138 9 desa pengelolaan sampah mandiri 140
6
Gerakan kebersihan dan penghijauan Evaluasi kebersihan kantor-kantor SKPD Provinsi Bali
36 kali
36 kali
40 kali
7
8
9
b 1 2
Evaluasi sekolah peduli dan berbudaya lingkungan hidup/Adiwiyata Penghargaan Kalpataru bagi penyelamat, pengabdi, perintis dan pembina lingkungan Konservasi Sumber Daya Alam dan Keanekaragaman Hayati Pembuatan lubang biopori Penanaman tanaman keanekaragaman hayati dan
41 SKPD dan 41 SKPD dan Instansi Instansi Vertikal Vertikal 161 sekolah 161 sekolah
50 SKPD dan Instansi Vertikal
22 penghargaan
22 penghargaan
22 penghargaan (1998-2017)
500.000 75.000
800.000 80.000
1.000.000 100.000
161 sekolah
tanaman perindangan Pembuatan Waste Water Garden (WWG) Pengembangan tanaman arboretum (tanaman langka) Pembuatan site transpalasi terumbu karang Penilaian Instrumen Lingkungan (AMDAL, UKL, UPL dan KLHS)
3 4 5 c
d
Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Analisis Kualitas Air Sungai Analisis Kualitas Udara Penetapan Peringkat Kinerja Perusahaan dan PKPLP Pengaduan Sengketa Lingkungan Hidup Penetapan Status Mutu Air Sungai
1 2 3 4 5
1 unit
1 unit
2 unit
6.000
7.000
10.000
3
4
4
150
170
250
252 sampel 90 sampel 160 perusahaan 60 kasus
252 sampel 90 sampel 162 perusahaan 56 kasus
252sampel 90 sampel 201 perusahaan
12 sungai
12 sungai
20 sungai
92 kasus
3. Capaian Bali Green Province Bali Green Province dapat dicapai apabila Indeks Kualitas Lingkungan Hidup lebih besar dari 65% dari angka mutlak 100%.Untuk itu 3 pilar yang perlu didorong adalah Indeks Pencemaran Air, Indeks Pencemaran Udara dan Tingkat Tutupan Lahan. Pada Tahun 2016 IKLH baru tercapai 60,86%, untuk itu langkah-langkah
yang
telah
dilakukan
untuk
percepatan
Bali
Green
Provinceyaitu: a) UntukGreen Culture, yaitu -
Memasukkan muatan lokal pengelolaan lingkungan hidup ke dalam kurikulum
sekolah-sekolah
melalui
program
Adiwiyata
(saat
ini
Pemerintah Provinsi Bali telah mendapat penghargaan sekolah yang berbasis lingkungan/ Adiwiyata sebanyak 47 yang terdiri dari5 Adiwiyata Mandiri; 13 Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional dan 29 Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi. -
Pengembangan 9 (sembilan) unit percontohan pemilah sampah dengan model 3R (Reduce, Reuse, Recycle) pada Kabupaten/ Kota se-Bali dan di Tahun 2017 akan dilakukan evaluasi kinerjamasing-masing desa.
-
Kampanye pengelolaan lingkungan hidup melalui berbagai media elektronik, media cetak dan brosur.
-
Memasukkan muatan-muatan pengelolaan lingkungan hidup ke dalam awig-awig desa pakraman dalam bentuk penetapan desa sadar lingkungan (saat ini telah terbangun 135 desa sadar lingkungan)
b) Untuk Green Economy, yaitu mengajak pelaku usaha untuk melakukan pengurangan produksi sampah dan limbah melalui: -
Mewajibkan setiap perusahaan/ kegiatan yang mempunyai dampak penting dan besar wajib menggunakan Sewage Treatment Plant (STP) untuk mengelola limbah.
-
Mendorong pembangunan unit pengelolaan sampah terpadu di masingmasing kegiatan pariwisata (hotel) untuk melakukan pengkomposan dan
pemilahan sampah (saat ini untuk hotel-hotel berbintang hampir 80% sudah melakukan pemilahan sampah organik, anorganik dan B3). -
Melibatkan perusahaan-perusahaan untuk mengalokasikan CSRnya melalui program bina lingkungan dalam perlindungan dan pengelolaaan lingkungan (saat ini di Bali terdapat 33 perusahaan yang sudah berpartisipasi
dalam
pengalokasian
CSRnya
ke
dalam
program
lingkungan). -
Penegakan sanksi administrasi terhadap 12 perusahaan yang membuang limbah ke lingkungan melebihi baku mutu bersama-sama dengan Kabupaten/ Kota.
c) Untuk Clean and Green, yaitu mengajak masyarakat untuk melakukan gerakan-gerakan penghijauan dan kebersihan melalui: -
Gerakan kebersihan Bali Bebas Sampah Plastik melibatkan Akademisi, Bisnis, Goverment, Society masyarakat (ABGS) setiap 2 (dua) bulan sekali pada tempat-tempat rawan sampah (setiap gerakan melibatkan 500-1000 orang.
-
Penanaman pohon keanekaragaman hayati untuk meningkatkan tutupan vegetasi pada kawasan sekitar danau, waduk, mata air dan daerahdaerah
sepadan
jurang
dengan
jenis
tanamanAmpupu,
Albesia,
Cempaka, Sandat, Clicung Bundeh, Kaliasem, Boni dan tanaman penghijauan lainnya. -
Membuat lubang biopori dan sumur resapan (saat ini sudah terbangun 800.000 buah biopori pada sekolah-sekolah Adiwiyata, taman-taman kota, kantor-kantor, perusahaan-perusahaan dan daerah-daerah resapan air, serta 20 lubang resapan).
-
Penanaman pohon bambu sebanyak 50.000 pohon pada daerah-daerah rawan bencana dan sepadan sungai, sepadan jurang dan sepadan mata air.
-
Menggali kearifan lokal pada desa pakraman dalam pelestarian fungsi lingkungan (sedikitnya terdapat 50 kearifan lokal yang berkaitan dengan
lingkungan yang ada di desa pakraman seperti, Sad Kertih, Tumpek Uduh, Tumpek Kandang, Tri Hita Karana dan lain-lain.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali,
Drs. Gede Suarjana,M.Si Pembina Utama Madya NIP. 19580414 198603 1 026